• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN: KASUS PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN: KASUS PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI

PERTANIAN: KASUS PROVINSI LAMPUNG

EDI BASUNO danRITA NUR SUHAETI

Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Jl. Ahamd Yani No. 70 Bogor

ABSTRACT

Farmer’s Response and Perseption on Agricultural Tecnologies: the Lampung Province Case

The objective of the paper is to describe farmers’ opinion on roles of AIAT Lampung, as a working unit responsible for specific location agricultural technology engineering in Lampung Province. The material for this paper is derived from the results of Lampung Province baseline study conducted in November 2000. Total respondents were 120 farmers, including 43 cooperating farmers and the rest was non-cooperating farmers but reside in the same area. Farmers’ response and perception on agricultural technology originated from Lampung AIAT varies greatly. Results indicated that not all respondents were contented with Lampung AIAT’s achievement both in developing and in communicating appropriate technologies. Advanced farmers as well as the extension workers performed a very significant role in communicating the new technology to the farmer communities. Farmers were considered very active in seeking for the new technologies as shown by 66 percent of the respondents, while farmer meetings were the most important media for information seeking. Published and electronic media however were less popular. Some cooperating farmers stated that the AIAT’s technologies were quite suitable although with different levels of suitability. Besides their owned initiatives, the application of introduced technologies by farmers was encouraged by the chief of the farmer’s group, while the roles of extension workers and AIAT staffs were relatively small. Existing constraints in adopting the introduced technologies were not considered by the majority respondents. However, in case constraints were encountered, the chief of the farmer’s group, extension workers and pesticides distributors consecutively would be approached by farmers to find some solutions. The results also indicated that enhancing Lampung AIAT’s capacity in promoting its roles to certain stakeholders were needed. A part from that, in the future, continuous practice and develop participatory approach in conducting its activities to fulfill farmer’s need for appropriate technologies for specific location were also needed.

Key words: Baseline study, AEZ, agricultural development, Lampung

PENDAHULUAN

Departemen Pertanian mendorong penerapan rekayasa teknologi pertanian untuk mewujudkan visi pertanian modern, tangguh dan efisien (AARD, 1999). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai institusi yang mempunyai mandat untuk melaksanakan penelitian pertanian di Indonesia, pada tahun 1994 membentuk Balai/Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP/LPTP) dan Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

di daerah (ADNYANA et al., 1999). Dalam

perkembangan selanjutnya sehubungan dengan otonomi daerah, seluruh BPTP menjadi BPTP Provinsi. Sebagai kepanjangan tangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di tingkat wilayah, BPTP mempunyai tugas utama mengembangkan acuan dan rekomendasi teknologi pertanian tepat guna yang lokal spesifik daerah kerja masing-masing.

Keberhasilan dalam penciptaan dan pengembangan paket teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan sumber daya setempat dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk memacu peningkatan produksi komoditas

pertanian dan nilai tambah. Dugaan rendahnya adopsi teknologi menjadi pendorong utama bagi BPTP untuk selalu meningkatkan kesesuaian teknologi yang akan dirakit. Selanjutnya, BPTP harus dapat mengatasi masalah rendahnya tingkat adopsi petani dengan pengembangan teknologi baru yang diusahakan sedapat mungkin sesuai dengan teknologi yang dibutuhkan petani dan sesuai pula dengan sumber daya alam, sumber daya sarana dan prasarana setempat serta kondisi petani (FAO, 1993). Hal ini dimaksudkan untuk memberdayakan petani, peternak dan nelayan menuju masyarakat tani yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan (FAO, 1998).

Sebagai instansi pengkajian teknologi pertanian utama di Provinsi Lampung, BPTP Lampung telah menghasilkan berbagai teknologi yang bermanfaat bagi petani pengguna sebagai target utama. Tingkat kontribusi BPTP di Provinsi Lampung antara lain ditunjukkan dengan respon dan persepsi pengguna akhir terhadap paket teknologi yang dihasilkan. Semakin bermanfaat suatu paket teknologi tentu saja semakin tinggi respon petani dan persepsi pengguna terhadap kinerja BPTP juga menjadi lebih baik. Namun sejauh ini belum diketahui sejauh mana petani merasakan

(2)

dampak paket teknologi yang dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan.

MATERI DAN METODE

Metodologi penelitian yang akan dikemukakan di sini meliputi lokasi studi, klasifikasi wilayah berdasarkan pengembangan komoditas utama, jumlah responden dan metode analisis data. Lokasi studi berada di empat kabupaten yakni Kabupaten Lampung Utara dengan komoditas utama lada, Lampung Tengah dengan komoditas utama padi, Lampung Selatan dengan komoditas unggulan jagung dan Lampung Timur dengan komoditas unggulan kasava. Wilayah dibagi berdasarkan sentra produksi komoditas pertanian utama, yakni lada, padi, kasava dan jagung. Penarikan contoh dilakukan secara acak berstrata (stratified random sampling) dan strata yang digunakan untuk menentukan responden adalah kabupaten dan komoditas utama. Responden adalah para petani kooperator atau mantan petani kooperator dan petani yang ada di sekitarnya. Jumlah contoh untuk setiap wilayah adalah 30 orang petani, sehingga total responden yang terlibat dalam pengkajian 120 orang, yang terdiri dari 43 orang atau 36% kooperator dan sisanya petani non-kooperator. Analisis deskriptif dan tabulasi silang digunakan untuk memperoleh informasi yang komprehensif tentang data hasil studi pendasaran ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon petani terhadap teknologi pertanian introduksi BPTP

Respon petani terhadap teknologi yang diperkenalkan oleh BPTP bervariasi, dari sangat memuaskan (12%), cukup memuaskan (47%) sampai ke kurang memuaskan (40%). Masih cukup tingginya petani yang kurang puas tentu saja justru menjadi masukan bagi pihak BPTP sebagai sumber teknologi,

agar di masa datang mampu meningkatkan kinerjanya, sehingga paket teknologi yang diperkenalkan lebih sesuai dengan keinginan masyarakat. Kunci pokok tingginya angka petani yang kurang puas dapat disebabkan oleh kurangnya intensitas pendekatan BPTP kepada petani sebelum suatu teknologi introduksi diuji cobakan.

Di antara lokasi yang disurvai, petani Lampung Utara merasa lebih puas dibanding dengan lokasi lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan relatif tingginya jumlah petani yang sangat puas dan rendahnya jumlah petani yang tidak puas terhadap teknologi yang dihasilkan oleh BPTP Lampung. Sementara itu, petani di Lampung Selatan menunjukkan hal yang berbeda, yaitu petani yang menyatakan cukup puas sebanyak 52% dan petani menyatakan kurang puas 37%, sedang yang sangat puas hanya 7%. Perlu ditambahkan bahwa lokasi Lampung Utara adalah sentra lada, sedang Lampung Selatan merupakan daerah lahan kering yang digunakan untuk budi daya jagung dan ke duanya merupakan lokasi pengkajian BPTP Lampung (Tabel 1).

Penyampai informasi teknologi pertanian

Menurut teori komunikasi yang diterangkan di dalam STEVERIN dan TANKARD (1979), petani responden dapat digolongkan ke dalam penerima pesan (komunikan) sedangkan pencipta teknologi atau sumber teknologi dapat dikategorikan sebagi penyampai pesan (komunikator). Komunikasi merupakan proses di mana seorang komunikator menyampaikan pesan-pesannya untuk mengubah perilaku orang lain. Teknologi itu sendiri merupakan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Walaupun manusia menggunakan sekitar 70% waktunya untuk berkomunikasi namun karena komunikasi tersebut belum tentu dilakukan secara efektif, maka pesan-pesan yang disampaikan belum tentu dapat diterima dengan baik oleh komunikan (BERLO, 1981).

Tabel 1. Tingkat kepuasan responden terhadap teknologi usahatani yang diterapkan di Lampung, 2000 Kabupaten Lampung Selatan (jagung) Lampung Tengah (padi) Lampung Utara (lada) Lampung Timur (kasava) Lampung Tingkat kepuasan akan teknologi usaha tani yang

diterapkan N % N % N % N % N %

Sangat memuaskan 2 7,41 2 5,56 8 26,67 2 7,41 14 11,67 Cukup memuaskan 14 51,85 18 50,00 12 40,00 12 44,44 56 46,67 Kurang memuaskan 10 37,04 16 44,44 10 33,33 12 44,44 48 40,00

(3)

Tabel 2. Sumber informasi teknologi yang diterapkan di Lampung, 2000 Kabupaten

Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Utara Lampung Timur Lampung Sumber teknologi

usaha tani yang diterapkan N % N % N % N % N % PPL 6 22.22 14 38,89 6 20,00 3 11,11 29 24,17 Staf BPTP Lampung 4 14.81 3 8,33 4 13,33 2 7,41 13 10,83 Kontak tani 13 48,15 11 30,56 14 46,67 19 70,37 57 47,50 Lainnya 2 7,41 8 22,22 6 20,00 - - 16 13,33 Tidak tahu 2 7,41 - - - - 3 11,11 5 4,17 Jumlah 27 100,00 36 100,00 30 100,00 27 100,00 120 100,00

Sumber: Data primer (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa sumber informasi teknologi dari kontak tani cukup besar. Hal ini diakui oleh 47,5% responden, disusul oleh penyuluh (24%) dan staf BPTP (11%). Kontak tani di berbagai lokasi menjadi andalan sumber informasi petani, khususnya di Lampung Timur. Sebaliknya di Lampung Tengah peran PPL lebih menonjol, yaitu 39% (Tabel 2). Untuk mewujudkan kontak tani yang handal masih menjadi kendala, bukan saja di Lampung, tetapi juga di daerah-daerah lain. Hal ini karena di masa lalu pembentukan kelompok tani lebih didasarkan pada keinginan pihak pemerintah dalam rangka melaksanakan program-program pemerintah.

Tingkat keaktifan petani mencari informasi

Dinamika petani untuk memperoleh informasi umumnya dicirikan oleh mobilitas petani dalam kegiatannya selain bertani, seperti pedagang, guru, buruh tani, PNS dsb. Erat kaitannya dengan informasi teknologi, ternyata petani di Lampung sebagian besar telah aktif mencari informasi ke luar (66%). Jumlah ini tentunya perlu ditingkatkan di masa mendatang dengan cara memberikan motivasi kepada petani agar dalam mencari informasi teknologi tidak pasif atau hanya menunggu datangnya informasi dari luar. Pada umumnya petani non-kooperator tidak dapat memberi respon terhadap asal informasi dan tidak mencari informasi teknologi secara aktif karena tidak mempunyai perhatian terhadap teknologi pertanian. Bagi petani yang mencari informasi, ternyata pertemuan kelompok merupakan media yang paling efektif dalam mencari informasi bagi sebagian besar dari mereka (49%). Media cetak dan elektronik justru tidak populer. Hal ini harus menjadi perhatian para penyuluh di BPTP agar dapat mengemas bahan penyuluhan dengan lebih

menarik. Kecuali itu perlu juga untuk mengkaji atau memeriksa kembali mekanisme penyampaian bahan penyuluhan dan dicari jalan terbaik yang efisien dan efektif.

Tingkat keterlibatan petani dan kesesuaian teknologi bagi petani

Keterlibatan petani adalah peran serta dalam berbagai kegiatan pertemuan yang diselenggarakan oleh BPTP, seperti temu informasi teknologi, aplikasi teknologi, gelar teknologi dsb. Bagi responden yang belum terlibat dengan kegiatan BPTP, terdapat 58 orang (48%) berminat menjadi kooperator dan berpartisipasi dalam kegiatan BPTP (Tabel 3).

Namun perlu diperhatikan bahwa masih cukup banyak responden yang memberi jawaban tidak tahu, khususnya non kooperator, yaitu lebih dari 80%. Mereka ini tidak mengetahui keberadaan dan teknologi yang dihasilkan oleh BPTP.

Petani kooperator menyatakan bahwa teknologi rakitan BPTP sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun demikian, tingkat kesesuaian teknologi ternyata masih bervariasi, yaitu sangat sesuai atau sesuai 100% seperti dinyatakan oleh 15 orang (12,5%), sedang yang tingkat kesesuaiannya antara 75 - <100% dinyatakan oleh tiga orang (2,5%). Disamping itu, 19 orang (16%) menyatakan tingkat kesesuaiannya antara 50 - <75% dan 12 orang (10%) kesesuaiannya hanya terpenuhi antara 10 - <50%. Kalau dilihat menurut lokasi, ternyata di Lampung Tengah dan Utara lebih banyak responden yang menyatakan ses uai dan ini konsisten dengan tingkat kesesuaian yang lebih tinggi di kedua lokasi tersebut, baik di tingkat kesesuaian yang 100% maupun yang 50 - <75% (Tabel 4).

(4)

Tabel 3. Keterlibatan petani responden dalam kegiatan BPTP Lampung, 2000 Kabupaten

Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Utara Lampung Timur Lampung Terlibat sebagai N % N % N % N % N % Kooperator 9 33,33 14 38,89 11 36,67 11 40,74 45 37,50 Menerima brosur - - 1 2,78 - - - - 1 0,83 Lainnya 2 7.41 2 5,56 2 6,67 3 11,11 9 7,50 Tidak tahu 16 59,26 19 52,78 17 56,67 13 48,15 65 54,17 Jumlah 27 100,00 36 100,00 30 100,00 2727 100,00 120 100,00

Sumber: Data primer (diolah)

Tabel 4. Tingkat kesesuaian teknologi dari BPTP Lampung dengan kebutuhan responden Kabupaten

Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Utara Lampung Timur Lampung Kesesuaian teknologi dengan kebutuhan responden (%) N % N % N % N % N % 100 3 11,11 5 13,89 5 16,67 2 7,41 15 12,50 75 - <99 - - - - 3 10,00 - - 3 2,50 50 -<75 1 3,70 8 22,22 6 20,00 4 14,81 19 15,83 10 - <50 3 11,11 2 5,56 3 10,00 4 14,81 12 10,00 Tidak tahu 20 74,07 21 58,33 13 43,33 17 62,96 71 59,17 Jumlah 27 100,00 36 100,00 30 100,00 27 100.00 120 100.00

Tabel 5. Pendorong petani responden dalam menerapkan teknologi introduksi di Lampung, 2000 Kabupaten

Lampung Selatan Lampung Tengah Lampung Utara Lampung Timur Lampung Pendorong penerapan

teknologi introduksi oleh petani responden

N % N % N % N % N %

Inisiatif sendiri 8 29,63 9 25,00 8 26,67 8 29,63 33 27,50

PPL - - - 1 3,70 1 0,83

Staf BPTP Lampung 3 11,11 4 11,11 2 6,67 2 7,41 11 9,17 Ketua kelompok tani 7 25,93 8 22,22 10 33,33 10 37,04 35 29,17

Lainnya 2 7,41 2 5,56 2 6,67 - - 6 5,00

Tidak tahu 7 25,93 13 36,11 6 26,67 6 22,22 34 26,33

Jumlah 27 100,00 36 100,00 30 100,00 27 100,00 120 100,00

Sumber: Data Primer (diolah)

Pihak yang mendorong aplikasi teknologi

Informasi tentang pihak-pihak yang mendorong responden untuk mengaplikasikan teknologi dari BPTP menunjukkan bahwa peran kelompok tani dan inisiatif sendiri cukup dominan. Misalnya, sebanyak 35 orang (29%) mengakui peran kelompok tani dan 33 orang (27,5%) mengakui atas inisiatif sendiri. Perlu diperhatikan bahwa peran PPL maupun staf BPTP relatif kecil, karena hanya disebutkan oleh 12 orang (10%). Bagi pengambil inisiatif sendiri, motivasinya

masih relatif kecil, hal ini merupakan tantangan bagi BPTP untuk dapat meningkatkan peran sertanya dalam mendorong penerapan teknologi. Perlu dikemukakan pula bahwa variasi antar kabupaten contoh tidak terlalu besar, yang berarti kondisi yang medorong penerapan teknologi pertanian yang diintroduksikan oleh BPTP relatif sama di setiap kabupaten contoh (Tabel 5). Di Kabupaten Lampung Utara dan Lampung Timur, peran ketua kelompok lebih dominan dibandingkan dengan di dua kabupaten lainnya. Hal ini dapat dilihat dari angka persentasenya yang lebih besar dari rata-rata.

(5)

Kendala dalam aplikasi teknologi

Penerapan suatu teknologi sering terkendala oleh berbagai hal. Dari total 120 orang responden, hanya 22 orang (18%) yang menyatakan mempunyai kendala. Bentuk berbagai kendala tersebut umumnya berupa kendala teknis, mahalnya biaya untuk penerapan teknologi dan tidak tersedianya unsur teknologi yang diperkenalkan di lokasi. Hal ini mestinya juga menjadi pelajaran penting bagi BPTP agar dalam merakit suatu teknologi seharusnya selalu berpijak pada potensi sumber daya lokal dan cara-cara yang lebih partisipatif, sehingga berbagai kendala tersebut dapat d iminimalkan.

Pada umumnya petani berusaha mengatasi kendala dengan bertanya kepada PPL (19%), ketua kelompok tani (20%), staf BPTP (8%) dan kios saprotan (13%). Tampak dari respon petani di atas bahwa peran kelompok tani dan penyuluh sangat strategis dalam memberi berbagai saran kepada petani. Lagi-lagi peran BPTP dalam mengatasi kendala yang ditemui petani dapat dikatakan sangat kecil, hal ini merupakan akibat dari “jauhnya” pengguna dari BPTP. Hal ini mungkin dapat dijembatani jika BPTP membentuk lembaga semacam Klinik Pertanian di BPTP Sulawesi Utara, di mana para pengguna dapat langsung berkomunikasi menyampaikan dan mencari solusi kendala yang ditemui dalam berusahatani. Tentunya staf BPTP dituntut untuk lebih siap dalam segala sesuatunya.

Sumber teknologi selain BPTP

Disadari bahwa BPTP bukan satu-satunya sumber teknologi bagi petani seperti dinyatakan oleh 19 orang (24%). Sumber teknologi selain BPTP, seperti dari Dinas Pertanian dan dari pihak swasta seperti produser pupuk diakui oleh 17 orang (14%) dari total responden. Dilihat dari kaca mata responden, kontribusi perguruan tinggi dan media elektronik sebagai sumber teknologi ternyata rendah.

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu pelajaran bahwa teknologi BPTP yang dikaji di suatu lokasi belum secara luas juga diadopsi oleh petani non-kooperator meskipun mereka berdomisili di lokasi yang sama. Adanya keterbatasan difusi teknologi BPTP selama ini perlu menjadi perhatian BPTP Lampung, khususnya dalam pendekatan ke masyarakat. Meskipun dalam suatu kegiatan pengkajian jumlah kooperator yang terlibat terbatas, hal ini semestinya tidak menutup kemungkinan untuk memberi peluang kepada petani non-kooperator untuk mengetahui teknologi yang dikaji tersebut. Dengan demikian kemungkinan adanya difusi lebih besar.

KESIMPULAN

1. Pada umumnya petani yang pernah menjadi

kooperator pengkajian akan mengetahui keberadaan BPTP Lampung. Di masa datang, keberadaan BPTP diharapkan tidak hanya diketahui oleh kooperator tetapi juga oleh petani non-kooperator yang berdomisili di lokasi pengkajian.

2. Secara umum respon petani terhadap teknologi introduksi BPTP kurang baik yang dicerminkan dengan rendahnya persentase petani yang mengaku puas dengan berbagai teknologi introduksi tersebut. Karena responden juga terdiri dari petani non-kooperator, maka responden ini juga memberikan kontribusi terhadap tingkat kepuasan yang dicapai, tentunya mereka yang ditanya kurang mengenal teknologi introduksi tsb. Responden non-kooperator menyatakan berminat menjadi kooperator kegiatan Litkaji BPTP. Hal ini merupakan indikasi yang baik, karena dengan melihat “tetangga” yang menjadi kooperator dan hasilnya cukup baik maka mereka bersedia menjadi kooperator.

3. Petani yang secara aktif mencari informasi

teknologi pertanian dicirikan oleh tingkat inovasinya yang tinggi, sehingga mampu berperan sebagai inovator. Kontak tani di dalam kelompok ternyata merupakan media yang sangat strategis dalam transformasi teknologi, disamping mendorong percepatan penerapan teknologi introduksi.

4. Petani yang terlibat dalam kegiatan Litkaji BPTP Lampung menyatakan bahwa teknologi yang diintroduksikan oleh BPTP sesuai dengan kebutuhan mereka walaupun tingkat kesesuaiannya bervariasi dari sangat sesuai (100% sesuai) sampai rendah (10-50% sesuai). Namun hampir sekitar 50% responden menyatakan tidak tahu tentang kesesuaian teknologi ini. Hal ini sesuai dengan pengetahuan responden mengenai keberadaan BPTP Lampung yang cukup memprihatinkan karena sebagian besar dari mereka juga tidak mengetahuinya.

5. Keterbatasan pengetahuan responden terhadap keberadaan BPTP Lampung merupakan akibat kurangnya promosi dan program aksinya selama ini.

(6)

SARAN-SARAN

1. Peran BPTP yang relatif kecil dalam mengatasi berbagai kendala tersebut dapat ditingkatkan dengan mendekatkan BPTP kepada pengguna misalnya dengan membentuk laboratorium mini pertanian. 2. Perlu dikembangkan jaringan informasi pertanian

yang saling mendukung

3. Kelompok merupakan media strategis dalam alih teknologi, maka pembentukan dan pemberdayaan kelompok menjadi suatu tantangan optimalisasi kinerja pembangunan pertanian.

4. Keterbatasan difusi teknologi BPTP Lampung menuntut pemberdayaan kelembagaan petani melalui pengembangan wawasan dan program aksi.

DAFTAR PUSTAKA

ADNYANA, M.O., ERWIDODO, L. I. AMIN, S. PARTOHARDJONO, SUWANDI, E. GETARAWAN, dan HERMANTO. 1999. Panduan umum pelaksanaan penelitian, pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

AGENCY FOR AGRICULTURAL RESEARCH AND DEVELOPMENT. 1999. Strategic Plan: Agency for Agricultural Research and Development 1999 - 2004.

BERLO, D.K. 1981. Principles of communication. University of Chicago. Chicago.

FAO. 1993. Guidelines for the conduct of trainning course in the farming Systems development. FAO, Rome.

FAO. 1998. SEAGA Brochure. Socioeconomic and gender analysis programme.

STEVERIN, W. J. and J. W. TANKARD. 1979. Communication on theories. Hasthing House Publisher. New York. TIM ASISTENSI. 2000. Laporan monitoring dan evaluasi

pelaksanaan penelitian dan pengkajian TA 1999/2000 dan 2000 di BPTP Lembang. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Referensi

Dokumen terkait

Optimistis pelaku pasar terhadap ekonomi Indonesia serta aksi investor yang siap mengantisipasi laporan laba perusahaan untuk perolehan tahun 2016 yang sebagian sudah dan

Pada kategori penerapan SOP didapatkan hasil perhitungan persentase sebesar 84,3% artinya sebagian besar karyawan sudah menerapkan SOP yang diberikan

Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan nelayan untuk memaksimumkan hasil tangkapan ikan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain : (1) modal kerja atau investasi

Apakah faktor-faktor yang teridentifikasi mampu mempengaruhi implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 dan pendapatan asli daerah Kota Tangerang yang

Pengembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil pengamatan periode pertumbuhan dan perkembangan larva ikan kerapu yang dibuat dalam bentuk modul

Pendapat lainnya dikemukakan Wina Sanjaya, pembelajaran jigsaw adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai

Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan besarnya nilai pengaruh tidak langsung Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan melalui karakteristik

1) Net Profit Margin atau margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. 2) Return on Equity