• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Layanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Layanan"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Layanan

Secara sederhana, istilah service mungkin bisa diartikan sebagai “melakukan sesuatu bagi orang lain”. Akan tetapi, tidaklah mudah mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia yang taepat untuk istilah tersebut. Menurut Tjiptono (2008: 1) setidaknya ada tiga kata yang bisa mengacu pada istilah tersebut, yakni jasa, layanan dan servis. Sebagai jasa, service umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik (intangible) atau sektor industri spesifik, seperti pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, transportasi, asuransi, perbankan, perhotelan, konstruksi, perdagangan, rekreasi dan sebagainya. Sebagai layanan, istilah service menyiratkan segala sesuatu yang dilakukan pihak tertentu (individu maupun kelompok) kepada pihak lain (individu maupun kelompok), salah satu contohnya adalah layanan pelanggan (customer service). Sementara itu, kata servis lebih mengacu konteks reparasi, misalnya servis sepeda motor, servis peralatan elektronik dan sebagainya. Pengertian pelayanan yang dijelaskan dalam Kep. MENPAN No. 81/93 menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang dan jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun pengertian pelayanan lainnya yang dijelaskan oleh Kotler (2002: 83) bahwa pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Berdasarkan pengertian-pengertian pelayanan yang telah dijelaskan (Kep. MENPAN No. 81/93 dan Kotler: 2002) dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah setiap tindakan dalam bentuk barang atau jasa yang dilakukan pihak tertentu baik individu maupun kelompok kepada pihak lain (individu atau kelompok) dalam bentuk tidak berwujud fisik dan tidak ada pemindahan                

(2)

Dalam pengertian pelayanan yang dijelaskan di atas salah satu karakteristik layanan yaitu tidak berwujud fisik (intangible). Menurut Tjiptono (2008: 15) karakteristik unik yang membedakan layanan dari barang dikenal dengan istilah paradigma IHIP : Intangibility, Heterogeneity, Inseparability, dan Perishability.

1. Intangibility

Jasa atau layanan berbeda secara signifikan dengan barang fisik. Bila barang merupakan suatu obyek, alat, material, atau benda yang bisa dilihat, disentuh, atau dirasa dengan panca indera. Sedangkan layanan justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha yang sifatnya abstrak. Bila barang dapat dimiliki, maka layanan cenderung hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (non-ownership). Walaupun sebagian besar jasa mungkin saja berkaitan dan didukung dengan produk fisik (contohnya, papan tulis, spidol, atau kapur tulis) esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang diberikan oleh pihak tertentu kepada pihak lainnya.

Jasa atau layanan bersifat intangible, artinya jasa/layanan tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengalami atau mengkonsumsinya sendiri. Bahkan dalam jenis-jenis jasa tertentu misalnya bedah otak, sekalipun telah mengkonsumsi jasa yang dibeli, konsumen tetap saja tidak mampu menilai secara obyektif kualitas hasil jasa yang bersangkutan. Bila pelanggan membeli jasa tertentu, sebenarnya ia hanya menggunakan, memanfaatkan atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan bersangkutan tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Produk-produk intangible diyakini lebih sulit dievaluasi, karenanya bisa menimbulkan tingkat ketidakpastian dari persepsi resiko yang besar. Oleh karena itu, untuk menekan ketidakpastian, para pelanggan acap kali memperhatikan simbol, tanda, petunjuk atau bukti fisik kualitas jasa bersangkutan. Mereka akan menyimpulkan kualitas jasa dari aspek tempat, orang, peralatan, komunikasi, simbol dan harga. Kesimpulan yang dibuat para pelanggan akan banyak dipengaruhi oleh atribut-atribut yang digunakan perusahaan jasa, baik atribut yang bersifat obyektif dan dapat dikuantitatifkan maupun atribut yang sangat subyektif dan bersifat perseptual.

               

(3)

2. Heterogeneity/Variability

Layanan bersifat sangat variabel atau heterogen karena merupakan non-standardized output, artinya bentuk, kualitas, dan jenisnya sangat beraneka ragam, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana layanan tersebut dihasilkan. Variabilitas pengalaman dan kualitas layanan seperti ini dikarenakan tiga hal, yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian layanan, moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, serta beban kerja perusahaan. Faktor-faktor ini menghadirkan tantangan tersendiri dalam upaya setiap perusahaan mengembangkan citranya yang konsisten sepanjang waktu.

3. Inseparability

Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru dikonsumsi, sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa atau layanan. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa atau layanan bersangkutan. Dalam hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas staf layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya, sukses tidaknya jasa atau layanan bersangkutan ditunjang oleh kemampuan organisasi dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, sistem kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya secara efektif.

Faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah pemberian perhatian khusus pada tingkat partisipasi/keterlibatan pelanggan dalam proses penyampaian layanan misalnya aktivitas dan partisipasi aktif pelajar/mahasiswa dalam proses belajar-mengajar di kelas. Faktor lain yang perlu pula diperhatikan secara cermat adalah ketersediaan dan akses kepada fasilitas pendukung layanan. Sebagai contoh, sebuah universitas membutuhkan ruang kuliah yang nyaman dan fasilitas yang mendukung setiap kegiatan perkuliahan. Pemilihan lokasi yang tepat, terutama dalam konteks mudah diakses pelanggan atau mudah mengakses pelanggan, juga memainkan peran penting. Aspek ini sangat relevan, baik pada                

(4)

tipe jasa yang mengharuskan pelanggan mendatangi lokasi penyedia jasa, maupun penyedia jasa mendatangi pelanggan.

4. Perishability

Karakteristik jasa yang terakhir yaitu jasa bersifat tidak tahan lama. “Perishability berarti bahwa jasa atau layanan adalah komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu datang, dijual kembali, atau dikembalikan” (Tjiptono, 2008: 24). Kamar hotel yang tidak dihuni atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik dokter umum akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. Kondisi semacam ini tidak akan menjadi masalah apabila permintaan bersifat konstan, karena staf dan kapasitas penyedia jasa atau layanan bisa diatur untuk memenuhi permintaan. Namun, permintaan pelanggan terhadap sebagian besar jasa atau layanan sangat fluktuatif dan sering kali dipengaruhi faktor musiman (seasonal factors).

Kegagalan memenuhi permintaan pada saat puncaknya akan menimbulkan ketidakpuasan pelanggan dan dalam banyak kasus kualitas layanan mengalami penurunan signifikan. Akan tetapi sebaliknya, bila organisasi jasa merancang kapasitas sesuai dengan permintaan puncak, maka di saat periode sepi akan terjadi kapasitas menganggur dalam jumlah sangat besar. Tentunya ini akan menimbulkan pemborosan sumber daya dan penurunan produktivitas karyawan perusahaan. Oleh karena itu, situasi ini menyebabkan manajemen permintaan dan penawaran layanan secara efektif sangat dibutuhkan.

2.2 Pelayanan Publik

PT. Telekomunikasi merupakan sebuah organisasi instansi pemerintah yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pelayanan yang diberikan oleh sebuah organisasi instansi pemerintah termasuk ke dalam pelayanan publik. Menurut Keputusan MENPAN No. 63/2003 pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit                

(5)

kerja pada instansi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Selain pelayanan publik, ada juga yang disebut sebagai pelayanan prima. “Pelayanan prima adalah pelayanan yang sangat baik dan melampaui harapan pelanggan” (Rahmayanty, 2010: 17). Berikut ini akan dijelaskan mengenai hal-hal penting lainnya dalam Keputusan MENPAN Nomor 63/2003, diantaranya mengenai azas pelayanan publik, kelompok pelayanan publik, prinsip pelayanan publik, bagaimana standar pelayanan publik, dan pola penyelenggaraan pelayanan publik.

a. Azas Pelayanan Publik

Azas pelayanan publik menurut Kep. MENPAN No. 63/2003 sebagai berikut.

1. Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.                

(6)

5. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

b. Kelompok Pelayanan Publik

Terdapat beberapa kelompok pelayanan publik berdasarkan jenis pelayanan apa yang diberikan, diantaranya:

1. Kelompok Pelayanan Administratif

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta pernikahan, akta kelahiran, akta kematian, Surat Ijin Mengemudi (SIM), paspor, sertifikat kepemilikan/penguasaan tanah dan sebagainya.

2. Kelompok Pelayanan Barang

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

3. Kelompok Pelayanan Jasa

Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.

Dari berbagai jenis kelompok pelayanan publik Dana Pensiun Telkom termasuk ke dalam kelompok pelayanan jasa. Dana Pensiun Telkom memberikan pelayanan pembayaran manfaat pensiun kepada para pensiunan PT. Telkom, baik melalui tatap muka langsung, telepon, faksimile maupun email. Selain                

(7)

pembayaran manfaat pensiun, Dana Pensiun Telkom juga menyediakan pelayanan mengenai keluhan dan kebutuhan dari para peserta pensiun khususnya melalui telepon. Telepon merupakan alat komunikasi utama di Dana Pensiun Telkom mengingat para peserta pensiun tersebar di seluruh Indonesia, sehingga pelayanan banyak diberikan melalui media tersebut.

c. Prinsip Pelayanan Publik

Terdapat beberapa prinsip yang menjadi pedoman bagi para instansi-instansi pemerintah, BUMN maupun BUMD dalam melakukan pelayanan publik. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu:

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian                

(8)

7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

d. Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi:

1. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

               

(9)

3. Biaya Pelayanan

Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.

4. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.

5. Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

e. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Dalam melakukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada penerima pelayanan atau pelanggan, terdapat beberapa pola penyelenggaraan pelayanan publik. Jenis dari pola penyelenggaraan pelayanan publik sebagai berikut.

1. Fungsional

Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.

2. Terpusat

Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.

3. Terpadu

a. Terpadu Satu Atap

Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis                

(10)

pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan.

b. Terpadu Satu Pintu

Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.

4. Gugus Tugas

Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.

Selain pola pelayanan yang telah dijelaskan di atas, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola penyelenggaraan pelayanan publik tetap mengikuti prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

2.3 Telepon

Pelayanan terdiri dari dua bentuk pelayanan yaitu pelayanan langsung dan pelayanan tidak langsung. Pelayanan langsung yaitu antara pemberi layanan dan penerima layanan secara langsung bertatap muka, sedangkan pelayanan tidak langsung antara pemberi layanan dan penerima layanan tidak bertatap muka langsung akan tetapi bisa melalui email, faksimile dan bisa melalui telepon. Telepon merupakan alat komunikasi yang sering digunakan di setiap instansi untuk melakukan interaksi dengan lingkungan eksternal, baik itu pelanggan, relasi perusahaan dan lain sebagainya.

“Telepon adalah alat komunikasi yang cepat untuk dapat menerima dan menyampaikan informasi dengan sopan santun” (Sedarmayanti, 2009: 155). Menurut Sedianingsih (2010: 28) telepon merupakan alat komunikasi untuk menerima dan menyampaikan informasi dengan cepat baik untuk kegiatan bisnis maupun nonbisnis dalam bentuk informasi. Mengacu dari dua pengertian tersebut (Sedarmayanti: 2009 dan Sedianingsih: 2010) dapat disimpulkan bahwa telepon                

(11)

adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi baik bisnis maupun nonbisnis dari pemberi informasi kepada penerima informasi yang dilakukan dengan cepat dan tepat serta disampaikan secara sopan santun.

2.3.1 Macam-macam Pesawat Telepon dan Hubungan Telepon

1. Macam-macam Pesawat Telepon

Banyak jenis telepon yang kita ketahui saat ini, seperti telepon kabel biasa hingga telepon yang sudah dapat dibawa kemana-mana yang disebut dengan handphone. Perkembangan telepon sudah banyak mengalami perubahan mulai dari telepon dengan tuts diputar dan sekarang sudah ada telepon dengan teknologi canggih. Menurut Sedarmayanti (dalam Sedianingsih, 2010), ditinjau dari peletakannya ada bermacam-macam telepon yang digunakan, antara lain:

a. Telepon meja (tablephone) yaitu telepon yang diletakkan di atas meja. b. Telepon dinding (wallphone), yaitu telepon yang dipasang pada dinding. c. Telepon mobil, kapal atau pesawat.

Dari segi kapasitas atau kemampuan peralatan yang digunakan pada pesawat telepon, terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut.

a. Satu jalur telepon (single line telephone), bisa dengan sistem tuts atau putar angka. Jenis telepon ini banyak digunakan oleh masyarakat yang memiliki fasilitas telepon di rumah.

b. Telepon dengan banyak tuts (multi button telephone), melalui pesawat ini hubungan telepon masuk dapat diatur penyampaiannya kepada orang yang dipanggil. Jenis telepon ini banyak digunakan pada organisasi-organisasi. c. Sistem hunting, yaitu satu nomor telepon dapat digunakan secara serentak

untuk beberapa saluran.

d. Telepon dengan pengeras suara (loudspeaking telephone), yaitu telepon yang tidak perlu dipegang sewaktu berbicara.

               

(12)

2. Hubungan Telepon

Menurut Sedianingsih (2010: 30) ditinjau dari segi jarak jangkauannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Hubungan lokal (setempat), yaitu hubungan yang dilakukan pada satu lingkup daerah tertentu, misalnya daerah Yogyakarta. Pada hubungan ini tidak perlu menekan atau memutar kode area tempat yang dituju.

b. Hubungan interlokal, yaitu hubungan telepon antara dua orang yang jaraknya cukup jauh, misalnya antarkota atau antarprovinsi, namun tetap dalam satu negara. Hubungan interlokal ini dapat melalui Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ). Untuk melakukan hubungan ini, terlebih dahulu seseorang harus menekan atau memutar nomor kode wilayah tempat yang dituju. Misalnya, kita di Medan ingin mengadakan hubungan telepon ke Jakarta maka diharuskan menekan atau memutar lebih dahulu nomor 021, yaitu nomor kode wilayah Jakarta. Setelah itu baru diikuti dengan nomor telepon yang dituju. Contoh: (021) 8580951. Bagi kota-kota yang belum mendapat layanan SLJJ, permintaan hubungan interlokal dapat diadakan melalui bantuan operator dengan memutar nomor 100. Setelah operator menjawab, segera beritahukan:

1) Nomor telepon kantor kita. 2) Nama kantor kita.

3) Kota dan nomor telepon kantor atau orang yang memanggil. 4) Nama kantor atau orang yang memanggil.

5) Jenis permintaan yang dikehendaki, yaitu biasa atau segera.

c. Hubungan internasional, yaitu hubungan telepon dari seseorang atau organisasi di suatu negara tertentu kepada orang atau organisasi di negara lain. Permintaan hubungan telepon internasional dapat diadakan dengan menekan atau memutar terlebih dahulu nomor 001, atau 008; dapat juga dengan memutar nomor 101. Setelah itu tekan nomor kode negara, kode wilayah, baru kemudian nomor telepon yang dituju. Contoh, tekanlah tuts:

00 + Kode Negara + Kode Wilayah + Nomor Telepon Tujuan                

(13)

Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1) Apabila pemanggil ingin mengetahui biaya yang harus dibayar untuk suatu pembicaraan interlokal atau internasional maka harus diberitahukan kepada operator pada waktu melakukan booking dan minta Acvice Duration Charge (ADC).

2) Transfer charge atau collect biaya percakapan telepon yang dibayar oleh penerima telepon.

3) Hunting system, yaitu memburu saluran kosong secara otomatis.

Dalam melakukan hubungan internasional (melalui sambungan langsung internasional), kita harus memperhatikan perbedaan waktu antarnegara agar tidak menyalahi etiket bertelepon. Bila kita mengadakan sambungan langsung internasional, maka yang kita lakukan adalah tekan tuts:

00 + Kode Negara + Kode Wilayah + Nomor Telepon Tujuan

2.3.2 Jenis-jenis Alat Komunikasi Kantor

Kemajuan zaman sekarang telah menghasilkan berbagai macam alat komunikasi yang canggih dan bersifat global. Misalnya:

1. Faksimile (faks), yaitu mesin telecopier yang memanfaatkan jaringan telepon. Dengan memakai alat ini dapat mengirimkan tulisan, gambar ke tempat lain yang juga memiliki mesin faks. Berikut ini adalah beberapa contoh faksimile.

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Mesin Faksimile Mesin Faksimile dengan Fotokopi

               

(14)

Mesin faks yang tampak pada Gambar 2.1 dapat digunakan untuk menerima dan melayani telepon serta mengirim informasi dalam bentuk tulisan dan gambar ke tempat lain dengan cepat. Mesin faks yang tampak pada Gambar 2.2 selain dapat digunakan untuk menerima dan melayani telepon serta mengirim informasi dalam bentuk tulisan dan gambar ke tempat lain dengan cepat, juga dapat berfungsi sebagai mesin fotokopi.

2. Teleconference, yaitu suatu sistem komunikasi yang memungkinkan beberapa pihak untuk saling kontak suara dan melihat melalui monitor. Sistem ini memungkinkan untuk melakukan rapat jarak jauh dari berbagai tempat yang berbeda dan pada saat yang sama, sehingga tercipta efisiensi dan efektivitas dengan syarat di masing-masing tempat tersebut terdapat sistem yang memungkinkan untuk melakukan teleconference. Namun tidak menutup kemungkinan teleconference digunakan dalam rapat yang diselenggarakan dalam satu ruangan. Teleconference juga dapat dilakukan di mana saja, sehingga tidak mengganggu kegiatan bisnis yang telah direncanakan.

Gambar 2.3

Penggunaan Teleconference dalam Ruang Rapat yang Berbeda                

(15)

Gambar 2.4 Alat Teleconference

Gambar 2.4 adalah alat yang dapat digunakan untuk melakukan teleconference. Sebelumnya dengan conventional teleconference kita tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh pembicara lain sehingga sulit untuk konsentrasi terhadap pokok pembicaraan. Sedangkan dengan menggunakan teleconference sudah lebih canggih dan interaksi antara pembicara satu dengan pembicara yang lain bisa lebih berkonsentrasi pada pokok pembicaraan yang dibahas.

2.4 Menerima dan Melayani Telepon

Untuk menciptakan kesan yang baik, menurut Sedianingsih (2010: 44) usahakan baik pada saat menerima maupun melayani telepon untuk selalu mengatur suara agar terdengar phonogenic, mengatur kecepatan berbicara, nada suara dan kejelasan pengucapan.

1. Suara yang phonogenic, adalah suara yang pas dan enak didengar di telinga orang yang mendengarnya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan berikut ini.

a. Suara yang phonogenic memiliki nilai tambah bagi seseorang yang sering menggunakan pesawat telepon dalam kariernya.

b. Kita tidak dapat melihat gerakan bibir, mata, atau anggota badan lainnya yang memberikan aksen untuk memperjelas apa yang ingin kita komunikasikan.                

(16)

2. Kecepatan berbicara harus diperhatikan agar semua ucapan tertangkap pendengaran lawan bicara.

3. Nada suara harus diperhatikan agar terdengar ramah, bersahabat, dan penuh perhatian. Apabila suara yang kita miliki adalah suara dengan nada tinggi, maka diperlukan latihan dengan menurunkan suara satu oktaf lebih rendah. 4. Kejelasan pengucapan harus diperhatikan agar semua ucapan tertangkap dan

dapat dimengerti oleh lawan bicara. Untuk itu diperlukan latihan menyuarakan bunyi seperti a, i, u, e, o, t, c, k, g dan seterusnya dengan tepat dan fasih.

Selain beberapa hal di atas, ada juga yang harus diperhatikan yaitu the courtacy dial atau kepribadian menelepon, adalah suatu istilah yang digunakan dalam pelayanan telepon secara profesional. Berdasarkan penjelasan di atas, dalam menerima dan melayani telepon banyak hal-hal yang harus diperhatikan terutama bagi seorang operator, dimana operator merupakan orang pertama yang mengangkat telepon dengan para pelanggan. Apabila semua penjelasan di atas dapat dilakukan dengan baik, maka akan membuat citra yang baik bagi perusahaan yang bersangkutan.

2.4.1 Persiapan Dalam Menerima Telepon

Penerimaan telepon masuk terjadi di semua lapisan organisasi, baik organisasi kecil hingga organisasi yang besar sekalipun. Dalam menangani penerimaan telepon masuk selain memiliki kemampuan yang baik, harus didukung dengan persiapan yang baik pula. Menurut Sedarmayanti (2009: 155) persiapan yang perlu dilakukan dalam menerima dan melayani telepon serta menelepon:

1. Menyiapkan formulir penerimaan telepon dan alat tulis, serta meletakkannya di dekat pesawat telepon, agar mudah dijangkau bila membutukannya sambil memegang telepon.

2. Membuat satu daftar khusus nomor-nomor telepon penting yang sering dibutuhkan, dan sediakanlah selalu di meja kerja, untuk memudahkan bila sewaktu-waktu diperlukan.                

(17)

3. Memahami bagaimana cara mengadakan atau menyambung telepon interlokal baik dalam maupun luar negeri, dan catatlah lamanya pembicaraan serta tanyakan biayanya ke kantor telepon.

4. Jangan banyak menggunakan telepon untuk kepentingan pribadi.

5. Dalam percakapan telepon, harus selalu bersikap waspada atau hati-hati, dan usahakanlah jangan menyela (mengadakan interupsi), atau memutuskan pembicaraan serta jangan mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan.

6. Bersikaplah seperti sedang bertatap muka, ramah, sewajarnya, pergunakan kata yang singkat, jelas dengan nada dan volume suara yang teratur.

7. Berusaha untuk cepat memahami maksud pembicara dan berlatih kesan bahwa penelepon diperhatikan dan dibantu.

8. Jangan menampakkan kesan sibuk, pada waktu memegang telepon.

9. Jangan terlalu cepat dalam berbicara, batasi pada masalah yang penting, usahakan pembicaraan lancar.

10.Hindari penyampaian informasi rahasia, dan masalah yang bersifat pribadi.

2.4.2 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Menerima Telepon

Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Pengetahuan tentang Manajemen Perkantoran, Sedarmayanti (2009: 156) mengatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menerima telepon yaitu:

1. Pada waktu bel telepon berdering, maka segera angkatlah gagang telepon dengan tangan kiri, dan tangan kanan meraih alat tulis serta formulir penerimaan telepon, untuk mengadakan persiapan dikhawatirkan ada pesan atau hal yang harus ditulis, atau mungkin masalah yang akan ditanyakan.

2. Menjawab telepon secara cepat, singkat, jelas dan hormat dengan terlebih dahulu memberi ucapan salam hormat, serta berikan identifikasi, maksudnya katakan dimana telepon diterima dengan cara mengucapkan selamat (pagi/siang), menyebutkan nama kantor atau nomor telepon,                

(18)

3. Memberikan keterangan dengan jelas dan sopan apabila: a. Penelepon salah sambung.

b. Penelepon ingin bicara dengan orang yang sedang tidak ada di tempat. c. Penelepon perlu menelepon nomor lain atau orang lain. Hendaknya

dengan segera dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penelepon atau segera dihubungkan dengan orang yang dikehendaki oleh penelepon.

4. Apabila penelepon tidak menyebutkan nama atau kantornya, sebaliknya salah satu pertanyaan dapat diajukan dengan cara:

- “Maaf, saya bicara dengan siapa atau bolehkah saya mengetahui nama Bapak/ibu.”

- “Maaf, dari mana Bapak menelepon.” 5. Apabila pimpinan tidak ada di tempat.

Mengingat kompleksnya kegiatan atau pekerjaan seorang pimpinan dan kadang-kadang pimpinan tidak sempat menerima telepon, maka akibatnya pada waktu-waktu tertentu, terpaksa seseorang harus mengatakan bahwa pimpinan tidak ada di tempat. Untuk menghindari perkiraan yang negatif bagi penelepon yang dapat menimbulkan kesan tidak baik, maka sebelum menyatakan bahwa pimpinan sibuk atau tidak ada di tempat, maka sebaiknya secara diplomatis dapat dikatakan: “Maaf Pak/Ibu, apakah Bapak/Ibu dapat menunggu sebentar, saya akan melihat/mencari Bapak pimpinan terlebih dahulu.”

6. Jika pimpinan tidak ada di tempat, hubungi orang yang telah diberi kuasa untuk menggantikan pimpinan, dan katakanlah hal tersebut kepada penelepon, serta tanyakanlah seandainya ada pesan, misalnya dengan cara: “Apakah ada pesan yang dapat saya sampaikan” atau apakah mungkin bila wakil pimpinan yang akan menerimanya.”

7. Bila ada suatu keperluan, sehingga terpaksa seseorang harus meninggalkan tempat duduk atau tempat kerjanya, maka sebaiknya mintalah bantuan kepada seorang rekan untuk menerima telepon, selama kita tidak di tempat.                

(19)

8. Seorang pegawai wajib membantu pimpinan dengan menerima pesan atau permintaan melalui telepon dan mencoba menanganinya tanpa mengganggu dan menunggu pimpinan.

9. Bila hubungan terputus, maka hendaknya letakkan gagang telepon.

2.4.3 Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Dalam Menerima Telepon

Menurut Sedianingsih (2010: 48) langkah yang harus dilakukan dalam menerima telepon adalah sebagai berikut.

1. Apabila telepon dari luar melalui saluran langsung (tidak melalui operator), maka caranya adalah:

a. Menyebutkan nama perusahaan atau organisasi tempat Saudara bekerja.

b. Mengucapkan salam: selamat pagi/siang/petang.

c. Menanyakan apakah ada yang dapat dibantu atau ingin bicara dengan siapa. Contoh: “PT Triguna, selamat pagi. Ada yang dapat saya bantu?”

2. Apabila telepon berasal dari luar tapi melalui saluran tak langsung, maka melalui sentral telepon internal dahulu baru kemudian disalurkan ke pesawat telepon yang ada di perusahaan dengan cara:

a. Menyebutkan nama satuan kerja (tidak perlu menyebutkan nama perusahaan).

b. Mengucapkan salam: selamat pagi/siang/petang.

c. Menanyakan apakah ada yang dapat dibantu atau ingin bicara dengan siapa.

3. Penelepon yang belum atau tidak dikenal. Caranya adalah sama seperti yang sudah dijelaskan pada poin 1 dan poin 2, lalu seperti pada umumnya penelepon sebelum ditanya telah menjelaskan identitasnya serta perihal yang akan dibicarakan dengan pimpinan. Apabila penelepon belum dikenal dan ingin berbicara dengan pimpinan, jangan sekali-kali mengatakan bahwa pimpinan ada di tempat. Beberapa hal yang harus                

(20)

a. Untuk menghindari kurang berkenannya pimpinan menerima telepon karena suatu hal, maka sebaik-baiknya mohon waktu sejenak. Apabila perihal yang akan dibicarakan memang ada relevansinya dengan wewenang dan tanggung jawab pimpinan, dan pimpinan sedang ada di tempat, cara yang perlu dilakukan adalah menghubungkan penelepon dengan pimpinan.

b. Apabila pimpinan berkenan menerima, katakanlah kepada pihak penelepon sebagai berikut: “Bapak/Ibu, pimpinan ada di tempat. Saya persilakan Bapak/Ibu bicara langsung.”

c. Apabila pimpinan tidak berkenan menerima telepon, maka katakan kepada penelepon sebagai berikut. “Mohon maaf Bapak/Ibu, ternyata pimpinan tidak ada di tempat. Hari ini sedang ada pertemuan/rapat dengan para nasabah.”

d. Apabila pimpinan sedang tidak berada di tempat, maka sekretaris harus menjelaskannya.

e. Apabila penelepon hanya mengatakan ingin bicara dengan pimpinan dan mengatakan keperluannya tetapi belum menyebutkan identitasnya, maka sekretaris harus menanyakan identitas penelepon.

f. Apabila penelepon mau mengatakan identitas dirinya, maka sekretaris harus menanyakan keperluannya.

g. Apabila penelepon hanya mau menyebutkan keperluannya, dan ia mendesak ingin bicara dengan pimpinan, maka sekretaris harus melaporkan hal itu kepada pimpinan.

h. Menghadapi penelepon yang hanya mau menyebutkan identitasnya tetapi belum mengungkapkan keperluannya, maka sekretaris harus memberitahukan bahwa pimpinan sedang rapat, lalu tanyakan hal yang ingin dibicarakan. Seandainya hal yang akan dibicarakan tersebut bukan wewenang dan tanggung jawab pimpinan, sekretaris dapat memberitahukan penelepon bahwa ia salah alamat.

               

(21)

4. Penelepon yang telah dikenal

Sekretaris harus bersikap lebih ramah dan jangan bersikap sangat formal dalam menyapa dan bertanya kepada penelepon (pejabat yang telah dikenal ). Usahakan bersikap warm welcome, penuh persahabatan. Begitu pula dalam mengahadapi penelepon yang telah dikenal nama dan jabatannya, walaupun mungkin baru saat itu menelepon untuk pertama kalinya. Sekretaris harus mengetahui kedudukan si penelepon apakah lebih tinggi, sederajat, atau lebih rendah dibandingkan dengan pimpinan, karena ada etika yang mengatur tata cara menyambungkan telepon untuk pimpinan berdasarkan tingkat jabatan penelepon.

a. Langkah-langkah dalam menghadapi penelepon yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pimpinannya:

1) Menyebutkan nama perusahaan/organisasi. 2) Mengucapkan salam: selamat pagi/siang/petang.

3) Menanyakan: ”Ada yang dapat saya bantu?” atau “Ingin bicara dengan siapa?”

4) Setalah mengetahui siapa yang akan bicara dengan pimpinan, kemudian hubungkan dengan pimpinan sambil melaporkan.

b. Langkah-langkah dalam menghadapi penelepon yang memiliki kedudukan setingkat atau lebih rendah daripada pimpinan:

1) Menyebutkan nama perusahaan/organisasi. 2) Mengucapkan salam: selamat pagi/siang/petang.

3) Menanyakan “Ada yang dapat dibantu?” atau “Ingin bicara dengan siapa?”

4) Setelah mengetahui siapa yang akan berbicara dengan pimpinan, silahkan yang akan berbicara itu “on the line” dengan Anda terlebih dahulu.

5) Setelah memastikan yang sedang on the line adalah pejabat yang dimaksud, barulah dihubungkan dengan pimpinan sambil melapor.                

(22)

2.4.4 Mencatat Pesan Melalui Telepon

Agar dapat mencatat pesan telepon dengan baik, maka harus tersedia block note dan alat tulis di atas meja sekretaris. Sedianingsih (2010: 51) menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan dengan mudah, seperti halnya dalam mencatat pesan-pesan untuk pimpinan sebagai berikut ini.

1. Catatlah tanggal, waktu, nama lengkap penelepon dan nama perusahaan, nomor telepon, isi pesan untuk pimpinan, serta tanda tangan sekretaris. 2. Pindahkan segera ke lembar pesan telepon.

3. Letakkan pesan telepon di atas meja pimpinan agar mudah terlihat bila pimpinan nanti kembali.

Dengan telephone message tersebut, maka semua pesan yang harus disampaikan kepada pimpinan dapat tercatat dengan baik, terutama apabila pesan tersebut perlu segera ditindaklanjuti. Dalam hal menerima telepon maka perlu ditunjang oleh adanya formulir untuk mempermudah dan menguntungkan semua pihak. Adapan salah satu contoh kartu penerimaan telepon dapat dilihat pada Gambar 2.5.                

(23)

Sumber : Sedarmayanti (2009: 161)

Gambar 2.5

Contoh Kartu Penerimaan Telepon

2.5 Etiket Menelepon dan Menerima Telepon

Kegiatan menerima telepon dan melakukan panggilan keluar, harus dilakukan dengan baik, karena melalui telepon kita berhubungan langsung dengan para pelanggan, dan pelanggan akan menilai langsung bagaimana kinerja

KARTU PENERIMAAN TELEPON

Untuk : ______________________

Dari : ______________________

Alamat Kantor/Rumah : ______________________ Nomor Telepon : ______________________

ISI BERITA/PESAN Beri tanda (X) pada perihal yang dimaksud

Minta waktu/ingin bertemu Mohon ditelepon kembali Akan datang

Akan ditelepon kembali Ingin mengadakan perjanjian Tidak dapat hadir rapat tanggal … Membatalkan perjanjian Lain-lain : ……….. ………., 20…. Jam : ………. Diterima oleh, ………                

(24)

dan tepat. Menurut Sedianingsih (2010: 57) berikut ini adalah aturan-aturan yang wajib dijalankan oleh seseorang yang akan menelepon atau menerima telepon:

1. Angkat segera gagang telepon sebelum tiga kali berdering. Jangan mengangkat telepon pada deringan pertama, karena sering kali terputus yang disebabkan oleh sambungan yang belum sempurna. Apabila melebihi dari tiga kali deringan, hal ini dapat membuat penelepon menjadi jengkel karena menunggu lama.

2. Sapalah penelepon dengan cara yang profesional dan menyenangkan. 3. Usahakan berbicara dengan suara yang pas, yaitu tidak terlalu keras dan

tidak terlalu kecil, tetapi jangan terdengar mendesah ataupun bernada merayu.

4. Gunakan bahasa yang baik dan benar.

5. Dalam menerima telepon, sebaiknya memberikan identifikasi diri dengan jelas, kemudian lanjutkan dengan sapaan selamat pagi/siang/sore. Jangan mengucapkan kata “halo” pada awal menerima telepon atau pada awal pembicaraan. Kata “halo” hanya dipakai di tengah pembicaraan apabila kata yang tidak jelas atau terputus, dan dapat juga digunakan pada saat menerima telepon, penelepon tidak jelas mengucapkan kata-katanya. 6. Dengarkan baik-baik apa yang dibicarakan penelepon. Bila ada yang

kurang jelas, didahului dengan permohonan maaf, minta diulang kembali. Jangan gunakan kata “apa” atau “hah” bila ada kata-kata penelepon yang kurang jelas.

7. Pastikan terlebih dahulu siapa yang menjadi lawan bicara.

8. Sebaiknya selalu menyebutkan nama penelepon dilengkapi dengan sebutan Bapak/Ibu.

9. Catatlah pesan-pesan dengan cermat. Bila perlu ulangi lagi isi pesan sebagai feedback untuk koreksi bila ada yang salah. Katakan kepada penelepon bahwa pesannya akan segera disampaikan.

10.Apabila menyampaikan pesan ataupun menyambungkan telepon untuk pimpinan, harus pada orang yang tepat.

               

(25)

11. Dalam menyampaikan pesan, sekretaris harus mengatakan bahwa ia akan menyampaikan pesan pimpinan, bukannya mengatakan bahwa ia (sekretaris) yang akan berbicara.

12. Citrakan kesan tenang, sabar, dan tulus, serta penuh perhatian dalam berbicara di telepon.

13.Bertanyalah dengan bijaksana.

14.Catat pesan-pesan yang disampaikan, dan mintalah nomor penelepon. 15.Mintalah maaf bila membuat kesalahan.

16.Mengakhiri pembicaraan dengan tepat.

17.Jangan lupa pada saat mengakhiri telepon mengucapkan kata “terima kasih” (thank you) dan “kembali” (you are welcome). Ucapkan pula salam “selamat pagi” atau “selamat siang”.

18.Biarkan penelepon yang meletakkan teleponnya terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh kita (letakkan gagang telepon dengan pelan).

a. Hal-hal yang Harus Dihindari Dalam Berkomunikasi Melalui Telepon

Menurut Ernawati (dalam Sedianingsih, 2010) hal-hal yang harus dihindari dalam komunikasi melalui telepon adalah:

1. Menggunakan bahasa informal, terutama kepada orang yang belum akrab atau belum tahu siapa orang yang berbicara di telepon.

2. Berbicara dengan orang lain selagi berbicara di telepon. 3. Berbicara sambil makan sesuatu atau mengunyah permen. 4. Berbicara terlalu banyak basa-basi.

5. Berbicara dengan nada kasar atau membentak. 6. Berbicara dengan nada memerintah.

7. Penelepon dibiarkan menunggu terlalu lama, tanpa penjelasan, hanya bunyi musik yang diperdengarkan.

8. Penelepon ditransfer berkali-kali atau ditransfer ke alamat yang salah. 9. Nada dan intonasi terkesan malas atau tak ramah.

10. Lupa menyampaikan pesan kepada orang yang dituju penelepon.                

(26)

b. Kesalahpahaman Dalam Bertelepon

Dalam melakukan kegiatan penerimaan telepon masuk maupun melakukan kegiatan panggilan keluar, tidaklah berjalan dengan lancar. Kadang-kadang ada saja hambatan yang terjadi pada saat bertelepon, sehingga terjadi kesalahan dalam memberikan informasi dari penelepon kepada penerima telepon. Sedarmayanti (2009: 160) menjelaskan kesalahpahaman dalam bertelepon bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu:

1. Pesan yang disampaikan melalui telepon tak terdengar atau kurang jelas, karena gangguan pada pesawat telepon atau lainnya.

2. Pesan yang disampaikan melalui telepon salah, kemungkinan salah terdengar atau penerima telepon salah menginterprestasikannya, karena tidak ditanyakan lebih lanjut oleh penerima telepon.

Untuk menghindari kesalahpahaman di atas:

1. Apabila pesan yang disampaikan tidak jelas, karena gangguan telepon, maka mintalah kepada penelepon untuk menelepon kembali beberapa saat lagi. Atau penerima telepon yang akan meneleponnya kembali. 2. Apabila suara penelepon tidak jelas terdengar, maka mintalah untuk

mengulang kembali apa yang telah diucapkan. Atau, penerima telepon yang akan mengulang kembali pesannya.

2.6 Hambatan Hubungan Telepon

Berbagai hambatan bisa dijumpai pada saat melakukan hubungan telepon. Menurut Sedianingsiih (2010: 34) hambatan hubungan telepon dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu hambatan yang bersifat teknis, hambatan kondisi lingkungan kerja, dan bahasa.

1. Hambatan yang Bersifat Teknis

Hambatan yang bersifat teknis dibedakan menjadi dua macam, yaitu hambatan karena kondisi fisik pesawat telepon dan hambatan karena kondisi fasilitas perlengkapan telepon yang tidak memadai.

               

(27)

a. Hambatan Kondisi Fisik Pesawat Telepon

Pesawat telepon yang rusak akan mengakibatkan hubungan telepon menjadi tidak lancar dan berita yang disampaikan menjadi tidak jelas. Untuk mengatasi hambatan yang demikian sebaiknya pesawat telepon dilengkapi dengan faksimile. Nomor faksimile sama dengan nomor telepon. Faksimile tersebut akan disampaikan kepada pimpinan, dan setelah mendapat penjelasan dan perintah pimpinan, sekretaris dapat segera memberi tahu pihak penelepon.

Untuk keperluan tersebut, perusahaan yang sudah menggunakan faksimile biasanya sudah memiliki form tersendiri sehingga tidak perlu memenuhi persyaratan seperti bentuk surat resmi pada umumnya, seperti nomor surat, tanggal surat, cap dinas, dan sebagainya. Bentuk komunikasi yang demikian disebut nota faks atau nota faksimile. Dalam perkembangan selanjutnya, nota faks tidak hanya digunakan untuk mempertegas pembicaraan melalui telepon, namun dapat juga digunakan untuk mempertegas hasil pembicaraan dalam hal apapun dan dimana pun. Perusahaan yang menggunakan nota faks dapat menghemat waktu. b. Hambatan Karena Fasilitas Perlengkapan Telepon yang Tidak Memadai

Hubungan telepon dapat terganggu apabila fasilitas perlengkapan telepon tidak memadai. Fasilitas perlengkapan telepon adalah segenap fasilitas yang dapat mendukung kelancaran hubungan telepon seperti: 1) Buku telepon, yaitu buku yang memuat segala informasi tentang nama

perorangan, lembaga atau instansi, baik pemerintah maupun swasta, lengkap dengan alamat dan nomor telepon dari setiap lembaga atau instansi tersebut.

2) Buku telepon umum, yaitu buku telepon yang dikeluarkan oleh PT. Telekomunikasi yang memuat nama, alamat, dan nomor telepon dari semua pelanggan telepon, seta memuat berbagai petunjuk penggunaan telepon.                

(28)

3) Buku telepon khusus, yaitu buku telepon yang memuat nama-nama perseorangan, nama instansi atau perusahaan, lengkap dengan alamat, nomor telepon, nomor handphone, pihak-pihak yang terkait sehingga setiap saat dapat digunakan dengan cepat. Buku telepon khusus antara lain memuat:

a) Nama, alamat, dan nomor telepon para nasabah.

b) Daftar nama instansi yang berkaitan dengan tujuan perusahaan. c) Daftar nama dari para rekanan atau pelanggan.

d) Daftar nama agen perjalanan.

e) Daftar nama pejabat/pimpinan yang ada di lingkungan perusahaan. f) Daftar nama satuan kerja atau unit kerja yang ada di dalam perusahaan yang memuat nomor telepon setiap unit kerja, apabila masing-masing unit kerja memiliki pesawat telepon eksternal. g) Nomor kode hubungan telepon internal bila masing-masing unit

kerja memiliki pesawat telepon internal.

h) Nomor telepon khusus yang sewaktu-waktu bisa dihubungi apabila terjadi sesuatu yang bersifat darurat, misalnya kantor kepolisian, kantor Perusahaan Listrik Negara, kantor pemadam kebakaran, kantor telekomunikasi, dan sebagainya.

4) Nomor telepon dan kertas kosong. 5) Formulir penerimaan telepon.

Tidak tersedianya formulir penerimaan telepon akan mengganggu kelancaran hubungan telepon. Oleh karena itu, sebaiknya formulir tersebut selalu ada di atas meja telepon untuk mencatat pesan yang diberikan oleh penelepon.

2. Hambatan Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah keadaan suasana kerja. Misalnya:

a. Suasana kerja yang gaduh.

b. Suara orang-orang di sekitar kita terus bergurau dan bercanda.                

(29)

c. Seseorang yang menginterupsi, minta bantuan karena situasi yang mendesak.

Apabila hal tersebut terjadi, sebaiknya meminta maaf dan meminta waktu sebentar kepada penelepon, dan secepatnya melanjutkan pembicaraan kembali. Pada saat hubungan telepon berhenti karena kita melayani pembicaraan yang lain, sebaiknya microphone ditutup agar pembicaraan tidak terdengar oleh penelepon.

Perlu diperhatikan bahwa interupsi seperti di atas akan dilayani apabila lawan bicara telah dikenal dengan baik, tetapi apabila lawan bicara adalah pimpinan kita, maka sebaiknya interupsi itu tidak dilayani.

3. Hambatan Bahasa

Hubungan telepon akan terhambat apabila bahasa yang digunakan oleh penelepon tidak dimengerti oleh kita, baik karena penelepon menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah lain. Untuk mengatasi hambatan bahasa, sebaiknya kita harus mengembangkan kemampuan bahasa dan istilah yang umum dipakai di dunia bisnis.

2.7 Bahasa Tubuh Muncul dalam Bentuk Rangkaian Tubuh

Memahami bahasa tubuh sangatlah sulit bila berbagai unsur yang ada dipisahkan dari konteksnya. Bagaimanapun, ketika bahasa tubuh sudah sesuai dengan susunan sikapnya, maka gambaran lengkap pun tersusun. Masing-masing bahasa tubuh itu seperti sebuah kata di dalam bahasa. Agar bisa dimengerti dalam bahasa, seseorang harus menyusun kata-kata ke dalam bentuk kesatuan atau “kalimat-kalimat,” yang mengekspresikan pemikiran-pemikiran utuh. Pengartian seseorang tentang bahasa tubuh terkadang mengarah pada banyak interpretasi, sebanyak jumlah orang yang mengamatinya. Tetapi, harus diingat bahwa masing-masing bahasa tubuh hanya merupakan satu input dan keseluruhan gambaran komunikasi. Kita tidak boleh terlalu terpengaruh pengamatan berdasarkan satu tanda saja dan membuat kesimpulan ketika tidak menyadari kumpulan bahasa tubuh, bahasa tubuh awal, dan bahasa tubuh berikutnya.

               

(30)

Agar dapat memahami arti kesuluruhan dari kumpulan bahasa tubuh dan menentukan kesamaan masing-masing bagian pertama, berikut beberapa tipe komunikasi non verbal yang mudah dikenali dan sering ditemui.

1. Ekspresi Wajah

Ekspresi wajah merupakan hal pertama yang dilihat orang lain. Kita lebih sering memusatkan pandangan kita ke wajah dibandingkan bagian tubuh lain, dan ekspresi yang kita lihat memiliki arti yang luas. Terkadang hampir semua orang pernah menghadapi tatapan yang mematikan, tatapan yang memancing reaksi orang lain, atau pandangan kesana-kemari. Seorang teman yang santai dan menyenangkan yang merespon percakapan dengan senyum tulus menunjukkan ketertarikan dan perhatian, mata yang berbinar, dan kepala yang dicondongkan ke depan dengan penuh perhatian adalah penampilan yang disukai secara universal. Menurut Hogan & LaBay (2008: 107) suatu senyuman tidak hanya mengubah cara orang merespon kita, hal tersebut mengubah semua elemen internal kita. Senyum tidak hanya mengubah suasana hati dan energi kita, hal itu mengubah cara kita mengucapkan kata-kata, dan hal itu mengganti intonasi atau nada suara. Hal tersebut membuat kata-kata kita terdengar lebih menyenangkan, dan senyum kita mampu memberi irama pada suara kita. Kita dapat segera merasakan ketika lawan bicara kita di telepon tersenyum, karena senyuman itu mengubah bentuk mulut kita dan juga pola serta intonasi suara. Sejumlah orang yang tidak pernah tersenyum tampak sangat serius atau banyak cemberut. Walaupun ada saat dan tempat untuk bersikap serius, bila itu adalah cara khas seseorang dalam bertingkah laku, maka mungkin saja hal itu menjauhkan orang-orang.

Dalam bukunya yang berjudul “Membaca Pikiran Orang Seperti Membaca Buku”, Nierenberg & Calero (2012: 29) menerangkan mengenai arti beberapa senyuman, yaitu senyum sederhana, senyum simpul dan senyum lebar. Senyum sederhana cirinya gigi tidak terlihat, umumnya terlihat saat seseorang tidak berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang terjadi. Ia tersenyum pada dirinya sendiri. Senyum simpul, gigi seri bagian atas terlihat dan biasanya terjadi kontak mata antarindividu. Senyum ini sering dipergunakan sebagai salam saat bertemu teman, atau terkadang saat anak-anak menyambut orang tua mereka. Senyum                

(31)

lebar umumnya terlihat saat seseorang sedang bersenang-senang dan sering diasosiasikan dengan tertawa, gigi seri bagian atas dan bawah terlihat, dan kontak antarmata sering terjadi.

2. Cara Duduk

Cara seseorang duduk dapat memiliki arti tersendiri, ada yang duduk dengan meninggikan posisi kaki, ada yang menyilangkan kakiknya, duduk dengan menjadikan punggung kursi sebagai tameng, dan ada pula yang duduk di tepi kursi. Menurut Nierenberg & Calero (2012: 54) meninggikan posisi kaki di atas pegangan kursi, pada mulanya posisi ini diasumsikan posisi yang nyaman di mana seseorang bisa berkomunikasi dengan terbuka dan bersemangat untuk bekerja sama. Akan tetapi, fakta yang ditemukan posisi tersebut bisa bersikap tidak kooperatif. Bahkan secara umum ia tidak memiliki perhatian, memusuhi perasaan, atau kebutuhan orang lain. Kemudian posisi duduk dengan menjadikan punggung kursi sebagai tameng. Sebagian besar dari sikap semacam ini muncul selama situasi-situasi yang mengandung unsur hubungan antara atasan dan bawahan. Posisi ini bisa saja mencoba untuk memperlihatkan dominasi.

Posisi duduk yang selanjutnya yaitu posisi duduk dengan menyilangkan kaki bisa memiliki pemahaman bahwa orang tersebut merupakan orang yang memberikan perlawanan dan membutuhkan perhatian besar. Jika persilangan kaki berangkaian dengan persilangan tangan, maka itu berarti seseorang benar-benar memiliki lawan. Ketika seorang wanita menyilangkan dan menggerakkan kakinya serta membuat tendangan kecil, ia mungkin merasa bosan pada situasi tertentu, seperti menanti pemberangkatan penerbangan, menunggu suami yang terlambat, atau mendengarkan pembicaraan yang menjemukan. Sedangkan duduk di tepi kursi menurut Nierenberg & Calero (2012: 85) bisa berarti bersiap untuk membuat kompromi, kerja sama, pembelian, penerimaan atau persetujuan mengakhiri, menolak atau bahkan pergi. Salah satu contohnya adalah kasus dari seorang pembeli yang memperlihatkan keinginannya untuk menandatangani kontrak dan mengalihkan tubuhnya ke tepi kursi.

               

(32)

2.8 Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Menurut Yinger (dalam Firmansyah, 2010) kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Alder (dalam Rosalind, 2012) kepribadian adalah gaya hidup individu atau cara yang khas dari individu tersebut dalam memberikan respon terhadap masalah-masalah. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut (Yinger dan Alder) kepribadian dapat disimpulkan sebagai perilaku atau cara yang khas dari seorang individu dalam berinteraksi dalam memberikan respon terhadap suatu masalah.

Sering terdengar pernyataan bahwa kepribadian seseorang terbentuk karena lingkungannya. Bila lingkungan yang ditinggali seorang anak dari kecil hingga remaja kurang baik, maka dapat terpengaruh oleh lingkungan tersebut. Di lain pihak, jika lingkungannya kental dengan nuansa agama dan orang-orangnya alim, maka kemungkinan seorang anak tumbuh menjadi anak saleh. Ini hanya sekadar gambaran bagaimana kepribadian tumbuh karena lingkungan dan proses pendewasaan seseorang. Meskipun demikian, pada dasarnya ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Menurut Firmansyah (2010: 23) berikut ini beberapa faktor penentu pembentuk kepribadian setiap individu.

1. Faktor Keturunan

Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orangtua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikolog bawaan dari individu.

               

(33)

2. Faktor Lingkungan

Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan tempat seseorang tumbuh dan dibesarkan, norma dalam keluarga, teman, kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang dapat dialami seorang manusia. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang.

3. Pengaruh Budaya

Seseorang yang sejak kecil dilahirkan sampai dewasa selalu belajar dari orang-orang di sekitarnya. Secara bertahap dia akan mempunyai konsep kesadaran tentang dirinya sendiri. Lama kelamaan perilaku-perilaku si anak akan menjadi sifat yang nantinya menghasilkan suatu kepribadian. Salah satu contohnya adat istiadat melamar di daerah Lampung dan Minangkabau. Di Minangkabau biasanya pihak perempuan yang melamar, sedangkan di Lampung, pihak laki-laki yang melamar.

4. Kondisi Fisik

Kondisi fisik berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kepribadian seseorang. Kondisi tubuh menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan seseorang. Secara tidak langsung seseorang akan merasakan tubuhnya yang juga dipengaruhi oleh perasaan orang lain terhadap tubuhnya. Kondisi fisik yang mempengaruhi kepribadian antara lain kelelahan, malnutrisi, gangguan fisik, penyakit menahun dan gangguan kelenjar endokrin ke kelenjar tiroid (membuat gelisah, pemarah, hiperaktif, depresi, tidak puas, curiga, dan sebagainya). 5. Nama

Walaupun hanya sekadar nama, nama seseorang memiliki sedikit pengaruh terhadap konsep diri. Namun, pengaruh itu hanya terasa apabila seseorang menyadari pengaruh nama tersebut dalam hidupnya. Sebuah nama panggilan apakah itu mempunyai asosiasi yang menyenangkan atau tidak dalam pikiran orang lain akan mewarnai penilaian orang terhadap diri individu tersebut.                

(34)

6. Penerimaan Sosial

Seseorang yang diterima dalam kelompok sosialnya dapat mengembangkan rasa percaya diri dan kepandaiannya. Sebaliknya, seseorang yang tidak diterima dalam lingkungan sosialnya akan membenci orang lain, cemberut dan mudah tersinggung.

Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa kepribadian dalam buku Rosalind (2012) yang berjudul “59 Kepribadian Paling Dicari & Disukai Orang di Seluruh Dunia” yang berkaitan dengan kegiatan penerimaan telepon masuk, diantaranya:

1. Pendengar Yang Baik

Menjadi pendengar yang baik bukanlah hal yang mudah, karenanya pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh banyak orang. Orang merasa nyaman dan tenang berbicara ketika diberi ruang yang cukup. Apalagi ketika orang itu dirundung masalah dan ingin menumpahkan kesedihan ataupun kekhawatirannya, maka yang dibutuhkannya adalah seorang pendengar yang baik. Pendengar yang baik siap menyediakan telinganya untuk mendengar dan memahami kebutuhan orang yang didengarnya. Ia tidak menyela pembicaraan dan berbicara ketika lawan bicaranya sudah selesai berbicara. Ia menghargai kata-kata orang lain yang ditujukan kepadanya. Dengan penuh kesabaran, ia rela meluangkan waktunya untuk mencerna kata demi kata yang terucap dari orang yang didengarnya. Dengan mendengar dapat belajar banyak hal, belajar tenang, belajar sabar, belajar berkonsentrasi dan belajar peduli.

2. Dapat Mengontrol Emosi

Orang yang dapat mengontrol emosi adalah orang yang tidak mudah marah ketika melihat atau mengalami hal yang dapat memancing emosinya. Kita tentunya selalu berusaha untuk tidak melakukan perbuatan buruk yang dapat merugikan orang lain. Akan tetapi, ada kalanya perbuatan buruk itu muncul dari orang lain dan menimpa kita. Terkadang orang lain melakukan perbuatan yang dapat membuat hati kita jengkel, entah disengaja ataupun tidak. Orang yang memiliki kepribadian dapat mengontrol emosi, tentu saja                

(35)

tidak lantas melampiaskan kejengkelannya. Ia punya cara untuk menyampaikan ketidaksukaannya atas perbuatan orang tersebut dengan bijaksana.

3. Toleransi

Toleransi adalah sifat atau sikap menghargai pikiran, pendapat, pandangan, kebiasaan, atau kelakuan orang lain yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian kita. Toleransi melahirkan pikiran terbuka dan berempati terhadap setiap perbedaan, baik dalam hal ras, suku bangsa, kepercayaan dan budaya. Toleransi akan menumbuhkan hubungan baik dengan sesama manusia. Dengan menumbuhkan kepribadian toleran, kita dapat berinteraksi baik dengan orang yang berbeda suku, budaya ataupun agama.

4. Komunikatif

Untuk berinteraksi dengan orang lain kita memerlukan komunikasi agar orang lain dapat mengerti apa yang kita bicarakan, isyaratkan, atau ingin sampaikan kepada orang lain. Komunikasi itu sangatlah penting dan semua orang pasti bisa berkomunikasi. Tetapi menjadi orang yang komunikatif itu tidak mudah karena hanya orang-orang tertentu yang bisa berkomunikasi dengan baik. Orang komunikatif lebih mudah bergaul dengan orang lain. Oarng yang komunikatif adalah orang yang mudah menjalin hubungan dengan orang lain karena kemampuan ekspresi dan komunikasinya yang mudah dipahami. Orang yang komunikatif mampu mengkomunikasikan bahasa yang susah diungkapkan orang lain. Ia pintar dalam merangkai kata dan mampu memikat orang yang diajak bicara.

5. Mudah Dan Tidak Menyulitkan

Orang yang memberi kemudahan dan tidak menyulitkan orang lain adalah orang yang bisa memposisikan diri sebagai orang lain. Hal ini membuatnya dapat merasakan apa yang orang lain rasakan. Orang mudah dan tidak menyulitkan orang lain merupakan orang baik hati dan penyayang terhadap semua orang. Baginya, bisa membantu orang lain adalah hal yang sangat membahagiakan.                

(36)

6. Menjalin Hubungan Dan Menjaganya

Orang yang dapat menjalin hubungan dan menjaganya akan meraih banyak kebaikan. Ibarat menabur benih-benih kebaikan, ia dapat memetik hasilnya pada saat-saat yang tidak terduga sekali pun. Menjalin hubungan dengan orang lain membuat kita memiliki keluarga besar, memiliki orang-orang yang bisa kita ajak untuk saling berkasih sayang. Hubungan baik dengan orang lain adalah harta yang tidak ternilai harganya.

7. Menghargai Lawan Bicara

Tidak banyak memang orang yang mau menghargai lawan bicaranya. Terkadang karena belenggu rasa ego, seseorang bukannya menyimak pembicaraan orang lain, justru pikirannya disibukkan untuk menyiapkan sanggahan. Bahkan ketika lawan bicaranya belum selesai, tidak sungkan ia memotong pembicaraan. Cara-cara seperti ini hanya akan melunturkan rasa hormat orang lain kepadanya. Seseorang yang menghargai orang lain, tahu bagaimana harus menempatkan diri. Orang seperti ini menyadari bahwa orang lain akan menghargainya jika dia juga menghargai orang lain. Salah satu bentuk menghargai orang lain adalah menghargainya ketika ia bicara.

2.9 Teknik Pengukuran Kerja

Ada beberapa teknik pengukuran kerja yang dapat digunakan untuk mengembangkan standar kerja. Terdapat beberapa kriteria yang patut dipertimbangkan sebelum memilih teknik yang akan digunakan, yaitu:

1. Tujuan penggunaan standar kerja.

2. Tingkat akurasi yang dibutuhkan standar kerja.

3. Biaya yang dianggarkan perusahaan dalam mengembangkan standar kerja. 4. Sifat dari pekerjaan yang membutuhkan standar kerja.

5. Tingkat pemahaman elemen pengukuran kerja dan standar kerja dari individu yang bertanggung jawab.

Menurut Stevenson (dalam Sukoco, 2007), beberapa teknik pengukuran kinerja yang dapat digunakan perusahaan antara lain:

               

(37)

1. Laporan Produksi

Teknik ini sederhana dan cepat dalam menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Tiap pegawai diharuskan menyimpan catatan waktu selama dibutuhkan untuk melancarkan atau menyeimbangkan fluktuasi apapun. Dengan membagi total unit yang diproduksi dengan total waktu yang digunakan untuk memproduksi unit, standar output unit dapat ditentukan. Pada beberapa perusahaan, standar akan disesuaikan ke atas atau ke bawah untuk meningkatkan kinerja pegawai terhadap standar rata-rata. Saat beberapa pekerjaan dalam proses kerja berubah atau ketika kondisi pekerjaan berubah, tentunya standar harus disesuaikan. Ini adalah alasan perlunya pengamatan rutin atas validitas standar yang ditentukan dengan menggunakan teknik ini.

Keuntungan dari penggunaan teknik ini adalah sederhana, mudah dimengerti, dan murah sehingga teknik ini merupakan satu-satunya teknik yang mungkin digunakan oleh banyak perusahaan. Selain itu, standar dapat juga dikembangkan dengan cepat dan diimplementasikan tanpa adanya tenaga spesialis yang terlatih. Adapun kerugiannya adalah kemungkinan kurang akuratnya standar kerja yang dihasilkan apabila karyawan kurang akurat dalam melakukan pencatatan waktu, juga standar yang dikembangkan dengan teknik ini dipengaruhi oleh perubahan proses kerja. Jadi, karyawan mungkin harus menyimpan catatan waktu lebih sering untuk digunakan sebagai input dalam menyesuaikan standar kerja. Selanjutnya, karena teknik ini menunjukkan apa yang terjadi bukan apa yang diharapkan oleh perusahaan, peningkatan kinerja akan sulit dicapai karena pegawai akan kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik dari kinerja yang dapat mereka lakukan.

2. Work Sampling

Metode ini menurut Stevenson (dalam Sukoco, 2007) adalah teknik untuk mengestimasikan proporsi waktu yang dibutuhkan oleh pegawai dalam menyelesaikan tugasnya. Dengan menggunakan data statistik, teknik ini                

(38)

digunakan oleh tiap tugas yang terdapat di kantor. Asumsi dari metode ini adalah apabila suatu pekerjaan diamati secara acak dan dalam jumlah sampel yang cukup, hasilnya akan sama dengan apabila prosedur tersebut diamati secara terus menerus. Untuk itu, aspek penting dari teknik ini adalah mengidentifikasi keakuratan dari aktivitas yang dilakukan oleh pegawai pada setiap kegiatan yang diamati secara acak. Yang dimaksud dengan pengamatan secara acak adalah pegawai yang diamati dipilih secara acak, dan waktu pengamatan juga ditentukan secara acak. Hal ini digunakan untuk menentukan persentase total proses yang digunakan tiap aktivitas.

Kesuksesan metode ini sangat ditentukan oleh ukuran sampel yang akan digunakan. Kesesuaian tersebut hendaknya dengan mempertimbangkan jumlah waktu yang digunakan aktivitas terkecil dalam total proses kerja, tingkat toleransi yang dibutuhkan, serta reliabilitas dari hasil yang dibutuhkan. Semakin kecil jumlah waktu yang digunakan oleh akivitas terkecil dalam total proses kerja, sampel yang dibutuhkan akan semakin besar. Juga patut diperhatikan jumlah pengamatan untuk memastikan hasil yang dapat diandalkan, karena jumlah pengamatan yang kurang akan mengakibatkan kurangnya reliabilitas. Aktivitas yang membutuhkan reliabilitas lebih besar akan membutuhkan pengamatan yang lebih banyak.

3. Time Study

Teknik ini digunakan untuk mengembangkan standar waktu pekerjaan berdasarkan pengamatan terhadap seorang pegawai dan diaplikasikan terhadap semua pegawai yang ada. teknik dikembangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Frederick Winslow Taylor pada akhir abad 19. Untuk meningkatkan keefektifan teknik ini, semua gerakan maupun prosedur yang tidak memberikan nilai tambah harus dihilangkan sebelum proses kerja dianalisis.

Menurut Krajewski (dalam Sukoco, 2007) teknik ini mempunyai beberapa langkah dasar antara lain:

               

(39)

a. Mendefinisikan tugas yang akan dipelajari dan menginformasikan siapa yang akan menjadi objek penelitian.

b. Menjelaskan jumlah pekerjaan yang akan dipelajari.

c. Menghitung waktu penyelesaian pekerjaan dan memberikan ranking terhadap kinerja pekerja.

d. Menghitung standar waktu yang akan diterapkan.

Validitas standar secara langsung berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang outputnya dicatat. Pada beberapa perusahaan, karyawan yang paling dihargai di antara rekan kerjanya adalah yang paling pertama dicatatkan waktunya karena asumsi bahwa standarnya akan memiliki kredibilitas lebih di antara para karyawan. Jika karyawan yang dicatatkan waktunya juga memiliki keahlian yang tinggi, maka standar waktu harus disesuaikan untuk mendukung karyawan dengan skill yang rendah. Karakteristik penting lain yang harus dipertimbangkan saat memilih pegawai yang akan dicatat waktunya adalah konsistensi mereka dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja yang kurang konsisten tentunya akan mempengaruhi tingkat reliabilitas data. Jika prosedur kerja yang diukur kurang efisien, prosedur yang tidak memberikan nilai tambah harus dihilangkan sebelum melakukan pengamatan, karena akan menghasilkan pengamatan yang kurang akurat.

Teknik ini mempunyai keuntungan berupa tingkat akurasi yang tinggi dibandingkan dua metode terdahulu. Standar kerja yang dihasilkan juga dapat segera diaplikasikan guna meningkatkan kinerja karyawan. Adapun kerugiannya adalah proses pengukuran sering kali membutuhkan analis yang terlatih dan akan menambah biaya program pengukuran kerja. Lebih lanjut, pegawai administrasi cenderung bereaksi secara negatif pada standar yang ditentukan dengan teknik stopwatch. Teknik ini juga kurang optimal jika pekerjaan yang dilakukan membutuhkan waktu cukup lama (misalnya dua hari untuk menyelesaikan proposal), sehingga waktu yang diukur berdasarkan menit pengerjaan kurang begitu signifikan pengaruhnya dalam mengukur kinerja pegawai.                

Gambar

Gambar 2.4  Alat Teleconference

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

End offset dapat dihitung secara otomatis oleh program SAP2000 untuk pilihan elemen yang didasarkan pada dimensi penampang maksimum untuk semua elemen yang

Selain itu korban juga berhak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban, pendampingan oleh

diperlukan suatu penelitian untuk mengukur dan menganalisis rasio/perbandingan antara NPOP yang digunakan sebagai dasar pengenaan BPHTB terhadap nilai pasar properti,

Sedangkan yang dimaksud tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan Pasal 15 huruf (b) Undang-undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal adalah tanggung

Pemenang akan mengambil laibiliti dan bertanggungjawab penuh sekiranya berlaku sebarang liabiliti, kecelakaan, kecederaan, kerugian, kerosakan, tuntutan atau kemalangan

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan masyarakat Sumbawa yang mengolah minyak Sumbawa, mengatakan bahwa akar tumbuhan alang-alang berkhasiat untuk

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang turut ambil bagian dalam pembangunan bangsa sehingga, setiap lapisan masyarakat berhak menerima pendidikan yang

Kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pelaksanaan kegiatan shalat jumat dan yasinan secara berjamaah ini dilakukan secara continiu sehingga diharapkan siswa terbiasa untuk