BAB 1 PENDAHULUAN
.1. Latar belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem endokrin khususnya penyakit diabetes mellitus. Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010). Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat.
Penyakit DM sering terjadi pada kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia >65 tahun, 8,6 % menderita DM tipe II. Angka ini mencakup 15 % populasi pada panti lansia (Steele, 2008). Laporan statistik dari International Diabetik Federation
menyebutkan, bahwa sudah ada sekitar 230 juta orang pasien DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang tiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah pasien DM diperkirakan akan mencapai 350 juta orang pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2007).
(Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2 (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak
tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif.
Hasil pendataan yang dilakukan oleh penulis di puskesmas tanjung rejo desa percut kecamatan deli serdang tahun 2015 terdapat jumlah usia lanjut > 45 tahun sebanyak 16 orang dan lansia yang menderita penyakit diabetes melitus diwilayah kerja puskesmas tanjung rejo desa percut sejumlah 14 pasien.
Berkaitan dengan data tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui tentang pengelolaan keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan gerontik untuk “Asuhan Keperawatan Gerontik Gangguan Sistem Endokrin Dengan Diabetes Mellitus Pada Ny.S Di Dusun X Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.
.2. Tujuan penulisan a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kperawatan pada lansia secara profesional dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
b. Tujuan khusus
Setelah melakukan kunjungan rumah keluarga lansia mahasiswa dapat :
1. Melakukan pengkajian keperawatan keluarga gerontik pada Ny.S dengan diabetes mellitus.
2. Menganalisa masalah kesehatan keluarga Ny.S dengan diabetes mellitus. 3. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan kebutuhan keluarga Ny.S
dengan diabetes mellitus.
5. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan pada keluarga Ny.S dengan diabetes mellitus.
.3. Ruang lingkup
Adapun ruang lingkup dari laporan ini adalah 15 keluarga yang didata, dan penulis hanya mengambil 3 keluarga binaan dan 1 keluarga gerontik menjadi kasus kelolaan yaitu Ny.S dengan masalah : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik.
.4. Metode penulisan
Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang menggunakan tehnik :
1. Wawancara
Diperoleh langsung dari pasien dengan metode tanya jawab pada keluarga Ny.S tentang penyakit diabetes mellitus.
2. Observasi
Pengamatan dan keterlibatan langsung terhadap kondisi pasien dalam penerapan asuhan keperawatan gerontik dengan melakukan pemeriksaan fisik dan pemriksaan tanda-tanda vital.
3. Studi kepustakaan
Mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan keperawatan gerontik yaitu buku ajar keperawatan gerontik, ilmu pengantar komunitas pengantar dan teori buku, aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC.
BAB 2
.1. Konsep medis lansia .1.1. Definisi lansia
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).
.1.2. Penyebab terjadinya penuaan pada lansia
Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang menurun kadarnya, proses glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stres dan penyebab sosial lain seperti kemiskinan. Kedua faktor ini saling terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab proses penuaan (Uchil Nissa, 2014).
.1.3. Perubahan lansia pada sistem endokrin
Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic thyrotoxicosis”.
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah glukosa darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal. 3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.
.1.4. Patofisiologi penyakit diabetes akibat penuaan
Diabetes mellitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan berbagai sistem fisiologi, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa.” Fungsi vaskular, renal, neurologis dan penglihatan pada orang yang mengalami diabetes dapat terganggu dengan proses penyakit ini, walaupun perubahan-perubahan ini terjadi pada jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi bila seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endigen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)) atau diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering pada
penyakit ini. Antara 85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM, yang lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan untuk
memproduksi insulin (Stanley, Mickey, 2006).
peningkatan osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia (Stanley, Mickey, 2006).
.1.5. Karakteristik penyakit diabetes mellitus pada lansia
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (American Diabetes Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare, 2008).
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan resistensi insulin (American Council on Exercise, 2001; Smeltzer&Bare, 2008). DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer&Bare, 2008).
.1.6. Pencegahan 1. Pencegahan primer
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin (Stanley, Mickey, 2006).
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Berjalan atau
2. Pencegahan sekunder a. Penapisan
Kadar gula darah harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari
penapisan, tetapi hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat dianggap sebagai suatu kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah puasa dan harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM (Stanley, Mickey, 2006).
b. Nutrisi
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil kesempatan untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum nutrisi yang baik. Perawat dapat mengajarkan klien tentang membaca label untuk menghindari asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber makanan rendah kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka (Stanley, Mickey, 2006).
c. Olahraga
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi. Walaupun berenang dan berjalan cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang sangat baik untuk lansia dengan NIDDM, tipe aktivitas lainnya juga sama-sama
bermanfaat. Khususnya, aerobik yang menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM harus melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari (Stanley, Mickey, 2006).
d. Pengobatan
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula darah dan gejala-gejala, terapi agens oral dan insulin akan diperlukan untuk menambah suplai dari tubuh (Stanley, Mickey, 2006).
.2. Konsep keperawatan gerontik .2.1. Pengkajian
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri. 2. Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien. 4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.
Meliputi aspek gerontik: 1. Fisik
.1. Wawancara
a. Pandangan lanjut usia tentang kesehatan. b. Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia. c. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d. Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran. e. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f. Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
h. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.
i. Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
.2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
b. Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu : Head to toe.
.3. Psikologis
a. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan. b. Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak. c. Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan. d. Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
e. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
f. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan. g. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
h. Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.
.4. Sosial ekonomi
a. Darimana sumber keuangan lanjut usia
d. Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah. g. Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h. Seberapa besar ketergantungannya.
i. Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.
.5. Spiritual
a. Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya. b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan,
misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa. d. Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
.2.2. Diagnosa keperawatan 1. Aspek fisik atau biologis
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama,
terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
c. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan. d. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan
memori sekunder.
e. Seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
f. Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan neuromular.
g. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang. h. Risiko kerusakan integritas kulit.
i. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis. (NANDA, 2006)
a. Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
b. Isolasi social berhubungan dengan perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera, perubahan status mental.
c. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
e. Resiko kesendirian. (NANDA, 2006)
3. Aspek spiritual
.2.3. Intervensi keperawatan (NANDA, 2006) No
. Diagnosa keperawatan NOC NIC
Aspek fisik atau biologis 1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan,
memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
Status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan mampu:
1. Asupan nutrisi tidak bermasalah
2. Asupan makanan dan cairan tidak
bermasalah 3. Energy tdak
bermasalah 4. Berat badan ideal
Manajemen
ketidakteraturan makan (eating disorder
management)
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat
perencanaan
perawatan jika sesuai. 2. Diskusikan dengan
tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh. 3. Diskusikan dengan
ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
hubungan suportif dengna pasien. 6. Dorong pasien untuk
memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan.
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk
meningkatkan berat badan dan untuk menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan berat badan.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan kriteria :
1. Mengatur jumlah jam tidurnya
2. Tidur secara rutin 3. Miningkatkan pola
tidur
4. Meningkatkan kualitas
Peningkatan tidur 1. Tetapkan pola
kegiatan dan tidur pasien.
2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya.
3. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik.
tidur
5. Tidak ada gangguan tidur
menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya.
3. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu :
1. Kontinensia urin 2. Merespon dengan
cepat keinginan buang air kecil (BAK)
3. Mampu mencapai toilet dan
mengeluarkan urin secara tepat waktu 4. Mengosongkan bladder
dengan lengkap 5. Mampu memprediksi
pengeluaran urin
Perawatan inkontinensia urin
1. Monitor eliminasi urin.
2. Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.
3. Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.
4. Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.
4. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori sekunder.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan dapat meningkatkan daya ingat dengan kriteria :
1. Mengingat dengan segera informasi yang tepat
2. Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan
3. Mengingat informasi yang sudah lalu
Latihan daya ingat 1. Diskusi dengan
pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan.
2. Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat.
5. Seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
Fungsi seksual
1. Mengekspresikan kenyamanan 2. Mengekspresikan
kepercayaan diri
Konseling seksual 1. Bantu pasien untuk
mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya usia.
2. Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.
6. Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal dan neuromular.
Level mobilitas (mobility level)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Memposisikan penampilan tubuh 2. Ambulasi : berjalan 3. Menggerakan otot 4. Menyambung
gerakan/mengkolabora sikan gerakan
Latihan dengan terapi gerakan (exercise therapy ambulation)
1. Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan kebutuhan. 2. Dorong untuk
bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman. 3. Gunakan alat bantu
untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak kokoh). 7. Kelelahan berhubungan
dengan kondisi fisik kurang.
Activity tolerance
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24
Energy management 1. Monitor intake nutrisi
jam diharapkan pasien dapat:
1. Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas
2. Melaporkan aktivitas harian
3. Memonitor ECG dalam batas normal
4. Memonitor warna kulit
sumber energi yang adekuat.
2. Tentukan keterbatasan fisik pasien.
3. Tentukan penyebab kelelahan.
4. Bantu pasien untuk jadwal istirahat.
8. Risiko kerusakan integritas kulit
Kontrol risiko (risk control) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Kontrol perubahan status kesehatan 2. Gunakan support
system pribadi untuk mengontrol risiko 3. Mengenal perubahan
status kesehatan 4. Monitor factor risiko
yang berasal dari lingkungan
Penjagaan terhadap kulit (skin surveillance)
1. Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan. 2. Monitor kulit yang
sering mendapat tekanan dan gesekan. 3. Monitor warna kulit. 4. Monitor suhu kulit. 5. Periksa pakaian, jika
pakaian terlihat terlalu ketat.
9. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
Orientasi kognitif
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Mengenal diri sendiri 2. Mengenal orang atau
hal penting
3. Mengenal tempatnya
Pelatihan memori (memory training)
1. Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan dengan pasien.
sekarang
4. Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar
pengalaman masa lalu dengan pasien.
3. Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali. 4. Monitor perilaku
pasien selama terapi. Aspek psikososial
1. Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
Koping (coping)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien secara konsisten diharapkan mampu :
1. Mengidentifikasi pola koping efektif
2. Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif
3. Melaporkan penurunan stress
4. Memverbalkan control perasaan
5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan 6. Beradaptasi dengan
perubahan perkembangan 7. Menggunakan
dukungan social yang tersedia
8. Melaporkan peningkatan
kenyamanan psikologis
Koping enhancement 1. Dorong aktifitas
social dan komunitas 2. Dorong pasien untuk
mengembangkan hubungan.
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama.
4. Dukung pasein untuk menguunakan
mekanisme pertahanan yang sesuai.
5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama.
2. Isolasi social
berhubungan dengan
Lingkungan keluarga : internal (family
perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera, perubahan status mental.
environment: interna) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien secara konsisten diharapkan mampu :
1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama 2. Berpatisipasi dalam
tradisi keluarga 3. Menerima kunjungan
dari teman dan anggota keluarga besar
4. Memberikan dukungan satu sama lain
5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain. 6. Mendorong anggota
keluarga untuk tidak ketergantungan 7. Berpatisipasi dalam
rekreasi dan acara aktifitas komunitas 8. Memecahkan masalah
1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien. 2. Menentukan sumber
fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang utama.
3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien.
4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan umur atau
penyakitnya.
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan akan bisa memperbaiki konsep diri dengan criteria :
1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
Peningkatan harga diri 1. Kuatkan rasa percaya
diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi. 2. Menguatkan tenaga
pribadi dalam mengenal dirinya. 3. Bantu pasien untuk
digunakan akibat penyakit dan penanganan
(pemakaian alkohol dan obat-obatan; penggunaan tenaga yang berlebihan) 2. Pasien dan keluarga
mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat penyakitnya
4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual
persepsi negative tentang dirinya.
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
Anxiety control
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat:
1. Memonitor intensitas cemas
2. Melaporkan tidur yang adekuat
3. Mengontrol respon cemas
Anxiety reduction 1. Bantu pasien untuk
menidentifikasi situasi percepatan cemas.
2. Dampingi pasien untuk
4. Merencanakan strategi koping dalam situasi stress
3. Identifikasi ketika perubahan level cemas.
4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi. 5. Resiko kesendirian Family Coping
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat:
1. Mendemontrasikan fleksibelitas peran 2. Mengatur masalah 3. Menggunakan strategi
pengurangan stress 4. Menghadapi masalah
Family support
1. Bantu pekembangan harapan yang realistis. 2. Identifikasi alami
dukungan spiritual bagi keluarga.
3. Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga. 4. Dengarkan untuk
berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik (ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang
disebabkan penyakit atau terapi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :
1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya 2. Merasa puas dengan
fungsi anggota badannya
3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan
Peningkatan citra tubuh 1. Bantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan.
2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra tubuh pasien. 3. Memudahkan
mempunyai penyakit yang sama.
Aspek spiritual
1. Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup,
kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.
Pengharapan (hope) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien secara luas diharapkan mampu :
1. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif
2. Mengekspresikan arti kehidupan
3. Mengekspresikan rasa optimis
4. Mengekspresikan perasaan untuk
mengontrol diri sendiri 5. Mengekspresikan
kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain
Penanaman harapan (hope instillation)
1. Mengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup.
2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri.
BAB 3 TINJAUAN KASUS
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik ini dilaksanakan didusun X pada tanggal 7-11 Desember 2015, yang mana penulis mengadakan kunjungan rumah sebanyak 15 kepala keluarga diobservasi dengan usia lansia 55-65 tahun keatas sebanyak 5 orang. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik penulis melakukan pelayanan kesehatan hanya pada Ny.S, adapun
langkah-langkah pembuatan asuhan keperawatan gerontik dapat dijelaskan sebagai berikut:
.1. Pengkajian
.1.1. Pengumpulan data 1. Identitas
Ny.S berumur 60 tahun, jenis kelamin perempuan, sudah kawin, beragama islam, suku jawa dan berkebangsaan Indonesia.
2. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi
Tn.Z mengatakan semenjak sakit diabetes tidak bekerja lagi hanya Tn.Z menjaga warung disamping rumahnya, pekerjaan sebelumnya Tn.Z sebagai nelayan dan menjual ikan hasil tangkapannya ke pasar sedangkan Ny.S bekerja sebagai petani dan membantu suaminya untuk bertani disawah. Pendapatan Ny.S tidak menentu dalam 1 bulan, yaitu ± 350.000/bulan. Dan anak satu-satunya terkadang mau memberi uang tambahan pada orang tuanya.
3. Lingkungan tempat tinggal kebersihan dan kerapihan
Rumah Tn.Z merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 100 m2. Termasuk rumah permanent, berdinding tembok lantainya dari semen.
Penerangan dalam ruangan dirumah Tn.Z kurang terang pada siang hari dikarenakan jendela rumah jarang dibuka sehingga sirkulasi dalam ruangan tidak nyaman, keadaan kamar tidur kurang rapi, dapur terlihat berantakan karena alat-alat dapur tidak disusun dengan rapi, kamar mandi tampak kotor dan berlumut.
Keluarga memperoleh air minum dari sumur pompa yang ada dirumahnya. Kualitas air jernih dan tidak berbau. Keluarga selalu memasak air sumur sampai mendidih.Persediaan air mencukupi kebutuhan keluarga, apabila pompa rusak keluarga berusaha untuk membeli air minum.
Keluarga mempunyai jamban sendiri, pembuangan tinja melalui septik tank. Kebiasaan keluarga Tn.Z memelihara jamban tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga jamban menjadi tumpukan sampah, tidak terpelihara dan berbau.
Keluarga memiliki tempat pembuangan sampah dan biasanya keluarga membakar sampah dibelakang rumahnya. Pengolahan air limbah keluarga kurang baik, dibuang ke selokan dan tersumbat akibat sampah yang dibuang
sembarangan.
Lingkungan rumah Ny.S tampak bersih, pekarangan tidak dimanfaatkan secara maksimal hanya ada beberapa tanaman saja.
4. Riwayat kesehatan a. Status kesehatan saat ini
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Tn.Z mengatakan tidak ada penyakit masa lalu dan tidak ada alergi terhadap makanan, obat-obatan dan tidak pernah anggota keluarga yang mengalami kecelakaan. Ny.S mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit, Ny.S hanya meminum obat yang ada diwarungnya dan jika tidak sembuh juga Ny.S berusaha membawa berobat ke klinik maupun puskesmas. Keluarga juga mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit.
5. Pola fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Keluarga mengatakan selalu menjaga kesehatannya dengan makan teratur. Klien tidak ada riwayat merokok maupun minum-minuman keras. Jika anggota keluarga sakit, keluarga meminum obat yang ada diwarungnya maupun obat yang telah diresepkan oleh dokter.
b. Nutrisi metabolik
Kebiasaan keluarga untuk makan dan minum setiap anggota keluarga tidak sama. Ny.S mempunyai kebiasaan makan tidak tentu kadang 2x atau bisa lebih, suka makan-makanan yang manis dan kadang tidak tentu berapa kali dalam sehari namun untuk minum klien lebih senang minum teh yang kental dan manis. Klien mengatakan setelah mengetahui menderita diabetes, klien mengurangi makan-makanan yang manis. Klien mengatakan setiap makan hanya menghabiskan ½ porsi karena takut gula darah semakin naik. Sedangkan Tn.Z dan anaknya makan seadanya 3x sehari, kebiasaan minum tergantung aktivitas, ketika aktivitasnya berat minumnya bisa lebih dari 2 liter perhari, ketika aktivitasnya biasa hanya minum 4-5 gelas berupa air putih dan air teh.
c. Eliminasi
sering kali kencing terkadang sampai 10 kali sedangkan untuk BAB biasanya 1 kali sehari.
d. Aktivitas pola latihan rutinitas
Keluarga mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, keramas sekali 2 hari, dan ganti pakaian tiap kali selesai mandi.
Kegiatan yang biasa dilakukan Ny.S dan Tn.Z adalah jalan-jalan disekitar rumah sambil berbincang-bincang dengan tetangga dekat rumah mereka. Tn.Z mengatakan kadang-kadang kakinya kesemutan.
e. Pola istirahat dan tidur
Tn.Z jarang sekali tidur siang, karena tiap hari pergi kesawah. Tidur siang jamnya tidak tentu dan tidur malam dari pukul 22.00 sampai dengan 04.30 WIB atau ketika adzan subuh setelah itu tidak tidur lagi sedangkan Ny. S jarang tidur siang atau hampir tidak pernah tidur siang, untuk malam biasanya tidur diatas pukul 21.00 sampai dengan 05.00 WIB dan setelah itu tidak tidur lagi.
f. Pola kognitif-persepsi
Ny.S mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan jelas, pangangan kabur terutama menjelang malam hari. Klien mengatakan apabila keluar ruangan atau jalan-jalan di sekitar rumah harus memegang dinding terlebih dahulu sebagai sokongan. Klien tampak berjalan sambil memegang dinding atau pakai tongkat. Klien tampak tidak tahu dan tidak melihat dengan jelas pada saat seseorang datang kerumah dan menanyakan kepada perawat siapa yang datang. Klien mengatakan tidak tahu komplikasi dari diabetes mellitus, penyebab dan perawatan diabetes terutama pada luka yang ada dijari kaki sebelah kanannya.
g. Persepsi diri-pola konsepsi diri
mengatakan tetangga-tetangganya sangat baik kepada mereka dan mau saling membantu dengan sesama.
h. Pola peran-hubungan
Tn. Z mengatakan perannya sebagai ayah dan suami dikeluarga sangat penting dan berharga meskipun istri saat ini sedang mengalami penyakit diabetes. Dan Ny. S sebagai istri hanya bisa membantu untuk menjaga warung dirumah dan mendapat penghasilan secukupnya, sedangkan An.A yang berperan sebagai anak dan bekerja mengajar anak SMP dan mau membantu kedua orang tuanya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
i. Sexualitas
Ny.S mempunyai 1 orang anak yang sudah dewasa dan belum menikah. Ny.S sudah tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi karena menderita penyakit diabetes.
j. Koping-pola toleransi stress
Tn.Z mengatakan jika ada kesulitan dalam keluarga, masih mampu untuk mengatasinya dengan cara bermusyawarah dengan anggota keluarga dirumah.
k. Nilai keyakinan
Ny.S menganut agama Islam dan percaya terhadap agam yang dianutnya. Ny.S mengatakan selalu berdoa kepada Tuhan jika keluarga ada masalah.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : compos mentis
b. TTV :
- TD : 130/80 mmhg - T/P : 36,2o C/82 x/i - RR : 20 x/i
d. Kepala :
- Rambut : pendek, lurus dan hitam dan mulai memutih - Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik - Telinga : bersih, tidak ada serumen
- Mulut : kotor dan terdapat karang gigi
- Gigi : tidak lengkap, sudah ada yang berlubang dan ompong - Bibir : tampak lembab
- Dada : simetris dan tidak ada pembengkakan - Abdomen : simetris, tidak terdapat nyeri tekan - Kulit : berwarna sawo matang, dan tidak pucat - Ekstremitas : simetris, dan kekuatan otot baik.
.1.2. Analisa data
No. Sign sympton Etiologi Problem
1. Ds :
- Klien mengatakan ada luka pada ibu jari kaki sebelah kanan yang tidak sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Luka sudah diobati, namun sampai sekarang luka tersebut tidak sembuh-sembuh.
- Klien mengatakan setelah mengetahui menderita diabetes, klien mengurangi makan-makanan yang manis. - Klien mengatakan setiap
makan hanya menghabiskan ½ porsi karena takut gula darah semakin naik.
Gangguan metabolisme
Do :
- Ditemukan adanya luka pada ibu jari kaki sebelah kanan berwarna merah sekitar 2 cm. - Klien tampak lemas dan sering
ngantuk.
- Berat badan klien menurun dari 75 kg menjadi 60 kg. - Mukosa mulut dan bibir klien
kering. 2. Ds :
- Klien mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan jelas, pandangan kabur terutama menjelang malam hari.
- Klien mengatakan apabila keluar ruangan atau jalan-jalan di sekitar rumah harus
memegang dinding terlebih dahulu sebagai sokongan.
Do :
- Klien tampak tidak tahu dan tidak melihat dengan jelas pada saat seseorang datang kerumah dan menanyakan kepada perawat siapa yang datang.
- Klien
tampak berjalan sambil
Penurunan ketajaman penglihatan
memegang dinding atau pakai tongkat.
- Penerang
an dalam ruangan dirumah Tn. Z kurang terang pada siang hari dikarenakan jendela rumah jarang dibuka. 3. Ds :
- Klien mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan jelas, pandangan kabur terutama menjelang malam hari.
- Klien mengatakan tidak tahu komplikasi dari diabetes mellitus, penyebab dan perawatan diabetes terutama pada luka yang ada dijari kaki sebelah kanannya.
Do :
- Terdapat
luka pada ibu jari kaki sebelah kanan berwarna merah sekitar 2 cm dan tidak sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Luka sudah diobati, namun belum bisa sembuh sampai sekarang.
- Klien
tampak cemas dengan kondisinya.
Ketidakmampua n keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit
Kurang pengetahuan
.2. Diagnosa keperawatan
No. Diagnosa keperawatan Tanggal Paraf
Ditemukan Teratasi 1. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan metabolik yang ditandai dengan klien mengatakan ada luka pada ibu jari kaki sebelah kanan yang tidak sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Luka sudah diobati, namun sampai sekarang luka tersebut tidak sembuh-sembuh. Klien mengatakan setelah mengetahui menderita diabetes, klien mengurangi makan-makanan yang manis. Klien mengatakan setiap makan hanya menghabiskan ½ porsi karena takut gula darah semakin naik. Ditemukan adanya luka pada ibu jari kaki sebelah kanan berwarna merah sekitar 2 cm, klien tampak lemas dan sering ngantuk, berat badan klien menurun dari 75 kg menjadi 60 kg, mukosa mulut dan bibir klien kering.
7 Desember 2015
D E S I
Y A N T I
2. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan yang ditandai dengan klien mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan jelas,
pandangan kabur terutama menjelang malam hari. Klien mengatakan apabila keluar ruangan atau jalan-jalan di sekitar rumah harus memegang dinding terlebih dahulu sebagai sokongan. Klien tampak tidak tahu dan tidak melihat dengan jelas pada saat seseorang datang kerumah dan menanyakan kepada perawat siapa yang datang. Klien tampak berjalan sambil memegang dinding atau pakai tongkat. Penerangan dalam ruangan dirumah Tn.Z kurang terang pada siang hari dikarenakan jendela rumah jarang dibuka.
D E S I
Y A N T I 3. Kurang pengetahuan mengenai
penyakit diabetes mellitus berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit yang ditandai dengan klien mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan jelas, pandangan kabur terutama menjelang malam hari. Klien mengatakan tidak tahu komplikasi dari diabetes mellitus, penyebab dan perawatan diabetes terutama pada luka yang ada dijari kaki sebelah kanannya. Terdapat luka
pada ibu jari kaki sebelah kanan berwarna merah sekitar 2 cm dan tidak sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Luka sudah diobati, namun belum bisa sembuh sampai sekarang. Klien tampak cemas dengan
.3. Intervensi keperawatan
No. Diagnosa keperawatan NOC NIC Paraf
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x30 menit klien mampu mempertahankan
keutuhan kulit dan mengatur pola makan secara adekuat dengan kriteria:
- Mukosa mulut dan bibir tidak kering. - Berat badan dalam
batas normal.
1. Kaji pengetahuan klien mengenai
dan kelembapan kulit pada klien.
3. Identifikasi makanan yang disenangi oleh klien.
4. Libatkan keluarga dalam perencanaan
makan sesuai
indikasi. 5. Kolaborasi
melakukan
pemeriksaan gula darah.
2. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit, cedera tidak terjadi pada klien dengan kriteria:
- Klien terbebas dari cedera
1. Ajarkan kepada keluarga untuk menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien. 2. Identifikasi
- Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera
- Klien mampu
menjelaskan manfaat senam mata
- Klien mampu mendemonstrasikan senam mata
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien. 3. Ajarkan kepada
keluarga dan klien untuk menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan berbahaya, kebersihan lantai rumah dan kamar mandi).
4. Ajarkan kepada keluarga untuk memberikan penerangan yang cukup di dalam rumah.
5. Jelaskan manfaat senam mata.
6. Ajarkan gerakan senam mata
3. Kurang pengetahuan mengenai penyakit diabetes mellitus berhubungan dengan ketidakmampuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 menit keluarga dapat mengenal masalah kesehatan dengan
1. Jelaskan pada klien penyebab diabetes mellitus.
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
kriteria:
- Klien dapat menyebutkan penyebab diabetes mellitus.
- Klien dapat
menyebutkan tanda dan gejala diabetes mellitus.
- Klien dapat menyebutkan komplikasi diabetes mellitus.
- Keluarga dapat merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus.
diabetes mellitus 3. Jelaskan pada klien
komplikasi diabetes mellitus yang dapat terjadi.
4. Jelaskan pada keluarga cara perawatan pada diabetes mellitus.
D E S I
.4. Implementasi dan evaluasi keperawatan .4.
.4. Tanggal .4. Diagnosa keperawatan .4. Jam .4. Implementasi .4. Evaluasi .4. Paraf
.4. 7 Des 2015
.4. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan
metabolik.
.4. 1. Mengucapkan salam kepada pasien dan keluarga.
2. Salam dijawab oleh pasien dan keluarga.
3. Menjelaskan tujuan yang akan disampaikan pada klien.
4. Mengkaji pengetahuan klien tentang keadaan kulit yang tampak pada klien (lanjut usia).
5. Mendiskusikan pada klien cara untuk mencegah kulit yang pecah-pecah atau ada luka, (klien mengatakan tidak mampu melakukannya karena tidaknya).
6. Memberi kesempatan pada
.4. S : - Klien mengatakan sudah mengetahui keadaan kulitnya.
.4. O : - Klien tampak merasa gatal dan sakit pada kulitnya
.4. - Klien tidak menjawab semua pertanyaan dengan sempurna.
.4. A : Masalah belum teratasi. .4. P : Lanjutkan rencana
klien untuk bertanya apabila ada materi yang belum jelas (klien mengatakan sudah lupa tentang cara mencegah kulit pecah-pecah atau mengobati luka yang sudah ada).
7. Menjelaskan kembali kepada klien klien cara untuk mencegah kulit yang sudah kering.
8. Memberi kesempatan klien untuk bertanya.
9. Menanyakan kembali kepada klien tentang pengobatan luka pada kulit-kulitnya (klien menjawab dengan baik tetapi tidak sempurna).
10. Memberi pujian atas
kemampuan klien
mendengar ,dan menjawab
.4. .4. .4. .4. .4. .4.
.4. Y .4. A .4. N .4. T .4. I
sebagian pertanyaan dari
2. Membicarakan dengan keluarga tentang ruangan dan lingkungan yang aman terhadap resiko cedera berhubungan dengan keadaan pasien.
3. Memotivasi keluarga untuk menuntun pasien dorongan dan lingkungan.
4. Membicarakan
penatalaksanaan kenyamanan rumah baik dari segi fasilitas dan kondisi ruangan.
5. Mengidentifikasi tingkat ketajaman penglihatan pasien
.4. S : - Klien mengatakan mengerti sedikit tentang penyakit yang dialaminya. .4. O : - Klien hati-hati dan
defektif terhadap
dengan uji lapangan pandang. 6. Merapikan ruangan dan
membantu keluarga untuk penataan ruangan yang aman dari kondisi pasien.
7. Memotivasi pasien untuk makan siang. Makanan habis 1 porsi.
8. Menganjurkan pasien untuk istirahat siang. Pasien dapat tidur dengan nyenyak.
9. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk perawatan diri.
.4. Y .4. A .4. N .4. T .4. I
.4. .4. .4.
.4. 11
Des 2015
.4. 1. Salam pembuka,
mengingatkan dengan kontrak yang disepakati.
2. Menjelaskan tujuan pertemuan dilakukan.
3. Mengakaji pengetahuan klien tentang kejadian-kejadian dimasa lampau.
.4. S : - Klien mengatakan udah lupa ,lebih mudah mengingat yang dulu dari pada penjelasan yang disampaikan .
.4. O : - Klien menceritakan kejadian yang dulu kepada perawat.
4. Membantu mengembalikan daya ingat klien dengan menunjukan gambar-gambar atau album foto yang ada pada keluarga.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk menanyakan atau tehnik yang belum jelas (klien mengatakan lebih ingat dengan kejadian dulu daripada yang sekarang, klien mudah lupa). 6. Menjelaskan pada klien bahwa
kejadian atau hal yang dialami pada klien itu karena pengaruh dari usia yang semakin bertambah tua, dimana organ tubuh sudah mulai menurun fungsinya misalnya otak, (klien mendengar dengan antusias).
.4. A : - Masalah teratasi. .4. P : - Lanjutkan rencana
keperawatan .4.
.4. E .4. S .4. I
.4. .4. Y .4. A .4. N .4. T .4. I
7. Menganjurkan klien agar tetap melatih daya ingat.
8. Memberi motivasi kepada keluarga dan klien.
9. Mengevaluasi tingkat pengetahuan keluarga dan klien tentang apa yang yang sudah diberikan.
.4. 7 Des 2015
.4. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
.4. 1. Mengucapkan salam kepada pasien dan keluarga.
2. Salam dijawab oleh pasien dan keluarga.
3. Menjelaskan tujuan yang akan disampaikan pada klien.
4. Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya apabila ada materi yang belum jelas (klien mengatakan sudah lupa tentang cara mencegah kulit pecah-pecah atau mengobati luka yang sudah ada).
.4. S : Klien mengatakn tidak ingat tentang materi yang dijelskan. .4. O : Klien tampak duduk
santai disamping istri .4. A : Masalah belum teratasi .4. P : Lanjutkan tindakan
5. Menjelaskan kembali kepada sebagian pertanyaan dari perawat.
.4. 1. Menyampaikan salam. 2. Pasien menjawab salam. 3. Membicarakan dengan
keluarga tentang ruangan dan lingkungan yang aman terhadap resiko cedera berhubungan dengan keadaan pasien.
.4. S : - Klien mengatakan mengerti sedikit tentang masalah lantai yang kotor dan licin.
4. Menganjurkan pasien untuk istirahat siang.
5. Pasien dapat tidur dengan nyenyak.
6. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk perawatan diri.
.4. A : Masalah belum teratasi . .4. P : Pertahankan rencana
tindakan.
.4. 1. Salam pembuka,
mengingatkan dengan kontrak yang disepakati.
2. Menjelaskan tujuan pertemuan dilakukan.
3. Mengkaji pengetahuan klien tentang kejadian-kejadian dimasa lampau .
4. Memberi kesempatan pada klien untuk menanyakan atau tehknik yang belum jelas (klien mengatakan lebih ingat dengan kejadian dulu daripada yang sekarang,klien mudah lupa)
.4. S : - Klien dapat menjawab sedikit pertanyaan yang diberi. .4. O : - Klien tampak serius
mendengar penjelasan perawat.
.4. A : Masalah teratasi. .4. P : Lanjutkan rencana
5. Memberi motivasi kepada keluarga dan klien.
6. Mengevaluasi tingkat pengetahuan keluarga dan klien tentang apa yang yang pengetahuan mengenai penyakit diabetes mellitus berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
.4. 1. Mengucapkan salam dan menjelaskan kegiatan hari ini akan melakukan penyuluhan tentang diabetes mellitus. 2. Menjelaskan pada keluarga
dengan leaflet pengertian diabetes mellitus.
3. Menjelaskan pada keluarga dengan leaflet tanda dan gejala diabetes mellitus.
4. Menjelaskan pada keluarga dengan leaflet penyebab diabetes mellitus
5. Mendemontrasikan diityang
.4. S : Keluarga dan Ny.S hanya dapat menyebutkan tanda dan gejala dari diabetes mellitus sering BAK, banyak makan dan minum.
.4. O : Keluarga dan Ny.S tampak memperhatikan saat diberikan penyuluhan dan
mendemontrasikan diit untuk penderita DM.
tepat untuk penderita diabetes mellitus
6. Mendemontrasikan testurine dengan menggunakan glukotest.
.4. P :
- Anjurkan kepada Ny.S untuk beristirahat yang cukup.
- Anjurkan kepada keluarga dalam memberikan
makanan sesuai diit untuk penderita diabetes mellitus.
.4. Y .4. A .4. N .4. T .4. I
.4. BAB 4 .4. PEMBAHASAN .4.
.4. Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada gerontik dengan gangguan diabetes melitus pada Ny. S di Dusun X Desa Percut Kecamatan Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, mulai tanggal 01 Desember – 11 Desember 2015 penulis menemukan kesenjangan antara konsep, teoritis dan tinjauan kasus mulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi, dalam pembahasan ini penulis membahas :
.4.
.1. Tahap Pengkajian
.4. Tahap pengkajian kegiatan mengumpulkan data dilakukan melalui observasi langsung terhadap pasien. Wawancara langsung dengan pasien mampu keluarga serta melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, dari hasil pengkajian yang dilakukan, penulis menemukan masalah antara teoritis dengan kasus di atas yaitu: - Pengkajian teoritis ditemukan DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada
usia > 60 tahun, namun pada kasus ditemukan umur 64 tahun yang mengalami penyakit DM.
- Pada pengkajian teoritis riwayat masa lalu merupakan salah satu factor pencetus seseorang terkena penyakit DM, namun penulis tidak ada menemukan itu pada kasus.
- Pada pengkajian teoritis riwayat pada keluarga merupakan factor gen yang menyebabkan munculnya sebuah penyakit, dimana salah satunya yaitu penyakit DM. Namun penulis tidak ada menemukan factor pencetus tersebut pada kasus. - Pada pengkajian system penglihatan di teoritis, dilakukan test snelen cart untuk
menentukan ketajaman mata pada seseorang yang mengalami gangguan, salah satunya yaitu pada lansia. Namun penulis tidak melakukan tindakan tersebut pada kasus berhubungan karena kurang lengkapnya persiapan alat-alat saat praktek belajar lapangan, melainkan penulis hanya melakukan secara observasi untuk mengetahui kelainan pada ketajaman penglihatan pada kasus.
- Pada pengkajian di teoritis ditemukan adanya pengkajian sistem pendengaran, dimana pada lansia biasanya didapatkan data yaitu penurunan proses mendengar, tetapi pada tahap pengkajian tinjauan kasus, penulis tidak menemukan pada kasus. - Pada proses pengkajian kasus, penulis tidak melakukan pengkajian tes kadar gula
dara karena adanya halangan.Seharusnya pada tahap ini dilakukan tes kadar gula darah karena bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya kadar gula dara pada klien dengan gangguan DM. Sedangkan di tinjauan teoritis ditemukan adanya tes kadar gula dara dalam menentukan masalah .
.4.
.2. Tahap Diagnosa Keperawatan
.4. Pada teori penulis menegakkan diagnosa yang di ambil dari beberapa sumber ada 15 diagnosa, tetapi pada tidak semua diagnosa yang ada pada teori terdapat pada kasus dan penulis hanya mengambil 3 diagnosa dari 15 diagnosa yang ditegakkan, karena diagnosa yang terdapat pada kasus di sesuaikan dengan data yang penulis temukan pada kasus. Adapun kesenjangan yang ditemukan penulis , yaitu :
- Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama,
terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
- Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan. - Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan
memori sekunder.
- Seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
- Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan neuromular.
- Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
- Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
- Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
- Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
- Resiko kesendirian.
- Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural
.4.
.3. Tahap Intervensi
.4. Pada tahap intervensi tidak semua intervensi yang ada pada teori penulis terapkan pada intervensi kasus, karena penulis hanya menemukan 3 diagnosa dari diagnose yang sudah ditegakkan. Sehingga penulis hanya dapat mengangkat 3 intervensi dari 3 diagnosa yang ditemukan pada kasus yaitu:
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Gangguan system metabolisme (neuropati perifer)
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
2. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan 3. Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion 4. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic 5. Motivasi klien untuk menjaga pola makan .4.
- Resiko terjadi cidera berhubungan dengan penurunan penglihatan. 1. Hindarkan lantai yang licin
2. Gunakan bed yang rendah
3. Bantu klien dalam memilih aktivitas sehari-hari 4. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi .4.
- Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan Kurang informasi
1. Jelaskan pada klien penyebab diabetes mellitus. 2. Jelaskan pada klien tanda dan gejala diabetes mellitus
4. Jelaskan pada klien cara perawatan pada diabetes mellitus. .4.
.4. Tahap Implementasi
.4. Pada tahap implementasi penulis melaksanakan tindakan keperawatan gerontik sesuai dengan rencana yang disusun menurut diagnose yang telah didapat pada kasus dan disesuaikan dengan intervensi yang sudah direncanakan. Adapun kendala yang dialami penulis saat melakukan implementasi ke rumah klien, yaitu klien sering tidak berada dirumah melainkan klien sering pergi ke rumah tetangga-tetangganya dan rumah klien yang begitu cukup jauh.
.4.
.5. Evaluasi
.4. Pada kasus, tahap evaluasi merupakan keberhasilan dan pelaksanaan rencana keperawatan gerontik dalam memenuhi keperawatan yang diberikan pada klien. Pada kasus, semua rencana keperawatan yang direncanakan telah berhasil dan dapat dilakukan dengan baik serta masalah pada klien dapat teratasi dengan baik. Dimana klien sudah mampu mengerti tentang penyakitnya, resiko terjadinya cidera, serta sudah dapat melakukan pencegahan pada kulit maupun luka yang ada pada kaki klien.
.4. BAB 5
.4. PENUTUP
.4.
.1. Kesimpulan
.4. Setelah dilakukan tahap-tahap pembuatan asuhan keperawatan pada lansia, penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian terhadap gerontik khususnya pada Ny.S dengan gangguan diabetes melitus.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada gerontik khususnya pada Ny.S dengan gangguan diabetes melitus.
c. Menyusun rencana keperawatan pada gerontik khususnya pada Ny. S dengan gangguan diabetes melitus.
d. Mengimplementasikan rencana keperawatan yang sudah disusun pada gerontik khususnya pada Ny.S dengan gangguan diabetes melitus.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada gerontik khususnya pada Ny. S dengan gangguan diabetes melitus.
.4. .2. Saran
1. Semoga dengan dibuatnya asuhan keperawatan ini, mahasiswa dapat
mempergunakannya dalam menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada gerontik.
2. Bagi mahasiswa diharapkan untuk memperdalam pengetahuan dalam menerapkan asuhan keperawatan gerontik secara efektif dan efisien baik teoritis maupun di dalam kasus.
3. Bagi Ny.S selaku sebagai klien agar dapat mengontrol penyakitnya seperti mengurangi makanan yang banyak mengandung gula serta tidak melakukan aktivitas yang berlebihan.
.4. .4. .4.
.4. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
.4.
.4. Dinkes Kota Semarang. 2010. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang : Dinkes Kota Semarang.
.4.
.4. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta. .4.
.4. NANDA, 2005/2006, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, Alih Bahasa Budi Santosa, Prima Medika, NANDA.
.4.
.4. Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2., Jakarta: EGC.
.4.
.4. Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
.4.
.4. WHO., 2008. Integrated Chronic Disease Prevention and Control. www.who.int.