• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara - Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara - Analisis Yuridis Terhadap Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan BUMN Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO

A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara

Pendirian Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) di Indonesia

dilatarbelakangi oleh periode pendiriannya dan kebijaksanaan pemerintah yang

berkuasa. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang

didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan, beberapa didirikan pada jaman perjuangan

kemerdekaan, dan banyak pula yang didirikan setelah tahun 1950 dengan motivasi

bermacam-macam. Misalnya saja, perusahaan-perusahaan yang didirikan dengan

pembiayaan Bank Industri Negara seperti PT Natour, Perusahaan Tinta Cetak

“Tjemani”, Perusahaan Kertas Blabak. Di samping itu ada perusahaan-perusahaan yang

tumbuh akibat pengambilalihan perusahaan Belanda.10

Badan Usaha Milik Negara telah memberikan sumbangan yang besar pada

Negara terutama terhadap pembangunan nasional. Lima dasawarsa yang lalu, sektor

korporasi di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan

yang dimiliki oleh pihak asing atau dengan kata lain kepemilikannya sangat terpusat.

Pemerintah pada saat itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi dan

juga mendirikan banyak perusahaan yang berstatus sebagai perusahaan milik Negara.11

10

Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm.12.

11Masterplan Reformasi BUMN

(2)

Dasar bagi pemerintah dalam melaksanakan nasionalisasi adalah Pasal 33 ayat

(2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi

Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Untuk

melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut, serta agar terdapat keseragaman dalam

pengelolaan Perusahaan Negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin, ditetapkan

Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960. Dengan demikian

pada waktu itu di Indonesia pada prinsipnya hanya dikenal satu macam Perusahaan

Negara (PN), yang semuanya ditundukkan pada satu peraturan perundang-undangan.12

Perusahaan Negara yang semula berasal dari perusahaan-perusahaan yang sudah

ada sejak zaman penjajahan Belanda yang tunduk pada ICW (Indische Comtabiliteitwet)

berdasarkan Stb. 1925 Nomor 448 dan IBW (Indische Bedrijivenwet) berdasarkan Stb.

1925 Nomor 419 jo. Stb. 1936 Nomor 445 yang sebenarnya kurang tepat untuk

dinamakan sebagai perusahaan, karena kegiatannya yang cenderung merupakan bagian

dari Badan Pemerintah (Dinas) yang mempunyai tugas pokok di bidang pelayanan

umum (public services) seperti Pegadaian, Perusahaan Garam, Pos dan lain-lain. Di sisi

lain, terdapat pula perusahaan eks (bekas) nasionalisasi perusahaan Belanda yang

umumnya bergerak di bidang perdagangan yang tujuannya untuk mencari keuntungan.13

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 menerangkan bahwa

perusahaan negara merupakan suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa,

menyelenggarakan pemanfaatan umum dan memupuk pendapatan negara serta

bertujuan untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin

12

Kurniawan, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), hlm.98.

13

(3)

dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja

dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur material dan spriritual.

Dalam perkembangannya, pada tanggal 11 Maret 1967 terjadi perubahan politik dan

sosial di Indonesia berupa beralihnya kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal

Soeharto. Pada masa itu, orde baru dicanangkan dan iklim politik ekonomi dapat

dirumuskan secara singkat sebagai debirokratisasi.14

Manajemen BUMN mulai dibenahi sekaligus diluruskan kembali fokus

usahanya serta ditata kembali pola pelaporannya pada tahun 1989, yaitu dengan

ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 714 Tahun 1989 yang mewajibkan

manajemen BUMN membuat laporan kerja dan laporan keuangannya sekaligus

mempublikasikannya. Hal ini merupakan cerminan dari pemberlakuan

program-program Good Coorporate Governance (GCG) sebab dengan dipublikasikannya laporan

keuangannya berarti telah terjadi pembelajaran dan pendisiplinan BUMN terhadap

pelaksanaan prinsip GCG atau prinsip keterbukaan ini sekaligus menjadi pembelajaran

penerapan Protokol Pasar Modal (capital market protocol) mulai pada waktu itu.

Dengan penerapan prinsip GCG, sekaligus terkandung maksud untuk dapat memisahkan

fungsi kepemilikan dan fungsi sebagai regulator. Hal ini bila tidak dipahamkan tentang

pemisahan fungsi dimaksud akan membawa akibat adanya intervensi-intervensi yang

dimulai dari pemilik kemudian akan diikuti oleh pihak-pihak lain yang mempunyai

kepentingan.15

14

Pandji Anogara, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka jaya, 1995), hlm.13.

15

(4)

Perkembangan BUMN di Indonesia dapat di bagi dalam 5 (lima) kurun waktu:16

1. Kurun waktu sebelum kemerdekaan

Kurun waktu ini mencatat adanya dua jenis badan usaha milik negara, yaitu yang

tunduk pada Indische Bedrijven Wet (IBW) dan yang tunduk pada Indische

Comptabiliteit Wet (ICW).

2. Kurun waktu 1945 - 1960

Selama kurun waktu ini beberapa BUMN didirikan dengan modal nasional, seperti

BNI-46. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1960,

BUMN dikelompokkan dalam lima kategori:

a. Yang tunduk pada IBW, seperti Perusahaan Negara Gas;

b. Yang sebelumnya tunduk pada ICW, setelah kemerdekaan dijadikan Perusahaan

Negara;

c. Perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasikan pada tahun 1957;

d. Perusahaan-perusahaan swasta yang disebabkan kesulitan keuangan,

kepemilikannya jatuh pada Bank Industri Negara (yang kemudian sepenuhnya

dikonsolidasikan menjadi Bapindo), atau Bank Negara Indonesia. Oleh karena

bank-bank pemerintah ini tidak boleh menjadi pemegang saham, maka

perusahaan-perusahaan ini diubah menjadi BUMN (contoh dari BUMN ini adalah

Perusahaan Negara Intirub);

e. Yang dulunya merupakan jawatan pemerintah seperti Perusahaan Negara

Perhutani.

16

(5)

3. Kurun waktu 1960 - 1969

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1960 dikeluarkan dalam usaha

menyeragamkan cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari perusahaan

negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin. Perusahaan negara adalah semua

perusahaan dalam dalam bentuk apapun yang modal untuk seluruhnya merupakan

kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan

undang-undang. Di samping itu masih terdapat bentuk penyertaan negara dalam

bentuk perseroan terbatas (PT) yang sebagian pemilikannya oleh negara. Dalam

kurun waktu ini lahir PT. Hotel Indonesia Internasional, PT. Sarinah.

4. Kurun waktu 1969 - 2003

Selama kurun waktu ini yang dimaksud dengan Perusahaan Negara (Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969) adalah Perusahaan Jawatan (Perjan),

Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero). Sifat usaha dari

masing-masing BUMN ini memiliki penekanan yang berbeda. Perjan lebih

mengutamakan pelayanan pada masyarakat. Perum lebih mengutamakan berusaha di

bidang public utility, disamping berusaha memupuk keuntungan. Disamping itu

masih ada bentuk BUMN khusus seperti Pertamina.

5. Kurun waktu 2003 – sekarang

Pada Tahun 2003 tepatnya tanggal 19 Juni 2003 telah diundangkan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Berlakunya

UU BUMN ini menyebabkan peraturan-peraturan tentang BUMN yaitu Indonesische

(6)

dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 850); Undang_Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 1989); dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2904); dinyatakan tidak berlaku.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

pada Pasal 1 angka 1 menerangkan bahwa BUMN adalah Badan Usaha yang seluruhnya

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara

langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Kamus Hukum

Dictionary of Law New Edition, memberikan pengertian BUMN yaitu suatu badan

usaha yang dibentuk Negara dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh

Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang

dipisahkan. BUMN juga diartikan sebagai suatu kegiatan usaha berbadan hukum yang

dibentuk pemerintah pusat yang berfungsi untuk melaksanakan pengelolaan sumber

daya ekonomi.17

17

Dzulkifli Umar & Ustman Handoyo, Kamus Hukum Dictionary of Law New Edition, Cetakan I

(7)

Modal yang dipisahkan untuk pelaksanaan usaha dari BUMN berasal dari

beberapa sumber, antara lain:18

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk pula proyek-proyek

APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang

dijadikan sebagai penyertaan modal negara.

2. Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan.

3. Sumber lainnya, misalnya keuntungan revaluasi asset.

Sementara itu, yang dimaksud dengan dipisahkan, adalah pemisahan kekayaan

negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk

selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN,

namun didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Pemisahan

kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN

hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN

tersebut sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan peraturan

pemerintah

Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi, yang dalam melaksanakan tugasnya

harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib

melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance yang meliputi transparansi,

kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Pengawasan BUMN

dilakukan oleh komisaris dan pengawas, yang dalam melaksanakan tugasnya juga harus

melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Setiap anggota direksi,

18

(8)

komisaris, dan dewan pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara

langsung maupun tidak langsung atas kegiatan BUMN dan dapat mewakili BUMN baik

di dalam maupun di luar pengadilan.

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:19

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Dengan tujuan ini BUMN

diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus

memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan

membantu penerimaan keuangan negara.

2. Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar

keuntungan, dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, persero

dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan

perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai

dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atas komersial,

sedangkan untuk perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk

kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip

pengelolaan perusahaan yang sehat.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa

yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang

maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

19

(9)

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh

sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha

untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun

kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara

komersial tidak menguntungkan. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang

mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi

pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan

pengusaha golongan ekonomi lemah.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan

ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat;

Badan Usaha Milik Negara sebagai sebuah badan usaha yang dimiliki oleh

negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:20

1. Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;

2. Pengawasan yang dilakukan, baik secara hierarki maupun secara fungsional

dilakukan oleh pemerintah;

3. Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah;

4. Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan

usaha;

5. Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah;

6. Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara;

20

(10)

7. Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha usaha yang menguasai hajat hidup

orang banyak;

8. Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat;

9. Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari

keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan;

10.Merupakan salah satu stabilisator perekonomian Negara;

11.Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya

prinsip-prinsip ekonomi;

12.Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan;

13.Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh

masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya

dimiliki oleh negara;

14.Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi;

15.Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri;

16.Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat;

17.Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Badan Usaha Milik Negara memiliki peranan yang besar dalam meningkatkan

kemakmuran rakyat. Adapun yang menjadi peranan BUMN antara lain:21

1. Mengembangkan perekonomian negara dan penerimaan negara;

2. Memupuk keuntungan (Persero) dan pendapatan;

21

(11)

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum (Perum) berupa barang dan jasa berdaya

saing tinggi bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

4. Menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan badan usaha swasta

dan koperasi;

5. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan dan badan

usaha swasta dan koperasi;

6. Membimbing sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah (sektor

usaha informal) dan koperasi;

7. Melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah di

bidang ekonomi dan pembangunan.

Pembangunan ekonomi mengusahakan peran serta seluruh masyarakat dan

mengurangi campur tangan pemerintah yang menghambat perkembangan ekonomi.

Dalam iklim demikian ini dirumuskan perundangan yang mengatur klasifikasi BUMN

yang pada akhirnya dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 yang

mengelompokkan BUMN dalam tiga klasifikasi yaitu: Perusahaan Jawatan (Perjan),

Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Pesero). Setelah berlakunya

UU BUMN, Pasal 9 menjelaskan bahwa pengelompokan BUMN dalam dua klasifikasi

yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Untuk

Perusahaan Jawatan (Perjan) setelah adanya undang-undang tersebut dinyatakan tidak

berlaku lagi dan diberi waktu paling lama dua tahun harus beralih menjadi Perum atau

(12)

Perusahaan Perseroan adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya

dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.22

Saham kepemilikan Persero sebagian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh

pemerintah. Karena Persero diharapkan dapat memberi laba yang besar, maka otomatis

persero dituntut harus dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar

barang maupun jasa yang dihasilkan tetap laku dan dapat terus-menerus mencetak

keuntungan. Beberapa contoh persero yaitu: PT PLN, Bank BRI, dan PT Jasamarga.

Perusahaan Umum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara

dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa

penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar

keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.23 Perum merupakan

perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikannya dikuasai oleh

pemerintah. Beberapa contoh perum yaitu: Perum Pegadaian, Perum Damri, dan Perum

Perhutani.

B. Pengelolaan Keuangan Negara oleh BUMN Persero

Pengelolaan keuangan negara didasarkan atas legal framework di pusat dan di

daerah. Landasan hukum pengelolaan keuangan negara di pusat antara lain meliputi :

1. UUD 1945;

22

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

23

(13)

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

Tentang Keuangan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

Tentang Perbendaharaan Negara;

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

5. Undang-Undang Program Pembangunan

Nasional;

6. Undang-Undang APBN;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja

dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

9. Peraturan Presiden Pelaksanaan APBN;

10. Peraturan Presiden Rencana Pembangunan Tahunan;

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat

dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.24

Persero atau perusahaan perseroan dalam BUMN pada prinsipnya sama dengan

perseroan terbatas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Namun, dalam beberapa

hal terdapat perbedaan, misalnya perseroan terbatas hanya bisa didirikan oleh minimal

24

(14)

dua orang dengan suatu perjanjian, sedangkan dalam persero hal ini tidak

dipersyaratkan. Persero adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya

dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.25

Sebagaimana halnya PT yang dimiliki oleh swasta, PT Persero juga memiliki

organ yang terdiri dari:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham persero dimiliki oleh

Negara dan bertindak selaku pemegang saham pada persero dan perseroan terbatas

dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara. Dalam melaksanakan

tugasnya, Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada

perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

2. Direksi Persero

Direksi Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan kata lain

pengangkatan dan pemberhentian direksi ditetapkan oleh menteri. Dalam hal

kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian direksi cukup

dilakukan dengan keputusan menteri, karena keputusan menteri memiliki kekuatan

hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.

3. Komisaris Persero

Komisaris Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan kata lain

pengangkatan dan pemberhentian komisaris ditetapkan oleh menteri. Dalam

25

(15)

kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris cukup

dilakukan dengan keputusan menteri, karena memiliki kekuatan hukum yang sama

dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.

Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk persero diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 juga

dalam hal-hal tertentu berlaku pula Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (UU PT), termasuk dalam hal pendirian suatu persero berlakulah

UU PT. Setiap penyertaan modal Negara ke dalam modal saham perseroan terbatas

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya

kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut.

Persero, seperti yang telah disebutkan di atas, memberlakukan prinsip-prinsip

Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU PT. Ini berarti dalam hal pendirian

Persero, Menteri Keuangan bertindak mewakili Negara, atau dapat memberi kuasa

kepada Menteri lain yang sesuai dengan sektor usaha Persero untuk menghadap notaris

sebagai pendiri mewakili Negara. Namun, sebelum menghadap notaris, rancangan

anggaran dasar Persero yang akan dituangkan dalam akta pendirian harus mendapat

persetujuan lebih dahulu dari Menteri Keuangan. Jadi, apabila Negara menyertakan

modal dalam pendirian Persero, maka tindakan tersebut dapat diurutkan sebagai

berikut:26

1. Penyertaan modal dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah;

26Irsan, “Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Pemeriksaan Keuangan BUMN

Persero”,

(16)

2. Menteri Keuangan Menyetujui anggaran dasar;

3. Menteri Keuangan/Menteri lain yang diberi kuasa membawa rancangan anggaran

dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendiriannya;

4. Dan seterusnya berlaku prosedur menurut UU PT.

Jika dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 Tentang

Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan

(Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri

Negara BUMN ternyata dalam pasal 2 dinyatakan bahwa:

1. Pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 tidak meliputi:

a) Penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam

Persero/Perseroan Terbatas dan Perum, serta kegiatan penatausahaan kekayaan

negara yang dimanfaatkan oleh Perjan.

b) Pengusulan setiap penyertaan modal negara ke dalam Persero/Perseroan

Terbatas dan Perum serta pemanfaatan kekayaan negara dan Perjan.

c) Pendirian Persero, Perum atau Perjan.

2. Dalam melaksanakan kedudukan, tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1, Menteri Negara BUMN wajib memperoleh persetujuan Menteri

Keuangan terlebih dahulu, dalam hal penggunaan sisa penerimaan Perjan pada akhir

tahun anggaran.27

27

(17)

Menteri keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal

Negara berikut perubahannya ke dalam modal saham perseroan terbatas dan

penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh Persero. Pelaksanaan sehari-hari kegiatan

penatausahaan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN). Penatausahaan dalam hal ini adalah pencatatan dalam rangka

pengadministrasian untuk mengetahui posisi keuangan Negara dalam BUMN.

Setelah terjadi penyertaan modal oleh negara, secara ideal maka modal tersebut

akan menjadi kekayaan BUMN Persero bersangkutan. Dengan demikian maka

pengelolaannya pun harus dilakukan dengan menggunakan mekanisme perseroan

terbatas. Akan tetapi dalam praktiknya, masih terdapat perdebatan panjang apakah

penyertaan modal negara tersebut mengakibatkan berubahnya status uang negara

menjadi uang BUMN Persero atau tidak. Hal ini diakibatkan terjadinya pertentangan

pengaturan mengenai lingkup kekayaan negara yang dipisahkan pada Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan

Negara) dan UU BUMN.

Undang-Undang Keuangan Negara, khususnya pada Pasal 2 huruf g

menyebutkan kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara tetap diakui

sebagai lingkup dari keuangan negara, dengan demikian pengelolaan sampai

pertanggungjawabannya terikat dengan mekanisme APBN. Sedangkan dalam UU

BUMN sesuai dengan Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa kekayaan negara yang

dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan

(18)

kekayaan negara yang dipisahkan ini menurut penjelasan Pasal 4 UU BUMN diartikan

sebagai pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal

negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi

didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang

sehat. Berubahnya mekanisme pembinaan dan pengelolaan keuangan ini disebabkan

telah terjadinya reformasi keuangan dari keuangan negara (APBN) menjadi keuangan

BUMN Persero.28

Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, Teori Transformasi status keuangan

merupakan bentuk penggambaran suatu konsekuensi logis dari konsep dan prinsip

badan hukum yang sejak lama dikenal sebagai teori hukum. Konsepsi badan hukum

inilah yang mempengaruhi status hukum keuangan, khususnya keuangan sektor publik

dan sektor privat yang berada pada BUMN. Dengan demikian, dengan adanya

transformasi keuangan negara menjadi keuangan privat telah melahirkan suatu status

hukum keuangan negara yang bersifat publik. Status hukum dari keuangan negara yang

dipisahkan secara implementatif dapat dilihat dari segi pengelolaan dan kedudukan

negara atas penyertaan modal pada BUMN Persero. Dari sisi pengelolaan, negara tidak

lagi secara langsung dalam mengelola keuangan BUMN Persero melainkan dipegang

oleh RUPS dan dari segi kedudukannya negara hanya sebatas pemegang saham.

C. Kepastian Hukum Terhadap Status Keuangan Negara pada BUMN Persero

28

Dian Puji Simatupang, “Arsitektur Keuangan Publik: “Suatu Konsep Pengaturan Keuangan

(19)

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat

dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.29

Defenisi keuangan negara dalam Pasal 1 butir 1 UU Keuangan Negara tersebut

menggunakan defenisi yang luas untuk mengamankan kekayaan negara yang bersumber

dari uang rakyat yang diperoleh melalui pajak, retribusi maupun Penerimaan Negara

bukan Pajak. Komitmen tersebut terlihat dari defenisi keuangan negara dalam UU

Keuangan Negara yang menggunakan sistem definisi yang bersifat luas/komperehensif.

Terkait keuangan negara yang dipisahkan terdapat dua pendapat yang berbeda,

di satu sisi ada yang berpendapat bahwa keuangan negara yang dipisahkan menjadi

terpisah dengan APBN disisi lain ada juga pihak yang berpendapat bahwa keuangan

negara dalam sub bidang kekayaan yang dipisahkan merupakan wilayah keuangan

negara yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan usaha, dimana keuntungan usaha

tersebut akan diserahkan kepada negara dan merupakan bagian dari pendapatan dalam

APBN. Kekayaan negara yang dipisahkan dituangkan dalam penyertaan modal

pemerintah kepada BUMN.

Adapun kepastian hukum terhadap status keuangan negara pada BUMN Persero

dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:

1. Keuangan negara dan keuangan BUMN Persero dalam konteks penyertaan modal

negara

29

(20)

Modal yang dimaksudkan adalah modal dasar yang disebutkan dalam akte

pendirian, yang merupakan satuan jumlah maksimum sampai jumlah mana surat-surat

saham dapat dikeluarkan. Modal BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan

negara yang dipisahkan. Mengenai modal BUMN Persero diatur dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1969 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 Tentang

Persero.

Modal persero terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51% dimiliki

oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan.30 Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal

dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada persero dan/atau perum serta

perseroan terbatas lainnya.31 Ketentuan ini ditegaskan lagi pada pasal 4 ayat (1) UU

BUMN yang menentukan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan. Yang dimaksud dengan “dipisahkan” pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU

BUMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan

modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi

didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang

sehat.

Istilah “dipisahkan” harus dipahami dalam dua pengertian, yaitu: (1) Kekayaan

negara tersebut bukan lagi sebagai kekayaan negara, tetapi sebatas penyertaan modal

dalam persero, karena telah berubah menjadi harta kekayaan persero dan (2) Jika terjadi

kerugian sebagai akibat resiko bisnis (business risk), maka harus dipahami dan

30

Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

31

(21)

diperlakukan dalam konteks “business judgement” berdasarkan “business judgement

rules”.32 Sebagai perseroan terbatas, keberadaan harta kekayaan persero harus

didasarkan pada aturan hukum tentang harta kekayaan perseroan terbatas sebagaimana

diatur pada UU PT.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

terbatas menyatakan bahwa Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar

yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sedangkan menurut Pasal 32 ayat (1) UU PT,

modal dasar Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Sedang harta

kekayaan Perseroan Terbatas meliputi modal dasar berupa nilai nominal saham dan

asset-aset lainnya. Jadi, semua kekayaan termasuk kekayaan negara yang dipisahkan

dan disertakan dalam modal persero adalah bagian dari persekutuan modal, berupa nilai

nominal saham yang merupakan modal dasar persero berubah menjadi harta kekayaan

persero, yang pengelolaannya didasarkan pada “good corporate governance”.

Sebagian pihak berpendapat aturan hukum dalam UU BUMN dan UU PT terkait

modal sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Secara

universal berlaku ajaran tentang “separate legal entity” (badan hukum/korporasi),

bahwa suatu harta kekayaan yang telah dipisahkan dan dimasukkan sebagai modal ke

dalam suatu korposasi/badan hukum, harta kekayaan itu menjadi harta kekayaan

32

(22)

korporasi/badan hukum tersebut, dan tidak dapat diperlakukan sebagai harta kekayaan

pemilik awal.33

2. Keuangan negara di lingkungan BUMN Persero ditinjau dari aspek pengelolaan

Badan Usaha Milik Negara Persero dikelola oleh organ persero yang terdiri atas

rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Pengurusan Persero baik

di dalam maupun di luar dilakukan oleh direksi, yang dalam melaksanakan tanggung

jawabnya harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan

serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Komisaris

merupakan organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero tersebut, dan

melaporkannya kepada RUPS. Sedangkan pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan

adalah RUPS, dimana Menteri menjadi perwakilan negara dalam RUPS persero.

Keberadaan keuangan negara untuk mengikuti penyertaan modal dalam persero

diawali dengan diterbitkannya peraturan pemerintah yang menyatakan keikutsertaan

negara dalam penyertaan modal suatu perusahaan perseroan, lalu menteri keuangan

menyetujui anggaran dasar, kemudian menteri keuangan/menteri lain yang diberi kuasa

membawa rancangan anggaran dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta

pendiriannya, dan seterusnya berlaku prosedur sesuai UU PT. Pelaksanaan sehari-hari

kegiatan penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam

modal saham perseroan terbatas dan penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh persero

dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.

33

(23)

3. Keuangan negara di lingkungan BUMN Persero ditinjau dari aspek audit dan

pengawasan

Mekanisme pengawasan keuangan negara dapat dibedakan atas dua hal, yaitu

pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan intern meliputi pengawasan

supervisi (built in control), pengawasan birokrasi serta pengawasan melalui

lembaga-lembaga pengawasan intern. Pada pengawasan supervisi (pengawasan atasan terhadap

bawahan) masing-masing pimpinan setiap unit diwajibkan melakukan pengawasan

keuangan negara terhadap para bawahan yang menjadi tanggung jawabnya. Adanya

pengawasan bertingkat ini diharapkan dapat mengetahui sedini mungkin penyimpangan

dari kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan birokrasi adalah pengawasan melalui

sistem dan prosedur administrasi.

Pengawasan keuangan negara di Indonesia masih menggunakan sistem anggaran

garis (line budgeting system) atau sistem anggaran tradisional. Sistem ini hanya

menitikberatkan pada segi pelaksanaan dan pengawasan anggarannya. Dari segi

pelaksanaan yang dipentingkan adalah kesesuaian antara besarnya hak dengan obyek

pengeluaran dari tiap-tiap Departemen atau lembaga negara. Sedangkan dari segi

pengawasan yang dipentingkan adalah kesahihan bukti-bukti transaksi atas

pembelanjaan anggaran tersebut.

Sistem pembukuan di Indonesia masih menggunakan sistem administrasi kas

yaitu menerapkan tata buku tunggal berdasarkan metode dasar tunai. Oleh karena itu

yang langsung dapat diketahui adalah masalah transaksi kas saja, sehingga untuk

(24)

lebih lanjut. Hal ini untuk mengetahui apakah transaksi kas tersebut telah efisien dan

efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.34

Dikaitkan dengan pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan di BUMN

terlihat bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menegaskan bahwa uang

negara yang dipisahkan pada BUMN secara yuridis normatif termasuk dalam keuangan

negara sebagaimana diatur pada Pasal 2 huruf g yang menyatakan bahwa kekayaan

negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat

berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk

kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mendefinisikan bahwa

kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada

Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Sumber kekayaan yang berasal

dari APBN menunjukkan bahwa uang negara tersebut harus dipertanggungjawabkan

kepada rakyat sebagai uang negara yang bersumber dari APBN. BUMN hanya sebatas

mengelolanya tetapi sifat kekayaan negara yang bersumber dari APBN kiranya tidak

menghilangkan karakteristiknya sebagai uang negara, meskipun dikelola oleh BUMN

Persero.35

Terkait dengan permasalahan status hukum keuangan negara dalam BUMN

Persero, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya disebut MKRI)

34

Arifin Soeriaatmaja, Laporan Akhir Kompendium Bidang Hukum Keuangan Negara, Sumber-Sumber Keuangan Negara, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, 2011), hlm.93.

35

(25)

menggelar uji materi Pasal 2 huruf (g) dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf (b), Pasal 10

ayat (1) dan ayat (3) huruf (b), dan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap UUD 1945. Pemohon dalam perkara

tersebut Centre for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) dan Omay Komar

Wiraatmadja dan Sutrisno beserta Forum Hukum BUMN. Para pemohon menilai pasal

yang diujikan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyebabkan

disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU BUMN dan UU PT.

Menurut Prof. Nindyo Pramono (selaku saksi ahli), yang dikutip dari risalah sidang

MK36:

“Pertama, Secara objektif saya katakan kalau ditanyakan tentang kekayaan

BUMN, apakah menjadi bagian kekayaan negara, kalau mengacu ke Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Tipikor juncto Undang–Undang Pemeriksaan Aparat Negara yang Bersih, Bebas KKN, Undang-Undang BPK, bahkan Undang-Undang Nomor 49 prp. Tahun 1960 yang lalu yang dikabulkan oleh Yang Mulia Mahkamah Konstitusi dalam judicial review, kekayaan BUMN bagian dari kekayaan negara, tetapi kalau mengacu kepada Undang BUMN, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 bersambung dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, bahkan undang-undang terkait di dalam lingkup bisnis, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Pasar Modal, dan lain sebagainya, maka tegas bahwa kekayaan BUMN adalah kekayaan perusahaan.”

“Kemudian yang kedua. Kalau ditanyakan tentang direksi BUMN apakah bisa

diperiksa oleh aparat hukum seperti KPK? Kalau terkait dengan korupsi, ya seperti disampaikan oleh Prof. Erman tentunya itu kewenangan KPK, kewenangan kejaksaan. Tetapi kalau terkait dengan kejahatan biasa, tidak mustahil ada oknum direksi BUMN menipu, tidak mustahil oknum direksi BUMN melakukan penggelapan uang perusahaan, sudah ada pasalnya di dalam KUHAP tentang tindak

pidana demikian.”

36

(26)

“Jadi, yang saya garis bawahi, ketidakharmonisan semacam ini tidak sepatutnya kalau dibiarkan untuk menjadikan setiap pelaku-pelaku bisnis, khususnya di dalam BUMN menjadi gamang, menjadi ragu untuk melakukan keputusan bisnis. Dan hal itu terbukti dari kesaksian fakta pelaku- pelaku bisnis menunjukkan hal itu yang menurut saya itu tidak boleh berlangsung terus karena semua demi kepentingan bangsa dan negara, demi kepentingan kemakmuran rakyat. “Ketiga, Apakah keuangan BUMN bisa diperiksa oleh BPK? Saya sudah sering menegaskan bahwa inilah bagian dari kerancuan. Kalau mengacu kepada doktrin badan hukum sebagaimana saya yakin seluruh pemerhati hukum bisnis tidak hanya di Indonesia, tetapi mendunia. Sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Prof. Zen, disampaikan oleh Prof. Erman, bahkan guru-guru saya dari Universitas Hukum Gajah Mada sudah pernah melakukan penelitian tentang doktrin kekayaan terpisah ini dari BUMN. Waktu itu kerja sama dengan PT Tambang Timah, senior kami Prof. Sudewi Maskun Sofyan, Prof. Emi Pangaribuan, Ibu Siti Sumardi Hartono sudah membuat suatu kesimpulan tegas di dalam penelitian itu bahwa kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan perusahaan. Namun memang disayangkan,definisi autentik secara normatif sampai sebelum keluar Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003, doktrin itu tidak pernah dijabarkan di dalam definisi autentik di dalam kaidah undang-undang.’’

“Itulah yang akibatnya menimbulkan multitafsir karena muncul undang-undang

di ranah Undang-Undang Publik yang menempatkan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi bagian dari keuangan negara. Oleh sebab itu saya katakan, kalau dari doktrin hukum bisnis, maka keuangan BUMN tidak tepat kalau diperiksa oleh BPK. Sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Prof. Erman, ketentuan Undang-Undang Dasar tentang kewenangan BPK adalah memeriksa tanggung jawab pengelolaan keuangan

negara.” “Sementara kalau diikuti pandangan dari doktrin hukum bisnis yang sudah

dilegitimasi di dalam Norma Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, maka kekayaan BUMN adalah kekayaan perusahaan. Dan Undang-Undang PT sudah menegaskan bahwa di dalam Undang-Undang PT itu ada amanat bahwa keuangan perusahaan, bahkan yang perusahaan-perusahaan negara yang menyangkut kepentingan public atau mengelola dana masyarakat, itu ketentuannya di dalam Undang-Undang PT dikatakan

wajib diperiksa oleh akuntan publik.” “Jadi yang saya tahu dari kaca mata hukum bisnis

yang saya tahu, standar norma pemeriksaan antara BPK dengan akuntan publik itu juga tunduk pada general accepted accounting principles yang itu berlaku untuk BPK maupun akuntan publik, dan bahkan sekarang akuntan publik sudah punya undang-undang sendiri.“ “Jadi menurut hemat saya, kalau ada pandangan yang mengatakan bahwa nanti kalau BUMN itu atau kekayaan BUMN yang berasal dari kekayaan negara dipisahkan hanya merupakan kekayaan perusahaan atau diakui hanya sebagai kekayaan perusahaan, maka akan menimbulkan moral hazard, akan menimbulkan katakanlah rekayasa atau manipulasi atau tindakan-tindakan yang tidak benar dari oknum direksi BUMN, menurut pandangan saya asumsi demikian menurut saya kurang bijak.”

“Kenapa demikian? Karena prinsip-prinsip good corporate governance, prinsip-prinsip

(27)

kewenangan dari seluruh organ perusahaan, tinggal mau dibawa perusahaan ini kepada mencari keuntungan atau dibiarkan untuk menimbulkan kerugian. ”Sebagai pembanding, dicantumkan juga pendapat yang sedikit berbeda dari Prof. Hikmahanto Juwana37: Pertama, kepada saya ditanya oleh Pemohon bagaimana secara doktrin bila uang negara dijadikan modal bagi BUMN? Apakah tetap merupakan uang negara atau telah menjadi uang BUMN yang terpisah dari uang negara? Atas pertanyaan ini ada tiga alasan dan yang merupakan pendapat saya. Pertama adalah uang negara yang sudah disetorkan kepada BUMN, maka tidak lagi menjadi uang negara karena negara telah

mendapatkan “bukti” dari modal yang disetorkan itu dalam bentuk saham. Saya sudah

sampaikan di dalam keterangan saya, visualisasi. Jika negara menyetorkan tidak dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk tanah (in breng) karena di situ akan mudah melihatnya secara nyata. Ketika negara mempunyai aset berupa tanah dan kemudian memasukkan sebagai modal, maka atas tanah tersebut BUMN dapat membaliknamakan atas nama Badan Usaha Milik Negara tersebut, dan sebagai kompensasi, maka negara akan mendapatkan saham . Adalah aneh atau janggal apabila tanah yang sudah menjadi milik dari BUMN tersebut kemudian diklaim sebagai milik dari negara. Artinya telah terjadi dua kali penghitungan, pertama adalah saham yang dimiliki oleh negara. Yang kedua adalah tanah yang memang asalnya dari negara tetapi kemudian sudah dimasukkan sebagai modal dalam Badan Usaha Milik Negara. Itu merupakan alasan pertama saya.”

“Alasan kedua, kenapa keuangan BUMN tidak bisa dianggap sebagai keuangan negara? Karena keuangan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagai keuangan negara. Secara alamiah, mengelola keuangan negara berbeda dengan mengelola keuangan BUMN. Dalam keuangan BUMN ada neraca badan rugi, tapi tidak badan negara. Dalam konteks negara, negara menganggarkan dan terpenting adalah bagaimana penyerapan dari apa yang telah dianggarkan. Namun dalam konteks BUMN, maka management (pengurus) akan mengelola uang tersebut sebagaimana layaknya badan usaha, termasuk badan usaha swasta, badan usaha milik negara tidak selalu untung. Seperti tadi sudah dikatakan oleh saksi fakta bahwa keuangan BUMN untung dan rugi dilihat dari akhir tahun, tahun fiskalnya, buku tahunan seperti apa? Sehingga tidak bisa pada waktu-waktu tertentu ada kerugian, lalu kemudian dianggap telah terjadi kerugian negara. “Bapak/Ibu Para Hakim Konstitusi yang saya hormati, saya khawatir kalau misalnya ini diteruskan, nanti orang-orang terbaik di Indonesia, para eksekutif di dunia swasta tidak akan mau masuk Badan Usaha Milik Negara karena mereka dalam membuat putusan selalu terbayang-bayang dengan masalah korupsi karena dianggap merugikan keuangan negara.”

“Terakhir secara doktrin mengategorikan keuangan BUMN sebagai keuangan

negara menurut saya sudah bertentangan dengan konsep uang publik dan uang privat. Tadi secara sederhana disampaikan oleh senior saya rekan saya Prof. Erman Rajagukguk bahwa ketika beliau mendapat uang pensiun yang asalnya dari APBN uang

37

(28)

tersebut tidak mungkin diperlakukan sebagai uang publik seterusnya. Sehingga ketika ada seorang pencopet mengambil uangnya maka si pencopet itu dituduh telah merugikan keuangan negara. Uang publik ada akhirnya, uang publik berakhir ketika uang privat dimulai. Dalam konteks BUMN, uang publik ketika masuk menjadi modal BUMN maka menjadi uang privat dan ini konsep uang publik dan uang privat diikuti dalam ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa. Kalau kita menilik peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa jelas bahwa pengadaan barang dan jasa yang diatur di situ adalah pengadaan jasa yang menggunakan uang APBN. Sehingga BUMN ketika dia menggunakan uang yang ada di BUMN tidak menggunakan ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa yang diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, menurut saya janggal ketika Undang-Undang Keuangan Negara memasukkan uang BUMN menjadi uang negara.”

(29)

BUMN ke ranah pidana. Demikian juga kerugian karena masalah administratif dan seterusnya. ”

“Bapak, Ibu Hakim Konstitusi yang saya hormati, terlepas dari apakah uang BUMN adalah uang negara, maka untuk kita ketahui di sektor BUMN maupun swasta bisa saja terjadi, yang namanya tindak pidana korupsi. Kalau kita berkomitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi dan karena seperti tadi disampaikan oleh Prof. Erman, kita sudah meratifikasi United Nations Convention against Corruption Tahun 2003, maka seharusnya kata-kata keuangan negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pun harus dihilangkan karena itu yang akan membatasi perbuatan-perbuatan di sektor swasta, yang mengarah pada kejahatan korupsi untuk tidak bisa dijerat. Intinya adalah objek daripada tindak pidana korupsi itu, pada perbuatannya tidak pada asal uangnya. Sampai saat sekarang yang menjadi permasalahan adalah asal uangnya, bukan perbuatannya.”

“Terakhir, ingin saya sampaikan bahwa bila keuangan BUMN tetap dianggap sebagai keuangan negara, maka sebagaimana tadi sudah disampaikan oleh Saksi Fakta bahwa BUMN yang harus bersaing dengan badan usaha swasta sebenarnya tidak memiliki level plan feiled yang sama. Swasta tidak akan dibayang-bayangi dengan masalah merugikan keuangan negara, tapi tidak demikian dengan Badan Usaha Milik Negara. Lalu, bila itu yang terjadi bagaimana negara bisa berharap BUMN sebagai milik dari negara ini, menyumbang kontribusi dari pendapatan dividen kepada anggaran belanja negara.”

Dari 2 pendapat diatas, dapat disimpulkan jika permohonan uji materil itu

ditolak. Ada beberapa alasan terhadap hal tersebut:

Pertama, Jikapun berbeda antara UU Keuangan Negara dan UU BPK dengan

UU BUMN dan UU PT, BPK selaku pengawas Independen juga mengakui akuntan

publik dalam melakukan tugasnya juga mengakui akuntan publik dalam melakukan

pemeriksaan sebagai mana dimuat dalam Pasal 6 ayat (4) UU BPK:

Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan

undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan

dipublikasikan. Selanjutnya dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan

(30)

negara. Sedangkan hubungan dengan standar profesional akuntan publik ditetapkan oleh

Ikatan Akuntansi Indonesia. Prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk sektor

pemerintahan adalah Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).38 Artinya untuk masalah

pengawasan yang diterapkan selama ini sudah sesuai dan tidak yang salah.

Kedua, munculnya uji materil UU Keuangan Negara dan UU BPK diatas,

dikarenakan penegak hukum telah salah dalam menerapkan pengertian kerugian negara

sebagaimana diterapkan dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Selama ini, jika Jaksa

menduga terjadi kesalahan dan menimbulkan kerugian negara di BUMN, secara serta

merta aparat penegak hukum akan mengatakan bahwa telah terjadi kerugian negara.

Padahal kerugian yang dimunculkan bisa saja tidak terjadi karena ada niat maupun

perbuatan jahat. Artinya harus dibuat aturan main yang jelas, bahwa atas dasar laporan

dari BPK, yang diduga terjadi tindak pidana, maka penegak hukum menindaklanjuti

laporan tersebut. Bukan seperti yang terjadi selama ini.

Ketiga, jika terjadi pemisahan BUMN dengan keuangan negara, maka akan

terjadi masalah lanjutan lainnya yaitu:39

1. Negara berpotensi kehilangan aset dari BUMN (3.500 triliun rupiah,total seluruh

aset BUMN di Indonesia).

2. Penerimaan negara non pajak dari BUMN akan menyusut.

3. BUMN tidak lagi diaudit BPK, tapi diaudit kantor akuntan publik.

4. DPR secara langsung tidak bisa lagi mengawasi BUMN.

38

Peraturan BPK No. 1 Tahun 2007 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

39

(31)

5. Korupsi di BUMN tidak bisa dijerat UU Tipikor namun hanya dijerat dengan pidana

biasa atau korporasi.

6. Masyarakat tidak bisa mengawasi BUMN untuk tujuan kesejahteraan.

BAB III

PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO

A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara

Pendirian Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) di Indonesia

dilatarbelakangi oleh periode pendiriannya dan kebijaksanaan pemerintah yang

berkuasa. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang

didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan, beberapa didirikan pada jaman perjuangan

kemerdekaan, dan banyak pula yang didirikan setelah tahun 1950 dengan motivasi

bermacam-macam. Misalnya saja, perusahaan-perusahaan yang didirikan dengan

pembiayaan Bank Industri Negara seperti PT Natour, Perusahaan Tinta Cetak

“Tjemani”, Perusahaan Kertas Blabak. Di samping itu ada perusahaan-perusahaan yang

tumbuh akibat pengambilalihan perusahaan Belanda.40

Badan Usaha Milik Negara telah memberikan sumbangan yang besar pada

Negara terutama terhadap pembangunan nasional. Lima dasawarsa yang lalu, sektor

korporasi di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan

40

Referensi

Dokumen terkait

36 Additional Tier 1 Capital before regulatory adjustments Jumlah AT1 sebelum regulatory adjustment - Modal Inti Tambahan: Faktor Pengurang (

Dalam per iode pr a- r evolusi, dalam per iode per kem bangan yang kur ang- lebih dam ai, t at kala par t ai- par t ai I nt er nasionale I I m er upak an kekuat an yang ber

Walau bagaimanapun, Greater KL/KV mempunyai potensi yang besar untuk memanfaatkan secara lebih meluas lagi tapak warisan sedia ada yang boleh dipulihara dan dibangunkan

pembelajaran, penelitian oleh Hamdani difokuskan terhadap aktivitas belajar siswa yang dilakukan berdasarkan 3 siklus, sedangkan penelitian ini adalah menerapkan model pembelajaran

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian, yakni menulis karangan argumentasi pada lembar yang telah disediakan oleh penulis/guru. Prates

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi berdasarkan indek harga konsumen, suku bunga Bank Indonesia dan nilai tukar Rupiah terhadap

maka pergantian brand yang dilakukan oleh Bekasi Square menjadi awal menuju perubahan yang baik. Sebagai Divisi Media Relation di Revo Town HD menjelaskan, “nama yang

membuktikan bahwa terdapat pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa aspek kognitif dan aspek afektif pada materi pokok Hidrokarbon,