BAB V HASIL DAN ANALISIS
5.1. Analisis Struktur Pasar CPO di Pasar Internasional
Negara-negara penghasil minyak nabati khususnya produsen minyak sawit berusaha untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas minyak sawit mentah (CPO) yang dapat diterima dipasar internasional. Persaingan antara komoditas minyak nabati sebagai pemasok kebutuhan bahan baku industri menyebabkan tingginya tingkat persaingan, selain itu adanya negara saingan juga menyebabkan setiap negara produsen berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk konsumen. Negara Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara penghasil minyak nabati terbesar untuk CPO.
Dengan menggunakan rumus Herifindhal Index akan diketahui struktur pasar komoditas CPO di pasar internasional sekaligus mengukur penguasaan pangsa pasar masing-masing negara yang menjadi produsen minyak sawit. Pangsa pasar minyak kelapa sawit Indonesia diukur dengan membandingkan ekspor minyak sawit negara Indonesia dengan total ekspor minyak sawit dunia. Dari hasil analisis diperoleh nilai rata-rata Herifindahl
Index dari tahun 1993 sampai 2006 sebesar 0,5 (Tabel 5.1). Nilai
Herifindhal Index yang mendekati nilai satu menunjukkan bahwa industri minyak sawit atau CPO di pasar internasional menunjukan kecenderungan mengarah ke pasar monopoli. Artinya industri CPO dipasar internasional saat ini didominasi oleh beberapa negara seperti Malaysia dan Indonesia.
Tabel. 5.1 Hasil Analisis Herifindahl Index Negara – Negara
Produsen CPO di Pasar Internasional Pada Tahun 1999-2012
Tahun Nilai Herifindahl Index CPO Nilai CR4 (%) Nilai CR2 (%) 1999 0.47 88 84 2000 0.61 97 94 2001 0.60 95 92 2002 0.59 97 93 2003 0.45 89 86 2004 0.60 97 94 2005 0.47 91 88 2006 0.51 97 94 2007 0.41 88 85 2008 0.48 97 95 2009 0.42 91 89 2010 0.47 97 95 2011 0.41 91 89 2012 0.46 98 96 Rata-rata 0,50 94 91
Sumber : data diolah 2013
Hasil perhitungan terhadap empat negara terbesar produsen CPO (CR4) dengan nilai 94 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwasanya struktur pasar industri minyak sawit atau CPO merupakan pasar yang cenderung oligopoli ketat, karena Negara Malaysia dan Indonesia merupakan negara produsen terbesar penghasil minyak nabati dari kelapa sawit atau CPO.
Dari empat negara eksportir CPO terbesar yaitu Malaysia, Indonesia, Costarica dan Papau Nugini, Negara merupakan produsen terbesar memberikan kontribusi terhadap minyak sawit dunia adalah Negara Malaysia dan Indonesia. Besarnya persentase ekspor CPO negara Malaysia adalah sebesar 51 persen dan Indonesia 44 persen dari total seluruh CPO dunia sedangkan untuk Costarica dan Papua N sebesar 0.5
persen dan 1,29 persen dari total ekspor dunia pada tahun 2006.
Penguasaan pangsa pasar Negara Malaysia dan Indonesia(CR2) dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 dengan nilai konsentrasi CPO di atas 80 persen. Besarnya penguasaan pasar CPO oleh Malaysia dan Indonesia menunjukan kedua negara mendominasi sumber daya CPO di pasar internasional. Untuk rata-rata penguasaan pasar Negara Malaysia dan Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2009 yaitu sebesar 91 persen. Besarnya nilai penguasaan pasar ini menunjukan struktur pasar yang oligopoli ketat antara negara-negara
pengekspor CPO.
5.2. Analisis Keunggulan Komparatif CPO Indonesia di pasar Internasional
Keunggulan komparatif minyak kelapa sawit Indonesia di pasar internasional diukur dengan menggunakan Revealed Comparative
Advantage (RCA). Indeks ini digunakan untuk membandingkan posisi
dayasaing Indonesia dengan negara produsen CPO lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai RCA tahun 2006 Indonesia sebagai salah satu produsen CPO terbesar didunia mempunyai nilai sebesar 45 yang berarti industri CPO Indonesia mempunyai keunggulan komparatif di pasar internasional (Lampiran 3).
Negara Malaysia dan Papua Nugini mempunyai nilai RCA secara rata- rata sepanjang tahun 1999-2012 (Revealed Comparative Advantage) yang lebih besar dari Indonesia. Negara Indonesia mempunyai rata-rata nilai RCA
sebesar 29 sedangkan untuk Negara Malaysia bernilai 42 dan Papua Nugini sebesar 68. Besarnya nilai RCA Negara Malaysia dan Papua Nugini di bandingkan dengan nilai RCA Indonesia merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kedua negara karena mampu menghasilkan CPO yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan masing-masing negara.
Mulai tahun 1999 sampai dengan 2012 negara yang mempunyai keunggulan komparatif lebih unggul di bandingkan dengan negara eksportir CPO lainnya adalah Papua Nugini. Negara Papua Nugini pada tahun 2002 mempunyai nilai RCA yang paling tinggi sepanjang tahun 1993-2006 yaitu sebesar 645, sedangkan Negara Indonesia mempunyai nilai RCA terbesar pada tahun 2004 dan 2005 yaitu sebesar 46. Untuk Negara Malaysia mempunyai nilai RCA terbesar pada tahun 2006-2008 yaitu sebesar 50.
5.3. Struktur, Persaingan dan Strategi Industri CPO Nasional
Perkebunan kelapa sawit sebagai pemasok kelapa sawit di Indonesia diusahakan oleh tiga bentuk pengusahaan yaitu Perkebunan milik Negara, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat. Jumlah pengusahaan perkebunan di Indonesia sangat banyak khususnya yang diusahakan secara swadaya dan Perkebunan Swasta. Jumlah pemasok kelapa sawit yang besar di Indonesia menyebabkan harga kelapa sawit yang berflukuatif mengikuti ketentuan yang berlaku. Harga yang diterima oleh para pengusaha kelapa sawit secara swadaya sering mengikuti harga
perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit, sehingga harga yang diterima oleh para petani lebih rendah dibandingkan oleh harga yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Industri CPO di Indonesia di dominasi oleh Perusahaan Swasta dan Perusahaan Negara. Pabrik CPO di Indonesia saat ini mencapai 420 pabrik dan akan terus bertambah seiring dengan pertambahan luas penanaman sehingga jumlah perusahaan yang ada dalam industri CPO akan semakin banyak. Perusahaan pengolahan CPO di Indonesia untuk saat ini didominasi oleh perusahaan besar swasta (Astra, Asia Agro Lestari, Sinar Mas) yang mempunyai modal besar untuk pembangunan unit pengolahan CPO Jumlah produsen CPO.
Produksi CPO pada awalnya untuk memasok kekurangan minyak nabati di Indonesia. Peluang bisnis yang terbuka di pasar nasional dan internasional menyebabkan komoditi CPO semakin banyak permintaan dari konsumen industri. Pada saat ini minyak nabati di seluruh dunia terdapat 17 jenis dari komoditi yang berbeda. Banyaknya jumlah minyak nabati menyebabkan terjadinya persaingan diantara para produsen minyak nabati yang semakin ketat, selain dari sisi kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas produk.
Perkebunan kelapa di Indonesia saat ini menempati urutan pertama dalam menghasilkan komoditi CPO. Negara di Indonesia diharapkan beberapa tahun kedepan merupakan penghasil dan pengekspor CPO
terbesar didunia menggeser dominasi Negara Malaysia sebagai eksportir terbesar. Ancaman bagi pengusahaan CPO Indonesia adalah dari Negara Malaysia yang mendirikan pabrik pengolahan lebih lanjut dengan memasok CPO dari dalam Indonesia. Banyaknya ekspor CPO Negara Indonesia dalam bentuk minyak mentah menyebabkan keuntungan yang diperoleh Negara Malaysia menjadi lebih besar karena produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah lebih.
Kebutuhan industri terhadap minyak nabati akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri baru. Minyak nabati yang mempunyai produksi besar dan mempunyai kandungan betakaroten adalah minyak sawit (PPKS,2006). Konsumen sebagai pengguna minyak nabati akan mencari komoditi yang dari sisi kualitas baik dan sisi kuantitas yang mampu mencukupi kebutuhan industri. Industri mempunyai banyak pilihan untuk membeli minyak nabati, akan tetapi ketersediaannya di pasaran masih belum pasti. Kelapa sawit mampu menghasilkan buah sepanjang tahun dan tanaman ini tahan terhadap musim kering di bandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Kekuatan pemasok terhadap harga pasar CPO di dalam negeri dan di pasar internasional dipengaruhi oleh harga yang berlaku di pasar berjangka Rotterdam. Pemasok CPO di dalam negeri mengikuti ketentuan harga yang ditetapkan oleh pemerintah lewat kebijakannya setiap bulannya
dengan mengikuti pergerakan harga referensi dari Rotterdam. Dengan penetapan harga yang sudah diatur sehingga menyebabkan posisi tawar pemasok CPO yang lemah di sampiang adanya produk subtitusi minyak CPO.
Strategi yang ada saat ini untuk mendukung perkembangan industri CPO Indonesia yaitu :
1. Strategi Produk
Produk yang sesuai dengan standar mutu akan mampu bersaing dengan produk yang sama dari negara lain. Pada saat ini hampir 90 persen CPO Indonesia diekspor dalam bentuk mentah dan 10 persen untuk produk turunan kelapa sawit. Berbagai syarat tersebut antara lain adalah kadar FFA (free Fatty Acid) berkisar antara 2-5 persen dan mengandung betakaroten tinggi diatas 500 ppm. CPO merupakan minyak mentah sawit yang masih perlu dilakukan pengolahan untuk menjadi suatu produk. Besarnya ekspor kelapa sawit dalam bentuk olahan masih rendah, karena rata-rata kebutuhan industri dinegara konsumen membutuhkan CPO sebagai bahan baku pengganti bahan baku lain yang harganya lebih tinggi. Selain itu dengan sarana dan prasarana pendukung industri hilir yang lengkap serta dukungan teknologi negara kita masih mendominasi dalam bentuk CPO. Strategi pengembangan poduk CPO dapat dilakukan dengan pengolahan
CPO lebih lanjut atau diversivikasi produk sehingga nilai jual menjadi lebih tinggi.
2. Strategi Harga
Harga yang tinggi untuk komoditi CPO di pasar internasional akan menyebabkan produsen meningkatkan penjualannya. Pemasaran keluar negeri dapat dilakukan melalui pasar berjangka, seperti yang dilakukan oleh PT Lonsum, selama tahun 2005-2006 melakukan penjualan CPO melalui pasar berjangka. Penjualan CPO hasil PT Lonsum ke pasar dunia relatif stabil karena mekanisme penjualan yang digunakan adalah sisitem penjualan berjangka atau kontrak 6 bulan kedepan, oleh karena itu meskipun harga dunia melemah, harga penjualan CPO PT Lonsum stabil. Peranan pemerintah dalam menetapkan harga dalam negeri sangat mempengaruhi akan besaran keuntungan yang akan diperoleh para pengusahaan kelapa sawit. Untuk mengatasi lonjakan harga luar negeri yang sering berfluktuasi karena CPO sebagai salah satu minyak nabati yang banyak digunakan sebagai bahan baku biodiesel, pemerintah menetapkan harga dan menetapkan pajak ekspor. Kebijakan ini merupakan salah satu regulasi pemerintah agar pasokan kebutuhan CPO dalam negeri tercukupi. Melalui kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) pemerintah menginstruksikan kepada para pengusaha kelapa sawit agar
kebutuhan CPO dalam negeri tercukupi lebih dahulu. Dengan harga yang tergolong tinggi dipasaran internasional banyak pengusaha yang lebih tertarik menjual CPO keluar negeri.
3. Strategi Promosi
Akses Informasi pasar kelapa sawit sangat penting bagi pengetahuan konsumen industri pengolah kelapa sawit. Melalui promosi yang dilakukan oleh produsen, informasi komoditas yang ditawarkan dapat dikenal oleh para konsumen dalam maupun luar negeri. Berbagai macam informasi melalui promosi dapat diperoleh melaui berbagai media antara lain iklan surat kabar, iklan elektronik (internet, televisi), seminar dan pameran.
Adanya berbagai isu negatif mengenai industri CPO dalam negeri mempengaruhi penjualan CPO keluar negeri. Kurangnya informasi dan promosi di luar negeri sehingga menyebabkan banyak kritik dari LSM di Eropa menyangkut konversi hutan menjadi lahan perkebunan sehingga berdampak pada climate change dan banyaknya flora serta fauna yang dikorbankan untuk tujuan pembangunan lahan perkebunan kelapa sawit. Mengatasi isu yang muncul pemerintah melakukan upaya yaitu mengirimkan delegasinya yang terdiri dari unsur pemerintah dan pengusaha kelapa sawit (Dewan Minyak Sawit Indonesia). Berbeda dengan
Malaysia, mengenai isu negatif yang beredar pemerintah negara ini sudah membentuk suatu organisasi yang mengurusi promosi yang dibiayai oleh para pengusaha eksportir kelapa sawit yaitu Malaysia
PalmOilBoard. 4. Strategi Distribusi
Pemasaran CPO didalam dan ke luar negeri belum mempunyai batasan atau kuota. Setiap produsen CPO yang mampu menghasilkan CPO dan mempunyai jaringan kerjasama dengan para distributor melakukan ekspor, kerena permintaan minyak nabati di pasar internasional yang tinggi. Besarnya ekspor CPO akan mempengaruhi ketersediaan CPO di dalam negeri. Perusahaan besar yang mempunyai kebun dan pabrik pengolahan sendiri mendistribusikan hasil produknya didalam maupun ke luar negeri sudah mempunyai kantor pemasaran, sehingga saluran tataniaganya efektif dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mempunyai kantor pemasaran dan hanya mengandalkan distributor sehingga memperpanjang saluran tataniaga yang berakibat berkurangnya margin keuntungan yang diperoleh perusahaan tanpa kantor pemasaran. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No 339/Kpts/PD.300/5/2007 mengenai pasokan CPO untuk kebutuhan dalam negeri guna stabilisasi harga minyak goreng. Dengan keputusan ini, pengusaha yang tergabung dalam organisasi Gapki
dan Non Gapki wajib menyalurkan CPO kepada kepada Asosiasi Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng. Dengan adanya keputusan ini, pemerintah mewajibkan penyaluran distribusi CPO pada bulan Mei 2007 sebesar 97.525 dan pada bulan Juni 2007 sebesar 102.800 agar mampu menstabilkan harga minyak goreng didalam negeri.
5.4. Perumusan Strategi Peningkatan Dayasaing PT. Cipta Usaha Sejati
Dalam menetapkan strategi dayasaing PT.Cipta Usaha Sejati digunakan alat analisis SWOT dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari industri CPO Indonesia. Poin dalam faktor-faktor tersebut diperoleh dari analisis keunggulan kompetitif, struktur industri CPO di pasar internasional dan komparatif yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah menganalisis keempat faktor yang ada dibentuklah suatu matriks SWOT. Matriks tersebut mencoba untuk mempertemukan keempat faktor yang ada untuk melahirkan strategi yang saling mendukung.
Strategi S-O dirumuskan dengan menggunakan kekuatan dari industri CPO PT.Cipta Usaha Sejati untuk memanfaatkan peluang yang ada, sedangkan strategi W-O dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dari industri CPO PT.Cipta Usaha Sejati untuk memanfaatkan peluang. Strategi S-T dirumuskan dengan menggunakan kekuatan industri CPO PT.Cipta Usaha Sejati untuk mengatasi ancaman,
sedangkan strategi W-T dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal.
Perumusan strategi yang ada dilakukan melalui pembentukan matriks SWOT, dimana matriks ini meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Melalui matriks SWOT dapat dirumuskan alternatif strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan industri CPO PT.Cipta Usaha Sejati yang berdayasaing tinggi dipasar internasional.
5.4.1 Faktor Eksternal 5.4.1.1 Peluang
1) Meningkatnya permintaan komoditi berbahan baku CPO dan turunannya di pasar nasional dan internasional.
Perkembangan kebutuhan masyarakat lokal dan internasional akan bahan bakar nabati akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia. Menurut Sumber Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Ditjen Perkebunan besarnya produksi CPO akan meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2025. Pada tahun 2008 besarnya produksi CPO sebesar 17,8 juta ton dengan jumlah ekspor mencapai 13,08 juta ton, sedangkan untuk konsumsi dalam negeri mencapai 4,22 juta ton.
Tabel 5.2 Ramalan Produksi, Ekspor dan Konsumsi Dalam Negeri Tahun 2008-2025 ( 000 Ton)
S S u S
Sumber : Direkorat Perkebunan dan PPKS, 2007
2) Perundang-undangan serta peraturan untuk CPO baik skala nasional dan internasional.
Dengan diberlakukannya peraturan yang bertaraf nasional (SNI) sehingga produk CPO mempunyai kualitas dan standar yang baik. Konsumen atau industri hilir khususnya dari luar negeri pengguna komoditi CPO selain memperhatikan standar nasional juga memperhatikan persyaratan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yaitu sistem perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Dengan adanya aturan ini menyebabkan semua produsen CPO akan berusaha melaksanakan dengan baik peraturan ini dan merupakan peluang bagi produsen negara Indonesia agar mampu memanfaatkan kondisi ini.
Tahun Produksi Ekspor Konsumsi
D.Negeri 2008 17.800 13.088 4.227 2009 19.100 13.507 4.502 2010 20.400 14.048 4.795 2015 24.800 17.257 6.570 2020 27.400 18.498 8.028 2025 30.200 18.684 8.109
3) Perkembangan harga CPO yang cenderung meningkat dan peningkatan konsumsi produk berbahan baku CPO.
Harga CPO yang cenderung meningkat di pasaran internasional menyebabkan banyaknya ekspor produsen keluar negeri. Naiknya harga CPO didorong oleh kebutuhan industri akan komoditi ini semakin meningkat sedangkan produksi komoditi subtitusi kelapa sawit seperti kedelai dan bunga matahari terbatas akibat adanya bencana alam.
Tingginya permintaan CPO untuk diolah lebih lanjut menjadi produk hilir salah satunya produk minyak goreng akan semakin meningkatkan permintaan CPO di pasar nasional dan internasional. Hal ini mejadi peluang bagi produsen CPO dan produsen hilir CPO.
4) Perkembangan teknologi produksi dan informasi.
Pemanfaatan teknologi dan informasi untuk pengembangan CPO sangat penting guna meningkatkan dayasaing. Teknologi menghasilkan produksi CPO dengan ketersediaan alat pengolahan TBS (tandan Buah Sawit) yang semakin meningkat dimana pabrik pengolahan TBS yang dapat mengolah 45 TBS/jam dapat ditingkatkan menjadi 60 TBS/jam. Arus informasi melalui media sarana elektronik dan media cetak akan membantu para produsen
mengetahui perkembangan kegiatan dan keadaan perkelapasawitan nasional dan internasional.
5) Ketertarikan investor dalam dan luar negeri terhadap industri CPO. Peluang pengembangan CPO di Indonesia masih terbuka lebar karena masih tersedianya lahan pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Masih banyaknya lahan yang luas sehingga akan menarik para investor menanamkan modalnya untuk memperoleh keuntungan, selain itu ketertarikan investor juga dikarenakan untuk memasok kebutuhan pabrik yang dimilikinya dengan bahan baku CPO.
5.4.1.2 Ancaman
1) Stabilitas politik, keamanan, dan pemerintahan nasional dan kebijakan pemerintah
Kondisi keamanan negara dan politik yang kondusif akan mempengaruhi minat investor menanamkan modalnya didalam negeri. Kurang pastinya keamanan dan politik nasional, menyebabkan konflik sosial di masyarakat masih terjadi. Selain itu kebijkan pemerintah yang tidak berpihak kepada investor dengan dikeluarkanya kebijakan pemerintah akan menyebabkan ancaman bagi keberlanjutan investasi perkebunan
kelapa sawit.
2) Tingkat inflasi dan suku bunga yang berlaku.
Naiknya harga barang dan pangan dunia saat ini diakibatkan oleh inflasi yang tinggi sehingga menyebabkan daya beli masyarakat akan menurun. Besarnya inflasi dalam negeri dan luar negeri akan mempengaruhi konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan CPO sebagai bahan baku minyak goreng yang berdampak terhadap penurunan permintaan.
Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi masuknya investasi kedalam negeri, karena apabila suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi besarnya peminjaman modal oleh investor kepada bank.
3) Perkembangan bisnis berbahan baku non kelapa sawit.
Banyaknya energi alternatif yang dikembangkan saat ini merupakan dampak dari kemajuan teknologi dan informasi. Salah satu produk berbahan baku selain CPO untuk sumber energi adalah jagung, ubi yang digunakan sebagai bioetanol. Dengan banyaknya energi alternatif akan menyebabkan konsumen akan mencari produk yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Hal ini merupakan ancaman bagi keberlangsungan perkebunan kelapa sawit apabila tidak mampu meningkatkan dayasaingnya.
4) Penerapan pajak ekspor
Pemerintah mempunyai peranan untuk mencukupi kebutuhan rakyat untuk kehidupannya. Penyediaan kebutuhan makanan yang murah serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat adalah tuntutan masyarakat. Salah satu kebutuhan masyarakat untuk sembilan bahan pokok adalah minyak goreng.
Minyak goreng merupakan produk turunan dari CPO yang telah diolah lebih lanjut. Mahalnya harga CPO akibat dari kurs dollar yang tinggi serta kebutuhan dunia internasional akan minyak nabati yang besar sehingga menyebabkan banyak produsen mengekspor CPO keluar negeri. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah dengan kekuasaan yang dimikinya menerapkan pajak ekspor sebesar 6,5 persen, sehingga membuat keuntungan dan penerimaan produsen CPO menurun.
5) Biaya pupuk dan pestisida yang tinggi.
seperti pupuk dan pestisida yang tinggi akibat saluran distribusi yang tidak merata dan dicabutnya subsidi kepada perkebunan kelapa sawit menyebabkan ancaman terhadap perkebunan kelapa sawit. Tingginya harga input akan memberatkan para pengusahaan kelapa sawit karena akan menambah biaya dan mengurangi penerimaan.
6) Persaingan dengan Negara Malaysia.
Negara Malaysia merupakan negara pesaing untuk ekspor komoditi CPO di pasar internasional. Banyaknya ekspansi perusahaan-perusahaan dari Malaysia untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menyebabkan mengalirnya minyak CPO Indonesia ke Negara Malaysia untk diolah lebih lanjut. Semakin banyaknya CPO yang mengalir ke Malaysia maka akan menguntungkan Malaysia karena CPO akan diolah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah.
7) Isu terselubung (black campaign) terhadap produk CPO Indonesia akibat dari pembukaan lahan yang menyebabkan global warming.
Kebutuhan industri akan minyak nabati sebagai bahan pangan dan non pangan akan semakin meningkat. Pertumbuhan konsumsi CPO di pasar internasional yang
tinggi menyebabkan Indonesia akan memenuhi permintaan pasar dengan menambah luasan penanama perkebunan. Perluasan perkebunan mendapat reaksi keras dari Negara di Eropa karena dapat merusak keanekaragaman hayati dan menyebabkan pemanasan gobal.
5 . 4 . 2 Fa k t o r I n t e r n a l
5.4.2.1Kekuantan
1) Dukungan sumber modal.
Peranan sumberdaya modal bagi keberlangsungan dan pengembangan kelapa sawit sangat penting. Pemerintah memberikan bantuan kepada petani plasma dalam bentuk bantuan kredit lunak dengan total bantuan 12 triliun dan pemberian subsidi bunga kredit. Untuk sektor swasta dukungan dari modal asing merupakan sumber pendanaan perkebunannya.
2 ) Peranan asosiasi kelapa sawit.
Perkembangan informasi dan teknologi yang pesat dibutuhkan peranan asosiasi yang mampu menyampaikan informasi kepada anggotanya. Asosiasi yang menaungi masing-masing kepentingan dari stakeholders sudah banyak terbentuk antara lain Gapki yang merupakan asosiasi bagi para pengusaha dan
untuk para petani adalah Asosiasi petani kelapa sawit (Apsakindo).
3) Sumberdaya lahan luas.
Negara Indonesia dengan lahan yang luas dan iklim yang mendukung menyebabkan negara Indonesia merupakan salah satu tempat perkembangan pengusahaan kelapa sawit. Potensi pengembangan kelapa sawit di indonesia terdapat lebih dari 26,3 juta hektar yang mempunyai potensi untuk perluasan penanaman kelapa sawit di 19 provinsi. Untuk revitalisasi perkebunan kelapa sawit sampai tahun 2012 mencapai 2 juta hektar, dan akan terus bertambah luasan perkebunan akibat kebutuhan akan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif.
Tabel 5.3 Potensi Lahan Per Wilayah Propinsi
No Provinsi Potensi Lahan Untuk Perluasan (Ha)
1 NAD 384.87 2 Sumatera Utara 344.740 3 Sumtera barat 355.810 4 Riau 2.563.150 5 Jambi 1.818,110 6 Sumatera Selatan 1.483.950 7 Bangka belitung 593.030 8 Bengkulu 208.790 9 Lampung 336.870 10 Jawa Barat 224.700 11 Banten 63.740 12 Kalimantan Barat 1.681.180 13 Kalimantan Tengah 3.610.810 14 Kalimantan Selatan 1.162.950 15 Kalimantan Timur 4.700.330 16 Sulawesi Tengah 256.230 17 Sulawesi Selatan 192.370 18 Sulawesi Tenggara 10.260 19 Irian jaya 6.331.120 Luas total 26.323.110
Sumber : Dirjen Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, 2013
4) Produk yang berstandart nasional dan internasional. Produksi CPO Indonesia secara nasional harus memenuhi standar nasional indonesia atau SNI 01-2901-2006. Besarnya produk CPO yang berstandart nasional dan internasional terlihat dari besarnya jumlah CPO Indonesia yang diekspor keluar negeri.
5) Teknik pengembangan budidaya kelapa sawit.
Bibit kelapa sawit merupakan cikal bakal pohon sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit. Saat ini terdapat tujuh produsen pembibitan yang diakui untuk
menghasilkan bibit berkualitas. Teknik budidaya yang dikembangkan oleh produsen benih kelapa sawit yaitu dengan melakukan perkawinan silang antara indukan-indukan unggul antara lain psifera, delidura dan tenera.
6) Besarnya jumlah dan ketersediaan tenaga kerja perkebunan. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa merupakan potensi tenaga kerja yang besar. Dengan besarnya jumlah tenaga kerja dan diikuti oleh pembangunan sektor perkebunan dengan perluasan dan peremajaan perkebunan sehingga membutuhkan tenaga kerja yang besar.
7) Ketersediaan dan kemudahan akses informasi.
Pembangunan perkebunan sawit yang profesional harus didukung oleh kemudahan akses informasi oleh konsumen yang berkepentingan. Pembuatan situs resmi terkait perusahaan perkebunan kelapa sawit sangat banyak dilakukan untuk mempermudah akses konsumen untuk memperoleh informasi mengenai besarnya produksi perusahaan dan hal- hal yang terkait mengenai perusahaan.
5.4.2.2 Kelemahan
1) Lokasi pabrik dan kebun yang berjauhan.
perkebunan yang luas, begitu juga dengan perkebunan negara. Besarnya lahan membuat jarak pabrik dengan kebun yang berjauhan sehingga menyebabkan dalam proses pengantaran kelapa sawit ke pabrik pengolahan membutuhkan waktu yang lama.
2) Tingkat upah yang masih rendah.
Produktivitas tenaga kerja mempengaruhi akan besarnya produksi. Perkebunan kelapa sawit membutuhkan tenaga kerja yang besar untuk mengelola lahan. Rata-rata gaji yang rendah diberikan oleh perusahaan menyebabkan tenaga kerja mempunyai motivasi yang rendah sehingga akan mempengaruhi produksi dan produkstivitas CPO. 3) Rendahnya pendidikan pelaku industri.
Implementasi teknologi akan semakin cepat apabila sumberdaya manusia yang mempunyai pengetahuan dan pendidikan. Hambatan untuk implementasi teknologi diakibatkan oleh pendidikan para palaku industri yang masih rendah dengan tingkat pendidikan rata-rata SD sampai dengan SMU.
4) Kurangnya promosi penjualan produk.
Besarnya produksi CPO Indonesia akibat dari pengaruh perluasan penanaman yang semakin bertambah setiap tahunnya. Pengembangan perluasan penanaman kelapa sawit yaitu pada lahan hutan yang bukan hutan
alam/cagar alam dan lahan tidur. Negara di Eropa menentang pembukaan lahan karena akan mempengaruhi pemanasan global dan banyaknya satwa yang mati. Kurangnya komunikasi dan promosi antar negara produsen dan negara konsumen akan mempengaruhi permintaan konsumen terhadap CPO Indonesia.
5) Sarana dan prasarana serta pabrik pengolahan yang masih kurang
Sarana dan prasarana pembangunan perkebunan sawit masih kurang. Sarana dan prasarana yang masih kurang untuk mendukung dayasaing CPO Indonesia adalah jalan yang belum permanen, listrik, serta pelabuhan. Masih tidak meratanya pabrik pengolahan kelapa sawit menyebabkan potensi produksi kelapa sawit belum teroptimlakan dengan baik.
Gambar 5.1 Matriks Analisis SWOT Industri CPO PT.Cipta Usaha Sejati G a m b a r 4 M a t r i k s Internal Eksternal Kekuatan (Strengtht-S)
1. Sumberdaya lahan luas 2. Dukungan Sumber modal 3. Peranan Asosiasi kelapa sawit 4. Produksi CPO yang berstandar
nasional dan internasional 5. Teknik pengembangan budidaya
kelapa sawit
6. Besarnya jumlah dan ketersediaan tenaga kerja perkebunan 7. Ketersediaan dan kemudahan
akses informasi
Kelemahan (Weaknesses-W)
1. Lokasi pabrik dan kebun sawit yang berjauhan 2. Tingkat upah tenaga kerja
pekerja industri kelapa sawit yang rendah
3. Rendahnya pendidikan pelaku industri perkebunan 4. Kurangnya promosi
penjualan produk CPO 5. Sarana dan prasarana serta
pabrik pengolahan yang masih kurang
Peluang (Oppurtunities-O) 1. Meningkatnya permintaan
komoditi berbahan baku CPO dan turunannya di pasar nasional dan internasional
2. Perundang-undangan serta peraturan untuk CPO baik skala nasional dan internasional 3. Perkembangan harga CPO yang
cenderung meningkat dan peningkatan konsumsi produk berbahan baku CPO 4. Perkembangan teknologi
produksi dan informasi 5. Ketertarikan investor dalam dan
luar negeri terhadap industri CPO
Strategi S-O
1. Optimalisasi lahan perkebunan untuk peningkatan dayasaing CPO di pasae nasional dan internasional (S1,S2,S4,S5,S6,O1,O5) 2. Pengembangan sistem
pemasaran produk industri CPO (S3,S7,O1,O4,O5) 3. Pengembangan industri
hulu dan hilir dan peningkatan nilai tambah kelapa sawit (S2,O3,O5)
Strategi W-O
1. Pengembangan SDM pelaku industri kelapa sawit dengan pelatihan (W3,O2,O4)
2. Pembangunan sarana dan prasarana perkebunan (W1, W5,O5)
3. Pemberian insentif kepada pekerja perkebunan (W2,O2)
4. Peningkatan kegiatan penyuluhan (W3,O4)
Ancaman (Threaths-T)
1. Stabilitas politik, keamanaan, dan pemerintahan nasional dan kebijakan pemerintah 2. Tingkat Inflasi dan suku bunga
yang berlaku
3. Perkembangan bisnis berbahan baku non kelapa sawit
4. Penerapan pajak ekspor 5. Biaya pupuk dan pestisida yang
tinggi
6. Persaingan dengan Negara Malaysia
7. Isu terselubung (black campaign) terhadap produk CPO Indonesia akibat dari pembukaan lahan yang menyebabkan global warming
Strategi S-T
1. Melakukan hedging
terhadap produk CPO Indonesia
(S4,T1,T2,T3,T6) 2. Pengkajian ulang
terhadap pajak ekspor (S3,T5)
3. Pengembangan
perkebunan rakyat melalui program revitalisasi perkebunan (S1,S2,S6,T3) 4. Melakukan promosi
sertifikat RSPO
(Roundtable on Suistanable Palm Oil) dan peningkatan kualitas para produsen CPO (S4,T4,T7)
Strategi W-T
1. Meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain dan pelanggan melalui promosi penjualan (W4,T1)
A. Strategi S – O
1. Optimalisasi lahan kelapa sawit untuk menghasilkan CPO yang berkualitas dengan cara mengembangkan program Best Management Practices melaui panca usaha tani. Luas perkebunan kelapa sawit yang dapat dikembangakan di Indonesia sebesar 18,2 juta hektar, sehingga perlu kegiatan yang dapat meningkatkan optimalisasi lahan. Adapun kegiatan panca usaha tani untuk meliputi ;
a. Penggunaan bahan tanaman kelapa sawit unggul yang memiliki produktivitas tinggi, yaitu :
1) Benih dengan potensi produksi minyak tinggi disertai dengan berbagai karakter sekunder yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
2) Klon tanpa abnormalitas yang produksi minyaknya melebihi produksi minyak asal benih.
b. Pemberantasan hama khususnya pengendalian penyakit pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma melalui perakitan tanaman kelapa sawit toleran terhadap serangan Ganoderma.
1) Melaksanakan teknik pengolahan lahan perkebunan yang baik dengan menjaga kualitas lingkungan dengan cara perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah menuju pengusahaan kelapa sawit yang berkelanjutan.
2) Pengaturan irigasi.
3) Pemupukan yang teratur dan sesuai dosis secara kontinyu.
2. Pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO yang komprehensif dan terpadu sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar industri dipasar internasional, melalui 4 faktor yaitu:
Promotion, Product, Place, dan Price.
3. Pengembangan industri hulu dan hilir serta peningkatan nilai tambah kelapa sawit. Dengan strategi ini diharapkan ekspor negara Indonesia tidak hanya didominasi oleh CPO akan tetapi dalam bentuk produk yang mempunyai nilai tambah. Dengan pengembangan industri hilir selain keuntungan yang diperoleh lebih besar, penciptaan lapangan kerja baru merupakan manfaat lain dari pengembangan industri ini. Penerapan strategi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu ;
a) Pendirian industri pabrik kelapa sawit terpadu dengan skala 5 – 10 ton TBS/jam diareal yang belum memiliki pabrik dan pendirian pabrik minyak goreng sawit (MGS) skala kecil disentra produksi CPO yang belum memiliki pabrik MGS.
b) Peningkatan kerjasama dibidang promosi, penelitian dan pengembangan SDM dengan negara penghasil CPO lainnya.
c) Fasilitasi pengembangan biofuel sebagai bahan bakar alternatif masa depan.
B. Strategi W – O
1. Pengembangan SDM pelaku industri kelapa sawit. Masih rendahnya kemampuan kualitas dan kuntitas SDM, khususnya pada sektor industri hulu dan hilir kelapa sawit menyebabkan perlu dilakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas/kualifikasi SDM dari berbagai tingkatan. Kegiatan ini meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dari berbagai disiplin ilmu, teknologi dan praktek industri.
a) Peningkatan keterampilan petani, dilakukan berbagai kegiatan pelatihan, studi banding, magang, kunjungan kelapangan dan berbagai kegiatan lainnya.
b) Peningkatan kemampuan karyawan perusahaan. Bersama dengan berbagai pemangku kepentingan mengembangkan upaya untuk memperoleh kemudahan dalam ketersediaan tenaga kerja sesuai tingkat kebutuhan, rekruitmen karyawan dan berbagai pelatihan penjenjangan.
2. Pembangunan sarana dan prasarana perkebunan, merupakan salah satu langkah untuk mengatasi dari keterbatasan pengembangan perkebunan kelapa sawit. Di Indonesia masih terkendala dengan terbatasnya jumlah pabrik yang tidak merata di seluruh daerah pengembangan perkebunan, sehingga investasi dari para investor dalam dan luar negeri sangat penting dalam bentuk pembangunan
pabrik, jembatan dan jalan. Pembangunan pabrik pengolahan merupakan sarana penting bagi pengusahaan kelapa sawit.
3. Pemberian insentif kepada pekerja, adalah salah satu cara meningkatkan motivasi kerja dari karyawan. Rendahnya gaji yang diterima oleh para pekerja berimplikasi terhadap produktivitas, pemberian insentif pada karyawan yang berprestasi merupakan salah satu cara untuk memacu motivasi karyawan bekerja lebih giat. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan karyawan maka perusahaan setiap tahun perlu mengkaji upah karyawan dan lebih memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.
4. Peningkatan kegiatan penyuluhan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh para penyuluh perlu ditingkatkan untuk penyampaian teknologi dan hasil penelitian kepada pekebun. Banyaknya kendala untuk mencapai produksi dan produktivitas optimal maka peranan penyuluh sangat penting, antara lain
a) Sosialisasi dan penerapan SNI mutu benih dan sistem pengendalian benih untuk menghindari pemalsuan benih. b) Sosialisasi dan mendorong pekebun untuk dapat menerapkan
prinsip dan kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) kepada pekebun.
c) Pengembangan kesadaran dan kemampuan petani dalam pengendalian Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT)
kelapa sawit.
d) Pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan.
C. Strategi S – T
1. Melakukan hedging terhadap produk CPO Indonesia, adalah salah strategi untuk melindungi nilai produk CPO. Dengan hedging, produsen eksportir CPO dapat melakukan kesepakatan harga penjualan produk untuk beberapa waktu kedepan dengan konsumen internasional, sehingga harga yang diterima oleh produsen tidak berpengaruh terhadap perubahan atau gejolak. Hedging dilakukan pada bursa berjangka atau future market
dimana pengiriman produk dilakukan pada waktu akan datang.
2. Pengkajian ulang terhadap pajak ekspor. Pengenaan pajak ekspor yang tinggi oleh pemerintah menyebabkan keuntungan yang diterima oleh produsen menjadi berkurang, selain itu dengan pengenan pajak ekspor dayasaing CPO Indonesia menjadi turun sehingga perlu pengkajian ulang akan pajak ekspor dengan peranan dari asosiasi dan lembaga perkelapa sawitan dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk meninjau kembali pengenaan pajak yang memberatkan para eksportir CPO. Domestic Market
Obligation (DMO) merupakan salah satu kebijakan yang dapat
kebutuhan CPO dalam negeri dapat terpenuhi. Pengenaan pajak ekspor disebabkan para eksportir banyak mengekspor CPO sebagai bahan baku minyak goreng, sehingga kebutuhan CPO dalam negeri tidak tercukupi untuk industri hilir. Kebijakan DMO dapat terlaksana apabila pemerintah serius dalam pengawasan penyaluran tataniaga, serta peranan dari produsen CPO yang harus menyalurkan produksi CPO kepada industri hilir.
3. Pengembangan perkebunan rakyat melalui program revitalisasi perkebunan. Untuk memfasilitasi terwujudnya pengembangan usaha perkebunan rakyat, baik untuk pengembangan perkebunan baru/perluasan dan peremajaan, sehingga progaram kegiatan yamg ditempuh yaitu ;
a) Mendorong usaha perkebunan besar untuk melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar/petani untuk pengembangan perkebunan rakyat dalam wadah pola kemitraan.
b) Untuk mendukung pendanaan, disediakan sumber pembiayaan bagi pembangunan kebun petani melalui revitalisasi perkebunan. c) Untuk membantu petani sehari-hari dalam kegiatan
4. Melakukan promosi sertifikat RSPO (Roundtable on Suistanable Palm Oil) dan peningkatan kualitas CPO Indonesia.
Pengembangan perkebunan yang berkelanjutan akan mempengaruhi besarnya kemampuan produksi yang kontinyuitas. Banyaknya isu negatif terhadap perkebunan kelapa sawit Indonesia akan mempengaruhi permintaan CPO di pasar internasional. Peranan asosiasi terhadap peningkatan dayasaing CPO Indonesia dapat dilakukan dengan memberikan seminar dan penyuluhan terhadap kriteria dan prinsip-prinsip RSPO. Selain itu penyuluhan terhadap penggunaan bibit berkualitas akan meningkatkan kualitas produksi CPO Indonesia.
D. Strategi W – T
Meningkatkan pola kerjasama dengan pelanggan melalui promosi penjualan. Hubungan yang terjalin dengan baik dengan para konsumen industri CPO dapat dilakukan dengan mempermudah akses informasi dan memberikan pelayanan lebih. Promosi penjualan dapat dilakukan dengan mengadakan pameran dan seminar yang bertaraf internasional di negara - negara konsumen CPO.
Kerjasama Dewan minyak minyak sawit yang mewakili pemerintah Indonesia serta Malaysia Palm Oil Board yang mewakili negara Malaysia serta negara-negara produsen CPO agar lebih ditingkatkan
untuk menghadapi isu negatif dari LSM lingkungan dan dunia internasional dengan membangun komunikasi yang kontinyu. Peningkatan kerjasama bilateral antara Malaysia dan Indonesia melalui kampanye green product atau countering negative campaign on palm oil di negara tujuan ekspor minyak sawit kedua negara Uni Eropa dan Amerika. Dengan adanya kegiatan ini untuk membangun citra positif terhadap perkebunan kelapa sawit, bahwa disamping memberi manfaat ekonomi melalui penyediaan sumber pendapatan, sumber devisa dan penyediaan lapangan pekerjaan di pedesaan, juga memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan.
Tabel 5.4 Program Kegiatan Peningkatan Dayasaing CPO PT.Cipta Usaha Sejati
No Kegiatan Program Prasarana
1 Optimalisasi Lahan Perkebunan 1. Program Revitalisasi Perkebunan 2. Program Penyuluhahan Pertanian 3. Program pembuatan
Mapping dan Zoning
perkebunan Kelapa Sawit
Dewan Minyak Sawit (DMSI),LSM,
Perusahaan Perkebunan Negara dan Perkebunan Swasta
2 Pengembangan Sistem Pemasaran Produk Industri CPO
Program Workshop, Seminar
Gapki dan DMSI
3 Pengembangan industri hulu dan hilir dan peningkatan nilai tambah kelapa sawit
Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS)
MAKSI (Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia) 4 Pengembangan SDM pelaku
industri kelapa sawit dengan pelatihan
Program Pendidikan , Pelatihan dan Magang
Gapki, DMSI, Apsakindo (Asosiasi Petani Kelapa sawit)
5 Pembangunan sarana dan prasarana perkebunan
Program Fasilitasi Infrastruktur
Seluruh Stakeholders
perkebunan di Indonesia 6 Pemberian insentif kepada
pekerja perkebunan
Program Insentif Perkebunan Swasta, Negara dan rakyat 7 Peningkatan kegiatan
penyuluhan
Program Pendampingan Petugas penyuluh dan Implementasi Teknologi
Departemen Pertanian, Gapki
8 Melakukan hedging terhadap produk CPO Indonesia
Program Penjualan secara kontrak
Gapki 9 Pengkajian ulang terhadap
pajak ekspor
Pertemuan dan Rapat DMSI, Gapki, Apsakindo 10 Pengembangan perkebunan
rakyat melalui program revitalisasi perkebunan
Program Kemitraan Dewan Minyak Sawit (DMSI), Perusahaan Swasta, Negara. 11 Meningkatkan pola kerjasama
dengan produsen negara lain dan pelanggan melalui promosi penjualan
Program Kampanye Green Product atau Countering negative Campaign On Palm Oil
Dewan Minyak Sawit (DMSI) dan Malaysia
Palm Oil On Board
12 Melakukan promosi sertifikat RSPO (Roundtable on Suistanable Palm Oil) dan peningkatan kualitas CPO Indonesia
Program sosialisasi dan penyuluhan serta seminar mengenai pentingnya pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan
Dewan Minyak Sawit, Gapki, Apsakindo, dan Perusahaan Kelapa Sawit.
5.5 Program Peningkatan Dayasaing CPO
1) Program Revitalisasi Perkebunan
Program pemerintah untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit melalui Revitalisasi yaitu peremajaan dan perluasan perkebunan. Dengan program revitalisasi perkebunan yang sudah berjalan dari tahun 2006 akan membantu program pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat. Sehingga perlunya prasarana atau pelaksana kegiatan revitalisasi ini yaitu Dewan Minyak Sawit yang mewakili pihak pemerintah serta Gapki sebagai kesatuan organisasi pengusaha perkebunan kelapa sawit.
2) Program Penyuluhan Pertanian
Program penyuluhan pertanian kepada petani perlu kembali di tingkatkan. Rendahnya pengetahuan petani terhadap teknologi dan informasi sangat penting guna peningkatan kualitas produksi CPO. Program penyuluhan ini dapat dilakukan oleh asosiasi Gapki, pemerintah dan Lembaga Swadaya yang di perbantukan oleh pemerintah.
3) Program pembuatan Mapping dan Zoning perkebunan Kelapa Sawit Program Mapping dan Zoning perkebunan adalah bentuk kegiatan pemetaan daerah pengembangan kelapa sawit yang potensial untuk dikembangkan. Dengan Program ini di harapkan potensi perkebunan kelapa sawit dapat di optimalkan dengan baik. Adapun yang memprakarsai kegiatan ini adalah Dewan Minyak Sawit sebagai koordinator sedangkan
untuk lapanagan di prasaranai oleh perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit.
4) Program Workshop dan Seminar
Kegiatan workshop dan seminar yang secara kontinyu merupakan salah satu cara untuk memasarkan komoditi CPO Indonesia di dalam maupun di luar negeri dengan sarana kegiatan ini adalah Dewan Minyak Sawit dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit.
5) Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS)
Program RUSNAS merupakan salah satu cara untuk mendukung integrasi industri hulu dan hilir. Kegiatan RUSNAS ini di koordinator oleh MAKSI (Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia) sebagai peneliti untuk pengembangan kelapa sawit dari industri hulu maupun dari hilir.
6) Program Pendidikan , Pelatihan dan Magang
Rendahnya pendidikan petani dan para pekerja di perkebunan merupakan salah satu hambatan untuk transfer teknologi. Kegiatan Pelatihan dan Magang yang dilakukan pada LPP (Lembaga Pusat Pelatihan) serta dari pusat pelatihan terpadu yang berada di PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit). Kegiatan pelatihan ini di prakarsai oleh keseluruhan stakeholders 7) Program Fasilitasi Infrastruktur
Pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit sangat penting. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang seperti jalan,
jembatan dan pabrik pengolahan di perlukan guna mempermudah akses kepada perkebunan. Pembagunan infrastruktur perkebunan dapat dilakukan apabila uang hasil penerimaan pajak ekspor di kembalikan kepada para pengusaha dalam bentuk pembangunan infrastruktur.
8) Program Insentif
Rendahnya pendidikan para pekerja pekebun sehingga menyebabkan untuk pengetahuan dan informasi yang rendah. Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi dari posisi ataupun jabatan sehingga pendapatannya juga berdasarkan posisinya. Para pekerja buruh yang rata-rata pendidikan sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas. Rendahnya pendapatan akan mempengaruhi dari produktivitas kelapa sawit, sehingga perlunya pemberian insentif guna membantu meningkatkan motivasi. 9) Program Pendampingan Petugas penyuluh dan Implementasi Teknologi
Program pendampingan penyuluh dengan merupakan upaya untuk mentransfer pengetahuan dari para penyuluh kepada petani sehingga peranan dari Gapki dan Dewan Minyak Sawit sangat penting guna implementasi teknologi kepada petani.
10)Program Penjualan Secara Kontrak
Penjualan produk CPO keluar negeri diperlukan suatu perjanjian yang mengikat antara pembeli dan penjual. Untuk mengatasi permaslahan ketidakpastian harga akibat dari kenaikan faktor-faktor tertentu dapat dilakukan kontrak penjulan atau melakukan hedging (lindungan nilai)
dengan prasarana Gapki. 11)Pertemuan dan Rapat
Peningkatan pajak ekspor yang dibebankan kepada eksportir akan menyebabkan berkurangnya pendapatan para eksportir. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya pajak ekspor adalah dayasaing CPO Indonesia yang rendah, sehingga perlu pengkajian lebih mendalam mengenai pajak eksport ini.
12)Program Kemitraan
Program kemitraan merupakan cara untuk membatu mensejahterakan masyarakat dengan cara mengajak masyarakat bekerjasama untuk membangun perkebunan kelapa sawit. Program ini diprakarsai oleh pemerintah dan perusahaan-perusahan swasta yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai inti perusahaan.
13)Program Kampanye Green Product atau Countering negative Campaign On Palm Oil.
Banyaknya isu negatif terhadap komoditi kelapa sawit di pasar internasional akan menyebabkan turunnya pendapatan para eksportir. Untuk mengatasi hal ini negara-negara eksportir CPO harus bekerjasama dengan melakukan kampanya green product terhadap komoditi CPO. Kerjasama kontinyuitas antara DMSI dan Malaysia Palm Oil Board untuk meyakinkan kepada negara-negara di Eropa bahwasanya pengembangan kelapa sawit secara lestari harus terus di sampaikan kepada negara-negara lain yang beranggapan negative terhadap kelapa sawit.
14) Program Sosialisasi dan Penyuluhan Serta Seminar Mengenai Pentingnya Pengelolaan Perkebunan Yang Berkelanjutan. RSPO merupakan pedoman untuk menghasilkan kelapa sawit yang baik. Pentingnya sosialisasi antara selutuh stakeholders guna meningkatkan perkebunan kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan.