Pengekangan terhadap dosa dan Anugerah Umum
Oleh Victor Christianto, email: victorchristianto@gmail.com
Permasalahan
Salah satu pertanyaan yang sering muncul di kalangan orang Kristiani sejak
berabad-abad yang lampau adalah tentang mengapa orang-orang yang tidak beriman atau belum percaya kepada Kristus dapat melakukan berbagai perbuatan baik yang bahkan orang-orang Kristen sekalipun kerapkali tidak melakukannya. Padahal kalau kita membaca
dalam surat Roma, semua manusia telah jatuh dalam dosa dan tidak ada orang yang berbuat baik (Roma 3:10-18). Bagaimana hal ini dapat didamaikan?
Dalam kata-kata Meeter (2005: 57), pertanyaan ini dapat diungkapkan sebagai berikut: “Bagaimana kita menjelaskan perbuatan-perbuatan terpuji yang kita dapati di
antara orang-orang kafir dan orang-orang yang belum dilahirkan kembali? Kita tidak dapat menganut pandangan kaum Pelagian, yang mengatakan bahwa manusia masih dapat
berbuat baik seperti Adam sebelum kejatuhannya dalam dosa seandainya ia mau. Alkitab dengan jelas membantah pandangan itu. Kita juga tidak dapat menerima pandangan kaum Arminian bahwa Allah memberikan kepada manusia yang bobrok anugerah pendahuluan yang cukup, sehingga manusia dengan natur dan pilihannya sendiri dapat mencari
keselamatan dan melakukan kebaikan.”
membahas suatu refleksi pribadi atas pertanyaan: Mungkinkah orang-orang yang tidak beriman atau belum percaya melakukan kebaikan sesuai dengan kehendak Allah?
Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Solusi atas permasalahan: Anugerah Umum
Menurut Luther dan Calvin, natur manusia terlalu bobrok sehingga tidak dapat diharapkan akan adanya kebaikan, dalam bidang apapun, yang bisa timbul dari dalam natur itu sendiri (Meeter, 2005: 57). Namun demikian di antara orang-orang kafir (baca: belum percaya kepada Kristus) tersebut masih dapat dijumpai kebaikan-kebaikan tertentu. Hal ini dijawab oleh Calvin sebagai berikut: “Demikianlah Allah dalam providensi-Nya mengekang penyimpangan natur kita supaya tidak meluap menjadi tindakan-tindakan lahiriah, namun Ia tidak memurnikannya dari dalam.” (Meeter, 2005: 58). Di tempat lain Calvin menulis: “Semua kebajikan ini – atau lebih tepat, gambaran dari kebajikan ini- merupakan karunia Allah, karena tidak ada hal yang layak dipuji, yang bukan berasal
dari-Nya.” (Hoekema, 2003: 241-261).
Dengan kata lain, “manusia dicegah dari perbuatan jahat yang didorong oleh kecenderungan natur mereka yang berdosa, karena takut akan hukuman dan karena terdorong oleh keinginan untuk memperoleh pahala dengan melakukan hal-hal yang secara lahiriah sesuai dengan hukum, meskipun itu berlawanan dengan naturnya dan
Kristus pun sampai tahap tertentu dapat dicegah dari berbuat kejahatan dalam
masyarakat. Hal ini selanjutnya dalam tulisan ini disebut sebagai “Pengekangan terhadap Dosa.” (Hoekema, 2003: 241-261).
Istilah Anugerah Umum diterjemahkan dari ungkapan dalam bahasa Inggris: Common Grace, atau dari bahasa Belanda: De Algemeene Genade atau De Gemene Gratie.
Adapun definisi sederhana Anugerah Umum adalah sebagai berikut: “anugerah yang mengekang dosa di dalam manusia yang telah jatuh, meskipun anugerah ini tidak meniadakan keberdosaan manusia” (Hoekema, 2003: 241-261). Adapun ajaran Calvin mengenai Anugerah Umum dapat diringkas sebagai berikut (Hoekema, 2003: 241-261):
Orang-orang tidak percaya bisa memiliki terang kebenaran yang bersinar di dalam mereka;
Orang-orang tidak percaya bisa memiliki karunia-karunia Allah yang luar biasa;
Semua kebenaran berasal dari Roh Allah;
Maka menolak atau menghina kebenaran ketika kebenaran diucapkan oleh orang tidak percaya, berarti menghina Roh Kudus Allah.
Di antara para teolog yang mendukung konsep Anugerah Umum ini adalah Bavinck dan Berkouwer. Menurut Bavinck: “Masih terdapat hasrat untuk kebenaran dan kebajikan, dan untuk kasih yang alamiah antara orangtua dan anak-anak. Di dalam perkara yang
bahkan di dalam diri manusia yang telah jatuh, untuk mengekang penghancuran yang melekat di dalam dosa.”
Dasar Alkitabiah untuk Anugerah Umum
Ada beberapa ayat Alkitab yang dapat digunakan sebagai landasan untuk mendukung konsep Anugerah Umum, di antaranya adalah (Hoekema, 2003: 241-261):
Allah mencegah Abimelek berbuat dosa: “… maka Aku pun telah mencegah engkau untuk berbuat dosa terhadap Aku; sebab itu Aku tidak membiarkan engkau
menjamah dia.” (Kej. 20:6)
Salah satu cara pengekangan dosa di dalam hidup manusia adalah melalui hukuman yang dijalankan oleh negara terhadap para pelaku kejahatan: “Jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat.” (Rm. 13:3-4)
Dalam ayat-ayat di atas ditunjukkan bagaimana Allah sendiri bertindak untuk mencegah seseorang berbuat dosa. Dalam masyarakat, yang bertugas mencegah orang-orang dari berbuat jahat adalah pemerintah melalui penerapan hukum yang tegas dan adil.
Sarana-sarana Pengekangan terhadap Dosa
Secara garis besar, ada beberapa sarana untuk mengekang dosa (Hoekema, 2003: 241-261) yaitu:
(1) Wahyu umum Allah, yang berdampak kuat pada hati nurani setiap manusia. Peran wahyu umum dalam mengekang dosa dijelaskan Paulus dalam Roma 2:14-15
(2) Berbagai bentuk hukuman atas pelanggaran yang ditetapkan oleh pemerintah, melalui perundangan, tata krama, dan cara-cara pelaksanaan hukum.
(3) Hubungan sosial (fellow-humanbeingness). Dosa seseorang dikekang karena
hubungannya dengan sesama/orang-lain.
Beberapa pendapat yang menentang konsep Anugerah Umum
Ada beberapa teolog yang menentang konsep Anugerah Umum tersebut, di antaranya adalah:
Herman Hoeksema
Henry Danhof
Schilder
Mereka menganggap bahwa konsep Anugerah Umum tersebut tidak Alkitabiah. Secara ringkas, gagasan mereka dapat dirangkum sebagai berikut:
(1) Anugerah Allah selalu bersifat tertentu dan tidak pernah bersifat umum. Hanya kaum pilihan yang menerima anugerah Allah.
(2) Tak ada hal yang disebut sebagai suatu pengekangan terhadap dosa oleh anugerah yang dilakukan Allah dalam kehidupan para reprobat ini.
(3) Orang yang tak dilahirkan kembali, tidak mampu melakukan kebaikan apa pun.
Refleksi pribadi: Mungkinkah orang-orang tidak beriman dapat berbuat baik?
Refleksi berikut adalah mengenai pertanyaan mungkinkah orang-orang yang tidak beriman
(belum percaya akan Kristus) melakukan hal-hal baik sesuai kehendak Allah?
Firaun mengangkat Yusuf sebagai raja muda atas seluruh tanah Mesir, karena Firaun melihat bahwa Yusuf penuh dengan Roh Allah (Kej. 41:38).
Koresh raja Persia mengijinkan orang-orang Israel buangan untuk pulang ke
negerinya, sesuai nubuat nabi Yeremia dan Yesaya(Ezra 1:1, Yer. 25:11, 29:10, Yes. 44:28).
Jawaban sementara yang dapat diajukan untuk pertanyaan di atas adalah bahwa adalah mungkin bahwa orang-orang yang tidak beriman untuk bertindak dan melakukan kebaikan sesuai kehendak Allah, karena Allah telah menaruh hati nurani dalam hati mereka untuk mengingatkan mereka akan yang baik dan yang jahat. Selain itu, juga mungkin bagi Allah untuk bertindak menunjukkan kasih-Nya kepada orang beriman melalui orang-orang yang tidak beriman (misalnya Firaun kepada Yusuf, dan Koresh kepada orang-orang-orang-orang Israel buangan).
Kesimpulan
Anugerah umum dikaruniakan oleh Allah kepada semua orang termasuk kepada mereka yang belum percaya akan Yesus Kristus, dengan tujuan untuk mengekang dosa sekalipun tidak meniadakannya.
Dosa juga dikekang melalui penerapan hukuman oleh pemerintah baik berupa denda, penjara, bahkan hukuman mati.
Daftar Pustaka
Herman Bavinck, “Calvin and Common Grace,” The Princeton Theological Review, vol. 7 no. 3 (1909). URL: http://hermanbavinck.org/articles/
Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan menurut gambar Allah. (Terj. Irwan Tjulianto, dari judul asli: Created in God’s image). Surabaya: Penerbit Momentum, 2003, hal. 241-261.
Garreth P. Johnson, “The myth of common grace,” The Trinity Review 2003, URL: http://www.trinityfoundation.org/PDF/The%20Trinity%20Review%200055a%20 TheMythofCommonGrace.pdf