• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIVERSITAS SEMUT PADA TUMBUHAN Sonneratia caseolaris (L.) Engl. DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE WATHRI FITRADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIVERSITAS SEMUT PADA TUMBUHAN Sonneratia caseolaris (L.) Engl. DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE WATHRI FITRADA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

DIVERSITAS SEMUT PADA TUMBUHAN

Sonneratia caseolaris

(L.) Engl.

DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE

WATHRI FITRADA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

ABSTRAK

WATHRI FITRADA. Diversitas Semut pada Tumbuhan Sonneratia caseolaris (L.) Engl.di Suaka Margasatwa Muara Angke. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan TRI ATMOWIDI.

Mangrove merupakan bentukan pohon atau hutan kompleks yang dinamik dengan produksi tinggi dan berperan penting dalam rantai makanan. Semut (famili Formicidae) adalah serangga paling dominan di bumi baik secara ekologi maupun jumlah individu. Biomassa dan jumlah individu yang mencapai 50% dan 90% untuk semut di kanopi hutan hujan tropik menjadikan studi ekologi mengenai diversitas semut menjadi penting. Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) sebagai salah satu sistem penyangga di Provinsi DKI Jakarta dengan Sonneratia caseolaris sebagai tumbuhan yang dominan. Studi mengenai jumlah dan komposisi semut penting untuk mengindikasikan stabilitas kawasan ini. Penelitian ini bertujuan mempelajari diversitas semut di kawasan SMMA dan peranannya pada tumbuhan S. caseolaris. Pengamatan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2012. Pengamatan dilakukan di sepanjang jalur pengamatan SMMA yang dibagi dalam 8 titik pengamatan yang dipilih secara acak. Koleksi semut digunakan 2 metode, yaitu penadah dan perangkap. Dalam penelitian ini didapatkan 12 genus yang termasuk dalam 6 subfamili dengan total 2.280 individu. Camponotus, Oecophylla, dan Polyrhachis merupakan genus yang dominan. Secara keseluruhan nilai Indeks Shannon-Wiener dan Evennens semut di SMMA, yaitu 0,9 dan 0,33. Metode penadah lebih efektif untuk koleksi semut. Pada kawasan ini ditemukan semut predator yang berperan untuk menjaga S. caseolaris dari serangga herbivor.

Kata kunci: mangrove, semut, Suaka Margasatwa Muara Angke, Sonneratia caseolaris, indeks shannon-wiener, indeks evennens.

ABSTRACT

WATHRI FITRADA. Ant Diversity on Sonneratia caseolaris (L.) Engl. at Muara Angke Nature Reserve. Surprised by SULISTIJORINI and TRI ATMOWIDI.

Mangrove is a dynamic group of trees with high productivity, which plays a major role in food chain. Ants (Formicidae) are the most abundant insect in the world. Higher biomass and abundance of ant in the tropical rainforest canopy are the reason why the ecological study of ants diversity become essential. Sonneratia caseolaris is a dominant tree species in Muara Angke Nature Reserve (MANR). Study of abundance and composition of ants were needed to indicate stability of this reserve. The research aim to study the diversity of ants and its contribution on S. caseolaris in MANR. The research was conducted from April-June 2012. Observation of ants were conducted in observation track in MANR and were made 8 points for collecting the ants. Collection of ants were conducted using 2 methods, beating sheet and pitfall trap. Result showed that 12 genera from 6 subfamilies and total of 2.280 individuals of ants were found. Camponotus, Oecophylla, and Polyrhachis were dominant genera found in MANR. Shannon-Wiener and Evennens Index value of ants were 0,9 and 0,33 respectively. Beating sheet cought more individual of ants than pitfall trap. We found predatory ants which potentially protect of S. caseolaris from its herbivore.

Key words

: mangrove, ant, Muara Angke Nature Reserve, Sonneratia caseolaris, shannon-wiener index, evennens index.

(3)

DIVERSITAS SEMUT PADA TUMBUHAN

Sonneratia caseolaris

(L.) Engl.

DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE

WATHRI FITRADA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(4)
(5)

Judul Skripsi : Diversitas Semut pada Tumbuhan

Sonneratia caseolaris

(L.)Engl.

di Suaka Margasatwa Muara Angke

Nama

: Wathri Fitrada

NIM

: G34080107

Disetujui

Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si

Dr.Tri Atmowidi, M.Si

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si

Ketua Departemen Biologi

(6)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur-Nya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul penelitian yang penulis ambil yaitu Diversitas Semut pada Tumbuhan Sonneratia caseolaris (L.) Engl. di Suaka Margasatwa Muara Angke. Penulis mengucapkan terima kasih teruntuk Ibu Sulistijorini dan Bapak Tri Atmowidi atas bimbingan dan arahannya mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih untuk keluarga tercinta Mama, Papa, Bang Wendi, Uda Willy, Aan atas doa dan dukungan yang tidak pernah berhenti, juga tak lupa Yuliatul Muharomah yang mendampingi selama di Bogor. Terima kasih pula tak lupa untuk pihak-pihak di laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor (Ibu Tini dan Ibu Ani), BKSDA DKI Jakarta & Suaka Margasatwa Muara Angke (Ibu Millah, Pak Aris, Ibu Ani) dan laboratorium Entomologi LIPI Cibinong (Pak Rosichon, Bu Wara) yang banyak membantu selama proses penelitian ini. Terakhir tak lupa untuk sahabat di Biologi 45 yang tak bisa disebutkan satu persatu, terutama kawan seperjuangan Whendi, Andri, Afnan, Isna, Desi, Putri, Qila, Iqdam, Ayi, Via, Agus, Nurul F, Dini, Ayang, Esa, Traya, Faizal, Wulan, Tyas, Puspa, Evi, Aldi, Dirga, Titi, Roma atas kebersamaan dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, April 2013

(7)

RIWAYAT HIDUP

Wathri Fitrada dilahirkan di Padang pada tanggal 8 Mei 1990 dari Ayahanda Waznadil dan Ibunda Desnita. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bekasi dan terdaftar sebagai mahasiswa angkatan 45 jurusan Biologi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif berorganisasi di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) di Divisi Konservasi Serangga dan Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) IPB di divisi Paguyuban Mahasiswa Biologi (PAMABI) dan Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom). Pada tahun pertama penulis aktif di Diklat UKM UKF. Selain itu penulis di kepanitian pernah menjadi Koordinator Kegiatan Aksi Damai (dalam Kegiatan EXPO UKF 2010), Ketua Eksplor Kampus 2011 “EKSPLORASI SATWALIAR (Mammalia, Burung, Reptil dan Amfibi, dan Kupu-Kupu) di Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga”, Kadiv Publikasi Humas “Bio Fun Day”, Kadiv Layout Majalah Chepalos, Kadiv PJK MPD Biologi Angkatan 47, dan Ketua WEBCAM (Website HIMABIO, Majalah Chepalos, dan Mading). Penulis pernah melakukan Studi Lapang di Cagar Alam Pangandaran dengan judul penelitian “Bakteri yang Berasosiasi dengan Alga Penghasil Agar” yang dibimbing oleh Ibu Anja Meryandini, kemudian Praktik Lapang di Direktorat Standardisasi Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan judul topik “Kajian proses pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetika di Indonesia dan Amerika Serikat” dibimbing oleh Pak Tri Atmowidi. Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar, Perkembangan Hewan, Fisiologi Tumbuhan, Ekologi Dasar, Biologi Alga dan Lumut, dan Ilmu Lingkungan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL………. i DAFTAR GAMBAR………. i DAFTAR LAMPIRAN………. i PENDAHULUAN……….… 1 Latar Belakang……… 1 Tujuan………... 1

BAHAN DAN METODE……….. 1

Waktu dan Tempat……….. 1

Metode……….... 1

Penentuan Titik Pengamatan……….. 1

Koleksi Sampel Semut……… 1

Pengawetan dan Identifikasi Sampel……….. 2

Analisis Data………... 2

HASIL……….... 3

Deskripsi Lokasi Pengamatan……… 3

Diversitas Semut………. 3

Keefektifan Penggunaan Jenis Atraktan………. 5

PEMBAHASAN……….... 6

SIMPULAN DAN SARAN………... 7

DAFTAR PUSTAKA……… 7

(9)

2

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data faktor lingkungan di lokasi penelitian………..… 4 2 Jumlah individu semut yang ditemukan pada S. caseolaris dan nilai Indeks Shannon-wiener

(H’) dan Indeks Evennens (E)………..…. 4 3 Nilai Indeks Kesamaan Sorensen Kuantitatif………...…. 5

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Sketsa jalur pengamatan dan titik pengamatan di SMMA..……….. 2 2 Koleksi sampel semut dengan menggunakan: penadah (a) dan perangkap (b) yang dipasang

pada tumbuhan S. caseolaris……...……….. 2 3 Tumbuhan merambat (a) dan Nypa fracticans Wumbs (b) yang terdapat di lokasi penelitian. 3 4 Semut pada S. caseolaris: Tapinoma (a), Technomyrmex (b), Neivamyrmex (c), Camponotus

sp1 (d), Camponotus sp2 (e), Euprenolepis (f), Oecophylla (g), Polyhachis sp1 (h), Polyhachis sp2 (i), Cardiocondyla (j), Crematogaster sp1 (k), Crematogaster sp2 (l),

Tetramorium (m), Proceratium (n), Tetraponera sp1 (o), dan Tetraponera sp2 (p)………… 5 5 Rata-rata individu semut yang terperangkap pada perangkap dengan atraktan daging ikan

laut (a), keju (b), dan gula (c)………...……. 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Deskripsi jenis………...………..…... 10

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove atau hutan bakau adalah bentukan pohon atau hutan yang kompleks dan dinamik di pesisir, umumnya terbatas pada daerah subtropik dan tropik. Mangrove merupakan daerah ekosistem intertidal dengan tingkat produksi tinggi yang ditemukan di beberapa tempat, yaitu lingkungan pesisir yang tersembunyi, estuari, dan delta. Mangrove mendapat pengaruh pasang surut dan fluktuasi lingkungan yang tinggi khususnya gradien salinitas, yang dikendalikan faktor-faktor klimatik, seperti curah hujan dan evaporasi (Tomascik et al. 1997).

Mangrove dalam ekosistem estuari memiliki peran penting dalam rantai makanan. Beragam hewan ditemukan berinteraksi dengan mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung. Di perakaran mangrove dapat ditemukan ikan, kerang, kuda laut, beberapa kepiting yang bernaung, berkembang biak, mencari makan, dan berlindung (Walker & Wood 2005; May 2006). Selain itu, akar tumbuhan mangrove ditemukan berasosiasi dengan Cyanobakteria (Cronk & Fennessy 2001).

Semut termasuk ke dalam famili Formicidae, superfamili Vespoidae, ordo Hymenoptera, dan kelas Insekta. Famili ini memiliki sekitar 15.000 spesies, 296 genus dan 16 subfamili dengan 9.000-10.000 spesies yang sudah dideskripsikan (Bolton 1994). Semut merupakan serangga yang paling dominan di bumi berdasarkan ekologi maupun jumlah individu. Studi mengenai ekologi semut penting dalam kajian ekologi dari komunitas biologi terrestrial (Rico-Gray & Oliveira 2007). Semut mewakili 50% biomassa hewan dan sekitar 90% jumlah individu pada suatu kanopi hutan hujan tropik. Beberapa subfamili semut yaitu, Myrmicinae, Formicinae, dan Dolichoderinae mempunyai proporsi tertinggi dari keseluruhan biomassa hewan pada suatu kanopi (Dejean et al. 2007). Dalam interaksinya dengan tumbuhan, semut memakan daun ataupun buah, membantu penyerbukan, dan melindungi tumbuhan dari herbivor (Rico-Gray & Oliveira 2007). Keberadaan semut dapat menginduksi tumbuhan untuk memproduksi makanan kaya energi, seperti ekstrafloral nectaries dan food bodies (Dejean et al. 2007).

Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) merupakan kawasan suaka alam dengan tipe ekosistem lahan basah (wetland).

Kawasan SMMA dijadikan sebagai salah satu benteng pertahanan terakhir sistem penyangga untuk Provinsi DKI Jakarta dengan luas 25,02 Ha (BKSDA 2009). Jumlah dan komposisi spesies semut di suatu area dapat mengindikasikan stabilitas suatu ekosistem (Agosti et al. 2000). Sonneratia caseolaris sebagai tumbuhan utama yang tumbuh dominan, keberadaannya sangat penting dalam menunjang keberlangsungan dari kawasan ini. Dakir (2009) melaporkan terdapat 4 subfamili semut yang ditemukan pada kawasan mangrove SMMA yaitu Dolichoderinae, Formicinae, Myrmicinae, dan Pseudomyrmicinae. Kajian semut, sebagai serangga yang melimpah dan memiliki peran beragam di kawasan ini perlu dipelajari.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari diversitas semut di kawasan SMMA dan peranannya pada tumbuhan Sonneratia caseolaris.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April, Mei dan Juni 2012. Identifikasi dilakukan di laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong.

Metode

Penentuan Titik Pengamatan

Lokasi pengambilan sampel ditentukan di sepanjang jalur interpretasi di SMMA, yang dibagi dalam 8 titik pengamatan. Jarak antara titik pengamatan ±10-30 m dan titik pengamatan dipilih secara acak (Gambar 1).

Koleksi Sampel Semut

Semut dikoleksi menggunakan dua metode, yaitu penadah (beating sheet) dengan ukuran 1x1 m dan perangkap (pittfall trap) (Gambar 2a dan 2b). Penadah diletakkan di bawah pohon, kemudian pohon digoyangkan selama 30 detik. Semut yang terjatuh selama selang waktu tersebut dikoleksi dan diawetkan dalam alkohol 70%. Perangkap yang digunakan berupa botol plastik yang diisi dengan cairan deterjen dan garam dengan atraktan berupa daging ikan laut, keju, dan air gula. Perangkap tersebut dipasang di pohon S. caseolaris pada ketinggian ±2,5 m dari batas pasang-surut terendah di 3 titik (Gambar 2b).

Koleksi sampel dilakukan selama 3 hari setiap bulannya, yaitu bulan April, Mei, dan

(11)

2

A B

Juni. Penadahan dilakukan setiap hari, sedangkan perangkap dipasang pada hari pertama dan pengambilan sampel dilakukan setiap 1x24 jam. Pada setiap kali pengambilan

sampel dilakukan pengukuran komponen-komponen abiotik, yaitu suhu, kelembapan, dan kecepatan angin menggunakan Lutron LM 8000.

a b

Gambar 2 Koleksi sampel semut dengan menggunakan: penadah (a) dan perangkap (b) yang dipasang pada tumbuhan S. caseolaris.

Keterangan: U : Arah mata angin

A : Pintu masuk kawasan SMMA B : Ujung jalur interpretasi SMMA

(12)

Gambar 3 Tumbuhan merambat (a) dan Nypa fracticans Wumbs (b) yang terdapat di lokasi penelitian.

a

b

Pengawetan dan Identifikasi Sampel

Spesimen diawetkan secara basah dan kering. Awetan basah digunakan alkohol 70%, sedangkan awetan kering digunakan teknik mounting. Tahapan awetan kering dimulai dari mengeringkan sampel dengan kertas saring untuk menghilangkan alkohol, kemudian direkatkan pada ujung kertas segitiga yang bersifat netral. Setelah pelabelan spesimen disimpan dalam pemanas dengan suhu 300C selama 7 hari dan 3-4 hari didalam pendingin (freezer). Selanjutnya sampel diidentifikasi sampai ke tingkat genus berdasarkan Bolton (1994).

Analisis Data

Data diversitas semut pada S. caseolaris dihitung dari rata-rata individu masing-masing perangkap dan dihitung indeks ke-anekaragamannya dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener dan Evennens (kemerataan) (H’ dan E) (Krebs 2001). Kesamaan populasi semut antar periode pengamatan dihitung dengan Indeks Sorensen kuantitatif (Magurran 1978).

H’= -Ʃ Pi ln Pi; Pi = ni/N; E’ = H’/ln S; CN = 2jN/(aN+bN)

Keterangan :

H’ = indeks Shannon-Wiener

ni = jumlah individu dalam genus ke-1 N = jumlah total individu seluruh genus

Pi = proporsi genus ke-i terhadap total individu seluruh genus

E = indeks kemerataan S = jumlah genus CN = indeks Sorensen

jN = total individu terkecil yang ditemukan di ke-2 bulan pengambilan sampel

aN = jumlah individu di pengamatan A bN = jumlah individu di pengamatan B

HASIL

Deskripsi Lokasi Pengamatan

Tumbuhan yang bersinggungan dengan S. caseolaris pada setiap titik pengamatan yaitu, tumbuhan merambat (Gambar 3a) dan nipa (Nypa fracticans Wurmb) (Gambar 3b). Setiap titik pengamatan memiliki kanopi yang seragam, yaitu sekitar 3 m, kecuali di titik pengamatan 3 (sekitar 1,2 m) dan 4 (sekitar 6 m).

Faktor lingkungan di lokasi penelitian pada setiap bulan bervariasi. Intensitas cahaya yang terukur setiap bulannya bervariasi, yaitu 4.210-15.210 lux, sedangkan kelembapan berfluktuasi setiap bulannya 59-78%. Suhu

selama pengambilan sampel berkisar 30-340C (Tabel 1).

Diversitas Semut

Semut yang ditemukan di SMMA sebanyak 12 genus termasuk dalam 6 subfamili, yaitu Dolichoderinae, Ecitoninae, Formicinae, Myrmicinae, Ponerinae, dan Pseudomyrmicinae (Tabel 2). Camponotus, Oecophylla, dan Polyrhachis merupakan genus dengan jumlah individu paling banyak ditemukan pada setiap pengambilan sampel. Sedangkan Technomyrmex, Neivamyrmex, Euprenolepis, dan Tetramorium masing-masing hanya ditemukan sekali dalam 3 bulan pengambilan sampel. Tetramorium memiliki jumlah paling banyak (39 individu). Morfologi masing-masing jenis dapat dilihat pada Gambar 4.

Total semut yang diperoleh selama penelitian adalah 2.280 individu dengan nilai Indeks Shannon-Wiener dan Evennens masing-masing 0,9 dan 0,33. Nilai indeks Shannon-Wiener dan Evennens untuk metode penadah lebih tinggi (H’= 2,34 dan E= 0,86) dibandingkan metode perangkap (H’= 1,.02 dan E= 0,46). Berdasarkan bulan pengamatan, nilai indeks Shannon-Wiener tertinggi pada bulan Mei (H’= 2,07), sedangkan Evennens pada bulan April (E= 0,86) (Tabel 2).

(13)
(14)

Tabel 2 Jumlah individu semut yang ditemukan pada S. caseolaris dan nilai Indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Evennens (E)

Subfamili Ʃ Individu

Genus April Mei Juni Total Total

a b a b a b a b Dolichoderinae Tapinoma - - 1 3 2 - 3 4 7 Technomyrmex - - - - 1 - 1 - 1 Ecitoninae Neivamyrmex 1 - - - 1 - 1 Formicinae Camponotus sp1 7 195 - 192 16 1.322 23 1.709 1.732 Camponotus sp2 7 - 7 205 - 106 14 311 325 Euprenolepis - - 1 - - - 1 - 1 Oecophylla - 21 6 3 3 3 9 27 36 Polyrhachis sp1 - - 2 14 4 1 6 15 21 Polyrhachis sp2 6 12 1 13 10 2 17 27 44 Myrmicinae Cardiocondyla 3 - - - 1 - 4 - 4 Crematogaster sp1 1 - 2 - - - 3 - 3 Crematogaster sp2 1 1 4 1 3 1 8 3 11 Tetramorium - - - 77 - 77 77 Ponerinae Proceratium 1 - - 2 5 1 6 3 9 Pseudomyrmicinae Tetraponera sp1 2 - 2 - 2 - 6 - 6 Tetraponera sp2 - - 2 - - - 2 - 2 Subtotal 29 230 28 433 47 1.436 104 2.176 Total 259 461 1.483 2.280 2.280 H’ 1,9 1,9 2,07 1,04 1,93 0,46 2,34 0,76 0,9 E 0,86 0,35 0,9 0,5 0,84 0,22 0,86 0,34 0,33

Keterangan: aMetode Penadah; bMetode Perangkap

Tabel 1 Data faktor lingkungan di lokasi penelitian

Parameter April Mei Juni

Intensitas Cahaya (lux) 698 (4.210-12.720) 982 (5.250-13.760) 1.046 (6.000-15.210)

Kelembapan (%RH) 72 (68-78) 63 (59-71) 68 (64-76)

Suhu (0C) 32 (30-33) 33 (31-33) 32 (31-34

Keterangan: nilai diluar tanda kurung “()” adalah rata-rata dan di dalam tanda kurung “()” menunjukkan nilai minimum-maksimum.

(15)

2

a b c d

e f g h

i j k l

m n o p

Gambar 4 Semut pada S. caseolaris: Tapinoma (a), Technomyrmex (b), Neivamyrmex (c), Camponotus sp1 (d), Camponotus sp2 (e), Euprenolepis (f), Oecophylla (g), Polyhachis sp1 (h), Polyhachis sp2 (i), Cardiocondyla (j), Crematogaster sp1 (k), Crematogaster sp2 (l), Tetramorium (m), Proceratium (n), Tetraponera sp1 (o), dan Tetraponera sp2(p).

Nilai Indeks Sorensen kuantitatif me-nunjukkan kesamaan populasi di setiap bulan pengambilan sampel. Bulan April dan Mei memiliki nilai kesamaan populasi tertinggi dengan nilai 0.64 (Tabel 3).

Tabel 3 Nilai Indeks Kesamaan Sorenses Kuantitatif

IS

April Mei Juni

ID

April 1 0,64 0,26

Mei 0,36 1 0,33

Juni 0,74 0,67 1

Keefektifan Penggunaan Jenis Atraktan

Penggunaan berbagai macam atraktan pada metode perangkap menunjukkan hasil yang berbeda. Semut memiliki ketertarikan terhadap atraktan ikan laut yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan atraktan keju dan air gula. Pada perangkap dengan atraktan ikan laut, ditemukan rata-rata 42 individu semut, sedangkan keju dan air gula masing-masing ditemukan rata-rata 3 dan 1 individu (Gambar 5). Camponotus sp., Polyrhachis sp., dan Oecophylla sp. merupakan semut yang umumnya ditemukan pada perangkap dengan atraktan ikan laut. Perangkap dengan atraktan berupa keju lebih sering diganggu oleh Macaca fascicularis yang hidup di kawasan SMMA.

(16)

2

Gambar 5 Rata-rata individu semut yang terperangkap pada perangkap dengan atraktan daging ikan laut (a), keju (b), dan gula (c).

PEMBAHASAN

Potensi keragaman semut pada kawasan SMMA terlihat dari jumlah jenis yang ditemukan. Jumlah genus semut yang ditemukan dalam penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kebun cabai (6 genus) (Annie et al., 2007), namun lebih rendah jika dibandingkan pada persawahan (22 genus) (Setiani et al. 2010). Dalam penelitian ini, jumlah subfamili yang ditemukan lebih banyak jika dibandingkan dengan laporan Dakir (2009), yaitu penambahan subfamili Ecitoninae. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu teknik, waktu, dan tipe vegetasi pengambilan sampel. Camponotus, Oecophylla, dan Polyrhachis merupakan genus dengan jumlah individu yang banyak ditemukan. Camponotus dan Oecophylla dilaporkan bersarang di S. caseolaris (Nielsen 1997; 2000; Offenberg et al. 2006). Nielsen (2000) melaporkan Camponotus memiliki sarang berukuran kecil dan tersebar di batang S. caseolaris, sedangkan Oecophylla dan Polyrhachis sering kali bertindak sebagai predator utama yang aktif menyambangi S. caseolaris.

Camponatus sp. memiliki kelimpahan yang paling tinggi. Berdasarkan laporan Nielsen (2000) pada S. alba, dari total 278 sarang yang ditemukan di dalam batang sekitar 81% merupakan sarang dari Camponatus sp.. Camponatus sp. memiliki sarang yang berukuran kecil dan tersebar memungkinkan genus ini dapat beradaptasi dengan baik pada S. caseolaris. Polyrhachis sp. dengan kemerataan yang tinggi, baik pada metode penadah maupun perangkap. Pergerakan Polyrhachis sp. yang aktif

mencari makan mengelilingi pohon S. caseolaris dan tertarik dengan atraktan ikan laut, menyebabkan genus ini menjadi salah satu genus dengan kelimpahan yang tinggi. Ketiga genus tersebut diketahui berinteraksi tropobion dengan Homoptera dan larva Lycanidae. Interaksi tropobion adalah interaksi semut dan tumbuhan, dimana semut mendapatkan akses ke sumber makanan dengan membantu suatu tumbuhan untuk bertahan hidup (Lach et al. 2010). Offenberg (2004) melaporkan bahwa keberadaan Oecophylla berkorelasi negatif secara langsung maupun tidak langsung dengan keberadaan herbivor pada Rhizophora mucronata Lam.

Beberapa individu semut, yaitu Technomyrmex, Neivamyrmex, Euprenolepis, dan Tetramorium hanya ditemukan pada 1 bulan pengambilan sampel. Penyebaran komposisi dan sebaran genus yang tidak merata pada S. caseolaris dapat disebabkan oleh perilaku mencari makan, struktur koloni, dan keberadaan sarang. Dejean et al. (2007) melaporkan sebagian besar Myrmicinae, Formicinae, dan Dolichoderinae bersarang di bawah tanah, namun para pekerja umumnya mencari makan pada tumbuhan dengan mengumpulkan eksudat ataupun serangga lain misalnya Homoptera.

Nilai Indeks Shannon-Wiener me-nunjukkan diversitas genus dilihat dari jumlah genus dan jumlah relatif dari masing-masing genus. Indeks Evennens menunjukkan komposisi jumlah individu dari masing-masing jenis pada suatu pengamatan. Nilai Indeks Shannon-Wiener pada penelitian ini tergolong rendah, sementara laporan Dakir (2009) ditempat yang sama tergolong sedang. Selain itu Supriatna (2002) melaporkan nilai Indeks Shannon-Wiener individu serangga pada hutan tumbuhan jati masuk ke dalam kategori sedang. Menurut Agosti et al. (2000) studi biodiversitas yang efektif terfokus pada organisme yang memiliki beberapa kriteria, yaitu membentuk grup yang beragam, proporsi besar pada biomassa di suatu area, dan juga menunjukkan pentingnya keberadaannya secara ekologi dalam ekosistem. Setiap organisme berkontribusi untuk kelangsungan ekosistem berperanan penting dalam jaring makanan (Walker & Wood 2005). Nilai indeks Evennens yang rendah dikarenakan komposisi jumlah dari masing-masing genus semut sangat bervariasi, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu siklus hidup; kerapatan; nutrisi; habitat 6

(17)

dan kondisi makanan dan mekanisme dispersal (Schowalker 2006).

Komposisi dan jumlah individu per genus berbeda untuk setiap bulannya. Nilai Indeks Shannon-Wiener dan Evennens pada bulan Juni rendah terutama pada metode perangkap. Selain itu, nilai Indeks Kesamaan Sorensens kuantitatif yang menunjukkan bulan Juni memiliki komposisi yang paling berbeda dibandingkan kedua bulan lainnya. Pada bulan Mei nilai kelembapan lebih rendah dibandingkan bulan April dan Juni. Kelembapan menunjukkan rasio uap air aktual dari udara pada suhu tertentu. Tingginya rasio area permukaan yang kehilangan air pada serangga sangat berbahaya, terutama untuk lingkungan terestrial (Gullan & Cranston 2012). Lingkungan yang lembap me-nyebabkan individu semut tidak aktif bergerak, karena serangga membutuhkan panas untuk beraktivitas.

Berdasarkan kedua metode yang digunakan, metode penadah lebih efektif untuk koleksi semut pada kawasan ini. Pengamatan menggunakan metode penadah lebih banyak mendapatkan genus yang berbeda dengan komposisi yang tidak jauh berbeda dibandingkan metode perangkap. Semakin rendah komposisi masing-masing genus nilai Indeks Evennens juga semakin rendah.

Penggunaan ikan laut sebagai atraktan lebih efektif menarik semut dibandingkan dengan keju maupun air gula. Kebutuhan akan protein menyebabkan beberapa semut, terutama semut predator tertarik pada ikan laut. Beberapa studi menunjukkan dalam pemenuhan kebutuhan akan protein, semut memangsa serangga lain, di antaranya yaitu Myzolocenium sp2, Alecanopsis sp., Bactrocera dorsalis, dan larva hama penggerek tumbuhan kakao (Neilson 2000; Annie et al. 2007; Nuriadi 2011). Secara umum, semut diketahui dapat mengkonsumsi berbagai jenis makanan mulai dari embun madu (honeydew), food bodies, elaiosome (struktur yang dapat berupa lipid atau protein yang menempel pada benih suatu tumbuhan), dan daging ayam (Nielsen. 2000; Lach et al. 2010; Nuriadi 2011). Lach et al. (2010) menyatakan penggunaan atraktan yang umumnya menggunakan protein, lemak, maupun makanan yang kaya akan karbohidrat sangat baik digunakan untuk studi tingkah laku semut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dua belas genus semut yang termasuk dalam 6 subfamili ditemukan pada kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke. Camponotus, Oecophylla, dan Polyrhachis merupakan genus yang dominan. Nilai Indeks Shannon-Wiener dan Evennens semut di kawasan tersebut menunjukkan kategori rendah. Semut predator ditemukan dominan pada S. caseolaris dan berperan sebagai penjaga tumbuhan S. caseolaris dari herbivor yang merugikan.

Saran

Perlu dilakukan pemantauan keragaman semut di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke. Selain itu juga dibutuhkan penelitian mengenai tingkah laku individu semut yang berinteraksi langsung dengan S. caseolaris guna mengetahui lebih lanjut peranannya secara ekologi. Pembaharuan metode penggunaan atraktan diperlukan untuk hasil yang lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Agosti D, Majer DJ, Alonso EL, Schultz RT. 2000. Ants: Standart Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Washington: The Smithsonian Institusion Press.

Anis. 2009. Suaka Margasatwa Muara Angke.

Terhubung berkala

http://bksdadkijakarta.com/kawasan/su aka-margasatwa/ (30 September 2012). Annie PS, Agus N, Ngatimin SN, Zulfitriany DM. 2007. Keanekaragaman musuh alami lalat buah Bactrocera dorsalis Hendel (Diptera: Tephritidae) pada tumbuhan cabai. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel.

Bolton B. 1994. The Identification Guide to the Ant Genera of The World. Cambridge: Harvard University Press. Campbell NA, Reece JB, Urry LA, Cain ML,

Wasserman SA, Minorsky PV, Jackson RB. 2008. Biology 8th ed. San Fransisco: Benjamin-Cummings Publishing Company.

Cronk KJ, Fennessy SM. 2001. Wetland Plants: Biology and Ecology. Florida: Lewis Publisher.

Dakir. 2009. Keanekaragaman dan komposisi spesies semut (Hymenoptera: Formicidae) pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara 7

(18)

2

dan Muara Angke Jakarta. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Dejean A, Corbara B, Orivel J, Maurice L. 2007. Rainforest canopy ants: the implications of territoriality and predatory behavior. Func. Ecosys. & Comm. 1:105-120.

Gullan PJ, Cranston PS. 2012. The Insects an Outline of Entomology Fourth Edition. London: Blackwell Publishing. Krebs CJ. 2001. Ecology:The Experimental

Analysis of Distribution and Abundance 5th ed. New York: Addison Wesley Longman.

Lach L, Parr CL, Abbott KL. 2010. Ant Ecology. United State: Oxford University Press.

Magurran AE. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton Univ Press.

May S. 2006. Invasive Aquatic and Wetland Plants. New York: Infobase Publishing.

Nielsen MG. 1997. Nesting Biology of The Mangrove Mud-Nesting Ant Polyrhachis sokolova Forel (Hymenoptera: Formicidae) in Northern Australia. Insectes Sciaux. 44:15-21.

Nielsen MG. 2000. Distribution of the ant (Hymenoptera: Formicidae) fauna in the canopy of the mangrove tree Sonneratia alba J. Smith in Northern Australia. Aus. J. Entomol. 39:275-279. Nuriadi. 2011. Praktek budidaya kakao dan prospek pemanfaatan semut hitam dan semut rangrang untuk pengendalian hama penggerek buah kakao di

Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Offenberg J. 2004. Observations on the ecology of weaver ants (Oecophylla smaradigna Fabricius) in a thai mangrove ecosystem and their effect on herbivory of Rhizophora mucronata Lam.. Biotropica. 36:334-351.

Offenberg J, Macintosh DJ, Aksornkoae S, Havanon S. 2006. Weaver ant increase prematur loss of leaves used for nest construction in Rhizophora trees. Biotropica. 38:782-785.

Rico-Gray Victor, Oliveira PS. 2007. The Ecology and Evolution of Ant-Plant Interactions. London: The University of Chicago Press.

Schowalker TD. 2006. Insect Ecology : An Ecosystem Approach. London: Elsevier.

Setiani EA, Rizali A, Moerfiah, Sahari B, Buchori D. 2010. Keanekaragaman semut pada persawahan di daerah urban: investigasi pengaruh habitat sekitar dan perbedaan umur tumbuhan padi. J. Entomol. Indones. 7:88-99. Supriatna J. 2002. Inventarisasi hama dan

penyakit jati emas (Tectona grandis L.f.) di Ma'Had Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. [skripsi]. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tomascik T, Janice MA, Nontji A, Kasim

MM. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas Part II. Singapura: Barkeley Books Private.

Walker P, Wood E. The Saltwater Wetland. 2005. New York: Facts On File, Inc.

7 8

(19)
(20)
(21)

.

(22)

Lampiran 1 Deskripsi jenis Subfamili Dolichoderinae

Tapinoma sp.: Memiliki petiole memanjang terlihat dari samping, pygidium dan hypopygidium polos, dan segmen tergite berjumlah 4 terlihat dari samping.

Technomyrmex sp. sekilas petiole tidak terlihat tertutup oleh gaster, pygidium dan hypopygidium polos, kedua mata berukuran moderate hitam, dan terdapat 3 segmen tergite. Subfamili Ecitoninae

Neivamyrmex sp.: Tidak memiliki mata, promesonotal suture vestigial, dan preapical tooth dari pretarsal claws pada tungkai tengah dan belakangnya tidak ada.

Subfamili Formicinae

Camponatus sp.: Memiliki panjang tergite pada gastral pertama kurang dari setengah total panjang gastral, tidak adanya gigi atau duri pada petiole, tidak adanya metapleural gland orifice, mata berukuran moderate, petiole dengan node, dan mandible subtriangular, 12 segmen antenna.

Euprenolepis sp.: Memiliki mesonotum dan anepisternum menyempit-memanjang, maxillary palp dengan 2-4 segmen, adanya metapleural gland orifice, mandible subtriangular, dan 12 segmen antenna.

Oecophylla sp.: Memiliki petiole yang memanjang, mandible subtriangular, dan 12 segmen antenna.

Polyrhachis sp.: Memiliki panjang tergite pertama lebih dari setengah total panjang tergite, adanya duri pada pronotum, propodeum, dan petiole; tidak adanya metapleural gland orifice, mata berukuran moderate, petiole dengan node, dan mandible subtriangular, 12 segmen antenna.

Subfamili Myrmicinae

Cardiocondyla sp.: Memiliki palp formula 5, 3; frontal lobe terpisah berjauhan; antenna 12 segmen; segmen antenna apical dan preapical lebih besar dibandingkan segmen yang lain;petiole node; dan antennal scrobe tidak ada.

Crematogaster sp.: Memiliki petiole yang memanjang, dan antennal scrobe tidak ada. Tetramorium sp.: Mata berada di sisi kepala tepat pada pertengahan kepala, lateral portion of clypeus membentuk dinding pelindung di depan antennal insertion, palp formula, antenna 12 segmen, adanya mata, segmen 2-4 tergite memiliki bentuk yang sama dengan segmen 1,segmen apikal dan preapikal tidak membesar, petiole node; dan antennal scrobe tidak ada. Subfamili Ponerinae

Proceratium sp.: Dengan ciri gigi pada mandible 3 atau lebih, spirakel pada gastral tertutup, pygidium dan hypopygium memiliki bulu-bulu, ada mata, tergite pada segmen pertama menempel dengan kuat, antennal socket terlihat, mandible triangular, dan petiole menempel pada gastral dengan sambungan yang menyempit.

Subfamili Pseudomyrmicinae

Tetraponera sp.: Basal margin dari mandible unarmed, antenna 12 segmen, ada premesonotal suture, hind tibia dengan pectinate apical spur, ada mata, frontal lobes tidak ada, pygidium bulat dan kecil, adanya petiole dan postpetiole.

(23)

Lampiran 2 Sketsa morfologi semut 11

Gambar

Gambar 2  Koleksi sampel semut dengan menggunakan: penadah (a) dan perangkap (b) yang  dipasang pada tumbuhan S
Tabel 2  Jumlah individu semut yang ditemukan pada S. caseolaris dan nilai Indeks Shannon-Wiener (H’)  dan Indeks Evennens (E)
Gambar  4  Semut  pada  S.  caseolaris:  Tapinoma  (a),  Technomyrmex  (b),  Neivamyrmex  (c),  Camponotus sp1  (d),  Camponotus  sp2  (e),  Euprenolepis  (f),  Oecophylla  (g),  Polyhachis  sp1  (h),  Polyhachis  sp2  (i),  Cardiocondyla  (j),  Crematogas

Referensi

Dokumen terkait

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa kelompok tani ini sudah lama terbentuk dan masih eksis

Under PFRS 3 (Business combination), the allocation of the negative difference to the non-current assets, excluding long-term investments in marketable securities is no

Berdasarkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh Universitas Kanjuruhan Malang maka strategi-strategi yang perlu untuk diterapkan oleh

Namun, untuk mengetahui tercapainya tujuan itu perlu dilakukan penelitian yang secara khusus menganalisis pengaruh sikap nasabah BNI dalam penerapan program

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi F sebesar (F=6,514; p > 0,05), hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara layanan bimbingan di sekolah dan

Status of Treaties Depositary Notifications Certified True Copies Opening for Signature UN Journal Photographs Reference-Links Titles and Recent Texts UNTS UNTS Database

Penerapan program e- SPT pada KPP Pratama Medan Kota telah cukup efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam hal penyampaian SPT Masa PPN karena

Berdasarkan hasil analisis dari variasi debit dan konsentrasi, serta kondisi maksimum reaktor dengan volume total reaktor sebesar 1 L, efisiensi penurunan