• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan, struktur modal, modal kerja, faktor ekonomi makro, kinerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan, struktur modal, modal kerja, faktor ekonomi makro, kinerja"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

20 2.1 Landasan Teori

Kajian dalam penelitian ini mencakup beberapa teori yang terkait dengan, struktur modal, modal kerja, faktor ekonomi makro, kinerja perusahaan, dan nilai perusahaan, kajian ini dipergunakan sebagai dasar teori dalam penelitian ini.

2.1.1 Struktur Modal

Teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958) mengajukan preposisi tidak relevannya keputusan financing memberikan implikasi yang penting. Haris dan Raviv (1991) mempertanyakan pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi relevan. Menurut Modigliani dan Miller (1963) setelah melonggarkan asumsinya yaitu adanya pajak penghasilan maka keputusan financing menjadi relevan. Trade-off theory Myers (1977;1984) memprediksi bahwa dalam mencari hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan terdapat satu tingkat leverage

(debt ratio) yang optimal. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai

perusahaan sampai batas leverage tertentu, dan sesudahnya penggunaan hutang akan menurunkan nilai perusahaan, karena penggunaan hutang setelah leverage optimal akan menimbulkan biaya kebangkrutan.

Bagi sebuah perusahaan yang bersifat profit oriented keputusan pencarian sumber pendanaan dalam rangka memperkuat struktur modal menjadi keputusan penting yang harus diuji dengan mendalam serta berbagai dampak yang mungkin terjadi dimasa datang. Menurut Fahmi

(2)

(2011) struktur modal bertujuan memadukan sumber dana permanen yang selanjutnya digunakan perusahaan dengan cara yang diharapkan akan mampu memaksimumkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan dirasa sangat penting untuk memperkuat kestabilan keuangan yang dimiliki, karena perubahan dalam struktur modal dapat menyebabkan perubahan nilai perusahaan. Fahmi (2010) juga berpendapat untuk memperkuat struktur modal suatu perusahaan kita dapat melihat dari segi sumber-sumber dana perusahaan. Jika kebutuhan dana perusahaan untuk membiayai aktivitas yang bersifat jangka pendek maka akan lebih baik jika berasal dari pendanaan jangka pendek, dan sebaliknya membiayai aktivitas jangka panjang akan lebih baik jika diambil dari pendanaan jangka panjang. Menurut Ambarwati (2010) struktur modal sangat penting bagi perusahaan karena menyangkut kebijakan penggunaan sumber dana yang paling menguntungkan. Dalam mendanai kebutuhan perusahaan dapat menggunakan modal sendiri, modal asing, atau hutang. Jika mengunakan hutang maka perusahaan akan menanggung biaya tetap.

Struktur modal kerja adalah sebuah keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan. Menurut Brigham dan Daves (2010) struktur modal kerja adalah menyangkut keputusan yang berkaitan dengan investasi aktiva lancar dan pendanaannya. Besar kecilnya modal kerja yang disediakan oleh perusahaan tergantung sikap manajemen terhadap laba dan risiko. Struktur modal kerja adalah bagian dari manajemen modal kerja yang merupakan salah satu aspek penting dari keseluruhan manajemen perusahaan. Aktiva lancar harus cukup untuk dapat menutup

(3)

hutang lancar sehingga menggambarkan tingkat keamanan (margin of

safety) yang memuaskan.

2.1.2 Modal Kerja

Pemahaman konsep modal kerja (working capital) sangat erat kaitannya dengan keberhasilan mengelola modal kerja. Konsep modal kerja yang berbeda akan menyebabkan perhitungan dan pengelolaan modal kerja berbeda. Pada hakekatnya modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar disebut modal kerja bruto, sedangkan modal kerja bersih merupakan selisih aktiva lancar dengan hutang lancar (Horne dan Wachowicz, 2012:308; Brealey et al.,2007; Weston dan Copeland, 2008; Keown et al., 2010:190). Pentingnya modal kerja: (1) Hasil survei menunjukkan hampir semua manajer keuangan mencurahkan sebagian besar waktunya untuk operasi internal sehari-hari perusahaan (2) Aktiva lancar merupakan bagian yang cukup besar, untuk perusahaan manufaktur berkisar 40%dari total aktiva dan hutang lancar berkisar 25 % dari total pendanaan.

Menurut Gitman dan Lawrence (2009) sekitar 60% dari waktu manajer keuangan dicurahkan untuk mengelola modal kerja. Modal kerja melibatkan dua pertanyaan mendasar:

1. Berapa jumlah aktiva lancar harus dimiliki baik secara total maupun untuk masing-masing akun tertentu?

2. Bagaimana aktiva lancar harus dibiayai?

Dua pertanyaan besar itulah yang akan menghabiskan waktu dan tenaga dari manajer keuangan (Brigham dan Houston, 2010). Dalam penentuan

(4)

modal kerja efisien, perusahaan dihadapkan pada masalah adanya trade-off antara faktor Likuiditas dan profitabilitas (Horne dan Wachowicz, 2012:127)

Menurut Awat (2011:409) pengertian modal kerja dapat dikemukakan adanya beberapa konsep, yaitu:

1. Konsep Kuantitatif

Menurut konsep ini modal kerja adalah dana yang tertanam dalam aktiva lancar. Karena itu, modal kerja menurut konsep kuantitatif sering disebut sebagai modal kerja bruto (gross working capital). Dikatakan demikian karena keseluruhan dana yang tertanam dalam aktiva lancar akan sekali berputar dan kembali dalam bentuk kas dalam jangka waktu pendek.

2. Konsep Kualitatif

Pengertian modal kerja menurut konsep ini adalah kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar. Karenanya menurut konsep ini modal kerja sering disebut modal kerja neto (net working capital). Dikatakan demikian, sebab hanya bagian kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar saja dapat digunakan sebagai modal kerja. Sedangkan bagian aktiva lancar sebesar hutang lancar tidak boleh diganggu sebab untuk menjaga likuiditas perusahaan, yaitu untuk membayar hutang-hutang yang segera harus dilunasi.

3. Konsep Fungsionil

Konsep fungsionil mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Modal kerja dalam

(5)

konsep ini adalah keseluruhan aktiva lancar ditambah penyusutan dari aktiva tetap pada tahun bersangkutan.

Taylor dalam Riyanto (2011:54) mengklasifikasikan modal kerja menjadi dua yaitu:

1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)

Modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau modal kerja secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja ini dapat dibedakan menjadi:

a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.

b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi normal atau dinamis.

2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)

Modal kerja jumlahnya berubah–ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan antara lain:

a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja jumlahnya berubah–ubah disebabkan karena fluktuasi musiman.

b. Modal Kerja Siklus (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja jumlahnya berubah–ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur.

(6)

c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja jumlahnya berubah–ubah disebabkan karena adanya keadaan darurat tidak diketahui sebelumnya (misal: pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).

Masing-masing elemen modal kerja tersebut wajib dikelola agar berada pada keadaan optimal.

1. Kas (Cash)

Kas dan surat berharga lazim disebut alat likuid. Investasi pada alat likuid adalah karena adanya ketidakpastian antara arus kas masuk dan keluar. Kas dan surat berharga merupakan jenis aktiva paling likuid bagi perusahaan. Kas adalah seluruh uang tunai yang ada di tangan (cash on hand) dan dana tersimpan di bank dalam berbagai bentuk seperti deposito, rekening koran. Kas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban pada saat jatuh tempo. Jadi kas sangat diperlukan bagi perusahaan untuk menjalankan operasi usahanya. Tujuan dasar pengelolaan kas adalah untuk meminimurnkan saldo kas dengan tetap memperhatikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Untuk menentukan kas optimal tergantung atas trade off antara tingkat bunga dengan biaya transaksi. Jika kondisi akan datang diketahui dengan pasti, maka sangat mudah menentukan jumlah kas optimal. Investasi berupa kas dan surat berharga merupakan investasi pada aktiva dengan risiko lebih kecil dari pada investasi berupa barang atau proyek, maka hasil pengembalian (return) yang diperoleh lebih kecil. Perusahaan mempunyai investasi

(7)

dalam kas cukup besar akan terhindar dari kesulitan keuangan, tetapi kas yang berlebihan menyebabkan profitabilitas berkurang karena hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan (Weston dan Copeland, 2008:413).

2. Piutang (Account Receivable)

Piutang adalah hak atau tuntutan terhadap debitur yang timbul karenapenjualan barang atau jasa dilakukan secara kredit. Pemberian kredit kepada konsumen umumnya dilakukan untuk memperbesar penjualan. Peningkatan penjualan dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan, tetapi membutuhkan tambahan biaya untuk analisis kredit dan penagihan piutang serta kemungkinan piutang tidak dapat tertagih. Piutang harus dikeloladengan baik, oleh karenanya diperlukan analisis ekonomi yang bertujuan menilai apakah manfaat lebih besar dari biayanya. Apabila manfaat lebih besar dari biaya, maka memiliki piutang dapat dibenarkan secara ekonomi. Mengendalikan piutang, perusahaan perlu menetapkan kebijakan kreditnya. Kebijakan ini berfungsi sebagai standar pengendalian kredit. Banyaknya dana perusahaan yang terikat dalam piutang sangat ditentukan volume penjualan kredit, syarat pembayaran kredit, ketentuan pembatasan kredit, kebijakan pengumpulan piutang, dan kebiasaan membayar dari para langganan (Riyanto, 2011:77). Semakin longgar persyaratan pembayaran diberikan maka jumlah piutang tertanam dalam operasionalnya akan semakin besar.

(8)

3. Persediaan (inventory)

Investasi paling besar dalam aktiva lancar untuk sebagian besar perusahaan industri adalah persediaan. Dikatakan investasi karena terikatnya modal dalam persediaan sehingga tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan lain. Perputaran persediaan sangat menentukan jumlah modal yang terikat didalamnya. Semakin cepat perputaran persediaan berarti semakin kecil modal harus diinvestasikan dalam persediaan. Persediaan dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: perlengkapan (supplies), bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi (Brigham dan Houston, 2010).

Besarnya nilai persediaan ditentukan kebijakan pengelolaan dan proses produksinya. Persediaan diperlukan agar perusahaan dapat memenuhi pesanan konsumen dalam waktu cepat dan menjaga kelancaran operasi perusahaan. Jika perusahaan menyimpan persediaan dalam jumlah besar, berarti perusahaan menanggung biaya penyimpanan besar, demikian sebaliknya. Kesalahan penetapan jumlah investasi persediaan akan mengurangi profit perusahaan. Ditinjau dari segi neraca, persediaan akan berupa barang yang siap dijual dalam periode normal perusahaan.

2.1.2.1 Manajemen Modal Kerja

Manajemen modal kerja berarti melaksanakan kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen, terdiri dari perencanaan, pengaturan, pengarahan dan pengendaliaan secara effisien dan efektif pada elemen modal kerja yaitu aktiva lancar dan hutang

(9)

lancar (Husnan dan Pudjiastuti,2012:115). Menurut Horne dan Wachowicz, (2012:224) manajemen modal kerja adalah administrasi aktiva lancar perusahaan dan pendanaan yang dibutuhkan untuk mendukung aktiva lancar. Manajemen modal kerja melibatkan sebagian besar jumlah aktiva perusahaan, terkadang perusahaan tertentu jumlah aktiva lancar lebih dari setengah jumlah investasi yang tertanam di perusahaan. Manajemen Modal kerja adalah pengaturan total dan jumlah masing-masing komponen modal kerja serta pembelanjaan yang dibutuhkan guna mendukung aktiva lancar. Seorang manajer diharapkan mampu mengelola pemenuhan modal kerja agar dapat berjalan dengan baik. Manajemen modal kerja menunjukkan ukuran besarnya investasi aktiva lancar yang sensitif terhadap tingkat penjualan dan kewajiban lancar.

Menurut Sawir (2005:133) sasaran yang ingin dicapai manajemen modal kerja adalah:

1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva lancar sehingga tingkat pengembalian lebih besar dari biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva tersebut.

2. Meminimalkan biaya yang digunakan membiayai aktiva lancar. 3. Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dari sumber hutang sehingga perusahaan dapat memenuhi kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo.

(10)

Menurut Khasmir (2010:214) pentingnya manajemen modal kerja perusahaan, terutama bagi kesehatan keuangan dan kinerja perusahaan adalah:

1. Kegiatan manajer keuangan lebih banyak dihabiskan di dalam kegiatan operasional perusahaan.

2. Keputusan modal kerja dapat berpengaruh secara berarti terhadap risiko, return dan harga saham.

3. Investasi dalam aktiva lancar cepat berubah, perubahan tersebut akan berpengaruh pada modal kerja perusahaan.

4. Dalam praktik sering kali, lebih dari separuh dari total aktiva merupakan aktiva lancar (modal kerja perusahaan).

5. Terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan penjualan dengan kebutuhan modal kerja, kenaikan penjualan berkaitan dengan tambahan piutang, persedian, dan juga saldo kas, demikian pula sebaliknya.

Menurut Khasmir (2010:214) tujuan manajemen modal kerja bagi perusahaan adalah:

1. Modal kerja digunakan memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan, artinya likuiditas perusahaan sangat tergantung kepada manajemen modal kerja.

2. Dengan modal kerja yang cukup perusahaan memiliki kemampuan memenuhi kewajiban pada waktunya, pemenuhan kewajiban yang sudah jatuh tempo merupakan ukuran keberhasilan manajemen modal kerja.

(11)

3. Memungkinkan perusahaan memiliki persediaan yang cukup dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya.

4. Memungkinkan perusahaan memperoleh tambahan dana dari kreditur, apabila rasio keuangan memenuhi syarat seperti likuiditas yang terjamin.

5. Memaksimalkan penggunaan aktiva lancar guna meningkatkan penjualan dan laba.

6. Perusahaan mampu melindungi diri apabila terjadi krisis modal kerja akibat turunnya nilai aktiva lancar.

Menurut Horne dan Wachowicz (2012:215) manajemen modal kerja yang sehat memerlukan pengelolaan jumlah kas untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu:

1. Perusahaan perlu memiliki jumlah kas agar bisa memanfaatkan potongan harga dalam pembelian barang.

2. Jumlah kas yang memadai berguna bagi perusahaan untuk mengambil peluang bisnis yang menguntungkan.

3. Analisis kredit, rasio lancar (current ratio) dan rasio cair (acid

ratio) merupakan tolok ukur pokok, sehingga perusahaan perlu

mencapai standar rasio yang berlaku.

4. Perusahaan harus memiliki tingkat likuiditas cukup untuk menanggulangi keadaan darurat.

2.1.2.2 Pengukuran Modal Kerja

Pengukuran modal kerja meliputi siklus konversi kas (termasuk periode penagihan piutang, periode konversi persediaan, periode

(12)

pembayaran hutang), perputaran modal kerja, struktur investasi modal kerja, struktur pendanaan modal kerja dan likuiditas.

2.1.2.2.1 Siklus Konversi Kas

Menurut Keown et al., (2010:245) modal kerja minimum dicapai dengan menagih secara cepat kas dari penjualan, meningkatkan perputaran persediaan, dan menurunkan pengeluaran tunai. Semua faktor dapat digabungkan dalam ukuran tunggal disebut siklus konversi kas (Cash Conversion Cycle). Indikator utama manajemen modal kerja yang digunakan dalam penelitian bisnis adalah siklus konversi kas (Cash Conversion Cycle) sering disebut pendekatan dinamis (Sadiamajeed et al., 2013). Menurut Keown et al.,(2010:245); Brealey et al., (2007:140); Brigham dan Houston (2010); Emery et al., (2001) mengemukakan siklus konversi kas, merupakan penjumlahan sederhana dari periode piutang dan periode persediaan dikurangi periode pembayaran yang belum diselesaikan. Semakin pendek siklus konversi kas, kinerja perusahaan semakin baik, hal tersebut didukung hasil penelitian Raheman et al., (2010); Sadiamajeed et al., (2013). Formula siklus konversi kas dapat dinyatakan sebagai berikut: Siklus konversi kas = (periode penagihan piutang + periode

konversi persediaan) -periode pembayaran hutang (1) 1. Periode Penagihan Piutang

Piutang timbul karena perusahaan melakukan penjualan kredit (Weston dan Copeland, 2008:474). Menurut Summers dan Wilson (2000) lebih dari 80% dari transaksi bisnis harian dilakukan secara

(13)

kredit. Ini mengindikasi piutang perusahaan sangat besar, sehingga memerlukan pengelolaan serius. Periode penagihan piutang dapat menggambarkan tingkat efektifitas perusahaan. Semakin cepat periode penagihan piutang maka modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin efektif. Periode piutang tergantung dari syarat pembayarannya. Makin lama syarat pembayaran, modal kerja tertanam dalam piutang semakin lama sehingga periode penagihan piutang semakin lama. Periode penagihan piutang adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi piutang menjadi kas. Semakin cepat periode penagihan piutang menunjukkan peningkatan kinerja perusahaan. Hal ini didukung penelitian Al-Debi’e (2011); Kaddumi dan Ramadan (2012). Formula periode penagihan piutang menurut Brigham dan Houston, (2010:482); Emery et al., (2001:586) adalah sebagai berikut:

Periode penagihan piutang =

(2)

2. Periode Konversi Persediaan

Persediaan bahan mentah dan barang dalam proses diperlukan untuk menjamin kelancaran proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi sebagai ‘Buffer Stock’ agar perusahaan dapat memenuhi permintaan (Syamsudin, 2008:280). Periode konversi persediaan merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang jadi kemudiaan menjualnya. Persediaan merupakan salah satu komponen aktiva

(14)

lancar yang membutuhkan investasi besar (Singh, 2008). Semakin lama perusahaan menahan persediaan akan menurunkan kas yang dihasilkan dari penjualan, hal ini akan berdampak pada menurunkan kegiatan operasional, selanjutnya menurunkan profit. Maka disimpulkan semakin cepat periode konversi persediaan akan berdampak positif pada kinerja perusahaan. Hal tersebut dipertegas hasil penelitian Azam dan Heider (2011); Raheman et al., (2010); Kaddumi dan Ramadan (2012)

Formulasi periode konversi persediaan menurut Brigham dan Houston, (2010:414); Emery et al., (2001) sebagai berikut:

Periode konversi persediaan =

(3)

3. Periode Pembayaran Hutang

Menurut Horne dan Wachowicz (2012:418) hutang usaha atau kewajiaban dagang (Trade Liabilities) adalah bentuk pendanaan jangka pendek yang umum bagi semua perusahaan. Pendanaan ini merupakan sumber terbesar dana jangka pendek perusahaan. Periode pembayaran hutang yaitu rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku, tenaga kerja dan melakukan pembayaran (Brigham dan Houston, 2010). Perusahaan dapat memperpanjang periode pembayaran hutang untuk mendapatkan berbagai keuntungan terlebih dulu. Dalam keadaan over kapasitas perusahaan dapat memperpanjang pembayaran hutangnya. Akan tetapi, perusahaan dapat mengalami kerugian akibat tidak mendapat potongan harga (Brigham dan Houston, 2010). Sehingga

(15)

perusahaan harus mempertimbangkan trade-off antara keuntungan yang diperoleh dengan hilangnya kesempatan mendapatkan potongan karena keputusan yang diambil berdampak pada kinerja perusahaan hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Raheman et

al., (2010); Kaddumi dan Ramadan (2012); Makori dan Ambrose

(2013); Abuzayed (2011); Al-Debi’e (2011); Nzioki et al.,(2013). Formulasi periode pembayaran hutang (Brigham dan Houston, (2010); Emery et al., (2001)

Periodepembayaranhutang =

(4)

Menurut Uyar (2009) siklus operasi dan siklus konversi kas dapat dijelaskan pada Gambar 2.1 dibawah ini:

Gambar 2.1

Siklus Operasi dan Siklus Konversi Kas 2.1.2.2.2 Perputaran Modal Kerja

Perputaran modal kerja (working capital turnover) adalah kemampuan modal kerja berputar dalam satu siklus kas perusahaan dan sebagai pengukur efektifitas penggunaan aktiva lancar untuk menghasilkan penjualan (Riyanto,2011:55). Perputaran modal kerja diukur dengan working capital turnover ratio yaitu

(16)

perbandingan penjualan dengan aktiva lancar. Semakin tinggi rasio perputaran modal kerja maka semakin efisien penggunaan modal kerja kemudian berdampak positif pada kinerja perusahaan. Perputaran modal kerja menunjukkan banyaknya penjualan yang diperoleh perusahaan untuk setiap rupiah modal kerja yang diinvestasikan. Meningkatnya perputaran modal kerja, berdampak positif pada kinerja perusahaan, hal tersebut hasil penelitian Kaddumi dan Ramadan, (2012); Mashady dan Husaini, (2014).

Menurut Sawir (2005); Emery et al., (2001) dapat diformulasikan sebagai berikut:

Perputaran modal kerja =

(5)

2.1.2.2.3 Struktur Investasi

Menurut Syamsudin (2008:215); Weston dan Copeland (2008); Riyanto (2011) struktur investasi modal kerja adalah penentuan berapa besar alokasi masing-masing komponen aktiva lancar. Semakin besar rasio semakin baik karena menunjukkan tersedianya kas, piutang dan persediaan yang merupakan harta lancar paling likuid dibanding dengan keseluruhan aktiva dimiliki perusahaan. Adanya aktiva likuid dapat digunakan sewaktu-waktu untuk membiayai kebutuhan operasional perusahaan dalam menghasilkan laba. Hasil penelitian Mohammad dan Saad (2010); Wijaya (2012) menemukan struktur modal kerja berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur mengandalkan aktiva lancar menghasilkan laba. Hasil

(17)

tersebut diperkuat dengan penemuan Ogundipe et al., (2012); Azam dan Heider (2011); Kaddumi dan Ramadan (2012).

Formulasi struktur investasi meliputi:

1. Struktur investasi modal kerja = (6)

2. Struktur investasi dalam kas = (7)

3. Struktur investasi dalam piutang = (8)

4. Struktur investasi dalam persediaan = (9)

2.1.2.2.4 StrukturPendanaan

Pendanaan modal kerja menurut Riyanto (2011:138) menunjukkan besarnya rasio hutang jangka pendek, terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Struktur hutang menjelaskan komposisi hutang yang dipergunakan perusahaan, baik jangka pendek, menengah, ataupun jangka panjang, dan dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang tersebut (Riyanto, 2011:139). Hutang jangka pendek akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari satu tahun, dan sebaliknya hutang jangka panjang akan jatuh tempo lebih dari satu tahun.

Hutang jangka panjang lebih fleksibel jika dibandingkan dengan hutang jangka pendek, tetapi konsekuensinya biaya hutang jangka panjang lebih besar dibandingkan biaya hutang jangka pendek (Brigham dan Houston, 2010). Kombinasi biaya hutang minimal dengan manfaat pinjaman menjadikan komposisi pendanaan modal kerja perusahaan optimal. Pendanaan modal

(18)

kerja menjelaskan berapa besar jumlah pinjaman jangka pendek digunakan untuk meningkatkan profitabilitas.

Menurut Brigham dan Daves (2010) menentukan sumber dana untuk membiayai investasi baik aktiva lancar atau aktiva tetap dapat ditentukan dengan tiga pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Moderat (Maturity Matching)

Pendekatan moderat berada diantara pendekatan agresif memiliki tingkat risiko dan keuntungan tinggi dengan pendekatan konservatif yang memiliki tingkat risiko dan keuntungan rendah. Pendekatan ini menghadapi risiko lebih kecil dibandingkan, dengan pendekatan agresif tetapi memiliki risiko lebih besar dibandingkan dengan pendekatan konservatif. Strategi pendanaan membiayai setiap aktiva dengan dana yang jangka waktunya kurang lebih sama dengan jangka waktu aktiva. Gambaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini:

Gambar 2.2

(19)

2. Pendekatan Konservatif

Pendekatan konservatif membiayai investasi aktiva tetap dan aktiva lancar permanen serta sebagian aktiva lancar berfluktuasi dengan hutang jangka panjang atau modal sendiri. Pembelanjaan perusahaan dengan pendekatan konservatif bukanlah merupakan cara pembelanjaan murah, karena sejumlah dana tidak dibutuhkan dipinjam perusahaan dan membayar bunga atas modal yang tidak digunakan. Adanya net working capital relatif besar berarti rendahnya tingkat risiko yang dihadapi perusahaan. Pendekatan ini memberikan tingkat keamanan cukup tinggi. Gambaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 2.3

(20)

3. Pendekatan Agresif

Pendekatan agresif adalah pendekatan dalam pemenuhan kebutuhan dana dengan menggunakan proporsi hutang jangka pendek lebih besar.Pendekatan agresif memenuhi sebagian aktiva lancar permanen dan semua aktiva lancar variabel dengan hutang jangka pendek. Memenuhi aktiva tetap dan sebagian aktiva lancar permanen dengan hutang jangka panjang. Strategii ini sangat berisiko karena jumlah net working capital rendah. Perusahaan menaruh beban yang berat pada modal jangka pendek untuk menutup fluktuasi kebutuhan dana apabila kebutuhan dana lebih besar dari yang diperkirakan. Perusahaan akan menghadapi masalah mendapatkan pinjaman secara cepat. Pendanaan secara agresif berani menanggung risiko dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih besar. Gambaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini:

Gambar 2.4

(21)

Struktur hutang merupakan perbandingan jumlah hutang lancar dan hutang jangka panjang terhadap total aktiva perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan profit perusahaan. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang bagi perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas. Semakin besar persentase pendanaan berasal dari ekuitas pemegang saham maka dari sudut kreditur bermakna makin besar perlindungan bagi pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio ini semakin besar risiko keuangan yang dapat mengganggu pencapaian profitabilitas perusahaan. Semakin kecil rasio ini semakin kecil risiko keuangan (Ogundipe et al., 2012; Wijaya, 2012)

Menurut Brigham dan Houston (2010); Sawir (2005); Nazir dan Afza (2009), formulasi struktur pendanaan modal kerja terdiri dari:

1. Struktur Pendanaan dengan hutang:

Debt Ratio =

(10)

Debt to Equity Ratio =

(11)

2. Pendanaan dengan hutang lancar =

(12)

3. Struktur Pendanaan dengan hutang jangka panjang =

(22)

4. Struktur Pendanaan dengan modal sendiri =

(14)

2.1.2.2.5 Likuiditas

Menurut Hanafi dan Abdul (2008); Riyanto (2011); Brigham dan Daves (2010); Horne dan Wachowicz (2012) likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Semakin tinggi likuiditas merupakan indikasi perusahaan mempunyai kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan mengatasi risiko kebangkrutan tetapi jika menahan aktiva likuid melebihi kebutuhan dapat menurunkan profitabilitas. Hal ini dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan yang akan menimbulkan reaksi positif dari investor dan menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap saham.

Menurut Horne dan Wachowicz (2012); Mohammad dan Saad (2010); Raheman et al., (2010); Falope dan Aljilore (2009); Raheman dan Nasr (2007) likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas, yaitu peningkatan likuiditas biasanya diikuti dengan peningkatan profitabilitas, karena likuiditas yang tinggi berarti perusahaan mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Selain itu perusahaan harus mampu menjaga keseimbangan antara tingkat likuiditas dan kemampuan menghasilkan profit, karena likuiditas

(23)

diperlukan untuk menjaga kelancaran operasional dan memenuhi kewajiban perusahaan (Eljelly, 2004). Hasil penelitian Akoto et al., (2013); Azam dan Heider (2011); Ngwenya (2012). Indikasi yang diperoleh dari likuiditas adalah:

1. Bila rasio ini turun berarti perusahaan akan mengalami kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendek bahkan dapat mengalami kebangkrutan.

2. Bila rasio ini naik berarti ada dana yang dapat dipergunakan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada sehingga dapat menaikkkan profitabilitas

Menurut Brigham dan Houston (2010), pengukurannya menggunakan:

1. Current

Ratio = (15)

2. Quick Ratio = (16)

3. Cash Ratio = (17)

2.1.3 Faktor Ekonomi Makro

Situasi pasar sering dipengaruhi faktor yang berada diluar kendali manajemen yaitu faktor ekonomi makro. Menurut Samsul (2006:200) faktor ekonomi makro yang mempengaruhi kinerja dan nilai perusahaan antara lain:1) tingkat suku bunga; 2) inflasi; 3) peraturan perpajakan; 4) kebijakan pemerintah; 5) nilai tukar rupiah.

(24)

Ketika perubahan faktor ekonomi makro terjadi, investor mengkalkulasi dampaknya baik positif maupun negatif terhadap kinerja dan nilai perusahaan beberapa tahun kedepan, kemudian memutuskan membeli atau menjual saham. Karena itu harga saham lebih cepat menyesuaikan diri daripada kinerja perusahaan.

Faktor ekonomi makro mempengaruhi kinerja perusahaan dan perubahan kinerja perusahaan secara fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Jika kinerja meningkat maka harga saham akan meningkat demikian juga sebaliknya. Reaksi investor terhadap perubahan faktor ekonomi makro tidak sama, ada yang lemah, normal dan berlebihan tergantung pada kekuatan investor.

2.1.3.1 Tingkat Suku Bunga.

Menurut Dornbusch et al., (2008:43); Subagyo et al., (2002); tingkat suku bunga merupakan tingkat pembayaran atas pinjaman atau investasi lain, yang dinyatakan persentase tahunan. Sedangkan Reilly dan Brown, (1997) menyatakan suku bunga adalah harga atas dana yang dipinjam. Menurut Tandelilin (2010:212) tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang disyaratkan atas investasi pada suatu saham. Disamping itu tingkat suku bunga yang meningkat menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito.

Suku bunga berlaku dipasar keuangan dan yang digunakan dalam transaksi keuangan adalah suku bunga nominal yang di

(25)

dalamnya terkandung premi inflasi (Utami dan Rahayu, 2003). Menurut Agustina dan Sumartio (2014) tingkat suku bunga sektor keuangan sering digunakan sebagai panduan atau acuan investor untuk menilai kemampuan pasar uang dalam menghasilkan keuntungan optimal adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tingkat suku bunga SBI adalah tingkat pengembalian sejumlah investasi surat berharga diterbitkan BI sebagai bentuk imbalan yang diberikan investor. Tingkat suku bunga SBI tinggi merupakan sinyal negatif bagi kinerja perusahaan. Seorang investor akan mencari tempat berinvestasi yang lebih menguntungkan. Jika tingkat suku bunga naik maka kinerja perusahaan akan turun dan sebaliknya.

Tingkat suku bunga mempengaruhi laba perusahaan dalam dua cara yaitu:1) karena merupakan biaya, maka makin tinggi tingkat suku bunga, makin rendah laba perusahaan apabila hal lain konstan. 2) tingkat suku bunga mempengaruhi tingkat aktivitas ekonomi sehingga mempengaruhi laba perusahaan. Suku bunga dapat dikelompokan menjadi suku bunga tetap dan suku bunga mengambang. Suku bunga tetap adalah suku bunga pinjaman dan tidak berubah sepanjang masa kredit. Sedangkan suku bunga mengambang adalah suku bunga yang berubah-ubah selama masa kredit berlangsung dengan mengikuti kurs referensi tertentu, kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga

(26)

kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih mengakibatkan laba per lembar saham menurun dan akhirnya berakibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito mendorong investor untuk menjual saham yang kemudian menginvestasikan dalam bentuk deposito. Penjualan saham besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikkan suku bunga pinjaman atau suku bunga deposito akan mengakibatkan turunnya harga saham. Sebaliknya, penurunan tingkat bunga pinjaman atau tingkat bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar dan laba bersih per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal, sehingga harga saham akan terdorong naik akibat meningkatnya permintaan saham.

2.1.3.2 Inflasi

Inflasi diartikan sebagai suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus (Nanga, 2001:241). Inflasi menunjukkan meningkatnya harga secara umum (Samuelson dan Nodhaus 1998). Menurut Agustina dan Sumartio, (2014) inflasi dapat diartikan sebagai terjadinya kenaikan harga jangka panjang. Tingkat inflasi adalah persentase pertambahan kenaikkan harga secara terus menerus yang berlaku dalam suatu perekonomian. Menurut Tandelilin (2010: 212) inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan

(27)

biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun.

Indikator yang sering digunakan pemerintah untuk mengukur tingkat inflasi di Indonesia adalah indeks harga konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak bulan Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar survei biaya hidup (SBH) tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang dan jasa di setiap kota

(http://www.bi.go.id).

Tingkat inflasi tidak sejalan dengan harga saham. Harga barang cenderung naik mencerminkan terjadi inflasi yang mengakibatkan turunnya kinerja perusahaan. Penurunan kinerja perusahaan disebabkan meningkatnya biaya produksi. Jika biaya produksi naik, maka laba mengalami penurunan yang akhirnya harga saham akan turun.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan International best

practice antara lain: 1) Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).

Harga perdagangan besar suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara pedagang besar pertama dan pedagang besar

(28)

berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komuditas. 2) Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. (www.bps.go.id).

Inflasi dapat berpengaruh negatif maupun positif tergantung derajad dari inflasi. Inflasi yang berlebihan merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu membuat perusahaan mengalami kebangkrutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar, sementara inflasi yang rendah akan berakibat pertumbuhan ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham akan bergerak dengan lamban. Pekerjaan sulit adalah menciptakan tingkat inflasi yang dapat menggerakkan dunia usaha menjadi semarak, pertumbuhan ekonomi dapat menutupi pengangguran, perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang memadai dan harga pasar saham akan bergerak normal. Penelitian mengenai inflasi telah dilakukan Hooker (2004); Amperaningrum dan Agung (2011); Mardiyati dan Rosalina (2013).

2.1.3.3 Peraturan Perpajakan

Kenaikan pajak penghasilan badan akan memberatkan perusahaan dan mengurangi laba bersih yang pada tahap berikutnya dapat menurunkan harga saham. Kenaikan pajak

(29)

penjualan mengakibatkan harga barang naik hal tersebut dapat menurunkan penjualan yang pada akhirnya laba perusahaan akan turun. Kenaikan pajak penghasilan perorangan mengakibatkan turunnya pendapatan sehinnga menyebabkan daya beli masyarakat turun. Dengan kata lain, kenaikan pajak dapat menurunkan kinerja perusahaan dan harga saham di pasar.

2.1.3.4 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan khusus yang dikeluarkan pemerintah dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap perusahaan tertentu yang terkait dengan kebijakan tersebut. Misal larangan impor tekstil selama periode tertentu. Pabrik tekstil akan mendapat keuntungan karena permintaan dalam negeri hanya boleh dipenuhi dengan produk dalam negeri. Hal tersebut akan berdampak positif pada penjualan dan laba perusahaan, yang akhirnya harga pasar saham akan naik.

2.1.3.5 Nilai Tukar Rupiah

Menurut Puspopranoto (2004:212); Dornbusch et al., (2008:46) Madura, (2005). Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dipertukarkan dengan mata uang negara lainnya. Menurut Tandelilin (2010:212) menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan produksi dan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku.

Nilai tukar atau disebut kurs valuta dalam berbagai transaksi ataupun jual beli valuta asing, dikenal ada empat jenis:1) selling

(30)

rate (kurs jual) ditentukan suatu bank untuk penjualan valuta asing

tertentu pada saat tertentu. 2) middle rate (kurs tengah) yaitu kurs tengah antara kurs jual dan kurs beli valuta asing terhadap mata uang nasional, yang ditetapkan oleh bank central pada saat tertentu. 3) buying rate (kurs beli), kurs ditentukan suatu bank untuk pembelian valuta asing tertentu pada suatu saat. 4) flat rate (kurs flat), yaitu kurs berlaku dalam transaksi jual beli bank notes dan

traveler chaque, dimana kurs tersebut telah diperhitungkan

promosi dan biaya lain-lain. Posisi nilai tukar selalu berfluktuasi setiap saat, jika harga suatu mata uang menjadi mahal terhadap mata uang lainnya maka uang tersebut dikatakan berapresiasi. Sebaliknya jika harga dari suatu mata uang turun terhadap mata uang lain maka uang tersebut dikatakan terdepresiasi (melemah). Nilai tukar dari suatu negara merupakan hal penting bagi negara yang bersangkutan. Bersama dengan harga-harga domestik, nilai tukar menentukan biaya dari produk suatu negara bagi pembeli diluar negeri, karena itu mempengaruhi ekspor negara tersebut. Jadi, nilai tukar menentukan biaya produk apa saja yang dibeli (diimpor) negara tersebut dari negara lain. Faktor –faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka pendek adalah aliran modal baik di dalam negeri maupun diluar negeri.

Pada umumnya perdagangan antar negara dapat berlangsung jika dimungkinkan menukar mata uang suatu negara menjadi mata uang negara lain. Kurs valuta asing adalah nilai mata uang suatu

(31)

negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Salah satu mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional adalah dollar Amerika Serikat (USA). Fluktuasi yang terjadi pada kurs valas dapat mempengaruhi harga saham. Turunnya nilai tukar rupiah atas mata uang asing (USA) akan berdampak pada naiknya biaya impor bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan perusahaan sehingga mengakibatkan kenaikkan biaya produksi yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja saham di pasar modal. Jika kurs valas meningkat, maka para investor akan beralih dari saham ke valas. Hal tersebut dapat menurunkan harga saham suatu perusahaan (Hady, 2004).

2.1.4 Kinerja Perusahaan

2.1.4.1 Konsep Kinerja Perusahaan

Menilai kinerja perusahaan perlu melibatkan analisis dampak keuangan kumulatif dengan menggunakan ukuran komparatif (Helfert, 2001). Baik buruknya kinerja perusahaan tercermin dari rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan oleh perusahaan. Pada umumnya perusahaan go public diwajibkan dengan peraturan yang dikeluarkan Bapepam untuk menerbitkan laporan keuangan. Rasio keuangan dapat dianalisis, tetapi tidak semua rasio dibutuhkan investor. Beberapa rasio keuangan penting bagi manajemen tetapi kurang penting bagi investor. Rasio likuiditas dan rasio aktivitas sangat penting bagi manajemen karena besar kecilnya keuntungan

(32)

yang diperoleh tergantung pada pengelolaan kas, piutang serta persediaan. Investor tertarik pada hasil pengelolaan tersebut dan bukan pada cara pengelolaannya.

2.1.4.2 Pengukuran Kinerja Perusahaan

Pengukuran kinerja perusahaan antara lain dengan profitabilitas. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Bagi investor jangka panjang memiliki kepentingan atas profitabilitas, karena dapat melihat besarnya keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk deviden (Sartono, 2010:130). Menurut Brigham dan Houston (2010:107) rasio profitabilitas merupakan sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang pada hasil-hasil operasi. Beberapa jenis rasio dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas atau kinerja perusahaan yaitu: gross profit margin, operating profit margin, net

profit margin, total asset turnover, return on assets, dan return on equity. Penelitian mengenai kinerja perusahaan telah dilakukan

Raheman et al., (2010); Sadiamajeed et al., (2013); Akoto et

al..(2013); Abuzayed (2011); Kaddumi dan Ramadan (2012);

Mumtaz et al., (2011); Karadagli (2012); Attari dan kashif (2012); Charitou dan Santoso (2012); Huzaini (2012). Adapun formula untuk mengukur kinerja perusahaan menurut Weston dan Copeland

(33)

(2008:240); Palepu et al., (2000, 9.3-9.4); Syamsudin (2007:59); Sawir (2005:18) sebagai berikut:

1. Gross profit margin = (18)

2. Operating profit

margin = (19)

3. Net profit margin = (20)

4. Total asset turnover = (21)

5. Return on assets = (22)

6. Return on equity = (23)

Menurut Dodd dan Chen (1996) pengukuran kinerja lebih baik menggunakan return on assets (ROA) karena lebih mempresentasikan kepentingan stakeholders.

2.1.5 Nilai Perusahaan

2.1.5.1 Konsep Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan tujuan utama perusahaan yang mencerminkan keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Menurut Rachmawati dan Triatmoko (2007), nilai perusahaan adalah nilai jual perusahaan yang tercermin pada harga pasar saham atau nilai tumbuh bagi pemegang saham, yang ditransaksikan di pasar modal. Konsep nilai perusahaan yaitu: nilai nominal, nilai intrinsik, nilai buku, nilai pasar, dan nilai likuidasi (Horne dan Wachowicz, 2012:70). Nilai nominal adalah nilai yang

(34)

tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan terbatas, dimana secara eksplisit nampak pada neraca perusahaan. Nilai intrinsik adalah nilai abstrak karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan atau nilai perusahaan sebagai entitas yang mampu menghasilkan keuntungan dimasa depan. Nilai buku adalah nilai yang dihitung berdasarkan pada konsep akuntansi atau selisih antara total aktiva dan total hutang dibagi dengan jumlah saham beredar. Nilai pasar adalah harga yang terjadi pada saat proses tawar menawar di pasar saham, sedangkan nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh asset perusahaan setelah dikurangi dengan kewajiban yang harus diselesaikan.

2.1.5.2 Pengukuran Nilai Perusahaan

Pengukuran nilai perusahaan dapat menggunakan rasio penilaian, menurut Weston dan Copeland (2008:24), pengukuran nilai perusahaan sebagai berikut:

1. Price Earning Ratio (PER)

Price earning ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara harga saham di pasar atau harga perdana yang ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima. PER yang tinggi menunjukkan ekspektasi investor tentang persepsi perusahaan dimasa akan datang cukup tinggi (Sawir, 2005:20). Semakin tinggi resiko dan faktor diskonto berarti semakin rendah rasio PER.

(35)

Price earning ratio=

(24)

2. Price to Book Value (PBV)

Price to book value menggambarkan seberapa besar pasar

menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan perbandingan harga pasar saham dipasar dengan nilai buku saham yang digambarkan dalam neraca (Sawir, 2005:21). Semakin tinggi PBV berarti pasar percaya terhadap prospek perusahaan.

Price to book value=

(25) 3. Rasio Tobins’q

Smithers dan Wright (2000:37); Fiakas (2005) Tobins’q merupakan rasio dari nilai pasar aset perusahaan yang diukur dengan nilai pasar dari jumlah saham beredar dan hutang terhadap

replacement cost dari aktiva perusahaan. Rasio q menunjukkan

estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai pengembaliaan dari setiap dollar kenaikan investasi, rasio ini dikembangkan oleh Tobin (1969). Rasio q menunjukkan kesempatan perusahaan untuk tumbuh dimasa mendatang melalui kebijakan investasi, semakin besar nilai Tobins’q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik.

Formula Tobins’q adalah sebagai berikut: q =

(36)

Keterangan:

q = Nilai Perusahaan

EMV = nilai pasar ekuitas (Equity Market Value =

closing price x jumlah lembar saham beredar)

D = total hutang

EBV = modal sendiri (Equity Book Value)

Jika rasio q menunjukkan angka diatas satu artinya investasi dalam aktiva menghasikan laba yang lebih tinggi dari pengeluaran investasinya, hal ini akan merangsang investasi baru. Jika rasio-q dibawah satu maka investasi dalam aktiva tersebut tidak menarik (Weston dan Copeland, 2008:245). Penelitian tentang nilai perusahaan telah dilakukan Alghifari et al., (2013); Huzaini (2012); Ulupui (2007); Sudiyanto (2010); Abuzayed (2011) menemukan bahwa kinerja perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Penelitian Terdahulu mengenai Manajemen Modal Kerja

Manajemen modal kerja, merupakan isu penting dalam upaya menjaga likuiditas perusahaan agar operasional berjalan baik sedangkan disisi lain perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Zariyawati et

al., 2009). Menurut Dong dan Su (2010) salah satu keputusan keuangan

penting bagi perusahaan adalah manajemen modal kerja, dimana tujuannya adalah memberikan dukungan yang memadai terhadap jalannya bisnis. Hasil penelitian Qayyum et al., (2010) perusahaan dapat memiliki modal

(37)

kerja tinggi dengan tujuan meningkatkan laba. Artinya terdapat hubungan positif antara modal kerja dan probabilitas perusahaan. Menurut Appuhami (2008); Dash dan Ravipati (2009) efisiensi modal kerja dapat tercapai dengan pemantauan secara terus menerus dari komponen modal kerja seperti: kas atau setara kas, piutang, persediaan serta hutang. Sedangkan hasil penelitian pada 204 perusahaan manufaktur di Pakistan tahun 1998 sampai 2007 yang dilakukan Raheman et al., (2010) Hasil penelitian menunjukkan: (1) Current assets to total assets ratio, gross working

capital turnover rasio, current assets/current liabilities, sales growth

berpengaruh positif signifikan terhadap net operating profitability. (2)

Average collection period, inventory turnover in days, average payment period, cash conversion cycle, net trade cycle, current liabilities to total assets ratio, financial debt ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap net operating profitability. Temuan dari penelitian perusahaan harus

mempercepat siklus konversi kas, ini hanya dapat dilakukan apabila komponen-komponen modal kerja ditangani secara efektif dan optimal. Cara-cara yang dapat ditempuh, mempercepat penagihan piutang, memperlambat pembayaran hutang, mengurangi konversi persediaan. Hasilnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Pembiayaan modal kerja yang efisien (aktiva lancar dan kewajiban lancar) dapat meningkatkan profitabilitas.

Penelitian Sadiamajeed et al., (2012) tentang manajemen modal kerja menggunakan pearson correlation moment. Sampel yang digunakan sebanyak 32 perusahaan manufaktur, dipilih secara acak dari tiga sektor

(38)

yaitu: kimia, mobil dan konstruksi untuk periode 2006-2010. Hasil penelitian menunjukan: cash conversion cycle, average receivable

collection period berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA, ROE dan

operating profit. Sedangkan average conversion inventory period berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE dan operating profit tetapi tidak berpengaruh terhadap ROA. Hasil lebih lanjut menunjukkan

average payment period tidak berpengaruh terhadap ROA, ROE dan Operating Profit dan size of the company berpengaruh positif signifikan

terhadap ROA, ROE dan operating profit. Kontribusi penelitian ini, (1) keberhasilan pengelolaan modal kerja akan meningkatkan nilai bagi pemegang saham, (2) investor kurang mempersoalkan operasi sehari-hari, karena efisiensi modal kerja diterjemahkan ke dalam laba masa depan dan profitabilitas, (3) menjelaskan pengaruh masing-masing variabel siklus konversi kas terhadap kinerja. Penelitian masa depan harus menyelidiki generalisasi dari temuan diluar sektor manufaktur.

Penelitian Azam dan Heider (2011) meneliti pengaruh manajemen modal kerja terhadap kinerja perusahaan. Jumlah sampel 21 perusahaan metode analisa yang digunakan korelasi multivariate pada periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan: (1) current assets to total assets ratio dan current assets to current liabilities, berpengaruh positf signifikan terhadap ROA. (2) inventory turnover berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.(3) average payment period, cash conversion cycle, net

trading cycle, gross working capital turnover, ratio current liabilities to total assets ratio, tidak berpengaruh terhadap ROA.(4) average payment

(39)

period, berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE.(5) inventory turnover, cash conversion cycle, dan net trading cycle berpengaruh negatif

signifikan terhadap ROE. (6) gross working capital turnover, current

assets to total assets ratio, current assets to current liabilities dan current assets to current liabilities tidak berpengaruh terhadap ROE.

Penelitian Kaddumi dan Ramadan (2012) memprediksi pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas. Jumlah sampel data tahun 2005-2009 sebanyak 49 perusahaan di Jordania. Analisa yang digunakan regressi berganda. Hasil penelitian menunjukkan (1) average payment

periode, gross working capital turnover, investing policy of working capital, size firm, investment growth opportunities, liquidity berpengaruh

positif dan signifikan terhadap ROA dan NOP. (2) average collection

period, average age of inventory, cash conversion cycle, Net trading Cycle, financing policy of working capital. Berpengaruh negatif signifikan

terhadap ROA dan NOP. Pengaruh negatif periode penarikan piutang, periode konversi persediaan dan pengaruh positif periode pembayaran hutang terhadap profitabilitas menyiratkan menjaga persediaan yang kecil dan memperpendek siklus konversi kas dan bersamaan dengan memperpanjang periode pembayaran hutang akan meningkatkan profitabilitas. Pengaruh positif signifikan dari kebijakan investasi modal kerja terhadap profitabilitas menunjukkan bahwa perusahaan secara umum menganut kebijakan modal kerja konservatif, pengaruh negatif signifikan dari kebijakan pendanaan modal kerja terhadap profitabilitas menunjukkan kebijakan pendanaan modal kerja kurang agresif.

(40)

Penelitian Mumtaz, et al., (2011) mengenai pengaruh manajemen modal kerja terhadap kinerja perusahaan. Data yang diteliti tahun 2005-2010 sebanyak 132 observasi dari 22 perusahaan manufaktur (chemical) yang termasuk dalam KSE-100 Index, terdaftar di Bursa Efek Karachi Pakistan (KSE). Hasil penelitian menunjukkan manajemen modal kerja berpengaruh negatif terhadap ROA sedangkan size berpengaruh positif terhadap ROA.

Karadagli (2012) meneliti tentang efek manajemen modal kerja terhadap probabilitas. Data yang digunakan tahun 2002-2010 sebanyak 648 observasi dari 72 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Turkish (SMEs). Hasil penelitian menunjukkan siklus konversi kas, siklus perdagangan, leverage, pertumbuhan GDB, mempunyai efek negatif terhadap profit dan harga saham. Sedangkan size mempunyai efek positif terhadap profit dan harga saham

Penelitian Attari dan Kashif (2012) tentang hubungan siklus konversi kas, size terhadap profitabilitas perusahaan. Data yang diambil tahun 2006-2010 dengan jumlah 155 observasi dari 31 perusahaan manufaktur, yang terdiri dari 4 jenis:automobiles and part, cement, chemical, and food

producers yang terdaftar di Bursa Efek Karachi Pakistan (KSE). Hasil

penelitian menunjukkan: 1) Siklus konversi kas mempunyai hubungan positif signifikan terhadap ROA tetapi tidak dengan ROE, 2). Siklus konversik kas mempunyai hubungan yang negatif signifikan terhadap size.

Penelitian Charitou et al.,(2012) tentang hubungan antara manajemen modal kerja dan kinerja perusahaan. Data yang digunakan tahun

(41)

1989-2007 sebanyak 718 observasi dari sektor industri yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan

purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Siklus konversi kas,

siklus perdagangan mempunyai hubungan positif signifikan terhadap ROA, 2) debt ratio mempunyai hubungan negatif signifikan pada ROA.

2.2.2 Penelitian Terdahulu mengenai Faktor Ekonomi Makro dan Kinerja Perusahaan

Beberapa penelitian mengenai faktor ekonomi makro menyatakan: nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga dan inflasi cenderung mempengaruhi kinerja perusahaan (Manoori dan Joriah, 2012:16-17). Suku bunga merupakan harga dari pinjaman (Sunariyah 2010). Hasil penelitian Charitou et al., (2004); Demir (2007); Gallardo et al., (2001); Kanwal dan Nadeem (2013) menyatakan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Tingkat suku bunga tinggi menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang dapat menurunkan kinerja perusahaan. Penelitian Astriana (2013); Rachmawati (2012); Suardani (2009); Demir (2007); menyatakan nilai tukar rupiah berpengaruh pada kinerja perusahaan. Fluktuasi nilai tukar yang tinggi akan minimbulkan dampak kesulitan keuangan dan dapat menurunkan kinerja perusahaan.

Penelitian Ditria et al., (2008) tentang pengaruh tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah dan jumlah ekspor terhadap tingkat kredit perbankan. Data yang digunakan periode kuartal I 2002 sampai dengan kuartal III 2007. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan metode

(42)

tidak berpengaruh pada jumlah kredit; 2) Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif signifikan pada jumah kredit; 3) Jumlah ekspor berpengaruh positif signifikan pada jumlah kredit.

Penelitian Kewal, (2012) tentang pengaruh inflasi, suku bunga, kurs, dan pertumbuhan PDB terhadap indeks harga saham gabungan. Data yang digunakan tahun 2000-2009, dari Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia dan data dari Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan: kurs berpengaruh signifikan pada IHSG, sedangkan inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan PDB tidak berpengaruh pada IHSG.

Penelitian Kanwal dan Nadeem (2013) tentang pengaruh variabel makroekonomi pada profitabilitas. Jumlah sampel 18 bank yang tercatat di Bursa Efek Karachi Pakistan (KSE). Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan, tingkat suku bunga berpengaruh positif signifikan terhadap ROA, ROE, Equity

Market; sedangkan inflasi dan GDP tidak berpengaruh.

Penelitian Demir (2007) mengenai pengaruh ketidakpastian ekonomi makro terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur. Sampel data tahun1993-2003 di Turky, metode analisa menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan: nilai tukar dan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas.

Penelitian Huzaini (2012) mengenai dampak Return on Assets dan

Earning per Share terhadap harga saham. Sampel yang digunakan

sebanyak 10 perusahaan makanan go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan metode

(43)

purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA dan EPS

berpengaruh signifikan pada harga saham sedangkan ROE dan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham.

Astriana (2013) meneliti bagaimana pengaruh nilai tukar rupiah, nilai ekspor, suku bunga kredit dan dana pihak ketiga terhadap kredit modal kerja, menggunakan data tahun 2004-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga kredit dan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan pada kredit modal kerja, sedangkan nilai tukar rupiah, nilai ekspor tidak berpengaruh terhadap kredit modal kerja.

2.2.3 Penelitian Terdahulu mengenai Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan

Penelitian Abuzayed (2011) membahas pengaruh manajemen modal kerja terhadap kinerja perusahaan dengan menggunakan data panel dan

fixed and random effects and generalized methods moment. Sampel yang

diambil 52 perusahaan manufaktur di Aman pada periode 2000-2008. Hasil penelitian menunjukkan:1) cash conversion cycle, number of days

account receivable, number of days inventory, size, fixed financial assets to total assets, berpengaruh positif signifikan terhadap gross operating profit. (2) number of days account payable, leverage berpengaruh negatif

signifikan terhadap gross operating profit. (3) sales growth, growth in

gross domestic product tidak berpengaruh terhadap gross operating profit. (4) size, sales growth, growth in gross domestic product, berpengaruh

positif terhadap Tobins’ q, (5) cash conversion cycle, dan number of days

(44)

days account receivable, number of days account payable, variability of net operating income tidak berpengaruh terhadap Tobins’ q. Karena krisis

keuangan menyebabkan perusahaan harus mendayagunakan sumber daya yang dimiliki. Dalam kondisi ini yang penting difokuskan pada pendanaan jangka panjang, investasi jangka panjang, likuiditas, dan investasi jangka pendek perusahaan. Perusahaan harus menjaga keseimbangan antaran profitabilitas dan likuiditas. Likuiditas merupakan prasyarat untuk memastikan perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendek dan kelanjutan alirannya untuk dapat menjamin usaha yang menguntungkan.

Penelitian Ogundipe et al., (2012) mengenai pengaruh komponen modal kerja terhadap nilai perusahaan, dengan menggunakan analisa

pearson correlation moment. Sampel yang diambil 54 perusahaan di

Nigeria pada periode 1995-2009. Hasil penelitian menunjukkan: (1) manajemen modal kerja tidak berpengaruh terhadap ROI; (2) current

liabilities to total assets ratio berpengaruh positif signifikan terhadap ROA; (3) cash conversion cycle, current assets to total assets ratio, leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA; (4) current assets to current liabilities ratio tidak berpengaruh terhadap ROA; (5) leverage, current assets to total assets ratio berpengaruh positif terhadap Tobins’q;

(6) cash conversion cycle, berpengaruh negatif signifikan terhadap

Tobins’q; (7) current assets to current liabilities rati, current liabilities to total assets ratio tidak berpengaruh terhadap Tobins’q.

Penelitian Al-Debi’e (2011) tentang manajemen modal kerja dan profitabilitas: kasus ini terjadi di Jordan. Penelitian ini menggunakan data

(45)

tahun 2001-2010 sebanyak 552 observasi dari 77 perusahaan sektor industri yang tercatat di Bursa Efek Amman Jordan (ASE). Hasil penelitian menunjukkan: 1) Siklus konversi kas, periode penagihan piutang, periode konversi persediaan, periode pembayaran hutang, dan

leverage berpengaruh negatif signifikan pada GOI; 2) size berpengaruh

positif signifikan pada GOI dan yang terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan GDB tidak berpengaruh terhadap GOI.

Penelitian Ngwenya (2012) mengenai hubungan manajemen modal kerja dengan profitabilitas. Sampel yang digunakan 69 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Johannesburg (JSE), dengan jumlah observasi 690. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Periode penagihan piutang, siklus konversi kas berpengaruh negatif signifikan terhadap Gross Profit; 2) Periode konversi persediaan, periode pembayaran hutang berpengaruh positif signifikan terhadap Gross Profit.

Napompech (2012) meneliti tentang efek manajemen modal kerja pada profitabilitas. Menggunakan data sebanyak 765 observasi dari 255 perusahaan (7 industri) yang terdaftar di Bursa Efek Thailand. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Periode penagihan piutang, periode konversi persediaan, periode pembayaran hutang, dan siklus konversi kas mempunyai efek negatif signifikan pada Gross Profit, 2) Karakteristik industri juga mempunyai efek pada Gross Profit.

Nzioki et al., (2013) menguji apakah manajemen modal kerja tidak ada pengaruh positif signifikan terhadap profitability. Penelitian ini menggunakan sampel 9 perusahaan manufaktur yang tercatat di Nairobi

(46)

Securities Exchange Kenya. Hasil penelitian menunjukkan: (1) ACP

berpengaruh positif signifikan terhadap GOP (2) ITID tidak berpengaruh terhadap GOP, (3) APP berpengaruh positif signifikan terhadap GOP (4) CCC berpengaruh negatif signifikan terhadap GOP. Penelitian telah menunjukkan profitabilitas perusahaan manufaktur tergantung pada pengelolaan modal kerja yang efektif. Periode penagihan piutang dan periode pembayaran hutang berpengaruh positif pada GOP. Oleh karena itu menguntungkan untuk menunda hutang dan menginvestasikan uang dalam berbagai usaha yang menguntungkan. Di sisi lain, perusahaan harus mengumpulkan piutang secepat mungkin karena lebih baik menerima arus kas lebih cepat. GOP berkorelasi negatif dengan siklus konversi kas ini berarti dengan memperpendek siklus konversi kas, profitabilitas perusahaan akan membaik. Semakin lama siklus konversi kas, semakin besar perusahaan harus berinvestasi pada modal kerja. Oleh karena itu penelitian menyimpulkan ada pengaruh yang besar antara berbagai komponen modal kerja pada profitabilitas.

Penelitian Makori dan Ambrose (2013) tentang manajemen modal kerja dan profitabilitas perusahaan, jumlah observasi 100 dari 10 perusahaan manufaktur dan konstruksi yang terdaftar di Bursa Efek Nairobi (NSE). Hasil penelitian menunjukkan: 1) Periode penagihan piutang dan siklus konversi kas, mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap ROA; 2) Periode konversi persediaan, periode pembayaran hutang mempunyai hubungan positif signifikan pada ROA; 3) Size, sales

(47)

growth, leverage, dan likuiditas juga mempunyai hubungan signifikan

pada ROA.

Penelitian Gill et al., (2010) menguji pengaruh manajemen modal kerja terhadap profit. Sampel yang diambil sebanyak 88 perusahaan dengan jumlah observasi 264. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Accounts

receivables (AR) berpengaruh negatif signifikan terhadap gross operating profit (GOP). (2) Variabel accounts payable (AP), Inventory (INV), Cash Conversion Cycle (CCC); (3) Variable control firm size (LnS), financial debt ratio (FD), Fixed financial assets ratio (FFA) tidak berpengaruh

terhadap gross operating profit (GOP). Temuan penelitian menunjukkan bahwa manajer dapat meningkatkan nilai bagi pemegang saham dengan mengurangi periode penagihan piutang. Selain itu pengaruh negatif antara periode penarikan piutang dan profitabilitas menunjukkan bahwa perusahaan kurang berusaha menurunkan periode penarikan piutang dalam upaya mengurangi kesenjangan kas dalam siklus konversi kas. Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa profitabilitas dapat ditingkatkan, jika perusahaan mengelola modal kerja dengan cara lebih efisien.

Penelitian Lotfinia et al., (2012), tentang hubungan antara manajemen modal kerja dan karakteristik perusahaan. Menggunakan observasi sebanyak 400 dari 80 Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Tehran (TSE) Tehnik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan: manajemen modal kerja mempunyai

(48)

hubungan positif dengan size, tetapi dengan leverage mempunyai hubungan negatif sedangkan dengan Tobins’q tidak ada hubungan.

Mohammad dan Saad (2010), meneliti tentang efek manajemen modal kerja pada harga pasar dan profitabilitas. Sampel sebanyak 172 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Malaysia. Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan.

ROA, ROI, kebijakan investasi, kebijakan pendanaan, dan rasio hutang

berpengaruh positif signifikan pada Tobins’q, sedangkan siklus konversi kas berpengaruh negatif signifikan pada Tobins’q dan likuiditas tidak berpengaruh pada Tobins’q.

2.3 Pengaruh Variabel Eksogen terhadap Variabel Endogen

2.3.1 Pengaruh Siklus Konversi Kas terhadap Kinerja Perusahaan

Siklus konversi kas (Cash Conversion Cycle) adalah interval waktu antara pengeluaran kas untuk pembelian bahan baku sampai dengan terkumpulnya kas dari hasil penjualan barang jadi (Deloof, 2003) siklus konversi kas yang rendah berarti keterikatan dalam aktiva lancar rendah, sehingga perputaran kas menjadi tinggi. Sebaliknya, jika siklus konversi kas tinggi menunjukkan bahwa periode keterikatan dana relatif lama, maka mengurangi ketersediaan kas perusahaan yang dapat menimbulkan ketidakmampuan perusahaan mendanai kebutuhan operasional sehari-hari, proses produksi terhambat, kemampuan produksi menurun akhirnya kinerja perusahaan akan turun. Secara teoretis dapat disimpulkan siklus konversi kas berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Semakin rendah siklus konversi kas maka profitabilitas akan meningkat, sedangkan

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 1 dapat dilihat jenis industri yang mengalami pertumbuhan produksi pada Triwulan III Tahun 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya ( q-to-q ) hanya terjadi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul : “STUDI PENYUSUTAN KARET HASIL VULKANISASI PRESS MOLD KARET DENGAN SALURAN PENDINGIN CONFORMAL

ƒ Menginvestasikan sumber daya dan waktu yang signifikan (dalam situasi yang tidak pasti) untuk meningkatkan kinerja (misalnya membuat produk baru atau mengembangkan

Berdasarkan Tabel 1 hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara social support dengan parenting stress ibu dengan anak

bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik lunak dan kadar asam sinamat telah memenuhi kualifikasi SNI 7940:2013 sedangkan warna, kadar kotoran, dan kadar abu tidak

Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disusun tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan antara periklanan dan promosi penjualan rumah dalam mendorong minat