• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) PADA ABORTUS INKOMPLIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) PADA ABORTUS INKOMPLIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) PADA ABORTUS

INKOMPLIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN

DENGAN KEHAMILAN NORMAL

AGUS PUTU ADI SWASTIKA NIM : 0914038108

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) PADA

ABORTUS INKOMPLIT LEBIH TINGGI

DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

AGUS PUTU ADI SWASTIKA NIM : 0914038108

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

Lembar Persetujuan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 09 Oktober 2013

Pembimbing I Pembimbing II

NIP. 19431015 197008 1 001 NIP. 19540406 1985 111001

Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS NIP 19461213 197107 1 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP : 195902151985102001 Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, Sp.OG(K) Dr. I B Putra Adnyana, SpOG (K)

(4)

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana PadaTanggal : 08 Oktober 2013

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 1826/UN14.4/HK/2013

Tanggal : 26 September 2013

Ketua : Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, Sp.OG (K) Anggota : 1. dr. I B Putra Adnyana, Sp.OG (K)

2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS 3. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, MSi

4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan Puji syukur kehadirat

Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara kertha nugraha-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya SpOG(K), selaku pembimbing I dan dr. I B Putra Adnyana SpOG(K) selaku pembimbing II, Drs. Ketut Tunas Msi, selaku pembimbing statistik yang telah memberikan dorongan semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree).

Ucapan yang sama ditujukan kepada mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan saat ini sebagai Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD-KEMD dan Prof. Dr. dr. Made Bakta SpPD-KHOM, mantan Rektor Universitas Udayana yang telah menerima kami menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Mantan Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana saat ini sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa MKes SpOT(K). Direktur Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Sutarga MPHM, serta Kepala Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga SpOG(K) atas bimbingan dan dorongan serta kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Ketua program Studi Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dr. A.A.N. Anantasika SpOG(K) dan seluruh Dosen/Staf Bagian Obstetri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru yang telah mendidik dari

(6)

Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pasien-pasien yang telah menjadi guru yang banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah.

Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada orang tua Drs. I Made Narka dan Ni Putu Sukasih serta adik-adik tercinta serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan asung wara kertha nugraha-Nya pada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian.

Denpasar, Oktober 2013 Penulis,

Agus Putu Adi Swastika

(7)

ABSTRAK

Kadar Malondialdehyde (MDA) Pada Abortus

Inkomplit Lebih Tinggi Dibandingkan Dengan

Kehamilan Normal

Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling sering dijumpai pada wanita hamil trimester pertama. Lebih dari 80% terjadi pada umur kehamilan kurang dari 14 minggu. Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah abortus inkomplit. Abortus dapat disebabkan salah satunya adalah terjadinya stres oksidatif karena tidak seimbangnya antara prooksidan (free radical) dan antioksidan. Malondialdehyde (MDA) adalah senyawa dialdehida yang merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh. MDA menunjukkan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Peningkatan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif. Peningkatan stres oksidatif sesuai dengan peningkatan pembentukan MDA. Stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan dan kerusakan sel trofoblast yang akan berlanjut menjadi abortus. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kadar MDA pada abortus inkomplit lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan normal.

Desain pada penelitian ini berupa studi cross-sectional yang melibatkan 72 orang wanita yang dikelompokkan menjadi 36 wanita dengan abortus inkomplit dan 36 orang hamil muda usia kehamilan kurang dari 14 minggu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yang datang ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Dilakukan pemeriksaan serum darah untuk mengetahui kadar MDA serum pada kedua kelompok dengan metode Elisa.

Berdasarkan uji t-independent diperoleh hasil yaitu tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal umur ibu, umur kehamilan dan paritas antara kelompok abortus inkomplit dan kelompok hamil muda usia kehamilan kurang dari 14 minggu (p>0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kadar MDA serum pada abortus inkomplit (2,50±1,38) dan hamil muda normal usia kehamilan kurang dari 14 minggu (1,78±0,38). Dengan uji Chi-Square diperoleh rasio prevalensi (RP= 1,98, IK 95%= 1,20-3,26 p=0,005). Berdasarkan kurva ROC diperoleh nilai cut off point kadar MDA serum adalah sebesar 1,836 pmol/mg.

Kadar MDA serum pada Kelompok Abortus Inkomplit lebih tinggi dibandingkan dengan Kelompok Kehamilan Normal.

(8)

ABSTRACT

Malondialdehyde (MDA) Serum Level In

Incomplete Abortion Is Higher Than Normal

Pregnancies

Miscarriage or spontaneous abortion is one of the most frequent obstetric complications encountered during the first trimester of pregnancies. More than 80% occur in less than 14 weeks of pregnancy. Clinically, the most common miscarriage in hospitals is incomplete abortion. On of the cause of miscarriage is oxidative stress due to unbalance between prooxidants (free radical) and antioxidants. Malondialdehyde (MDA) is compound which is the end product of lipid peroxidants in the body. MDA showed saturated fatty acid oxidation products from free radicals. Increased free radicals will caused oxidative stress. An increase in oxidative stress in accordance with increased MDA formation. Oxidative stress will cause breakage and damage to the trofoblast cells that continued to be miscarriage. The purpose of this research was to prove that the MDA levels in incomplete abortion is higher than normal pregnancies.

The design on this research used a cross-sectional study involving 72 women, grouped into 36 women with incomplete abortions and 36 women with normal pregnancy less than 14 weeks which meet the criteria of inclusion and exclusion that came to the Sanglah Hospital Denpasar. Blood serum were checked to determine serum MDA levels in both groups by Elisa method.

Based on t-independent test, there were no significance differences in terms of age mother, the age of pregnancy and the parity between groups were gestational age less than 14 weeks (p > 0.05). There were significant differences (p < 0.05) between MDA serum levels in incomplete abortion (2.50 + 1.38) and normal pregnancy less than 14 weeks (1.78 + 0.38). From chi-square test, prevalence ratio is (RP = 1.98, IK 95 % = 1.20-3.26 p = 0.005). Based on ROC curve, cut off point of MDA serum levels was 1.836 pmol/mg.

MDA serum level in incomplete abortion is higher than normal pregnancies.

(9)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.3.1 Tujuan Umum ... 3 1.3.2 Tujuan Khusus ... 3 1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

2.1 Abortus ... 5

2.2 Mekanisme Keseimbangan Oksidan dan Antioksidan ... 6

2.3 Pertahanan Sel terhadap Stres Oksidatif ... 7

2.4 Peran ROS Pada Abortus Inkomplit ... 9

2.5 Oxidative Stress Pada Abortus Inkomplit ... 17

2.6 Peroksidasi Lipid (MDA) Pada Abortus ... 19

2.7 Malondialdehyde (MDA) ... 23

BAB III KERANGKA PENELITIAN, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 26

3.1 Kerangka Penelitian ... 27

3.2 Konsep Penelitian ... 27

3.3 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Rancangan Penelitian ... 29

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

4.4 Variabel penelitian ... 31

4.5 Definisi Operasional Variabel ... 31

4.6 Alat Pengumpul Data ... 33

4.7 Protokol Penelitian ... 34

(10)

BAB V HASIL PENELITIAN ... 38

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 38

5.2 Perbedaan Kadar MDA Antara Kelompok Abortus Inkomplit Dengan Kelompok Hamil Normal ... 39

5.3 Kadar MDA Pada Kelompok Abortus Inkomplit Lebih Tinggi dibandingkan Kelompok Kehamilan Normal ... 39

BAB VI PEMBAHASAN ... 41

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 41

6.2 Perbedaan Kadar MDA Antara Kelompok Abortus Inkomplit Dengan Kelompok Hamil Normal Dengan Umur Kehamilan Kurang Dari 14 Minggu ... 42

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 47

7.1 Simpulan ... 47

7.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Analisis Deskriptif ... 36 Tabel 4.2 Rasio Prevalensi ... 37 Tabel 5.1 Karakteristik subjek penelitian pada Kelompok Abortus Inkomplit

dan Kelompok Hamil Normal ... 38 Tabel 5.2 Perbedaan kadar MDA antara Kelompok Abortus Inkomplit dan

Kelompok Hamil Normal ... 39 Tabel 5.3 Kadar MDA Pada Kelompok Abortus Inkomplit Lebih Tinggi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peran antioksidan melindungi kerusakan sel ... 8

Gambar 2.2 Gambaran kantong kehamilan pada akhir bulan kedua kehamilan (8-9 minggu) ... 12

Gambar 2.3 Permukaan uteroplasenta awal dan akhir trisemester I ... 13

Gambar 2.4 Efek dari syncytiotrophoblastic oxidative stress terhadap abortus .. 14

Gambar 2.5 Diagram yang menggambarkan proses plasentasi pada kehamilan normal trimester pertama (A) dan abortus spontan (B) ... 16

Gambar 2.6 Gambaran kerusakan sel karena ROS ... 22

Gambar 2.7 Struktur Malondialdehyde ... 23

Gambar 3.1 Konsep Penelitian ... 27

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ALE : Advance Lipoxidation End Pruducts

EDRF : Endothelial Derived Relaxing Factory

GC/NICI/MS : Gas Chromatographic /Negative Ion Chemical lonization Mass Spectrometric

HPLC : High Performance Liquid Chromat hography

HNE : Hidroksi Noneal

MDA : Malondialdehyde

MCP : Monocyte Chemotactic Protein

IsoP : Isoprostan

PUFA : PofyUnsaturated Fatty Acid

TBARS : Thiobarbituric Acid Reactive Subtance

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Normalitas Data ... 51

Lampiran 2. Uji t-independent test ... 52

Lampiran 3. Cut off Point Berdasarkan Kurva ROC ... 54

Lampiran 4. Uji Chi-Square Berdasarkan Tabulasi Silang ... 56

Lampiran 5. Informed Consent ... 58

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling sering dijumpai pada wanita hamil trimester pertama. Diperkirakan 20-25% dari seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau ancaman abortus pada trimester pertama dan 50% akan berakhir dengan abortus. Abortus yang terjadi dapat berupa abortus insipiens, abortus imminens, abortus inkomplit maupun abortus komplit. Lebih dari 80% terjadi pada umur kehamilan kurang dari 14 minggu dan setelah itu angka cepat menurun (Hadijanto, 2008 & Cunningham, dkk. 2010). Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah abortus inkomplit (Puscheck, dkk. 2006).

Abortus dapat disebabkan oleh: kelainan kromosom, faktor infeksi, nutrisi, penyakit metabolik, anomali uterus dan salah satu adalah terjadinya stres oksidatif karena tidakseimbangnya antara prooksidan (free radical) dan antioksidan (Aksoy, dkk. 2009; Cunningham, dkk. 2010; Eberhardt, 2001; Agarwal dkk, 2005). Stres oksidatif sendiri akan menyebabkan gangguan proses plasentasi. Peningkatan stres oksidatif plasenta menjadi faktor dalam patogenesis awal keguguran (Aksoy, dkk. 2009).

Antioksidan merupakan sistem pertahanan untuk melindungi diri dari ancaman radikal bebas. Mekanisme sistem pertahanan tersebut terdiri atas enzimatik dan non-enzimatik. Pada sistem pertahanan enzimatik, glutathione

(16)

peroxidase (GSH-Px), catalase (CAT), dan superoxide dismutase (SOD)

memainkan peranan yang utama. Di sisi lain, sel dan plasma memiliki non-enzimatik free radikal scavengers seperti asam askorbat, alpha-tokopherol (vitamin C dan E), dan kelompok sulfhydryl (Biri, dkk. 2006).

Radikal bebas adalah setiap unsur yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit yang paling luar. Radikal bebas mempunyai sifat sangat reaktif dan dapat mengubah molekul menjadi radikal (Jauniaux, dkk. 2004). Radikal bebas ini akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (PUFA) menjadi lipid peroksidasi yang tidak stabil dan reaktif. Lipid Peroksidasi menyebabkan kerusakan membran sel secara langsung dan tidak langsung. Efek langsung menyebabkan kerusakan pada struktur membran sel sedangkan efek secara tidak langsung melalui produk-produk metabolit dari lipid peroksidasi (Eberhardt, 2001).

Malondialdehyde (MDA) adalah senyawa dialdehida yang merupakan

produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh. MDA menunjukkan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas. Peningkatan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif. Peningkatan stres oksidatif sesuai dengan peningkatan pembentukan MDA. Stres oksidatif akan menyebabkan kerusakan dan kerusakan sel trofoblast yang akan berlanjut menjadi abortus. MDA merupakan biomarker stres oksidatif (Jeyabalan dan Caritis, 2007; Winarsi, 2007). Di Turki, kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus spontan lebih tinggi (66,4±13,7 nmol/ml) dari pada kehamilan normal (40,3±16,1 nmol/ml) dengan umur kehamilan sama (Ozkaya, dkk.2008)

(17)

Di RSUP Sanglah belum pernah dilakukan pemeriksaan mengenai kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus inkomplit. Peneliti berasumsi bahwa bila dilakukan penelitian kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus inkomplit sangat penting artinya. Atas dasar itu peneliti ingin mengetahui apakah kadar MDA meningkat pada terjadinya abortus inkomplit.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar MDA pada abortus inkomplit lebih tinggi dibandingkan kehamilan normal?.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum:

Membuktikan kadar MDA pada abortus inkomplit lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan normal.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui kadar MDA pada abortus inkomplit. 2. Untuk mengetahui kadar MDA pada kehamilan normal.

3. Untuk mengetahui kadar MDA pada Abortus inkomplit dibandingkan dengan kehamilan normal.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Sebagai data dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai teori etiopatogenesis pada abortus inkomplit melalui peningkatan kadar MDA.

(18)

1.4.2 Manfaat Praktis

Jika hipotesis pada penelitian ini terbukti maka dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk menurunkan kadar MDA pada ibu hamil sebagai usaha pencegahan kejadian abortus.

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Abortus

Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling sering dijumpai pada wanita hamil. Diperkirakan 20 sampai 25% dari seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau ancaman abortus pada trimester pertama, dan sekitar 50% akan berakhir dengan abortus. Abortus yang terjadi pada awal kehamilan, 60% sampai 80% terjadi pada kehamilan 14 minggu atau kurang, dan sisanya terjadi setelah kehamilan 14 minggu (Cunningham, dkk. 2010). Abortus merupakan komplikasi yang sering terjadi pada awal kehamilan dan hampir 15% gangguan kehamilan berakhir dengan keguguran (Biri, dkk. 2006).

Definisi abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan ≤ 20 minggu, berat badan janin ≤ 500 gram (Cunningham, dkk. 2010). Jenis-jenis abortus terdiri atas abortus imminens, blighted ovum, abortus inkomplit, missed

abortion, dan abortus komplit. Kurang lebih 80% dari abortus spontan terjadi pada

trimester pertama kehamilan, dimana insidensinya menurun sejalan dengan meningkatnya usia kehamilan (Cunningham, dkk. 2010).

Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya abortus, antara lain: faktor kelainan kromosom, faktor genetik, faktor hormonal, faktor infeksi, faktor imunologi, faktor kelainan pada uterus dan faktor penyakit sistemik pada ibu. Saat ini penyebab terjadinya abortus dinyatakan karena adanya stres oksidatif yang berasal dari lipid peroksidasi. Proses peroksidasi lipid dapat terpacu oleh adanya

(20)

plasenta yang membutuhkan oksigen lebih banyak, dimana lipid peroksidasi secara normal berasal dari trofoblas dan kompartemen villi-villi sentral. Peningkatan lipid peroksidasi dapat berasal dari lipid serum yang mengalami autooksidasi menjadi lipid peroksidasi (Paszkowski, dkk. 2001; Cunningham, dkk. 2010).

Abortus inkomplit didiagnosis melalui USG dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya jaringan heterogenous dengan atau tanpa kantong gestasi, distorting midline endometrial echo serta endometrial thickness. Pada pemeriksaan klinis didapatkan pengeluaran produk kehamilan seperti jaringan dan darah dengan atau tanpa nyeri perut disertai dengan pembukaan servik (Cunningham, dkk. 2010; Sagili & Divers, 2007).

2.2 Mekanisme Keseimbangan Oksidan dan Antioksidan.

Reactive Oxygen Species (ROS) adalah suatu senyawa atau molekul yang

mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Bila elektron yang terikat radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya karena ikatan akan digunakan secara bersama-sama pada orbit luarnya, umumnya senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah makro molekul seperti lipid, protein, dan yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas di dalam tubuh merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel bahkan menyebabkan kerusakan sel (Winarsi, 2007). Sel memiliki

(21)

mekanisme proteksi untuk melindungi diri dari kerusakan yang disebabkan ROS (Ozkaya, dkk. 2008).

Pada kondisi tubuh sehat, ROS dan antioksidan berada dalam keseimbangan. Apabila keseimbangan ini terganggu dan bergeser dengan peningkatan ROS maka terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif berpengaruh dalam semua tahapan reproduksi seorang ibu bahkan setelah menopause. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara prooksidan (free radical) dan kemampuan

scavenger tubuh (body’s scavenging ability) atau antioksidan (Agarwal, dkk.

2005).

2.3 Pertahanan Sel Terhadap Stres Oksidatif

Terjadinya peningkatan radikal bebas, tubuh akan berusaha mengatasi keadaan ini dengan memproduksi antioksidan untuk pertahanan yang disebut dengan counteracting antioxidant defenses (Patil, dkk. 2007). Sistem pertahanan ini dapat dikelompokkan menjadi scavenging radikal bebas dan rantai pemutus rantai oksidan. Glutathion tereduksi, tokoferol-alpha, asam askorbat dan retinol merupakan rantai pemutus antioksidan non enzimatik dapat mengurangi radikal bebas dan mencegah kerusakan sel akibat oksidasi radikal bebas (Patil, dkk. 2008). Tubuh memiliki sistem pertahanan untuk melindungi diri dari ancaman radikal bebas. Mekanisme sistem pertahanan tersebut terdiri atas enzimatik dan non-enzimatik. Pada sistem pertahanan enzimatik, glutathione peroxidase (GSH-Px), catalase (CAT), and superoxide dismutase (SOD) memainkan peranan yang utama. Di sisi lain, sel dan plasma memiliki non-enzymatic free radical

(22)

scavengers seperti asam askorbat, alpha-tokopherol (vitamin C dan E), dan

kelompok sulfhydryl (Biri, dkk. 2006).

Gambar 2.1

Peran antioksidan melindungi kerusakan sel (Biri, dkk. 2006)

Radikal bebas ini dapat bermuatan positif, negatif, atau netral. Unsur radikal dapat merupakan bagian dari struktur yang lebih besar immobile, namun dapat juga merupakan unsur berukuran kecil yang dapat berdifusi dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul reaktif dengan elektron tanpa pasangan dan diproduksi secara terus-menerus dalam sel baik sengaja maupun tidak sebagai produk sampingan dari metabolisme. Radikal bebas punya 2 sifat penting : (1) bersifat sangat reaktif dan cenderung untuk bereaksi dengan molekul lain untuk mencari pasangan elektronnya sehingga bentuk lebih stabil. (2) dapat

(23)

mengubah molekul menjadi radikal. Radikal bebas mirip dengan oksidan dalam sifatnya sebagai penerima elektron (menarik elektron). Radikal bebas lebih berbahaya daripada oksidan oleh karena reaktifitas yang tinggi dan kecenderungannya membentuk radikal bebas yang baru. Radikal bebas apabila berjumpa dengan molekul lain akan membentuk radikal bebas yang baru lagi dan seterusnya sehingga terjadi reaksi rantai (Nedeljkovic, dkk. 2003).

Pada abortus inkomplit terjadi keadaan yang patologis dimana terjadi kegagalan perubahan (remodeling) arteri spiralis sehingga menyebabkan terjadi iskemik plasenta yang akan menghasilkan radikal bebas. Senyawa radikal bebas ini pada proses plasentasi akan menyebabkan kerusakan sinsitiotrofoblas. Apabila terjadi ledakan stres oksidatif yang tidak dapat diimbangi oleh enzim-enzim antioksidan enzimatik (SOD, Glutation Peroksidase, Katalase) maupun non-enzimatik free radikal scavengers seperti asam askorbat, alpha-tokopherol (vitamin C dan E) dan kelompok sulfhydryl, akan menyebabkan kerusakan membran sel. Terbentuknya ikatan kovalen antara radikal bebas dengan lipid pada membran sel (lipid peroksidasi). Malondialdehyde (MDA) penanda (produk) lipid peroksidasi. Kerusakan membran sel yang terjadi dapat berkembang menjadi kematian sel (Jauniaux, dkk. 2006; Biri, dkk. 2006).

2.4 Peran ROS Pada Abortus Inkomplit

Pembentukan sistem vascular uteroplasenta dimulai dari invasi desidua maternal oleh extravillous cytotropoblast. Hal ini terdiri atas 2 proses berurutan dan keberhasilan dari kedua proses ini akan mempengaruhi luaran kehamilan. Proses yang terjadi pertama kali adalah extravillous cytotropoblast menutupi

(24)

dinding luar kapiler tropoblast dan arteri spiralis cabang intra-endometrium, sehingga membentuk tudung pada pembuluh darah tersebut. Tudung ini berfungsi sebagai filter plasma untuk berdifusi ke arah intervillous space, bukan aliran darah sejati. Invasi ini terjadi sekitar minggu ke 5 hingga 8. Aliran ini ditambah dengan sekresi kelenjar uteri yang dilepaskan kedalam intervillous space hingga sekitar usia kehamilan 10 minggu (Burton, dkk. 2002). Pada minggu ke 8 hingga ke 13, sumbatan ini akan terlepas perlahan-lahan. Kemudian terjadi proses invasi tropoblast yang kedua terhadap arteri spiralis intramiometrial (pada minggu ke 13 hingga18) (Merviel, dkk. 2009).

Teori terbaru mengenai etiologi abortus adalah adanya suatu keadaan tidak seimbangnya antara produksi prooksidan dan mekanisme pertahanan antioksidan. Tubuh selama kehamilan terjadi berbagai proses fisiologis dengan peningkatan kebutuhan energi dari berbagai fungsi tubuh dan peningkatan kebutuhan penggunaan 02, oleh karena itu selama kehamilan mudah terjadi stres oksidatif. Selama kehamilan, plasenta menjadi sumber utama prooksidan, maka akan melemahkan pertahanan antioksidan tubuh sehingga akan terjadi kerusakan oksidatif (Agarwal, dkk. 2005).

Walaupun oksigen sangat essensial bagi berlangsungnya kehidupan sel, jika metaboliknya sangat meningkatakan menghasilkan derivat-derivat toksiknya. Molekuler species dari metabolisme oksigen disebut reactive oxygen species

(ROS). Peningkatan ROS akan meyebabkan peningkatan kerusakan fungsi sel. Sel

memiliki sebuah sistem antioksidan untuk mencegah kerusakan oleh radikal bebas. Ketika keseimbangan terganggu oleh peningkatan produksi ROS

(25)

keberadaan stres oksidatif akan menyebabkan penurunan fungsi dan kerusakan sel (Aksoy, dkk., 2009).

Antioksidan enzimatik dan non enzimatik berfungsi sebagai sistem pertahanan kompleks terhadap radikal bebas. Apabila mekanisme proteksi terhadap radikal bebas tidak berjalan dengan sempurna, maka kadar oksigen reaktif terutama superoksid (O2-), hydrogen peroxide (H202), hydroxyl (OH-), yang terbentuk lebih tinggi dibanding kadar antioksidan sel ketidakseimbangan ini menyebabkan terjadinya stres oksidatif di dalam sel. Radikal bebas yang bereaksi dengan struktur lipid membran sel membentuk radikal lipid peroksida (LO2), reaksi peroksidasi lipid ini merupakan reaksi berantai karena dapat bereaksi dengan struktur lipid, protein, dan asam nukleat organel sel. Molekul protein sel, secara struktural maupun bentuk enzim sangat rentan terhadap proses denaturasi oleh reaksi yang dimediasi radikal bebas. Selain itu radikal bebas dapat juga secara langsung menyerang asam nukleat sehingga mengakibatkan terpotongnya rantai DNA yang mengakibatkan mutasi genetik sampai dengan kematian sel (Jauniaux, dkk. 2004; Winarsi, 2007).

(26)

Gambar 2.2

Gambaran kantong kehamilan pada akhir bulan kedua kehamilan (8–9 minggu) (Jauniaux, dkk. 2006)

Keterangan: miometrium (M), desidua (D), plasenta (P), kantong amnion (ECC) amnion (AC), and secondary yolk sac (SYS). Tampak sirkulasi darah utero-plasenta, dimulai dari tepi plasenta (tanda panah)

Proses implantasi mudigah pada endometrium adalah suatu proses yang sangat kompleks dan harmonis, ditandai dengan invasi trofoblast ke segmen desidua arteri spiralis dan segmen miometrium arteri spiralis. Pada saat implantasi ini, diperlukan kesiapan endometrium, mekanisme molekuler, keseimbangan hormonal energi dan peran ekspresi gen, pengatur dalam invasi trofoblast. Sel trofoblas sendiri sangat peka terhadap stres oksidatif, oleh karena lokasi sel tersebut berada pada permukaan villi khorialis, sehingga merupakan sel pertama yang terpapar bila terjadi reperfusi 02 dan sel trofoblas tersebut sangat sedikit

(27)

mengandung enzim antioksidan dibandingkan sel jaringan lain. Akibat rendahnya kadar antioksidan didalam sel trofoblas ini, maka sedikit peningkatan radikal bebas dalam sel trofoblas sudah dapat menimbulkan stres oksidatif yang akan mengakibatkan iskemia, hipoksia, dan nekrosis, apabila iskemia, hipoksia, dan nekrosis berjalan berulang-ulang didalam desidua maka hasil konsepsi akan terlepas sebagian/seluruhnya dari tempat implantasi (Jeyabalan & Caritis , 2006; Jauniaux, dkk. 2004). Pada kehamilan normal, invasi trofoblas kedalam jaringan desidua menghasilkan suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralis. Pembesaran diameter arteri spiralis yang meningkat 4-6 kali lebih besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan dengan aliran wanita tidak hamil. Maka kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan (Jeyabalan & Caritis, 2006).

Gambar 2.3

Permukaan uteroplasenta awal dan akhir trisemester 1 (Jauniaux, dkk. 2006)

Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya tebal dan muscularis menjadi lebih lebar berupa kantong yang

(28)

elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat dan bebas dari kontrol neovaskular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan 02 dan nutrisi bagi janin (Jeyabalan & Caritis, 2006; Jauniaux, dkk. 2004).

Gambar 2.4

Efek dari syncytiotrophoblastik oxidative stress terhadap abortus (Jauniaux, dkk. 2000)

Pada abortus spontan terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada gelombang kedua invasi trofoblas. Sehingga perubahan fisiologis pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu juga ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan

(29)

trombosit. Garis tengah arteri spiralis lebih kecil dibandingkan dengan dengan kehamilan normal. Hal ini menyebabkan tahanan terhadp aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua dan miometrium tersumbat oleh materi fibrinoid, berisi sel-sel busa, terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak dan infiltrasi sel mononukleus pada perivaskular. Keadaan ini dikenal sebagai aterosis akut. Pada fase awal aterosis akut ditandai dengan gangguan fokal dari endotel, terjadi proliferasi sel-sel otot polos tunika intima dan nekrosis tunika media. Ruang ekstraseluler antara sel-sel otot intima diisi oleh fibrin. Arteri yang terlibat bisa tersumbat sebagian sampai total. Aterosis ini berhubungan erat dengan terjadi gangguan pada kehamilan yaitu abortus spontan, pertumbuhan janin terhambat dan preeklamsia (Jeyabalan & Caritis, 2006).

Akibat kejadian di atas maka akan terjadi suatu reaksi radikal bebas yang ditandai dengan tingginya lipid peroksidasi. Reaksi radikal bebas inilah yang kemudian akan memicu disfungsi endotel dan akibat disfungsi endotel yang masif maka akan timbul gejala klinis, sampai abortus. Lipid peroksidasi terjadi ketika adanya interaksi antara lipid dengan radikal, seperti oksigen. Lipid peroksidasi ini tidak hanya sangat tidak stabil namun juga sangat reaktif dan juga merusak. Walaupun, peroksidasi lipid ini merupakan proses oksidasi yang normal berada pada kadar rendah pada sel dan jaringan. Akhirnya, peningkatan lipid peroksidasi yang tidak terkendali menyebabkan kerusakan sel endothelial (Biri, dkk. 2006).

Proses implantasi mudigah pada endometrium adalah suatu proses yang sangat kompleks dan harmonis. Ditandai dengan invasi trofoblas ke segmen

(30)

desidua arteri spiralis dan segmen miometrium arteri spiralis. Pada saat implantasi ini diperlukan kesiapan endometrium, mekanisme molekuler, keseimbangan hormonal, energi dan ekspresi gen, pengatur dalam invasi trofoblas (Agarwal, dkk. 2005).

Terjadi hambatan invasi sitotrofoblas yang berakibat inadekuatnya proses remodeling arteri spiralis uterine, dan terjadi reduksi aliran darah uteroplasenta. Pengurangan aliran darah menuju plasenta ini kemudian menginduksi keadaan hipoksia pada jaringan sehingga terjadi stres oksidatif pada plasenta. Sel trofoblas plasenta sangat peka terhadap stres oksidatif. Oleh karena lokasi tersebut berada pada permukaan villi korialis sehingga merupakan sel pertama yang terpapar bila terjadi reperfusi oksigen dan sel trofoblas tersebut mengandung sangat sedikit enzim antioksidan dibanding sel jaringan lain. Akibat rendahnya kadar antioksidan dalam sel trofoblas ini, maka dengan sedikit peningkatan radikal bebas dalam sel trofoblas sudah dapat menimbulkan stres oksidatif sehingga apabila stres oksidatif berlanjut akan terjadi kerusakan, degenerasi dan pelepasan sel trofoblas, yang akan berlanjut menjadi abortus (Jeyabalan & Caritis, 2006; Jauniaux, dkk. 2004).

Gambar 2.5

Proses plasentasi pada kehamilan normal trimester pertama (A) dan abortus spontan (B) (John, dkk. 2006)

(31)

2.5 Stres Oksidatif Pada Abortus Inkomplit

Pada kehamilan normal invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan suatu perubahan fisiologis. Pada arteri spiralis, untuk memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter arteri spiralis. Kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan. Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih besar berupa kantong elastik bertahanan rendah dan aliran cepat, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan 02 dan nutrisi bagi janin (Agarwal, dkk. 2005). Oxidative stress meyebabkan terjadinya gangguan aliran darah pada daerah intervilous dan keadaan ini dapat merupakan awal dari proses terjadinya abortus (Jauniaux, dkk. 2003). Terjadinya abortus juga disebabkan tidak adekuatnya invasi trofoblast sehingga terbentuknya

trophoblastic oxidative stress menyebabkan hubungan hasil konsepsi dengan

arteri spiralis tidak terjadi dengan baik dan sempurna (Jauniaux, dkk. 2004; Webster, dkk. 2008).

Sel trofoblas plasenta sangat peka terhadap stres oksidatif oleh karena lokasi sel tersebut berada pada permukaan villi korialis sehingga merupakan sel pertama yang terpapar bila terjadi reperpusi 02 dan sel trofoblas tersebut mengandung sangat sedikit enzim antioksidan dibanding sel jaringan lain. Akibat rendahnya kadar antioksidan dalam sel trofoblas ini, maka dengan sedikit peningkatan radikal bebas dalam trofoblas sudah dapat menimbulkan stres

(32)

oksidatif berlanjut akan terjadi kerusakan, degenerasi, dan pelepasan sel trofoblas, yang berlanjut menjadi abortus (Agarwal, dkk. 2005).

Terjadi peningkatan tajam dari stres oksidatif yang terjadi pada plasenta yang normal pada saat pembentukan sirkulasi maternal. Hal tersebut mungkin merupakan peranan fisiologis yang berfungsi untuk menstimulasi diferensiasi plasenta tapi dapat pula berperan dalam pathogenesis preeklamsia dan kegagalan pada hamil muda bila pertahanan antioksidan berkurang (Jauniaux, dkk. 2006).

Salah satu kunci sukses kehamilan adalah terjadinya pertukaran feto-maternal yang adekuat. Plasenta memenuhi kebutuhan tersebut dan menghubungkan aliran darah ibu dan janin secara luas dan intim. Hal tersebut tercapai dengan adanya cabang-cabang villi. Pada aliran janin yang berhubungan dengan sirkulasi ibu dalam rongga intervilli. Selama bertahun-tahun diasumsikan bahwa sirkulasi ibu dibentuk dalam plasenta segera. Implantasi melalui invasi pembuluh darah endometrium oleh tropoblas. Metabolisme aerobik sangat berhubungan dengan pembentukan spesies oksigen reaktif dan kecepatan pembentukannya sebanding dengan kadar oksigen. Spesies ini memiliki potensi yang sangat berbahaya sehingga sistim pertahanan tubuh yang kompleks telah dibentuk untuk mengatasi masalah ini. Bila konsentrasi oksigen berfluktuasi terlalu cepat atau meningkat terlalu tinggi maka akan melampaui pertahanan antioksidan seluler sehingga menimbulkan stres oksidatif. Pada kondisi seperti ini kerusakan pada protein, lemak, dan DNA, mengganggu fungsi seluler, bahkan mengakibatkan kematian sel (Ozkaya, dkk. 2008).

(33)

Data yang terbaru memberi indikasi implantasi membutuhkan keadaan oksigen rendah, untuk differensiasi dan perkembangan sampai 10 minggu dari usia kehamilan. Lingkungan dengan aliran darah maternal melindungi embryo dari serangan imun maternal dari radikal bebas. Pada umur kehamilan 10-12 minggu sirkulasi maternal dimulai dan konsentrasi oksigen intraplasenta secara cepat meningkat (Biri, dkk. 2006).

Aydin Biri dkk (2006) melaporkan permulaan yang premature dari sirkulasi maternal dengan aliran darah melalui plasenta dapat diasosiasikan dengan peningkatan produksi nonphysiological dari ROS . Terdapat fakta-fakta yang menunjang bahwa permulaan yang prematur dan disorganisasi dari aliran darah maternal dengan degenerasi sinsitiotropoblast adalah konsekuensi dari preeklamsia dan abortus spontan. Jadi, sejalan dengan hal tersebut kondisi preeklamsia biomarker dari stres oksidatif, dapat menjadi hipotesis peningkatan

spontaneous abortion sebelum 10 minggu dari kehamilan berhubungan dengan

aliran darah plasenta maternal yang abnormal dan regresi dari villi chorionic.

2.6 Peroksidasi Lipid (MDA) Pada Abortus

ROS terdiri dari superoksida (02-), radikal bebas hidroksil(OH-) dan bentuk parsial oksigen dari oksigen, hydrogen peroksida (H2O2). Radikal bebas dapat bereaksi dengan berbagai molekul yang berikatan dengan menarik elektron dan menimbulkan radikal bebas baru pada rantai oksidatif sitoktoksik yang dapat membentuk lipid peroksidasi (Agarwal, dkk. 2005).

Oksidasi lipid melalui 3 tahapan, inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi inisiasi terjadi antara asam lemak tidak jenuh (misal: linoleat) dengan radikal

(34)

hidroksil pada asam lemak linoleat, reaksi inisiasi terjadi pada C11, membentuk radikal karbon (Suryohudoyo, 2000).

Peningkatan produksi peroksidasi lipid yang secara tipikal diinisiasi oleh radikal bebas yang sangat reaktif, dapat dinilai dengan banyak metode termasuk pengukuran baik produk primer maupun sekunder dari hasil peroksidasi tersebut. Produk primer dari peroksidasi tersebut conjugated dienes dan lipid hidroperoksida, thiobarbituric acid reactive substances (TBARS), gaseous

alkanes dan kelompok progstaglandin F2-like product yang disebut F2

isoprostanes (Niki, 2009).

Oksidasi lipid merupakan hasil kerja radikal bebas yang diketahui paling awal dan paling mudah pengukurannya karena itulah, reaksi ini paling sering dilakukan untuk mempelajari stres oksidatif. Peroksida lipid merupakan inisiasi reaksi berantai. Oleh radikal hidrogen atau O2-, jembatan metilen yang dimiliki

PUFA merupakan sitokrom utama dari radikal bebas. Pembentukan radikal bebas

dari lipid peroksidasi merupakan petunjuk penting dari kerusakan sel yang diakibatkan oleh ROS. Reaksi jenis ini disebut autooksidasi radikal bebas yang memerlukan inisiator seperti radikal hidroksil untuk memulai reaksi tersebut. Peroksidasi biasanya terjadi dengan adanya penarikan atom hidrogen yang berisi 1 elektron dari ikatan ganda pada asam lemak, terjadinya degradasi lipid menyebabkan terbentuknya MDA. MDA terdapat dalam darah dan urin sebagai indikator kerusakan radikal. Peroksida dari molekul lipid berubah-ubah atau merusak struktur molekul lipid. Pada saat lipid yang rusak merupakan konstituet dari membran biologis, maka susunan 2 lapis dari lipid dan strukturnya juga

(35)

mengalami kerusakan. Peroksidasi lipid yang bersifat sangat reaktif menyebabkan kerusakan sel endotel melalui interaksi langsung dengan membran sel endotel maupun secara tidak langsung melalui aktivasi mediator lain oleh produk peroksidasi lipid (Eberhardt, 2001).

Efek secara langsung pada membran endotel adalah peroksidasi lipid memudahkan terjadinya ikatan silang rantai lemak pada membran endotel yang akan menyebabkan perubahan kandungan cairan (fluiditas) membran dan mobilisasi enzim-enzim pada membran. Hal ini akan menyebabkan membran endotel menjadi bocor dan molekul-molekul hingga seukuran enzim dapat keluar melewati membran yang rusak tersebut. Sebagai tambahan terhadap rusaknya fungsi membran sebagai barier tersebut, peroksidasi lipid juga mengakibatkan hilangnya homeostasis ion yang menyebabkan terjadinya ganguan kompartemen dan kekacauan ion utamanya ion Ca2+. Hilangnya homeostasis Ca2+ menyebabkan hilangnya kontrol metabolik sel endotel (Eberhardt, 2001). Kerusakan oleh radikal bebas merupakan sumber dari kerusakan DNA (Eberhardt, 2001; Winarsi, 2007).

(36)

.

Gambar 2.6

Gambaran kerusakan sel karena ROS (Miles, 2003)

Ozkaya dkk. (2008) melaporkan kadar MDA pada wanita yang mengalami abortus spontan lebih tinggi (66,4±13,7 nmol/ml) dari pada kehamilan normal (40,3±16,1 nmol/ml) dengan umur kehamilan sama. Abortus spontan memiliki hubungan dengan peningkatan lipid peroksidasi. Okan Ozkaya dkk melaporkan peningkatan kadar MDA menyebabkan abortus spontan dibandingkan kontrol. Lipid peroksidasi meningkat pada abortus dan pada terminasi kehamilan.

(37)

2.7 Malondialdehyde ( MDA)

MDA merupakan produk peroksidasi lipid yang merupakan aldehid reaktif, dan merupakan salah satu dari banyak spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel, dan membentuk produk protein kovalen yang dikenal sebagai sebutan advance lipoxidation end products (ALE). MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenik (Eberhardt, 2001).

Gambar 2.7

Struktur Malondialdehyde (Eberhardt, 2001).

Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil, sehingga sangat sulit mengukurnya secara langsung. Tetapi, terbentuknya peroksida lipid dapat digunakan mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut. Produk peroksida lipid, seperti Malondialdehyde dapat diukur untuk menentukan adanya radikal bebas (Patil, dkk. 2008). MDA adalah produk dekomposisi dari

PUFA peroksidasi. Analisis Malondialdehyde merupakan analisis radikal bebas

(38)

menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena radikal radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Winarsi, 2007). MDA menunjukkan deteksi free oxygen

radical dalam berbagai macam kondisi patologis (Ozkaya, dkk. 2008).

MDA telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin, cairan persendian, cairan alveolus, cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikro dialisis, dari pelbagai organ, cairan amnion, cairan pericardial, dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasif (Janero, 2001).

Kadar MDA diukur dengan menggunakan metode TBARS (Thiobarbituric

acid reactive substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA terhadap asam

tiobarbiturat dan selanjutnya dinilai menggunakan spektrofotometer (Janero, 2001). Keunggulan pengukuran MDA dibandingkan produk peroksidasi lipid yang lain adalah metode yang lebih murah dengan bahan yang lebih mudah didapat (Janero, 2001; Winarsi, 2007).

Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan dianggap sebagai marker lipid peroksidasi in vivo yang baik, baik pada manusia maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa lainnya. Kini, MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi lipid (Niki, 2009).

(39)

MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena beberapa alasan, yaitu: (1) pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang telah tersedia, (3) bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam diet, (5) merupakan produk spesifik dari peroksidasi lemak, dan (6) terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menentukan referensi interval (Llurba, dkk. 2004).

Lipid peroksidasi meningkat pada abortus dan pada terminasi kehamilan. SB Patil dkk (2007), melaporkan kadar Malondialdehyde (MDA) wanita tidak hamil:1,19±0,09 sedangkan wanita hamil trisemester I, II, III, adalah 1,42±0,13, 1,64±0,12, 1,79±0,14. Di Turki Ozkaya melaporkan kadar MDA pada wanita yang mengatakan abortus spontan lebih tinggi (66,4±13,7 nmol/ml) dari pada kehamilan normal (40,3±16,1 nmol/ml) dengan umur kehamilan sama (Ozkaya, dkk. 2008). Sugino dkk (2000) di Yamaguchi University School of Medicine dimana lipid peroksidasi meningkat pada abortus spontan dengan perdarahan dibandingkan dengan abortus tanpa perdarahan (missed abortion). Selain itu Vural & Akgul (2000) yang mengadakan penelitian pada Istanbul Medical Faculty, pada penderita abortus habitualis, terdapat peningkatan lipid peroksidasi dan penurunan kadar vitamin E yang signifikan dibandingkan wanita dengan kehamilan normal.

(40)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1Kerangka Penelitian

Pada kehamilan normal terjadi invasi tropoblas ke arteri spiralis. Darah maternal secara langsung akan merendam trofoblas fetus. Invasi trofoblastik extravillous mengalami perubahan dari small caliber high resistance spiral

arteries into large caliber, low resistance.

Pada abortus inkomplit terjadi keadaan yang patologis dimana terjadi kegagalan perubahan (remodeling) arteri spiralis sehingga menyebabkan terjadi iskemik plasenta yang akan menghasilkan radikal bebas. Senyawa radikal bebas ini pada proses plasentasi akan menyebabkan kerusakan sinsitiotrofoblas. Apabila terjadi ledakan stres oksidatif yang tidak dapat diimbangi oleh enzim-enzim antioksidan (SOD, Glutation Peroksidase, Katalase) non-enzimatik antioksidan

free radikal scavengers seperti asam askorbat, alpha-tokopherol (vitamin C dan E)

yang akan menyebabkan kerusakan membran sel. Terbentuknya ikatan kovalen antara radikal bebas dengan lipid pada membran sel (lipid peroksidasi).

Malondialdehyde (MDA) merupakan produk lipid peroksidasi. Kerusakan

membran sel yang terjadi dapat berkembang menjadi kematian sel. Pada dua pertiga kasus abortus, terdapat bukti anatomis adanya defek pada plasentasi yang memiliki karakteristik lapisan pelindung trofoblas yang lebih tipis maupun berfragmentasi, invasi endometrium oleh trofoblas yang menurun dan sumbatan

(41)

ujung arteri spiralis yang tidak sempurna. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya perubahan fisiologis pada sebagian besar arteri spiralis dan menyebabkan onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh plasenta.

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Konsep Penelitian Kegagalan remodeling arteri spiralis

Iskemik plasenta

Radikal Bebas(O2-, H2O2, OH-) Meningkat Antioksidan Enzimatik+non Enzimatik (SOD, GPX, Katalase Vitamin E&C)

Abortus Inkomplit

Tidak Stres Oksidatif

Degenerasi Sinsitiotropoblas

Lipid Peroxidasi (MDA)



Kehamilan Normal

(42)

3.3 Hipotesis Penelitian

Kadar Malondialdehyde (MDA) pada abortus inkomplit lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan normal.

(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah Observasional Analitik (Cross-Sectional) 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan darah dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak bulan Nopember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis abortus inkomplit dan hamil normal dengan umur kehamilan < 14 minggu.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua ibu hamil yang datang ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan

(44)

diagnosis abortus inkomplit dan hamil normal dengan umur kehamilan < 14 minggu yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi :

1. Ibu hamil dengan usia kehamilan < 14 minggu mengalami abortus inkomplit yang datang ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.

2. Bersedia ikut penelitian

Kriteria Eksklusi :

1. Molahidatidosa

2. Ibu hamil muda dengan kelainan uterus 3. Ibu hamil muda dengan mioma uterus 4. Adanya riwayat abortus provokatus

4.3.2.1 Penghitungan Besar Sampel

Besar atau jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi : Tingkat kesalahan tipe I (α) dipergunakan 0,05  Zα = 1,960 Power penelitian sebesar 90% dengan

Tingkat kesalahan tipe II (β) adalah 20%  Zβ= 0,842

n1= n2 = 2 [Z∝+Zβ x SD] 2

x1-x2

26

(Levy & Lemeshow, 2008)

Cadangan 10% dari jumlah sampel untuk mengantisipasi kerusakan sampel, sehingga jumlah sampel penelitian sebesar 58 sampel, masing-masing kelompok 29 sampel.

(45)

Ket :

n2 = Besar Sample Penelitian Zα = 1,96 untuk = 0,05 Zβ = 0,842 untuk Power 90% SD = 16,1

x1-x2 = 13,3

4.4 Variabel Penelitian

a) Variabel bebas : Kadar MDA

b) Variabel tergantung : Abortus inkomplit

c) Variabel terkontrol : Umur ibu, umur kehamilan, paritas.

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Kadar MDA merupakan kadar MDA yang diperiksa dengan metode spektrophotometri dengan alat spectrophotometer dengan reagen NWLSS

TM Malondialdehyde Assay dan dikerjakan di Laboratorium RSUP

Sanglah.

2. Abortus inkomplit adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 14 minggu secara spontan/tanpa intervensi dan sebagian masih ada yang tertinggal dalam kavum uteri. Dengan pemeriksaan vaginal (Vaginal toucher) di jumpai adanya pembukaan servik pada pemeriksaan ginekologi.

3. Umur ibu merupakan umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).

(46)

4. Umur kehamilan merupakan umur kehamilan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaaan USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 14 minggu.

5. Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil sebelum kehamilan yang sekarang.

6. Riwayat abortus sebelumnya, jumlah kejadian abortus yang dialami responden sebelum kehamilan kali ini.

7. Hamil normal adalah bila masih dijumpai adanya kantong gestasi pada umur kehamilan lima minggu dengan fetal pole setelah kehamilan 6 minggu, fetal movement dan fetal heart beat setelah umur kehamilan 7 minggu dengan USG oleh supervisor.

8. Ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 14 minggu disertai mioma uteri adalah ibu hamil usia kehamilan < 14 minggu ditandai dengan tinggi fundus uteri lebih besar dari umur kehamilan dan dibuktikan dengan adanya kantong gestasi pada umur kehamilan lima minggu, fetal heart

beat setelah umur kehamilan 7 minggu dan disertai whorl like appearance

pada pemeriksaan USG oleh supervisor.

9. Kehamilan molahidatidosa adalah tumor jinak sel tropoblas oleh karena kegagalan plasentasi yang mengakibatkan villi menggelembung menyerupai buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klinis umur kehamilan kurang dari 20 minggu berupa: riwayat amenore, perdarahan pervaginam atau tidak, disertai keluarnya gelembung mola atau tidak, dengan besar uterus lebih besar dari umur kehamilan, tidak ditemukan

(47)

ballotement dan detak jantung, dengan pemeriksaan USG oleh supervisor

ditemukan adanya adanya vesikel di dalam rongga uterus.

10. Kehamilan dengan usia kehamilan < 14 minggu dengan kelainan uterus adalah kehamilan dengan kelainan bawaan pada uterus berupa uterus didelphys yaitu dua buah uterus terpisah sama sekali disertai dua serviks uteri dengan sebuah septum vertikal pada bagian atas vagina, yang ditemukan pada pemeriksaan inspikulo dan dibuktikan dengan USG oleh supervisor dimana tampak 2 buah uterus yang terpisah.

11. Abortus Provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan baik dengan menggunakan obat-obatan maupun secara mekanis dengan memasukkan lidi, batang sirih maupun alat lain.

4.6 Alat Pengumpul Data

Alat-alat pengumpul data meliputi a) Lembar status pasien

b) Timbangan berat badan c) Alat pengukur tinggi badan d) Tensimeter

e) Spuit disposibel 10 cc f) Tabung reagen EDTA g) Lembar pengumpul data

(48)

4.7 Protokol Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah:

1. Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir, berat badan sebelum hamil, penambahan berat badan selama kehamilan dan riwayat sebelumnya.

2. Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah dan pemeriksaan tes kehamilan, serta USG sesuai prosedur tetap.

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Kriteria Inklusi/ Kriteria Eksklusi

Informed consent

Abortus inkomplit Hamil normal Penapisan pada ibu hamil normal dan abortus

Inkomplit dengan umur kehamilan < 14 minggu yang datang ke IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar

Kadar Serum MDA

Consecutive Sampling

(49)

3. Pemeriksaan tekanan darah

Penderita berbaring santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai. Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri dengan menggunakan tensimeter air raksa (® Nova). Tekanan darah sistolik ditentukan dengan teknik Korotkof 1 (saat pertama terdengar detak nadi) dan tekanan diastolik dengan teknik Korotkof V (hilangnya detak nadi). 4. Pemeriksaan kadar MDA Serum

Dikerjakan dengan metode spektrophotometri. Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan reaksi NWK-MDA01 assay berdasarkan reaksi MDA dengan TBA (thiobarbituric acid) absorbsi dibaca dengan panjang gelombang 532 nm. Alat yang digunakan adalah spectrophotometer dengan reagen NWLSS TM Malondialdehyde Assay.

5. Dilakukan pengambilan darah vena dari vena cubiti sebanyak 6 cc untuk pemeriksaan kadar serum MDA. Sampel darah yang ada diberi label identitas sesuai nomor urut kasus dan kontrol tanpa menulis diagnosis pasien. Selanjutnya sampel akan diambil oleh petugas laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan kadar serum MDA. Hasil pemeriksaan akan dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisis.

4.8. Analisis Data

Semua data karakteristik subjek penelitian yang dapat didiskripsikan untuk menganalisis peningkatan kadar MDA pada abortus inkomplit terhadap kehamilan normal dilakukan analisis stastik data. Data dalam penelitian ini diolah dengan

(50)

menggunakan Program Stastical Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows 16.0

4.8.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif membandingkan antara umur ibu, umur kehamilan, paritas antara Kelompok Abortus Inkomplit dan Kelompok Hamil Normal, kemudian sajikan dalam Tabel.

Tabel 4.1 Tabel Analisis Deskriptif

No Parameter Mean (SD)

1 Umur Ibu (tahun)

2 Umur kehamilan (minggu)

3 Paritas

4.8.2 Uji Normalitas

Uji Normalitas data MDA Kelompok Abortus Inkomplit dan Kelompok Kehamilan Normal menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

4.8. Hipothesis

Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan uji T tidak berpasangan.

4.8.4 Perhitungan rasio prevalensi

Dengan menggunakan Kurva ROC, ditentukan cut off point kadar

Malondialdehyde. Kemudian data dikelompokkan sesuai dengan format table 2x2

(51)

Tabel 4.2 Rasio Prevalensi

Rp = A/(A+B) C/( C+D )

Kemudian dilakukan uji tingkat kemaknaan dengan Uji Chi-Square Hipotesis Stastistik :

Ho:µ1 = µ2 Ha:µ1 ≠ µ2 Keterangan:

µ1 : Rerata kadar malondialdehyde pada kehamilan normal dengan umur kehamilan < 14 minggu

µ2 : Rerata kadar malondialdehyde pada abortus inkomplit dengan umur kehamilan < 14 minggu AB INKOMPLIT Peningkatan Kadar MDA YA TIDAK JUMLAH YA A B A+B TIDAK C D C+D

(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dengan rancangan cross-sectional dengan melibatkan 72 orang sampel dilakukan di poliklinik dan IRD Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar pada bulan November 2012 sampai dengan Mei 2013 jumlah sampel terpenuhi.

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Sebanyak 72 orang sampel (mengingat sampel yang akan mengalami drop

out dari keseluruhan sampel penelitian), terdiri atas 36 orang Kelompok Abortus

Inkomplit dan 36 orang lainnya Kelompok Kehamilan Normal. Data karakteristik subjek pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian pada Kelompok Abortus Inkomplit dan Kelompok Hamil Normal

Variable Kelompok p

Abortus inkomplit Hamil normal

Umur (th) 26,41 ± 5,23 28,50 ± 5,52 0,105

Paritas 0,92 ± 0,94 1,25 ± 1,08 0,166

Umur Kehamilan (mgg) 10,71 ± 1,89 10,69 ± 2,10 0,965

Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dengan uji t-independent didapatkan nilai p>0,05 pada ketiga variabel, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata umur, paritas, dan umur kehamilan antara Kelompok Abortus Inkomplit dengan Kelompok Hamil Normal.

(53)

5.2. Perbedaan kadar MDA antara Kelompok Abortus Inkomplit dengan Kelompok Hamil Normal

Perbedaan kadar MDA antara Kelompok Abortus Inkomplit dengan Kelompok Hamil Normal < 14 minggu diuji dengan t-independent. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Perbedaan kadar MDA antara Kelompok Abortus Inkomplit dengan Kelompok Hamil Normal

n Rerata Kadar MDA

( pmol/mg ) SD t p

Abortus Inkomplit 36 2,50 1,38

3,01 0,004

Hamil Normal 36 1,78 0,38

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar MDA antara Kelompok Abortus Inkomplit dengan Kelompok Hamil Normal < 14 minggu secara bermakna (p<0,05)

5.3 Kadar MDA Pada Kelompok Abortus Inkomplit Lebih Tinggi dibandingkan Kelompok Kehamilan Normal

Untuk mengetahui peranan kadar MDA terhadap terjadinya abortus inkomplit dipakai uji Chi-Square. Nilai cut off point kadar MDA berdasarkan kurva ROC 1,836 pmol/mg, dengan nilai sensitivitas 69,4% dan nilai spesifisitas sebesar 63,9%. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3.

(54)

Tabel 5.3

Kadar MDA Pada Kelompok Abortus Inkomplit Lebih Tinggi dibandingkan Kelompok Kehamilan Normal

Kelompok RP IK 95% p Abortus Inkomplit Hamil Normal Kadar MDA Tinggi 23 11 1,98 1,20 - 3,26 0,005 Normal 13 25

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa kadar MDA pada Kelompok Abortus Inkomplit lebih tinggi dibandingkan Kelompok Kehamilan Normal (RP=1,98, IK 95%= 1,20-3,26 p=0,005)

(55)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Studi cross-sectional pada 72 orang pasien terdiri atas 36 orang sampel abortus inkomplit, dan 36 sampel hamil normal kurang dari 14 minggu. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur ibu Kelompok Abortus Inkomplit sebesar 26,4±5,23 tahun, sedangkan Kelompok Hamil Normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu sebesar 28,5±5,52 tahun dan tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Pada penelitian Ozkaya, dkk (2008) di Turki, didapatkan rerata umur ibu yang mengalami abortus spontan adalah 25±5,1 tahun. Rerata paritas Kelompok Abortus Inkomplit adalah 0,92±0,94 kali, dan Kelompok Hamil Normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu adalah 1,25±1,08 kali dan rerata umur kehamilan Kelompok Abortus Inkomplit adalah 10,71±1,89 minggu dan rerata Kelompok Hamil Normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu adalah 10,69±2,10 minggu. Berdasarkan hasil analisis uji

t-independent didapatkan bahwa karakteristik subjek pada kedua kelompok tidak

berbeda bermakna (p>0,05). Jadi didapatkan dari data tersebut di atas pengaruh dari variabel pengganggu dapat dikurangi pada Kelompok Abortus Inkomplit tidak dipengaruhi oleh umur, demikian juga umur kehamilan dan paritas bukan merupakan predisposisi terjadinya abortus inkomplit

(56)

6.2 Perbedaan kadar MDA antara Kelompok Abortus Inkomplit dengan Kelompok Hamil Normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu.

Nilai cut off point kadar serum MDA berdasarkan kurva ROC adalah 1,836 pmol/mg dengan nilai sensitivitas 69,4% dan nilai spesifisitas sebesar 63,9%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar serum MDA pada Kelompok Abortus Inkomplit lebih tinggi dibandingkan kadar serum MDA pada Kelompok Kehamilan Normal (RP= 1,98, IK 95%= 1,20-3,26 p=0,005). Hal ini disebabkan karena serum MDA merupakan produk peroksidasi lipid yang merupakan aldehid reaktif, dan merupakan spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel. Konsentrasi serum MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel (Winarsi, 2007). MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenik (Eberhardt, 2001). Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil, sehingga sangat sulit mengukurnya secara langsung. Tetapi, terbentuknya peroksida lipid dapat digunakan mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut. Marker atau produk peroksida lipid, seperti MDA dapat diukur untuk menentukan adanya radikal bebas (Patil, dkk. 2008). MDA adalah produk dekomposisi dari PUFA peroksidasi. Analisis

Malondialdehyde merupakan analisis radikal bebas secara tidak langsung dan

merupakan analisis yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga

(57)

pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Winarsi, 2007). MDA menunjukkan deteksi free oxygen radical dalam berbagai macam kondisi patologis (Ozkaya, dkk. 2008). MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan dianggap sebagai marker peroksidasi lipid in vivo yang baik, baik pada manusia maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa lainnya. Kini, MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi lipid (Niki, 2009).

Kurang lebih 30-40% terjadi keguguran pada umur kehamilan 13-14 minggu, pada umur kehamilan 15-19 minggu, keguguran hanya 1-5%. Umur kehamilan 20-27 minggu sebanyak 0,3 % terjadi stillbirth atau lahir mati (Michels & Tiu, 2007). Proses mulai terjadinya abortus juga disebabkan karena invasi trofoblast yang tidak adekuat sehingga terbentuknya trophoblastic oxidative stress menyebabkan hubungan hasil konsepsi dengan arteri spiralis tidak terjadi sempurna (Burton & Jauniaux, 2004; Webster, 2008). Kehamilan yang mengalami

placenta oxidative stress juga berimplikasi terhadap terjadinya abortus spontan

(Poston and Raijmakers, 2004).

Meningkatnya radikal bebas dalam kehamilan trimester pertama mempunyai peranan utama terhadap terjadinya abortus. Radikal bebas bersifat tidak stabil sehingga sangatlah sulit untuk dapat mengukurnya secara langsung. Namun demikian, kecenderungannya membentuk peroksidasi lipid dapat digunakan mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut.

Marker peroksidasi lipid, seperti Malondialdehyde (MDA) dapat diukur untuk

Gambar

Gambar 3.1  Konsep Penelitian  Kegagalan remodeling arteri spiralis
Gambar 4.1   Alur Penelitian
Tabel 4.2 Rasio Prevalensi

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi elektronik dalam aplikasinya mempunyai ruang lingkup yang luas dalam dunia industri maupun dalam kehidupan sehari-hari, dalam dunia industri salah

Bila kemudian terbukti bahwa saya temyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang

Pada penelitian ini, untuk meningkatkan keandalan produk dilakukan reliability improvement dengan cara menentukan parameter desain yang optimal yaitu nilai nominal laju pemakaian yang

Dari Ibnu „Abbas radhiyallahu'anhuma bahwasanya Jamilah binti Salul ( istri Tsabit bin Qais ) datang kepada Nabi shallallahu ’alaihi wasallam lalu berkata, “Demi Allah,

Peraturan internal rumah akit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya,

• Apabila kondisi pasien tidak membaik setelah 5 hari perawatan, cairan sendi harus di aspirasi dan diperiksa, sebagian besar septic arthritis terjadi peningkatan sel darah

Saya bersetuju bahawa berdasarkan kepada prinsip Al-Mudharabah dan lain-lain hukum Syariah yang berkaitan, sumbangan takaful saya kepada Syarikat dikreditkan ke

Namun pembagian kelompok khalayak yang memahami film asing itu sudah dapat kita perkirakan atas dasar logika bahwa jumlah yang menguasai bahasa asing lebih terbatas