• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNITAS SERANGGA PENYERBUK DI KEBUN BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DESA NGRINGINREJO KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMUNITAS SERANGGA PENYERBUK DI KEBUN BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DESA NGRINGINREJO KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNITAS SERANGGA PENYERBUK DI KEBUN BELIMBING (Averrhoa

carambola L.) DESA NGRINGINREJO KECAMATAN KALITIDU

KABUPATEN BOJONEGORO

Mifta Cahya Giartika

(1)

, Fatchur Rohman

(1)

, Hawa Tuarita

(1)

Program Studi Biologi Universitas Negeri Malang mgiartika@yahoo.com

ABSTRAK

Serangga merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang sangat perlu diungkap untuk mengetahui keadaaan komunitas dilahan perkebunan. Serangga penyerbuk yang membantu dalam proses penyerbukan sampai saat ini masih menjadi kajian penelitian yang berkelanjutan. Keberadaan serangga penyerbuk menunjukkan faktor biotik yang berperan penting dalam menentukan besaran hasil produksi buah belimbing. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat keanekaragaman, tingkat kemerataan, tingkat kekayaan, dan kelimpahan relatif serangga penyerbuk di area Kebun Belimbing. Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dilakukan pada bulan Mei-Juli 2015. Pengambilan serangga penyerbuk menggunakan lahan 2 Ha dari 20,4 Ha yang dibagi menjadi 4 empat area menurut arah mata angin yaitu utara (berbatasan sawah), timur (berbatasan jalan), selatan (berbatasan pemukiman, dan barat (berbatasan sungai). Pengambilan serangga penyerbuk dilakukan secara langsung ditangkap menggunakan Sweepnet. Penangkapan serangga dilakukan pada jam 07.00-11.00 WIB. jenis-jenis serangga yang ditemukan dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H’), kemerataan (E), kekayaan (R), kelimpahan Relatif (KR). Hasil penelitian ditemukan 15 spesies serangga penyerbuk yang termasuk dalam 5 famili. keanekaragaman serangga penyerbuk pada lahan Kebun Belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, pemukiman, dan sungai termasuk dalam kategori sedang, sedangkan kemerataan termasuk kategori tinggi, dan kekayaan termasuk kategori rendah. Serangga penyerbuk yang memiliki kelimpahan relatif paling tinggi adalah Hypolimnas bolina pada area Kebun Belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, dan pemukiman, sedangkan pada area yang berbatasan sungai adalah Xylocopa confusa. Serangga penyerbuk yang berperan penting adalah Hypolimnas bolina, Xylocopa confusa, Polites sp., Xylocopa violacea, Delias hyparete, Catopsilia pomona.

Kata kunci: komunitas, serangga penyerbuk, kebun belimbing, Bojonegoro

PENDAHULUAN

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang berpotensi besar untuk dikembangkan secara komersial dan berpeluang sebagai salah satu buah andalan ekspor Indonesia (Rohaeti, dkk, 2010).Belimbing manis selain dikonsumsi dalam bentuk buah segar,dapat juga dikonsumsi dalam bentuk olahan. Belimbing manis dapat diolah menjadi berbagai macam produk minuman dan makanan yang bercita rasa tinggi dan menarik yang diantaranya adalah jus, jelly,selai, sari buah, sirup, es buah, manisan dan rujak (Cahyono, 2010).Beberapa tahun terakhir produksi belimbing mengalami penurunan. Berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2014) produksi buah belimbing mengalami penurunan. Perkembangan produksi buah belimbing di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 91.788 ton, tahun 2013 sebesar 79.634 ton. Sedangkan luas panen buah belimbing di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 3.193 Ha, tahun 2013 sebesar 3,117 Ha. Penurunan produksi buah belimbing dapat terjadi karena beberapa hal yaitu penurunan luas lahan, serangan hama,

aplikasi pestisida, iklim, dan penyerbukan. Salah satu penurunan produksi buah belimbing dipengaruhi oleh penyerbukan yang kurang optimal. Nursaidah (2013) mengemukakan bahwa pada pertanaman agrikultura dan hortikultural, fertilisasi tanaman dan produksi biji seringkali tidak optimal karena ketidak cukupan serangga penyerbuk di alam. Berbagai usaha untuk meningkatkan hasil produksi telah dilakukan oleh petani belimbing, diantaranya membungkus buah belimbing dengan plastik, menggunakan perangkap petrogenol, dan menggunakan pestisida.

Tanaman berbunga memerlukan bantuan untuk penyerbukan. Bantuan penyerbukan dapat berlangsung oleh faktor abiotik misalnya angin, air, dan biotik yaitu berbagai jenis hewan. Para petani kurang menyadari bahwa memperbanyak buah dapat dilakukan secara biologis dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan yaitu dengan memanfaatkan serangga penyerbuk berupa kupu-kupu, lebah, semut, kumbang, dll. Cara tersebut tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak dan tidak menyebabkan dampak negatif terhadap

(2)

kesehatan manusia yang mengkonsumsi buah. Serangga penyerbuk yang berperan dalam proses penyerbukan adalah dari Ordo Lepidoptera, Hymenoptera, Diptera dan Coleoptera (Hadi, dkk, 2009). Penyerbukan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam sistem budidaya hortikultura. Menurut Liferdi (2008) banyak laporan yang mengungkapkan bahwa terdapat kenaikan produksi tanaman budidaya jika sejumlah koloni lebah diletakkan disekitar lokasi tanaman. Pemeliharaan lebah madu dilokasi pertanaman apel dapat meningkatkan produksi sebesar 30-60%, jeruk 300-400%, anggur 60-100%, dan jagung nyata meningkat 100-150%. Di negara-negara maju lebah madu tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan madu, melainkan untuk dimanfaatkan sebagai polinator tanaman budidaya.

Serangga penyerbuk merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang sangat perlu diungkap untuk mengetahui keadaan komunitas dilahan perkebunan. Apabila data komunitas serangga penyerbuk pada lahan yang berbeda batasannya dapat diungkapkan maka dapat dijadikan informasi untuk pengelolahan perkebunan yang berbasis ekologi. Serangga penyerbuk sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat pengembangan dan penggunaan serangga penyerbuk sampai saat ini masih menjadi kajian penelitian yang berkelanjutan dan merupakan salah satu solusi dari permasalahan dalam meningkatkan hasil panen buah. Berkaitan dengan manfaat dari serangga penyerbuk yang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil panen buah. Maka perlu dilakukan penilitian lebih lanjut terhadapKajian Komunitas Serangga Penyerbuk.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan menggunakan metode survey dan pengambilan sampel di area kebun belimbing secara purporsive sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli2015.Alat yang digunakan Sweep net, roll meter, botol serangga, kertas papilot, kamera,kantong plastik, kardus, klorofom, alat tulis.Luas area kebun belimbing yang digunakan dalam penelitian ini 2 Ha dari 20,4 Ha yang dibagi menjadi empat stasiun yaitu stasiun 1 (bagian utara berbatasan dengan persawahan), stasiun 2 (bagian timur berbatasan dengan jalan), stasiun 3 (bagian selatan berbatasan dengan pemukiman), dan stasiun 4 (bagian barat berbatasan dengan sungai). Pengambilan dilakukan secara sistematis, maka luas masing-masing stasiun yang digunakan adalah seluas 70 m x 70 m. Peta lokasi Kebun Belimbing dapat dilihat pada gambar 1. Penentuan samplingdengan melakukan jelajah melalui jalur track secara diagonal yang ditarik dari setiap sudut lahan untuk mewakili seluruh area lahan penelitian, jarak setiap track

10 m.Pengambilan sampel serangga dilakukan pada pohon sepajang jalur track yang teramati secara visual. Masing-masing stasiun dilakukan pengambilan sampel sebanyak 20 track. Jadi Pengambilan sampel seluruh stasiun dilakukan sebanyak 80 track. Pengambilan serangga penyerbuk dilakukan dengan menggunakan (sweep net) jaring net. Jaring net dapat digunakan untuk menangkap serangga yang aktif terbang. Pengambilan sampel serangga dengan mengayunkan jaring ke kiri dan ke kanan secara bolak balik hingga serangga tertangkap dilakukan pada jam (jam 07.00-11.00 WIB). Pengambilan serangga dilakukan 3 kali ulangan dengan hari yang berbeda. Serangga yang tertangkap dimasukkan kedalam botol serangga, sedangkan jenis kupu-kupu dimasukkan kedalam kertas papilot. Spesies serangga penyerbuk diidentifikasi dengan merujuk pada buku An Introduction to the Study of Insect (Borror et al, 1982) dan Practical Guide to the Buttrflies of Bogor Botanic Garden (Peggie & Amir, 2006).

Gambar 1.Peta lokasi Kebun Belimbing

Data berupa sampel serangga penyerbuk di identifikasi, di diskripsikan, dan dihitung jumlah individu. Data di analisis menggunakan indeks keanekaragaman Shanon-Wienner, Indeks Kemerataan (Evenes), Indeks Kekayaan (Richness), dan kelimpahan relatif.

Indeks Keanekaragaman H’ = -∑ (Pi ln Pi) (Ludwig dalam Dharmawan dkk, 2005). Indeks Kemerataan (Evennes)E = (Ludwig dalam Dharmawan dkk, 2005). Indeks Kekayaan (Richness)R = (Maguran, 1988). Indeks Kelimpahan RelatifKR= x 100% (Odum,1993).

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, serangga penyerbuk yang ditemukan pada area kebun belimbing Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro terdapat 5 Familia mencakup 15 spesies yaitu Catopsilia pomona, Danaus chrysippus, Delias hyparete, Elymnias hypermnestia, Euploea eunice, Euploea mulciber, Hypolimnas bolina, Junonia almana linneaus, Junonia atlites moore, Mycalesis horsfieldi, Papilio memnon linneaus, Papilio polytes, Xylocopa confusa, Xylocopa violacea, Polites sp. Berdasarkan hasil analisis Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, serangga penyerbuk pada tanaman Belimbing di sisi area kebun yang berbatasan dengan sawah (stasiun 1) sebesar 2,12, area kebun yang berbatasan dengan jalan (stasiun 2) sebesar 2,04 area kebun yang berbatasan dengan perkampungan (stasiun 3) sebesar 2,23, dan area kebun yang berbatasan dengan sungai (stasiun 4) sebesar 1,55. Diagram hasil tingkat keanekaragaman, kemerataan, kekayaan serangga penyerbuk dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman E = Indeks Kemerataan R = Indeks Kekayaan Gambar 1. Hasil tingkat keanekaragaman, kemerataan,

kekayaan serangga penyerbuk

Indeks kemerataan (E) serangga penyerbuk pada tanaman belimbing disisi area kebun yang berbatasan dengan sawah (stasiun 1) sebesar 0,85, area kebun yang berbatasan dengan jalan (stasiun 2) memiliki nilai sebesar 0,85, area kebun yang berbatasan dengan pemukiman (stasiun 3) sebesar 0,87, dan area kebun yang berbatasan dengan sungai (stasiun 4) sebesar 0,80. Hasil nilai indeks kemerataan yang didapatkan pada keempat area kebun termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada seragga penyerbuk yang dominan.

Indeks Kekayaan (R) serangga penyerbuk pada tanaman belimbing area kebun berbatasan dengan sawah (stasiun 1) sebesar 2,58, area kebun yang berbatasan dengan jalan (stasiun 2) memiliki nilai sebesar 2,36, area kebun yang berbatasan dengan pemukiman (stasiun 3)

sebesar 2,62, dan area kebun yang berbatasan dengan sungai (stasiun 4) sebesar 1,45. Hasil nilai indeks kekayaan yang didapatkan pada keempat area kebun dalam kategori kekayaan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kurang adanya variasi jenis serangga penyerbuk pada area kebun belimbing.

Kelimpahan relatif tertinggi serangga penyerbuk pada tanaman belimbing disisi area kebun yang berbatasan dengan sawah (stasiun 1) adalah Hypolimnas bolina sebesar 26,76%.Kelimpahan relatif serangga penyerbuk pada tanaman belimbing disisi area kebun yang berbatasan dengan jalan (stasiun 2) adalah Hypolimnas bolina sebesar 28,99%.Kelimpahan relatif tertinggi serangga penyerbuk pada tanaman belimbing disisi area kebun berbatasan dengan pemukiman (stasiun 3) adalah Hypolimnas bolina sebesar 24,49%. Kelimpahan relatif tertinggi serangga penyerbuk pada tanaman belimbing disisi area berbatasan dengan sungai (stasiun 4) adalah Xylocopa confusa sebesar 38,71%. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Hypolimnas bolinadan Xylocopa confusapaling tinggi dibandingkan dengan serangga penyerbuk lainnya.

Serangga penyerbuk diarea kebun Belimbing Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro memiliki tingkat indeks keanekaragaman kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi komunitas serangga penyerbuk masih dalam keadaan cukup stabil.Odum (1993) menyatakan bahwa dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme selalu dalam keadaan seimbang dengan populasi organisme lainnya dalam komunitasnya.

Pada stasiun 1 keanekaragamannya termasuk dalam kategori sedang. Jumlah jenis dan jumlah individunya terbanyak setelah stasiun 3. Kelimpahan serangga pada suatu habitat ditentukan oleh keanekaragaman dan kelimpahan sumberdaya lain yang tersedia pada habitat tersebut (Saragih, 2008). Riyanto dkk., (2011) menambahkan kekayaan flora disekitar lahan dapat mempengaruhi keberadaan dan kelimpahan serangga. Pada stasiun 2 jumlah jenis serangga penyerbuk lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun 3 dan stasiun 1. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan terdapat aktivitas manusia berpengaruh terhadap keberadaan serangga dan tidak ada ketertarikan dengan sekitarnya. Menurut Krebs (1989) kelimpahan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan karakteristik suatu habitat sehingga mempengaruhi kelimpahan tersebut, misalnya kondisi landscape, jarak dari sebuah perairan, rata-rata suhu, curah hujan, dan kelimpahan predator.

Serangga penyerbuk paling banyak ditemukan jumlah jenis dan jumlah individu pada area kebun yang berbatasan dengan pemukiman (stasiun 3). Di sisi area

(4)

kebun ini terdapat bermacam-macam tanaman milik penduduk yaitu jambu, mangga, dll. Hal tersebut berpengaruh terhadap keberadaan serangga penyerbuk. Menurut Amin (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa perbedaan jumlah spesies dipengaruhi oleh tipe pendamping tanamaan. Perbedaanjumlah spesies pada serangga yang berbatasan dengan tanaman jeruk, tanaman brokoli, jalan, dan perumahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk ketersediaan makanan dan tempat tinggal.Apetuley, (2012), menambahkan ketersediaan pakan pada bunga akan memberikan pengaruh yang penting terhadap keanekaragaman serangga.

Nilai indeks keanekaragaman pada area kebun yang berbatasan dengan pemukiman dibandingkan dengan perbatasan sawah, jalan, sungai lebih besar. Kupu-kupu famili Papiliodae pada area kebun berbatasan pemukiman ditemukan 4 individu dan area berbatasan jalan 1 individu. Rahayuningsih, dkk, (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa habitat permukiman memiliki indeks keanekaragaman jenis dan kemerataan jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan habitat lainnya yaitu 3,09 dan 0,87 dan memiliki dominansi 0,07. Tingginya indeks keanekaragaman jenis pada habitat pemukiman menunjukkan habitat ini stabil dan mampu menyediakan sumber daya makanan maupun tempat tinggal yang dibutuhkan oleh kupu-kupu superfamili Papilionoidae lebih baik dibandingkan dengan habitat lainnya.

Nilai keanekaragaman pada stasiun 4 (area kebun berbatasan sungai) termasuk dalam kategori sedang. Pada area kebun ini jarang ditemui kupu-kupu tetapi banyak ditemui capung. Kehadiran kupu-kupu yang sedikit disebabkan karena kurang tersedianya tempat bertelur. Kupu-kupu ketika meletakkan telurnya tidak bisa secara sembarangan, tetapi meletakkan telurnya di dedaunan. Hal ini berguna nantinya pada saat penetasan telur, dedaunan itu menjadi sumber makanan larva hingga mencapai fase dewasa (Shalihah dkk., 2012). Yustitia, (2012) menambahkan bahwa kehadiran kupu-kupu didukung oleh adanya lahan terbuka dan keberadaan tanaman inang kupu-kupu. Jenis capung bayak ditemukan dilahan ini dapat terjadi karena habitat capung terdapat pada daerah perairan. Serangga ini tidak berpotensi sebagai penyerbuk tetapi banyak berperan sebagai predator (Amin, 2015). Kalman (2008) 12 dari 31 famili capung lebih sering dijumpai pada daerah air yang mengalir maupun air yang tenang. Pada stasiun ini (serangga penyerbuk yang banyak ditemukan Xylocopa confusa yaitu sebanyak 24 individu. Jenis ini berperan dalam proses penyerbukan pada tanaman berbunga dan hidup berkoloni. Menurut Erniwati dkk., (2010) jenis serangga sosial mempunyai banyak anggota dalam satu koloni yang memakan serbuk bunga.

Indeks kemerataan menunjukkan jumlah jenis dan jumlah individu dalam hal kemerataannya. Nilai kemerataan lebih dari 0,6 (E>0,6) menunjukkan adanya kemerataan populasi yang tinggi (Odum,1993).Ludwig dan Reynolds (1988) dalam Syaufina dkk., (2007) mengatakan, bahwa kemerataan mengacu pada bagaimana kelimpahan spesies (jumlah individu) merata dalam suatu komunitas. Menurut (Dharmawan, 2005), indeks kemerataan tinggi mengindikasikan adanya kondisi habitat yang heterogen, selain itu tidak ada dominansi jenis pada lahan tersebut. Semakin kecil nilai (E) maka penyebaran jenis tidak merata, sedangkan semakin besar nilai (E) maka penyebarannya merata (Krebs, 1989).Menurut Magurran (1988), nilai indeks kekayaan < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, nilai R = 3,5 – 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan nilai R tergolong tinggi jika > 5.0. Area kebun belimbing terdapat 12 jenis kupu-kupu dan spesies yang terbanyak adalah Hypolimnas Bolina. Kupu-kupu menyukai tempat-tempat yang bersih dan sejuk serta tidak terpolusi oleh pestisida, asap, dan bau yang tidak sedap. Oleh karena itu, kupu-kupu merupakan salah satu spesies dari kelompok serangga yang dipergunakan sebagai indikator terhadap perubahan ekologis. Semakin beragam jenis kupu-kupu di suatu tempat menandakan kondisi lingkungan di wilayah tersebut masih baik (Odum, 1993).

Serangga penyerbuk yang ditemukan pada area kebun belimbing dari ordo Heminoptera dan Lepidoptera. Kelimpahan serangga penyerbuk tertinggi pada stasiun 1, 2, 3 adalah spesies Hypolimnas bolina dan stasiun 4 olehXylocopa confusa. Banyak spesies serangga yang berasal dari ordo Hymenoptera yang sumber makanannya berupa nektar dan polen, yang menyebabkan serangga tersebut berperan sebagai serangga penyerbuk tanaman berbunga (Borror, et al., 1992). Seesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani dkk., (2013) bahwa pada bunga N. oleander yang banyak mengandung polen dan nektar sering dikunjungi oleh ordo Lepidoptera.

Jenis serangga penyerbuk yang berperan penting pada area kebun belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, pemukiman, dan sungai adalah dari ordo Lepidoptera (Hypolimnas bolina, Delias hyparete, Catopsilia pomona) dan ordo Hymenoptera(Xylocopa confusa, Xylocopa violacea, Polites sp.). Serangga penyerbuk pada bungamemiliki organ khusus untuk mengambil nektar yang disebut probosis. Probosis memiliki kemampuan menghisap cairan nektar pada bunga tanaman yang letaknya tersembunyi (Liferdi, 2008). Menurut Susilawati, (2010) Adanya populasi Lepidoptera yang melimpah pada suatu habitat misalnya pada kebun buah akan menguntungkan secara ekonomi sebagai penyerbuk bunga. Suheriyanto,

(5)

(2008)menambahkan dalam hubungan ini serangga maupun tumbuhan saling mendapatkan keuntungan. Serangga mendapatkan nektar atau pollen dari tumbuhan, sedangkan tumbuhan terbantu dalam proses reproduksinya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tingkat keanekaragaman serangga penyerbuk pada area Kebun Belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, pemukiman, dan sungai termasuk kategori sedang, artinya komunitas serangga penyerbuk menunjukkan kondisi cukup stabil. Tingkat kemerataan serangga penyerbuk pada area Kebun Belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, pemukiman, dan sungai termasuk kategori tinggi, artinya tidak ada serangga penyerbuk yang dominan. Tingkat kekayaan serangga penyerbuk pada area Kebun Belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, pemukiman, dan sungai termasuk kategori rendah, artinya kurang adanya variasi jenis serangga penyerbuk pada area kebun belimbing. Kelimpahan relatif serangga penyerbuk paling tinggi diantara serangga lainnya pada area Kebun Belimbing yang berbatasan dengan sawah, jalan, dan pemukiman Hypolimnas bolina, sedangkan berbatasan sungaiXylocopa confusa.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Makinun. 2015. Kajian Distribusi Spasial Dan Temporal Serangga Penyerbuk pada Tanaman Jambu Kristal (Psidium guava L.) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Ajar Siswa SMK Negeri 02 Batu Jurusan pertanian. Tesis.Tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Apituley LF, Leksono SA, Yanuwiadi B, 2012. Kajian Komposisi Serangga Polinator Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) di Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. Kajian Komposisi Serangga. 2(2): 85-96.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan di Indonesia 2010-2013. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Borror, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Cahyono, Bambang. 2010. Cara Sukses Berkebun

Belimbing Manis. Jakarta: Pustaka Mina.

Dharmawan, A., Ibrohim, Tuarita H, Suwono H,Susanto P, 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press. Erniwati, Kahono S, 2010. Peranan Tumbuhan Liar

Dalam Konservasi Serangga penyerbuk

Hymenoptera. Jurnal teknik Lingkungan.10(7): 195-203.

Hadi M, Tarwotjo U, Rahadian R, 2009. Biologi Insekta Entomologi.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kalman VJ, Claunitzer, Viola, 2008. Global Diversity of Dragonfile (Odonata) in Freshwater. Journal Hydrobiologia. 595:351-363.

Krebs, C.J. 1989. Ecologi The Experimental Analysys of Distribution and Abudance. Third Edition and Row. New York: Harper Publisher.

Liferdi, 2008. Lebah Polinator Utama Pada Tanaman Hortikultura. Iptek Hortikultur.(4): 1-5.

Magurran, Anne E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press.

Mustakim A, Leksono AS, Kusuma Z, 2014. Pengaruh Blok Refugia Terhadap Pola Kunjungan Serangga Polinator di Perkebunan Apel Poncokusumo Malang. Jurnal Natural. 2(3): 248-253.

Nursaidah I, Leksono AS, Yanuwiadi B, 2013. Komposisi Serangga Kanopi Pohon Apel di Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika. 1(2): 60-64.

Odum EP, 1993. Dasar – Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Peggie D, Amir M, 2006. Panduan Praktis Kupu-kupu di

Kebun Raya Bogor. Bogor: LIPI.

Rahayuningsih M, Oqtafiana R, Priyono B, 2012. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Superfamili Papilionoidae di Dukuh Banyuwindu Desa Limbangan Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal. Jurnal MIPA. 35(1): 11-20.

Riyanto, Herlinda S, Irsan C, Umayah A, 2011. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator dan Parasitoid Aphis gossypii di Sumatera Selatan. Jurnal HPT Tropika. 11(1): 57-68.

Rohaeti E, Syarief R, Habnullah R, 2010. Perlakuan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatmant) untuk Disinfestasi Lalat Buah dan Mempertahankan Mutu Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.). Jurnal keteknikan pertanian. 24 (1): 45-50.

Saragih SE, 2008. Pertanian OrganisolusiHidup Harmoni dan Berkelanjutan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Shalihah A, Pamula G, Cindy R, Rizkawati V, Anwar ZI, 2012. Kupu-kupu di Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Bandung: UNPAD.

Suheriyanto, Dwi. 2008. Ekologi serangga. Malang. UIN Malang prees.

(6)

Susilawati. 2010. Keragaman Lepidoptera pada Dukuh dan Kebun Karet di Desa Mandiangin Kabupaten Banjar. Jurnal Hutan Tropis.11(29):18-23. Syaufina L, Haneda NF, Buliyansih A, 2007.

Keanekaragaman Arthropoda Tanah Di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Media Konservasi. 12(2): 57 – 66.

Yuliani W, Dahelmi, Syamsuardi, 2013. Jenis-Jenis Serangga Pengunjung Bunga Nerium oleander

Linn. (Apocynaceae) di Kecamatan Pauh, Padang. Jurnal Biologi universitas Andalas. 2(2): 96-102. Yustitia, Senny. 2012. Keanekaragaman dan Kelimpahan

Kupu-kupu di Kebun Botani Upi Bandung Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi. Tidak Dibuplikasikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Dari segi sumber, hadits Aisyah yang juga diriwayatkan oleh Ummu Salamah, nilai kompetensinya lebih tinggi dibanding- kan dengan hadits Abu Hurairah, karena kedua mereka

Mishima sangat menyesali hidupya karea ia luput/kehilangan kesempatan untuk mati pada masa itu, dan ia menganggap hari-harinya setelah perang sebagai sisa hidup

[r]

Strategi memfokus kepada masalah adalah berhubung secara secara positif dan signifikan dengan stail kepimpinan transformasional (r=.35*) tetapi mempunyai

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area

Perasuransian syariah merupakan bagian dari perasuransian pada umumnya yang menggunakan prinsip syariah, yakni prinsip yang dirumuskan dari Hukum Islam, khususnya

Dilakukan analisis hidrologi untuk mendapatkan debit rencana berdasarkan data curah hujan yang telah diperoleh,dilanjutkan dengan analisis hidrolika untuk mencari

Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.. Dalam