EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN MUTU
BAPETEN
Yusri Heni Nurwidi Astuti Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga nuklir ABSTRAKEVALUASI PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN MUTU BAPETEN Badan Pengawas Tenaga Nuklir telah menerbitkan Sistem Manajemen Mutu Pengawasan Tenaga Nuklir disebut dengan SIJAMUPATEN yang digunakan sebagai perangkat untuk mewujudkan pengawasan tenaga muklir yang bermutu. Evaluasi terhadap pelaksanaan sistem manajemen mutu BAPETEN ini untuk melihat sejauh mana SIJAMUPATEN ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Evaluasi terhadap mutu SIJAMUPATEN ini ditinjau berdasarkan hasil kajian tinjauan terhadap dokumendokumen IAEA TE1090 ” Quality Assurance for Regulatory Body ” , IAEA PDRP6 ”Quality Manajemen for Regulatory Body”, ISO 9001:2000 dan IAEA PDRP 4 ” Effektivness of regulatory Body ”, GSR.3 ” Manajemen Sistem for activity and Facility” dan pelaksanaannya di BAPETEN. Berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap pelaksanaan SIJAMUPATEN dihasilkan 47 rekomendasi untuk meningkatkan implementasi SIJAMUPATEN dari 15 prinsip manajemen mutu untuk regulatory body yang mengacu pada Quality Assurance
Within Regulatory Body dan Effectiveness of Regulatory Body. Hasil evaluasi ini
diharapkan dapat memberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan implementasi SIJAMUPATEN yang bermutu. Kata kunci : SIJAMUPATEN, BAPETEN ABSTRACT EVALUATION OF BAPETEN QUALITY MANAGEMENT SYSTEM IMPLEMENTATION. Nuclear Energy Regulatory Agency has published quality management system of nuclear regulatory body called SIJAMUPATEN as tool to realize the high quality in controlling nuclear energy. Evaluation to implementation of quality management system is to see how far this enforceable SIJAMUPAETEN effectively and efficient. Evaluation to quality of this SIJAMUPATEN based on result of assessment to IAEA documents TE1090 ” Quality Assurance for Regulatory Body ”, IAEA PDRP6 ” Quality Manajemen for Regulatory Body”, ISO 9001:2000 and IAEA PDRP 4 ” Effektivness of regulatory Body ”, GSR3 ” Management of System for activity and Facility” and its current implementation in BAPETEN. Based on this assessment or evaluation to the implementation of SIJAMUPATEN is resulted 47 recommendations to enhanced implementation SIJAMUPATEN from 15 quality management principle of regulatory body referring to Quality Assurance Within Regulatory Body and Effectiveness of Regulatory Body. Result of this evaluation expected able to give refinement suggestion to enhanced the quality of SIJAMUPATEN implementation
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebelas tahun sudah BAPETEN berkarya dan mengabdi pada bangsa dan negara untuk melaksanakan amanah rakyat yang dituangkan dalam UU no 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran yaitu untuk melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Kegiatan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir salah satunya ditujukan untuk menjamin keselamatan, keamanan / ketentraman pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup terhadap akibat yang ditimbulkan karena pemanfaatan tenaga nuklir. Pertanyaannya adalah, apakah kegiatan pengawasan yang kita lakukan sudah layak dan berani dikategorikan dalam peringkat memberikan jaminan ?. Setapak demi setapak melangkah mantap dan pasti, kita semua wajib membantu mewujudkanya, dan dengan lugas menyatakan berani memberikan jaminan keselamatan dan keamanan / ketentraman tersebut, kalau pengawasan yang kita lakukan memang sudah bermutu. Perangkat yang sangat penting dan berperan untuk mewujudkan pengawasan yang bermutu tersebut, dilakukan dengan program jaminan mutu BAPETEN, yang saat ini disebut sebagai Sistem Manajemen Mutu Pengawasan Tenaga Nuklir atau SIJAMUPATEN. Mari kita lihat sejauh mana SIJAMUPATEN ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk menjadikan BAPETEN yang bermutu. Adalah kewajiban kita semua yang ada di BAPETEN ini untuk melaksanakan SIJAMUPATEN yang bermutu, sebagai pedoman bagi semua individu dan organisasi di BAPETEN dalam memberikan jaminan keselamatan dan keamanan karena kualitas pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dilaksanakan oleh SDM yang bermutu dengan cara yang bermutu pula.
BAB II
Teori Sistem Manajemen Mutu Pengawasan Tenaga Nuklir
Berdasarkan IAEA Safety series No. GSR1 tentang Infrastruktur Badan Pengawas Tenaga Nuklir, merekomendasikan agar Badan Pengawas Tenaga Nuklir
menetapkan, menerapkan, memelihara dan melakukan kaji ulang Sistem Manajemen Mutu Internal, maka BAPETEN telah menyusun sistem manajemen mutu dengan sasaran terwujudnya sistem manajemen lembaga untuk mendukung pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir pada program utama Pengembangan SDM pengawas dan sarana prasarana pengawasan, serta Renstra Badan Pengawas Tenaga Nuklir 2005 ~ 2009. Sistem Manajemen Mutu Pengawasan Tenaga Nuklir (SIJAMUPATEN), merupakan sistem yang mengakomodasi kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi dalam hal mutu. SIJAMUPATEN memadukan semua unsur organisasi ke dalam satu koordinasi manajemen yang menyeluruh untuk memungkinkan semua sasaran organisasi tercapai. Unsurunsur ini meliputi struktur, personil, peralatan, sumber daya lainnya dan budaya organisasi, terutama proses dan kebijakan organisasi tersebut. SIJAMUPATEN merupakan persyaratan sistem manajemen mutu di Badan Pengawas Tenaga Nuklir yaitu : (1) untuk menunjukkan kemampuan organisasi secara konsisten dalam menyediakan produk pengawasan yang memenuhi persyaratan pelanggan internal dan pemangku kepentingan serta memenuhi peraturan yang berlaku.
(2) meningkatkan kepuasan pelanggan internal dan pemangku kepentingan melalui aplikasi sistem secara efektif, termasuk proses perbaikan yang berkesinambungan dari sistem dan pemenuhan persyaratanpersyaratan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Manual Mutu adalah dokumen acuan utama bagi semua kegiatan yang berkaitan dengan mutu, menguraikan sistem manajemen mutu yang diterapkan dalam kegiatan Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan dipakai sebagai dasar untuk keperluan Penilaian Kesesuaian Mutu (PKM) internal Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Karakteristik SIJAMUPATEN harus :
1. Mampu membakukan prosesproses (tata cara pelaksanaan kegiatan) Badan 2. Pengawas Tenaga Nuklir secara komprehensif dan jelas.
3. Mampu menetapkan batasbatas tanggungjawab dan wewenang (struktural) serta produk (output) kinerja masingmasing unit kerja maupun satuan kerja.
4. Mampu menstandardisasi sistem dokumentasi dan pengendalian rekaman.
5. Mampu menjamin diterapkannya persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan peraturan perundangundangan pada kegiatan untuk menghasilkan produk pengawasan (realisasi produk).
memuaskan (diterima oleh) pemerintah, masyarakat, dan pemegang izin. 7. Membantu mewujudkan pembelajaran dan penguatan kelembagaan Badan Pengawas Tenaga Nuklir melalui peningkatan kompetensi SDM, pengukuran, analisis dan perbaikan berkelanjutan.
BAB III
METODOLOGI
Evaluasi terhadap mutu SIJAMUPATEN ini dilakukan melalui kajian terhadap implementasi SIJAMUPATEN dibandingkan dengan hasil kajian terhadap dokumen dokumen IAEA TE1090 ” Quality Assurance for Regulatory Body ” , IAEA PDRP6 ”Quality Manajemen for Regulatory Body”, ISO 9001:2000 dan IAEA PDRP 4 ” Effektiness of regulatory Body ”, GSR.3 ” Manajemen Sistem for activity and Facility”. Dari hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan usulan perbaikan SIJAMUPATEN secara berkelanjutan dan meningkatkan implementasi SIJAMUPATEN agar bapeten yang kita cintai dan tempat kita mengabdi dan berkarya ini menjadi semakin bermutu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mengingat manual mutu merupakan pedoman terhadap pelaksanaan sistem manajemen mutu pengawasan tenaga nuklir atau SIJAMUPATEN, maka hasil evaluasi dan pembahasan adalah sebagai berikut : 4.1. Umum SIJAMUPATEN mempunyai Manual Mutu dan Rincian Tugas dan Produk (RTP), kedua dokumen ini saling melengkapi yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan program jaminan mutu atau sistem manajemen mutu BAPETEN. Penyusunan program Jaminan mutu untuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir seharusnya mempertimbangkan 3 acuan utama yaitu TE1090 QA for Regulatory Body, PDRP6
Quality Manajemen for Regulatory Body, ISO 2000 dan yang terakhir adalah GSR3
R3 sudah terbit sehingga seharusnya BAPETEN juga sudah mempertimbangkan beberapa aspek pada GSR3. Sementara BHO juga mengeluarkan GSR3 yang diadopsi menjadi pedoman ORTALA BAPETEN, padahal muatannya adalah sistem manajemen dan BAPETEN punya SIJAMUPATEN. Jadi iniiiiiii si pedoman maunya apa ? mana yang diacu SIJAMUPATEN atau Pedoman Sistem Manajemen Fasilitas dan Aktivitas yang diadopsi dari GS.R3 ?
4.2. Evaluasi terhadap Kerangka Penulisan.
Secara rinci manual mutu BAPETEN penulisannya mengacu pada ISO 9001 : 2000 tentang Sistem Manajemen Mutu – Persyaratan , seperti terlihat pada lampiran table 1. Acuan ini dipilih kemungkinan karena sudah diadopsi dalam bentuk SNI 199001 2001 ”Sistem Manajemen MutuPersyaratan”. Dari evaluasi tabel – 1 tersebut didapatkan bahwa :
1. Kerangka penulisan dalam isi SIJAMUPATEN sama dengan ISO9001:2000 meskipun ada sedikit modifikasi disesuaikan dengan fungsi BAPETEN tetapi muatannya tetap sama misalnya pada butir 1.1. tugas dan fungsi BAPETEN , butir 1.2. Proses dan produk pengawasan BAPETEN , 7.5. Pelaksanaan Kegiatan.
2. Pada ISO9001:2000 butir 2 Lingkup memasukkan unsur acuan normatip, seharusnya pada SIJAMUPATEN menuliskan acuan normatipnya adalah ISO9001:2000 yang sudah diadopsi dengan SNI 199001:2001 “ Sistem Manajemen Mutu –Persyaratan” , sehingga apabila akan di sertifikasi dengan ISO9001:2000 lebih jelas. Namun demikian pada SIJAMUPATEN memasukkan pada bagian terakhir menuliskan Daftar Referensi. Meskipun SIJAMUPATEN sudah disusun dengan acuan normatip ISO 9001: 2000, seharusnya halhal mendasar yang ada di acuan utama dimasukkan pada item yang sesuai, mengingat halhal yang sudah dituangkan dalam TE1090, PDRP6 merupakan
good atau bahkan best practice yang sudah dilakukan oleh Badan Pengawas Nuklir di
beberapa Negara yang sudah pengalaman, lesson learn dari beberapa Negara akan berguna bagi peningkatan mutu pengawasan.
TABEL 1 : Perbandingan kerangka penulisan Manual Mutu BAPETEN dengan ISO 9001:2000 Manual Mutu BAPETEN ISO 9001:2000 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Tugas dan fungsi BAPETEN 1.1. Umum 1.2. Proses & produk pengawasan BAPETEN 1.2. Pendekatan proses 2. LINGKUP 2. Lingkup umum aplikasi Acuan normatif 3. DEFINISI 3. Istilah & definisi 4. SIJAMUPATEN 4. Sistem manajemen mutu 4.1. Persyaratan Umum Persyaratan Umum 4.2. Persyaratan Dokumentasi Persyaratan Dokumentasi 4.2.1. Umum Umum 4.2.2. Manual Mutu Manual Mutu 4.2.3. Pengendalian Dokumen Pengendalian Dokumen 4.2.4. Pengendalian Rekaman Pengendalian Rekaman 5. TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN 5. TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN 5.1. Komitmen Manajemen 5.1. Komitmen Manajemen 5.2. Fokus pada Pelanggan internal dan Pemangku kepentingan 5.2. Fokus pada Pelanggan 5.3. Kebijakan Mutu 5.3. Kebijakan Mutu 5.4. Perencanaan 5.4. Perencanaan 5.4.1. Sasaran Mutu 5.4.1. Sasaran Mutu 5.4.2. Perencanaan Manajemen 5.4.2. Perencanaan Manajemen mutu 5.5. Tanggung Jawab, Wewenang dan
Komunikasi 5.5. Tanggung Jawab, Wewenang dan Komunikasi
5.5.1. Tanggungjawab, wewenang, komunikasi 5.5.1. Tanggungjawab, wewenang, komunikasi 5.5.2. Komunikasi Intern 5.5.2. Wakil manajemen 5.5.3. Pengendalian Informasi 5.5.2. Komunikasi Intern 5.6. Tinjauan Manajemen 5.6. Tinjauan Manajemen 5.6.1. umum 5.6.2. Masukan utk tinjauan manajemen 5.6.3. Keluaran dr tinjauan manajemen 6. PENGELOLAAN SUMBER DAYA 6. PENGELOLAAN SUMBER DAYA
6.1. Penyediaan Sumber Daya 6.1. Penyediaan Sumber Daya umum kompetensi, kesadaran, dan pelatihan 6.2. Sumber Daya Manusia 6.2. Sumber Daya Manusia 6.3. Sarana dan Prasarana 6.3. Sarana dan Prasarana 6.4. Lingkungan Kerja 6.4. Lingkungan Kerja 7. KEGIATAN UNTUK MENGHASILKAN PRODUK MANAJEMEN PENGAWASAN (REALISASI PRODUK) 7.REALISASI PRODUK 7.1. Perencanaan Pelaksanaan kegiatan 7.1. Perencanaan realisasi produk 7.2. Proses Berkaitan dengan Pelanggan Internal dan Pemangku kepentingan 7.2. Proses Berkaitan dengan Pelanggan 7.2.1. Penyusunan Persyaratan 7.2.1. Penetapan Persyaratan yg berkaitan dg produk 7.2.2. Komunikasi dengan Pelanggan internal
dan Pemangku Kepentingan 7.2.2.Tinjauan persyaratan yg berkaitan dg produk 7.2.3. Tinjauan penyusun persyaratan Pengawasan 7.2.3. Komunikasi dengan Pelanggan 7.2.4. Penetapan Persyaratan 7.3. Pengembangan 7.3. Desain dan Pengembangan 7.4. Fasilitas Penunjang 7.4. Pembelian 7.5. Pelaksanaan Kegiatan 7.5. Produksi dan penyediaan jasa 7.6. Pengendalian Peralatan Pemantauan dan Pengukuran 7.6. Pengendalian sarana Pemantauan dan Pengukuran 8. ANALISIS DAN PENILAIAN MUTU 8. Pengukuran, analisis dan perbaikan.
4.3. Evaluasi terhadap prinsip ISO, IAEA SS50C/SGQ, SIJAMUPATEN. Delapan prinsip manajemen mutu yang diperkenalkan oleh ISO yaitu : 1. Fokus Pelanggan 2. Kepemimpinan 3. Keterlibatan Masyarakat 4. Pendekatan proses 5. Pendekatan Sistem terhadap manajemen 6. Perbaikan berkesinambungan 7. Pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan 8. Hubungan dengan pemasok secara saling menguntungkan. Kemudian pada ISO9001 : 2000 direposisi menjadi 5 bab utama yaitu :
1. Sistem Manajemen Mutu 2. Tanggungjawab manajemen 3. Manajemen Sumber daya 4. Realisasi Produk
5. Pengukuran , analisis dan peningkatan.
Lima Bab utama ini lah yang juga diadopsi dalam SIJAMUPATEN
Mengingat SIJAMUPATEN mengacu pada ISO maka unsur Manajemen – Performance – Assesment pada
SUJAMUPATEN sesuai dengan
kerangka yg dibuat oleh ISO yaitu : Kinerja ( Performance )
• Kegiatan menghasilkan produk
manajemen pengawasan ( Realisasi Produk )
Penilaian ( Assesment )
• Analisis dan penilaian mutu
Fokus SIJAMUPATEN pada Pelanggan internal dan Pemangku kepentingan Perbandingan Perbedaan fokus antara IAEA SS50C/SGQ dengan ISO 9001:2000 yang diadopsi oleh SIJAMUPATEN adalah sebagai berikut :
4.4. EVALUASI SIJAMUPATEN UNTUK TINDAK LANJUT PELAKSANAAN
BAPETEN telah menerbitkan SIJAMUPATEN yang dilengkapi dengan Manual Mutu dan Rincian Tugas dan Produk , namun demikian dokumen tersebut seolah tidak tersentuh oleh individu maupun organisasi dalam hal ini adalah unit kerja untuk melaksanakan kegiatannya dengan berpedoman pada SIJAMUPATEN.
SIJAMUPATEN ini dapat
dilaksanakan secara efektif
menggunakan 15 prinsip jaminan mutu yang ada di TE1090 dan PDRP6,
sebagai berikut :
P.1. Mengorganisir keberhasilan
melalui kelompok yg “
interdependence”
Prinsip ini sangat pas untuk menjadi perhatian manajemen BAPETEN.
1. Dimulai dengan setiap unit kerja
mematuhi RTP yang sudah ditetapkan, sehingga jelaas . Pepatah yang mengatakan “ Siapa saja, dimana saja, kapan saja dapat melakukan apa saja “ tidak berlaku kalau RTP ini disepakati dan dipatuhi
2. Koordinasi antar unit kerja terkait perlu ditingkatkan, mulai perencanaan kegiatan dilanjutkan pembentukan
kelompok “interdependence” yang besar atau spesifik. Selain itu di unit kerja juga sesuai dengan RTP nya membentuk kelompok interdependence suatu topik kegiatan, untuk suatu keahlian khusus. Misalnya kelompok yg menyelesaikan masalah gelembung di Reaktor Triga Bandung hal seperti ini diperlukan kelompok diskusi dari keahlian thermohidrolika reaktor yang ada di BAPETEN dan melibatkan pakar thermohidrolika dari univ yang dikoordinir oleh pusat pengkajian, hasilnya disampaikan ke perijinan dan inspeksi untuk tindaklanjut.
3. Keberhasilan kelompok
merupakan penyelesaian masalah lembaga dan sebagai bagian dari sasaran keberhasilan organisasi.
P2. Tetapkan Kebijakan dan Tujuan.
4. Kebijakan mutu sudah ditetapkan
dalam manual mutu BAPETEN, tetapi sangat sederhana tidak memberikan arah dan pedoman bagi pelaksanaan kegiatan yg bermutu. Kebijakan Mutu BAPETEN adalah sbb “ BAPETEN bertekad menerapkan Sistem Manajemen Mutu dalam menyelenggarakan pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia”
5. Kebijakan Mutu perlu
disempurnakan dan diperjelas , agar
dimengerti dan diterima. Kebijakkan mutu adalah komitmen pimpinan, oleh karena pada setiap kesempatan pimpinan harus menunjukkan komitmen dan keseriusannya untuk menerapkan SIJAMUPATEN.
6. SIJAMUPATEN merupakan
alat/tool pimpinan BAPETEN, untuk
membawa dan menjadikan BAPETEN bermutu, sehingga pimpinan memang yang pertama dan utama untuk serius
mengarahkan pelaksanaan,
mengendalikan, dan memonitor agar semua kegiatan sesuai dengan SIJAMUPATEN.
7. Untuk dimengerti dan diterima sebetulnya sudah pernah disosialisaikan oleh BHO, tetapi seharusnya kepala mendampingi dan menyatakan akan mengimplementasikan SIJAMUPATEN, dan selalu memonitor kemajuannya sehingga unit kerja juga serius untuk melaksanakannya.
8. Sosialisasi SIJAMUPATEN
untuk seluruh staff BAPETEN yang disampaikan dengan atraktif/menarik ,
jelas, sederhana akan dapat
meningkatkan motivasi dan dukungan dari sebagian besar staff.
9. Setiap tahun tentunya
SIJAMUPATEN akan ada penambahan atau penyempurnaan, oleh karenanya
BHO mewakili Pimpinan BAPETEN membuat agenda “INDOKTRINASI SIJAMUPATEN” yang harus diikuti oleh seluruh pegawai BAPETEN tidak terkecuali termasuk eselon I. Bisa diagendakan misalnya 5 kali dalam setahun diumumkan diawal tahun, setiap pegawai dapat memilih kapan akan mengikuti. Hal seperti ini dilakukan di WESTINGHOUSE untuk indoktrinasi QAP.
P3. Menetapkan Peran dan Tanggungjawab
10. Didalam SIJAMUPATEN, peran
dan tanggungjawab dari kepala sampai eselon IV sudah ada didalam Rincian Tugas dan Produk BAPETEN ( RTP ). Sedangkan untuk staff sebaiknya dibuat oleh masingmasing unit kerja, sebagai contoh di BATAN setiap staff mempunyai rincian tugas masingmasing dan di tempel pada setiap meja kerja staff. BAPETEN dapat menyiapkan ini, materi dasar dapat dikembangkan dan disempurnakan dari bahan Remunerasi pegawai BAPETEN yg sudah disusun. 11. RTP dibuat berdasarkan rincian tugas yang ada di OTK kemudian dibuat produk dari rincian tugas, sehingga kalau dilihat yaaaaa berlaku sepanjang OTK belum berubah atau belum ada
reorganisasi. Dengan demikian
produknya akan umum terus begitu.
12. Untuk produk seharusnya dibuat
performance indicator hasil kegiatan yang spesifik dari sasaran tahunan atau renstra, sehingga kemajuan hasil kerjanya jelasssss begitu. Sehingga perlu dibuat Rincian Kinerja tahunan atau lima tahunan.
P4. Mulai dan kembangkan keterlibatan pegawai melalui pemberdayaan
13. Sudah dilakukan masingmasing struktural, kemajuan tergantung keaktifan dan kepedulian pejabat struktural maupun keaktifan para staff yg memang berbedabeda.
14. Untuk mengetahui kemajuan
prinsip ini, dapat dilakukan survey, hasilnya dinilai dan dibuat radar chart. Yang baik dipertahankan, yang nilainya rendah ditingkatkan.
P5. Promosikan konsep akuntabilitas
15. Di BAPETEN konsep ini sudah
dimulai dengan program pemerintah bahwa setiap lembaga harus menyusun LAKIP.
16. Kualitas hasil kinerja dalam LAKIP kelihatannya perlu ditingkatkan, masih umum, misalnya capaian kinerja untuk setiap kegiatan dinilai realisasi dana yang digunakan.
LAKIP,dalam hal ini Biro Perencanaan dan Inspektorat sebaiknya belajar dari Departemen lain yang akuntabilitasnya baik untuk kegiatan yg sejenis,
melakukan studi banding ke
Departemen Lingkungan Hidup/ BAPEDAL.
P6. Memastikan kompetensi melalui pelatihan
18. Dalam butir 6.2 manual Mutu BAPETEN tentang Pengelolaan Sumber daya manusia dinyatakan bahwa: SDM BAPETEN harus memiliki kemampuan, atas dasar pendidikan dan pelatihan, ketrampilan dan pengalaman yang sesuai. Perencanan dan pengembangan SDM BAPETEN dilaksanakan dengan berpedoman pada dokumen RENBANG SDM dan dokumen ANJAB. BAPETEN menetapkan dan melaksanakan kompetensi unit kerja dan kompetensi individu.
19. RENBANG SDM sampai saat ini
belum selesai. Seharusnya BAPETEN menentukan kompetensi dasar pengawasan tenaga nuklir seperti Proteksi radiasi dan Diklat Keahlian dasar keselamatan nuklir atau radiasi, baru kemudian diklat keahlian khusus yang lain boleh diikuti sesuai dengan kebutuhan kompetensi setiap unit kerja.
20. Diklat keahlian khusus ini masih
belum terstruktur, karena Balai Diklat masih dalam taraf menampung usulan unit kerja, sehingga kalau unit kerja tidak memikirkan kompetensi SDM nya karena menganggap itu pekerjaan Balai Diklat, kebutuhan kompetensi SDMnya tidak memadai.
21. Pembuatan RENBANG SDM
seharusnya dibuat workshop yang menyajikan hasil TIM RENBANG SDM dan presentasi usulan unit kerja kemudian dirumuskan oleh Tim yang betulbetul tahu kebutuhan kompetensi SDM sehingga cepat terwujud dan memenuhi kebutuhan lembaga.
22. Peningkatan kompetensi SDM
dapat dilakukan dengan ”Knowlegde Management ” yaitu pengetahuan eksplisit diperoleh dari kursus sekolah, dan pengetahuan tasit diperoleh dari pengalaman dan coaching serta pembimbingan pengetahuan khusus yang dimiliki senior ke yunior. Hal ini perlu dimasukkan dalam pengembangan kompetensi SDM BAPETEN.
23. Program pelatihan belum
menyentuh pada diklat untuk tingkat manajemen. Hal ini penting mengingat para manajer adalah nahkoda untuk menjadikan BAPETEN yg bermutu. Contoh training:
good management practices b. Seven habits of highly effective people
c. Managing change
d. Management self
assessment
e. Conducting effective meeting and communicating effectively
f. Performance
measurement and work scheduling
g. How to manage client relations h. Independent assesment P7. Stress bagi individu dan manajemen 24. Perlu difikirkan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya stress baik oleh pekerja maupun manajer yang dapat terjadi karena : a. Suasana atau iklim kerja yang tidak kondusif. Perlu Ice breaking untuk membuat iklim kerja yg baik
b. Manajer memang tidak
mumpuni untuk
melaksanakan tugas .
c. Komunikasi antar
manajemen maupun antar pekerja tidak harmonis. P8. Rencana dan Kendali Pekerjaan
BAPETEN sudah mempunyai RENSTRA Lembaga, dijabarkan dalam RKT unit kerja. Pengendalian sudah dilakukan dengan rapat monev langsung oleh Kepala setiap bulan. Untuk meningkatkan mutu perencanaan dan pengendalian kegiatan beberapa dapat diupayakan:
25. Monev di BAPETEN ini ada di 2
atau 3 tempat yaitu BP, Inspektorat, dan BHO untuk SIJAMUPATEN. Perlu penegasan tentang perbedaan monev yang dilakukan oleh ketiga unit kerja tsb agar tidak tumpang tindih.
26. Balance Score card merupakan salah model yg dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yg penting dari faktor keberhasilan sistem manajemen dan menentukan ukuran yg sesuai dan mengendalikan.
27. RENSTRA merupakan
perencanaan 5 tahunan, BAPETEN seharusnya juga mempunyai Rencana Jangka Panjang biasanya 25 tahun minimal 15 tahun misalnya dibuat dalam
bentuk Blue Print Pengawasan
Pemanfaatan tenaga Nuklir menghadapi Era PLTN, dibuat untuk setiap tantangan lembaga.
P9. Saling setuju pada harapan
28. Ini bisa dilaksanakan, kalau satu sama lain saling kompak. Dibutuhkan
komitmen pimpinan untuk membuat semua kompak dan semua mempunyai pegangan dan harapan yang sama, saling membantu untuk mewujudkan harapan. Dalam hal harapan untuk menjadikan BAPETEN yang bermutu dan dapat diharapkan betul, maka perlu dibuat budaya organisasi. Disinilah Visi, Misi, strategi, harapan dan nilainilai serta etika organisasi dibuat, dimengerti, diterima dan akhirnya dikompakkan. P10. Fokus pada harapan pertemuan dengan menetapkan standar
pelayanan
29. BAPETEN perlu mendiskusikan
peran pemangku kepentingan atau
stakeholder dan harapan mereka,
kemudian menetapkan standar pelayanan.
30. BAPETEN perlu membahas
interfaces dengan institusi lain ,
misalnya dengan pemegang ijin atau nasional regulator lain kemudian dibuat standar pelayanannya.
31. Norma untuk interface perlu dibuat sebagai standar pelayanan. P11. Mencari dan menggunakan pengalaman yang relevan
32. Belajar dari pengalaman
pekerjaan yg sejenis atau instansi yg sejenis didalam maupun di luar negeri, melalui kegiatan studi banding. Hal ini
sudah dilakukan misalnya ke Jepang, Korea, ironisnya studi bandingnya ke TSO ( KINS dan JNES ) tetapi justru TSO di BAPETEN yang embrionya di pengkajian kurang dikembangkan dan kurang diperhatikan dan yang studi banding bukan dari pengkajian.
33. Beberapa badan pengawas telah
mengembangkan indikator kinerja keselamatan yang dapat digunakan untuk komunikasi dengan publik. Pengalaman badan pengawas tersebut sangat baik diadopsi di tempat kita untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pengawasan dan memberikan jaminan keselamatan pekerja dan masyarakat.
34. Pentingnya kegiatan R & D untuk Regulatory Body harus menjadi pertimbangan manajemen BAPETEN untuk pengembangan mutu pengawasan. P12. Buat keputusan didasarkan pada komunikasi yang efektif
35. Komunikasi dan dialog
diperlukan tidak hanya di tingkat manajemen tetapi pekerja dg manajemen diperlukan.
36. Keputusan yang dibuat didasarkan
komunikasi yang efektif , berarti keputusan dapat diimplementasikan karena sesuai dengan kondisi di lapangan.
37. Komunikasi efektif pengambil keputusan, misalnya kepala BAPETEN makan di kantin bersama karyawan sambil mengamati dan komunikasi kondisi yg ada, sudah dilaksanakan oleh Ka. BAPETEN. Namun demikian kalau tahu kondisi yg sebenarnya jangaaaan dibiarkan saja dooong , keputusan harus dibuat yang sesuai kondisi lapangan agar dapat dilaksanakan.
38. BAPETEN perlu membuat
communication protocol terutama untuk
kepentingan komunikasi dengan publik. P13. Mengukur dan mereview kinerja 39. Belum dilakukan dengan cara yang terstruktur.
40. Pengukuran kinerja sistem
manajemen yang baik salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan Balance Score card terhadap indikator kinerja yg dicapai.
41. BP, BHO, Inspektorat perlu bahu
membahu mempelajari BSC ini dan membuat rencana pelaksanaannya di
BAPETEN. Buat Model Project
misalnya untuk unit teknis satu dan unit non teknis satu. Hasil model project digunakan sebagai acuan pelaksanaan BSC unit kerja yang lain...begitu dooooong.
42. Untuk mengetahui efektifitas sistem manajemen dan staff performance
dapat dilakukan self assesment dengan cara survey. Hasil survey akan menunjukkan kelemahan dan kekuatan organisasi.
43. Survey terhadap persepsi publik terhadap kinerja BAPETEN juga dapat dilakukan untuk mengetahui kepercayaan publik terhadap kinerja pengawasan. P14. Usaha keras untuk melakukan perbaikan
44. Sangat dipengaruhi oleh kemauan
kuat dari pimpinan dan manajemen. Perbaikan dapat dilakukan dari hasil Balance Score Card atau hasil Survey. Perbaikan secara berkelanjutan dan pendekatan pembelajaran perlu dilakukan .
P15. Memastikan catatan/rekaman di buat dan pelihara.
45. Untuk memastikan catatan dan rekaman dibuat dan dipelihara seharusnya dilakukan audit, dalam hal ini BHO sebagai unit satminkalnya SIJAMUPATEN , tetapi seperti kita ketahui bersama hal ini tidak pernah dilakukan oleh BHO, kenapa yaaaaa ? 46. Setiap lembaga apalagi Badan pengawas seharusnya mempunyai
documen control yang menyimpan dan
memelihara dokumen dan rekaman penting. Di BAPETEN disimpan oleh Unit kerja dan kalau dicari tidak mesti
ada.
47. Di BAPETEN ada sub bagian dokumentasi , mestinya ini bisa digunakan sebagai tempat documen control BAPETEN atau di BHO pusatnya SIJAMUPATEN, selain unit kerja masingmasing punya.
BAB V
KESIMPULAN
• BAPETEN telah menerbitkan
SIJAMUPATEN dengan Rincian Tugas dan Produk yang dapat digunakan sebagai pedoman awal pelaksanaan sistem manajemen mutu.
• SIJAMUPATEN merupakan alat
pimpinan untuk menjadikan BAPETEN yang bermutu, oleh karenanya diperlukan komitmen dan
keseriusan pimpinan agar
SIJAMUPATEN dapat dilaksanakan secara efektif dan effisien.
• Untuk pelaksanaan SIJAMUPATEN
masih perlu dilakukan perbaikan. Berdasarkan hasil kajian atau evaluasi terhadap pelaksanaan SIJAMUPATEN dihasilkan 47
rekomendasi dari 15 prinsip manajemen mutu untuk regulatory body yang mengacu pada Quality
Assurance Within Regulatory Body
dan Effectiveness of Regulatory Body.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKA No / 2007
tentang Sistem Manajemen Mutu Pengawasan Tenaga Nuklir
2. PERKA No. 7 / 2006
tentang Rincian Tugas dan Produk Dilingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir
3. ISO9001:2000 Tentang
Sistem Manajemen Mutu – Persyaratan. 4. IAEA PDRP 6 ” Quality Management Of Regulatory Body” 5. IAEA PDRP5 “ Effectiveness of Regulatory Body” 6. IAEA TECDOC1090 ”
Quality Assurance Within Regulatory Body” 7. IAEA GSR3 “The Management System for facility and activity”