• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI MONUMEN MANDALA SEBAGAI KARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI MONUMEN MANDALA SEBAGAI KARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Mengikuti Ujian

Skripsi

Pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh:

ST. HARDIANTI. T

10541 0792 14

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019/2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

iv

Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar. Program Studi Pendidikan Seni Rupa S1.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makasaar. (Dibimbing oleh Andi Baetal Muqaddas dan Meisar Ashari).

Penelitian ini bertujuan: (i)Untuk mengukur eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar (ii) Untuk mengetahui bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa di Kota Makassar. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dengan objek penelitian ini adalah Monumen Mandala, Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu Teknik penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (i) Eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi dari segi bentuk bangunan tidak mengalami perubahan bentuk ataupun tema, Monumen Mandala masih mempertahankan filosofi sejarah perjuangan yang tersirat di dalamnya sehingga eksistensinya sebagai Monumen Pembebasan Irian Barat masih dipertahankannya, akan teteapi dilihat dari banyaknya permasalahan yang muncul salah satunya akibat sarana dan prasarana yang kurang memenuhi standar sehingga menyebabkan menurunnya eksistensi Monumen Mandala di mata masyarakat. (ii) Monumen Mandala memiliki ketiga aspek dalam Fungsi seni, yaitu memiliki fungsi personal, fungsi sosial dan fungsi fisik di dalam sebuah karya seni rupa tiga dimensi.

(7)

v

Artinya, Sesungguhnya amal itu tergantung niat (…)

(Sabda Rasulullah SAW)

“Tidak penting seberapa lambat kita menggapai garis finish,

selagi kita tidak berhenti ditengah-tengah arena. Maka tentukan

pilihanmu dengan tanpa penyesalan” (penulis)

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai

kesanggupannya”

(QS Al Baqarah 286)

Kupersembahkan Dharma Baktiku kepada Kedua orang tuaku tercinta Bapak Tahir dan Mama Juliana terkasih yang dengan susah payah telah membesarkan, mendidik, membiyai dan selalu mendoakan

keberhasilan dan menginginkanku menjadi Manusia yang baik. Serta untuk adik-adikku tersayang Ardi, Agung dan seuruh keluargaku

tercinta.

Terima Kasih juga kepada Sahabat- sahabatku Ayu, Sinar, Ego, Fatul, Ardi, Kak Rep,Kak Amin, Kak Mail , dan teman-teman seperjuangan Pterodactyl

2014, maaf semuanya yang tidak sempat disebutkan namanya. Terima kasih telah ikhlas menemani, memotivasi dan mendoakan serta memberi dukungan moralnya. Tak lupa pula kepada para dosen dan terkuhus kepada

dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi arahan sehingga dapat mewujudkan harapan dalam menggapai gelar sarjana.

(8)

vi

atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar” Shalawat dan salam tidak lupa dikirimkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menunjukkan cahaya bagi umatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperolah gelar sarjana pada program Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan berbagai pihak, skipsi ini tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua Ayahhanda Muh.Tahir Tampa, Ibunda Yuliana Tefu, dan saudara-saudaraku Muhammad Ardiansyah Tahir dan Muhammad Agung Permana Tahir. Yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik, mendoakan dan membiayai penulis selama pencarian ilmu. Serta seluruh keluarga yang senantiasa menemani dan memberikan semangat kepada penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan uluran tangan berbagai pihak. Untuk itu penulis yaitu bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Rahman Rahin, SE,.MM. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

(9)

vii Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Dr. A. Baetal Mukaddas, M.Sn. sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis. 5. Meisar Ashari S.Pd., M.Sn. sebagai pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan berbagai pengetahuan selama kuliah sampai penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 Pendidikan Seni Rupa, Saudara-saudara HMJ Pendidikan Seni Rupa (HIMASERA).

Akhirnya hanya skripsi ini yang dapat penulis persembahkan sekiranya dapat memberi sepercik kenangan yang berarti, dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT memberikan pettunjuk kepada kita semua sebagai hamba-Nya.

Billahifiisabililhaq Fastabiqul Khaerat.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar 2020

(10)

viii

SURAT PERNYATAAN ... ii

SURAT PERJANJIAN ... iii

ABSTRAK ... iv MOTO ... v PRAKATA ... vi DAFTAR ISI ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...4 C. Tujuan Penelitian...5 D. Manfaat Penelitian...5 E. Estimasi Penulisan...6

BABII TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ...8

A. Tinjauan Pustaka ...8

B. Kerangka Pikir ...30

BAB III METODE PENELITIAN ...32

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian ...32

(11)

ix

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasa ... 57

BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN ... 78 RIWAYAT HIDUP ...

(12)

x

2. Format Wawancara……..…….…….…….…….…….…….…. 80 3. Dokumentasi……..…….…….…….…….…….…….…………. 82

(13)

11

Gambar Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir ……… 31

Gambar 2. Dena Lokasi Penelitian ………... 33

Gambar 3. Desain Penelitian……….. 34

Gambar 4. Ketidak Seimbangan Ruang Pandang Dengan Badan Monumen.43 Gambar 5. Kondisi Diorama……….. 44

Gambar 6. Bentuk Ruang……….. 45

Gambar 7. Kondisi Ruang………. 45

Gambar 8. Material Rusak………. 45

Gambar 9. Contoh Kegiatan Di Pekarangan Monumen Mandala……. 48

Gambar 10. Monumen Mandala Tampak Luar………. 49

Gambar 11. Foto Skema Struktur Monumen Mandala……….. 50

Gambar 12. Puncak Monumen Mandala……… 51

Gambar 13. Pelataran Atas / Ruang Pandang……… 51

Gambar 14. Badan Monumen ……… 52

Gambar 15. Pelataran Bawah………. 52

Gambar 16. Tiang Puncak……….. 53

Gambar 17. Relief Lidah Api (Puncak Monumen) ……… 54

Gambar 18. Relief Lidah Api (Badan Monumen) ………. 54

Gambar 19. Relief Bambu Runcing……… 55

Gambar 20. Relief Sejarah Mandala (Eksterior) ……… 55

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara di asia tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia, serta antara samudra Pasifik dan samudra Hindia (wikipedia bahasa Indonesia). Indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia dengan banyak provinsi yang memiliki ibuKotanya massing-masing dimana disetiap ibu Kotanya terdapat berbagai bangunan saksi sejarah yang melatar belakangi terbentuknya Kota-Kota disetiap provinsi di Indonesia.

Sejarah yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari unsur seni rupa yang mendukung proses dalam kehidupan manusia, hal ini dapat dilihat dari perkembangan seni rupa mulai sejak zaman purbakala hingga era modern, seni rupa dapat dikatakan sebagai sejarah yang tua dalam batas-batas tertentu, karena itu seni rupa telah ada sejak manusia mengenal peradaban. Dapat dilihat dari karya-karya yang ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti yang terlihat dihampir semua gua yang ada di Indonesia, memiliki ornamen, atau lukisan sederhana yang disampaikan oleh manusia terdahulu sebagai bukti bahwa seni rupa ada sejak dulu hingga sekarang. Inilah yang harus di jaga dan dipertahankan di era modern seperti sekarang ini. Saat ini seni rupa telah menjadi media untuk menampilkan apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Dengan menggunakan kekuatan dari masyarakat, ini mampu mendororng terciptanya gerakan perubahan untuk memanfaatkan kesempatan

(15)

dalam mengembangkan budaya yang telah dipertahankan sejak dulu. Disamping itu, seni rupa juga telah menjadi indikator kebugaran intelektual seseorang dalam hal ini banyak yang menganggap bahwa kualitas seni dipengaruhi oleh kemampuan otak manusia. Kemampuan artistik dan kreativitas dianggap merupakan salah satu karakteristik evaluasi yang suporior dan tidak banyak dimiliki oleh makhluk hidup.

Namun semakin berkembangnya zaman telah mengikis sedikit demi sedikit kebudayaan yang merupakan identitas bangsa Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia lupa bahkan tidak mengenal keberadaan budaya di daerahnya, hal ini kurang lebih disebabkan oleh pengaruh budaya asing terutama budaya Barat yang tanpa kita sadari didukung dengan tekhnologi yang semakin canggih di era modern ini membuat masyarakat Indonesia lebih tertarik pada budaya luar karena rasa penasarannya yang cukup tinggi, pengaruh ini dapat kita lihat pada perilaku dan gaya hidup masyarakat yang seperti orang-orang Barat atau sering disebut kebarat-baratan pengertian itu sebenarnya sudah merujuk pada istilah westernisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, westernis adalah berkiblat ke Barat, berhaluan ke Barat atau terkena pengaruh Barat. Sedangkan westernisasi adalah pemujaan terhadap Barat yang berlebih-lebihan (Departemen Pendidikan Nasional: 2008: 1561). Hal ini sangatlah berdampak negatif pada budaya bangsa Indonesia. Westernisasi haruslah diwaspadai oleh setiap warga Indonesia, karena dampak negatifnya bisa menghilangkan rasa nasionalisme terhadap identitas kebudayaan bangsa Indonesia .

(16)

Maka dari itu kita sebagai warga negara Indonesia patut mengapresiasi budaya lokal dan melestarikannya, ada banyak peninggalan-peninggalan nenek moyang kita yang sampai sekarang ini masih dilestarikan dan patut kita jaga, seperti bangunan-bangunan saksi sejarah yang masih ada hingga sekarang ini. Contohnya monumen-monumen yang ada di Indonesia yang dikenal merupakan salah satu negara yang memiliki monuman yang memiliki fungsi yaitu sebagai peringatan peristiwa bersejarah, salah satu diantaranya yang paling terkenal di Indonesia yaitu monumen Nasional atau biasa dikenal dengan sebutan Monas (Monumen Nasional) yang terletak di Kota Jakarta dan memiliki fungsi selain sebagai peringatan peristiwa bersejarah juga difungsikan sebagai tempat historial, sarana rekreatif dan juga sosialisai.

Menggali lebih dalam khususnya di Kota Makassar juga tidak ketinggalan dari keberadaaan suatu monumen di pusat Kota Makassar, tepatnya di Jl. Jendral Sudirman. Keaslian suatu bangunan yang masih kental dengan nuansa seni rupa, patut kita ketahui lebih mendalam, dijaga dan dilestarikan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat lokal maupun budayawan asing hingga kedunia luar

Monumen Mandala dengan ciri khasnya yang terlihat berbentuk segi tiga dan segi enam memiliki bentuk dan fungsi. Bentuk dan fungsi tersebut merupakan suatu yang dapat mewakili atau menyatakan sesuatu yang dapat merangsang cara pandang dan pola fikir yang lebih luas dalam diri pembacanya untuk memahami dan memperkaya pengetahuan tentang kajian Monumen Mandala, inilah yang menarik untuk diteiliti. Karena sangat penting

(17)

untuk diketahui khusunya sebagai salah satu sumber informasi tentang bangunan saksi sejarah khususnya pada Monumen Mandala Kota Makassar.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis berkeinginan untuk meneliti “Eksistensi Monumen Mandala Kota Makassar”. Penulisan ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan masalah yang akan diteliti dengan jelas dan sistematis agar tujuan dapat tercapai sesuai yang diharapkan, maka dapat dirumuskan dengan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

2. Bagaimana bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

(18)

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas maka penulisan ini bertujuan memperoleh data dan informasi yang aktual dan benar diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

2. Untuk mendeskripsikan bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

D. Manfaat penulisan

Melalui penulisan ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan apresiasi kita terhadap eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar antara lain :

1. Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan yang berharga untuk kelangsungan eksistensi bentuk Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar, sehingga Monumen Mandala di masa depan dapat lebih baik dan lebih berkembang. 2. Dapat mengetahui bentuk dan struktur Monumen Mandala sebagai karya

seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

3. Dapat mengetahui bentuk dan fungsi dari Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

4. Mahasiswa, diharapkan dapat menjadi bahan referensi pustaka pada program studi pendidikan seni rupa fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

(19)

E. Sistemata Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka

B. Kerangka Pikir

BAB III METODE PENULISAN A. Jenis Dan Lokasi Penulisan B. Variabel Dan Desain Penulisan C. Definisi Operasional Variabel D. Subjek

E. Teknik Pegumpulan Data F. Teknik Analisis Data G. Instrumen

H. Jadwal Penulisan

BAB IV HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penulisan

(20)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka

Pada dasarnya kajian pustaka dilakukan untuk mengetahui sasaran penulisan secara teoritis,dan pada bagian ini akan diuraikan landasan teoritis yang dapat menjadi kerangka acuan dalam melakukan penulisan. Landasan yang dimaksud ialah teori yang merupakan kajian kepustakaan dari berbagai

literature yang relevan dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis.

1. Penulisan Yang Relevan

Beberapa penulisan yang relevan dengan penulisan ini adalah :

a. Hasil penulisan Fatahuddin, 2018. “Makna Simbolik Tugu Perbatasan

Gowa- Makassar di Hertasning Baru”. Skripsi. Jurusan Seni Rupa.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui Makna Simbolik Gapura Perbatasan Gowa- Makassarr di Hertasning Baru. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penulisan ini dapat memberikan gambaran yang jelas, benar, dan lengkap, tentang “Makna Simbolik Gapura Pebatasan Gowa- Makassar di Hertasning Baru”. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah survey dengan melakukan pengamatan secara langsung. Penganalisian data dilakukan dengan cara yaitu hasil observasi, wawancara, dokumentasi (foto) dikumpulkan lalu diadakan kategorisasi data dan interpretasi data dengan merangkum data-data

(22)

yang dianggap penting, kemudian disusun menjadi bagian-bagian untuk diperiksa kebenarannya dan selanjutnya diadakan penafsiran data. selanjutnya yang menjadi sampel dalam penulisan ini adalah beberapa hasil foto gapura perbatasan Gowa- Makassar di Hertasning Baru. Berdasarkan hasil penulisan tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk visual gapura perbatasan kabupaten Gowa- Makassar, dititik beratkan terhadap bentuk badik yang merupakan ciri khas senjata tradisional masyarakat Gowa.

b. Hasil penulisan Muhammad Aksan, 2013 yang berjudul “ kajian bentuk Asi Mbojo ( Istana Bima) di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat”. Skripsi. Penelitan ini bertujuan untuk menelusuri dan mendeskripsikan arsitektur Asi Mbojo (Istana Bima) serta mendeskripsikan struktur Rumah Asi Mbojo menurut filosofi para leluhur tempo dulu. Jenis penulisan ini bersifat kualitatif. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yaitu difokuskan pada objek secara utuh, dengan melibatkan manusia sebagai alat pengumpul data secara induktif. Setelah dilakukan penulisan dan pengelolahan data, hasil penulisan ini menunjukkan bentuk arsitektur Asi Mbojo Istana Bima adalah bangunan bergaya Eropa. Mulai dibangun pada tahun 1927 yang dirancang oleh seorang arsitektur putra Indonesia kelahiran Ambon Obzichter Rehatta. Bangunan permanen berlantai dua yang merupakan panduan arsitektur asli Bima dan Belanda tersebut diselesaikan dengan tempo tiga tahun, dan resmi menjadi Istana Kesultanan Bima pada tahun 1929.

(23)

Pembangunan Istana dilakukan secara gotong royong oleh rakyat-rakyat dibawah pimpinan bumi Jero sebagai kepala bagian pembangunan dan pertukangan sedangkan sumber pembiayaan berasal dari anggaran belanja kesultanan dan uang pribadi sultan. Asi Mbojo sebenarnya berbentuk persegi panjang dengan pintu utama menghadap ke barat. Bangunan terbagi menjadi 3 bagian, dimana bagian utama yaitu (2 lantai) diapit oleh 2 bagian lainnya sebagai pintu masuk utama. Seluruh bagian teras menggunakan konstruksi beton dengan ornamen jendela kaca dibagian atas pilar. Tempat tinggal sultan bersama keluarganya, rumah tempat tinggal bangsawan, pusat pemerintahan, pusat penyiaran agama islam, pusat pengembangan kesenian dan kebudayaan dan pusat keadilan. Adapun proses penerapan bangunan disesuaikan dengan makna simbolis dan filsafat masyarakat setempat bagi masyarakat Bima. Istana Bima merupakan kebutuhan paling pokok dalam kehidupan, keluarga, pemerintahan, peradilan, budaya dan seni. Dalam filsafat masyarakat Bima lama bahwa orang yang baik itu adalah yang berasal dari keturunan yang baik, harus mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tunggang yang lincah. Perbedaan antara kedua penulisan yang di atas dengan penulisan kali ini terletak pada objek penulisan, sedikit perbedaan pada tujuan penulisan.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatahuddin memiliki perbedaan yakni terletak pada objek yang diteliti dan ada beberapa perbedaan

(24)

pada tujuan yang ingin dicapai yaitu objek berupa tugu perbatasan Gowa-Makassar dijalan hertasning baru dengan tujuan adalah untuk mengetahui makna simbolik gapura perbatasan Gowa- Makassarr di hertasning baru. Sedangkan yang dilakukan oleh Muhammad Aksan memiliki perbedaan yang terletak pada objek dan sedikit perbedaan pada tujuan penelitian. Objek yang diteliti yakni Istana Bima (Asi Mbojo) di Jabupaten Bima Nusa Tenggara Barat dengan tujuan untuk menelusuri dan mendeskripsikan arsitektur Asi

Mbojo serta mendeskripsikan struktur Rumah Asi Mbojo menurut filosofi para

leluhur tempo dulu.

Adapun yang akan dilakukani oleh penulis yaitu pada objek Monumen Mandala Kota Makassar dengan tujuan untuk mendeskripsikan eksistensi yang terkait dengan bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

Persamaan antara kedua penelitian di atas dengan penelitian kali ini terletak pada fungsi bangunan, jenis dan pendekatan yang digunakan yaitu fungsi bangunan yang merupakan bangunan peninggalan sejarah dengan jenis yang bersifat deskriptif dengan model pendekatan kualitatif yaitu difokuskan pada objek secara utuh, dengan melibatkan manusia sebagai alat pengumpul data secara induktif. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah survey dengan melakukan pengamatan secara langsung. Penganalisian data dilakukan dengan cara yaitu hasil observasi, wawancara, dokumentasi (foto) dikumpulkan lalu diadakan kategorisasi data dan interpretasi data dengan merangkum data-data yang dianggap penting, kemudian disusun menjadi

(25)

bagian-bagian untuk diperiksa kebenarannya dan selanjutnya diadakan penafsiran data. selanjutnya yang menjadi sampel dalam penulisan.

2. Eksistensi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan.

Dalam kamus filsafat, Bagus (2005:183) eksistensi

Secara etimologi eksistensi/ eksistensialisme berasal dari bahasa inggris yaitu excitence, dari bahasa latin existere yang berarti muncu, ada, timbul, memilih keberadaan aktual. Dari kata ex berarti keluar dan

sistere ysng bersrti muncul atau timbul. Beberapa pengertian secara

terminologi, yaitu pertama, apa yang ada, kedua, apa yang memiliki aktualitas (ada), dan ketiga adalah segala sesuatu (apa saja) yang di dalam menekankan bawa sesuatu itu ada, (Bagus,2005:183).

Sedangkan menurut Abidin (2007:16) pengertian eksistensi adalah

suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksitensi tidak bersifat kaku dan berhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya (Abidin 2007:16).

Sedangakan menurut Kirkegaard dalam Hardiman (2007:251) eksitensi adalah “suatu keputusan yang berani diambil oleh manusia untuk menentukan hidupnya, dan menerima konsekuensi yang telah manusia ambil. Jika manusia tidak berani untuk melakukan maka manusia tidak bereksistensi dengan sebenarnya”.

Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan tentang esensia dari segala yang ada. Karena memang sudah ada. Tak pernah ada persoalan.

(26)

Tetapi bagaimana sesuatu ada berada dan untuk apa berada, Maksum (2008: 364). Konsep ada dalam dunia juga diperkenalkan oleh Heidegger untuk memahami segala keberadaan manusia. Bahwa manusai hidup dan mengungkap akan keberadaannya dengan meng-ada di dunia, Hadiwijiono (2019:364).

Ada- dalam yang digunakan oleh Heidegger, Maksum (2008:218-220) ialah mengandung arti yang dinamis, yakni mengacu pada hadirnya subjek yang selalu berproses. Begitu juga dunia yang dihadirkan oleh Heidegger merupakan dunia yang dinamis, hadir dan menampakkan diri, bukan dunia tertutup, terbatas dan membatasi manusia. Jadi, “ada” dalam dunia tidak menunjuk pada beradanya manusia didalam dunia seperti beradanya karung atau baju dalam almari, melainkan mewujud dalam realitas dasar bahwa manusai hidup dan mengungkapkan keberadaannya di dunia sambil merancang, mengelola, atau membangun dunianya, Maksum (2008: 218-220).

Persoalan tentang “berada” ini hanya dapat dijawab melalui ontologi dalam artian; jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan tersebut. Satu-satunya “berada”, yang dapat dimengerti sebagai “berada” adalah “beradanya” manusia. Perbedaan antara “berada”(sein) dan “yang berada”(seinende). Istilah “yang berada” (seinende) hanya berlaku bagi benda-benda, yang bukan manusia, jika di pandang pada dirinya sendiri, terpisah dari yang lain, hanya berdiri sendiri, Hadiwijiono (1980:150).

Benda-benda hanya sekedar ada hanya terletak begitu saja di depan orang, tanpa ada hubungannya dengan orang tersebut. Benda-benda akan berarti jika ada hubungannya dengan manusia, jika manusia meenggunakan dan memeliharanya, maka dengan itu benda-benda baru memiliki arti dalam hubungan itu. Sedangkan manusia juga berdiri sendiri, namun ia berada di tempat di antara dunia sekitarnya. Manusia tidak termasuk dalam istilah “yang berada”, tetapi ia “berada”

(27)

keberadaan manusai inilah yang disebut oleh Heidegger sebagai desain. Manusia bertanggung jawab untuk meng-ada-kan dirinya, sehingga istilah “berada” dapat diartikan mengambil atau menempati tempat. Sehingga manusia harus keluar dari dirinya sendiri dan berada di antara atau ditengah-tengah segala “yang berada” untuk mencapai eksistensinya, Hadiwijiono (1980:150).

Sedangakan menurut Kirkegaard eksistensi adalah suatu keputusan yang berani diambil oleh manusia untuk menentukan hidupnya, dan menerima konsekuensi yang telah manusia ambil. Jika manusia tidak berani untuk melakukan maka manusia tidak bereksistensi dengan sebenarnya.

a. Fungsi eksistensi

Melihat melalui pendekatan dan sudut pandang eksistensi manusia menggunakan konsep-konsep eksistensialistik sebagai model suatu pemikiaran. Dari sudut fungsi ini, eksistensialisme dibedakan menjadi dua, Eksistensialisme metodis dan eksistensialisme ideologis.

Menurut Choiril Warsito (2003: 103) Eksitensialisme terbagi atas dua yaitu:

Eksistensialisme metodis adalah bentuk pemikiran yang menggunakan konsep-konsep dasar eksistensialisme manusia, seperti; pengalaman personal, sejarah situasi individu, kebebasan, sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam kehidupan manusia. Sedangkan eksistensialisme ideologi merupakan suatu bentuk pemikiran eksistensialisme yang menempatkan kategori-kategori atau konsep dasar eksistensialisme manusia sebagai satu-satunya ukuran yang sahih dalam membahas setiap problema hidup dan kehidupan manusia pada umumnya. Jenis eksitensialisme ini berusaha mengabsolutkan seluruh kategori-kategori eksistensi manusia sebagai satu-satunya kebenaran Namun yang mendukung dalam semua teori pada pernyataan sebelumnya mengenai eksistensi yang menggunakan

(28)

konsep-konsep eksistensialistik sebagai model suatu pemikiaran ialah fungsi Eksistensialisme metodis.

3. Pengertian Bentuk

Bentuk dalam pengertian seni rupa menurut Djelanti (dalam Ashari, 2016:44) adalah

Titik. Titik tidak memiliki ukuran ataupun dimensi, titik sendiri belum memiliki arti tertentu. Kumpulan dari beberapa titik akan mempunyai arti dengan menempatkan titik-titik itu secara tertentu. Kalau titik kumpul dekat sekali dalam suatu lintasan, mereka akan bersama-sama menjadi bentuk garis. Penerapan garis bersama bisa menjadi bentuk garis. Beberapa bidang bersama bisa menjadi bentuk ruang, titik, garis, bidang dan ruang adalah bentuk-bentuk yang mendasar bagi seni rupa.

Ashari(2016:50) memperjelas bahwa, bentuk mengendalikan dan mengarahkan persepsi penanggap, memandu perhatiannya dengan cara tertentu, sehingga karya akan menjadi jelas, dapat dipahami dan menyatu. Bentuk menata elemen dari karya sehingga memberi tekanan dan menghidupkan sensorik dan nilai ekspresi.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Dharsono (2004) bahwa kategori bentuk dalam mendukung karya seni ada dua macam, yang pertama adalah bentuk visual (Visual form), dan bentuk khusus (Special form) yaitu:

Bentuk Visual ( Visual form) yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni atau kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut. Selanjutnya adalah bentuk khusus (special form), yaitu bentuk yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena bentuk fisik terhadap tanggapan kesadaran emosionalnya.

Ada tiga jenis bentuk menurut buku dwimatra dalam ( Faisal dan Andi Baetal M, 2013: 60-65) yakni :

(29)

b. Bentuk abstraktif : adalah Bentuk Figuratif yang digayakan atau diubah bentuknya. Contohnya wayang kulit/golek, topeng, dekorasi batik dan sebagainya.

c. Bentuk abstrak : adalah bentuk yang menyimpang dari wujud benda-benda atau makhluk yang ada di alam.Diantaranya adalah bentuk geometris seperti balok, tabung, piramid, kerucut dan bola. Jika melihat bentuk karya abstrak kita belum tentu bisa mengenali bentuk dari benda atau makhluk apa yang dimaksud oleh perupa. Karya abstrak merupakan hasil eksplorasi lebih lanjut dari bentuk yang biasa kita lihat, sehingga nilai idenya lebih tinggi. Adapununsur bentuk dalam seni rupa diartikan sebagai wujud yang terdapat didalam.

Adapun Penyusunan bentuk-bentuk dalam ruang yaitu berdasarkan bentuk bidang dasar yang mem-bentuknya maka benda-benda tiga dimensi dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Yang bersisi bidang lurus/datar adalah Benda-benda yang dibangun oleh bidang lurus atau datar antara lain: balok, kubus, dan limas

b. Yang berisi bidang bengkok/lengkung adalah Benda-benda yang dibangun oleh bidang lengkung atau bengkok antara lain: bola dan parabola.

c. Yang bersisi bidang lurus dan bidang lengkung adalah silinder dan kerucut.

(30)

4. Pengertian Seni Rupa

Kata “seni” umum digunakan sebagai pedananan kata inggris yaitu art. Akan tetapi penggunaan kata tersebut secara pasti belum ada keterangan yang dapat memastikan kapan dimulainya, namun diyakini berasal dari bahasa melayu, yang berarti “kecil”. Saat itu untuk membedakan bahasa melayu tinggi dan bahasa melayu rendah pada zaman kolonial. Menurut Jacob Sumardjo (dalam Ashari 2016: 29) dalam sebuah majalah “pujangga biru” tertanggal 10 april 1935, dalam sebuah esai tulisan R.D, yakin “pergerakan 80, telah dipakai kata seni dalam pengertian yang seperti yang sekarang kita pakai, yaitu art.

Dalam esai tersebut termuat kata kata sebagai berikut:

“Seni menjadi „de aller-indivividueelete expresie van der

individueelete emotie’ (kelahiran yang sekhusus-khususnya dari

perasaan yang sekhusus-khususnya). Seni tidak mempedulikan kesusilaan (ethics) lagi, tidak ingin memberi petuah. L‟art pour L‟art, seni untuk seni. Ukurannya kedapatan dalam dirinya sendiri”.

Istilah seni jika merujuk pada pernyataan sebelumnya diatas adalah dunia medium antara materialism dunia dan kerohaniaan yang kekal.

Seni adalah sesuatu yang memuat hal-hal yang transedental, sesuatu yang kita kenal sebelumnya, dan kini kita kenal lewat karya seorang seniman.

Seni dan ilmu seni adalah dua konstruk yang harus diebedakan eksistensinya. Yang menyoal tentang penghayatan, sedangkan ilmu seni adalah soal memahami atau pemahaman.

(31)

Tidak ada yang dapat memastikan kapan seni mulai dikenal manusia. Namun, jejak-jejak peninggalan manusia dari masa lampau menunjukkan bahwa seni tumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia, (Ashari 2016: 29).

Menurut Ensiklopedeia Indonesia dalam (Margono dan Abdul Aziz, 2010:3) bahwa:

Seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena karena keindahan bentuknya orang senang melihat atau mendengarnya. Namun tidak semua keindahan (estetika) itu selalu bernilai seni (artistik), karena kenyataannya tidak semua yang indah itu bernilai seni. Banyak keindahan-keindahan yang tidak termasuk dalam karya seni.

Menurut Margono dan Abdul Aziz (2010:3) bahwa:

Keindahan seni yang diciptakan manusia, keindahan di luar ciptaan manusia tidak termasuk keindahan yang bernilai seni, misalnya keindahan pantai di Bali, keindahan Gunung Bromo, dan keindahan seekor burung merak, jadi seni merupakan ciptaan manusia yang memiliki keindahan. Bermacam jenis seni, antara lain seni tari, seni musik, seni teater, dan seni rupa. Seni rupa adalah hasil karya seni ciptaan manusia, baik berbentuk dua dimensi maupun berbentuk tiga dimensi yang mengandung atau memiliki nilai keindahan yang diwujudkan dalam bentuk rupa. a. Seni rupa berdasarkan Fungsinya

Dalam buku Mari belajar seni rupa (Margono dan Abdul Aziz, 2010:4) menguraikan seni rupa yang ditinjau dari segi fungsi dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut:

1) Seni rupa murni (fine art),

Yaitu karya seni yang hanya untuk dinikmati nilai keindahannya saja. Karya seni ini bertujuan untuk memenuhi

(32)

kebutuhan batiniah. Seni rupa murni banyak ditemui pada cabang seni grafika, seni lukis, seni patung.

2) Seni rupa terapan (applied art),

Yaitu seni rupa yang memiliki nilai dan kegunaan (fungsional) sekaligus memiliki nilai seni. Karya seni ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis atau memenuhi kebutuhan sehari-hari secara materi, misalnya furniture, tekstil, dan keramik.

Hal yang sama juga ditegaskan dalam buku kritik seni, Ashari (2016:40) bahwa sebuah karya seni, khususnya seni rupa membutuhkan nilai, baik dari sisi intensi maupun konteksnya. Untuk itu secara teoritis dibagi menjadi dua fungsi utama dalam kebutuhan manusia atau dalam kehidupan masayrakat, yaitu:

1) seni murni (fine art).

Menurut Noryan Bahari (dalam Ashari, 2016:40) diciptakan untuk mengkomunikasikan niali-nilai estetis daripada karya seni itu sendiri. Seni murni juga disebutjuga sebagai seni ekspresif atau seni estetis, yang fungsi utamanya mengkomunikasikan pengalaman estetis pencipta pada penikmat seni agar mereka memperoleh pengalaman yang sama dengan pengalaman ciptaannya dengan mengabaikan fungsi ekonomi dan kegunaan fungsi lainnya yang dapat menginterfensi terciptanya sebuah karya seni contohnya seni patung yang mempunyai masalah yang sama halnya dengan seni lukis. Seni patung juga bagian dari seni murni, sejauh tidak melibatkan diri pada pertimbangan untuk kebutuhan terapan. Karena sifatnya, maka seni patung merupakan ungkapan pengalaman estetik yang diwujudkan dalam tiga diemnsi (tiga matra).

(33)

2) seni terapan (applied art)

Sesuai dengan namanya terapan yang berarti seni terap, merupakan karya seni rupa yang kelahirannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis atau memenuhi kebutuhan sehari-hari secara materil. Produk karyanya selalu mempertimbangkan keadaan pasar dan estetis, sebab orientasinya lebih mengarah pada produk benda pakai masyarakat banyak. Aspek komersil menjadi cirri utama dari seni rupa terapan.

b. Seni rupa berdasarkan bentuk/ dimensinya

Menurut Margono dan Abdul Aziz (2010:4) seni rupa berdasarkan bentuk/ dimensinya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1) Dua dimensi (dwimatra),

Yaitu bentuk karya seni rupa yang mempunyai ukuran panjang dan lebar yang hanya bisa dilihat dari satu arah. Misalnya, wayang kulit, tenun dan batik.

2) Tiga dimensi (trimatra),

Yaitu bentuk seni rupa yang dapat dilihat dari segala arah dan memiliki volume (ruang). Misalnya, rumah adat, senjata tradisional, seperti rencong dan pedang, serta patung.

5. Tiga Dimensi

Menurut Faisal dan Andi Baetal Mukaddas (2013:58) bahwa pandangan dasar tiga dimensi seperti kubus dapat dipandang dari tiga arah atau terkenal dengan nama The There Basic Views yaitu Pandangan atas (a plane views), Pandangan depan (a front views), dan Pandangan samping (a side views).

Ada beberapa penyususnan tiga dimensi dalam bidang menurut Faisal dan Andi Baetal Mukaddas,(2013:62) sperti berikut:

1. Penjajaran = spatialtension

(34)

3. Satu rusuk berhubunga = edge in contact 4. Tumpukan = overlapping

5. Kait = interlocking

6. Bertusukan = interpenetration

“Yang dimaksud bidang dalam hal ini adalah ia memiliki panjang dan lebar tetapi tidak memiliki kedalaman/tebal ia juga dikelilingi oleh garis-garis. Ia mempertegas batas luar sebuah isi atau volume” (Faisal dan Andi Baetal Mukaddas, 2013:59).

Sedangkan menurut Margono dan Abdul Aziz (2010:4). Tiga dimensi (trimatra), merupakan bentuk seni rupa yang dapat dilihat dari segala arah dan memiliki volume (ruang). Misalnya, rumah adat, senjata tradisional, seperti rencong dan pedang, serta patung.

Bentuk tiga dimensi terdiri atas 3 jenis, yaitu sebgai berikut:

1. benda kubistis adalah benda-benda yang bentuknya menyerupai bangunan kubus (balok). Misalnya, meja, kursi, lemari, bak sampah, kotak pensil, kulkas, dan sebagainya.

2. Benda silinder adalah benda-benda yang bentuknya menyerupai silinder (elips). Misalnya, botol, gelas, piring, mangkuk, teko, dan sebagainya. 3. Benda yang memiliki bentuk bebas adalah benda-benda yang bentuknya

tidak beraturan. Misalnya, buah-buahan, pepohonan, batu-batuan, dan benda-benda alam lainya.

(35)

6. Pengertian Karya

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), karya adalah pekerjaan, hasil perbuatan, ciptaan (terutama hasil karangan). Hasil ciptaan yang bukan saduran, salinan ,atau terjemahan, tiruan. Ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yang melihat, mendengar, atau merasakan.

Menurut De Witt H. Paker (dalam Ashari 2016: 36) bahwa:

Karya seni adalah sarana kehidupan estetik, maka dengan karya seni, kemampuan dan pengalaman estetik menjadi bertambah kental dan menjadi milik bersama sebagian dari nafas dan jiwa masyarakat. Demikian juga tiap karya seni menjadi pangkal eksperimen baru yang menyebabkan ungkapan seni dari kehidupan ketaraf semakin tinggi. Jelas bahwa suatu konsep yang lengkap tentang kesenian yang harus meliputi keawetan dan komunikasi ungkapan.

Menurut filsafat bahasa (linguistik), karya seni pada dasarnya bersifat fisik. Makna „karya seni‟ dapat dipakai secara berbeda, namun berujuk pada kata yang sama yaitu:

a. karya seni sebagai objek seperti batu, patung, lukisan, sastra, musik dan sebagainya.

b. ada distingsi antara „fisik‟ dan „perwujudan‟ (manifestasinya), tetapi bukan merupakan distingsi antara dua objek yang berbeda.

Untuk karya seni rupa, pada khususnya adalah sebuah artefak, teks dan membenda, maka karya seni rupa yang diciptakan mulai dari masa lampau hingga saaat ini jumlahnya sangat banyak dan masih dapat kita nikmati. Banyaknya peninggalan artefak yang dibuat manusia sejak awal perkambangannya hingga saat ini dapat menjadi sumber penulisan, sebab karya seni rupa lahir dari seorang seniman yang kreatif dan cerdas. Seniman

(36)

selalu berusaha meningkatkan sensibilitas dan persepsinya berdsarkan dinamika kehidupan masyarakat keselera ektetik yang lebih dalam, bukan selerah yang mengarah pada kedangkalan seni (Ashari 2016: 36).

7. Pengertian Fungsi

Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, fungsi merupakan kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan.

Adapun menurut para ahli, definisi fungsi yaitu menurut The Liang Gien dalam Nining Haslinda zainal (skripsi:” Analisis Kesesuaian Tugas Pokok Dan Fungsi Dengan Kompetensi, 2008).

Fungsi merupakan sifatnya pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya. Definisi tersebut memiliki persepsi yang sama dengan definisi fungsi menurut sutarto dalam Nining Haslinda Zainal (2008:22) yaitu fungsi adalah rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh seorang pegawai tertentu yang masing-masing berdasarkan sekelompok aktivitas sejenis menurut sifat atau pelaksanaannya.

Sedangkan pengertian singkat dari definisi fungsi menurut Moekijat dalam Nining Haslinda Zainal (2008:22), yaitu fungsi adalah sebagai suatu aspek khusus dari suatu tugas tertentu.

Adapun sebuah gagasan teori dari Edmund Burke Feldmand, mengenai seni dan beberapa pemikiran seni Feldmand, dituangkan dalam bentuk karya tulisnya seperti: Varieties of visual experience, thingking about art, the artist, dan compotition art yang banyak di ikuti oleh pemikir seni untuk menjabarkan eksistensi karya. Feldmand juga membahas mengenai Fungsi seni dalam bukunya yang berjudul Art as Image and Media. Konsepsi yang menjadi

(37)

pokok permasalahan dalam buku tersebut adalah menyangkut tiga fungsi seni, yaitu: (1) Fungsi personal (Personal Function of art), (2) Fungsi social (The

Social Function of Art) dan (3) fungsi Fisik (the physical Function of art).

Ketiga jenis fungsi seni berikut dijelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi Personal (personal Functions)

Gambar Visual ditulis dengan didahului bahasa sebagai alat komunikasi. Akan tetapi, seni melampaui komunikasi informasi, tetapi juga mengungkapkan seluruh dimensi kepribadian manusia, atau psikologis, keadaan tertentu. Seni adalah lebih dari simbol standar dan tanda-tanda yang digunakan karena pembentukan unsur-unsur, seperti: garis, warna, tekstur, pengirim subliminal makna luar informasi dasar. Keberadaan unsur-unsur ini memberikan maksud dan makna kepada seniman dan penikmat. b. fungsi social (social function)

seni melakukan fungsi sosial jika: (1) Mempengaruhi kelompok manusia, (2) Hal yang dibuat untuk dapat dilihat dan dan digunakan dalam situasi umum, (3) ini menggambarkan aspek-aspek kehidupan bersama oleh semua sebagai lawan jenis pengalaman pribadi. Eksistensi tersebut menunjukkan bagaimana manusia sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk yang mempunyai tanggung jawab atas dirinya, ia terikat pula oleh lingkungan sosialnya. Semua karya seni yang berkaitan dengannya akan juga berfungsi sosial, karena karya seni diciptakan untuk penghayat.

c. Fungsi fisik ( Physical function)

Seni dalam ikatan “fungsi fisik” merujuk pada benda-benda yang dibuat untuk digunakan sebagai wadah. Sebagai sebuah contoh, misalnya: pada desainer industri, mereka menciptakan benda industri, yang dibuat dan dijual untuk konsumen. Seni saling berhubungan dan bertanggung jawab terhadap cakupan wilayah atau lingkungan, baik tampilannya dan cara kerjanya. Selanjutnya

(38)

disini seni berarti lebih daripada menghiasi atau memperindah pada pengertian dasarnya.

Secara teorotis ketiga konsep fungsi seni tersebut dapat menjadi acuan untuk menganalisis eksistensi karya seni secara fundamental. Sebab berbicara karya seni tentu akan membicarakan tentang penilaian, untuk itu perlu adanya pemahaman yang esensial mengenai fungsi seni yang representative dan menyeluruh, Ashari (2016: 31).

9. Pengertian Monumen

Menurut kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI, 2008:298), monumen merupakan tempat atau bangunan yang mempunyai nilai sejarah yang penting dan karena itu dipelihara dan dilindungi. Monumen-monumen tersebut memiliki banyak bentuk dan cirinya tersendiri, sesuai dengan dasar filsafat dan tujuan pendiriannya yang berfungsi sebagai tanda suatu tempat, peristiwa sejarah, atau orang yang terkait dengan tempat monumen berada.

a. Bangunan monumen terbagi dalam dua jenis, yaitu:

1) Bangunan Monumen Tunggal Bangunan monumen tunggal, yaitu monumen yang dicapai dengan memencilkan suatu objek atas objek-objek yang lain. Kesan monumen terjadi atas kesan vertikal. Monumen tersebut terjadi bila antara objek dan ruang tidak saling mengalami perembesan dan penembusan ruang. Selain itu monumen menjadi semakin unik dan semakin tinggi kualitasnya apabila terdapat keseimbangan antar 42 objek dan ruang. Tetapi apabila ada objek lain yang mengganggu “ruang bayangan” monumen, maka keseimbangan tersebut juga akan terganggu dan nilai monumennya akan turun drastis. Monumen jenis ini mempunyai ciri-ciri sederhana, bersih dan polos, tanpa perembesan atau penembusan.

(39)

2)

Bangunan Monumen Kompleks Bangunan monumen kompleks yaitu, bangunan monumental yang terjadi dari suatu desain bangunan-bangunan yang dikelompokkan membentuk cluster. Apabila ada dua objek misalnya X dan Y berdiri membentuk cluster. Maka diantara X dan Y terjadi daya mengeruang yang saling timbal balik, memberi nilai ruang terkait diantara ruang X dan Y. Bangunan monumen ini mempunyai ciri ciri kompleks, permainan tegas dan jelas, merembes dan menembus dan menyangkut nilai-nilai kemanusiaan.

b. Tujuan Monumen

Tujuan Monumen menurut Agastya (2018:64) adalah sebagai upaya manusia untuk mengabadikan bukti peristiwa sejarah, menurut tujuannya monumen dibuat dengan kesengajaan memang unutk sebuah peninggalan, agar generasi yang akan datang tetap mengenang suatu peristiwa sejarah.

c. Fungsi monumen

Fungsi Monumen menurut Agastya (2018:64) adalah sebagai tanda suatu tempat, peristiwa sejarah, atau orang yang terkait dengan tempat monumen berada.

d. Contoh monumen

Adapun beberapa contoh monumen yang dibedakan berdasarkan tujuan dan fungsinya:

1) Monumen Nasional (monas) memiliki tujuan dan fungsi sebagai berikut:

Monument nasional yang terletak di jakarta yang merupakan ikon popule di Indonesia. Berdiri megah setinggi 132 meter Monumen ini berbentuk seperti tugu yang di puncaknya terdapat sebuah lidah api yang terbuat dari lembaran emas

(40)

yang beratnya hampir mencapai 50kg. Dilantai dasarnya terdapat Museum Sejarah Nasional, yang menampilkan diorama-diorama tentang sejarah Indonesia.

,

Bangunan ini berlokasi di Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen ini didirikan bertujuan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari kolonial Hindia Belanda. Monumen ini memiliki fungsi untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan.

Gambar 2.1. Monumen Nasional Kota Jakarta Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia 2). Monumen jalesveva jayamahe memiliki tujuan dan fungsi sebagai

berikut:

Monumen Jalesveva Jayamahe berada di dermaga Ujung Madura, Surabaya. Monumen ini dibangun pada tahun 1993 oleh Pemimpin Kepala Staf TNI Angakatan Laut Maritim Indonesia dan Laksamana TNI Muhammad Arifin. Perancangnya sendiri adalah I Nyoman Nuarta. Monumen ini

(41)

berfungsi sebagai mercusuar bagi kapal-kapal yang berlayar di laut sekitar.

Gambar 2.2. Monumen jalesveva jayamahe.

Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia 3). Monumen panca benua atau groundzero bali memiiki tujuan dan fungsi

sebagai berikut:

Monumen Ground Zero atau Monumen Panca Benua terletak di Legian, Kuta, Bali. Monumen yang selesai dibangun tahun 2003 ini digagas oleh Nyoman Rudana. Monumen ini dibuat bertujuan untuk mengenang para korban bom Bali yang terjadi pada tahun 2002 lalu dan sekarang Setiap tahunnya monumen tersebut banyak difungsikan turis dari anggota keluarga bom Bali datang untuk berdo‟a dan mengenang tragedi mengenaskan ini.

(42)

Gambar 2.3. Monumen panca benua atau groundzero Bali Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia 10. Latar Historis Monumen Mandala di Kota Makassar

Dalam jurnal Wasilah yang berjudul “Redesain Monumen Mandala di Kota Makassar Dengan Pendekatan Bangunan Pintar”

Sejarah singkat monumen pembebasan Irian Barat atau lebih dikenal sebagai Monumen Mandala adalah pengingat atas keberhasilan Indonesia merebut kembali (pembebasan) wilayah Irian Barat – sekarang papua- yang bergolak pada 1962 ke pengakuan ibu pertiwi. Ketika itu Indonesia masih dipimpin presiden pertama RI, Soekarno. Meskipun Indonesia telah memproklamatirkan kemerdekaan hampir 20 tahun, namun belanda masih menguasai wilayah Irian Barat. Sejarah mencatat, perundingan yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda untuk membebaskan irian barat ketika itu semuanya kandas dan berakhir sia-sia tanpa hasil. Akhrinya, pemerintah menggunakan kekuatan militer. Presiden Soekarno Pada Desember 1961 yang mencetuskan tiga komando rakyat atau Trikora. Seokarno mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara yogyakarta, dan mengangkat Mayor jenderal soeharto sebagai panglima serta komando mandala. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan papua bagian Barat dengan Indonesia.Guna

(43)

melancarkan operasi militer ini Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer dari Uni Sovietdan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah traget operasi, yaitu KRI Irian). Dari jenis pesawat pengebom, terdapat 22 unit pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.Semua potensi nasional kala itu dimobilisasi. Mulai pusat hingga daerah, bersiap-siap melakukan langkah militer untuk merebut Irian Barat. Inilah mengapa Monumen Mandala dibangun diKota makassar, karena perjuangan dimulai diKota makassar dan disinlah bermarkas pasukan pembebasan Irian Barat

B. Kerangka Pikir

Dengan melihat beberapa konsep di atas yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, maka dapatlah dibuatkan kerangka atau skema yang dijadikan sebagai kerangka pikir sebagai berikut.

Bagian antara satu dengan yang lain dan dapat digambarkan sebagai berikut:

(44)

Gambar 2.4. Skema kerangka pikir. Sejarah

Monumen Mandala

Hasil Penulisan Bentuk dan fungsi

Eksistensi

(45)

BAB III

METODE PENULISAN

A. Jenis dan Lokasi Penulisan 1. Jenis Penulisan

Jenis penulisan ini termasuk metode “deskriptif kualitatif”, yang artinya metode penulisan yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang biasanya digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, yang mana penulis berperan sebagai instrumen kunci. (Sugiyono, 2008 : 15). Dalam arti lain deskriptif kualitatif ialah berusaha mengungkapkan sesuatu atau memberi gambaran secara objektif sesuatu dengan kenyataan sesungguhnya mengenai Monumen Mandala Kota Makassar.

2. Lokasi Penulisan

Penulisan ini akan dilaksanakan di Jalan jendral Sudirman, Baru, Ujung Pandang Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang sekaligus menjadi tempat berdirinya Monumen Mandala.

(46)

Gambar 3.1. Dena lokasi penulisan

Sumber: https://www.google.com/maps/place/Monumen+Mandala

B. Variabel dan Desain Penulisan 1. Variabel Penulisan

Variabel (Setyosari, 2010 : 108) adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam penulisan. Penulisan ini dilakukan guna memperoleh data tentang bagaimana eksistensi dalam hal ini terkait bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar adalah sebagai berikut:

a. Eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.

(47)

2. Desain Penulisan

Desain penulisan (Setyosari, 2010: 148) merupakan rencana atau struktur yang disusun sedemikian rupa sehingga penulis dapat memperoleh jawaban atas permasalahan-permasalahan penulisan.

Desain penulisan ini digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:

Gambar 3.2. Skema Desain Penulisan.

C. Definisi Operasional Variabel

Untuk memperjelas ruang lingkup variabel, penulis mengemukakan definisi sebagai acuan didalam mengumpulkan data. Definisi yang dimaksud sebagai berikut:

1. Eksistensi bentuk Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar merupakan hal pokok dalam penulisan ini. Yang dimaksud disini adalah pendekatan eksistensi manusia menggunakan konsep-konsep dasar metodis dan ideologis seperti; pengalaman personal, Monumen Mandala Kota

Makassar Analisis

data Penyajian

data Eksistensi Monumen Mandala

sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar

Deskripsi data

Kesimpul an

(48)

sejarah situasi individu, kebebasan, sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam kehidupan manusia (subjek) dan sebagai satu-satunya ukuran yang sahih dalam membahas setiap problema hidup dan kehidupan manusia pada umunya.

2. bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar dalam penulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis bentuk dan fungsi yang terdapat pada Monemen Mandala itu sendiri, dimana bentuk yang mendukung karya seni ada dua, yaitu bentuk visual dan bentuk khusus. Sedangkan fungsi dari Monumen Mandala yang dimaksudkan menggunakan fungsi seni yaitu konsep fungsi personal, fungsi sosial, dan fungsi fisik.

Secara teorotis ketiga kedua pendekatan tersebut dapat dijadikan sebuah acuan untuk mendukung analisis terhadap eksistensi Monumen Mandala secara fundamental.

D. Subjek dan Objek Penulisan

Subjek penulisan adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda, ataupun lembaga organisasi, Yang menjadi subjek penulisan adalah budayawan atau seseorang yang mengetahui Monumen Mandala Kota Makassar. Objek penulisan adalah sasaran atau permasalahan yang akan diteliti, adapun objek dari penulisan ini adalah eksistensi dalam hal ini terkait bentuk dan fungsi yang terdapat pada Monumen Mandala Kota Makassar.

(49)

E. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan mengenai eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar. Penulisn ini adalah penulisan lapangan yang dilakukan di Monumen Mandala Kota Makassar untuk memperoleh data yang diperluakan ditempuh langkah-langkah penulisan lapangan. Adapun teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Diantara berbagai metode penulisan dalam bidang seni, metode observasi tampaknya merupakan metode yang penting dan harus mendapat perhatian selayaknya. Observasi menggunakan gambaran sistematis mengenai peristiwa, tingkah laku, benda atau karya yang dihasilkan dan peralatan yang digunakan. Penggunaan metode observasi secara tepat yang sesuai dengan persyaratan yang digunakan dalam teknik-tekniknya, baik digunakan secara sendiri maupun bersama-sama dengan metode lainnya dalam suatu kegiatan lapangan, akan sangat bermanfaat untuk memperoleh data tepat, akurat, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Rohidi (2011:181) juga menyatakan bahwa metode observasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengamati sesuatu, seseorang, suatu lingkungan, atau situasi secara tajam dan mencatatnya secara akurat dalam beberapa cara. Metode observasi dalam penulisan seni dilakukan untuk memperoleh data tentang karya seni dalam suatu kegiatan dan situasi yang

(50)

relevan dengan masalah penulisan dalam penulisan seni, kegiatan observasi akan mengungkapkan gambaran sistematis mengenai peristiwa kesenian, tingkah laku (kreasi dan apresiasi) dan berbagai perangkatnya (medium dan teknik) pada tempat penulisan (studio galeri, ruang pamer, komunitas) dan dipilih untuk diteliti.

2. Wawancara

Wawancara dibagi menjadi beberapa bentuk dalam melakukan komunikasi lisan yaitu bentuk terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur (Sugiyono,2009:233). Penulisan ini menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur, artinya pedoman wawancara yang digunakan berupa garis besar permasalahan yang digunakan. Sedangkan menurut Rohidi (2011: 208), Wawancara adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang kejadian yang oleh penulis tidak dapat diamati secara langsung, baik karena tindakan atau peristiwa yang terjadi dimasa lampau atau karena penulis tidak diperbolehkan hadir ditempat kejadian itu. Namun demikian, wawancara hanya akan berhasil jika orang atau tokoh yang diwawancarai bersedia dan dapat menuturkan dengan kata-kata tentang cara berlaku yang telah menjadi kebiasaan tentang kepercayaan dan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat dalam hal ini berkaitan dengan praktek-praktek berkesenian, dimana tokoh yang bersangkutan menjadi bagian dari padanya.

(51)

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dapat pula dikatakan sebagai “pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan seperti gambar-gambar dan sebagainya”. (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 211). Teknik ini dilakukan untuk memperkuat data-data sebelumnya, teknik dokumentasi dibutuhkan sebagai alat pengumpul data yang bersifat dokumenter. Sumber informasi dari dokumenter pada dasarnya segala bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan dokumentasi baik resmi maupun tidak, baik diterbitkan maupun tidak.

F. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan mengenai bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar yaitu :

1. Data hasil observasi, Interview atau wawancara dan dokumentasi dikumpulkan dan diperiksa kembali.

2. Menganalisis permasalahan yang ada serta menyusun kembali untuk dikaji lebih lanjut.

3. Mengadakan kategorisasi data dan membuat kriterianya baik data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, maupun hasil dokumentasi. 4. Teknik analisis data adalah non statistik atau analisis kualitatif karena

data yang terkumpul merupakan data kualitatif.

(52)

BAB IV

HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penulisan

Penyajian hasil penulisan dimaksudkan untuk menguraikan secara objektif hasil penulisan melalui observasi secara langsung yang digunakan dalam penulisan ini guna mengidentifikasi “Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar” yang diuraikan dengan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil penulisan yang dilakukan di Monumen Mandala Penulis akan menguraikan hasil penulisan yang didapatkan dari berbagai sumber data. Penulisan yang dikerjakan berdasarkan teori-teori yang dijadikan sebagai rujukan dalam merancang hingga dilakukan sintesa penulisan secara bertahap sesuai dengan metode penulisan melalui riset dan analisis. di bab ini disajikan pembahasan penulisan, mulai dari proses awal penulisan hingga proses akhir sebagai berikut data yang diperoleh oleh penulis :

Monumen Mandala pada dasarnya adalah salah satu bangunan dikota Makassar yang berlokasi dijalan Jendral sudirman merupakan kenangan dari segala daya dan upaya seluruh rakyat Indonesia bangkit melawan penjajahan. Dan sebagai tanda bakti kepada mereka yang telah berjuang untuk Indonesia, maka Monumen Mandala ini dijaga Eksistensinya sebagai Objek wisata di Kota Makassar.

(53)

Bangunan yang megah dan menjulang tinggi ini melekat sejumlah makna di dalamnya berupa simbol, bentuk yang bermaknakan himpunan semangat dan tekad patriotisme para pejuang mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Hal ini yang merupakan suatu pembeda antara bangunan Monumen Mandala dengan bangunan atau monumen lainnya yang ada di Kota Makassar.

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 18 September 2019 dengan Bapak Mappaturung selaku Pengelolah Monumen Mandala (sejak tahun 2000) di Kota Makassar, bahwa :

Monumen Mandala merupakan salah satu bukti perlawanan rakyat daerah Sulawesi Selatan dalam menentang keinginan Nederlansche Indesche Civil

Administratie (NICA) yang membonceng tentara sekutu untuk mengukuhkan

kembali kekuasaannya di Indonesia pada umumnya, dan Sulawesi Selatan khususnya, selain itu monumen ini juga merupakan salah satu bukti perjuagan rakyat Indonesia bagian Timur untuk mempertahankan kedaukatan Republik Indonesia dalam bingkai Negara kesatuan.

Monumen Mandala dibangun di Kota Makassar dan berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 1 Ha, pembangunan dimulai pada tahun 1994 yang diprakarsai oleh H.A.Zaenal Basri Palaguna, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, dan

peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 11 januari 1994 oleh Soesilo Soedirman, Mentri Koordinator Politik dan Keamanan (Mentri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam)) saat itu yang kemudian diresmikan oleh Presiden Republik Indonesai H.M.Soeharto pada tanggal 19 Desember 1995 guna

(54)

mengenang sejarah pembebasan Irian Barat pada tahun 1962. Pembangunan Monumen Mandala menggunakan dana APBD Sulsel tahun 1994 senilai Rp75 miliar.

Untuk menentukan keeksistensian Monumen Mandala, penulis menggunakan konsep-konsep dasar eksistensialisme manusia, seperti pengalaman personal, sejarah situasi individu, kebebasan, sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam kehidupan manusia hal ini dijelaskan dalam teori Soren Kierkegaard

1. Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar

a. Pengalaman personal

Menurut pengalaman personal penulis terlebih dahulu meninjau dari segi struktur bentuk bangunan mulai dari eksterior hingga interior yang mendukung proses eksistensi, dimana pada area eksterior bangunan Monumen Mandala memiliki bentuk yang mirip dengan Monumen Nasioan (Monas) yang terletak di ibu kota Jakarta. Monumen Mandala berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 1 Ha, memiliki tinggi 75 Meter yang terdiri dari empat lantai. Bila diperhatikan dari luar, Monumen Mandala terdiri dari elemen bentuk yang memiliki makna dan fungsi di tiap bentuknya yang selaras dengan sejarah keberhasilan Indonesia merebut kembali Irian Barat. Adapun pada area interior terdapat kesatuan Elemen-elemen yang juga tidak luput dari tinjauan penulis, dimana didalam Monumen Mandala terdapat banyak elemen guna mendukung

(55)

keeksistensian Monumen Mandala, mulai dari tiang puncat Moumen Mandala Hingga pelataran bawah Monumen. Disamping itu penulis juga meninjau elemen yang terdapat di dalam monumen seperti pintu, lantai, dinding, tangga, lift dan yang menjadi pusat perhatian ialah banyaknya Diorama, dan beberapa relief yang menggambarkan sejarah dimasa penjajahan. Namun hasil yang didapatkan kurang memuaskan dalam mendukung eksistensinya. Pasalnya ada beberapa kendala yang membuat proses eksistensi Monumen Mandala menjadi kurang maksimal seperti pada gambar berikut:

1). Ketidak seimbangan pada ruang pandang dengan badan Monumen

Gambar 4.1 ketidak seimbangan ruang pandang dan badan Monumen Mandala

(56)

2). Kondisi Diorama (interior Monumen Mandala)

Gambar 4.2 Keadann Diorama di Monumen Mandala Sumber: St.Hardianti 16 November 2019 3). Bentuk ruangan

Gambar 4.3 bentuk ruangan interior yang melingkar Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

(57)

4). Kondisi ruangan

Gambar 4.4 Kondisi ruangan yang kurang memenuhi standar sirkulasi Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

5). Material rusak tidak tahan lama

Gambar 4.5 kerusakan akibat serangan rayap Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

(58)

b. Sejarah situasi Individu

Selain pengalaman personal, penulis juga perlu memperhatikan aspek sejarah situasi individu untuk menentukan keeksistensian suatu objek penulisan yang diteliti. Yang dimaksud dalam hal ini ialah sejarah situasi yang terjadi di Monumen Mandala. Dari sejarah didirikannya hingga sebab Monumen Mandala harus dilestarikan. Selain Monumen Mandala dikenal sebagai Museum yang menyediakan sarana rekreasi maupun edukasi. Monumen Mandala juga kerap digunakan sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ibukota, kegiatan seni hingga konser musik yang menjadikan bangunan Monumen Mandala sebagai latarnya yang menimbulkan kesan aestetik, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.6 Contoh Kegiatan yang diadakan di pekarangan Monumen Sumber: https://gosulsel.com/2016/09/25/pasar-seni-makassar-2016/

(59)

c. Kebebasan

Aspek kebebasan juga disebut dalam teori Soren Kierkegaard sebagai ukuran untuk membahas eksistensi. Dimana Monumen Mandala bebas mengalami perubahan atas dirinya sendiri, bebas mempertahankan eksistensinya, meningkatkan eksistensinya atau malah sebaliknya. Apapun yang terjadi kemudian adalah sebuah konsekuensi.

d. Sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam kehidupan manusia

aspek terakhir yang dimaksudkan yaitu untuk mencapai sebuah eksistensi Monumen Mandala telah memenuhi aspek ini yaitu sebagai Alat atau sarana yang membahas tentang tema-tema khusus dalam kehidupan manusia yang telah kita ketahui bahwa Monumen Mandala dibuat untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia khususnya masyarakat Sulawesi. Kemudian Monumen Mandala dijadikan sebagai Museum saksi kebenaran sebuah sejarah yang menjadi sarana edukasi, rekreatif, ekonomi, social dan budaya.

2. Bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar.

a. Bentuk Monumen Mandala

Dalam menganalisis bentuk Monumen Mandala, ada dua macam kategori bentuk dalam mendukung karya seni yaitu bentuk visual (visual

(60)

form), dan bentuk khusus (special form). Adapun yang dimaksud dalam

dua macam kategori bentuk tersebut ialah:

1) Bentuk Visual (visual form) yaitu bentuk fisik dari sebuh karya seni atau kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni rupa. Monumen Mandala memiliki bentuk segitiga sama sisi, dan jika diperhatikan dari atas, Monumen Mandala memiliki bentuk segi enam yang merupakan perpaduan bentuk segitiga dan segi enam dan dikelilingi oleh kolam disekelilingnya, kemudian dihiasi oleh relief api yang membara serta relief bambu sebanyak 27 buah , jika kita mendongakkan kepala ke-atas, akan terlihat harde atau penangkal petir yang dibuat seakan-akan mencapai langit.

Gambar 4.7 Monumen Mandala berbentuk segi enam jika dilihat dari sisi atas bangunan

Sumaber: https//www.google/makassar.tribunnews.com/2019/02/17

(61)

Gambar 4.8 Monumen Mandala Tampak luar. Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

Jika melihat pada bentuk fisik, bagunan Monumen Mandala memiliki struktur yang sekilas hampir mirip dengan Monumen Nasional (Monas), hal tersebut dapat kita perhatikan pada struktur bangunan Monumen Mandala sebagai berikut:

(62)

Gambar 4.9 Foto Skema struktur Monumen Mandala Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

(63)

Pada skema diatas dapat dilihat bahwa struktur Monumen Mandala terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a) Puncak

Gambar 4.10. Puncak Monumen Mandala. Sumber: St.Hardianti 16 November 2019 b) Pelataran atas / Ruang Pandang

Gambar 4.11 Pelataran Atas Monumen Mandala Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

(64)

c) Badan Monumen

Gambar 4.12 Badan Monumen Mandala Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

d) Pelataran bawah.

Gambar 4.13 Pelataran Bawah Monumen Mandala Sumber: St.Hardianti 16 November 2019

Gambar

Gambar  Visual  ditulis  dengan  didahului  bahasa  sebagai  alat  komunikasi.  Akan  tetapi,  seni  melampaui  komunikasi  informasi,  tetapi juga mengungkapkan seluruh dimensi kepribadian manusia,  atau  psikologis,  keadaan  tertentu
Gambar 2.1. Monumen Nasional Kota Jakarta  Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia
Gambar 2.2. Monumen jalesveva jayamahe.
Gambar 2.3. Monumen panca benua atau groundzero Bali  Sumber :  https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia 10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara siswa mengerjakan karya seni rupa dua dimensi dengan teknik cetak tinggi dengan pemanfaatan botol bekas sebagai media

Hasil tes kemampuan dalam menggambar objek tiga dimensi dengan perspektif yang benar melalui pengamatan langsung pada pembelajaran seni rupa oleh siswa SMK Negeri

Menurut Nursalam (2005) kemampuan motorik halus adalah kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerak melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot

Era revolusi industri 4.0 telah mempengaruhi dunia pendidikan khususnya peran dan tanggung jawab pengajar. Jika peran pengajar masih sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan (transfering knowledge), maka mereka akan kehilangan perannya seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan metode pembelajaran. Terdapat tiga aspek utama yang menjadi dasar dalam melakukan pengembangan kurikulum seni perguruan tinggi (S1) di Era Disrupsi 4.0. Aspek pertama adalah melakukan integrasi literasi digital, literasi manusia dan keterampilan zaman digital ke dalam kurikulum. Aspek kedua adalah memastikan bahwa keterampilan kerja untuk berhasil di era digital diintegrasikan ke dalam semua silabus atau RPS perkuliahan. Aspek ketiga adalah menindaklanjuti dampak pergeseran peran dan tanggung jawab guru atau dosen terhadap strategi pembelajaran dan memasukkannya ke dalam silabus. . Penting bagi pengajar untuk mengembangkan model pembelajaran. Pemilihan materi, rancangan jenjang studi yang sesuai, sistem sosial, sistem penunjang belajar dan penilaian harus disesuaikan dengan tuntutan