Irigasi & Bangunan Air II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Penjelasan Umum
Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum salah satu cara yaitu dengan memperhatikan sistem pengairannya.
Sistem pengaliran yang ada yaitu dengan mengandalkan air hujan dan aliran sungai tanpa diadakan pengaturan debit air. Sehingga pada musim hujan lahan bisa mengalami kebanjiran dan pada musim kemarau lahan mengalami kekeringan. Hal ini tentu saja mempengaruhi sistem pengairan kita yang mengakibatkan hasil pertanian berkurang dan tidak mencapai hasil yang diinginkan.
Untuk mengatasi hal ini maka dibuat suatu bendung yang dapat mengatur air melalui jaringan irigasi. Bendung yang akan dibuat di sini terletak didaerah kecamatan Juai Kalimantan Selatan yang berada di sungai Balangan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dibangunnya bendung adalah untuk mengairi daerah pertanian sekitarnya dalam usaha menunjang program dalam rangka peningkatan produksi pangan dan sekaligus sebagai sarana penunjang transmigrasi yang sedang dikembangkan guna meratakan pembangunan dan kemakmuran diseluruh Indonesia. Dan yang paling besar saat ini dalam pembangunan bangunan air untuk pertanian adalah proyek pertanian lahan gambut yang memerlukan penanganan khusus.
1.3. Perencanaan Teknis
Perencanaan teknis dapat dibagi dalam beberapa tahap pekerjaan perencanaan sebagai berikut :
a. Pekerjaan Persiapan
Irigasi & Bangunan Air II b. Pekerjaan Perencanaan Pendahuluan
Berupa data dan nota perhitungan, pradesign hidrolis berdasarkan analisa data.
c. Mode Test dan Design Hidrolis
Berupa penelitian dilaboratorium yaitu pengujian design hidrolis dengan model test, sehingga didapat design hidrolis yang lebih baik dan cocok untuk dipakai dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
d. Perencanaan Konstruksi
Berupa penentuan ukuran konstruksi dengan memperhatikan faktor keamanan kestabilan konstruksi.
Dari Perencanaan Teknis Bendung ini akan dipelajari beberapa hal yang terpenting, yang perlu diketahui didalam merencanakan bendung adalah sebagai berikut :
Analisa Hidrologi Rencana Jaringan Irigasi Perencanaan Teknis Bendung
1.4. Daerah dan Lokasi Perencanaan Bendung
Irigasi & Bangunan Air II
BAB II
ANALISA HIDROLOGI
2.1. Luas Catchment Area
Catchment Area adalah luas daerah yang dapat mengalirkan air limpasan, baik akibat limpasan permukaan ataupun akibat limpasan air tanah ke sistem sungai yang bersangkutan.
Catchment Area dibuat dengan batas-batas tertenu, yaitu terdiri dari garis-garis tinggi atau puncak-puncak gunung yang membagi daerah pangaliran menjadi beberapa bagian.
Catchment Area untuk sungai harus mencakup seluruh anak-anak sungai yang mengalir kesungai tersebut.
2.2. Analisa Curah Hujan
Untuk perhitungan design flood, maka data hujan dianalisa dengan menggunakan Metode Gumbel dan Metode Log Person Type III untuk mendapatkan besarnya hujan rata-rata yang diharapkan terjadi dalam periode ulang 17 tahun.
Rumus-rumus yang digunakan dalam Metode Gumbel adalah :
………(i)
Dimana :
Xt = Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun t = Periode ulang
Xa = Harga pengamatan aritmatik k = Frequency factor
Sx = Standart deviasi
……….(ii) Dimana :
ytr = Reduced variatie (beda untuk return periode)
Xt = Xa + k.Sx
k =
n n tr
Irigasi & Bangunan Air II yn = Reduced mean
Sn = Reduces standard deviation
Keterangan : ytr , yn , dan Sn didapat dari tabel
………(iii)
Dimana :
n = Banyaknya pengamatan
xi = Harga besaran pada pengamatan tertentu
Sedangkan rumus yang digunakan untuk Metode Log Person Type III adalah:
K didapat dari tabel distribusi log person type III
Sx =
(
)
1 2
− −
n x xi a
Log X = n LogX
Log X =
(
)
5 , 0 2
1
− −
n
Logx LogX
G =
(
)
(
)(
)(
)
33
2
1 n LogX
n
Logx LogX
n
σ − −
−
Irigasi & Bangunan Air II
Data-data Curah Hujan Per-Tahun (mm)
Sta.Ia Sta.Ib Sta.Ic
1. 1961 71 62 67
2. 1962 86 85 85
3. 1963 67 120 103
4. 1964 96 163 110
5. 1965 74 87 96
6. 1966 102 95 158
7. 1967 106 102 70
8. 1968 74 110 75
9. 1969 84 137 110
10. 1970 94 58 63
11. 1971 91 56 60
2.3. Perhitungan Curah Hujan Rata-rata
Metode Gumbel
A. Stasiun Ia
No. Tahun xi
(mm)
(xi)2
(mm2)
(xi – xa)
(mm)
(xi – xa)2
(mm2)
1 1961 71 5041 -14,91 222,31
2 1962 86 7396 0,09 0,01
3 1963 67 4489 -18,91 357,59
4 1964 96 9216 10,09 101,81
5 1965 74 5476 -11,91 141,85
6 1966 102 10816 16,09 258,89
7 1967 106 11236 20,09 403,61
8 1968 74 7396 -11,91 141,85
9 1969 84 7056 -1,91 3,65
10 1970 94 8836 8,09 65,45
11 1971 91 8281 5,09 25,91
Irigasi & Bangunan Air II
Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada stasiun Ia adalah 122,6985 mm
Irigasi & Bangunan Air II
Irigasi & Bangunan Air II
Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada stasiun VId adalah 170,0352 mm
Metode Log Person Type III
Irigasi & Bangunan Air II
Banjir 10 tahun
Log X = 1,92936 + (1,333 x 0,0672) Log X = 2,018938
X = 104,457 mm
Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada stasiun Ia adalah 104,457 mm
B. Stasiun Ib
N=11 1075 21,628753 0,000003 0,2009283 0,0405623
Irigasi & Bangunan Air II
G = 3
096 , 0 9 10
0012556 ,
0 11
× × ×
= 0,173
Dari Tabel G = 0,173 ; Tp = 10 didapat k = 1,536
Banjir 10 tahun
Log X = 1,963 + (1,536 x 0,096) Log X = 2,110
X = 128,970 mm
Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 17 tahun pada stasiun Vc adalah 128,970 mm
C. Stasiun VId
No. Tahun x
(mm) Log X (Log X – Log x) (Log X – Log x)
2
(Log X – Log x)3
1 1961 56 1.748188 -0.250625915 0.0628133 -0.0157427
2 1962 64 1.80618 -0.192633968 0.0371078 -0.0071482
3 1963 107 2.0293838 0.030569835 0.0009345 2.857E-05
4 1964 108 2.0334238 0.034609813 0.0011978 4.146E-05
5 1965 98 1.9912261 -0.007587867 5.758E-05 -4.369E-07
6 1966 97 1.9867717 -0.012042208 0.000145 -1.746E-06
7 1967 150 2.1760913 0.177277317 0.0314272 0.0055713
8 1968 85 1.9294189 -0.069395017 0.0048157 -0.0003342
9 1969 137 2.1367206 0.137906625 0.0190182 0.0026227
10 1970 91 1.9590414 -0.03977255 0.0015819 -6.291E-05
11 1971 104 2.0170333 0.018219397 0.0003319 6.048E-06
N=11 1097 21.813479 0.1594311 -0.01502
Log x = 11 813479 ,
21
Irigasi & Bangunan Air II Log X =
5 , 0
10 1594311 ,
0
= 0,126
G = 3
126 , 0 9 10
) 01502 , 0 ( 11
× ×
− ×
= -0,918
Dari Tabel G = -0,918 ; Tp = 10 didapat k = 1,307
Banjir 10 tahun
Log X = 1,983 + (1,307 x 0,126) Log X = 2,148
X = 140,511 mm
Jadi besaran hujan yang diharapkan terjadi dalam 10 tahun pada stasiun VId adalah 140,511 mm
Maka curah hujan rata-rata (Rrata-rata) periode 10 tahun dari hasil perhitungan
dengan Metode Gumbel Dan Log Preson Type III didapat yang terbesar yaitu curah hujan pada metode Gumbel :
Stasiun IVd ; X17 = 161,5730 mm
Stasiun Vc ; X17 = 145,7441 mm
Stasiun VId ; X17 = 165,1327 mm
Irigasi & Bangunan Air II 2.4. Perhitungan Debit Banjir Rencana
Dari peta didapat :
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau cathment Area : F = 21 km2
Panjang total sungai L = 14,7 km
Elevasi dasar sungai pada hulu sungai = 32 m
Elevasi dasar sungai pada dasar bendung = 29 m
Elevasi sawah tertinggi yang dialiri = 15 m
Tinggi air disawah = 0,1 m
Ada 3 rumus untuk menghitung debit banjir rencana (Design Flood) yaitu : 1. Metode Rational
2. Metode Melchion 3. Metode Haspers
Dalam perhitungan ini menggunakan metode Hospers
Metode Hapers
Debit banjir rencana : Q = α.β.q.F (m3/detik) Dimana :
α = Koefisien pengaliran
β = Koefisien reduksi
q = Debit pengaliran (m3/detik/km2) F = Luas cathment area (km2)
α = 0,8
β = 0,920 Dimana :
t = 0,1 x L0,8 x I-0,3 (jam)
L = Panjang sungai x 109 = 14,7 km x 10
9 = 13,23 km I = Kemiringan muka air sungai
q = Hujan maksimum (m3/detik/km2) =
t r
6 , 3
r =
1
+ ×
Irigasi & Bangunan Air II maka Design Flood (Banjir Rencana)
Q10 = q×α×β×F
Irigasi & Bangunan Air II
BAB III
TINGGI AIR PADA SAAT “
DESIGN FLOOD”
3.1. Tinggi Air Banjir Sebelum Ada Bendung
3.1.1.NORMALISASI PENAMPANG SUNGAI
Profil melintang diedealisir dari titik potong garis miring sungai rata-rata dan gasir profil memanjang as dasar sungai, didapat hasil sebagai berikut:
3.1.2.LENGKUNG DEBIT SEBELUM ADA BENDUNG
Maksud perhitungan ini adalah untuk mengetahui berapa tinggi air sebelum ada pembendungan atau berapa tinggi air di hulu bendung yang tidak dipengaruhi pembebanan.
Diketahui :
Lebar sungai = Bn = 20 m
Panjang sungai = 14,7 km = 14700 m Kemiringan sungai =
14700 9
, 0
29 37 9
,
0 ×
− = ∆
L H
= 0,000605 0,001
Rumus yang digunakan Rumus Bazin : C =
R
γ
+
1 87
Rumus Chezy : V = C. R. I
Z = 1 Z = 1
Irigasi & Bangunan Air II
Geometris bentuk trapesium F = b.h + h2.z z = 1
Irigasi & Bangunan Air II H
(m) F
(m2) θ (m) R =
θ
F(m)
R 87RF 0,001
R+
1,7
Q =( ) ( )7 6
(m3/det )
V= F Q
(m/det)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
0.5 10.25 21.4142 0.4787 0.6918 13.4979 2.3918 5.6433 0.5506
1 21 22.8284 0.9199 0.9591 53.1474 2.6591 19.9869 0.9518
1.5 32.25 24.2426 1.3303 1.1534 118.0317 2.8534 41.3655 1.2827 2 44 25.6569 1.7149 1.3096 207.5971 3.0096 68.9793 1.5677 2.5 56.25 27.0711 2.0779 1.4415 321.5577 3.1415 102.3587 1.8197 2.8 63.84 27.9196 2.2866 1.5121 401.6020 3.2121 125.0263 1.9584 2.9 66.41 28.2024 2.3548 1.5345 430.2289 3.2345 133.0115 2.0029
Dari tabel diatas didapat :
Untuk Q10 = 72,182 m3/detik, tinggi air h = 2,05 m
3.2. Tinggi Air Banjir Di Atas Mercu Sesudah Ada Bendung
3.2.1.LEBAR BENDUNG DAN LEBAR BENDUNG EFEKTIF
Lebar bendung diambil : B = Bn = 20 m Lebar pintu penguras : b = 101 .20 = 2m Lebar pilar
Pintu penguras diambil satu lubang, jadi cukup memakai 1 pilar. Dalam hal ini diambil lebar pilar (t) = 1,0 m
Lebar efektif bendung
Rumus : Beff = B - Σb - Σt + 0,8. Σb
= 20 – 2 – 1 + 0,8 .2 = 18,6 m
3.2.2.KETINGGIAN MERCU BENDUNG
Irigasi & Bangunan Air II
Tinggi air disawah = 0,1 m
Tinggi energi dari saluran tersier ke sawah = 0,1 + m Tinggi air disaluran tersier = 15,2 m
Tinggi air di saluran tersier = 15,.2 m
Kehilangan energi dari saluran sekunder ke saluran tersier = 0,1 m Kehilangan tekanan sepanjang sal. primer ke sal. tersier = 0,2 m
Kehilangan energi pada bangunan air = 0,6 m
Kehilangan energi pada pintu pengambilan/primer = 0,2 m
Tinggi pengempangan = 0,1 + m
Tinggi mercu bendung yang diperlukan = 16,4 m
3.2.3.LENGKUNG DEBIT SESUDAH ADA BENDUNG
Tinggi muka air banjir diatas mercu bendung dihitung dengan rumus : Bundschu Q = m. beff . d. g. d
d = 23 H H = h + k
Harga-harga k dan m dicari dari rumus-rumus sebagai berikut Verwoord k = 274 m3.h3 1 2
+p h
m= 1,49 – 0,018 (5 - rh)2
Dimana :
Q = Debit air yang lewat diatas mercu b = Lebar bendung efektif
h = Tinggi air udik diatas mercu k = Tinggi air kecepatan
g = Kecepatan grafitasi m = Koefisien pengaliran p = Tinggi bendung
r = Jari-jari pembulatan puncak mercu
Beff
Irigasi & Bangunan Air II Tampak atas rencana irigasi
Type : Bendung Tetap
k h
p
r
Irigasi & Bangunan Air II
Untuk menentukan harga r dipakai cara Kreghten, sebagai pendekatan yaitu dengan mengambil m = 1,34 . Harga yang baik untuk
r H
= 3,8 tetapi
bila r terlalu kecil diambil r = ½ H
Q10 = m.beff .d. g. d
72,182 = 1,34 x 18,6 x d. g. d 72,182 = 1,34 x 18,6 x 9,8d3
d = 0,949 d = 23 H H = 32 d
= 32x 0,949 = 1,424 m
r H
= 3,8
r = 8 , 3
H =
8 , 3
424 , 1
= 0,375
Diambil : r = ½ H
= ½ 1,424 = 0,712 m ≅ 1 m
Perhitungan tinggi air h diukur secara coba-coba dengan mengambil beberapa harga h dan dihitung Q masing-masing.
p = 3 m
r = 1 m
Irigasi & Bangunan Air II Tabel Perhitungan
H
m=1,49-0,018(5-rh)2
k = 27
4 m3.h3
2 1 +p h
H=h+k d=23H
Q=mbeffd
d g.
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
0,5 1,1091 0,0019 0,5019 0,3346 12,4980
1,0 1,1725 0,0127 1,0127 0,6752 37,8734
1,5 1,2301 0,0374 1,5374 1,0249 74,3166
2,0 1,2819 0,0779 2,0779 1,3853 121,6995
2,1 1,2916 0,0880 2,1880 1,4587 132,4909
2,105 1,2921 0,0885 2,1935 1,4623 133.0420
Dari tabel diatas didapat : Untuk Q10 = 72,182 m 3
/dt , tinggi air h = 1,471 m
3.3. Pengaruh Back Water
Back Water Curve adalah kurva untuk mengetahui sampai dimana pengaruh kenaikan muka air setelah adanya pengempangan oleh bendung. Banyak teori yang mempelajari problema ini, antara lain dengan cara Bresse, Direct Method, Standard Method, Integration Method dan sebagainya. Tetapi untuk praktisnya, dapat dipakai rumus sebagai berikut :
L = i
h 2
Dimana :
L = Panjangnya pengaruh pengempangan ke arah udik, dihitung dari titik bendung.
i = Kemiringan sungai
Irigasi & Bangunan Air II
i = 0,001
h = 18,605 – 14,5 = 4,105 m Maka :
L = i
h 2
=
001 , 0
105 , 4 2×
= 8210 m
Pada keadaan setelah adanya bendung, maka kecepatan pengaliran dibelakang bendung akan terjadi suatu kecepatan kritis (Vc) dengan
kedalaman kritis (yc) sehingga terdapat suatu daerah “olakan” karena air akan menyamakan tinggi permukaan dan kecepatannya dengan air yang ada di dalam sungai (yb) dibelakang bendung.
Untuk mendapatkan kecepatan kritis (Vc) dan kedalaman kritis (yc) pada sebuah profil trapesium sebagai berikut :
Luas penampang basah F = yc.(B + yc.z) Kecepatan aliran
V = F Q
=
(
B ycz)
yc Q
.
+
yc
Irigasi & Bangunan Air II
Irigasi & Bangunan Air II Menghitung yc :
Data : Q = 72,182 m3/detik = 96910,48491 +10420,48225 yc
63061,5888 yc3 + 10171,224 yc4 + 546,84 yc5 + 9,8 yc6 – 96910,48491 – 10420,48225 yc = 0
9,8 yc6+ 546,84 yc5 + 10171,224 yc4+63061,5888 yc3 - 10420,48225 yc - 96910,48491 = 0
Dengan Newton Raphson Method didapat : yc = 1,130 m
Irigasi & Bangunan Air II Keterangan :
P = tinggi air normal He = tinggi muka air banjir Hc = tinggi air kinetik
Hd = tinggi muka air dari puncak mercu Y = tinggi puncak mercu
X = jarak mercu kemuka air pada arah horizontal
Z = beda elevasi air maksimum sebelum dan sesudah mercu T = kedalaman air maksimum sesudah mercu
h1 = beda elevasi tinggi air banjir dan tinggi air normal h2 = kedalaman air normal sesudah mercu
H = beda elevasi air sebelum dan sesduah mercu pada saat air normal
Irigasi & Bangunan Air II
BAB IV
UKURAN HIDROLIS BENDUNG
Type Bendung yang direncanakan adalah Type Vlugter
4.1. Ruang Olak Vlugter
Bentuk geometrik penampang melintang bangunan merupakan pertemuan suatu perpanjangan tangen penampang mercu bulat dengan kebalikan kurva diatasnya, atau menyerupai sebagai kurva terbalik. Menurut Vlugter bentuk dan kondisi hidrolis ruang olakan ini sangat dipengaruhi oleh :
- Tinggi muka air diudik diatas mercu = H
- Perbedaan antara tinggi muka air diudik dan dihulu bendung = z
Dipergunakan pada sungai yang tidak banyak membawa bahan hanyutan dasar atau bed load transfort serta diatas tanah dasar aluvial.
Dalam lantai ruang olak diukur dari puncak mercu tidak boleh melebihi dari D=8,0 m. Atau perbedaan antara tinggi muka air diudik dan dihilir tidak boleh lebih dari z = 4,5 m
Dimensi Ruang Olak a) Jika 43< zH < 10
D = L = R = 1,1.z + H a = 0,15H zH
b) Jika 13<
H z <
3 4
D = L = R = 1,4.z + 0,6H a = 0,20H zH
Dimana :
D = Dalam lantai ruang olak yang diukur dari puncak mercu
L = Panjang lantai ruang olak, diukur dari titik perpotongan permukaan lantai dengan permukaan tubuh bendung bagian belakang.
Irigasi & Bangunan Air II
H = Tinggi total muka air diatas mercu, termasuk tinggi energi kecepatan Z = Perbedaan antara tinggi muka air diudik dan dihilir bendung
A = Tinggi endsill, atau drempel
Data :
H = 1,607 m Z = 3,606 m
H
z = 2,244
Dari data diatas dipakai rumus : Jika 43< zH < 10
43< 2,244 < 10 D = L = R = 1,1 z + H
= 1,1 (3,606) + 1,607 = 5,5736 ≅ 10 m
a = 0,15H zH
= 0,15 (1,607). 3,6061,607
Irigasi & Bangunan Air II 4.2. Perhitungan Lantai
4.2.1.PANJANG LANTAI MUKA
Panjang lantai muka dihitung dengan metode Bligh dan Lane, dimana
Weighted Creep Ratio untuk lokasi bendung yang terdiri dari Boulder dengan batu-batu kecil dan kerikil kasar adalah sebagai berikut ;
CBligh = 6
CLane = 3
∆H yang menentukan adalah pada waktu air ormal
∆H = D = 10 m
Lv = Dari rencana bendung = 1,5 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1,5 + 3 + 0,5 = 14,5 m Lh = 1 + 2 + 2 + 2 + 2 + 6 + 0,5 + 10 = 25,5 m
Metode Bligh
c. ∆H < Lmuka + Lv + Lh
6 x 10 < Lmuka + 14,5 + 25,5
Lmuka > 20 m
Metode Lane
c. ∆H < 3
muka
L +
3 Lh
+ Lv
3 x 10 < 3
muka
L +
3 5 , 25
+ 14,5
3
muka
L
> 7
Lmuka > 21 m
Dari hasil perhitungan diatas ditetapkan : Panjang lantai muka 25 m
Irigasi & Bangunan Air II 4.2.2.TEBAL LANTAI RUANG OLAK
Tebal lantai diambil = 2,00 m Tekanan keatas pada titik B
UB = HB -
L LB
∆H
Dimana :
UB = Tekanan keatas pada titik B
HB = Kedalaman titik B dari muka air dimuka bendung
= 16,4 – 6,5 = 9,9 m ≅ 10 m Lt = Panjang Creep Line total = 65 m
∆H = Perbedaan muka air dimuka dan dibelakang bendung = 16,4 – 6,5 = 9,9 m ≅ 10 m
LB = Panjang Creep Line sampai titik B = 25 m
Tebal lantai dihitung pada waktu air dibelakang bendung sedang kosong, maka :
UB = HB -
L LB
∆H
= 10 - 65 25
x 10
= 6,15 m
Efektifitas sebesar 70% UB = 70% x 6,15 = 4,308 m
Tekanan keatas : UB = 4,308 x 1 kg/m3 = 4,308 kg/m2
Berat lantai = t.γ
= 2 x 2,2 = 4,4 kg/m2 > UB
Irigasi & Bangunan Air II
BAB V
ANALISA STABILITAS BENDUNG
5.1. Syarat-syarat Stabilitas
a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan harus masuk kern.
e < 16B Momen Guling
b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari pada momen guling (Mg). Faktor keamanan ini dapat diambil antara 1,5 dan 2,0
R > Mg
Mt
R = Faktor keamanan
c. Konstruksi tidak boleh menggeser
Faktor keamanan ini dapat diambil antara 1,5 sampai 2,0 F =
H F V
Σ × Σ
R = Faktor keamanan
F = Koefisien geser antara konstruksi dan atasnya d. Tekanan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang
diizinkan.
t
σ < σt
ΣH
T
e e ΣV
R
Irigasi & Bangunan Air II 5.2. Gaya-gaya Yang Bekerja
a. Gaya berat tubuh bendung
b. Gaya hidrostatis. Tekanan air pada waktu air normal dan air banjir
5.3. Perhitungan Stabilitas Bendung
Perhitungan diambil per meter lebar
A. GAYA BERAT TUBUH BENDUNG
Data-data :
ΣF = 1,5 Bjbeton = 2,2 t/m3
γair = 1 t/m3 titik A
γlumpur = 1,7 t/m3
Perhitungan terhadap titik A
GAYA BERAT TUBUH BENDUNG TERHADAP
TITIK A
BERAT (TON)
Lengan
Momen
( m )
Momen
( TM )
G1 3.63 12.90 46.83
G2 9.90 12.00 118.80
G3 7.04 9.55 67.23
G4 5.50 13.00 71.50
G5 1.65 12.20 20.13
G6 8.80 7.50 66.00
G7 1.65 5.50 9.08
G8 7.70 5.80 44.66
G9 1.65 3.50 5.78
G10 6.60 4.00 26.40
G11 1.65 2.00 3.30
G12 9.90 2.50 24.75
G13 0.66 0.60 0.40
G14 2.20 0.50 1.10
G15 5.50 1.30 7.15
74.03 E M = 659.806
ΣH
ΣV R
Irigasi & Bangunan Air II
5.3.1. GAYA HIDROSTATIS
Mercu Tidak Tenggelam a. Air Normal
h = 3 m a = 0,75 m
γ1 = 1 t/m3
Gaya Horizontal (ton) Lengan Momen
(m)
Momen (tm)
W1 = ½ γa.h.a = ½(1)(3)(0,75) = 1,125 9,75 21,65
W2 = ½ γa,h2 = ½ (1)(3)2 =
b. Air Banjir
H = 3 m γair = 1 t/m3 h1 = 5,15 m a = 0,75 m
h2 = 0,151 m b = 0,151,m
1 : 4 h
a
W2
1 : 4 h1
a
W3 h
+18,65
1,295
0,426
W5 W6 b
Irigasi & Bangunan Air II
Gaya Horizontal (ton) Lengan Momen
(m)
Momen (tm)
W1 = ½ γa.h.(2h1-h) = ½(1)(3)(2x5,15-3)
= 10,95
9,75 21,65
W2 = ½ γa,h22 = ½ (1)(0,15)2 =
Σ WH = 10,961 Σ M =
Gaya Vertikal (ton) Lengan Momen
(m)
Momen (tm)
W1 = ½ γ’a.a.(2h1-h) =
½(1)(0,75)(2x5,15-3) = 1,125
9,75 21,65
W2 = ½ γa,bh2 = ½ (1) (0,151)(0,151)2
=
Irigasi & Bangunan Air II 5.4. Kontrol Stabilitas Bendung
5.4.1. PADA SAAT AIR NORMAL
a. Kontrol Terhadap Guling Momen Penahan (Mp)
1. Akibat berat sendiri bendung = 659,806 tm 2. Akibat gaya hidrostatis = 19,755 tm
Σ Mp = 713,1369 tm
Momen Guling (Mg)
1. Akibat tekanan tanah aktif = 29,934 tm 2. Akibat gaya hidrostatis horizontal = 32,251 tm
Σ Mg = 62,175 tm
Kontrol Terhadap Stabilitas Bendung :
SF = 713,1369 / 62,175 = 11,47 > 1,5 ………Aman
b. Kontrol Terhadap Geser Gaya Vertikal
1. Berat sendiri bendung = 74,03 tm
2. Gaya hidrostatis vertikal = 1,5 tm
Σ V = 75,53 tm Gaya Horizontal
1. Gaya hidrostatis horizontal = 4,5 tm 2. Akibat Tekanan Tanah Aktif = 6,748 tm
Σ H = 13,496 tm Safery Factor = 1,5
f = koefisien geser untuk batuan kompak = 0,8 Maka :
Stabilitas Terhadap Geser :
SF = V F = =
H
x
. , ,
, ,
75 53 0 80
Irigasi & Bangunan Air II 5.4.2. PADA SAAT AIR BANJIR
a. Kontrol Terhadap Guling Momen Penahan (Mp)
1. Akibat berat sendiri bendung = 659,81 tm 2. Akibat gaya hidrostatis vertikal = 22,28 tm
Σ Mp = 682,09 tm
Momen Guling (Mg)
1. Akibat tekanan tanah aktif = 32,44 tm 2. Akibat gaya hidrostatis horizontal = 72,89 tm
Σ Mg = 105,33 tm Kontrol Terhadap Stabilitas Guling :
SF = MP = =
MG
682 09 105 33
,
, = 6,476 > 1,5 ………Aman b. Kontrol Terhadap Geser
Gaya Vertikal
1. Berat sendiri bendung = 74,03 tm
2. Gaya hidrostatis vertikal = 7,14 tm
Σ V = 81,17 tm Gaya Horizontal
1. Tekanan tanah aktif = 7,31 tm
2. Gaya hidrostatis horizontal = 10,26 tm
Σ H = 17,57 tm
Safety Factor = 1,5
f = koefisien geser untuk batuan kompak = 0,8 Maka :
Stabilitas Terhadap Geser :
SF = V F =
H
x
. , ,
, 81 17 0 8
Irigasi & Bangunan Air II
5.4.3. KONTROL TEGANGAN TANAH
Tegangan tanah : σ =
5.4.4. KEMANTAPAN PONDASI
a. Eksentrisitas
Pada Saat Air Normal a =
Irigasi & Bangunan Air II
5.4.5. DAYA DUKUNG
a. Pada Saat Air Normal
Rumus : σada = ± b. Pada Saat Air Banjir
Rumus : σada = ±
Irigasi & Bangunan Air II BAB VI
PERHITUNGAN PINTU-PINTU
6.1. Pintu Pengambilan
Daerah yang akan dialiri seluas 3.000 ha dan kebutuhan air bersifat normal. a = 1,4 lt/detik/ha
c = koefisien lengkung kapasitas “tegal ”, c = 1,2 Maka debit yang dibutuhkan :
Q = c.a.A
= 1,2 x 1,4 x 3.000 = 5040 lt/det
6.1.1. UKURAN INTAKE A = 3000 ha
Q = 5040 lt/det = 5,04 m3/det
Untuk aliran tidak sempurna H1 > 32H
Rumus pengaliran yang dipakai : Q = m.b1 . H1 2.g.z
Dimana :
H1 = Tinggi air diatas mercu
z = Perbedaan tinggi muka air diatas mercu dan dihilir, diambil 0,2 m
b = lebar intake, diambil 4 m. terdiri dari 2 lubang, masing-masing selebar b1 = 2 m
m = Koefisien pengaliran, untuk mercu yang berbentuk bulat dan pengaliran bukan berbentuk bulat = 0,85 Mercu intake lebih tinggi daripada dasar saluran induk, maka :
Q = m.b1.H1 . 2.g.z
5,04 = 0,85 x 4 x H1 . 2×9,8×0,2
Irigasi & Bangunan Air II 6.1.2. TEBAL PINTU INTAKE
Bahan pintu dibuat dari kayu kelas II dengan σlt = 100 kg/cm2, E = 100.000 kg/cm2. Terdiri dari papan-papan ukuran 0,2 m
Pemasukan dibagi dua pintu masing-masing ,b1 = 2 m
Lebar total intake , bt = 2 + 2 x 0,2 = 2,4 m
Tinggi pintu = H1 + 0,1 = 0,8 + 0,1 = 0,9 m
Tinggi air pada waktu banjir = 18,65 – 15,5 = 3,15 m Tekanan air pada tiap meter
q = 2
95 , 2 15 ,
3 +
x 0,2 x 1 = 0, 61 t/m1
Mmax =81 q. bt2 = 81 x 0,61 x 2,42 = 0,439 tm σ = σlt = 100 kg/cm2 = 1000 t/m2
σ = W M
dimana : W = 61h.t2 +13,5
+16,5
2 m
0,2 +16,3
+15,5 H1=0,8
+15,5 +18,65
t
h=0,2 2,35
Irigasi & Bangunan Air II Kontrol Terhadap Lendutan
fada = 3
Irigasi & Bangunan Air II
6.2. Pintu Penguras
Pintu penguras dibuat disebelah kiri bendung di dekat pintu pengambilan (intake) dengan lebar 2,5 m. Lantai dasar pintu penguras sama dengan lantai dihulu bendung = + 13,5.
Untuk mencegah masuknya benda-benda padat kedalam saluran, dibagian depan pintu pengambilan dibuat Onderspuier (setingi ambang pengambilan). Tebal plat Onderspuier diambil 20 cm.
Irigasi & Bangunan Air II
6.2.1. PINTU DIBUKA SETINGGI ONDERSPUIER
P = 16,5 – 13,5 = 3 m y = 15,5 – 13,5 – 0,2 = 1,8 m h = P - ½ y = 3 – ½ (1,8) = 2,1 m b = 2,5 m
F = b x y = 2,5 x 1,8 = 4,5 m2 Rumus Pengaliran :
(
P y)
Irigasi & Bangunan Air II
c = koefisien sedimen shape, dengan nilai 3,2 – 5,5 diambil c = 5,5
6.2.2. PINTU DIBUKA PENUH
H = 16,5 – 13,5 = 3 m
Rumus Pengaliran :
Irigasi & Bangunan Air II Diameter butir yang dapat dibilas :
Rumus :
V = 1,5.c. d
d = 2
2
. 25 ,
2 c
V
Dimana :
V = Kecepatan bilas = 3 m/det d = Diameter butir
c = koefisien sedimen shape, dengan nilai 3,2 – 5,5 diambil c = 5,5
sehingga didapat : d = 2 2
. 25 ,
2 c
V
= 2
2
5 , 5 25 , 2
978 , 3
× = 0,162 m
Irigasi & Bangunan Air II BAB VII
PERENCANAAN IRIGASI
6.1. Kapasitas Saluran Irigasi
Kapasitas saluran ditentukan menurut banyaknya keperluan air. Untuk harga kebutuhan air normal diambil a = 1,4 lt/det/ha.
Perlu diketahui bahwa areal yang akan dialiri merupakan areal yang cukup luas, sehingga tidak mungkin dapat ditanami secara serentak, maka sebaiknya penanaman dilakukan secara bertahap (rotasi), agar dapat mengaliri seluruh permintaan.
Oleh karena itu suatu areal yang mempunyai luas (X ha) memerlukan air sebanyak X ha x a lt/det/ha = Xa lt/det.
Dikarenakan ada faktor lain yang juga mempengaruhi keperluan air tersebut, maka keperluan air seluas X ha tersebut dikalikan dengan koefisien lengkung (diambil lengkung tegal).
Maka kapasitas saluran menjadi : Q = A.c.a
Dimana :
Q = Debit/kapasitas saluran (m3/det) A = Luas areal (ha)
c = Koefisien lengkung tegal atau koefisien kapasitas. a = Kebutuhan air norma (lt/det/ha)
Contoh Perhitungan
Diambil salah satu petak irigasi yang telah diketahui luas arealnya pada petak SP.1 Ki dengan :
A = 100 ha a = 1,4 lt/det/ha
Irigasi & Bangunan Air II maka :
Q = A.c.a.
= 100 x 1,105 x 1,4 = 154,7 lt/det = 0,1547 m3/det Tabel Perhitungan :
Nama Petak Luasan Petak Koef. Lengkung Tegal a (lt/det/ha) Q =A.c.a./1000 (m3/det)
SP1.Ki 100 1.105 1.4 0.1547
SP1.Ka 98 1.11 1.4 0.1523
SP2.Ki 120 1.045 1.4 0.1756
SP2.Ka 116 1.055 1.4 0.1713
SP3.Ki 125 1.03 1.4 0.1803
SP3.Ka 95 1.125 1.4 0.1496
SP4.Ki 110 1.07 1.4 0.1648
SP4.Ka 105 1.09 1.4 0.1602
SP5.Ki 55 1.375 1.4 0.1059
SP5.Ka 46 1.46 1.4 0.0940
SJ1.Ki 100 1.105 1.4 0.1547
SJ1.Ka 70 1.255 1.4 0.1230
SJ2.Ki 120 1.045 1.4 0.1756
SJ21.Ka 99 1.11 1.4 0.1538
SJ3.Ki 123 1.04 1.4 0.1791
SJ3.Ka 105 1.09 1.4 0.1602
SJ4Ki 108 1.08 1.4 0.1633
SJ4.Ka 81 1.19 1.4 0.1349
SJ5.Ki 37 1.57 1.4 0.0813
SJ5.Ka 20 1.93 1.4 0.0540
B1.Ki 95 1.125 1.4 0.1496
B1.Ka 71 1.25 1.4 0.1243
B2.Ki 120 1.045 1.4 0.1756
B2.Ka 70 1.255 1.4 0.1230
B3.Ki 90 1.145 1.4 0.1443
B3.Ka 95 1.125 1.4 0.1496
B4.Ki 62 1.315 1.4 0.1141
B4.Ka 120 1.045 1.4 0.1756
Irigasi & Bangunan Air II
Dalam rencana Jaringan Irigasi ini hanya akan dibahas beberapa masalah secara umum tentang peta petak saluran-saluran dan bangunan-bangunan yang diperlukan.
PETA PETAK IRIGASI
a. Petak Primer
Petak yang mendapat air dari saluran induk, batasnya ditentukan oleh keadaan medan (batas-batas alami) dan kemampuan sungai yang memberi air untuk dapat mengaliri dengan baik petak primer. Petak primer dibagi dalam petak-petak sekunder.
b. Petak Sekunder
Petak yang mendapat air dari seluran sekunder, batasnya ditentukan oleh keadaan medan (batas-batas alami) seperti : sungai-sungai, saluran-saluran pembuang, bukit-bukit, desa-desa, saluran primer dan lain-lain.
c. Petak Tersier
Petak yang mendapat air langsung dari saluran sekunder ataupun primer melalui pintu-pintu sadap dan pintu tersier.
SALURAN-SALURAN IRIGASI
a. Saluran Primer
Saluran yang menerima air langsung dari penangkap air (pintu intake pada bendung).
b. Saluran Sekunder
Saluran yang menerima air dari saluran primer untuk petak sekunder yang dilayaninya.
c. Saluran Tersier
Irigasi & Bangunan Air II d. Saluran Kuarter
Saluran yang menerima air dari saluran tersier, berada dalam petak tersier yang membagi air langsung kesawah atau lahan pertanian.
Saluran Punggung
Saluran yang ditarik melalui titik-titik tinggi dari sebuah punggung yang dapat memberikan air kekanan dan kekiri.
Saluran Garis Tinggi
Saluran Tranche mengikuti garis tinggi dengan kemiringan yang sangat kecil.
BANGUNAN-BANGUNAN IRIGASI
a. Bendung
Bendung untuk membendung sungai
Pintu-pintu pengambilan untuk mengambil air dari singai Pintu-pintu penguras untuk membersihkan singai dimuka pintu pengambilan.
Kolam olak atau kolam peredam energi (energi dissipator) sebagai pematah energi.
Kantong lumpur atau kantong pasir untuk mengendapkan lumpur atau pasir dari air yang telah dimasukkan.
Pintu pembilas untuk membersihkan kantong lumpur.
b. Bangunan Bagi
Berguna untuk membagi air antara saluran primer dan saluran sekunder, antara saluran sekunder dan tersier dan didalam petak tersier dan saluran kuarter.
c. Bangunan Penyadap
Irigasi & Bangunan Air II d. Bangunan Pengukur
Untuk mengukur air yang diambil dari sungai, saluran induk, sekunder dan tersier.
6.2. Ukuran Saluran Irigasi
Perhitungan ukuran saluran irigasi dimaksudkan untuk mendapatkan harga-harga :
b = lebar dasar saluran h = kedalaman air v = kecepatan aliran air
Hubungan antara b, h dan v ditentukan berdasarkan pedoman dari Direktorat Irigasi.
Untuk mendapatkan harga kemiringan dasar saluran dalam arah memanjang (i) digunakan rumus Staickler, yaitu :
V = k.R2/3.i1/2 Dimana :
i =
3 4
2 2
R K
V
v = kecepatan aliran air R = jari-jari hidrolis
K = Koefisien kekasaran aliran i = kemiringan dasar saluran a. Dimensi Saluran Petak Tersier
Dipilih saluran berbentuk trapesium.
h
b
Irigasi & Bangunan Air II Rumus : F = (b + zh)h
P = b + 2h 1+z2 R =
P F
Dimana :
F = Luas penampang saluran P = Keliling basah
z = Faktor kemiringan saluran Contoh Perhitungan
Diambil 1 petak Tersier SJ.1.Ki dengan debit Q = 0,1547 m3/det.
Perhitungan didasarkan pada pedoman dai Direktorat Irigasi, yaitu untuk Q = 0,1547 m3/det dianjurkan menggunakan :
b : h = 1 : 1
V = 0,3 – 0,35 (untuk tanah lempung biasa)
Maka :
Diambil : z = 1
V = 0,32 m/det Q = F.V
F = V Q
=
32 , 0
1547 , 0
= 0,483 m2
F = (b + zh)h b : h = 1
= (b + 1 x b)b h = b
= 2b2 z = 1
maka : 2b2 = 0,483
b =
2 483 , 0
= 0,491 m
b = h = 0,491 m ~ 0,5 m
Irigasi & Bangunan Air II Fbaru = 2b2
= 2 (0,5)2 = 0,5 m2
jadi luas penampang saluran sebesar 0,5 m2 Vbaru =
jadi keliling basah saluran sebesar 1,914 m R =
jadi jari-jari hidrolis (R) sebesar 0,261 m
b. Kemiringan Dasar Saluran Dalam Arah Memanjang (i)
i =
jadi harga I didapat sebesar 3,578 .10-4