INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN TEKNOLOGI
PROSIDING
Seminar
Nasional
Manajemen
Teknologi
XVII
Program
Studi
MMT
‐
ITS,
Surabaya
2Februari
2013
INTEGRASI TEKNOLOGI, MANAJEMEN DAN BISNIS
UNTUK MEMPERKUAT KEMANDIRIAN BANGSA
Surabaya,
2
Februari
2013
KAJIAN EVALUASI MUTU LAYANAN DIKLAT DENGAN
ANALISIS FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
Rohmatulloh1,*) dan Sri Winarni2)
1)Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral
Jl. Jend. Gatot Soebroto Kav. 49, Jakarta 12950
2)Jurusan Statistika – FMIPA, Universitas Padjajaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang 45363
Email : rohmatulloh@diklat.esdm.go.id*) ; sri.winarni@unpad.ac.id
ABSTRAK
Makalah ini membahas tentang peningkatan mutu layanan pada bidang jasa diklat menggunakan analisis fuzzy quality function deployment (QFD). Pendekatan logika fuzzy diterapkan pada bagian rumah mutu yaitu untuk penilaian kekuatan hubungan antara harapan pelanggan diklat dan proses bisnis internal. Contoh kasus dilakukan pada instansi pemerintah Badan Diklat ESDM sebagai penyelenggara jasa layanan diklat sektor energi dan sumber daya mineral. Hasil analisis fuzzy QFD memberikan gambaran bagi manajemen mengenai prioritas harapan pelanggan pengguna jasa diklat, prioritas perbaikan proses bisnis yang harus dilakukan, dan kekuatan dampak perbaikan kinerja proses bisnis yang satu terhadap proses bisnis yang lain berdasarkan hasil pemetaan matriks rumah mutu.
Kata kunci: Mutu, layanan diklat, fuzzy, quality function deployment
PENDAHULUAN
Kualitas atau mutu layanan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis. Mutu layanan sangat terkait dengan kepuasan pelanggan sehingga dapat didefinisikan dengan perbandingan persepsi yang diterima pelanggan dengan layanan yang dirasakan (Fitzsimmon et al., 1994). Kedua faktor ini yang sering digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan pengguna barang atau jasanya dengan menganalisis tingkat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dirasakan. Parasurman et al. (1988) dalam Fitzsimmon et al. (1994) telah mengembangkan model kesenjangan Servqual di mana kesenjangan tersebut termasuk ke dalam kesenjangan kelima dari modelnya.
Dalam rangka mengevaluasi perbaikan mutu layanan, perusahaan biasanya tidak berhenti hanya sekedar mengetahui tingkat kesenjangan tersebut. Perusahaan atau lembaga penyedia jasa atau produk akan menganalisis lebih lanjut dengan mempertemukan atau menterjemahkan harapan pelanggan ke dalam karakteristik teknis internal (proses bisnis) perusahaaan. Tujuannya agar perbaikan yang dilakukan dalam proses bisnisnya langsung menjawab apa yang pelanggan ingin dan butuhkan. Quality function deployment (QFD) merupakan metode yang cukup populer digunakan untuk menganalisis harapan pelanggan secara langsung terhadap proses bisnis internal perusahaan melalui penyebaran fungsi mutu atau dikenal dengan matriks rumah mutu. Konsep QFD awalnya dikembangkan pada industri di Jepang tahun 1966 oleh Yoji Akao dan tahun 1983 mulai diperkenalkan di Amerika Serikat sampai akhirnya tersebar ke seluruh negara (Cohen, 1995, Chan et al., 2002). Fungsi QFD juga meluas tidak hanya sebagai alat analisis harapan pelanggan untuk pengembangan produk, melainkan berfungsi untuk disain, perencanaan, pengambilan keputusan, kerekayasaan, manajemen, dan lainnya. Penerapannya di luar industri salah satunya di institusi pendidikan
banyak diterapkan untuk disain program studi, kurikulum, dan layanan pendidikan (Chan et al., 2002).
Dalam perkembangannya, QFD banyak diintegrasikan dengan metode lain untuk menjawab kekurangan QFD seperti logika fuzzy (fuzzy logic), jaringan syaraf tiruan (artificial neural networks), dan taguchi. Logika fuzzy digunakan untuk mengurangi ketidakpastian ketika informasi penilaian dan evaluasi yang diperoleh dari kuesioner, wawancara, dan focus group discussion tersebut dicoba untuk dikuantitatifkan sebagai input matriks QFD (Bouchereau et al., 2000). Logika fuzzy diperkenalkan oleh L. Zadeh tahun 1965 dapat memberikan peluang untuk memberikan penilaian yang tidak hitam putih yaitu 0 atau 1. Logika fuzzy dapat memberikan derajat kebenaran dari suatu penilaian antara 0 dan 1, seperti 0.2, 0.5, 0.7 dalam sebuah fungsi keanggotaannya. Dengan demikian integrasi logika fuzzy
dan QFD telah memperluas penggunaan QFD yang secara tradisional hanya menggunakan nilai tegas (crisp). Penggunaan nilai tegas banyak kekurangannya karena hanya memiliki dua kemungkinan antara benar dan salah serta menutup peluang tim penilai untuk mengekspresikan bahasa lisannya (linguistik) dengan penekanan nilai yang berbeda. Sehingga sifat keambiguan dan penafsiran banyak makna tim penilai dapat terakomodasi. Misalnya penilaian tingkat kekuatan hubungan antara atribut layanan A dan perbaikan karakterisitik internal B adalah ”kuat”. Atribut linguistik ”kuat” dalam QFD tradisional umumnya dikonversi dengan nilai 9. Pada kenyataannya, setiap penilai tidak selalu memberikan skor nilai yang sama. Mungkin ada penilai yang setuju nilai 9 masuk dalam karegori tersebut, sementara bagi penilai lain mungkin akan memasukkannya ke dalam kategori “sangat kuat”. Perbedaan persepsi tersebut menyebabkan batas antar kategori menjadi kabur atau samar dan saling tumpang tindih membentuk sebuah daerah abu-abu.
Lin et al. (2005) telah mendemonstrasikan model permasalahan di atas dalam penelitiannya tentang peningkatan layanan pelanggan pada terminal cargo di bandara Taiwan. Logika fuzzy digunakan untuk penilaian kekuatan hubungan antara kebutuhan pelanggan dan persyaratan teknis manajemen dengan fungsi keanggotaan berbentuk kurva segitiga (triangular fuzzy number [TFN]). Lin et al. (2004) juga menggunakan analisis fuzzy QFD untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian dan ketidaktepatan penilaian tingkat kepentingan persyaratan pelanggan dan penilaian kekuatan hubungan antara persyaratan pelanggan dan persyaratan teknis dalam mendisian kamera digital. Dalam memodelkan permasalahan fuzzynya, Lin et al. (2004) menggunakan kurva trapezoidal fuzzy number.
Merujuk pada model permasalahan fuzzy yang telah dikaji oleh peneliti tersebut di atas, makalah ini membahas metode analisis QFD untuk mengevaluasi mutu layanan jasa pendidikan dan pelatihan (diklat). Kasus yang digunakan untuk contoh penerapannya adalah jasa layanan diklat di Badan Diklat ESDM. Konsep logika fuzzy digabungkan dengan metode QFD pada kajian ini digunakan untuk penilaian pada matirks hubungan antara harapan pelanggan dan proses bisnis internal dengan kurva TFN.
METODE
Tahapan kajian evaluasi mutu layanan diklat ini dibagi menjadi tiga yaitu kajian pustaka, membangun rumah mutu, dan analisis (Gambar 1). Tahapan membangun rumah mutu terdiri dari bagian-bagian matriks yang tersusun secara sempurna terdiri dari matriks perencanaan, matriks hubungan, dan matriks keterkaitan antar karakterisitik teknis.
Gambar 1 Tahapan penyelesaian
1. Matriks perencanaan
Matriks perencanaan merupakan alat bagi tim pengembangan untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan. Data yang dikumpulkan yaitu data kualitatif harapan pelanggan dan data kuantitatif seperti pengukuran tingkat kepentingan dan kepuasan atas atribut mutu, target kinerja, dan sales point. Sales point berisi informasi yang menggambarkan kemampuan untuk menjual produk atau jasa berdasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan pelanggan. Misalnya pelanggan otomotif menginginkan mobil yang hemat bahan bakar. Apabila tim pengembangan mampu mendisain produk yang hemat bahan bakar, maka upaya produsen untuk menjualnya dapat memanfaatkan atribut mutu tersebut (Cohen, 1995).
2. Matriks hubungan
Informasi pasar yang diperoleh dari matriks perencanaan selanjutnya diterjemahkan ke dalam karateristik teknis internal agar harapan pelanggan dapat terpenuhi. Tim membangun alat bantu matriks hubungan antara harapan pelanggan dan karakterisitik internal untuk mendapatkan nilai kontribusi masing karakteristik teknis. Besarnya nilai kontribusi mencerminkan urutan prioritas perbaikan. Penilaian tingkat hubungan menggunakan pendekatan fuzzy dengan tahapan sebagai berikut (Lin et al., 2005) :
a. Proses fuzzifikasi untuk menentukan kumpulan variabel hubungan antara harapan pelanggan dan karakterisitk teknis internal serta domain dan derajat keanggotaannya menggunakan kurva segitiga (Gambar 2). Kategori himpunan fuzzy yang digunakan terdiri dari 5 kategori atribut linguistik yaitu tidak ada hubungan, lemah, moderat, kuat, dan sangat kuat (Tabel 1).
Gambar 2 Kurva TFN 0 (1) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) A x c, x b μ x x c / a c c x a b x / b a a x b
Tabel 1 Himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan
Atribut linguistik Fungsi keanggotaan Domain TFN
(c, a, b) Tidak ada hubungan μ(x) = (2.5-x) / (2.5-0) 0 ≤x ≤ 2.5 0, 0, 2.5
Lemah μμ((xx) = () = (5.0-x-0) / (2.5-0) x) / (5.0-2.5) 0 2.5 ≤≤x ≤x 2.5 ≤ 5 0, 2.5, 5 Sedang μμ(x) = (x-2.5) / (5-2.5) (x) = (7.5-x) / (7.5-5.5) 2.5 ≤x ≤ 5 5 ≤x ≤ 7.5 2.5, 5, 7.5 Kuat μμ(x) = (x-5.0) / (7.5-5) (x) = (10-x) / (10-7.5) 5 ≤x ≤ 7.5 7.5 ≤x ≤ 10 5, 7.5, 10 Sangat Kuat μ(x) = (x-7.5) / (10-7.5) 7.5 ≤x ≤ 10 7.5, 10, 10
b. Perhitungan nilai kontribusi dengan matriks hubungan harapan pelanggan dan karakteristik teknis internal (Tabel 2) menggunakan operasi dasar fuzzy penambahan () dan perkalian (). Prinsip perluasan ini digunakan untuk konsep matematis non
fuzzy ke dalam penjumlahan fuzzy. Contoh A1( , , )c a b1 1 1 dan A2 ( , , )c a b2 2 2 , maka
1 2 ( 1 2, 1 2, 1 2)
A A c c a a b b dan kA1(kc kc kc1, 2, 3).
Tabel 2 Matriks hubungan
misalkan tingkat hubungan antara harapan pelanggan (Ai) dan respon krakteristik teknis
internal (Bj) yang ditentukan oleh pengambil keputusan Pt dinotasikan dengan
( , , ), 1, 2,..., ; 1, 2,..., ; 1, 2,..., ,
ijt ijt ijt ijt
R c a b i n j m t p maka persamaannya didefinisikan dengan : Harapan pelanggan (Ai) Nilai bobot normalisasi (Vi)
Karakteristik teknis internal (Bj)
B1 B2 ….. Bn A1 V1 R11 R12 ….. R1n A2 V2 R21 R22 ….. R2n ⁞ ⁞ ⁞ ⁞ ⁞ ⁞ An Vn Rm1 Rm2 ….. Rmn Nilai representasi P(Mj) M1 M2 ….. Mm b a 1 c 0 Fungsi keanggotaan
1 ( 1 2 (2)ij ij ij ijp
M p R R R
Mij adalah rata-rata fuzzy tingkat hubungan dan berdasarkan prinsip perluasan, dan Mij
juga merupakan kurva segitiga yaitu :
1 1 1
, ,
( )
p p p
ijt ijt ijt
ij ij ij i i i ij ij ij ij C a b q p o p p p M q ,o , p
persamaan untuk menghitung nilai kontribusi untuk menentukan prioritas perbaikan karakteristik teknis yaitu :
1 1
( ) ( ) ( ) (3)
j j i ij n nj
M v M v M v M
dimana Vi adalah nilai bobot prioritas hasil normalisasi atribut harapan pelanggan yang
diperoleh dari perhitungan matriks perencanaan. Berdasarkan pada prinsip perluasan, Mj
juga masih berbentuk kurva segitiga yaitu :
1 1 1 , , n n n j i ij j i ij j i ij i i i q v q o v o p v p
maka : Mj (q ,o , pj j j)terakhir yaitu proses defuzzifikasi untuk mendapatkan nilai kotribusi dari
1 2
( ), ( ), , ( m)
P M P M P M sebagai dasar tim pengembangan mengambil keputusan
perbaikan karakterisitik teknis internal. Salah satu metode yang dipakai adalah grade mean integration representation (Chen et al., 2000 dalam Lin et al., 2005) :
4 (4) 6 j j j j q o p P(M )
3. Matriks keterkaitan antar karakterisitik teknis
Matrik ini berbentuk seperti atap rumah yang berisi keterkaitan antar perbaikan karakteristik teknis. Perbaikan pada satu karakteristik teknis dapat memberi dampak positif ataupun negatif terhadap karakteristik teknis lainnya
CONTOH KASUS
Berikut contoh kasus sederhana penerapan analisis fuzzy QFD untuk evaluasi layanan diklat sektor ESDM pada Badan Diklat ESDM. Sektor ESDM seperti sektor lainnya membutuhkan SDM pengelola yang profesional dan selalu memperbaharui ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui investasi pendidikan dalam berbagai jenis dan jenjang keahlian dan keterampilan. Pelaku pengelola sektor ESDM dilakukan oleh berbagai pihak yaitu aparatur pemerintah pusat dan daerah, industri, dan masyarakat. Ketiga pelaku tersebut berkontribusi dari hulu sampai hilir. Pengembangan SDM pengelola sektor ESDM yang profesional di bidangnya senantiasa dilakukan melalui berbagai program diklat teknis, fungsional, dan manajemen yang sistematis dan terarah. Program yang sistematis akan menciptakan SDM yang ahli dan terampil sesuai dengan jenjang karirnya. Terarah dalam rangka menciptakan SDM yang hasilnya dapat diarahkan untuk memenuhi tujuan penyerapan tenaga kerja nasional dan sektor ESDM.
Berdasarkan pengumpulan data sekunder, misalkan diperoleh empat harapan pelanggan pengguna jasa diklat yang masing-masing diberikan label A1 sampai dengan A4. Masing-masing harapan pelanggan tersebut diberikan penilaian berdasarkan asumsi meliputi penilaian kepuasan, tingkat kepentingan atribut mutu, target atau sasaran kinerja, serta sales point. Hasil perhitungan matriks perencanaan diperoleh nilai bobot prioritas seperti disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis matriks perencanaan diketahui bahwa sebanyak 56% dari keseluruhan harapan pelanggan menginginkan bahwa sarana dan prasarana diklat yang memadai (31%) dan ketepatan waktu penyelenggaraan diklat (25%) menjadi prioritas penting pengguna jasa diklat.
Tabel 3 Matriks perencanaan
Harapan pelanggan (Whats)
Ke pe nt in ga n Kepuasan Target kiner ja Perbandingan perbaik an Sales poin t
Bobot mentah Normalisasi Kumulatif Prioritas
Sarana dan prasarana diklat memadai (A4) 5 3 5 1.67 1.5 12.50 0.31 0.31 1 Ketepatan waktu penyelenggaraan diklat (A2) 4 3 5 1.67 1.5 10.00 0.25 0.56 2 Judul dan materi diklat bermutu (A1) 5 4 5 1.25 1.5 9.38 0.24 0.80 3 Layanan informasi diklat akurat dan update (A3) 4 3 5 1.67 1.2 8.00 0.20 1.00 4
39.88 1.00
Harapan dan kebutuhan pelanggan diterjemahkan ke dalam karakteristik teknis internal lembaga yaitu :
B1 : Penyusunan kebijakan teknis diklat meliputi penyusunan pedoman diklat unggulan, bahan ajar /modul berbasis kompetensi.
B2 : Penyusunan rencana dan program diklat dilakukan melalui proses sinkronisasi antar unit kerja, antar instansi pemerintah daerah, industri, dan masyarakat dengan mengakomodasi isu strategis yang berkembang. Penyusunan rencana dan program diklat dilakukan sebanyak tiga kali penyesuaian pada saat pagu indikatif, pagu alokasi anggaran, dan pagu anggaran.
B3 : Penyelenggaraan diklat menggunakan sarana dan prasarana memadai yang dapat diikuti sesuai dengan kapasitas peserta setiap angkatan. Pada umumnya per angkatan diklat sebanyak 20 peserta dari aparatur, industri, dan masyarakat sesuai dengan judul diklat peruntukannya. B4 : Administrasi penyelenggaraan diklat dilakukan pada saat sebelum, pelaksanaan, dan sesudah penyelenggaraan diklat. Kegiatan administrasi harus rapi, tertib, dan terdokumentasi sesuai standar prosedur.
B5 : Pemantauan dan evaluasi diklat dilaksanakan untuk memperoleh gambaran keberhasilan dan kekurangan terhadap diklat yang diselenggarakan. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan langsung pada saat diklat dan setelah diklat, serta evaluasi secara keseluruhan diklat. Hasil pemantauan dan evaluasi sangat berguna untuk masukan penyusunan kebijakan teknis diklat dan penyusunan rencana dan program diklat mendatang.
Prioritas perbaikan berdasarkan hasil asumsi penilaian variabel hubungan antara harapan pelanggan dana perbaikan proses internal oleh satu partisipan dengan TFN disajikan pada Tabel 4. Prioritas perbaikan proses internal yaitu penyelenggaraan diklat (26%), administrasi penyelenggaraan diklat (21%), penyusunan rencana dan program diklat (21%). Ketiga proses ini memberi sumbangsih terhadap keseluruhan perbaikan sebesar 68%.
Tabel 4 Matriks hubungan
Harapan Pelanggan
Nilai Normalisasi
Proses internal (Hows)
B1 B2 B3 B4 B5 A1 0.24 7.5 10 10 2.5 5 7.5 2.5 5 7.5 0 0 2.5 7.5 10 10 A2 0.25 0 0 2.5 7.5 10 10 5 7.5 10 5 7.5 10 0 2.5 5 A3 0.20 0 0 2.5 0 2.5 5 2.5 5 7.5 5 7.5 10 0 2.5 5 A4 0.31 2.5 5 7.5 2.5 5 7,5 7.5 10 10 5 7.5 10 2.5 5 7.5 TFN 2.55 3.92 5.83 3.25 5.75 7.63 4.69 7.19 8.91 3.82 5.74 8.24 2.55 5.05 6.96 Nilai Representasi 4.01 5.65 7.06 5.83 4.95 Normalisasi 0.15 0.21 0.26 0.21 0.18 Prioritas 5 3 1 2 4
Bangunan untuh rumah mutu hasil penggabungan matriks perencanaan, matriks hubungan, dan matriks keterkaitan antar karakteristik (atap rumah) disajikan pada Gambar 3. Target yang ditetapkan dan dilaksanakan untuk penyusunan rencana dan program diklat, dan pemantauan dan evaluasi diklat sudah sesuai. Adapun target penyelenggaraan diklat, penyusunan kebijakan teknis diklat, dan administrasi penyelenggaraan diklat harus terus ditingkatkan. Semakin banyak capaian yang dilampaui dari target yang ditetapkan, maka kinerjanya semakin baik. Penyusunan kebijakan teknis memiliki keterkaitan kuat positif dengan penyusunan rencana dan program diklat, dan pemantauan dan evaluasi diklat. Artinya peningkatan kinerja dalam penyusunan kebijakan teknis memberi dampak terhadap peningkatan kinerja penyusunan rencana dan program diklat, dan pemantauan dan evaluasi diklat. Peningkatan kinerja pemantauan dan evaluasi diklat juga memberi dampak positif kembali pada peningkatan kinerja penyusunan kebijakan teknis yang ditandai dengan dua arah panah (↔).
KESIMPULAN DAN SARAN
Integrasi QFD dan logika fuzzy dapat memberikan kebebasan tim pengembangan dalam memberikan penilaian dan evaluasi berdasarkan ekspresi bahasa lisannya dengan penekanan nilai yang beragam. Dengan demikian kekakuan penilaian pada metode QFD tradisional dapat terjembatani. Hasil analisis fuzzy QFD pada contoh kasus layanan diklat memberikan gambaran bagi manajemen mengenai prioritas harapan pelanggan pengguna jasa diklat, prioritas perbaikan proses bisnis yang harus dilakukan, dan kekuatan dampak perbaikan kinerja proses bisnis yang satu terhadap proses bisnis yang lain berdasarkan hasil pemetaan matriks rumah mutu.
Saran untuk penerapan di lapangan adalah bahwa penggunaan QFD tradisional mesti didahului agar substansinya sebagai alat komunikasi tim pengembangan mutu layanan dapat berhasil dan setelah itu dapat dimodifikasi dengan pendekatan fuzzy untuk mengurangi kekurangan QFD.
DAFTAR PUSTAKA
Bouchereau V, Rowlands H. (2000). Methods and Techniques to Help Quality Function Deployment (QFD). Benchmarking : An International Journal, Vol. 7 No. 1, p. 8-19.
Chan L-K, Wu M-L. (2002). Quality function deployment: A literature review. European Journal of Operational Research, Vol. 143, p. 463-497.
Cohen L. (1995). Quality Function Deployment, How to Make QFD Work for You. Massachuttes USA : Addison-Wesley Publishing Company.
Fitzsimmons JA, Fitzsimmons M. (1994). Service Management for Competitive Advantage. Singapore : Mc. Graw Hill International.
Kusumadewi S, Purnomo H. (2004). Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Cetakan pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Lin K, Han T-C, Ling F-I. (2005). A Rational Approach to Handling Fuzzy Perceptions in Airports Cargo Terminal Service Strategies. Journal of the Eastern Society for Transportation Studies, Vol. 6, p. 693-707.
Lin M-C, Tsai C-Y, Cheng C-C, Chang CA. (2004). Using Fuzzy QFD for Design of Low-end Digital Camera. Int. J. Appl. Sci. Eng., Vol. 2 (3), p. 222-233.