• Tidak ada hasil yang ditemukan

46127328 Tips Menjadi Guru. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "46127328 Tips Menjadi Guru. pdf"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran 1. Hakikat Belajar

Apakah yang dimaksud dengan belajar dan mengajar dan bagaimana mereka berinteraksi? Brown (2000: 7) menyarankan untuk mempertimbangkan kembali beberapa definisi tradisional. Kamus ‘masa kini’ mengungkapkan bahwa belajar adalah pemerolehan pengetahuan, (acquiring or getting of knowledge of a subject or a skill by study, experience, or instruction). Menurut Kimble dan Garmezy (Brown, 2000: 7) , “Learning is a relatively permanent change in a behavioral tendency and is the result of reinforced practice”. Demikian pula, mengajar, yang dinyatakan secara tidak langsung dalam definisi belajar pertama, dapat didefinisikan sebagai “showing or helping someone to learn how to do something, giving instructions, guiding in the study of something, providing with knowledge,

causing to know or understand” (Brown, 2000: 7). Ahli kamus profesionalpun tidak dapat melambangkan definisi ilmiah lebih tepat. Definisi mencerminkan kesulitan untuk mendefinisikan konsep yang lain yang lebih kompleks seperti pembelajaran.

(2)

dapat memperbaiki cara-cara mengajarnya, bila cara yang digunakannya ternyata tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan tujuan pengajaran bahasa Inggris.

Dengan merinci komponen definisi belajar, peneliti dapat memperoleh definisi seperti yang dilakukan dengan bahasa, ranah penelitian dan penyelidikan (Brown, 2000: 7):

a) learning is acquisition or “getting”; b) learning is retention of information or skill; c) retention implies storage systems, memory, and cognitive organization; d)learning involves active, conscious focus on and acting upon event outside or inside the organism; e) learning is relatively permanent but subject to forgetting; f) learning involves some form of practice, perhaps reinforced practice; g) learning is a change in behavior.

Konsep ini juga dapat memberikan jalan untuk sejumlah sub bidang di dalam disiplin psikologi: proses pemerolehan, persepsi, sistem memori (penyimpanan), mengingat, gaya dan strategi belajar yang disadari dan yang tidak disadari,

theories of forgetting, penambahan, peranan latihan. Setiap bagian kecil konsep belajar dengan sangat cepat menjadi sama rumitnya dengan konsep bahasa. Sebelumnya pembelajar bahasa Inggris membawa semua ini dan lebih bervariasi menjadi bermain dalam belajar bahasa Inggris.

(3)

teknik kelas. Bila belajar diamati seperti suatu proses opera yang dikondisikan melalui program tambahan yang dihadapi secara hati-hati, pengajaran akan sesuai dengan yang diharapkan. Bila belajar bahasa Inggris ditinjau secara mendasar sebagai suatu proses deduktif lebih dari proses induktif, mungkin penyajian akan dipilih banyak sekali peraturan dan paradigma terhadap siswa daripada membiarkan mereka “menemukan” peraturan-peraturan itu secara induktif. Satu definisi atau teori mengajar yang diperluas akan membaca kata demi kata prinsip-prinsip yang berperan untuk memilih metode dan teknik tertentu. Satu teori mengajar, dalam keharmonisan dengan pengertian terpadu tentang pembelajar dan masalah pelajaran untuk dipelajari, akan mengarahkan jalan menuju prosedur yang sukses pada suatu hari yang diberikan untuk pembelajar pada berbagai kendala dari konteks belajar khusus.

Bruner (Brown, 1987: 7) mengemukakan bahwa teori mengajar seharusnya memiliki ciri-ciri berikut ini:

a) the experiences which most effectively implant in the individual a predisposition toward learning; b) the ways in which a body of knowledge should be structured so that it can be most readily grasped by the learner; c) the most effective sequences in which to present the materials to be learned; and d) the nature and pacing of rewards and punishments in the process of learning and teaching.

(4)

bahasa, dan proses belajar sebagai batu fondasi penting untuk membangun teori mengajar.

Perkembangan juga menyebabkan adanya polarisasi dalam teori. Pengkajian terhadap teori belajar akan memberikan alternatif kepada guru, langkah yang bagaimana yang harus mereka ambil, yang dirasakan paling cocok bagi para siswanya maupun bagi dirinya. Perbedaan pendapat atau polarisasi di atas memberikan wawasan-wawasan baru kepada guru mengenai hal-hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya.

Ide-ide yang bertentangan dalam teori belajar dipelajari tidak untuk memihak pada salah satu, tetapi untuk dapat diambil kebenaran-kebenarannya dalam usaha memperbaiki teknik pengajaran bahasa pada umumnya, dan pengajaran bahasa Inggris khususnya. Perbedaan pendapat ini juga telah mendorong pihak-pihak tertentu untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi selama proses belajar bahasa Inggris berlangsung.

2. Pembelajaran

(5)

ke keterampilan siswa melakukan tindak tutur seperti membuka percakapan, mempertahankannya, menutup percakapan, minta tolong dan sebagainya yang semuanya harus direalisasikan ke dalam lexico-grammar atau tata bahasa dan kosakata. Dengan demikian tema yang berkonotasi dengan kosakata dan tata bahasa dipertimbangkan untuk tujuan tercapai kompetensi yang ditargetkan.

Singkatnya, pendekatan yang biasanya bermakna ‘let’s talk about something’ dalam pelajaran conversation diubah menjadi ‘let’s do something with language’ (Depdiknas, 2003: 18). Belajar berbicara berarti belajar bagaimana menyapa, mengeluh, mengungkapkan kegembiraan dan lain sebagainya. Belajar dilakukan dalam konteks situasi tertentu. Konteks inilah yang berperan terhadap terpilihnya tema yang melibatkan kosakata dan tata bahasa. Di dalam pembelajaran menulis, langkah-langkah komunikasi, seperti mengelaborasi, menambah, mempertajam fokus, menyatakan gagasan utama, menyimpulkan, disebut sebagai langkah-langkah atau pengembangan retorika atau ‘speech act’ dalam bentuk tertulis. Tampak jelas di sini bahwa tindak tutur atau retorika hanyalah salah satu aspek dari kompetensi berbahasa yang diharapkan untuk memperoleh kompetensi wacana.

(6)

nonbahasa di dalam konteks komunikasi secara baik dan benar disebut performansi komunikasi. Kompetensi bahasa dan performansi komunikasi merupakan tujuan pokok pengajaran bahasa. Selanjutnya, efektivitas komunikasi siswa dapat ditingkatkan dengan pemahaman mendalam tentang unsur nonbahasa yang membentuk kompetensi bahasa dalam performansi interaksi komunikasi siswa.

(7)

Memang, kompetensi komunikatiflah yang membedakan pendekatan baru ini dari pendekatan terdahulu yang menekankan kompetensi struktural bahasa. Pengajaran baru ini memungkinkan orang lebih sering menyaksikan performansi komunikasi. Hal itu hanya mungkin terjadi apabila siswa termotivasi untuk menyatakan perasaan, gagasan, atau emosinya. Suasana belajar seperti itu hanya muncul apabila siswa merasa aman dan sebagai individu memiliki nilai (Littlewood, 1984: 93). Suasana belajar yang kondusif itu mengandalkan prinsip-prinsip ilmu psikologi. Davis & Brumfit (Suwarsih Madya, 1991: 7) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran sebagai berikut.

(a) Pengajaran akan memberikan hasil apabila isi suatu unit aktivitas dikaitkan dengan kebutuhan dan pengalaman siswa; (b) apabila pelajaran dan latihan tentang unsur-unsur bahasa dibuat bermakna karena dapat bermanfaat di dalam kehidupan sehari-hari (atau bahkan disimulasikan); (c) Siswa harus diberi kesempatan untuk dapat berpartisipasi secara aktif di dalam proses belajar; (d) Siswa harus dibantu untuk dapat mengamati dan memahami hubungan antara unsur-unsur bahasa, situasi komunikasi, dan budaya lewat diagram, grafik dan visualisasi yang beragam dan sederhana, sehingga mudah difahami; (f) Aktivitas di kelas harus mempertimbangkan kenyataan bahwa setiap individu memiliki gaya belajar dan laju kecepatan belajar yang berbeda-beda; dan (g) Transfer belajar tidak selalu otomatis.

Selain prinsip ilmu psikologi, beberapa prinsip ilmu pendidikan juga diterapkan dalam pengajaran bahasa secara komunikatif. Prinsip-prinsip tersebut menurut Finochiarro dan Brumfit (Suwarsih Madya, 1991: 8) adalah:

(8)

setara; (b) Pendekatan spiral atau siklus sangat dianjurkan; (c) Titik permulaan penyusunan kurikulum sampai ke unit pelajaran seyogyanya berupa fungsi-fungsi komunikasi dan sosial bahasa yang diperlukan siswa; dan (d) Pendekatan spiral digunakan di dalam menyajikan fungsi bahasa yang sama di dalam situasi sosio-budaya yang berbeda-beda.

Hasil pengajaran bahasa Inggris secara komunikatif juga sangat tergantung pada kualitas guru, pengajar. Sejauhmana guru dapat menanamkan kemahiran fungsional berbahasa di dalam diri siswa? Kemahiran fungsional tersebut akan tampak dari tiga kompetensi pokok yang diperlihatkan siswa di dalam komunikasi menurut Tinukoff & Richards (Tarigan, 1989: 31-32), yaitu:

(a) Kompetensi partisipatif, yaitu kemampuan untuk memberikan respon yang memadai terhadap tugas-tugas di kelas dan terhadap kaidah-kaidah prosedural; (b) Kompetensi interaksional, yaitu kemampuan untuk berinteraksi secara memadai dengan teman-teman sebaya maupun dengan orang lain dan mampu memberikan respon secara memadai terhadap kaidah-kaidah wacana sosial; dan (c) Kompetensi akademik yaitu kemampuan untuk memperoleh informasi baru, mengasimilasikan atau memahami informasi baru, dan membentuk konsep-konsep baru dari.

Guru perlu menyeleksi manakah dari ketiga jenis kompetensi itu yang ingin dicapainya secara baik. Ia harus jeli, teliti dan seksama di dalam analisisnya, sehingga di dalam pengajarannya tidak terbentur kesulitan.

Selanjutnya, Blum (Richards & Renandya, 2002: 21) mengemukan dua belas karakteristik pengajaran yang efektif:

(9)

diajari ulang; (g) Waktu kelas digunakan untuk belajar; (h) Ada kelancaran dan kegiatan rutin kelas yang efektif; (i) Kelompok pengajaran dibentuk di dalam kelas menyesuaikan dengan kebutuhan pengajaran; (j) Standar perilaku kelas tinggi; (k) Interaksi pribadi antara guru dan siswa positif; dan (l) Dorongan dan penghargaan terhadap siswa digunakan terhadap meningkatkan keunggulan.

3. Perkembangan Bahasa

Secara sosiologis, Bahasa mempunyai kedudukan yang sentral dalam kehidupan manusia. Menurut Bloom & Lahey (Owens, 1992:14), bahasa adalah sistem yang sangat kompleks yang dapat dipahami dengan baik dengan merincinya menjadi elemen maupun komponen fungsinya. Sebagai bahasa Internasional, bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama yang harus diajarkan di sekolah. Dalam kedudukan seperti itu, pengajaran bahasa Inggris di sekolah menengah merupakan bekal yang akan menghubungkan mereka dengan ilmu pengetahuan baik mereka yang sedang belajar maupun setelah mereka tamat sekolah. Keberhasilan pengajaran menjadi sangat penting, karena pengajaran tanpa keberhasilan berarti tidak memberi kesempatan kepada siswa dan para lulusan untuk ikut menikmati manfaat yang diberikan oleh perkembangan ilmu pegetahuan.

(10)

pengajaran yang satu dianggap tidak memadai lagi; pilihan atas metode yang lebih cocok bagi suatu tujuan pengajaran dan kebutuhan siswa, makin lama makin luas. Guru bahasa Inggris harus lebih tanggap akan perkembangan pengajaran bahasa Inggris, agar ia dapat lebih memberi manfaat kepada siswanya.

4. Pembelajaran Bahasa

Konteks pembelajaran bahasa dapat dipandang sebagai seperangkat faktor yang sepertinya melatih suatu pengaruh yang kuat pada belajar bahasa, dan hal ini penting untuk mencatat faktor-faktor konbuku pelajaran dalam menganalisis suatu situasi pengajaran bahasa yang diberikan (Stern, 1983: 269). Stern juga menginterpretasikan pengajaran bahasa dengan luas sehingga ketika memasukkan semua kegiatan yang diinginkan menyebabkan pembelajar belajar bahasa. Setelah jelas, hal ini selalu dibicarakan ‘pembelajaran’. Karena itu, bila berikunya hanya disebutkan yang satunya, hal ini berguna untuk mengingat bahwa pada konteks yang benar dipahami oleh yang lainnya.

(11)

asing. Materi pengajaran, diskripsi pelajaran, dan petunjuk kurikulum menyatakan suatu tujuan kompetensi komunikatif.

Jadi seseorang dikatakan telah belajar bila orang tersebut mendapatkan kecakapan baru akibat perbuatan yang disengaja. Secara singkat belajar adalah perubahan tingkah laku dari hasil latihan yang teratur dengan usaha untuk mencapai tujuan. Perubahan tingkah laku baru yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, perubahan sikap, kebiasaan, keterampilan, sikap menghargai maupun perubahan jasmani Hamalik (Prihartono, Nurudin, & Sudaryanto, 2005:120).

a. Pembelajaran Bahasa-Komunikatif

1) Pembelajaran Komunikatif

Apakah ada pendekatan yang dikenal baru-baru ini yang diterima norma secara umum di lapangan? Jawabannya adalah “ya”. Jawaban “ya” dapat ditangkap dengan istilah communicative language-teaching (CLT), dan kualifikasi terhadap jawaban itu terletak pada sejumlah cara definisi CLT yang mungkin dan sejumlah interprestasi dan aplikasi di dalam kelas (Brown, 2001: 42).

(12)

fluency, bukan hanya ketepatan yang menghabiskan perjalanan sejarah. Siswa dilengkapi dengan peralatan untuk generating kinerja bahasa tanpa diadakan latihan terlebih dahulu ketika mereka meninggalkan ruangan kelas. Guru terlibat dengan bagaimana memfasilitasi belajar bahasa sepanjang hayat siswanya, bukan dengan pekerjaan di ruangan kelas seketika saja. Guru memperhatikan pembelajar sebagai partner dalam bekerjasama. Dalam latihan-latihan di ruangan kelas, guru berusaha menggunakan apa saja pada hakikatnya membangkitkan pembelajar untuk mencapai potensi paling lengkap mereka (Brown, 2001: 42-43).

2) Bahasa Komunikatif

Semua ketertarikan teori ini mendasari apa yang digambarkan sebagai CLT. CTL didefinisikan seperangakat ajaran tentang alam bahasa dan pembelajaran bahasa yang mendasar menyatukan tetapi meluas, secara teori diinformasikan dengan baik. Dari pekerjaan paling awal dalam CLT, Breen & Savignon (Brown, 2001: 43) sampai pada buku pelajaran pendidikan guru, Brown, Lee, & Nunan (Brown, 2001: 43) menyebutkan bahwa banyaknya definisi yang tersedia membuat peneliti berjalan terhuyung-huyung. Untuk aspek kesederhanaan dan ketepatan, Brown menawarkan enam karakteristik yang saling berhubungan sebagai suatu gambaran CLT:

(13)

organisasi bukanlah fokus sentral, tetapi lebih tepatnya aspek bahasa yang membuat pembelajar mampu mencapai tujuan itu; (c) Kelancaran dan ketepatan dilihat sebagai prinsip yang saling melengkapi mendasari teknik komunikatif. Pada kelancaran berulang-ulang seharusnya diperhitungkan lebih penting daripada ketepatan agar menjaga pembelajar menjalin penggunaan bahasa secara bermakna; (d) Siswa di dalam suatu kelas komunikasi akhirnya harus menggunakan bahasa, dengan produktif dan reseptif, dalam konteks tidak terlatih di luar kelas. Tugas kelas harus dilengkapi dengan mengutamakan keahlian untuk komunikasi dalam konteks itu; (e) Siswa diberi kesempatan untuk terfokus pada proses belajar mereka sendiri melalui suatu pengertian gaya bahasa mereka sendiri dan perkembangan strategi yang sesuai untuk belajar tanpa terikat; (f) Peranan guru adalah sebagai fasilitator dan pembimbing, bukan seorang yang mengetahui semua ilmu pengetahuan. Siswa hingga saat itu diberi semangat untuk mengonstruk makna melalui interaksi ilmu bahasa murni dengan penegetahuan lainnya.

b. Komponen Fungsi Bahasa

Menurut Bloom & Lahey (Owen, 1992:14), bahasa adalah sistem yang sangat kompleks yang dapat dipahami dengan baik dengan merincinya menjadi elemen atau komponen fungsinya. Bahasa dapat dibagi tiga pokok, walaupun tidak sama penting, komponen: pola, isi, dan kegunaan. Pola termasuk syntax,

morphology, dan phonology, komponen yang berhubungan dengan bunyi atau simbul-simbul dengan makna. Secara tradisional, belajar bahasa telah dianggap sama dengan belajar pola bahasa. Isi meliputi makna atau semantics, dan kegunaan termasuk pragmatics. Lima komponen ini syntax, morphology, phonology, semantics, dan pragmatics adalah sistem aturan dasar yang ditemukan dalam bahasa.

(14)

Untuk mengomunikasikan ide-ide ini pada yang lain, orang menggunakan pola tertentu, yang termasuk seperti bagian penting sama dengan perangkat bunyi yang sesuai (phonology), urutan kata yang sesuai (syntax), dan awalan dan akhiran kata yang sesuai (morphology) untuk mengklarifikasi lebih spesifik. Penutur menggunakan komponen untuk menerima tujuan komunikasi tertentu, seperti mencari informasi, mendapatkan informasi atau mendapatkan tanggapan (pragmatics). Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat gambar berikut ini.

5. Pembelajaran Bahasa Inggris

Tujuan pembelajaran bahasa Inggris adalah agar siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lisan maupun tulisan secara lancar dan sesuai dengan konteks sosialnya (Depdiknas, 2003: 15). Kompetensi bahasa Inggris siswa mencakup keterampilan: mendengar, membaca, berbicara, dan menulis.

Mendengar berarti memahami berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat,

Catatan:

A = Syntax

B = Morphology

C = Phonology

D = Semantics

E = Pragmatics

Gambar 1: Komponen Fungsi Bahasa

(15)

buku pelajaran) berbagai teks lisan yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu. Berbicara berarti mengungkapkan berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) melalui berbagai teks lisan yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu. Membaca

berarti memahami berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu. Menulis berarti mengungkap berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu.

(16)

interaksional dan monolog terutama yang berbentuk deskriptif, naratif, mencertiakan kegiatan, prosedur, laporan, pokok berita, anekdot, eksposisi, penjelasan, diskusi, komentar, dan tinjauan.Menulis berarti mengungkap berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks lisan interaksional dan monolog terutama yang berbentuk deskriptif, naratif, mencertiakan kegiatan, prosedur, laporan, pokok berita, anekdot, eksposisi, penjelasan, diskusi, komentar, dan tinjauan.

6. Komponen Pembelajaran Bahasa Inggris

Komponen besar dalam pembelajaran bahasa Inggris adalah proses pembelajaran dan output pembelajaran serta kompetensi bahasa Inggris siswa. Komponen proses pembelajaran bahasa Inggris yang paling dominan adalah kinerja guru bahasa Inggris, kepribadian guru bahasa Inggris, perilaku siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris, dan fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris. Output pembelajaran, kompetensi bahasa Inggris siswa, yaitu siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara lisan maupun secara tulisan.

a. Proses Pembelajaran Bahasa Inggris

(17)

pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas, tidak hanya hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Menurut Joyce & Weil (1996: 120), di dalam melaksanakan peranannya, guru atau siswa dapat menggunakan empat pola argumen berikut ini:

(1) Menyuruh siswa untuk mengidentifikasi hal-hal pada nilai yang melanggar; (2) Mengklarifikasi nilai konflik melalui analogi; (3) Menyuruh siswa untuk membuktikan konsekuensi suatu posisi yang diinginkan atau yang tidak diinginkan; dan (4) Menyuruh siswa untuk menyusun prioritas nilai: menyatakan satu nilai diatas yang lainnya dan mendemonstrasikan kekurangan pelanggaran nilai kedua yang kasar.

Proses pembelajaran mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mangajar. Dalam proses pembelajaran tersirat adanya suatu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang.

Tujuan pembelajaran berbasis kompetensi menurut Depdiknas (2003: 19) adalah pencapaian kompetensi itu sendiri. Oleh karena itu, pendekatan, metode, serta teknik-teknik pengajarannya diserahkan pada pengelola pengajaran sesuai dengan kapasitas dan sumber-sumber yang ada dengan syarat kompetensi yang ditetapkan dapat dicapai. Cara mengukurnya adalah dengan memeriksa apakah semua indikator yang ditetapkan telah tampak.

(18)

memperhatikan proses atau tahapan-tahapan yang dirancang dengan matang sehingga semua kegiatan yang terjadi di dalam kelas mengarah kepada satu tujuan yakni pemerolehan kompetensi wacana atau kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam komunikasi. Ini melibatkan proses yang tidak sederhana sehingga kata kunci keberhasilannya terletak pada kematangan perencanaan seluruh proses-proses yang terpadu dan komprehensif.

Sebagai contoh, untuk membuat siswa memproduksi sebuah teks tertulis naratif sederhana diperlukan tahapan-tahapan produksi yang dimulai dengan

brain storming yang melibatkan guru dan teman, diikuti oleh penataan pesan-pesan yang akan disampaikan, diteruskan dengan penulisan draft pertama, kemudian dilakukan koreksi oleh guru atau teman, dilanjutkan dengan penulisan draft kedua dan pengembangan, diikuti dengan penyuntingan, dan akhirnya siswa sampai ke draft terakhir. Setelah tulisan tampak sempurna pada tingkat yang dikehendaki, siswa mengekspos (memamerkan) tulisannya di ruang kelas agar dapat dibaca oleh teman-temannya.

(19)

terpadu. Kegiatan pembelajaran bahasa menjadi kegiatan yang mengembangkan

literacy.

Sepanjang proses ini, guru dapat mengamati banyak hal mulai dari pengetahuan siswa, kegigihannya menyelesaikan tugas dan hasil akhir yang diharapkan mencapai target yang telah ditetapkan. Guru mengumpulkan semua ini secara bertahap, longatudinal, sehingga nilai akhir yang diperoleh bukan nilai sesaat. Jadi menuntut siswa menulis berarti membimbing siswa tahap demi tahap dan bukan hanya memberi tugas menulis tentang sesuatu untuk kemudian dikumpulkan setelah sekian menit. Singkatnya, guru memberi terlebih dahulu sebelum menuntut hasil karya. Sebuah tulisan bisa memakan waktu tiga hingga empat minggu; waktu yang cukup untuk mengembangkan kreativitas. Stern (1983: 32) mengemukakan bahwa pengembangan teori yang bagus adalah suatu proses sambil berjalan. Hal ini bukanlah sesuatu yang dapat dikerjakan sekali untuk semuanya. Semua kita bisa berharap bahwa Kriteria yang dibahas melengkapi petunjuk pencerahan dan berpikir lebih produktip.

(20)

1) Pendekatan komunikatif: Fokus mengajar adalah komunikasi yang dapat dipercaya; penggunaan yang luas terbentuk dari aktivitas pasangan dan kelompok yang termasuk negosiasi makna dan berbagi informasi. Kelancaran adalah prioritas.

2) Model belajar kooperatif: Siswa bekerja dalam situasi belajar kerja sama dan diberi semangat untuk bekerja sama pada tugas-tugas umum dan mengkoordonasi upaya-upaya mereka untuk melengkapi tugas-tugas. Sistem penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu.

3) Pendekatan proses: Di dalam kelas menulis, siswa mengambil bagian dalam aktivitas yang mengembangkan pengertian menulis mereka sebagai proses. Tingkat yang berbeda di dalam proses menulis (merencanakan, melahirkan ide-ide, draf, peninjauan, perbaikan, edit) membentuk fokus mengajar. 4) Pendekatan bahasa secara keseluruhan: Bahasa diajarkan sebagai

keseluruhan dan tidak diajarkan komponen-komponennya secara terpisah. Siswa diajarkan membaca dan menulis secara alami, dengan suatu fokus pada komunikasi nyata, teks yang dapat dipercaya, dan bacaan dan tulisan untuk kesenangan.

(21)

harus dapat membuat pembelajar belajar, memfasilitasi proses pembelajaran, dan menciptakan situasi belajar.

1). Kinerja Guru Bahasa Inggris

Kinerja Guru Bahasa Inggris adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru bahasa Inggris yang peranannya sangat penting di dalam pelaksanaan proses pembelajaran bahasa Inggris. Kinerja guru bahasa Inggris yang paling pokok adalah pengelolahan proses pembelajaran bahasa Inggris. Kinerja guru bahasa Inggris dalam pengelolaan proses pembelajaran bahasa Inggris ini merupakan kunci keberhasilan yang paling dasar untuk membuat siswa belajar bahasa Inggris lebih optimal. Selain itu kinerja guru dalam menggunakan metode mengajar dan pengelolaan kelas (classroom management) juga sangat mendukung dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Guru bahasa Inggris harus memilki kemampuan dalam mengelola proses pembelajaran bahasa Inggris. Kemampuan guru bahasa Inggris dalam mengelola proses pembelajaran bahasa Inggris ini dapat diartikan suatu penegetahuan yang dimiliki oleh guru bahasa Inggris atau cara guru bahasa Inggris untuk menyampaikan informasi didalam pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Inggris sehingga belajar bahasa Inggris dapat berlangsung walaupun tanpa didampingi guru.

(22)

Kemudian ilmu juga merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan dapat menggambarkan apa yang tertanam dalam pikiran manusia bila ia memiliki kesadaran dan perhatian terhadap suatu objek. Selanjutnya Richards & Renandya (2002: 394-395) menyebutkan bahwa prinsip, pengetahuan, dan keterampilan secara mendasar tergabung pada berkompetensi guru yang profesional. Ia juga menyebutkan bahwa pengembangan kompetensi mengajar merupakan kewajiban seorang guru.

(23)

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Demikian pula menurut (peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005) tentang standar pendidikan nasional bahwa pendidik pada SMA/MA, atau berbentuk lain yang sederajat memiliki: kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan sertifikat profesi guru untuk SMA/MA.

Menurut Samana (1994:123), profil kemampuan dasar seorang guru bahasa Inggris dapat dilihat dari sepuluh kemampuan yang dimilikinya. Kesepuluh kemampuan tersebut adalah sebagai berikut. Guru bahasa Inggris seharusnya:

(24)

mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan progaram belajar-mengajar, mengenal kemampuan anak didik, dan merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial bahasa Inggris; (c) Mengelola kelas: mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, menciptakan iklim belajar mengajar yang serasih; (d) Menggunakan media/sumber: mengenal, memilih, dan menggunakan media; (e) Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana; Menggunakan dan mengelola laboratorium bahasa dalam rangkaian proses belajar mengajar; (f) Mengembangkan laboratorium bahasa; (g) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar; (h) Menggunakan micro teaching unit dalam program pengalaman lapangan; (i) Menguasai landasan-landasan kependidikan; (j) Mengelola interaksi belajar mengajar; (k) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran; (l) Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan: mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah, menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah; (m) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (n) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

(25)

pendidikan (tujuan instruksional) sekolah; dan (d) Guru tersbut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.

Karakteristik tersebut di atas akan ditinjau dari berbagai segi tanggung jawab guru, fungsi dan peranan guru, tujuan pendidikan sekolah dan peranan guru dalam proses belajar-mengajar.

a) Standar Guru Bahasa Inggris

Pergeseran untuk menghasilkan standar belajar, suatu pergeseran yang sama kuat sudah muncul untuk mendesain standar mengajar. Claoud (Brown 2004: 109) mencatat bahwa unjuk kerja siswa [pada satu penilaian] tergantung pada program pengajaran yang disediakan, yang tergantung pada kualitas perkembangan profesional. Kuhlman (Brown, 2004: 109) menekankan pentingnya standar guru dalam tiga ranah: “(1) Ilmu dan perkembangan bahasa; (2) Budaya dan hubungan timbal balik antara bahasa dan budaya; dan (3) Perencanaan dan pengelolaan pengajaran”.

Standar mengajar profesional juga telah terfokus pada beberapa komite dalam persatuan guru bahasa Inggris internasional bagi penutur bahasa lain, Teachers of English to Speakers of Other Languages

(26)

bahasa-pengetahuan mungkin dapat dievaluasi, tetapi budaya dan karakteristik mengajar efektif yang interaktif kurang mampu dinilai dengan tes. Komite standar TESOL mendukung kinerja-berdasarkan penilaian guru dengan alasan berikut ini:

(1) Guru dapat mendemonstrasikan standar mengajar mereka; (2) Mengajar dapat dinilai melalui apa yang dilakukan guru dengan pembelajarnya di dalam kelas mereka atau di dalam kelas nyata (kinerja mereka); (3) Kinerja ini dapat dirinci yang disebut “indikator”: contoh bukti bahwa guru dapat memenuhi sebagian dari standar; (4) proses biasa menilai kebutuhan guru untuk menggambarkan bukti kinerja yang kompleks. Dengan kata lain, indikator lebih dari pernyataan “how to” yang sederhana; (5) Kinerja-berdasarkan penilaian standar adalah suatu sistem terpadu. Hal ini bukanlah suatu checklist maupun suatu serangkaian penilaian terpisah; (6) masing-masing penilaian di dalam sistem kriteria kinerja berlawanan dengan kinerja yang dapat diukur; (7) Kriteria kinerja mengedentifikasi guru tingkat apa yang memenuhi standar; dan (8) Belajar siswa merupakan bagian terpenting dari kinerja guru.

Standar berdasarkan pendekatan mengajar dan pengukuran mengemukakan profesi dengan bayak tantangan. Bagaimanapun juga sulitnya permasalahan itu adalah, kepentingan mekanisme sosial tidak dapat diabaikan, khususnya dalam istilah penilaian siswa.

(27)

(1) Pengetahuan praktis: sandiwara guru tentang teknik dan strategi kelas; (2) Pengetahuan isi: pengertian guru tentang pelajaran bahasa Inggris, misalnya, ilmu mengajarkan grammar, phonologi, teori mengajar, pemerolehan bahasa Inggris, sama baiknya dengan wacana dan terminologi pengajaran bahasa secara khusus; (3) Pengetahuan konbuku pelajaran: tidak asing dengan sekolah atau konteks institusi, norma sekolah, dan pengetahuan tentang pembelajar, termasuk budaya dan informasi relevan lainnya; (4) Pengetahuan ilmu pengajaran: kemampuan menyusun kembali pengetahuan isi untuk tujuan pengajaran, dan merencanakan, beradaptasi, dan menciptakan dan mempertunjukkan sesuatu tanpa persiapan terlebih dahulu; (5) Pengetahuan pribadi: kepercayaan pribadi guru dan prinsip dan pendekatan individunya untuk mengajar; dan (6) Pengetahuan reflektif: kemampuan guru untuk merefleksikan dan menilai praktiknya sendiri.

Dalam menggambarkan keterampilan guru bahasa Inggris, memungkinkan untuk membandingkan guru apakah mereka terlatih atau tidak terlatih dan apakah mereka belum berpengalaman atau berpengalaman. Dimensi latihan mengacu pada kepemilikan kualifikasi profesional dalam pengajaran bahasa inggris; deminsi pengalaman merujuk pada pengalaman kelas. Pelatihan guru yang pertama merupakan ciri pokok bermaksud memberikan guru apa yang disebut “kompetensi teknik dasar.” Schmitt & McCarthy (2000: 237) mengemukakan, “with shift in emphasis, the classroom teacher is faced with the challange of

how best to help students store and retrieve words in the target

language.”

b) Guru Bahasa Inggris yang “Baik”

(28)

yang berhasil. Sejumlah “ahli” telah membuat daftar kelengkapan Kriteria guru yang baik, dan mereka semua berbeda dalam berbagai cara penyajiannya. Allen (Brown, 2001: 429) menawarkan karakteristik guru bahasa Inggris yang baik sebagai berikut.

(1) Mampu mempersiapkan untuk menuju suatu derajat dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing; (2) Mencintai bahasa Inggris; (3) Berpikir kritis; (4) Memiliki dorongan yang gigih untuk meningkatkan dirinya sendiri; (5) Membawahi diri sendiri; (6) Memiliki kesiapan untuk menempuh perjalanan ke depan; (7) Memilki penyesuaian budaya; (8) Berkewarganegaraan yang profesional; dan (9) Merasa senang dengan pekerjaan seseorang.

Sembilan butir tersebut berisi suatu bibit untuk proses pengolahan secara profesional. Bagaimana anda mempercepat dirimu sendiri pada kesembilan butir tersebut.

(29)

(1) Pengetahuan Teknik

Pengetahuan teknik yang harus dimiliki oleh seorang guru bahasa Inggris adalah sebagai berikut.

a) memahami sistem

bahasa dari ponologi, grammar, dan wacana bahasa Inggris,

b) memegang prinsip

dasar pembelajaran bahasa Inggris secara komprehensif,

c) memiliki kompetensi

dalam berbicara, menulis, mendengar, dan membaca bahasa Inggris dengan lancar,

d) mengetahui belajar

bahasa Inggris melalui pengalaman,

e) memahami hubungan

erat antara bahasa dan budaya, dan

f) mengikuti

perkembangan melalui membaca secara teratur dan menghadiri pertemuan/workshop.

(2) Keahlian Pedagogis

Keahlian pedagogis yang harus dimiliki oleh seorang guru bahasa Inggris adalah sebagai berikut.

(30)

b) memahami dan menggunakan berbagai teknik secara luas, c) merancang dan melaksanakan rencana pelajaran secara efisien, d) memonitor pelajaran ketika dibuka dan membuat pelajaran

tengahan yang efektif,

e) menangkap kebutuhan kebahasaan siswa secara efektif, f) memberi feedback secara maksimal pada siswa,

g) membangkitkan interaksi, kerja sama, dan kerja tim di dalam kelas,

h) menggunakan prinsip-prinsip yang cocok dari pengelolaan kelas, i) menggunakan keahlian penyajian yang efektif, jelas,

j) menyesuaikan materi buku, audio visual, dan alat mekanik lainnya secara kreatif,

k) mengkreasi materi jenis baru secara inovatif bila diperlukan, dan l) menggunakan teknik motivasi, secara murni, interaktif terhadap

tes yang efektif.

(3) Keahlian Pribadi

Keahlian pribadi yang harus dimiliki oleh seorang guru bahasa Inggris adalah sebagai berikut.

a) mengetahui perbedaan lintas budya dan sensitif terhadap tradisi budaya siswa,

(31)

c) menghargai pendapat dan kemampuan siswa,

d) sabar dalam bekerja dengan siswa yang memiliki kemapuan kurang,

e) menawarkan kesempatan terhadap siswa dengan kemampuan tinggi yang diharapkan,

f) bekerja sama secara harmonis dan bebas dengan teman sejawat (fellow teacher), dan

g) mencari kesempatan untuk berbagi pendapat, ide, dan teknik dengan teman sejawat.

(4) Kualitas Pribadi

Kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang guru bahasa Inggris adalah sebagai berikut.

a) mengatur dengan baik, teliti dalam janjian pertemuan, dan ketergantungan,

b) mudah disesuaikan ketika sesuatu serba salah,

c) menciptakan suatu pemikiran ingin tahu dalam mencoba cara mengajar yang baru,

d) menyusun tujuan jangka pendek dan jangka panjang untuk perkembangan profesional selanjutnya, dan

(32)

Selain poin-poin di atas, Muijs & Reynold (Jones, Jenkin, & Lord, 2006: 5) menyimpulkan bahwa guru yang efektif adalah guru yang:

(a) Memiliki sikap positif; (b) Mengembangkan suatu sosial/iklim psikologi yang menyenangkan di dalam kelas; (c) Memiliki harapan tinggi dari apa yang dapat diterima siswa; (d) Mengkomunikasikan kejelasan pelajaran; (e) Melatih pengaturan waktu yang efektif; (f) Menggunakan susnan pelajaran yang kuat; (g) Menggunakan berbagai metode mengajar; (h) Menggunakan ide-ide siswa dan tidak menghukumnya; dan (i) Menggunakan pertanyaan yang cocok dan bervariasi.

2). Kepribadian Guru Bahasa Inggris

Selain menguasai kompetensi akademik, seorang guru bahasa Inggris seharusnya memiliki kepribadian, karakter yang baik. Merujuk pada (pasal 28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005) tentang Standar Pendidikan Nasional dan (pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005) tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kriteria-Kriteria yang disebutkan oleh Nasution (Samana, 1994: 58) menunjukkan ciri guru yang disenangi oleh siswanya. Ada sepuluh ciri atau kriteria utama yang diajukannya, yaitu:

(33)

semangat serta keuletan belajar siswanya; (f) Bertindak tegas, sanggup menguasai kelas, dan dapat membangkitkan rasa hormat dari siswa kepada gurunya; (g) Guru tidak pilih kasih dalam pergaulan dengan siswanya dan dalam tindak keguruannya; (h) Guru tidak senang mencela, menghina siswa, dan bertindak sarkastis; (i) Siswa merasa dan mengakui belajar sesuatu yang bermakna dari gurunya; dan (j) Secara keseluruahan, guru hendaknya berkepribadian yang menyenangakan siswa dan pantas menjadi panutan para siswa.

Selain sepuluh butir di atas, Hamalik (1991: 41) mengemukakan kepribadian guru sebagai berikut. Seorang guru harus:

(a) Berkepribadian/berjiwa Pancasila;(b) Mampu menghayati GBHN; (c) Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik; (d) Berbudi pekerti yang luhur; (e) Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal; (f) Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tengang rasa; (g) Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya; (h) Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; (i) Bersifat terbuka, peka dan inovatif; (j) Menunjukkan rasa cinta kepada profesionalnya; (k) Mematuhi disiplin; dan (l) Memiliki sense of humor.

3). Perilaku Siswa

Perilaku siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris diklasifikasi menjadi empat seperti berikut ini (Depdiknas, 2003: 53).

a) Memiliki rasa percaya diri dan keinginan untuk meningkatkan kemampuannya memahami berbagai jenis teks lisan yang dipelajari dengan cara:

(1) Berinisiatif untuk berlatih dengan temannya, dengan saling membacakan atau memperdengarkan berbagai teks; (2) Meminta guru atau teman untuk membacakan atau memperdengarkan teks yang akan dipakai tugas membaca; dan (3) Menjawab/menanggapi pernyataan/pertanyaan dalam bahasa Inggris dalam interaksi dengan guru dan teman dan tidak takut membuat kesalahan.

(34)

mempresentasikannya dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar misalnya dengan:

(1) Melakukan presentasi apa saja yang telah dibacanya termasuk cerita pendek, buku, komik dsb; (2) Mengemukakan pendapat pribadi tentang apa yang dibacanya; (3) Sering memberikan penjelasan tentang fakta yang diketahuinya;sering bercerita dan berdiskusi; (4) Menunjukan keterlibatan dalam kegiatan ekstra bahasa Inggris; (6) Membuat persiapan menyeluruh untuk presentasi yang melibatkan alat bantu audiovisual, gambar, poster dll; (7) Berusaha melakukan presentasi teks lisan dalam bentuk atau tentang bentuk yang sedang dipelajari; dan (8) Tampil berbahasa Inggris di depan publik untuk mengemukakan pendapatnya secara kritis.

c) Siswa memiliki rasa percaya diri dan antusias membaca secara nyaring maupun membaca untuk pemahaman berbagai jenis teks yang sedang dipelajari dengan:

(1) Melaksanakan tugas membaca yang diberikan guru; (2) Berinisiatif mencari dan mempelajari teks-teks sejenis, termasuk yang otentik, meskipun tidak ditugaskan; dan (3) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan membahas setiap teks atau tugas dengan guru dan teman.

d) Siswa memiliki rasa percaya diri dan antusias mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan juga berinisiatif menghasilkan jenis-jenis teks tertulis yang sedang dipelajari, yang tercermin dalam: “(1) Penyelesaian setiap tugas yang diberikan; (2) Partisipasi aktif pada kegitan membahas setiap tugas di kelas; dan (3) Inisiatif menulis teks dalam berbagai jenis yang sedang dipelajari”.

Penilaian sikap siswa dilakukan oleh guru, menggunakan angket inventori sikap dengan skala Likert.

(35)

Sarana dan prasarana (fasilitas) sangat penting dalam pembelajaran bahasa Inggris karena fasilitas sangat mendukung proses pembelajaran. Fasilitas yang mendukung pembelajaran akan menghasilkan upaya maksimal untuk mencapai hasil yang diharapkan. Fasilitas yang memadai dimiliki oleh sekolah-sekolah yang berlokasi di tengah kota sedangkan sekolah yang berada di pinggiran kota tentu berbeda fasilitas yang dimilikinya.

Fasilitas Pembelajaran sangat perlu dipertimbangkan oleh guru bahasa Inggris dan pemimpin sekolah untuk mencapai hasil maksimal yang diharapkan oleh semua pihak. Dengan memperhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Dimanakah pengajaran dilaksanakan dan bagaimana kesesuaian fasilitas mengajar? Sebagai tambahan terhadap ruangan kelas, adakah labor multimedia atau labor komputer, labor bahasa, pusat penilaian diri sendiri, dan ruangan membaca siswa? Apa yang dipengaruhi oleh fasilitas ini terhadap fasilitas program tersebut? Sekolah akan memenuhi persyaratan yang lebih lengkap untuk mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris.

(36)

staf, dan keyakinan. Kalau investasi seperti itu kurang, mungkin berpengaruh negatif pada muatan kerja guru (Richards, 2006: 207). Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan indikator fasilitas pembelajaran yang mendukung terwujudnya proses pembelajaran bahasa Inggris, yaitu: ”(a) Ketenangan ruang pembelajaran; (b) Kenyamanan ruang pembelajaran; (c) Ketersediaan sumber-sumber belajar; (d) Ketersedia media pembelajaran bahasa Inggris; dan (e) Keberfungsian media dan teknologi pembelajaran bahasa Inggris”.

b. Output Pembelajaran Bahasa Inggris

Output Pembelajaran bahasa Inggris adalah kompetensi bahasa Inggris siswa. Kompetensi bahasa Inggris siswa merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berkomunikasi bahasa Inggris baik secara tertulis maupun secara lisan. Kompetensi bahasa Inggris siswa merupakan output dari proses pembelajaran bahasa Inggris di dalam konteks pembelajaran. Dari output ini terlihat ketercapaian standar kompetensi bahasa Inggris siswa.

(37)

malam yang kurang baik, sakit, gangguan emosi, kecemasan tes, penghalang ingatan, atau faktor reliabilitas yang berhubungan dengan siswa lainnya dapat mempengaruhi kinerja, dengan demikian melengkapi suatu pengukuran kompetensi yang sesungguhnya yang tidak reliabel.

Ada empat keterampilan bahasa yang harus dimiliki oleh siswa sebagai hasil yang didapat dari proses pembelajaran bahasa Inggris khususnya di tingkat SMA di kota Palembang. Empat keterampilan berbahasa tersebut adalah:

listening, speaking, reading, dan writing. Berhasil atau tidak pembelajaran bahasa Inggris dapat dilihat dari kompetensi siswa berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara tertulis maupun secara lisan.

(38)

makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu. Writing

berarti mengungkap berbagai makna (antar-perseorangan, pendapat, buku pelajaran) dalam berbagai teks tulis yang memiliki tujuan komunikatif, struktur teks, dan linguistik tertentu.

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris Siswa SMA

Kelas XII

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Mendengar

Memahami wacana yang menekankan pertukaran makna antar-perseorangan yang kompleks (mis. Debat, argumen, pertikaian, emosi) dalam interaksi/monolog lisan terutama dalam wacana berbentuk naratif,

explanation, discussion, commentary, dan review.

2. Berbicara

Mengungkapkan makna dengan penekanan pada makna antar-perseorangan yang kompleks dalam wacana interaksional dan/atau monolog lisan terutama dalam wacana yang berbentuk naratif, explanation,

discussion, commentary, dan review.

3. Membaca

Memahami nuansa makna dan langkah-langkah pengembangan retorika di dalam teks tertulis terutama berbentuk naratif, explanation, discussion,

(39)

teks tertulis berbentuk narasi, explanation, discussion, commentary, dan review yang menggunakan noun phrases dengan variasi structures of modification.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain adalah karakter siswa, kondisi dimana siswa tinggal, kondisi sekolah, beberapa kondisi di bawah pengawasan sekolah tersebut, kondisi sekolah lain secara tidak normal di bawah pengawasan sekolah tersebut, beberapa kondisi sekolah boleh atau tidak boleh di bawah pengawasan sekolah tersebut (Kellaghan & Greaney, 2001: 77). Faktor-faktor tersebut sangat besar pengaruhnya pada kompetensi lulusan siswa di jenjang SMA. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 (tahun 2005) tentang standar pendidikan nasional bab V tentang standar kompetensi lulusan, pasal 25 ayat 3 bahwa kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Berdasarkan Depdiknas (2003: 38), standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMA dapat dilihat seperti Tabel 1.

(40)

Tabel 2

Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Kelas XII, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Mendengarkan

1.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: mengusulkan, memohon, mengeluh, membahas kemungkinan atau untuk melakukan sesuatu, dan

memerintah

1.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: mengakui

kesalahan, berjanji, menyalahkan, menuduh, mengungkapkan keingintahuan dan hasrat, dan menyatakan berbagai sikap

2.1 Merespon makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi yang

menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari

2.2 Merespon makna dalam teks monolog yang menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk:

(41)

Berbicara

3.1 Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: mengusulkan, memohon, mengeluh, membahas kemungkinan atau untuk melakukan sesuatu, dan

memerintah

3.2 Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: mengakui

kesalahan, berjanji, menyalahkan, menuduh, mengungkapkan keingintahuan dan hasrat , dan menyatakan berbagai sikap

4.1 Mengungkapkan makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi dengan

menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari

4.2 Mengungkapkan makna dalam teks monolog dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative, explanation, dan

discussion

5.1 Merespon makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi yang

menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan.

(42)

mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk: narrative, explanation, dan

discussion

6.1 Mengungkapkan makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi dengan

menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari

6.2 Mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam teks monolog dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative, explanation, dan discussion

Kelas XII, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Mendengarkan

7.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima yang menggunakan ragam bahasa lisan dan melibatkan tindak tutur: membujuk, mendorong semangat, mengkritik,

mengungkapkan harapan, dan mencegah 7.2 Merespon makna dalam percakapan

transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima yang menggunakan ragam bahasa lisan dan melibatkan tindak tutur: menyesali, mengungkapkan/menanyakan rencana, tujuan,

8.1 Merespon makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi yang

menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari

(43)

monolog yang menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative dan review

9.1 Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima dengan menggunakan ragam bahasa lisan dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: membujuk, mendorong semangat, mengkritik , mengungkapkan

harapan, dan mencegah

9.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan

antar-perseorangan (bersosialisasi) resmi dan berlanjut (sustained) secara akurat, lancar dan berterima dengan menggunakan ragam bahasa lisan dalam konteks kehidupan sehari-hari dan melibatkan tindak tutur: menyesali,

10.1 Merespon makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi yang

menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari

10.2 Mengungkapkan makna dalam teks monolog dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative dan review

11.1 Merespon makna dalam teks fungsional pendek resmi dan tak resmi yang

(44)

dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan

11.2 Merespon makna dan langkah retorika dalam teks monolog yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan

berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk: narrative dan review

Menulis

12.1 Mengungkapkan makna dan langkah retorika dalam esei dengan menggunakan ragam tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: narrative dan review

Jadi kompetensi bahasa Inggris siswa adalah kemampuan siswa berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara lisan maupun secara tulisan yang mencakup:

listening; reading; speaking; dan writing.

B. Evaluasi

1. Pengertian Evaluasi

(45)

utilization-focused approach to evaluation is identification and organization of

relevant decision makers for information users of the evaluation” (Patton, 1978: 61).

Untuk memutuskan tujuan suatu evaluasi, seorang evaluator membuat keputusan mengenai evaluasi tersebut. “Most evaluation studies arise from the interest in oversight” (Levine, 1981:134). Sementara ada tujuan yang dikesampingkan atau terpusat secara umum untuk dimanfaatkan dengan evaluasi, evaluator akan menemukan bahwa audience yang berbeda akan memiliki alasan berbeda pula untuk menginginkan evaluasi yang sama. Maka dari itu, audience

bermaksud akan menggunakan hasil tersebut dengan berbeda pula (Brinkerhoff, 1983: 16).

(46)

information in order to make judgements or decisions”. Nunan (1992: 13) membandingkan bahwa evaluasi lebih luas dalam konsep daripada penilaian. Demikian pula Baumgartner & Jackson (1995: 154) mengemukakan, “Evaluation often follows measurement, taking the form of judgement about the quality of a

performance”.

Ghani, Hari, & Suyanto (2006: 70) mengemukakan bahwa istilah ‘evaluasi’ sering membingungkan penggunaannya terutama dalam pembelajaran. Kadang-kadang ‘evaluasi’ disamakan dengan ‘pengukuran’ atau juga digunakan untuk menggantikan istilah ‘pengujian.” Ketika guru menyelenggarakan tes hasil belajar, mereka mungkin mengatakan: ‘menguji prestasi’, ‘mengukur prestasi’, atau mengevaluasi prestasi.’ Selanjutnya, dalam kasus lain istilah evaluasi juga diartikan sebagai metode penelitian yang tidak tergantung pada pengukuran. Sebenarnya, istilah evaluasi mengandung dua pengertian, yakni evaluasi sebagai deskripsi kualitatif dari perilaku siswa dan sebagai deskripsi kuantitatif dari hasil pengukuran (misalnya: skor tes). Untuk jelasnya arti istilah tes, pengukuran, dan evaluasi dapat diperbandingkan sebagai berikut:

(a) Tes adalah suatu instrumen atau prosedur sistematis untuk mengukur contoh perilaku siswa; (b) Pengukuran adalah suatu proses perolehan deskripsi numerik dari ciri khusus penguasaan siswa; dan (c) Evaluasi adalah proses sistematis dari pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi guna menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran.

(47)

pengukuran hanya selalu berbentuk angka (misalnya: siswa A menjawab benar 30 butir dari 50 butir pertanyaan), dan tidak mencakup deskripsi kualitatif (misalnya: siswa B mendapat nilai paling jelek). Disisi lain, evaluasi dapat mencakup deskripsi kuantitatif (pengukuran) dan deskripsi kualitatif (bukan pengukuran) dari perilaku siswa. Selanjutnya, evaluasi selalu mencakup pertimbangan nilai (value judgement) atas hasil yang diperoleh (misalnya: siswa C mencapai kemajuan yang berarti dalam pelajaran tertentu).

(48)

Philips (1991: 62) juga mengemukan,”evaluation is a sytematic process with several important parts”. Demikian pula Worthen & Sanders (2002:129) mengemukakan “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Hubungan antara pengukuran dan evaluasi dapat dilihat dari penjelasan Gronlund (1971: 6) sebagai berikut: Evaluasi= Deskripsi kuantitatif dari siswa (pengukuran) + Penetapan nilai (value Judgement), Evaluasi = Deskripsi kualitatif dari siswa (bukan pengukuran) + Penetapan nilai (value Judgement).

Weiss (1972: 6) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah pembandingan “what is” dengan “what should be”. Walaupun peneliti sendiri tetap tidak bias dan objektif, peneliti terfokus pada fenomena yang mendemonstrasikan apakah program tersebut menerima tujuan yang diinginkannya. Secara sederhana Azwar (2004: 7) mengemukakan karakteristik evaluasi adalah: “(1) Merupakan perbandingan anatara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu kriteria; (2) Hasilnya bersifat kualitatif; dan (3) Hasilnya dinyatakan secara evaluatif”.

(49)

mendapatkan manfaat dari evaluasi sehingga mereka akan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wholey, Harty, & Newcomer (1994: 591) sebagai berikut.

Evaluators need a variety of skills to be effective. They should be good analysts. They should be gifted at listening. Evaluators should also possess marketing skills. They must communicate the value of evaluation to policy-makers and managers who may not appriciate the benefits to be derived from systematic evaluation efforts.

Jadi komponen yang perlu dipertimbangkan dalam sistem evaluasi menurut Stronge (2006: 82) adalah:

(a) Pernyataan tujuan; (b) Kriteria kinerja; (c) Rating scale yang mendefinisikan standar kinerja; (d) Deskripsi prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan informasi pada kinerja; dan (e) Alat meringkas informasi yang formal pada kinerja, seperti suatu ringkasan evaluasi.

Sebagai contoh komponen proses pembelajaran yang perlu dievaluasi dikemukakan oleh Ghani, Hari, & Suyanto (2006: 74) adalah:

(a) Apakah strategi yang digunakan telah terbukti efektif?; (b) Apakah media pembelajaran yang ada telah dimanfaatkan secara optimal?; (c) Apakah cara mengajar telah berhasil membantu mengajar secara optimal? ; dan (d) Apakah cara belajarnya efektif?

Contoh komponen output yang perlu dievaluasi adalah bagaimana prestasi peserta didik? Evaluasi ini sebaiknya terpisah dari objek evaluasi lainya. Evaluasi terhadap output pembelajaran adalah evaluasi hasil belajar siswa.

2. Evaluasi Program

(50)

pengukuran kinerja program secara kuantitatif atau kualitatif (2) seperangkat analisis yang digunakan pengukuran untuk menjawab pertanyaan kunci tentang kinerja program. Evaluasi dirancang termasuk cara untuk menggambarkan sumber program, aktivitas program, dan outcomes program sebanding dengan metode untuk mengestimasi pengaruh aktivitas program, yaitu, perbedaan antara outcomes

program dan outcomes yang telah terjadi tanpa program (Wholey, Harty, Newcomer, 1994: 11).

Evaluasi program termasuklah pengukuran kinerja programsumber biaya, aktivitas program, dan outcomes programdan pengujian asumsi sementara yang berhubungan dengan tiga elemen ini. Satu kontribusi potensial penting dari evaluasi program adalah kegunaanya oleh pengambil kebijakan, manager, dan staf untuk mengubah sumber, aktivitas, atau tujuan program untuk meningkatkan kinerja program. Bagaimanapun juga, evaluasi mengandung lebih banyak seni daripada ilmu pengetahuan. Rencana setiap dukungan evaluasi membutuhkan keputusan pekerjaan yang sulit sebagai evaluator mencoba untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Evaluator harus mengimbangi yang dapat dilakukan dan biaya desain dengan keuntungan hasil evaluasi dalam meningkatkan kinerja program atau mengkomunikasikan nilai aktivitas program kepada pengambil kebijakan atau masyarakat umum (Wholey, Harty, & Newcomer, 1994: 15).

(51)

menghasilkan informasi yang dapat memandu keputusan mengenai adopsi atau modifikasi program pendidikan. Evaluasi diharapkan untuk menyelesaikan berbagai tujuan:

(a) Mendokumentasikan kejadian; (b) Mencatat perubahan siswa; (c) Mendeteksi daya kelembagaan; (d) Menempatkan kesalahan bagi permasalahan; (e) Membantu membuat keputusan administratif; (f) Memfasilitasi aksi perbaikan; dan (g) Meningkatkan pemehaman kita terhadap pembelajaran.

Masing-masing tujuan ini berhubungan secara langsung atau tidak pada nilai suatu program dan mungkin suatu tujuan legitimasi untuk studi evaluasi tertentu. Hal ini sangatlah penting untuk disadari bahwa masing-masing tujuan membutuhkan data yang terpisah: semua tujuan tidak dapat disajikan dengan pengumpulan data tunggal.

Perencanaan untuk melaksanakan evaluasi program secara individu dan perencanaan terorganisasi bagi produksi dan kegunaan adalah dua hal yang berbeda. Pertama termasuk proses penemuan fakta yang terkenal, bagi pertanyaan bijak yang diberikan, kesesuaian metode untuk jawabannya. Hal ini termasuklah keahlian merancang studi, membangun perbandingan, mengembangkan pengukuran pada data yang akan dikumpulkan, menyelidiki sumber data potensial, dan menggambarkan teknik analisis yang digunakan. Suatu proses perencanaan biasanya diikuti jalur penelitian tradisional dan terfokus pada aspek teknik (yaitu, metodologi dan statistik) bukti kelengkapan pada pandangan kebijakan.

(52)

suatu aktivitas politik yang penting yang hanya teknik terpisah secara alami. Seperti semua perencanaan, perencanaan memiliki suatu tujuan: membuat perbedaan kualitas kebijakan pemerintah dan program pemerintah dengan mengimformasikan keputusan pengambil kebijakan melalui temuan evaluasi program. Walaupun tujuan ini adalah tanpa kesalahan dan dikenal, tujuan ini juga tidak cukup jelas. Perencana memerlukan tujuan yang lebih khusus untuk menyentuh kenyataan lebih mendalam.

a. Definisi Program

(53)

pengukuran outcomes, dengan sedikit tekanan pada metode untuk mencapai kesepakatan dari kenyataan apakah program tersebut menyebabkan outcomes

(Wholey, Harty, & Newcomer, 1994: 41).

Pada dasarnya evaluasi terhadap suatu program dapat dilaksanakan secara mandiri oleh pengelola program, atau dilaksanakan oleh pihak luar. Evaluasi yang dilakukan secara mandiri oleh pengelola program atau sering dikenal dengan evaluasi internal, lebih berfungsi sebagai pembinaan dan untuk evaluasi diri. Desentralisasi pendidikan berdasarkan atas kerelaan pengembangan dan administrasi pusat untuk mengizinkan sekolah untuk membuat keputusan sendiri. Sekolah berbasis manajeman telah menjadi administratif (Brown, 1990: 129). Caldwell & Spinks (1992: 4) mengemukakan, “a self-managing school is a school in a system of education where there has been significant and consistent decentralisation to the school

level of authority to make decisions related to the allocation of resorces”. Karena itu sekolah penting untuk mengevaluasi dirinya sendiri sebagai pembinaan. Evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar lebih berfungsi sebagai pengawasan dan menjamin akuntabilitas program yang dilaksanakan oleh sekolah tersebut (Depdiknas, 2005: 5-7). Evaluasi internal dan eksternal dapat diuraikan berikut ini.

1) Evaluasi Internal

(54)

tersebut, biasanya berkembang secara alami. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan feedback pada aspek program yang tinjauan dan kemungkinan revisi sedang berlangsung. Apa yang berjalan dengan baik dan apa yang tidak? Apakah perlu perbaikan? Apakah perlu perbaikan di pertengahan keberlangsungan program tersebut? Evaluasi pada umumnya tidak dimaksudkan untuk pihak luar; bagaimanapun, evaluasi dapat berbagi dengan pihak luar sebagai cara demonstrasi bahwa staf sekolah menerapkan peraturan aktif dalam mengevaluasi dan meningkatkan sekolah mereka sendiri.

Sebagaimana evaluasi juga disarankan untuk memiliki seorang peninjau evaluasi program formatif dari luar, disebut meta evaluasi, dengan evaluator eksternal yang independen untuk memperhatikan penyimpangan evaluator internal. Evaluasi internal dilaksanakan sendiri oleh pelaksana program di berbagai tingkatan sebagai berikut:

(a) Di tingkat pusat; (b) Penanggungjawab evaluasi adalah Satker pusat, yang dalam pelaksanannya dibantu oleh seksi evaluasi dan penyelesaian masalah tingkat pusat; (c) Di tingkat propinsi; (d) Penanggung jawab evaluasi adalah Satker pusat, yang dalam pelaksanannya dibantu oleh Seksi evaluasi dan penyelesaian masalah tingkat propinsi; dan (e) Di tingkat kabupaten/kota.

Penanggung jawab evaluasi adalah Satker pusat, yang dalam pelaksanannya dibantu oleh Seksi evaluasi dan penyelesaian masalah tingkat Kabupaten/Kota.

(55)

tanggung jawab terhadap pelaksanaan dan hasil evaluasi sepenuhnya ada pada pengelola program di setiap tingkatan. Pelaksanaan kerjasama ini dapat dilakukan dalam hal:

(a) Melakukan seleksi indikator dan penetapan fokus evaluasi; (b) Mengumpulkan dan mengelola data; (c) Menjadi tim evaluasi atau personel site visit;(d) Menggunakan data yang telah dikumpulkan oleh lembaga lain (Badan Pengawas Sekolah atau sumber yang lain); dan (e)Melakukan evaluasi dan memberikan evaluasi.

Fungsi evaluasi diri, pengelola program dapat melakukan evaluasi pada akhir program ini untuk melengkapi informasi yang akan digunakan sebagai bahan analisis dan penyususnan laporan akhir program. Di dalam bahasa Inggris, Ria-Dickins & Germaine (1998: 82) menyatakan,”Investigations by teachers, whether as classroom evaluation or action research, cannot contribute to the profession and discipline of applied

linguistics while living by another, less rigorous set of principles.”

2) Evaluasi Eksternal

Tipe evaluasi lainnya, evaluasi eksternal, diselenggarakan oleh staf yang di luar pelaksana program (Sanders & Sullins, 2006: 9). Evaluasi biasanya dimotivasi oleh pertanyaan-pertanyaan dari luar dan memerlukan respon yang akurat terhadap pertanyaan yang diajukan pihak luar. Evaluasi eksternal adalah sumatif: keputusan tentang penggantian, pemeriksaan, penghargaan, atau keputusan akuntabilitas adalah hasil akhir.

(56)

untuk melangkah kembali mengambil pandangan objektif pada gambaran besar, yang mungkin termasuk lebih dari memperhatikan sekolah atau wilayah sekolah. Komunitas, daerah bagian, dan persoalan pemerintah menjadi berperan dalam evaluasi sumatif. Evaluator eksternal sering berperan sebgai pembina evaluasi yang profesional.

Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan juga dengan pihak lain. Hal tersebut penting dilakukan agar transparansi, objektivitas, dan akuntabilitas dapat benar-benar terjaga. Evaluasi eksternal ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak seperti:

(a) Tim evaluasi independen: perguruan tinggi, DPRD, Bapeda, dan BIN pendidikan atau tim independen khusus yang ditunjuk oleh pemerintah; (b) Unsur masyarakat dari unsur dewan pendidikan, LSM, BMPS, maupun organisasi masyarakat/kependidikan lainnya; (c) Instansi pengawasan: BPK, BPKP, inspektorat jendral, dan Bawasda propinsi dan kabupaten/kota; dan (d) Unit-unit pengaduan masyarakat yang terdapat di sekolah, kabupaten/kota, propinsi dan pusat.

3. Evaluasi Pembelajaran

Secara umum, ada dua macam evaluasi yang kita kenal, yakni evaluasi hasil belajar dan evaluasi proses pembelajaran (Ghani, Hari, & Suyanto, 2006: 72). Evaluasi hasil pembelajaran disebut juga evaluasi substantif, atau populer dengan sebutan tes dan pengukuran hasil belajar. Sedang evaluasi proses pembelajaran, yang oleh beberapa ahli, ada pula yang menyebutnya sebagai evaluasi diagnostik atau juga evaluasi menajerial.

(57)

Gambar

Gambar 1:  Komponen Fungsi Bahasa
Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris Siswa SMA
Tabel 2
Tabel 3
+4

Referensi

Dokumen terkait

Maka guru yang mengajar di kelas unggulan memiliki kecerdasan yang juga keistimewaan (Diknas, 2003), guru ini khusus mengajar di kelas unggulan tanpa ada mengajar di

• Ukuran asosiasi pada tabel parsial disebut dengan conditional

1) Menghapus kemiskinan dalam segala bentuknya dimanapun. 2) Mengakhiri kelaparan, mencapai keamanan pangan dan perbaikan gizi, dan memajukan pertanian berkelanjutan.

Sesuai dengan sidang yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama Tulungagung, pemohon hadir sendiri di dalam persidangan sedangkan termohon tidak pernah datang

Semen adalah bagian yang sangat penting dalam pembuatan beton. Fungsi semen adalah sebagai pengikat yang bersifat kohesif dan adhesif yang memungkinkan melekatnya fragment

Hasil Penelitian menunjukkkan bahwa Struktur Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tebo dalam Pembentukan PDRB selama Tahun 2001-2010 masih didominasi oleh sektor Primer

(2007) menunjukkan bahwa pemberian BBJP yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus pada ayam broiler menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian BBJP

Begitupun dengan yang dikatakan oleh Tombokan (dalam Yulia, 2015) yang mengatakan dalam konteks perubahan pola makan bagi penderita DM, perubahan didasarkan pada