• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TI NJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, landasan hukum dan prinsip dasar perbankan syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TI NJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, landasan hukum dan prinsip dasar perbankan syariah"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TI NJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian, landasan hukum dan prinsip dasar perbankan syariah

Pengertian Bank Syariah

Ketentuan tentang kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah dalam Undang-undang N0.7 tahun 1992 sangat terbatas, yakni menyangkut kegiatan pembiayaan dan tidak diatur tentang penghimpunan dana, maka diatur kembali dalam Undang-undang yang baru secara lebih jelas dan lengkap baik yang menyangkut penghimpunan dana maupun penyediaan pembiayaan.

Dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Adapun perubahan yang dimaksud adalah dapat melakukan kegiatan usaha secara konvensional diantaranya kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah, pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah serta pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

(2)

Edy Wibowo (2005 : 33) menyatakan bahwa

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank ini tata caranya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.

Muhammad Syafi’i Antonio (2001 : 26) menyatakan bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan :

1. Memenuhi kebutuhan jasa perbnakan yang tidak dapat menerima konsep bunga. Dengan diterapkan konsep perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, maka mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas. Terutama dari segmen masyarakat yang selama ini tidak mau menggunakan sistem perbankan konvensional.

2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini konsep yang diterapkan adalah hubungan antara investor yang harmonis, adapun dalam sistem konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan antara kreditur dan debitur yang antagonis.

3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa bank unggulan. Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang berkesinambungan, membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral.

Dari beberapa defenisi mengenai Bank Syariah di atas dapat disimpulkan bahwa Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan perbankan yang dalam menjalankan usaha yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam. Dalam cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba

(3)

untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

Landasan Hukum Bank Syariah

Bank Umum Syariah didirikan pertama di Indonesia tahun 1992 berdasarkan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No.72 tahun 1991, tentang bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil sedangkan sebagai landasan hukum BPRS adalah UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan dan PP no.73 tentang BPR beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil.

Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan Undang-undang No.10 tahun 1998. Dalam Undang-Undang-undang No.10 tahun 1998 tersebut telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.10 tahun 1998, maka Peraturan Pemerintah NO.72 tahun 1992 dan dicabut dengan Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1998 sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No.10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah tersebut,yaitu:

1. Bank Umum Syariah

Peraturan Bank Indonesia nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan

(4)

prinsip syariah. Kegiatan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut yaitu :

a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32/2/UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tetang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah.

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/34/KEP/DIR tertanggal 12 Mei 1999 tentag Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.

2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dicabut yaitu:

a. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 32/4/UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip syariah

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/36/KEP/DIR tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

3. Bank Konvensional yang membuka Usaha Syariah (Cabang Syariah) a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 32/36/KEP/DIR

tertanggal 12 Mei tentang Bank Umum.

b. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/1/PBI/2002 tanggal 17 Maret tentang perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional

(5)

menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Bank Indonesia nomor 2/27/PBI/2010 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum Konvensional yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah

Muhammad (2002:100) menyatakan bahwa Prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut :

a. Larangan merupakan bunga pada semua bentuk dan jenis jual beli transaksi

b. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajiban dan keuntungan halal.

c. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya. d. Larangan menjalankan monopoli

e. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh islam.

Menurut UU No.12 pasal 1 ayat 13 tahun 1998 :

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah),

(6)

Pembiayaan berdasarkan prinsip penyerahan modal (Musyarakah), Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak atau pihak lain (Ijarah Wa iqtina)

Sofyan safri harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf (2004 : 3)

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah) atau pembiayaan barang berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Istighna)

Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 85) adalah sebagai berikut :

Dalam perbankan syariah prinsip prinsip dasar yang dipergunakan adalah prinsip titipan atau simpanan (Al – Wadiah), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee – bassed service).

Dari beberapa definisi yang dinyatakan di atas maka dapat disimpulkan prinsip-prinsip dari usaha perbankan syariah adalah berdasarkan prinsip wadiah, mudharabah dan prinsip-prinsip lain yang berdasarkan syariah Islam.

(7)

2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105 Akuntansi Mudharabah

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.105 tentang Akuntansi Mudharabah ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah.

Yang menjadi ruang lingkup dalam PSAK No.105 Akuntansi Mudharabah meliputi :

- Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib)

- Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah.

Berikut pengertin beberapa istilah yang digunakan dalam PSAK No.105 : - Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana

pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara merek sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

- Mudharabah muthalaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

- Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan /atau objek investasi.

- Muharabah musyarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

(8)

3. Pengertian dan Prinsip Bagi Hasil

A. Pengertian bagi hasil

Menurut UU No.2 tahun 1960 dalam pasal 1 ditentukan bahwa :

Perjanjian bagi hasil adalah Perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau badan hukum pada pihak lain – yang dalam UU ini disebut penggarap berlandaskan perjanjian dimana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak.

Kemudian Abdullah dalam terjemahan Muhammad (2002 : 104) menyatakan :

“Bank islam dalam melaksanakan kontrak mudharabah membuat kesepakatan dengan nasabah (Mudharib) mengenai tingkat perbandingan keuntungan (profit – ratio) yang ditentukan dalam kontrak. Perbandingan keuntungan tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : kesepakatan dari nasabah (Mudharib), prediksi keuntungan yang akan diperoleh, respon dasar, kemampuan memasarkan barang dan juga masa berlakunya kontrak”.

Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 137) memberikan penjelasan tentang bagi hasil dalam pembiayaan Mudharabah

Prinsip bagi hasil (Profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip berdasarkan kaidah Al – Mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung bank akan bertindak sebagai mudharib, sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing – masing pihak. Disisi lain dengan pengusaha / peminjam dana, bank islam akan bertindak

(9)

sebagai shahibul maal, sementara itu pengusaha berfungsi sebagai mudharib, karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana bank.

Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah kesepakatan yang dibuat antara dua belah pihak. Dalam hal ini nasabah sebagai pengelola dan bank sebagai pemilik dana mengenal tata cara pembagian hasil usaha.

B. Prinsip Bagi Hasil

Muhammad (2002:63) menyatakan bahwa produk pembiayaan Bank Syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil terdiri dari Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah.

1. Al-Musyarakah

Musyarakah adalah kerja sama antara kedua belah pihak tau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

2. Al-Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.

(10)

Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Menurut PSAK No.105 (2009) prinsip pembagian hasil usaha pada pembiayaan mudhrabah adalah :

Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba (profit sharing). Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omzet). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yng berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

Tabel I

Perhitungan Pendapatan Bagi Hasil Uraian Jumalah Metode bagi Hasil

Penjualan 100

Harga Pokok penjualan 65

Laba Bruto 35 Laba bruto (gross profit sharing)

Beban 25

Laba (rugi) neto 10 Bagi Laba (profit sharing)

4. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil 1. Faktor Langsung

Diantara faktor-faktor langsung yang mempengaruhi bagi hasil Investment Rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (Profit Sharing Ratio).

(11)

a. Invesment rate merupakan persentase actual dana yang diinvestasikan dari total dana Jika bank menentukan inevesment rate 80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dihitung dengan pengguna salah satu metode ini, rata-rata saldo minimum bulanan, atau rata-rata saldo harian. Invesment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana actual yang digunakan.

c. Nisbah ( Profit Sharing Ratio)

1. Salah satu cirri Al-Mudharabah adalah Nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian. 2. Nisbah antara satu bank dan bank yang lainnya dapat

berbeda.

3. Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam atu bank. Misalnya : Deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

4. Nisbah juga dapat berbeda antara 1 account dan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.

(12)

2. Faktor tidak langsung

a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.

1. Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (Profit and sharing) pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya rata-rata.

2. Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut pengakuan pendapatan dan biaya.

b. Kebijakan Akunting ( Prinsip dan metode Akunting )

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktifitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

Dari pendapatan yang digunakan di atas, diketahui bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bagi hasil, yaitu faktor-faktor langsung yang terdiri dari Invesment rate, jumlah tersedia untuk diinvestasikan, nisbah yang disepakati. Sedangkan faktor tidak langsung yang tiak mempengaruhi dalam bagi hasil adalah pendapatan dan biaya mudhrabah dan kebijakan akunting yang menyangkut pengakuan dan pengukuran mudharabah.

5. Penerapan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah

(13)

Penerimaan pendapatan bagi hasil yang berasal dari pihak nasabah, Bank Syariah tidak melakukan perhitungan yang rumit. Perhitungan tentang jumlah yang disetorkan kepada bank dilakukan sepenuhnya oleh nasabah. Bank Syariah hanya menerima pendapatan sejumlah yang disetorkan oleh nasabah ke bank.

Menurut Muhammad (2001:92) metode penerimaan pendapatan bagi hasil adalah :

Bagi hasil dibayarkan terpisah dengan angsuran pokok pinjaman. Pada cara ini pendapatan bagi hasil yang diterima oleh Bank Syariah merupakan pembayaran terpisah dari pembayaran angsuran pokok pembiayaan.

Muhammad Syafi’i Antonio (2001:173) memberikan contoh perhitungan bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah :

Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak sebagai shahibul maal dan nasbah sebagai mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya dari modal Rp.30.000.000 diperoleh pendapatan Rp. 5.000.000 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp.2.000.000 selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan dimuka, misalnya untuk nasabah 60% an untuk bank 40%.

(14)

Wiroso, Sofyan Syafri, M. Yusuf (2005:289) memberikan contoh perhitungan dalam pembiayaan mudharabah.

Pada tanggal 10 januari 2001 Bank Syariah memberikan modal pembiayaan mudharabah kepada tuan A sebesar Rp.1.000.000 dengan nisbah yang disepakati 60 utnuk bank dan 40 untuk mudharib.

Pada tanggal 15 januari 2001 dilakukan pembayaran tunai modal mudharabah tahap pertama sebesar Rp.600.000 dan pada tanggal 20 januari 2001 dilakukan pembayaran modal mudharabah tahap kedua sebesar Rp.400.000.

Pada saat pembiayaan mudharabah disetujui, dicatat sebagai komitmen bank syariah sebesar pembiayaan yang disetujui dengan jurnal :

D : Kontra komitmen pembiayaan mudharabah Rp. 1.000.000 K : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp. 1.000.000 Dengan adanya persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut buku besar komitmen (rekening administrasi) bank syariah menunjukkan sebagai berikut :

BUKU BESAR

Komitmen Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-

(15)

Pada tanggal 15 Januari 2001 dilakukan jurnal pembayaran tahap pertama adalah:

D : Pembiayaan Mudharabah Rp.600.000,-

K : Rekening Mudharib Rp.600.000,-

D : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp.600.000,-

K : Kontrak komitmen pembiayaan mudharabah Rp.600.000,- Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai berikut :

BUKU BESAR

Komitmen Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah 15/01 Penyerahan Rp.600.000,- 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,-

BUKU BESAR Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah 15/01 Tuan A Rp.600.000,-

NERACA Per 15 Januari 2001

Aktiva Pasiva

Uraian Jumlah Uraian Jumlah

(16)

Pada taggal 20 Januari 2001 dilakukan jurnal pembayaran tahap kedua sebesar Rp.400.000,- maka oleh bank syariah dilakukan jurnal sebagai berikut :

D : Pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-

K : Rekening mudharabah Rp.400.000,-

D : Kewajiban komitmen pembiayaan mudharabah Rp.400.000,-

K : Kontrak komitmen pembiayaan mudharabah Rp.400.000,- Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai berikut :

BUKU BESAR

Komitmen Pembiayaan Mudharabah

DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah 15/

01

Penyerahan modal Rp.600.000,- 10/01 Tuan A Rp.1.000.000,- 20/ 01 Penyerahan modal Rp.400.000,- BUKU BESAR Pembiayaan Mudharabah DEBET KREDIT

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah 15/01 Tuan A Rp.600.000,-

20/01 Tuan A Rp.400.000,-

NERACA Per 15 Januari 2001

Aktiva Pasiva

Uraian Jumlah Uraian Jumlah

(17)

Dari uraian di atas jelas bahwa bagi hasil dalam pembiayaan (mudharabah) sebenarnya tidak hanya menggunakan 1(satu) metode saja yaitu profit and loss sharing, tetapi juga menggunakan metode revenue sharing yang kesemuanya mutlak dan dapat diterapkan pada bank – bank yang menjalankan aktivitas pelayanan jasanya sesuai dengan prinsip syariah.

Contoh perhitungan :

1. Al-Murabahah

Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang kebank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut Rp. 4.000.000,- dan bank ingin mendapat untung Rp. 800.000,- selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp. 4.800.00,00 . Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp. 200.000,00 per bulan.

2. Al- Mudharabah

Seorang pedagang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana) dan nasabah selaku mudharib (pengelola dana). Caranya dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan.

(18)

Misalnya dari modal Rp. 30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp. 5.000.000,00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu

untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp. 2.000.000,00 selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan dimuka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank.

Sumber : Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 171)

Kedua contoh di atas disajikan untuk memberikan contoh yang lebih jelas perbedaan antara sistem Mudharabah dengan sistem Murabahah.

6. Akuntansi Pembiayaan Mudharabah

6.1. Perlakuan Akuntansi untuk Pembiayaan Mudhrabah

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib)

dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian

ditanggung oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.

Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

- Mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) adalah mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal/pihak bank) memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

(19)

- Mudharabah muqayyadah (investasi terikat) adalah mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal/pihak bank) memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat,cara dan objek investasi.

Dalam operasional mudharabah, bank dapat bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana, maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima : a. Dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam

laporan perubahan investasi terikat dari nasabah; atau b. Dalam mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca

sebagai investasi terikat. Mengenai pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya mudharabah.

Pada prinsip nya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

(20)

6.2. Pengakuan Pembiayan Mudharabah

Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi Mudharabah yang mengatur pengakuan pembiayaan mudharabah pada saat akad adalah sebagai berikut :

A. Akuntansi untuk pemilik dana

1. Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada pengelola dana.

2. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana

3. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang

B. Akuntansi untuk penghasilan usaha

1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. 2. Pengakuan pengahasilan usaha mudharabah dalam

praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pengahsilan usaha dari pengelola dana.

(21)

Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyek hasil usaha.

3. Bagi hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.

C. Akuntansi untuk pengelola dana

1. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya

2. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola ana mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada akuntansi pemilik dana.

3. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengaluran dana syirkah temporer secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.

4. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.

(22)

D. Mudharabah musyarakah

Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudhrabah musyarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudhrabah.

6.3. Pengukuran Pembiayaan Mudharabah

Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi mudharabah yang mengatur pengukuran pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Akuntansi untuk Pemilik Dana

a. Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.

b. Investasi mudhrabah dalam bentuk asset non-kas diukur sebesar nilai wajar asset non-kas pada saat penyerahan:

i. Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatat diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah.

ii. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

(23)

2. Akuntansi untuk Pengelola Dana

a. Bagi Hasil Mudharabah dapat dilakukan dengn menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti pada prinsip pembagian hasil usaha.

3. Mudharabah Musyarakah

a. Dalam musharabah musyarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudhrabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musyarik) memperolah bagian hasil usaha sesuai porsi yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudhrabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.

b. Pembagian hasil investasi mudrahabah musyarakah dapat dilakukan sebagai berikut :

a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil inevstasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musyarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau

(24)

b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musyarik) dan pemilik dana sesuai dengan prosi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musyarik) tersebut diabagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

6.4. Pengakuan Kerugian Mudharabah

Menurut PSAK No.105 (2009) tentang Akuntansi Mudharabah yang mengatur pengakuan keuntungan atau kerugian mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Akuntansi untuk Pemilik Dana

a. Jika investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo inevstasi mudharabah.

b. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.

(25)

c. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana.

d. Dalam inevstasi mudharabah yang diberikan dalam asset non-kas dan asset non-kas tersebut mengalami peurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudhrabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.

e. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh :

a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;

b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau

c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang 2. Penghasilan Usaha

a. Kerugian yang terjadi dalam satu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:

(26)

- Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan

- Pengembalian investasi mudharabah; Diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

b. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.

3. Akutansi untuk Pengelola Dana

Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelakaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.

4. Mudharabah Musyarakah

Jika terjadi kerugisn atas investasi, maka krugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.

6.5. Penyajian dan Pengungkapan Mudharabah Penyajian Mudharabah

a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam pelaporan keuangan sebesar nilai tercatat.

b. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:

a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah; b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah

(27)

dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.

Pengungkapan Mudharabah

a. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada:

- Isi kesepakatan utama usaha mudhrabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudhrabah, dan lain-lain;

- Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;

- Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan

- Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang penyajian Laporan Keuangan Syariah

b. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharbah tetapi tidak terbatas, pada:

- Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;

- Rincian dana syrikah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;

1. Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan

(28)

2. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

6.6. Mudharabah dalam aplikasi perbankan islam

Muhammad Syafi’I Antonio (2001:97) memberikan uraian tentang mudharabah dalam aplikasi perbankan islam sebagai berikut :

Al- Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada penghimpunan dana, Al-Mudharabah diterapkan pada :

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,seperti tabungan haji , dan sebagainya

b. Deposito biasa ;

c. Deposito special, dimana dana dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau modal kerja perdagangan dan jasa.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

(29)

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyada. Dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Adi Warman (2002 : 211) menyatakan bahwa :

Bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana – dana ini dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi. Selanjutnya dana – dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank dalam bentuk pembiayaan – pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Nah, keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana ketiga. Edy Wibowo (2005 : 41) menerangkan bahwa :

Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan tabungan dan deposito. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Bank wajib membaritahu kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberian keuntungan dan atau perhitungan pembiayaan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad. Sedangkan dalam prinsip mudharabah muqayadah merupakan simpanan khusus dimana nasabah penyimpan dana menetapkan syarat – syarat penyaluran dana yang harus diikuti oleh bank.

Abdullah Saeed (2004 : 99) menerangkan bahwa :

Kontrak mudharabah umumnya telah dioperasionalkan dalam sistem perbankan Islam di Timur Tengah dewasa ini. Kontrak ini dalam bank islam kebanyakan dipergunakan untuk tujuan perdagangan jangka pendek (short-term

(30)

commercial) dan jenis usaha tertentu (specific venture). Kontrak tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut pembelian (buying) dan penjualan (selling) barang. Yang indikasinya untuk merealisasikan tujuan utama dari perdagangan yang didasarkan pada kontrak. Dalam hal ini, posisi mudharib bertindak sebagai nasabah bank islam untuk meminta pembiayaan usaha berdasarkan kontrak mudharabah.

Dari beberapa hal yang disampaikan di atas mengenai mudharabah dalam aplikasi perbankan syariah dapat disimpulkan bahwa mudharabah dapat dipandang dari dua sisi yaitu pendanaan dan pembiayaan. Disisi pendanaan pihak bank menjadi mudharib yang akan menjadi shahibul maal dari usaha/proyek dengan sistem bagi hasil.

Manfaat dan resiko Al- Mudharabah

Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001, hal 97) memberikan penjelasan tentang manfaat dari al-mudharabah, yaitu :

a. Manfaat Mudharabah

1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.

2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tepat, tetapi disesuaikan

(31)

dengan pendapatan / hasil usaha bank sihingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih selektif dan hati – hati (prudent) mencari usaha yang benar – benar halal, aman dan menguntungkan, karena keuntungan yang kongkret dan benar – benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

5. Prinsip bagi hasil dalm Al- Mudharabah /Al- Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menarik penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

b. Resiko Al- Mudharabah

Resiko yang terdapat pada Al- Mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, diantaranya :

(32)

1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.

2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah yang tidak jujur.

Selain manfaat diatas, mudharabah juga bermanfaat bagi pihak mudharib yaitu :

1. Untuk membantu penambahan modal dana untuk membantu menambah keuntungan mudharib.

2. Untuk membantu mudharib mengembangkan sayap usahanya misalnya dengan membuka kantor cabang.

3. Memudahkan mudharib untuk melunasi pinjaman karena tidak memakai prinsip bungan seperti bank konvensional.

4. Membantu mudharib untuk menambah asset usahanya apabila mudharabah diberikan dalam bentuk barang.

(33)

6.7. Perbedaan sistem Mudharabah dengan Riba

Muhammad Syakir Sula (2002:340) memberikan penjelasan tentang perbedaan sistem mudharabh dengan riba dalam tabel berikut :

Tabel II

Tabel perbedaan bunga dan bagi hasil

BUNGA BAGI HASIL

1. Penentuan bunga dibuat

padawaktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya presentase berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Pembayaran bunga tetap seperti

yang dijanjikan tanpa

pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek usaha yang dijalankan, bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan hasil.

Beberapa perbedaan lainnya antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat sebagai berikut :

a) Prinsip bermitra (bagi hasil) tidak ada di bank konvensional.

(34)

b) Bank konvensional, menyalurkan beberapa kredit (kredit mobil, kredit rumah, kredit modal kerja, kredit usaha kecil) yang seluruhnya berbasis bunga.

c) Bank konvensional menetapkan return tetap, misalnya 18% pertahun dari plafon kredit, sedangkan return nasabah bisa diatas atau dibawah 18.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Monika Andrasari (2010) dalam penelitiannya berjudul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Mudharabah Di Bank BNI Syariah Cabang Medan”, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga, tingkat bagi hasil dan tingkat pendapatan terhadap simpanan mudharabah di BNI syariah cabang Medan.

Hasil penelitian menunjukka n bahwa Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari hasil regresi bahwa secara keseluruhan variabel independen (tingkat suku bunga BI, tingkat bagi hasil dan pendapatan perkapita) dapat menjelaskan variabel dependen (Volume simpanan mudharabah BNI syariah cabang Medan). Melalui uji F diketahui bahwa seluruh variabel independen (tingkat suku bunga BI, tingkat bagii hasil dan pendapatan perkapita) secara serentak mempengaruhi variabel dependen(volume simpanan mudharabah

(35)

BNI syariah cabang Medan). Melalui uji parsial (t-statistik) diketahui bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan, tingkat bagi hasil tidak berpengaruh dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap volume simpanan Mudharabah di BNI syariah Cabang Medan.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BNI syariah cabang Medan adalah tingkat pendapatan perkapita. Artinya jika semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka semakin banyak pula bagian dari pendapatan tersebut yang di tabung ke BNI syariah cabang Medan.

Lalu menurut penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Erik Rio Indrawan (2006) yang meneliti mengenai pengaruh tingkat bagi hasil dan suku bunga terhadap simpanan mudharabah (studi kasus di BPR syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat bagi hasil berpengaruh tidak signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS syariah Yogyakarta, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS syariah.

Gambar

Tabel II

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan..

Bandura (Silvianawati, 2013:33) menjelaskan self confident /percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan harapan dan

Maka dari itu untuk menjamin hal tersebut penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis proses pengembangan potensi pariwisata di Kota Pekanbaru

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda terima kasih seorang hamba Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda terima kasih seorang

Oleh karena itu pada artikel ini akan dijelaskan kandungan kimia dari beberapa kulit buah berwarna yaitu buah naga, labu kuning dan manggis yang dapat digunakan

Dalam memastikan sadar (melek) al-Quran dapat diterapkan kepada setiap murid Islam, Kementerian Pendidikan Malaysia melalui Jabatan Pendidikan Islam dan Moral (JAPIM) telah

Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi vanilin dari buah vanili untuk digunakan sebagai bahan dasar sintesis dan modifikasi struktur vanilin menjadi vanililaseton, divanililaseton

Ketika link yang dibuat dengan menggunakan nama- nama dari Route yang ada, secara otomatis Laravel akan membuat URI yang sesuai.. • Restful Controllers , memberikan sebuah