IMPENDING EKLAMPSIA PADA KEHAMILAN
PENDAHULUAN 4,5,6
Kehamilan dapat menyebabkan hipertensi pada wanita yang sebelumnya dalam keadaan normal atau memperburuk hipertensi pada wanita yang sebulmnya telah menderita hipertensi. Pada beberapa wanita dengan riwayat hipertensi kronis, hipertensi dapat memperburuk terutama pada kehamilan berikutnya. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan ini dapat disertai dengan proteinuria atau edema patologis dan kemudian disebut superimposed preeklampsia. Timbulnya preeklampsia pada wanita yang menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal. Dalam perjalanan penyakit ini (pada kasus PE berat), dapat mengakibatkan impending eklampsia sebelum timbul eklampsia.
Dalam hal ini, bagaimana kehamilan sendiridapat menyebabkan atau memperberat penyakit hipertensi vaskuler masih belum diketahui sekalipun penelitian intrnsif telah dilakukan sehingga penanganan yang definitif belum sempurna dan masih bersifat simtomatis. Oleh karenanya kelainan ini masih menjadi permasalahan ilmu kebidanan terpenting yang belum terpecahkan.
DEFENISI1,2
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas.
Hipertensi kronik ialah hipertensi yang menetap oleh sebab papun yang ditemukan umur kehamilan kuarang dari 20
minggua atau, hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan. Semua hipertensi kronis dengan penyebab apapun akan memudahkan timbulnya superiposed preeklampsia atau eklampsia.
Superimposed preeklampsia atau eklampsia ialah timbulnya preeklampsia atau eklampsia pada wanita yang menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal (Frekuensi dan intensitas superimposed preeklampsia atau eklampsia akan meningkat denganadanya hipertensi kronis).
Disebut impending eklampsia atau imminent eklampsia jika pada kasus PE berat dijumpai nyeri kepala hebat gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium, muntah, kenaikan progresif tekanan darah.
INSIDENS5,6
Menurut WHO pada tahun 1987 insiden preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 0,5%-38,4%. Di USA sekitar 3– 5% dari seluruh kehamilan. Di RSCM pada tahun 1993-1994 adalah 14,3%. Di RSUD Dr. Pirngadi Medan insiden Pre-eklamsi dan Eklamsi tahun 1990 adalah 6,94% dan tahun 1991 adalah 6,35%.
ETIOLOGI4,5
Hingga saat ini penyebab preeklampsia masih belum diketahui secara pasti. Penyakit ini dikenal dengan The Disease of Theories. Namun meskipun telah banyak teori yang coba menerangkan sebab musabab peny
Tersebut, tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Beberapa teori yang dianggap berkaitan dengan terjadinya preeklampsia antara lain :
a. Trofoblas
Pada preeklampsia, kehamilan tidak perlu terjadi di dalam uterus dan tidak perlu adanya janin seperti halnya pada
kehamilan abdominal dan molahidatidosa. Makin banyak jumlah trofoblast makin besar kemungkinan terjadinya preeklampsia, ini didukung pula oleh kenyataan behwa preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
b. Immnologi
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Keadaan ini diterangkan secara immunologik bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan terhadap histoinkompalibitas plasenta.
Pada kehamilan berikutnya pembentukan blocking antibodies lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya.
c. Faktor Hormon
Penurunan hormon progesteron menyebabkan penurunan aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan aldosteronsecara relatif yang menyebabkan retensi natrium dan cairan sehingga terjadi hipertensi dan edema.
d. Genetik
Menurut chesley dan Cooper (1996) meneliti bahwa preeklampsia eklampsia bersifat diturunkan melalui gen residif tunggal.
e. Faktor Gizi
Chesley (1978), menduga bahwa faktor nutrisi memegang peranan. Diet yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam arachidonat (prekursor sintesis prostaglandin) dapat menyebabkan “loss angiotensin refractoriness” yang kemudian menimbulkan preeklampsia.
1). Paritas terutama pada primigravida atau nullipra. 2). Umur terutama pada teenager dan 35 tahun ke atas. 3). Multigravida dengan kondisi klinis yaitu ; hamil ganda, penyebab vaskuler termasuk hipertensi essensial kronik dan DM. 4). Hiperplacentosis (Mola hidatidosa, hamil ganda, hidrops foetalis, bayi besar, DM). 5). Faktor Genetika. 6). Ras dan golongan etnik. 7). Riwayat pre-eklamasi pada kehamilan terdahulu. 8). Obesitas dan hidramnion. 9). Faktor nutrisi. 10). Kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh dan kurang anti oksidan.
PATOFISIOLOGI4,5
Seperti halnya dengan etiologu, patofisiologi dan preeklampsia belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan preeklampsia antara lain :
a. Vasospasme
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang mengakibatkan terjadinya hipertensi arterial. Kemungkinan vasospasme juga membahayakan pembuluh darah, karena peredaran darah dalam vasa vasorum terganggu, sehingga terjadi kerusakan dan hipoksia pada endotel pembuluh darah.
Kemudian angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini menimbulkan kebocoran sel antar endotel, sehingga unsur-unsur pembentuk darah seperti trombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel. Kerusakan vasikuler disertai hipoksia jaringan menyebabkan pendarahan nekrosis dan kelainan organ.
Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi efek presor angiotensin II. Gant (1998) menyatakan bahwa wanita hamil yang mempunyai kecenderungan menderita preeklampsia terhadap peningkatan kepekaan terhadap efek presor angiotensin II setelah kehamilan 18 minggu dan adanya faktor ketiga yang mengontrol kepekaan vaskuler terhadap angiotensin II yang bersifat individual yaitu banyaknya reseptor angiotensin II spesifik pada endotel pembuluh darah dan peranan prostaglandin sebagai mediator poten reaktifitas vaskuler. Penurunan siistesis prostagladin dan peningkatan pemecahan prostagladin akan meningkat kepekaan vaskuler terhadap angiotensin II. Gant dkk. Cuningham dan Everett berkesimpulan bahwa pada wanita hamil berkurangnya kepekaan terhadap angiotensin II disebabkan oleh penurunan daya responsif vaskuler.
c. Faktor Utero Plasenter
Iskemia plasenta akan mengakibatkan penurunan produksi progesteron yang merupakan antagonis dari aldosteron. Sehingga secara relatif aldosteron meningkat dan menyebabkan retensi natrium dan cairan.
GAMBARAN KLINIS 1,2,4
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria merupakan kelainan yang bisanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan tau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
Pada :
• Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 15 mm Hg tetapi < 160 / 100 mmHg.
• Edema dan / atau
• Proteinuria setelah kehamilan 20 minggu
• Tidak ditemukan gejala subjektif 2. Pre-Eklamasi Berat
• Tekanan darah ≥ 160/90 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
• Proteinuria ≥ 5 gr dalam 24 jam atau pemeriksaan kualitatif 3+ atau 4+
• Oliguria (urine 400 cc atau kurang dalam 24 jam)
• Keluhan serebral (sakit kepala, gangguan penglihatan)
• Nyeri di daerah epigastrium
• Edema paru-paru atau sianosis
• Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat
• HELLP Syndrome
Kriteria impending eklampsia PE berat disertai tanda-tanda
1. Nyeri kepala berat 2. Gangguan visus 3. Muntah-muntah 4. Nyeri epigastrium
5. Kenaikan progresif tekanan darah (sistolis > / = 200 mmHg. Sebagian dari tanda gejala tersebut di atas sudah termasuk kriteria diagnosis preeklampsia berat. Seperti gangguan visus dan serebral dan nyeri epigastrium edema paru-paru dan sianosis juga termasuk tanda / gejala preeklampsia berat atau “imminent eclampsia”
LABORATORIUM : 1 Pada :
Preeklampsia ringan : urine lengkap Preeklampsia berat / eklampsia :
1) Hb, Ht 2) Trombosit 3) Fungsi Hati 4) Fungsi Ginjal
5) Asam urat darah 6) Urine lengkap
DIAGNOSA : 1,2,4
Pada umumnya diagnosa preeklampsia didasarkan pada dijumpainya 2 dari trias tanda utama preeklampsia yaitu adanya hipertensi yang disertai salah satu edema atau proteinuria. Namun banyak ahli yang sepakat bahwa edema pada tangan dan muka sangat sering ditemukan pada wanita hamil sehingga diagnosa preeklampsia tidak dapat dipastikan dengan adanya edema, sedangkan proteinuria merupakan tanda yang penting pada preeklampsia dan chesley (1985) menyimpulkan bahwa tanpa adanya proteinuria, diagnosis preeklampsia meragukan (Terdapatnya proteinuria diagnosi hipertensi dalam kehamilan menjadi preeklampsia). Proteinuria yang meningkat merupakan tanda memburuknya preeklampsia.
DIAGNOSA DIFERENSIAL :4,5
Diagnosa diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun, dijumpai tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan pasca persalinan sehingga akan sangat berguna untuk membuat diagnosis.5
Pemerikasaan funduskopi perlu dilakukan untuk membedakan preeklampsia dengan hipertensi menahun dimana adanya eksudat menunjukkan hipertensi menahun karena pada
preeklampsia jarang dijumpai adanya eksudat selain itu pemerikasaan protein perlu dilakukan karena proteinuria jarang terjadi pada kehamilan sebelum trimester ketiga, sementara pada penyakit ginjal biasanya timbul terlebih dahulu.
PENANGANAN : 1,2,3,6,7 Tujuan penanganan adalah :
1. Untuk melindungi ibu dari efek meningkatnya tekanan darah dan mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia dengan segala komplikasinya.
2. Untuk mengatasi atau menurunkan resiko janin termasuk terjadinya solusio plasenta pertumbuhan janin terlambat dan kematian janin intra uterus.
3. Untuk melahirkan janin dengan cara yang paling aman.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia selama perawatan, maka penanganan PEB dibagi dua yaitu aktif dan konservatif. Penanganan aktif berarti kehamilan segala diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal. Penanganan konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal.
- Aktif
1. Indikasi : a. Ibu :
• Kehamilan ≥ 37 minggu
• Impending eklampsia
• Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu
- Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinial terjadi kenaikan TD.
- Atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan gejala-gejala
b. Janin :
• Adanya tanda-tanda fetal distress
• Adanya tanda-tanda IUFGR
c. Laboratorik : Adanya HELLP Syndrome 2. Pengobatan medisinal
a. Segera masuk rumah sakit b. Tirah baring miring ke kiri
c. Infus dekstrose / RL 2 (60-125cc)/ jam d. Antasida
e. Diet : - Cukup protein
- Rendahnya KH, lemak dan garam f. Pemberian sulfas magnesikus (MgSO4)
Cara pemberian :
- Loading dose, 4 gr MgSO4 20% IV selama 4-5 menit. Disertai 8 gr MgSO4 40% yang diberikan 4 gr pada bokong kiri dan 4 gr pada bokong kanan IM.
- Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gr MgSO4 40% setiap 4 jam bergantian. g. Kateter menetap
h. Diuretik, hanya diberikan bila ada : - Edema paru
- Payah jantung kongesif - Oedem anasarka
i. Antihipertensi
Jika tekanan diastolik ≥ 110 mmHg, berikan obat anti hipertensi. Tujuannya untuk mempertahankan diastolik diantara 90 - 100 mmHg dan mencegah pendarahan serebral.
Indikasi pemberian bila ada tanda-tanda menjurus ke arah payah jantung. Perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung.
k. Lain-lain
- Anti piretik bila suhu rectal di atas 38,50C, dapat
kompres dingin atau alkohol. - Antibiotika, diberikan atas indikasi
- Antinyeri, bila penderita kesakitan atau / gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan pethidin HCI 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2-3 jam sebelum janin lahir.
3. Pengobatan Obstetrik
Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan meningkatkan resiko ibu dan janin.
3.1. Belum inpartu
Periksa serviks, Bila mana :
3.1.1. Serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam, lakukan seksio-sesarea. Demikian halnya jika DJJ ≤ 100 kali /menit atau 180 kali / menit lakukan seksio-sesarea.
3.1.2. Serviks belum matang, janin hidup, lakukan seksio-sesarea.
Jika anastesi untuk seksio-sesarea tidak tersedia atau jika janin mati atau terlalu kecil maka : - Usahakan lahir pervaginam.
- Matangkan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley.
3.2. Inpartu
Fase laten : 6 jam tidak termasuk fase aktif → SC Fase aktif : - amniotomi kalau perlu drip oksitosn
- bila 6 jam pembukaan belum lengkap →
SC
Kala II dipercepat, bila syarat partus pervaginam dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau ekstraksi forcep. Persalinan harus sudah selesai kurang dari 12 jam setelah dilakukan amniotomi dan drip oksitosin. Tetapi bila dalam 6 jam tidak menunjukkan kemajuan yang nyata, pertimbangkan SC. Ergometrin tidak boleh diberika kecuali pada PPH oleh karena atonia uteri.
- Konservatif 1. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa tanda-tanda impending eklampsia dan janin baik.
2. Pengobatan medisinial :
Sama dengan penglolaan aktif. MgSO4 dihentikan bila sudah tercapai tanda-tanda preeklampsia ringan. Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti perawatan preeklampsia berat ≥ 37 minggu, hanya di sini penderita boleh dipulangkan jika selama tiga hari dalam perawatan keadaan preeklampsia ringan.
3. Pengobatan konservatif.6
Kalau setelah 24 jam tidak terjadi perbaikan maka dilakukan terminasi kehamilan. Namun bila ada perbaikan dan yakni :
- SM Regim dihentikan - Rawat seperti PE ringan
- Monitoring ibu dan janin terus-menerus
3.2. Belum mencapai kriteria PE ringan dan anak belum viabel for life dan sangat berharga maka dipertimbangkan dengan cermat apakah
- Langsung termiasi kehamilan sesudah pemberian SM Regim 2 x 24 jam.
- Dicoba mempertahankan kehamilan dengan dosis SM Regim yang lebih kecil, umpamanya suntikan SM Regim 1 x 8 jam atau 1 x 12 jam.
Bila terjadi impending eklampsia maka penanganannya adalah sebaiknya segera dilakukan seksio-sesarea setelah diberi dosis awal (loading dosis) suntikan SM Regim untuk mencegah terjadinya eklampsia, pendarahan serebral / intrakranial atau kematian janin.
PROGNOSA1,4,5
Prognosa terhadap ibu maupun janinya tergantung kepada usia kehamilan dan keadaan ibu pada waktu datang ke RS, kapan dan dengan cara apa kelahiran terjadi. Angka mortalitas perinatal meningkat pada keadaan kehamilan yang terjadi dengan hipertensi seperti juga pada keadaan hipertensi lainnya.
Hal ini tergantung kepada waktu terjadinya hipertensi dan beratnya hipertensi. Banyak terjadi kematian neonatal oleh karena terjadinya persalinan prematur baik karena persalinan spontan ataupun karena induksi persalinan pada preeklampsia berat.3,4
PENCEGAHAN8
Pemerikasaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia. Dengan adanya
faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas, kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia.
Di samping itu selama ini para peneliti umumnya telah menyusun strategi pencegahan penyakit ini berdasarkan patogenesisnya dengan tujuan :
1. Mempengaruhi adanya vasospasme dan peningkatan sensivitas vaskuler yang diakibatkan oleh vasopresor yang terjadi preeklampsia.
2. Merubah sintesa prostaglandin dengan harapan dapat mengurangi kerusakan endotel yang mengakibatkan konstriksi arteriolar dan aktifitas trombosit.
Upaya yang dilakukan untuk maksud tersebut adalah melalui pendekatan nutrisi dan farmakologi.5 Pendekatan nutrisi meliputi
diet rendah garam, tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium, zink dan asam linoleat. Pendekatan farmakologi meliputi pemberian teophyline, anti hipertensi, dipyridamole, asam asetil salisilat (aspirin), heparin, alfa toko ferol (Vitamin E) dan diuretik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bagian / smf Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD / RS Hasan Sadikin Bandung, 1996.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Pirngadi Medan / UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK USU / RSUD Dr. Pirngadi Medan, 1993.
3. Fetomaternal, Bagian Obgin FK-USU / RSUD Dr. Pirngadi / RSUP HAM, Medan 1998.
4. Wibowo B. Rachimhadi Tuhan, Preeklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 1994 : 281 – 300.
5. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. Jilid I. Edisi ke-2 EGC. Jakarta : 170 – 99.
6. Handaya : Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia dalam Pentalaksanaan Preeklampsia / Eklampsia, bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI RSU Cipto Mangunkusumo, Jakarta, 1998.
7. Saifuddin A.B, dkk. Buku Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Nasional. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 2002.
8. Wishnu Warhani SD. Diagnosis dan Penanganan Dini Preeklampsia, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI RSCM Jakarta, 1998.
LAPORAN KASUS IMPENDING EKLAMPSIA
ANAMNESE
Ny Si, 25 tahun, Kristen, Nias SMA
i/d Tn. Ft, 28 tahun, Kristen, Batak, SMA
tanggal masuk 27 Oktober 2002 jam 1500 Wib.
KU : Tekanan Darah Tinggi
T : Tekanan darah tinggi ini dialami OS sejak ± 2 minggu yang lalu. Nyeri kepala(+), pandangan kabur (+), nyeri ulu hati (-). Mulas-mulas dialami Os sejak tanggal 7
Oktober 2002 jam 0300 Wib, keluar lendir darah (+),
sejak 7 Oktober 2002 jam 0700 Wib keluar air banyak (-)
RPT : Hipertensi (+), DM (-), asma (-) RPO : (-) HPHT : 21 – 01 - 2002 TTP : 28 – 10 - 2002 ANC : 3 x bidan G1 P0 Ab0 RIWAYAT KEHAMILAN Hamil ini PEMERIKSAAN FISIK Status Present • Sensorium : CM Anemia : (-) • Td : 180 / 130 mmHg Icterus : (-)
• Nadi : 82 x/I Cyanosis : (-)
• RR : 20 x/I Dyspnoe : (-)
• T : 36,80C Oedem : (+)
Status Obtetrikus
• Abdomen : Membesar asimetris
• TFU : 3 jari BPX • Teregang : Kiri • Terbawah : Kepala • Turunnya Kepala : 4/5 • Gerak Janin : (+) • His : (+) 2 x 5 “/10’ • EBW : 2800 – 3000 Auskultasi
• DJJ : 144 x/I, reguler
VT : Setelah 1 jam pemberian SM regim Loading dose
Serviks sakral Ø 1 cm
Eff. 100%, selaput ketuban (+), kepala HI
Panggul kesan Adekuat
ST : Lendir darah (-), air ketuban (-)
LABORATORIUM : Hb : 10,8 g% Ewitt : +++ DIAGNOSA SEMENTARA : : IMPENDING EKLAMPSIA + PG + KDR (36 – 38) mg + LK + AH + INPARTU PENATALAKSANAAN : • Tirah baring
• IVFD Dekstrose 5 % : RL ( 2 : 1) → 20 30 gtt / menit
• SM Regim : Loading dose : 4 gr 20 % 20 cc (iv)
4 gr 40 % 10 cc boka (im) 4 gr 10 % 10 cc boki (im)
• SM Regim : Maintenance dose : 4 gr 40 % 10 cc im/4 jam (boka-boki)
• Folley cateter menetap
• Nifedifin 10 mg
• Awasi VS, DJJ
• Awasi tanda-tanda eklampsia Rencana persalinan : SC Cito
RENCANA :
• Cek Hb, Ht, leukosit, trombosit
• Billirubin total, direk, SGOT / SGPT, LDH, Ureum, Creatimin
• Konsul penyakit dalam
Lapor Supervisor JR. Simanjuntak SpOG, SC. CITO Acc dilakukan SC. CITO
Tanggal 07 – 10 – 2002 jam 2100 Wib dilakukan Operasi SC. CITO
LAPORAN OPERASI SCLC MIDLINE a/i
IMPENDING EKLAMPSIA
( ♂, 2500 gr, 48 cm, AS : 8/9/10 )
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan dauer kateter trpasang dengan baik. Dilakukan asepsis dan antisepsis dengan betadine dan alkohol 70 % pada dinding abdomen. Dinding abdomen ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi. Di bawah anastesi umum dilakukan incisi midline pada kutis, subkutis. Fascia digunting ke arah atas dan bawah sepanjang luka incisi. Lapisan otot dikuakkan secara tumpul ke arah lateral. Peritoneum parietalis digunting ke arah atas dan bawah sepanjang luka incisi. Tampak uterus gravid sesuai usia
kehamilan (aterm). Dilakukan identifikasi SBR dan kedua ligamentum rotundum. Pilka vesikouterina digunting secara konkaf ke arah lateral. Kandung kermih disisihkan ke arah bawah. Dilakukan incisi uterus pada SBR secara konkaf semilunaris sampai lapisan subendometrium. Lapisan subendometrium ditembus secara tumpul dan dikuakkan ke arah lateral. Tampak selaput ketuban masih intak
Selaput ketuban dipecahkan → air ketuban berwarna jernih, mekonium (-)
Dengan memasukkan tangan ke dalam cavum uteri, kepala diluksir untuk dilahirkan. Dengan mengkait di bawah kedua aksila, dilahirkan seluruh badan.
Lahir bayi ♂, 2500 gr, 48 cm, AS : 8/9/10
Tali pusat diklem di dua tempat dan digunting diantaranya
Dengan melakukan penarikan tali pusat secara terkendali dilahirkan plasenta → kesan lengkap. Kedua sudut luka diklem dengan menggunakan oval klem. Cavum uteri dibersihkan dengan kasa terbuka → kesan bersih. Kedua sudut luka dijahit secara hemostasis. Dinding uterus dijahit secara continuous interlocking dan dilanjutkan dengan doorlopen → perdaraha. (-), kemudian dilakukan reperitonealisasi → perdarahan (-). Dilakukan sterilisasi Pomeroy pada kedua tuba ovari setelah terlebih dahulu mengidentifikasinya → perdarahan (-). Cavum abdomen dibrsihkan → kesan bersih. Peritoneum parietalis dijahit secara continuous. Lapisan otot dijahit secara continuous → perdarahan (-). Fascia dijahit secara continuous interlocking → perdarahan (-). Lapisan subkutis dijahit secara simple interrupted → perdarahan (-). Lapisan kutis dijahit subkutikuler → perdarahan (-). Luka operasi ditutup dengan kasa berbetadine. Liang vagina
dibersihkan dengan kapas sublimat → kesan bersih. KU ibu post operasi : sadar.
Terapi :
• IVFD Dekstrosa 5 % : RL (2 : 1) → 30 gtt/menit + sintocinon 10-5-5 IU
• Ceftriaxon 1 g / 12 jam
• Metrofusin / 8 jam
• Alinamin F / 12 jam
• Tramadol amp / 8 jam
• Ditranex amp / 8 jam
IMPENDING EKLAMPSIA
PADA KEHAMILAN
Disusun O L EH