BAB II
PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO
A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara
Pendirian Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) di Indonesia
dilatarbelakangi oleh periode pendiriannya dan kebijaksanaan pemerintah yang
berkuasa. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang
didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan, beberapa didirikan pada jaman perjuangan
kemerdekaan, dan banyak pula yang didirikan setelah tahun 1950 dengan motivasi
bermacam-macam. Misalnya saja, perusahaan-perusahaan yang didirikan dengan
pembiayaan Bank Industri Negara seperti PT Natour, Perusahaan Tinta Cetak
“Tjemani”, Perusahaan Kertas Blabak. Di samping itu ada perusahaan-perusahaan yang
tumbuh akibat pengambilalihan perusahaan Belanda.10
Badan Usaha Milik Negara telah memberikan sumbangan yang besar pada
Negara terutama terhadap pembangunan nasional. Lima dasawarsa yang lalu, sektor
korporasi di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan
yang dimiliki oleh pihak asing atau dengan kata lain kepemilikannya sangat terpusat.
Pemerintah pada saat itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi dan
juga mendirikan banyak perusahaan yang berstatus sebagai perusahaan milik Negara.11
10
Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm.12.
11Masterplan Reformasi BUMN
Dasar bagi pemerintah dalam melaksanakan nasionalisasi adalah Pasal 33 ayat
(2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Untuk
melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut, serta agar terdapat keseragaman dalam
pengelolaan Perusahaan Negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin, ditetapkan
Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960. Dengan demikian
pada waktu itu di Indonesia pada prinsipnya hanya dikenal satu macam Perusahaan
Negara (PN), yang semuanya ditundukkan pada satu peraturan perundang-undangan.12
Perusahaan Negara yang semula berasal dari perusahaan-perusahaan yang sudah
ada sejak zaman penjajahan Belanda yang tunduk pada ICW (Indische Comtabiliteitwet)
berdasarkan Stb. 1925 Nomor 448 dan IBW (Indische Bedrijivenwet) berdasarkan Stb.
1925 Nomor 419 jo. Stb. 1936 Nomor 445 yang sebenarnya kurang tepat untuk
dinamakan sebagai perusahaan, karena kegiatannya yang cenderung merupakan bagian
dari Badan Pemerintah (Dinas) yang mempunyai tugas pokok di bidang pelayanan
umum (public services) seperti Pegadaian, Perusahaan Garam, Pos dan lain-lain. Di sisi
lain, terdapat pula perusahaan eks (bekas) nasionalisasi perusahaan Belanda yang
umumnya bergerak di bidang perdagangan yang tujuannya untuk mencari keuntungan.13
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 menerangkan bahwa
perusahaan negara merupakan suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa,
menyelenggarakan pemanfaatan umum dan memupuk pendapatan negara serta
bertujuan untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin
12
Kurniawan, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), hlm.98.
13
dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja
dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur material dan spriritual.
Dalam perkembangannya, pada tanggal 11 Maret 1967 terjadi perubahan politik dan
sosial di Indonesia berupa beralihnya kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal
Soeharto. Pada masa itu, orde baru dicanangkan dan iklim politik ekonomi dapat
dirumuskan secara singkat sebagai debirokratisasi.14
Manajemen BUMN mulai dibenahi sekaligus diluruskan kembali fokus
usahanya serta ditata kembali pola pelaporannya pada tahun 1989, yaitu dengan
ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 714 Tahun 1989 yang mewajibkan
manajemen BUMN membuat laporan kerja dan laporan keuangannya sekaligus
mempublikasikannya. Hal ini merupakan cerminan dari pemberlakuan
program-program Good Coorporate Governance (GCG) sebab dengan dipublikasikannya laporan
keuangannya berarti telah terjadi pembelajaran dan pendisiplinan BUMN terhadap
pelaksanaan prinsip GCG atau prinsip keterbukaan ini sekaligus menjadi pembelajaran
penerapan Protokol Pasar Modal (capital market protocol) mulai pada waktu itu.
Dengan penerapan prinsip GCG, sekaligus terkandung maksud untuk dapat memisahkan
fungsi kepemilikan dan fungsi sebagai regulator. Hal ini bila tidak dipahamkan tentang
pemisahan fungsi dimaksud akan membawa akibat adanya intervensi-intervensi yang
dimulai dari pemilik kemudian akan diikuti oleh pihak-pihak lain yang mempunyai
kepentingan.15
14
Pandji Anogara, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: Pustaka jaya, 1995), hlm.13.
15
Perkembangan BUMN di Indonesia dapat di bagi dalam 5 (lima) kurun waktu:16
1. Kurun waktu sebelum kemerdekaan
Kurun waktu ini mencatat adanya dua jenis badan usaha milik negara, yaitu yang
tunduk pada Indische Bedrijven Wet (IBW) dan yang tunduk pada Indische
Comptabiliteit Wet (ICW).
2. Kurun waktu 1945 - 1960
Selama kurun waktu ini beberapa BUMN didirikan dengan modal nasional, seperti
BNI-46. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1960,
BUMN dikelompokkan dalam lima kategori:
a. Yang tunduk pada IBW, seperti Perusahaan Negara Gas;
b. Yang sebelumnya tunduk pada ICW, setelah kemerdekaan dijadikan Perusahaan
Negara;
c. Perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasikan pada tahun 1957;
d. Perusahaan-perusahaan swasta yang disebabkan kesulitan keuangan,
kepemilikannya jatuh pada Bank Industri Negara (yang kemudian sepenuhnya
dikonsolidasikan menjadi Bapindo), atau Bank Negara Indonesia. Oleh karena
bank-bank pemerintah ini tidak boleh menjadi pemegang saham, maka
perusahaan-perusahaan ini diubah menjadi BUMN (contoh dari BUMN ini adalah
Perusahaan Negara Intirub);
e. Yang dulunya merupakan jawatan pemerintah seperti Perusahaan Negara
Perhutani.
16
3. Kurun waktu 1960 - 1969
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1960 dikeluarkan dalam usaha
menyeragamkan cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari perusahaan
negara dalam rangka struktur ekonomi terpimpin. Perusahaan negara adalah semua
perusahaan dalam dalam bentuk apapun yang modal untuk seluruhnya merupakan
kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan
undang-undang. Di samping itu masih terdapat bentuk penyertaan negara dalam
bentuk perseroan terbatas (PT) yang sebagian pemilikannya oleh negara. Dalam
kurun waktu ini lahir PT. Hotel Indonesia Internasional, PT. Sarinah.
4. Kurun waktu 1969 - 2003
Selama kurun waktu ini yang dimaksud dengan Perusahaan Negara (Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969) adalah Perusahaan Jawatan (Perjan),
Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero). Sifat usaha dari
masing-masing BUMN ini memiliki penekanan yang berbeda. Perjan lebih
mengutamakan pelayanan pada masyarakat. Perum lebih mengutamakan berusaha di
bidang public utility, disamping berusaha memupuk keuntungan. Disamping itu
masih ada bentuk BUMN khusus seperti Pertamina.
5. Kurun waktu 2003 – sekarang
Pada Tahun 2003 tepatnya tanggal 19 Juni 2003 telah diundangkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Berlakunya
UU BUMN ini menyebabkan peraturan-peraturan tentang BUMN yaitu Indonesische
dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 850); Undang_Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1989); dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2904); dinyatakan tidak berlaku.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
pada Pasal 1 angka 1 menerangkan bahwa BUMN adalah Badan Usaha yang seluruhnya
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Kamus Hukum
Dictionary of Law New Edition, memberikan pengertian BUMN yaitu suatu badan
usaha yang dibentuk Negara dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang
dipisahkan. BUMN juga diartikan sebagai suatu kegiatan usaha berbadan hukum yang
dibentuk pemerintah pusat yang berfungsi untuk melaksanakan pengelolaan sumber
daya ekonomi.17
17
Dzulkifli Umar & Ustman Handoyo, Kamus Hukum Dictionary of Law New Edition, Cetakan I
Modal yang dipisahkan untuk pelaksanaan usaha dari BUMN berasal dari
beberapa sumber, antara lain:18
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk pula proyek-proyek
APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang
dijadikan sebagai penyertaan modal negara.
2. Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan.
3. Sumber lainnya, misalnya keuntungan revaluasi asset.
Sementara itu, yang dimaksud dengan dipisahkan, adalah pemisahan kekayaan
negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk
selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN,
namun didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Pemisahan
kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN
hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam modal BUMN
tersebut sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan peraturan
pemerintah
Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi, yang dalam melaksanakan tugasnya
harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance yang meliputi transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Pengawasan BUMN
dilakukan oleh komisaris dan pengawas, yang dalam melaksanakan tugasnya juga harus
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Setiap anggota direksi,
18
komisaris, dan dewan pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara
langsung maupun tidak langsung atas kegiatan BUMN dan dapat mewakili BUMN baik
di dalam maupun di luar pengadilan.
Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:19
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Dengan tujuan ini BUMN
diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus
memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan
membantu penerimaan keuangan negara.
2. Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar
keuntungan, dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, persero
dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai
dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atas komersial,
sedangkan untuk perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk
kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang sehat.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang
maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
19
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha
untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun
kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara
komersial tidak menguntungkan. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang
mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi
pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan
pengusaha golongan ekonomi lemah.
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat;
Badan Usaha Milik Negara sebagai sebuah badan usaha yang dimiliki oleh
negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut:20
1. Penguasaan badan usaha dimiliki oleh pemerintah;
2. Pengawasan yang dilakukan, baik secara hierarki maupun secara fungsional
dilakukan oleh pemerintah;
3. Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah;
4. Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan
usaha;
5. Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah;
6. Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara;
20
7. Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha usaha yang menguasai hajat hidup
orang banyak;
8. Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat;
9. Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari
keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan;
10.Merupakan salah satu stabilisator perekonomian Negara;
11.Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya
prinsip-prinsip ekonomi;
12.Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan;
13.Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh
masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya
dimiliki oleh negara;
14.Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi;
15.Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri;
16.Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat;
17.Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank.
Badan Usaha Milik Negara memiliki peranan yang besar dalam meningkatkan
kemakmuran rakyat. Adapun yang menjadi peranan BUMN antara lain:21
1. Mengembangkan perekonomian negara dan penerimaan negara;
2. Memupuk keuntungan (Persero) dan pendapatan;
21
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum (Perum) berupa barang dan jasa berdaya
saing tinggi bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
4. Menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan badan usaha swasta
dan koperasi;
5. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan dan badan
usaha swasta dan koperasi;
6. Membimbing sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah (sektor
usaha informal) dan koperasi;
7. Melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah di
bidang ekonomi dan pembangunan.
Pembangunan ekonomi mengusahakan peran serta seluruh masyarakat dan
mengurangi campur tangan pemerintah yang menghambat perkembangan ekonomi.
Dalam iklim demikian ini dirumuskan perundangan yang mengatur klasifikasi BUMN
yang pada akhirnya dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 yang
mengelompokkan BUMN dalam tiga klasifikasi yaitu: Perusahaan Jawatan (Perjan),
Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Pesero). Setelah berlakunya
UU BUMN, Pasal 9 menjelaskan bahwa pengelompokan BUMN dalam dua klasifikasi
yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Untuk
Perusahaan Jawatan (Perjan) setelah adanya undang-undang tersebut dinyatakan tidak
berlaku lagi dan diberi waktu paling lama dua tahun harus beralih menjadi Perum atau
Perusahaan Perseroan adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.22
Saham kepemilikan Persero sebagian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh
pemerintah. Karena Persero diharapkan dapat memberi laba yang besar, maka otomatis
persero dituntut harus dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar
barang maupun jasa yang dihasilkan tetap laku dan dapat terus-menerus mencetak
keuntungan. Beberapa contoh persero yaitu: PT PLN, Bank BRI, dan PT Jasamarga.
Perusahaan Umum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara
dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.23 Perum merupakan
perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikannya dikuasai oleh
pemerintah. Beberapa contoh perum yaitu: Perum Pegadaian, Perum Damri, dan Perum
Perhutani.
B. Pengelolaan Keuangan Negara oleh BUMN Persero
Pengelolaan keuangan negara didasarkan atas legal framework di pusat dan di
daerah. Landasan hukum pengelolaan keuangan negara di pusat antara lain meliputi :
1. UUD 1945;
22
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
23
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
5. Undang-Undang Program Pembangunan
Nasional;
6. Undang-Undang APBN;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
9. Peraturan Presiden Pelaksanaan APBN;
10. Peraturan Presiden Rencana Pembangunan Tahunan;
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.24
Persero atau perusahaan perseroan dalam BUMN pada prinsipnya sama dengan
perseroan terbatas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Namun, dalam beberapa
hal terdapat perbedaan, misalnya perseroan terbatas hanya bisa didirikan oleh minimal
24
dua orang dengan suatu perjanjian, sedangkan dalam persero hal ini tidak
dipersyaratkan. Persero adalah BUMN yang bentuknya Perseroan Terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.25
Sebagaimana halnya PT yang dimiliki oleh swasta, PT Persero juga memiliki
organ yang terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham persero dimiliki oleh
Negara dan bertindak selaku pemegang saham pada persero dan perseroan terbatas
dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara. Dalam melaksanakan
tugasnya, Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada
perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
2. Direksi Persero
Direksi Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan kata lain
pengangkatan dan pemberhentian direksi ditetapkan oleh menteri. Dalam hal
kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian direksi cukup
dilakukan dengan keputusan menteri, karena keputusan menteri memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.
3. Komisaris Persero
Komisaris Persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dengan kata lain
pengangkatan dan pemberhentian komisaris ditetapkan oleh menteri. Dalam
25
kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris cukup
dilakukan dengan keputusan menteri, karena memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.
Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk persero diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 juga
dalam hal-hal tertentu berlaku pula Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UU PT), termasuk dalam hal pendirian suatu persero berlakulah
UU PT. Setiap penyertaan modal Negara ke dalam modal saham perseroan terbatas
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya
kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut.
Persero, seperti yang telah disebutkan di atas, memberlakukan prinsip-prinsip
Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU PT. Ini berarti dalam hal pendirian
Persero, Menteri Keuangan bertindak mewakili Negara, atau dapat memberi kuasa
kepada Menteri lain yang sesuai dengan sektor usaha Persero untuk menghadap notaris
sebagai pendiri mewakili Negara. Namun, sebelum menghadap notaris, rancangan
anggaran dasar Persero yang akan dituangkan dalam akta pendirian harus mendapat
persetujuan lebih dahulu dari Menteri Keuangan. Jadi, apabila Negara menyertakan
modal dalam pendirian Persero, maka tindakan tersebut dapat diurutkan sebagai
berikut:26
1. Penyertaan modal dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah;
26Irsan, “Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Pemeriksaan Keuangan BUMN
Persero”,
2. Menteri Keuangan Menyetujui anggaran dasar;
3. Menteri Keuangan/Menteri lain yang diberi kuasa membawa rancangan anggaran
dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendiriannya;
4. Dan seterusnya berlaku prosedur menurut UU PT.
Jika dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 Tentang
Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan
(Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri
Negara BUMN ternyata dalam pasal 2 dinyatakan bahwa:
1. Pengalihan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 tidak meliputi:
a) Penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam
Persero/Perseroan Terbatas dan Perum, serta kegiatan penatausahaan kekayaan
negara yang dimanfaatkan oleh Perjan.
b) Pengusulan setiap penyertaan modal negara ke dalam Persero/Perseroan
Terbatas dan Perum serta pemanfaatan kekayaan negara dan Perjan.
c) Pendirian Persero, Perum atau Perjan.
2. Dalam melaksanakan kedudukan, tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1, Menteri Negara BUMN wajib memperoleh persetujuan Menteri
Keuangan terlebih dahulu, dalam hal penggunaan sisa penerimaan Perjan pada akhir
tahun anggaran.27
27
Menteri keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal
Negara berikut perubahannya ke dalam modal saham perseroan terbatas dan
penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh Persero. Pelaksanaan sehari-hari kegiatan
penatausahaan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Penatausahaan dalam hal ini adalah pencatatan dalam rangka
pengadministrasian untuk mengetahui posisi keuangan Negara dalam BUMN.
Setelah terjadi penyertaan modal oleh negara, secara ideal maka modal tersebut
akan menjadi kekayaan BUMN Persero bersangkutan. Dengan demikian maka
pengelolaannya pun harus dilakukan dengan menggunakan mekanisme perseroan
terbatas. Akan tetapi dalam praktiknya, masih terdapat perdebatan panjang apakah
penyertaan modal negara tersebut mengakibatkan berubahnya status uang negara
menjadi uang BUMN Persero atau tidak. Hal ini diakibatkan terjadinya pertentangan
pengaturan mengenai lingkup kekayaan negara yang dipisahkan pada Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan
Negara) dan UU BUMN.
Undang-Undang Keuangan Negara, khususnya pada Pasal 2 huruf g
menyebutkan kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara tetap diakui
sebagai lingkup dari keuangan negara, dengan demikian pengelolaan sampai
pertanggungjawabannya terikat dengan mekanisme APBN. Sedangkan dalam UU
BUMN sesuai dengan Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa kekayaan negara yang
dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan
kekayaan negara yang dipisahkan ini menurut penjelasan Pasal 4 UU BUMN diartikan
sebagai pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal
negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi
didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat. Berubahnya mekanisme pembinaan dan pengelolaan keuangan ini disebabkan
telah terjadinya reformasi keuangan dari keuangan negara (APBN) menjadi keuangan
BUMN Persero.28
Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, Teori Transformasi status keuangan
merupakan bentuk penggambaran suatu konsekuensi logis dari konsep dan prinsip
badan hukum yang sejak lama dikenal sebagai teori hukum. Konsepsi badan hukum
inilah yang mempengaruhi status hukum keuangan, khususnya keuangan sektor publik
dan sektor privat yang berada pada BUMN. Dengan demikian, dengan adanya
transformasi keuangan negara menjadi keuangan privat telah melahirkan suatu status
hukum keuangan negara yang bersifat publik. Status hukum dari keuangan negara yang
dipisahkan secara implementatif dapat dilihat dari segi pengelolaan dan kedudukan
negara atas penyertaan modal pada BUMN Persero. Dari sisi pengelolaan, negara tidak
lagi secara langsung dalam mengelola keuangan BUMN Persero melainkan dipegang
oleh RUPS dan dari segi kedudukannya negara hanya sebatas pemegang saham.
C. Kepastian Hukum Terhadap Status Keuangan Negara pada BUMN Persero
28
Dian Puji Simatupang, “Arsitektur Keuangan Publik: “Suatu Konsep Pengaturan Keuangan
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.29
Defenisi keuangan negara dalam Pasal 1 butir 1 UU Keuangan Negara tersebut
menggunakan defenisi yang luas untuk mengamankan kekayaan negara yang bersumber
dari uang rakyat yang diperoleh melalui pajak, retribusi maupun Penerimaan Negara
bukan Pajak. Komitmen tersebut terlihat dari defenisi keuangan negara dalam UU
Keuangan Negara yang menggunakan sistem definisi yang bersifat luas/komperehensif.
Terkait keuangan negara yang dipisahkan terdapat dua pendapat yang berbeda,
di satu sisi ada yang berpendapat bahwa keuangan negara yang dipisahkan menjadi
terpisah dengan APBN disisi lain ada juga pihak yang berpendapat bahwa keuangan
negara dalam sub bidang kekayaan yang dipisahkan merupakan wilayah keuangan
negara yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan usaha, dimana keuntungan usaha
tersebut akan diserahkan kepada negara dan merupakan bagian dari pendapatan dalam
APBN. Kekayaan negara yang dipisahkan dituangkan dalam penyertaan modal
pemerintah kepada BUMN.
Adapun kepastian hukum terhadap status keuangan negara pada BUMN Persero
dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:
1. Keuangan negara dan keuangan BUMN Persero dalam konteks penyertaan modal
negara
29
Modal yang dimaksudkan adalah modal dasar yang disebutkan dalam akte
pendirian, yang merupakan satuan jumlah maksimum sampai jumlah mana surat-surat
saham dapat dikeluarkan. Modal BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan. Mengenai modal BUMN Persero diatur dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1969 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 Tentang
Persero.
Modal persero terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51% dimiliki
oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.30 Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal
dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada persero dan/atau perum serta
perseroan terbatas lainnya.31 Ketentuan ini ditegaskan lagi pada pasal 4 ayat (1) UU
BUMN yang menentukan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Yang dimaksud dengan “dipisahkan” pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU
BUMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan
modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi
didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
Istilah “dipisahkan” harus dipahami dalam dua pengertian, yaitu: (1) Kekayaan
negara tersebut bukan lagi sebagai kekayaan negara, tetapi sebatas penyertaan modal
dalam persero, karena telah berubah menjadi harta kekayaan persero dan (2) Jika terjadi
kerugian sebagai akibat resiko bisnis (business risk), maka harus dipahami dan
30
Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
31
diperlakukan dalam konteks “business judgement” berdasarkan “business judgement
rules”.32 Sebagai perseroan terbatas, keberadaan harta kekayaan persero harus
didasarkan pada aturan hukum tentang harta kekayaan perseroan terbatas sebagaimana
diatur pada UU PT.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
terbatas menyatakan bahwa Perseroan Terbatas merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sedangkan menurut Pasal 32 ayat (1) UU PT,
modal dasar Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Sedang harta
kekayaan Perseroan Terbatas meliputi modal dasar berupa nilai nominal saham dan
asset-aset lainnya. Jadi, semua kekayaan termasuk kekayaan negara yang dipisahkan
dan disertakan dalam modal persero adalah bagian dari persekutuan modal, berupa nilai
nominal saham yang merupakan modal dasar persero berubah menjadi harta kekayaan
persero, yang pengelolaannya didasarkan pada “good corporate governance”.
Sebagian pihak berpendapat aturan hukum dalam UU BUMN dan UU PT terkait
modal sudah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Secara
universal berlaku ajaran tentang “separate legal entity” (badan hukum/korporasi),
bahwa suatu harta kekayaan yang telah dipisahkan dan dimasukkan sebagai modal ke
dalam suatu korposasi/badan hukum, harta kekayaan itu menjadi harta kekayaan
32
korporasi/badan hukum tersebut, dan tidak dapat diperlakukan sebagai harta kekayaan
pemilik awal.33
2. Keuangan negara di lingkungan BUMN Persero ditinjau dari aspek pengelolaan
Badan Usaha Milik Negara Persero dikelola oleh organ persero yang terdiri atas
rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris. Pengurusan Persero baik
di dalam maupun di luar dilakukan oleh direksi, yang dalam melaksanakan tanggung
jawabnya harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan
serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Komisaris
merupakan organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero tersebut, dan
melaporkannya kepada RUPS. Sedangkan pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan
adalah RUPS, dimana Menteri menjadi perwakilan negara dalam RUPS persero.
Keberadaan keuangan negara untuk mengikuti penyertaan modal dalam persero
diawali dengan diterbitkannya peraturan pemerintah yang menyatakan keikutsertaan
negara dalam penyertaan modal suatu perusahaan perseroan, lalu menteri keuangan
menyetujui anggaran dasar, kemudian menteri keuangan/menteri lain yang diberi kuasa
membawa rancangan anggaran dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta
pendiriannya, dan seterusnya berlaku prosedur sesuai UU PT. Pelaksanaan sehari-hari
kegiatan penatausahaan setiap penyertaan modal negara berikut perubahannya ke dalam
modal saham perseroan terbatas dan penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh persero
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.
33
3. Keuangan negara di lingkungan BUMN Persero ditinjau dari aspek audit dan
pengawasan
Mekanisme pengawasan keuangan negara dapat dibedakan atas dua hal, yaitu
pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan intern meliputi pengawasan
supervisi (built in control), pengawasan birokrasi serta pengawasan melalui
lembaga-lembaga pengawasan intern. Pada pengawasan supervisi (pengawasan atasan terhadap
bawahan) masing-masing pimpinan setiap unit diwajibkan melakukan pengawasan
keuangan negara terhadap para bawahan yang menjadi tanggung jawabnya. Adanya
pengawasan bertingkat ini diharapkan dapat mengetahui sedini mungkin penyimpangan
dari kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan birokrasi adalah pengawasan melalui
sistem dan prosedur administrasi.
Pengawasan keuangan negara di Indonesia masih menggunakan sistem anggaran
garis (line budgeting system) atau sistem anggaran tradisional. Sistem ini hanya
menitikberatkan pada segi pelaksanaan dan pengawasan anggarannya. Dari segi
pelaksanaan yang dipentingkan adalah kesesuaian antara besarnya hak dengan obyek
pengeluaran dari tiap-tiap Departemen atau lembaga negara. Sedangkan dari segi
pengawasan yang dipentingkan adalah kesahihan bukti-bukti transaksi atas
pembelanjaan anggaran tersebut.
Sistem pembukuan di Indonesia masih menggunakan sistem administrasi kas
yaitu menerapkan tata buku tunggal berdasarkan metode dasar tunai. Oleh karena itu
yang langsung dapat diketahui adalah masalah transaksi kas saja, sehingga untuk
lebih lanjut. Hal ini untuk mengetahui apakah transaksi kas tersebut telah efisien dan
efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.34
Dikaitkan dengan pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan di BUMN
terlihat bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menegaskan bahwa uang
negara yang dipisahkan pada BUMN secara yuridis normatif termasuk dalam keuangan
negara sebagaimana diatur pada Pasal 2 huruf g yang menyatakan bahwa kekayaan
negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 mendefinisikan bahwa
kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada
Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Sumber kekayaan yang berasal
dari APBN menunjukkan bahwa uang negara tersebut harus dipertanggungjawabkan
kepada rakyat sebagai uang negara yang bersumber dari APBN. BUMN hanya sebatas
mengelolanya tetapi sifat kekayaan negara yang bersumber dari APBN kiranya tidak
menghilangkan karakteristiknya sebagai uang negara, meskipun dikelola oleh BUMN
Persero.35
Terkait dengan permasalahan status hukum keuangan negara dalam BUMN
Persero, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya disebut MKRI)
34
Arifin Soeriaatmaja, Laporan Akhir Kompendium Bidang Hukum Keuangan Negara, Sumber-Sumber Keuangan Negara, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, 2011), hlm.93.
35
menggelar uji materi Pasal 2 huruf (g) dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf (b), Pasal 10
ayat (1) dan ayat (3) huruf (b), dan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan terhadap UUD 1945. Pemohon dalam perkara
tersebut Centre for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) dan Omay Komar
Wiraatmadja dan Sutrisno beserta Forum Hukum BUMN. Para pemohon menilai pasal
yang diujikan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyebabkan
disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU BUMN dan UU PT.
Menurut Prof. Nindyo Pramono (selaku saksi ahli), yang dikutip dari risalah sidang
MK36:
“Pertama, Secara objektif saya katakan kalau ditanyakan tentang kekayaan
BUMN, apakah menjadi bagian kekayaan negara, kalau mengacu ke Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Tipikor juncto Undang–Undang Pemeriksaan Aparat Negara yang Bersih, Bebas KKN, Undang-Undang BPK, bahkan Undang-Undang Nomor 49 prp. Tahun 1960 yang lalu yang dikabulkan oleh Yang Mulia Mahkamah Konstitusi dalam judicial review, kekayaan BUMN bagian dari kekayaan negara, tetapi kalau mengacu kepada Undang BUMN, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 bersambung dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, bahkan undang-undang terkait di dalam lingkup bisnis, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Pasar Modal, dan lain sebagainya, maka tegas bahwa kekayaan BUMN adalah kekayaan perusahaan.”
“Kemudian yang kedua. Kalau ditanyakan tentang direksi BUMN apakah bisa
diperiksa oleh aparat hukum seperti KPK? Kalau terkait dengan korupsi, ya seperti disampaikan oleh Prof. Erman tentunya itu kewenangan KPK, kewenangan kejaksaan. Tetapi kalau terkait dengan kejahatan biasa, tidak mustahil ada oknum direksi BUMN menipu, tidak mustahil oknum direksi BUMN melakukan penggelapan uang perusahaan, sudah ada pasalnya di dalam KUHAP tentang tindak
pidana demikian.”
36
“Jadi, yang saya garis bawahi, ketidakharmonisan semacam ini tidak sepatutnya kalau dibiarkan untuk menjadikan setiap pelaku-pelaku bisnis, khususnya di dalam BUMN menjadi gamang, menjadi ragu untuk melakukan keputusan bisnis. Dan hal itu terbukti dari kesaksian fakta pelaku- pelaku bisnis menunjukkan hal itu yang menurut saya itu tidak boleh berlangsung terus karena semua demi kepentingan bangsa dan negara, demi kepentingan kemakmuran rakyat. “Ketiga, Apakah keuangan BUMN bisa diperiksa oleh BPK? Saya sudah sering menegaskan bahwa inilah bagian dari kerancuan. Kalau mengacu kepada doktrin badan hukum sebagaimana saya yakin seluruh pemerhati hukum bisnis tidak hanya di Indonesia, tetapi mendunia. Sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Prof. Zen, disampaikan oleh Prof. Erman, bahkan guru-guru saya dari Universitas Hukum Gajah Mada sudah pernah melakukan penelitian tentang doktrin kekayaan terpisah ini dari BUMN. Waktu itu kerja sama dengan PT Tambang Timah, senior kami Prof. Sudewi Maskun Sofyan, Prof. Emi Pangaribuan, Ibu Siti Sumardi Hartono sudah membuat suatu kesimpulan tegas di dalam penelitian itu bahwa kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan perusahaan. Namun memang disayangkan,definisi autentik secara normatif sampai sebelum keluar Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003, doktrin itu tidak pernah dijabarkan di dalam definisi autentik di dalam kaidah undang-undang.’’
“Itulah yang akibatnya menimbulkan multitafsir karena muncul undang-undang
di ranah Undang-Undang Publik yang menempatkan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi bagian dari keuangan negara. Oleh sebab itu saya katakan, kalau dari doktrin hukum bisnis, maka keuangan BUMN tidak tepat kalau diperiksa oleh BPK. Sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Prof. Erman, ketentuan Undang-Undang Dasar tentang kewenangan BPK adalah memeriksa tanggung jawab pengelolaan keuangan
negara.” “Sementara kalau diikuti pandangan dari doktrin hukum bisnis yang sudah
dilegitimasi di dalam Norma Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, maka kekayaan BUMN adalah kekayaan perusahaan. Dan Undang-Undang PT sudah menegaskan bahwa di dalam Undang-Undang PT itu ada amanat bahwa keuangan perusahaan, bahkan yang perusahaan-perusahaan negara yang menyangkut kepentingan public atau mengelola dana masyarakat, itu ketentuannya di dalam Undang-Undang PT dikatakan
wajib diperiksa oleh akuntan publik.” “Jadi yang saya tahu dari kaca mata hukum bisnis
yang saya tahu, standar norma pemeriksaan antara BPK dengan akuntan publik itu juga tunduk pada general accepted accounting principles yang itu berlaku untuk BPK maupun akuntan publik, dan bahkan sekarang akuntan publik sudah punya undang-undang sendiri.“ “Jadi menurut hemat saya, kalau ada pandangan yang mengatakan bahwa nanti kalau BUMN itu atau kekayaan BUMN yang berasal dari kekayaan negara dipisahkan hanya merupakan kekayaan perusahaan atau diakui hanya sebagai kekayaan perusahaan, maka akan menimbulkan moral hazard, akan menimbulkan katakanlah rekayasa atau manipulasi atau tindakan-tindakan yang tidak benar dari oknum direksi BUMN, menurut pandangan saya asumsi demikian menurut saya kurang bijak.”
“Kenapa demikian? Karena prinsip-prinsip good corporate governance, prinsip-prinsip
kewenangan dari seluruh organ perusahaan, tinggal mau dibawa perusahaan ini kepada mencari keuntungan atau dibiarkan untuk menimbulkan kerugian. ”Sebagai pembanding, dicantumkan juga pendapat yang sedikit berbeda dari Prof. Hikmahanto Juwana37: Pertama, kepada saya ditanya oleh Pemohon bagaimana secara doktrin bila uang negara dijadikan modal bagi BUMN? Apakah tetap merupakan uang negara atau telah menjadi uang BUMN yang terpisah dari uang negara? Atas pertanyaan ini ada tiga alasan dan yang merupakan pendapat saya. Pertama adalah uang negara yang sudah disetorkan kepada BUMN, maka tidak lagi menjadi uang negara karena negara telah
mendapatkan “bukti” dari modal yang disetorkan itu dalam bentuk saham. Saya sudah
sampaikan di dalam keterangan saya, visualisasi. Jika negara menyetorkan tidak dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk tanah (in breng) karena di situ akan mudah melihatnya secara nyata. Ketika negara mempunyai aset berupa tanah dan kemudian memasukkan sebagai modal, maka atas tanah tersebut BUMN dapat membaliknamakan atas nama Badan Usaha Milik Negara tersebut, dan sebagai kompensasi, maka negara akan mendapatkan saham . Adalah aneh atau janggal apabila tanah yang sudah menjadi milik dari BUMN tersebut kemudian diklaim sebagai milik dari negara. Artinya telah terjadi dua kali penghitungan, pertama adalah saham yang dimiliki oleh negara. Yang kedua adalah tanah yang memang asalnya dari negara tetapi kemudian sudah dimasukkan sebagai modal dalam Badan Usaha Milik Negara. Itu merupakan alasan pertama saya.”
“Alasan kedua, kenapa keuangan BUMN tidak bisa dianggap sebagai keuangan negara? Karena keuangan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagai keuangan negara. Secara alamiah, mengelola keuangan negara berbeda dengan mengelola keuangan BUMN. Dalam keuangan BUMN ada neraca badan rugi, tapi tidak badan negara. Dalam konteks negara, negara menganggarkan dan terpenting adalah bagaimana penyerapan dari apa yang telah dianggarkan. Namun dalam konteks BUMN, maka management (pengurus) akan mengelola uang tersebut sebagaimana layaknya badan usaha, termasuk badan usaha swasta, badan usaha milik negara tidak selalu untung. Seperti tadi sudah dikatakan oleh saksi fakta bahwa keuangan BUMN untung dan rugi dilihat dari akhir tahun, tahun fiskalnya, buku tahunan seperti apa? Sehingga tidak bisa pada waktu-waktu tertentu ada kerugian, lalu kemudian dianggap telah terjadi kerugian negara. “Bapak/Ibu Para Hakim Konstitusi yang saya hormati, saya khawatir kalau misalnya ini diteruskan, nanti orang-orang terbaik di Indonesia, para eksekutif di dunia swasta tidak akan mau masuk Badan Usaha Milik Negara karena mereka dalam membuat putusan selalu terbayang-bayang dengan masalah korupsi karena dianggap merugikan keuangan negara.”
“Terakhir secara doktrin mengategorikan keuangan BUMN sebagai keuangan
negara menurut saya sudah bertentangan dengan konsep uang publik dan uang privat. Tadi secara sederhana disampaikan oleh senior saya rekan saya Prof. Erman Rajagukguk bahwa ketika beliau mendapat uang pensiun yang asalnya dari APBN uang
37
tersebut tidak mungkin diperlakukan sebagai uang publik seterusnya. Sehingga ketika ada seorang pencopet mengambil uangnya maka si pencopet itu dituduh telah merugikan keuangan negara. Uang publik ada akhirnya, uang publik berakhir ketika uang privat dimulai. Dalam konteks BUMN, uang publik ketika masuk menjadi modal BUMN maka menjadi uang privat dan ini konsep uang publik dan uang privat diikuti dalam ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa. Kalau kita menilik peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa jelas bahwa pengadaan barang dan jasa yang diatur di situ adalah pengadaan jasa yang menggunakan uang APBN. Sehingga BUMN ketika dia menggunakan uang yang ada di BUMN tidak menggunakan ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa yang diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, menurut saya janggal ketika Undang-Undang Keuangan Negara memasukkan uang BUMN menjadi uang negara.”
BUMN ke ranah pidana. Demikian juga kerugian karena masalah administratif dan seterusnya. ”
“Bapak, Ibu Hakim Konstitusi yang saya hormati, terlepas dari apakah uang BUMN adalah uang negara, maka untuk kita ketahui di sektor BUMN maupun swasta bisa saja terjadi, yang namanya tindak pidana korupsi. Kalau kita berkomitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi dan karena seperti tadi disampaikan oleh Prof. Erman, kita sudah meratifikasi United Nations Convention against Corruption Tahun 2003, maka seharusnya kata-kata keuangan negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pun harus dihilangkan karena itu yang akan membatasi perbuatan-perbuatan di sektor swasta, yang mengarah pada kejahatan korupsi untuk tidak bisa dijerat. Intinya adalah objek daripada tindak pidana korupsi itu, pada perbuatannya tidak pada asal uangnya. Sampai saat sekarang yang menjadi permasalahan adalah asal uangnya, bukan perbuatannya.”
“Terakhir, ingin saya sampaikan bahwa bila keuangan BUMN tetap dianggap sebagai keuangan negara, maka sebagaimana tadi sudah disampaikan oleh Saksi Fakta bahwa BUMN yang harus bersaing dengan badan usaha swasta sebenarnya tidak memiliki level plan feiled yang sama. Swasta tidak akan dibayang-bayangi dengan masalah merugikan keuangan negara, tapi tidak demikian dengan Badan Usaha Milik Negara. Lalu, bila itu yang terjadi bagaimana negara bisa berharap BUMN sebagai milik dari negara ini, menyumbang kontribusi dari pendapatan dividen kepada anggaran belanja negara.”
Dari 2 pendapat diatas, dapat disimpulkan jika permohonan uji materil itu
ditolak. Ada beberapa alasan terhadap hal tersebut:
Pertama, Jikapun berbeda antara UU Keuangan Negara dan UU BPK dengan
UU BUMN dan UU PT, BPK selaku pengawas Independen juga mengakui akuntan
publik dalam melakukan tugasnya juga mengakui akuntan publik dalam melakukan
pemeriksaan sebagai mana dimuat dalam Pasal 6 ayat (4) UU BPK:
Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan
undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan
dipublikasikan. Selanjutnya dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan
negara. Sedangkan hubungan dengan standar profesional akuntan publik ditetapkan oleh
Ikatan Akuntansi Indonesia. Prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk sektor
pemerintahan adalah Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).38 Artinya untuk masalah
pengawasan yang diterapkan selama ini sudah sesuai dan tidak yang salah.
Kedua, munculnya uji materil UU Keuangan Negara dan UU BPK diatas,
dikarenakan penegak hukum telah salah dalam menerapkan pengertian kerugian negara
sebagaimana diterapkan dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Selama ini, jika Jaksa
menduga terjadi kesalahan dan menimbulkan kerugian negara di BUMN, secara serta
merta aparat penegak hukum akan mengatakan bahwa telah terjadi kerugian negara.
Padahal kerugian yang dimunculkan bisa saja tidak terjadi karena ada niat maupun
perbuatan jahat. Artinya harus dibuat aturan main yang jelas, bahwa atas dasar laporan
dari BPK, yang diduga terjadi tindak pidana, maka penegak hukum menindaklanjuti
laporan tersebut. Bukan seperti yang terjadi selama ini.
Ketiga, jika terjadi pemisahan BUMN dengan keuangan negara, maka akan
terjadi masalah lanjutan lainnya yaitu:39
1. Negara berpotensi kehilangan aset dari BUMN (3.500 triliun rupiah,total seluruh
aset BUMN di Indonesia).
2. Penerimaan negara non pajak dari BUMN akan menyusut.
3. BUMN tidak lagi diaudit BPK, tapi diaudit kantor akuntan publik.
4. DPR secara langsung tidak bisa lagi mengawasi BUMN.
38
Peraturan BPK No. 1 Tahun 2007 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
39
5. Korupsi di BUMN tidak bisa dijerat UU Tipikor namun hanya dijerat dengan pidana
biasa atau korporasi.
6. Masyarakat tidak bisa mengawasi BUMN untuk tujuan kesejahteraan.
BAB III
PENGELOLAAN KEUANGAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN PERSERO
A. Ruang Lingkup Badan Usaha Milik Negara
Pendirian Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) di Indonesia
dilatarbelakangi oleh periode pendiriannya dan kebijaksanaan pemerintah yang
berkuasa. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang
didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan, beberapa didirikan pada jaman perjuangan
kemerdekaan, dan banyak pula yang didirikan setelah tahun 1950 dengan motivasi
bermacam-macam. Misalnya saja, perusahaan-perusahaan yang didirikan dengan
pembiayaan Bank Industri Negara seperti PT Natour, Perusahaan Tinta Cetak
“Tjemani”, Perusahaan Kertas Blabak. Di samping itu ada perusahaan-perusahaan yang
tumbuh akibat pengambilalihan perusahaan Belanda.40
Badan Usaha Milik Negara telah memberikan sumbangan yang besar pada
Negara terutama terhadap pembangunan nasional. Lima dasawarsa yang lalu, sektor
korporasi di Indonesia masih sangat kecil dan didominasi oleh perseroan-perseroan
40