• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KOMITMEN PEGAWAI TERHADAP KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE (KPP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KOMITMEN PEGAWAI TERHADAP KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE (KPP"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KOMITMEN PEGAWAI TERHADAP KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE

(KPP Pratama di Wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen pegawai terhadap kinerja. Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta yang diangkat sebagai Account Representative sebanyak 159 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode survei dengan menggunakan kuesioner. Data dalam penelitian diuji dengan metode analisis PLS (Partial Least Squares) untuk menjawab hipotesis.

Hasil pengujian didapatkan nilai R Square sebesar 0,6927 yang menunjukkan model dalam penelitian ini dalam kategori moderat. Dalam analisis jalur diketahui semua variabel memiliki koefisien yang positif dengan nilai t-statistics lebih dari 1,962. Hal ini berarti bahwa gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai dan efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen pegawai terhadap kinerja.

Kata kunci: Gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai, efektivitas sistem manajemen kinerja, kinerja.

1. PENDAHULUAN

DJP sebagai unit eselon satu Kementerian Keuangan merupakan salah satu pionir dalam pelaksanaan reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan di pemerintahan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kuangan Nomor 55/KMK.01/2012 Tahun 2012 tentang Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2012, reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan dilanjutkan kembali yang mencakup sembilan bidang yaitu manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen sumber daya manusia aparatur, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan kualitas layanan publik, serta monitoring dan evaluasi. Dalam rangka reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan, DJP telah melakukan sinkronisasi NPWP dengan e-KTP dalam rangka ekstensifikasi perpajakan, digitalisasi pelaporan dan pengolahan SPT, e-filling, e-faktur, pemisahan peran account representative, penyusunan potensi dengan pendekatan top-down mengganti pendekatan bottom-up, menambah saluran layanan non fisik seperti website dan call center, penerapan selective audit dalam rangka peningkatan audit coverage ratio dan mengurangi jangka waktu pemeriksaan serta penguatan quality assurance dalam memvalidasi temuan merupakan beberapa perubahan operasional dan inisiatif strategis

(2)

2

yang telah dihasilkan dalam rangka reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan (Juniult, 2015). Lebih lanjut, Juniult (2015) mengatakan bahwa program transformasi kelembagaan menjadi sebuah kebutuhan dalam upaya pengamanan penerimaan negara. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.01/2015 disebutkan bahwa AR (Account Representatif) merupakan pegawai DJP yang menjadi salah satu ujung tombak penggalian potensi penerimaan negara dibidang perpajakan oleh karena itu kinerjanya sungguh sangat diharapkan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK01/2011 sebagai mana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa kinerja merupakan hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi oleh pegawai selama periode tertentu. Lahirnya peraturan tersebut merupakan buah dari reformasi dan transformasi birokrasi dalam bidang monitoring dan evaluasi. Penilaian kinerja AR sebelumnya menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Pada tanggal 30 November 2011 keluar Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang mulai dilaksanakan mulai 1 Januari 2014. Berdasarkan peraturan tersebut, maka penilaian kinerja AR yang semula menggunakan delapan unsur DP3 diubah dengan menggunakan 2 unsur penilaian prestasi kerja yaitu, a) sasaran kinerja pegawai dan b) perilaku kerja. Perbedaan antara DP3 dengan SKP adalah, DP3 yang dinilai lebih pada perilaku kerja PNS yang bersangkutan, sedangkan SKP lebih pada capaian kinerja PNS yang bersangkutan dalam setiap targetnya. Target SKP tertuang dalam kontrak kinerja pegawai memiliki bobot nilai 60% dari total penilaian prestasi kerja secara keseluruhan sedangkan DP3 tidak menggunakan kontrak kinerja.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan disebutkan, penilaian prestasi kerja pegawai diukur berdasarkan SKP yang tertuang dalam kontrak kinerja yang berbasis BSC (Balanced Scorecard) yang terbagi atas empat perspektif, yaitu stakeholder perspective, customer perspective, internal process perspective, dan learning and growth perspective. Pada stakeholder perspective sasaran strategis yang ingin dicapai adalah penerimaan pajak negara yang optimal dengan IKU berupa persentase realisasi penerimaan pajak. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tampak bahwa meski DJP sudah mengimplementasikan BSC dalam sistem manajemen dan penilaian kinerjanya, hanya stakeholder perspective yang akan diperhitungkan oleh pemerintah dalam sistem reward bagi pegawai DJP. Target penerimaan pajak yang tidak tercapai berakibat punishment terhadap

(3)

3

pegawai DJP, yaitu berupa pemotongan tunjangan kinerja yang persentasenya telah ditentukan dalam peraturan tersebut. Masalah yang menarik adalah kenyataan bahwa sejak tahun 2008 hingga tahun 2015 DJP belum mampu mencapai target penerimaan pajak yang ditetapkan pemerintah. Pencapaian target penerimaan pajak merupakan salah satu indikator kinerja AR pada Kantor Pelayanan Pajak (Ramdhanny, 2010). Oleh karena itu agar efektivitas penerimaan pajak dapat tercapai, maka setiap AR harus memiliki kinerja yang baik. Pada hakekatnya efektivitas pencapaian penerimaan pajak mungkin ditentukan oleh bagaimana peran dan tanggung jawab pimpinan dalam sistem manajemen kinerja serta bagaimana komitmen pegawai untuk dapat mencapai target kinerja yang telah dibebankan kepadanya.

Beragam penelitian terdahulu telah dilakukan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Kepemimpinan yang sejalan dengan transformasi kelembagaan suatu institusi yang menginginkan adanya paradigma baru dengan merubah visi dan misi yang ada adalah model kepemimpinan transformasional (Affandi, 2014). Beberapa peneliti telah meneliti mengenai pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan oleh Soni (2009), Budiwibowo (2013), dan Rizki (2015) menghubungkan gaya kepemimpinan transformasional di pemerintah daerah dan perusahaan publik dengan kinerja pegawai. Penelitian tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja di DJP juga pernah dilakukan, misalnya Astuti (2013). Tumbol, Tewal dan Sepang (2014) mencoba mengaitkan pengaruh gaya kepemimpinan otokratis, demokratik dan laissez faire dengan kinerja pegawai pajak. Penelitian lain yang dilakukan oleh Seprina (2015) meneliti pengaruh gaya kepemimpinan authentic terhadap kinerja pegawai pajak. Selanjutnya, Asmoko dan Lasahido (2013) meneliti hubungan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja AR. Lebih lanjut, Asmoko dan Lasahido (2013) menyebutkan jika hubungan langsung gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja AR tidak kuat. Sebaliknya, penelitian Fajra (2011) dan Tongo (2014) menyebutkan jika gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai pemerintah.

Banyak pemberitaan di media massa mengenai banyaknya pegawai pajak yang menggundurkan diri atau pindah instansi. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui hampir setiap hari menerima surat pengunduran diri dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Jefriando, 2015). Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmani juga pernah mengatakan banyak pegawai pajak yang pintar-pintar yang mengundurkan diri (Suryowati, 2014). Hal ini mungkin memberikan indikasi bahwa terdapat masalah komitmen

(4)

4 8

pegawai DJP terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Warongan (2014), Kurniawan (2011), Nugraha (2013), dan Sappe et al. (2014) juga telah meneliti keterkaitan komitmen pegawai terhadap kinerja pada pegawai negeri sipil dan pegawai BUMN. Penelitian tentang komitmen pegawai DJP dan kaitannya dengan kinerja juga telah diteliti oleh beberapa peneliti misalnya, Sufari (2013), Krisnalia (2011), Kristin dan Sadjiarto (2013), dan Praptadi (2009). Namun, hasil penelitian Kurniawan (2011) menyebutkan jika komitmen tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.

DJP telah menerapkan sistem manajemen kinerja sebagai pelaksanaan amanah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK01/2011 sebagai mana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan dengan harapan mampu mendongkrak kinerja organisasi dan pegawai, namun kinerja perpajakan dirasakan belum optimal. Penelitian mengenai pengaruh efektivitas sistem manajemen kinerja terhadap kinerja pegawai sangat jarang dilakukan. Sahoo dan Jena (2012) mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang akan membantu menjelaskan efek dari sistem manajemen kinerja pada perusahaan manufaktur. Lebih lanjut, Sahoo dan Jena (2012) menyebutkan bahwa sistem manajemen kinerja dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan ketika sistem tersebut mampu diimplementasikan dengan sukses. Maleka (2014) melakukan penilaian kritis terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja dan keeratannya dengan tujuan organisasi. Lebih lanjut, Maleka (2014) mengatakan bahwa untuk dapat membuat sistem manajemen kinerja berjalan efektif, diperlukan kepemimpinan yang kuat dan komitmen dari karyawan.

Kinerja pegawai pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Tien, 2012). Lebih lanjut, Tien (2012) menyebutkan faktor internal yang berpengaruh antara lain: kemampuan intelektualitas, disiplin kerja, kepuasan kerja dan motivasi karyawan. Faktor eksternal meliputi: gaya kepemimpinan, lingkungan kerja, kompensasi dan sistem manajemen yang terdapat dalam organisasi. Beberapa peneliti telah meneliti faktor internal pegawai DJP yang mempengaruhi kinerja pegawai antara lain, kompetensi pegawai (Harimawan, 2008), profesionalisme (Gani (2009), Sufari (2013), Kristin dan Sadjiarto (2013) dan Kurniawan (2013)), disiplin pegawai (Gani (2009) dan Umar (2016)), Motivasi ( Gani (2009), Umar (2016), Palagi, Brasit dan Amar (2010), Krisnalia (2011) dan Tarigan (2011)), kepuasan kerja (Krisnalia (2011), Endrias (2014), Kurniawan (2013) dan Palagi et al. (2010)), dan stress kerja (Kristin dan Sadjiarto, 2013). Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja pegawai DJP antara lain; lingkungan atau iklim kerja (Umar (2016),

(5)

5

Kristin dan Sadjiarto (2013) dan Krisnalia (2011)), budaya organisasi (Endrias (2014), Praptadi (2009), dan Kencana (2009)), remunerasi atau insentif ( Palagi et al. (2010), Azis dan Niswah (2013) dan Tarigan (2011)), sistem pengukuran kinerja (Tarigan, 2011) dan pemberdayaan (Praptadi, 2009).

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan masih terdapat ketidakkonsitenan hasil penelitian. Terdapat hasil penelitian dimana gaya kepemipinan berpengaruh terhadap kinerja, namun ada juga penelitian dimana gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja. Terdapat hasil penelitian dimana komitmen berpengaruh terhadap kinerja, namun ada juga penelitian dimana komitmen tidak berpengaruh terhadap kinerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan kinerja AR di DJP sudah dilakukan oleh Asmoko dan Lasahido (2013). Penelitian mengenai komitmen dan kinerja pegawai DJP juga sudah dilakukan oleh beberapa peneliti misalnya, Sufari (2013), Krisnalia (2011), Kristin dan Sadjiarto (2013), dan Praptadi (2009). Perbedaan dengan penelitian Asmoko dan Lasahido (2013), yaitu peneliti ingin meneliti seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja AR yang diproksikan dengan nilai SKP. Penelitian mengenai komitmen AR dan kinerja di DJP masih sangat sedikit. Selain itu, belum ada peneliti menggunakan variabel efektivitas sistem manajemen kinerja sebagai variabel mediasi. Penelitian tentang efektivitas sistem manajemen kinerja dan kinerja pegawai pada organisasi pemerintah sangat jarang diteliti. Penelitian ini menjadikan DJP sebagai objek penelitian karena DJP telah menggunakan pengukuran kinerja multidimensional dalam implementasi sistem manajemen kinerjanya dan tengah melakukan transformasi kelembagaan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025. Oleh karena itu pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

1. Apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja? 2. Apakah komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja?

3. Apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja?

4. Apakah komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja?

5. Apakah efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja? 6. Apakah efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan

(6)

6

7. Apakah efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh komitmen pegawai terhadap kinerja?

2. LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja

Menurut Gibson (2008), kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kefektifan kinerja lainnya. Lebih lanjut, Gibson (2008) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografis. Faktor yang mempengaruhi kinerja yang kedua adalah faktor dari variabel psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi, kepuasan kerja dan stres kerja. Faktor selanjutnya adalah faktor organisasi yang terdiri dari kepemimpinan, kompensasi, konflik, kekuasaan, struktur organnisasi, desain pekerjaan, desain organisasi, dan karir. Di dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 467/KMK.01/2014 tentang pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan, kinerja didefinisikan sebagai hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama periode tertentu. Niven (2006) menjelaskan bahwa key performance indicator merupakan pengukuran kinerja berdasarkan pembentukan kriteria-kriteria tertentu yang dapat mewakili semua area yang ingin dinilai, untuk kemudian disusun indikator-indikator yang mampu mengukur kriteria tersebut. Sejalan dengan Niven (2006) di dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan disebutkan bahwa Indikator Kinerja Utama yang selanjutnya disingkat IKU adalah tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis atau kinerja.

2.2 Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja

Bevan dan Thompson (1991) mengemukakan bahwa SMK (Sistem Manajemen Kinerja) adalah proses pengintegrasian yang mencampurkan berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia dengan sasaran organisasi. SMK merupakan seperangkat perencanaan dan prosedur terintegrasi yang di-casecade melalui organisasi untuk menghubungkan antara masing-masing individu dengan strategi organisasi secara keseluruhan (Smith dan Goddard 2002: 248). Efektivitas sistem manajemen kinerja dinilai berdasarkan dengan sejauh mana 17 tujuan khusus (Lawler 2003) manajemen kinerja yang dicapai yaitu sebagai berikut.

a. Memotivasi kinerja.

b. Membantu organisasi untuk mencapai tujuan.

(7)

7 d. Mendukung upaya perubahan.

e. Mendukung nilai-nilai organisasi.

f. Memberikan penilaian yang akurat tentang kinerja. g. Memastikan komitmen staf untuk tujuan organisasi. h. Menghubungkan kinerja individu untuk kinerja unit.

i. Memberikan umpan balik kinerja yang berguna untuk individu. j. Mendukung strategi organisasi.

k. Skill dan pengetahuan individu berkembang. l. Mengatasi kekhawatiran staf.

m. Memastikan waktu staf yang digunakan secara efisien . n. Mengidentifikasi karyawan berbakat.

o. Memberi penghargaan karyawan yang berbakat. p. Mengidentifikasi staf yang berkinerja buruk. q. Mengelola staf yang berkinerja buruk. 2.3 Gaya Kepemimpinan Transformasional

Stone, Russell dan Patterson (2004) menyatakan bahwa konsep kepemimpinan transformasional pertama kali dikemukakan oleh James McGregor Burns. Lebih lanjut dikatakan bahwa kepemimpinan transformasional tampak ketika para pemimpin mendorong pengikutnya untuk meningkatkan moral, motivasi, keyakinan, persepsi, dan koalisi dengan tujuan organisasi. Bass (2001) mengatakan bahwa pemimpin transformasional mengubah nilai-nilai pribadi pengikut untuk mendukung visi dan tujuan organisasi dengan mengembangkan suatu lingkungan di mana hubungan dapat dibentuk dan dengan membangun iklim kepercayaan. Adapun, karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Stone et al. (2004) adalah sebagai berikut ini.

a. Idealized influence (or charismatic influence)

Pemimpin memiliki karisma yang mampu mengendalikan bawahan, memahami visi dan misi, berpendirian kukuh, berkomitmen tinggi, konsisten dalam keputusan, menghargai bawahan dan menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.

b. Inspirational motivation

Pemimpin mampu menerapkan standar yang tinggi dan mendorong bawahan untuk mencapai standar tersebut, mampu membangkitkan optimisme dan antusiasme bawahan serta senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.

(8)

8 c. Intellectual stimulation

Pemimpin mampu mendorong bawahan menyelesaikan masalah dengan cermat dan rasional, mendorong bawahan menemukan cara baru yang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah serta mampu menstimulasi bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.

d. Individualized consideration

Pemimpin mampu memahami perbedaan individual para bawahannya, mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan, mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestasi dan berkembang para bawahan.

2.4 Komitmen Pegawai

Komitmen organisasi merupakan sikap loyalitas pekerja secara terus menerus kepada organisasi untuk keberhasilan dan kesejahteraan organisasinya (Mowday, Steers dan Porter 1979). Lebih lanjut, Mowday et al. (1979) menyatakan bahwa komitmen adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Mowday et al. (1979) menyatakan bahwa komitmen organisasi memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak bertingkah laku. Sikap mencakup: a) identifikasi dengan organisasi, b) keterlibatan dalam organisasi dan c) kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi. Kehendak untuk bertingkah laku meliputi a) kesediaan untuk menampilkan usaha, dan b) keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.

2.5 Pengembangan Hipotesis

Dalam penelitian ini model penelitian digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Model Penelitian

(9)

9

Dalam hipotesis pertama (H1) dihipotesiskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan kinerja pegawai melalui kemampuan pemimpin untuk mengendalikan bawahannya, pemberian motivasi dan inspirasi, pemberian stimulasi dan dorongan, serta mendidik dan melatih bawahan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan. Dalam hipotesis kedua (H2) dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja. Komitmen pegawai yang tinggi mampu meningkatkan kinerja melalui loyalitas yang tinggi terhadap institusi, motivasi kerja yang tinggi dan bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran lebih dari yang diharapkan untuk memastikan kinerja yang dicapainya sesuai dengan harapan organisasi. Dalam hipotesis ketiga (H3) dihipotesiskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan efektivitas SMK. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja.

Dalam hipotesis keempat (H4) dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Komitmen pegawai yang tinggi mampu membuat penerapan sistem manajemen kinerja dapat berjalan dengan efektif. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan instansi yang ditetapkan melalui sistem manajemen kinerja. Dalam hipotesis kelima (H5) dihipotesiskan bahwa komitmen efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu meningkatkan kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar peningkatan kinerjanya dapat ditunjukkan. Dalam hipotesis keenam (H6) dihipotesiskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dengan efektifitas sistem manajemen kinerja sebagai pemediasi. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja yang berperan memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan meningkatkan kinerjanya. Dalam hipotesis ketujuh (H7) dihipotesiskan bahwa komitmen pegawai memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja dengan efektifitas sistem manajemen kinerja sebagai pemediasi. Pegawai

(10)

10

yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan dan upaya perubahan organisasi kearah yang lebih baik salah satunya peningkatan kinerja pegawai dan organisasi yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Sistem manajemen kinerja kemudian memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal.

3.METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel

Penelitian ini bersifat kuantitatif yaitu penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang menjabat sebagai Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada 5 kantor pelayanan pajak pratama di Kanwil DJP Yogyakarta yaitu KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Wonosari, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Sleman dan KPP Pratama Bantul dengan total AR sebanyak 175 pegawai. Teknik pengambilan sampel atau sampling dilakukan dengan cara purposive sampling. Persyaratan yang digunakan adalah responden harus diangkat sebagai AR sebelum tahun anggaran 2014 yaitu tahun dimulainya program transformasi kelembagaan di DJP. Syarat tersebut digunakan dengan asumsi bahwa AR telah memiliki nilai SKP pada periode pelaksanaan program transformasi kelembagaan.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Kinerja dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 467/KMK.01/2014 tentang pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan didefinisikan sebagai hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama periode tertentu. Definisi ini dipilih karena dianggap lebih mencerminkan kondisi objek penelitian yaitu KPP Pratama di Kanwil DJP DI Yogyakarta yang masih merupakan unit di lingkungan Kementerian Keuangan. Kinerja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan nilai capaian atas SKP (sasaran kinerja pegawai) tahun 2015. SKP adalah unsur kontrak kinerja yang paling sedikit berisi indikator kinerja utama dan target yang harus dicapai oleh pegawai.

Gaya kepemimpinan transformasional, merupakan perilaku pemimpin yang mampu memunculkan rasa bangga dan kepercayaan bawahan, menginspirasi dan memotivasi

(11)

11

bawahan, merangsang kreativitas dan inovasi bawahan, memperlakukan setiap bawahan secara individual serta selalu melatih dan memberi pengarahan kepada bawahan (Stone et al. 2004). Definisi ini dipilih karena lengkap dan detil dalam memaknai gaya kepemimpinan transformasional sehingga mudah dalam pembentukan instrument pengukuran variabel. Gaya kepemimpinan transformasional diukur dengan menggunakan kuesioner dimana instrument disusun berdasarkan karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Stone et al. (2004) yaitu: idealized influence (or charismatic influence), inspirational motivation, intellectual stimulation dan individualized consideration yang diadopsi oleh Rizki (2015) namun dilakukan sedikit modifikasi agar mudah dipahami oleh responden. Teknik pengukuran dalam kuesioner menggunakan linkert scale 5 point.

Komitmen merupakan sikap loyalitas pegawai secara terus menerus kepada organisasi untuk keberhasilan dan kesejahteraan organisasinya (Mowday et al. 1979). Definisi ini dipilih karena Mowday et al. (1979) menyediakan instrument pengukuran komitmen yang memadai. Komitmen diukur dengan menggunakan kuesioner dimana instrument yang digunakan mengacu pada instrument yang sama dengan yang digunakan oleh Mowday et al. (1979) yang diadopsi oleh Nugraha (2013) namun dilakukan sedikit modifikasi agar mudah dipahami oleh responden. Teknik pengukuran dalam kuesioner menggunakan linkert scale 5 point.

SMK merupakan seperangkat perencanaan dan prosedur terintegrasi yang di-casecade melalui organisasi untuk menghubungkan antara masing-masing individu dengan strategi organisasi secara keseluruhan (Smith dan Goddard 2002: 248). Definisi ini dipilih karena dalam sistem manajemen kinerja di DJP terdapat mekanisme casecading sasaran strategis, indikator kinerja utama dan/ atau target indikator kinerja utama. Efektivitas SMK diukur dengan menggunakan kuesioner dimana instrument yang digunakan mengacu dan dikembangkan berdasarkan pencapaian 17 tujuan khusus sistem manajemen kinerja menurut Lawler (2003). Teknik pengukuran kuesioner menggunakan linkert scale 5 point.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1.Uji Validitas dan Reliabilitas

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner, oleh karena itu kualitas instrumen yang dipakai serta keseriusan responden untuk menjawab pertanyaan dan faktor-faktor situasional menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Karena data penelitian menggunakan likert scale maka uji validitas yang digunakan adalah dengan melihat nilai korelasi item atau dengan menggunakan Pearson Correlation sedangkan untuk menguji reliabilitas alat ukur, digunakan

(12)

12

Conbrach’s Alpha dengan bantuan program SPSS 15 for windows. 3.3.2 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0. dengan persamaan sebagaimana berikut ini:

Y = β1X1 + β2X2 + β3X3 + ɛ dan X3 = β1X1 + β2X2 + ɛ

Keterangan: Y = Kinerja

β = Koefisien Jalur

X1 = Gaya Kepemimpinan Transformasional X2 = Komitmen Pegawai

X3 = Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja ɛ = Penyimpangan

PLS (Partial Least Squares) merupakan analisis persamaan struktural berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Ghozali (2014) mengatakan bahwa PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mendasarkan pada asumsi data harus dengan skala pengukuran, distribusi data (distribution free) dan jumlah sampel tertentu yang berarti jumlah sampel dapat kecil (dibawah 100 sampel). Lebih lanjut, Ghozali (2014) menyatakan bahwa tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas, sedangkan model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi).

3.3.3 Evaluasi Model Pengukuran

Model pengukuran menunjukkan bagaimana suatu manifest merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Pengujian dengan PLS dimulai dengan pengujian model pengukuran untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas kontruk dalam PLS dilaksanakan melalui uji convergent validity dan discriminant validity (Ghozali 2014). Uji reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan metode composite reliability dan cronbach’s alpha (Ghozali 2014). Lebih lanjut, Ghozali (2014) mengatakan konstruk yang berbentuk formatif evaluasi model pengukuran dilakukan dengan melihat signifikansi -weight-nya sehingga uji validitas dan reliabilitas tidak diperlukan. Selain itu untuk konstruk formatif mutlak dilakukan uji multikolinieritas dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance.

(13)

13 3.3.4 Evaluasi Model Struktural

Model struktural menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R2 untuk setiap variabel laten endogen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi yaitu bahwa variasi dari variabel endogen mampu dijelaskan oleh variabel eksogen sebesar R2 x 100%, sedangkan sisanya sebesar 100% - (R2 x 100%) dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Hasil R2 sebesar 0,75; 0,50; dan 0,25 mengindikasikan bahwa model kuat, moderat, dan lemah (Ghozali 2014).

Keputusan akan ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat menggunakan perbandingan nilai t-table dan t-statistic. Hipotesis terdukung atau diterima apabila t-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai t-table. Nilai t-table untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) dengan tingkat keyakinan 95 persen (α=0,05) adalah 1,96. Keterdukungan hipotesis dalam penelitian terjadi apabila nilai t-statistic>1,96.

Efek mediasi menunjukkan hubungan antara variabel eksogen dan endogen melalui variabel penghubung atau mediasi. Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen tidak secara langsung terjadi tetapi melalui proses transformasi yang diwakili oleh variabel mediasi (Baron dan Kenney 1986 dalam Ghozali 2014). Menurut Hair, Ringle dan Sarstedt (2013), prosedur pengujian efek mediasi dilakukan dengan 3 tahap yaitu berikut ini.

i. Melakukan pengujian pengaruh langsung variabel eksogen pada variabel endogen tanpa variabel mediasi dan harus signifikan pada T-statistik > 1,96.

ii. Melakukan pengujian pengaruh tidak langsung dan harus signifikan pada T-statistik > 1,96. Setiap jalur yaitu variabel eksogen terhadap variabel mediasi dan variabel mediasi terhadap variabel endogen harus signifikan untuk memenuhi kondisi ini. Pengaruh tidak langsung ini diperoleh dengan formula pengaruh variabel eksogen pada variabel mediasi dikalikan dengan pengaruh variabel mediasi pada variabel endogen. Apabila pengaruh tidak langsung signifikan, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel pemediasi mampu menyerap atau mengurangi pengaruh langsung pada pengujian pertama.

iii. Menghitung VAF dengan formula (Hair et al., 2013) sebagai berikut:

Jika nilai VAF diatas 80%, maka menujukkan peran variabel mediasi sebagai pemediasi penuh (full mediation). Variabel mediasi dikategorikan sebagai pemediasi

(14)

14

parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20% sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20% dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek mediasi.

4 HASIL ANALISIS DATA DAN DISKUSI 4.1 Deskripsi Data

Kuesioner diedarkan dari tanggal 7 – 18 Desember 2015. Total kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini berjumlah 175 kuesioner. Dari 175 (100%) kuesioner yang disebarkan, 175 (100%) kuesioner diterima kembali. Dari 175 (100%) yang diterima, 159 (90,85%) dapat diolah. Penjelasan rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Kuesioner Dapat Diolah Responden Kuesioner Disebar Kuesioner Kembali Kuesioner Gugur Kuesioner Diolah KPP Pratama Bantul 37 37 0 36 KPP Pratama Sleman 47 47 0 45 KPP Pratama Wates 23 23 5 18 KPP Pratama Wonosari 22 22 0 20 KPP Pratama Yogyakarta 46 46 4 40 Jumlah 175 175 166 159

Data yang masuk kemudian diolah lebih lanjut dan gambaran data dapat dilihat pada statistik deskriptif pada tabel berikut:

Tabel 2

Statistik Deskriptif Variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional Gaya Kepemimpinan Transformasional Range Teoritis Median Teoritis Range Sesungguhnya Mean  Idealized Influnce (KT1) 0-15 9 9-15 13,04  Inspirational Motivation (KT2) 0-15 9 9-15 12,87  Intellectual Stimulation (KT3) 0-15 9 9-15 12,72  Individualized Consideration (KT4) 0-15 9 9-15 12,91 Tabel 3

Statistik Deskriptif Variabel Komitmen Pegawai

Komitmen Pegawai Range Teoritis Median Teoritis Range Sesungguhnya Mean  Sikap (KP1) 0-45 27 25-45 36,83  Kehendak (KP2) 0-30 18 14-30 24,94

(15)

15 Tabel 4

Statistik Deskriptif Variabel Efektivitas Sistem Manajemen Kinerja Efektivitas Sistem Manajemen

Kinerja Range Teoritis Median Teoritis Range Sesungguhnya Mean  ESMK terkait Organisasi (ESMK1) 0-65 39 39-65 54,94

 ESMK terkait Individu (ESMK2) 0-20 12 12-20 17,22

Tabel 5

Statistik Deskriptif Variabel Kinerja

Kinerja Dasar Perhitungan Minimum Maximum Mean

SKP 60% Capaian 52,20 62,00 56,65

Target IKU

4.2 Uji Validitas

Pengujian validitas instrument gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai dan efektivitas SMK dilakukan dengan melihat nilai korelasi item pertanyaan dengan skor total seluruh item dengan menggunakan analisis Pearson’s Correlation. Menurut Ghozali (2002), instrumen dikatakan valid jika nilai probalitiasnnya lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Ringkasan hasil uji validitas dengan menggunakan program SPSS 15 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:

Tabel 6 Hasil Uji Validitas

Pilot Study n=40

Variabel Jumlah Item Signifikansi Kesimpulan Gaya Kepemimpinan

Transformasional

12 0,000-0,022 Valid

Komitmen Pegawai 15 0,000-0,049 Valid

Efektivitas SMK 17 0,000-0,047 Valid

Total 44

Major Study n=159

Variabel Jumlah Item Signifikansi Kesimpulan Gaya Kepemimpinan

Transformasional

12 0,000 Valid

Komitmen Pegawai 15 0,000 Valid

Efektivitas SMK 17 0,000 Valid

Total 44

Dengan melihat tingkat signifikansi pada masing-masing variabel yang lebih kecil dari 0,05 berdasarkan 40 data yang didapat saat pilot study dan 159 data yang masuk saat major study didapat informasi bahwa semua item yang digunakan dalam penelitian ini valid. 4.3 Uji Reliabilitas

(16)

16

Cronbach’s Alpha. Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 15 diketahui Cronbach’s

Alpha pada masing-masing variabel lebih dari 0,6 (Nunnaly 1969 dalam Ghozali 2002), berdasarkan 40 data yang didapat saat pilot study dan 159 data yang masuk saat major study disimpulkan bahwa semua item yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. Ringkasan hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7

Hasil Uji Reliabilitas Pilot Study n=40

Variabel Jumlah Item Cronbach’s Alpa Kesimpulan Gaya Kepemimpinan

Transformasional

12 0,833 Reliabel

Komitmen Pegawai 15 0,855 Reliabel

Efektivitas SMK 17 0,880 Reliabel

Total 44

Major Study n=159

Variabel Jumlah Item Cronbach’s Alpa Kesimpulan Gaya Kepemimpinan

Transformasional

12 0,763 Reliabel

Komitmen Pegawai 15 0,839 Reliabel

Efektivitas SMK 17 0,835 Reliabel

Total 44

4.4 Evaluasi Model Pengukuran

Evaluasi model pengukuran terdiri dari uji validitas dan reliabilitas konstruk. Pengujian validitas terdiri dari convergent validity (validitas konvergen) dan discriminant validity (validitas diskriminan). Validitas konvergen dapat diukur dengan melihat nilai loading factor, AVE dan communalty sedangkan untuk validitas diskriminan dapat dikukur dengan melihat nilai cross loading pada hasil PLS Algorithm. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan dengan melihat nilai dari Cronbach’s alpha dan composite reliability. Rincian lebih lanjut mengenai evaluasi model pengukuran dapat dilihat pada Tabel 8.

Validitas konvergen dari model pengukuran dengan menggunakan indikator reflektif dinilai berdasarkan loading factor, AVE, dan communalty. Dalam penelitian ini hanya terdapat 1 konstruk reflektif yaitu efektivitas SMK yang memiliki 2 yaitu ESMK1 dan ESMK2. ESMK1 dan ESMK2 memiliki loading factor sebesar 0, 930 dan 0,885 dimana nilai tersebut diatas 0,7. Nilai AVE dan communality sebesar 0,824 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,5. Berdasarkan hasil faktor loading, nilai AVE dan Communalty diatas maka dapat disimpulkan bahwa konstruk mempunyai convergent validity yang baik. Nilai cross loading lebih ESMK1 sebesar 0,930 dan ESMK2 sebesar 0,884 dan nilai tersebut sebih besar dari 0,7 menunjukkan adanya discriminate validity yang baik (Ghozali 2014). konstruk ESMK memiliki nilai composite reliability di atas 0,70 dan cronbach’s

(17)

17

alpha di atas 0,60. Jadi dapat disimpulkan bahwa konstruk memiliki reliabilitas yang baik. Untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen pegawai yang konstruknya formatif evaluasi model pengukuran dilakukan dengan melihat signifikansi weight-nya. Dari Tabel 8 diketahui hanya KT1 yang memiliki nilai T-statistik < 1,96, oleh karena itu disimpulkan indikator tidak valid sehingga harus dikeluarkan dari model.

Tabel 8

Loading Factor, AVE, Communalty dan Weight T-Statistics Pengujian Nilai Kesimpulan

Loading Factor ESMK1 0,930 Valid

Loading Factor ESMK2 0,884 Valid

Cross Loading ESMK1 0,930 Valid

Cross Loading ESMK2 0,884 Valid

Composite Reliability ESMK 0,903 Reliabel Cronbach’s Alpha ESMK 0,789 Reliabel

AVE Efektivitas SMK 0,824 Valid

Communalty Efektivitas SMK 0,824 Valid

Weight T-Statistic KT1 0,053 Tidak valid

Weight T-Statistic KT2 3,991 Valid

Weight T-Statistic KT3 2,208 Valid

Weight T-Statistic KT4 5,064 Valid

Weight T-Statistic KP1 5,667 Valid

Weight T-Statistic KP2 5,237 Valid

Uji multikolinieritas mutlak untuk variabel gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen pegawai yang konstruknya formatif. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah antara variabel yang berbentuk formatif memiliki hubungan linier. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 9 berikut:

Tabel 9 Multikolinieritas

Variabel VIF Tolerance

Gaya Kepemimpinan Transformasional 1,258 0,654

Komitmen Pegawai 1,258 0,654

Hasil pengujian dengan menggunakan aplikasi SPSS diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi memiliki VIF sebesar 1,248 < 10 dan nilai Tolerance sebesar 0,654 > 0,1. Dapat disimpulkan bahwa antara variabel gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi tidak memiliki hubungan linier.

(18)

18 4.5 Evaluasi Model Struktural

Model struktural dalam PLS dievaluasi dengan menggunakan R2 untuk variabel endogen dan nilai koefisien jalur untuk variabel eksogen yang kemudian dinilai signifikansinya berdasarkan nilai t-statistic setiap jalur. Berdasarkan hasil pengujian diketahui pada konstruk kinerja didapat nilai R Square sebesar 0,6927 hal ini berarti 69,27% kinerja AR dapat di jelaskan oleh gaya kepemimpinan transformasional, komitmen pegawai dan efektivitas sistem manajemen kinerja. Nilai R Square tersebut lebih besar dari 0,50 namun masih lebih kecil dari 0,75 maka dapat disimpulkan model dalam kategori moderat. Untuk melihat koefisien jalur dan menilai signifikansi model prediksi dalam pengujian model struktural, dapat dilihat dari nilai t-statistic antara variabel eksogen ke variabel endogen dalam Tabel 10. Dalam tabel tersebut tampak bahwa semua nilai koefisien jalur adalah positif dan nilai T-statistik pada setiap model lebih dari 1,962. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap variabel eksogen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel endogen.

Tabel 10

Path Coefficients (Mean, STDEV, t-Value)

Setelah Mediasi Sebelum Mediasi Original Sample T Statistics (|O/STERR|) Original Sample T Statistics (|O/STERR|) Efektivitas SMK => Kinerja 0,496 8,409 0,497 8,677 Gaya Kepemimpinan Transformasional => Efektivitas SMK 0,297 4,416 Gaya Kepemimpinan Transformasional => Kinerja 0,220 3,559 0,220 3,727

Komitemen Pegawai => Efektivitas

SMK 0,529 7,487

Komitemen Pegawai => Kinerja 0,223 3,649 0,223 3,793

4.6 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Pengujian pertama dilakukan untuk melihat apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja. Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat nilai original sample estimete gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja adalah sebesar 0,220 dengan signifikansi dibawah 5% yang ditunjukkan dengan nilai t-statistik 3,559 lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1,962. Nilai original sample estimate positif mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan hasil regresi tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama diterima. Praktek gaya kepemimpinan transformasional yang dimiliki jajaran pimpinan di

(19)

19

KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta cukup tinggi. Dilihat dari hasil analisis deskriptif variabel gaya kepemimpinan transformasional, nilai mean lebih tinggi dari median teoritisnya. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan kinerja pegawai melalui kemampuan pemimpin untuk mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi, pemberian motivasi dan inspirasi agar bawahan senantiasa optimis dan antusias dalam mencapai target kinerja yang ditentukan, pemberian stimulasi dan dorongan agar bawahan kreatif dan inovatif sehingga mampu menyelesaikan masalah dengan cermat, rasional dan efektif dan kemampuan pemimpin dalam membimbing, mendidik dan melatih bawahan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individual.

Pengujian kedua dilakukan untuk melihat apakah komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja. Hasil pengujian dapat dilihat dari Tabel 14 di atas, komitmen pegawai memperoleh nilai original sample estimate sebesar 0,223 dengan nilai t-statistik 3,649 > 1,962 yang berarti komitmen pegawai berpengaruh positif terhadap kinerja dengan tingkat signifikansi diatas 5% (signifikan). Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 diterima. Komitmen pegawai yang dimiliki para AR di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta cukup tinggi. Dilihat dari hasil analisis deskriptif variabel komitmen pegawai, nilai mean lebih tinggi dari median teoritisnya. Komitmen pegawai yang tinggi mampu meningkatkan kinerja melalui loyalitas yang tinggi terhadap institusi, motivasi kerja yang tinggi dan bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran lebih dari yang diharapkan untuk memastikan kinerja yang dicapainya sesuai dengan harapan organisasi.

Pengujian hipotesis ketiga ditujukan untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Berdasarkan hasil pengujian diketahui gaya kepemimpinan transformasional memperoleh nilai original sample estimate sebesar 0,297 dengan nilai t-statistik 4,416 > 1,962 yang berarti variabel gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif sebesar 29,7% terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja dengan signifikansi dibawah 5% (signifikan). Dari hasil regresi hipotesis tersebut dapat simpulkan bahawa hipotesis ketiga (H3) diterima. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan efektivitas SMK. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja. Pemimpin yang senatiasa memberi motivasi dan inspirasi membuat bawahan senantiasa optimis dan antusias dalam mencapai tujuan

(20)

20

organisasi dan mendukung strategi organisasi yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja. Kemampuan pemimpin dalam membimbing, mendidik dan melatih bawahan sesuai dengan program yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja mampu mengatasi kekuatiran dalam bekerja karena keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki berkembang dengan baik. Gaya kepemimpinan transformasional mampu menstimulasi para AR untuk selalu kreatif dan inovatif agar dapat bekerja dengan lebih efektif sehingga implementasi SMK dapat berjalan dengan sukses. Pimpinan yang memiliki gaya transformasional paham akan visi dan misi organisasi sehingga mampu memanfaatkan SMK sebagai alat efektif untuk meningkatkan motivasi kerja para AR. Dukungan aktif dari kepala kantor dan para kepala seksi terhadap implementasi sistem manajemen kinerja, menjadikan sistem ini mampu dimanfaatkan untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Pemimpin mampu memanfaatkan sistem manajemen kinerja untuk dapat memberikan penilaian kinerja AR secara akurat serta mampu menghubungkannya dengan kinerja kantor.

Pengujian hipotesis keempat ditujukan untuk melihat pengaruh komitmen pegawai terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Berdasarkan hasil pengujian diketahui komitmen pegawai memperoleh nilai original sample estimate sebesar 0,529 dengan nilai t-statistik 7,487 > 1,962 yang berarti variabel komitmen pegawai berpengaruh positif sebesar 52,9% terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja dengan signifikansi dibawah 5% (signifikan). Dari hasil regresi hipotesis tersebut dapat simpulkan bahawa hipotesis keempat (H4) diterima. Komitmen pegawai yang tinggi mampu membuat penerapan sistem manajemen kinerja dapat berjalan dengan efektif. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan instansi yang ditetapkan melalui sistem manajemen kinerja. Pegawai dengan komitmen tinggi merasa bahwa nilai-nilai organisasi sejalan dengan nilai-nilai-nilai-nilai pribadinya sehingga diharapkan mampu menciptakan budaya yang berorientasi kinerja yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Para AR yang memiliki komitmen yang kuat akan siap bekerja keras, mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk mendukung seluruh aktivitas dan program yang dilaksanakan kantor salah satunya program implementasi sistem manajemen kinerja. Komitmen yang tinggi mampu membuat penerapan sistem manajemen kinerja berjalan dengan efektif hingga mampu menciptakan budaya yang berorientasi kinerja, mendukung upaya perubahan kinerja individu dan dapat mengatasi kekhawatiran AR dalam bekerja.

Pengujian kelima dilakukan untuk melihat apakah efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Hasil pengujian dapat dilihat dari Tabel 14 di

(21)

21

atas, efektivitas sistem manajemen kinerja memperoleh nilai original sample estimate sebesar 0,496 dengan nilai t-statistik 8,409 > 1,962 yang berarti bahwa efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja dengan tingkat signifikansi diatas 5% (signifikan). Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima (H5) diterima. Efektivitas sistem manajemen kinerja di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP D.I. Yogyakarta cukup tinggi. Dilihat dari hasil analisis deskriptif variabel efektivitas sistem manajemen kinerja, nilai mean lebih tinggi dari median teoritisnya. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu meningkatkan kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar peningkatan kinerjanya dapat ditunjukkan. Sistem manajemen kinerja yang efektif juga mampu memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai, artinya kinerja akan menjadi tolak ukur pemberian reward atau punishment oleh karena itu pegawai akan bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. Sistem manajemen yang efektif mampu mengidentifikasi pegawai yang berbakat dan berpotensi maupun pegawai berkinerja buruk. Pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan promosi, sehingga pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya agar mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan.

Pengujian keenam dilakukan untuk melihat apakah efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja. Hasil pengujian dapat dilihat bahwa pengaruh langsung gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja sebelum mediasi sebesar 0,2199 dengan signifikansi dibawah 0,05%, mengalami penurunan setelah memasukkan variabel mediasi dalam analisis hal ini dapat dilihat melalui koefisien gaya kepemimpinan transformasional setelah memasukkan variabel mediasi sebesar 0,2198 dan signifikansi dibawah 0,05. Pengaruh tidak langsung gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja melalui efektivitas sistem manajemen kinerja diperoleh dengan mengalikan nilai original sample estimates gaya kepemimpinan transformasional terhadap efektivitas SMK sebesar 0,2967 dengan nilai original sample estimates efektivitas SMK terhadap kinerja sebesar 0,4959 sehingga didapatkan nilai sebesar 0,1471. Nilai pengaruh total diperoleh dengan menjumlahkan pengaruh tidak langsung sebesar 0,1471 dengan pengaruh langsung yaitu 0,2199 sehingga diperoleh nilai 0,3670. Dengan menggunakan rumus VAF dari Hair et al. (2013), didapatkan nilai VAF sebesar 40,08%. Nilai tersebut terletak antara 20% hingga 80% yang berarti bahwa efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya

(22)

22

kepemimpinan transformasional terhadap kinerja secara parsial. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam (H6) diterima. Gaya kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan kinerja pegawai melalui implementasi sistem manajemen kinerja yang efektif. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja yang berperan memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan meningkatkan kinerjanya. Pemimpin yang senatiasa memberi motivasi dan inspirasi membuat bawahan senantiasa optimis dan antusias dalam mencapai tujuan organisasi dan mendukung strategi organisasi yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja yang mana sistem manajemen kinerja yang efektif akan memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai, oleh karena itu pegawai akan bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. Kemampuan pemimpin dalam membimbing, mendidik dan melatih bawahan mampu mengembangkan keterampilan, pengetahuan, bakat dan potensi yang dimiliki pegawai melalui program yang ditetapkan dalam sistem manajemen kinerja. Selanjutnya sistem manajemen akan mengidentifikasi pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi tersebut. Pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan promosi, sehingga pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya agar mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan. Mediasi bersifat parsial mungkin disebabkan karena gaya kepemimpinan transformasional para pimpinan yang sangat kuat dan memiliki kedekatan emosional secara langsung dengan bawahannya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh komunikasi antara pimpinan dan bawahan yang dibangun secara efektif dan seringnya program-program perubahan organisasi dalam rangka reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan.

Pengujian ketujuh dilakukan untuk melihat apakah efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh komitmen pegawai terhadap kinerja. Hasil pengujian dapat dilihat bahwa pengaruh langsung komitmen pegawai terhadap kinerja sebelum mediasi sebesar 0,2225 dengan signifikansi dibawah 0,05% mengalami sedikit peningkatan setelah memasukkan variabel mediasi dalam analisis, hal ini dapat dilihat melalui koefisien komitmen pegawai setelah memasukkan variabel mediasi sebesar 0,2229 dan signifikansi dibawah 0,05. Pengaruh tidak langsung komitmen pegawai terhadap kinerja melalui efektivitas sistem manajemen kinerja diperoleh dengan mengalikan nilai original sample estimates komitmen pegawai terhadap efektivitas SMK sebesar 0,5288 dengan nilai

(23)

23

original sample estimates efektivitas SMK terhadap kinerja sebesar 0,4959 sehingga didapatkan nilai sebesar 0,2622. Nilai pengaruh total diperoleh dengan menjumlahkan pengaruh tidak langsung sebesar 0,2622 dengan pengaruh langsung yaitu 0,2225 sehingga diperoleh nilai 0,4847. Dengan menggunakan rumus VAF dari Hair et al. (2013), didapatkan nilai VAF sebesar 54,10%. Nilai tersebut terletak antara 20% hingga 80% yang berarti bahwa efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh komitmen pegawai terhadap kinerja secara parsial. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam (H7) diterima. Pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan mampu meningkatkan kinerjanya melalui sistem manajemen kinerja yang efektif. Pegawai dengan loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan dan upaya perubahan organisasi kearah yang lebih baik salah satunya peningkatan kinerja pegawai dan organisasi yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Sistem manajemen kinerja kemudian memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. Pegawai dengan komitmen tinggi merasa bahwa nilai-nilai organisasi sejalan dengan nilai-nilai pribadinya sehingga diharapkan mampu menciptakan budaya yang berorientasi kinerja yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Budaya kinerja yang dibangun oleh sistem manajemen kinerja menjadikan lingkungan kerja yang kondusif dan membuat pegawai bekerja lebih efisien dan kinerjanya meningkat. Mediasi bersifat parsial mungkin disebabkan karena komitmen AR yang sangat kuat, hal ini mungkin dipengaruhi oleh sering dilakukannya kegiatan penanaman nilai-nilai organisasi. Hampir setiap tahun DJP menyelenggarakan ICV (internalized corporate value), yaitu program yang tujuan menanamkan nilai-nilai organisasi, meningkatkan soliditas antar pegawai serta meningkatkan komitmen dan motivasi kerja.

5. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dengan meningkatkan kemampuan kepemimpinan, kinerja pegawai dapat didorong sampai pada tingkat yang diharapkan. Kemampuan kepemimpinan bisa ditingkatkan melalui penyelenggaraan diklat-diklat kepemimpinan. Komitmen pegawai berpengaruh positif

(24)

24

terhadap kinerja Komitmen pegawai berpengaruh terhadap kinerja. Komitmen pegawai yang tinggi mampu meningkatkan kinerja melalui loyalitas yang tinggi terhadap institusi, motivasi kerja yang tinggi dan kesediaan mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran lebih dari yang diharapkan untuk memastikan kinerja yang dicapainya sesuai dengan harapan organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Kepemimpinan transformasional yang efektif mampu meningkatkan efektivitas implementasi sistem manajemen kinerja. Komitmen pegawai berpengaruh terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja. Komitmen pegawai yang tinggi mampu membuat penerapan sistem manajemen kinerja dapat berjalan dengan efektif. Pegawai yang loyalitas tinggi siap bekerja keras demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan instansi yang ditetapkan melalui sistem manajemen kinerja dan mendukung seluruh aktivitas dan program yang dilaksanakan kantor salah satunya program implementasi sistem manajemen kinerja.

Efektivitas sistem manajemen kinerja berpengaruh terhadap kinerja. Sistem manajemen kinerja yang efektif mampu memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, oleh karena itu pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar peningkatan kinerjanya dapat ditunjukkan. Sistem manajemen kinerja yang efektif juga mampu memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai, artinya kinerja akan menjadi tolak ukur pemberian reward atau punishment oleh karena itu pegawai akan bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. Efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja. Pemimpin yang mampu mengendalikan bawahannya agar bekerja sesuai visi dan misi organisasi dimungkinkan mampu menghubungkan kinerja individu dengan kinerja organisasi melalui sistem manajemen kinerja yang berperan memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, mengidentifikasi pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi tersebut. Pegawai yang berbakat, berpotensi dan berkinerja tinggi memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan promosi, sehingga pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Efektivitas sistem manajemen kinerja memediasi pengaruh komitmen pegawai terhadap kinerja. Pegawai dengan loyalitas tinggi siap bekerja keras, mengorbankan sumber daya yang dimilikinya baik waktu, tenaga dan pikiran demi mendukung seluruh aktivitas dan program untuk mencapai tujuan dan upaya perubahan organisasi kearah yang lebih baik salah satunya peningkatan kinerja pegawai dan organisasi yang diakomodasi melalui sistem manajemen kinerja. Sistem manajemen kinerja kemudian memberikan penilaian yang akurat terhadap kinerja pegawai, memberikan umpan balik kinerja kepada pegawai oleh karena itu

(25)

25

pegawai akan bekerja dengan sebaik mungkin agar mendapatkan reward yang setimpal. 5.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini antara lain sebagai berikut ini.

1. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dirasa masih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah AR secara nasional, yaitu sebanyak 8412 orang. Oleh karena itu, hasil penelitian ini belum bisa digeneralisasikan pada skala yang lebih besar. 2. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melakukan survey yang

dilaksanakan dengan pertanyaan tertulis sehingga kesimpulan didasarkan pada jawaban yang diberikan responden secara tertulis. Hal ini dapat menimbulkan persepsi yang berbeda dari responden dengan keadaan sesungguhnya.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya, yaitu berikut ini.

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian di semua Kantor Pelayanan Pajak DJP sehingga hasil penelitian lebih menyeluruh dan hasilnya dapat digeneralisasikan.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metoda campuran (kuantitatif dan kualitatif) karena metode ini mempunyai hasil pemahaman yang lebih luas dan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I.M. 2014. Transformational Leadership untuk Transformasi Kelembagaan. Diakses tanggal 10 Juli 2015 dari http://imammukhlisaffandi.blogspot.co.id/ 2014/ 12/ transformational-

leadership-untuk.html.

Asmoko, H. & Lasahido, I. 2013. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Dengan Kinerja. Kajian Akademis. BPPK 2013.

Astuti, S. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai (Studi tentang Gaya Kepemimpinan Situasional) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Petisah. Diakses tanggal 10 Agustus 2015 dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38168/7/.

Azis, A. & Niswah, F. 2013. Pengaruh Remunerasi terhadap Kinerja Pegawai Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Tuban. Didownload tanggal 2 Desember 2015 dari

(26)

26

Bass, B.M. 1999. Two Decades of Research in Transformational Leadership. European Journal of Work and Organizational Psychology 8(1): 9-32. Bass, B.M. 2001. Leadership and Performance Beyond Expextations. New York. Free Prees. Bevan, S. & Thompson, M. 1991. Performance Management at The Crossroads. Personnel

Management. November : 36–39.

Budiwibowo, S. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional, Transformasional dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Guru (Karyawan) Di Kota Madiun. Premiere Educandum 4 (2): 119-132.

Bush, P. 2005. Strategic Performance Management in Government: Using The Balanced Scorecard. Cost Management, 19: 24-31. Diakses tanggal 2 Desember 2015 dari http://search.proquest.com/docview /209690125?accountid=145177.

Endrias, W.S.H. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ruteng). Jurnal MIX, IV(1) : 70-82.

Fajra, F.K. 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya

Organisasi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Agam. Diakses tanggal 10 Oktober 2015 dari http:// repository .unand. ac .id / 17634 /1 / Pengaruh _Gaya _Kepemimpinan.pdf. Gani, A. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makasar. Jurnal Aplikasi Manajemen UMI Makassar, 7(1): 220-228.

Ghozali, I. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang. BP UNDIP.

Ghozali, I. & Latan, H. 2015. Partial Least Squares Konsep, Teknik

dan Alikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0. Semarang. BP

UNDIP.

Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnelly, J. H., & Konopaske, R. 2008. Organizations: Behavior Structure Processes. New York. McGraw-Hill Companies, Inc.

Hair, J. F., Jr., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2013). Partial Least Squares Structural Equation Modeling: Rigorous Applications, Better Results and Higher Acceptance.Long Range Planning, 46(1/2), 1–12.

Harimawan, M.I. 2008. Pengaruh Kompetensi Individu, Kepemimpinan, dan reformasi Administrasi Perpajakan terhadap Kinerja Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Madya di Jawa Timur. Tesis. Didownload tanggal 2 Desember 2015 dari http://adln.lib.unair.ac.id /files/disk1/288/gdlhub-gdl-s3-2010-harimawanm-14352-tea471-k.pdf.

(27)

27

Jefriando, M. 2015. Menkeu Bambang Hampir Tiap Hari Terima Surat Pengunduran Diri

Pegawai Pajak. Diakses pada tanggal 2 Desember 2015 dari

http://finance.detik.com/read/2015/02/05/173731/2824885/4/menkeu-bambang-hampir-tiap-hari-terima-surat-pengunduran-diri-pegawai-pajak.

Juniult, P.T. 2015. Transformasi Kelembagaan DJP dalam Upaya Pengamanan Penerimaan

Pajak. Diakses tanggal 3 November 2015 dari

http://pajak.go.id/content/article/transformasi-kelembagaan-djp-dalam-upaya-pengamanan-penerimaan-pajak.

Kencana, K.C. 2009. Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading. Didownload tanggal 2 Desember 2015 dari http://stie-kasih-bangsa.ac.id/download.journal.php?f=8.

Krisnalia, L. 2011. Pengaruh Public Service Motivation terhadap kinerja Account representative pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II. Tesis. Didownload tanggal 2 desember 2015 dari http://repository.mb.ipb.ac.id/1419/3/E33-03-Lala-RingkasanEksekutif.pdf.

Kristin, Y.S. & Sadjiarto, A. 2013. Hubungan Profesionalisme, Komitmen Organisasi, Iklim Organisasi dan Stres Kerja terhadap Kinerja Pegawai Account Representative di KPP Pratama Surabaya Rungkut. Tax & Accounting Review, 3(2).

Kurniawan, M.R.N. 2011. Pengaruh Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Organisasi Publik. Dikases tanggal 6 Oktober 2015 dari http://eprints.undip.ac.id/26691/1/ Artikel_jurnal_Rizki.pdf. Kurniawan, R. 2015. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Profesionalisme dan Kepuasan Kerja

terhadap Kinerja Pemeriksa Pajak (Studi Pada Pemeriksa Pajak di KPP Madya Pekanbaru, KPP Pratama Pekanbaru Tampan, dan KPP Pratama Pekanbaru Senapelan). Jom FEKON, 2(2): 1-14.

Lawler, E.E. 2003. Reward Practices and Performance Management System Effectiveness. Organizational Dynamics, 32 (4): 396-404.

Maleka, M.S. 2014. Critical Assessment of the Effectiveness of Performance Management System of the Department of Communications. Tesis.

Diakses tanggal 17 Juli 2015 dari

https://www.researchgate.net/profile/Stevens_Maleka/publication/272688522_ Critical _Assessment_ of_the_Effectiveness_of_ Performance _ Management _ System_of_the_Department_of_Communications/links/

54ec564f0cf2465f532e0097.pdf.

Mowday, R., Steers, R., & Porter, L. (1979). The Measurement of Organizational Commitment. Journal of Vocational Behavior, 14: 224-247.

Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steers, R. 1982. Organizational Linkages :The Psychology of Commitment, Absenteeism, and Turnover. San Diego, California. Academic Press.

Gambar

Gambar 1  Model Penelitian
Tabel 6  Hasil Uji Validitas

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat bahwa ODHA dalam film ini ditampilkan sebagai sosok yang positif yang bisa memberikan semangat hidup pada orang lain, bukan seperti kecenderungan

sebagai inti atau poros utama teologi lokal orang Seram Bagian Barat, maka refleksi teologi lokal yang dihasilkan adalah teologi lokal yang tidak membedakan orang karena agama

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi hal-hal: Pemahaman wawasan atau landasan

Preparasi sampel dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama sampel dipreparasi sesuai dengan standar ukuran sampel yang digunakan dalam keperluan untuk analisis

Kelompok Kerja/Panitia Pengadaan (C) Pengadaan Barang Teknologi Informasi dan Jasa Lainnya dilingkungan Badan Kepegawaian Negara Tahun anggaran 2015 akan melaksanakan Pelelangan

karbonisasi karbon aktif dilakukan menggunakan alat furnace selama 1 jam dengan suhu 700 o C. Hasil karakterisasi yang didapat kadar air terendah dimiliki sampel 11 % sebesar 2,85

Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian

Model PML memberikan perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara optimal apabila melibatkan partisipasi aktifyang luas di semua spektrum masyarakat tingkat