• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Fabrikasi dan karakterisasi optik pandu gelombang bidang pada kaca soda-lime hasil pertukaran ion k+ dan na+

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Fabrikasi dan karakterisasi optik pandu gelombang bidang pada kaca soda-lime hasil pertukaran ion k+ dan na+"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

1

Media komunikasi digital pada dasarnya ada tiga macam yaitu, tembaga, udara dan kaca. Tembaga sebagai media komunikasi sejak lama, yang telah berevolusi dari penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik yang membawa pesan, suara, gambar dan data digital. Berkembangnya teknologi frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi, yang disebut dengan nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udara sebagai penghantarnya. Tahun 1980-an dikenalkan suatu media komunikasi yang sekarang menjadi tulang punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik. Sebuah media yang memanfaatkan pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel (Hendriyana, 2006).

Teknologi penyaluran informasi melalui serat optik memiliki banyak kelebihan dibandingkan 2 sistem komunikasi di atas. Beberapa kelebihan sistem komunikasi menggunakan serat optik diantaranya adalah serat optik mampu membawa arus informasi dalam jumlah besar dengan jarak jauh dengan loss

rendah dan juga sistem komunikasi ini lebih fleksibel, lebar pita frekuensi ( bandwidth ) yang lebar, murah, tidak mudah terbakar, redaman yang rendah, tidak mengalirkan arus listrik, tidak terganggu gelombang elektromagnet, lebih tipis dan sinyal degradasi yang kecil. Dari beberapa kelebihan ini, serat optik menjadi pilihan utama untuk menggantikan media informasi yang lain (Tim Elektron HME-ITB, 2000).

(2)

pembagian sinar dapat diatasi dengan penggunaan splitter yang biasanya berbentuk planar waveguide, dengan adanya splitter ini maka satu input akan menjadi dua atau lebih output. Persoalan mempertahankan intensitas dapat diatasi dengan pembuatan penguatan pembangkit kabel. Penguatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan perangkat elektronik dan tanpa menggunakan perangkat elektronik. Penguatan menggunakan perangkat elektronik harus mengubah gelombang pembawa (laser) menjadi sinyal listrik kemudian dikuatkan dengan rangkaian penguat elektronik lalu diubah kembali menjadi laser. Sedangkan penguatan tanpa perangkat elektronik dapat berupa fiber atau planar waveguide.

Penguat optik berbentuk planar mempunyai ukuran yang lebih kecil sehigga lebih murah dan efisien. Pada penelitian ini dibuat pemandu gelombang berbentuk plat (planar waveguide)yang bersifat pasif dengan menggunakan kaca sode-lime. Pada penelitian ini digunakan kaca soda-lime dikarenakan kaca ini mudah diperoleh di Indonesia dan harganya relatif murah.

(3)

1.2 Perumusan Masalah

Penampilan sifat optik waveguide dipengaruhi distribusi indeks bias. Distribusi indeks bias tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ion pendifusi dalam subtratnya. Fabrikasi waveguide ini mengacu pada persamaan:

 Dalam eksperimen ini diketahui pengaruh parameter fabrikasi (waktu, dan konsentrasi KNO3 dalam leburan terhadap penampilan optik). Suhu yang dipakai adalah 3050C untuk konsentrasi 50 % mol KNO3serta 3350C untuk konsentrasi 70 % mol KNO3. Waktu yang dipakai 25 menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit, 625 menit dan 900 menit.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh lapisan tipis hasil pertukaran ion K+ - Na+sebagai bahan pemandu gelombang.

2. Mengetahui pengaruh lamanya waktu pendifusian dan konsentrasi terhadap perubahan indeks bias.

3. Menentukan dan mengetahui pengaruh lamanya waktu pendifusian dan konsentrasi terhadap transmitansi.

4. Menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling.

(4)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang penumbuhan

lapisan tipis dengan metode pertukaran ion (ion exchage).

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaca

Kaca adalah benda padat amorf yang mempunyai range keteraturan yang pendek dan saat didinginkan atau dipanaskan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Leburan material akan menjadi material padat berupa kristal atau kaca jika leburan tersebut didinginkan (Gambar 2.1). Struktur material yang terbentuk tergantung pada proses laju pendinginan. Jika leburan material didinginkan dengan laju pendinginan lambat maka akan terbentuk suatu material dengan struktur atom yang teratur yang bersifat stabil dan mempunyai volume yang relatif kecil dan enthalphy yang relatif kecil, yaitu kristal. Namun apabila laju pendinginan dilakukan secara cepat maka terbentuk material yang struktur atomnya tidak teratur (Gambar 2.2) yang bersifat metastabil dan mempunyai volume dan enthalpy yang relatif besar yaitu kaca (Shelby, 1997).

(6)

(a) (b)

Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca. (a) Struktur kristal SiO

4 (b) Struktur kaca SiO4 (Shelby, 1997).

Proses pembentukan kaca berdasarkan laju pendinginan terbagi menjadi dua jenis, yaitu laju pendinginan cepat (fast cooled glass) dan laju pendinginan lambat (slow cooled glass) (Gambar 2.3). Kaca yang terbentuk dengan laju pendinginan cepat memilki stuktur atom yang sangat tidak teratur dan memiliki volume atau enthalpy yang besar. Kaca hasil pendinginan lambat akan memiliki struktur atom yang lebih teratur daripada pendinginan cepat, namun masih bersifat amorf dan memiliki volume atau entalphy yang lebih kecil.

Gambar 2.3. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan kaca .

(a) Pengaruh temperatur tehadap enthalpy kaca (Shelby, 1997). (b) Pengaruh temperatur terhadap volume kaca(Almeida, 2005).

(7)

Pembentukan kaca yang terjadi ketika leburan didinginkan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Kaca transisi merupakan peristiwa perubahan fase suatu material diantara fase liquid dan padat. Setiap material ketika dipanaskan memiliki titik lebur (melting point) yang berbeda. Kaca yang dipanaskan sebelum mencapai titik lebur, terjadi keadaan seperti karet yang disebut dengan rubbery. Temperatur dimana kaca berubah menjadi keadaan rubberydisebut suhu transisi kaca (Tg) (Gambar 2.3). Besarnya suhu transisi kaca (Tg) mendekati 2/3 dari suhu

titik leburnya (Tm) (Almeida, 2005).

2.2 Pertukaran Ion (Ion Exchange)

Metode pertukaran ion adalah salah satu metode untuk membuat pandu gelombang. Prinsip dasar metode pertukaran ion adalah adanya proses difusi ion. Difusi ion adalah pergerakan secara acak dari ion-ion lincah pada medium pendifusi dan terdifusi. Pergerakan ini ditujukan untuk mencapai suatu titik kesetimbangan diantara kedua medium tersebut. Dalam metode pertukaran ion terlebih dahulu menentukan titik lebur (melting point) dari suatu bahan yang akan digunakan sehingga pada prose difusi dapat berjalan dengan baik. Gambar (2.4) menunjukkan titik lebur (melting point) dari KNO3-NaNO3.

(8)

Proses pertukaran ion terjadi ketika ion-ion yang mudah bergerak pada kaca, biasanya Na+didesak oleh ion-ion yang ukurannya lebih besar atau ion-ion yang tingkat polarisabilitasnya lebih tinggi. Contoh ion-ion yang polarisabilitasnya lebih tinggi dari Na+yaitu Ag+, K+, Cs+, dan Tl+ . Akibatnya, indeks bias kaca akan meningkat. Perubahan indeks bias ini dapat dimanfaatkan sebagai pandu gelombang. Pertukaran ion ini merupakan proses yang berkaitan dengan suhu. Terkadang medan listrik digunakan untuk mempercepat proses pertukaran ion. Biasanya ion-ion yang dimasukkan ke dalam kaca berasal dari leburan garam. Tetapi pada pertukaran ion dengan bantuan medan listrik, lapisan logam juga digunakan sebagai sumber ion (Najafi, 1992). Tabel 2.1 menunjukkan beberapa garam pendifusi yang digunakan dalam proses pertukaran ion.

Tabel 2.1. Ion-ion yang umumnya digunakan dalam pertukaran ion. rA dan rB adalah jari-jari ion dengan satuan Anstrom (Ǻ). Polarisability (α) dengan satuan Ǻ3 (Yliniemi, 2007).

Salt ion (A)

Glass ion (B)

rA/rB αA/αB

Li Na 0.69 0.07

K Na 1.35 3.2

Rb K 1.12 1.5

Cs K 1.24 2.5

Tl Na 1.55 12.7

Tl K 1.12 3.9

Ag Na 1.33 5.6

(9)

 

B

A BA (2.1)

Keterangan:

A+: ion pendiffususian pada leburan garam B+: ion terdifusi pada kaca

Pertukaran ion dapat digunakan untuk membentuk lapisan tipis pada permukaan kaca. Dimana proses pertukaran ion ini, akan meningkatkan indeks bias permukaan kaca. Perbedaan indeks bias ini digunakan untuk memandu cahaya pada planar waveguide. Hasil dari penumbuhan lapisan tipis berbentuk graded index(Gambar 2.5). Indeks biasnya menurun dari permukaan lapisan tipis sampai kedalaman tertentu indeks biasnya sama dengan indeks bias substrat (Gambar 2.6).

Gambar 2.5.a Substrat sebelum pertukaran ion, b. Substrat setelah pertukaran ion

Gambar 2.6. Profil indeks bias dari pemandu gelombang yang terdifusi dengan garam potassium nitrat pada suhu 4000C selama 2 jam (Najafi, 1992)

Proses pertukaran ion sangat bergantung pada konsentrasi suatu titik dan lama proses pertukaran ion. Hubungan antara konsentrasi pada suatu titik berubah

h x

(10)

terhadap waktu yang dapat dijelaskan dengan Hukum Fiks II yaitu Persamaan 2.2

Bila koefisien difusi tidak tergantung dengan komposisi maka,

2 Dengan mengacu pada syarat batas untuk suatu proses difusi,

C(x,0)=0 (2.4)

(11)

Tabel 2.2. Titik lebur dri beberapa garam dalam proses pertukaran ion

Indeks bias didefinisikan sebagai perbandingan kecepatan perambatan cahaya pada ruang hampa terhadap kecepatan perambatan cahaya pada suatu materi seperti dirumuskan dalam Persamaan 2.7.

n

c: kecepatan perambatan cahaya pada ruang hampa. v: Kecepatan perambatan cahaya pada suatu materi. n: Indeks bias materi yang dilalui berkas cahaya.

(12)

Bila cahaya datang memasuki medium dengan indeks bias lebih besar maka berkas cahaya dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya bila cahaya datang memasuki medium dengan indeks bias lebih kecil maka berkas cahaya dibelokkan menjauhi garis normal. Pada sudut datang tertentu, sudut biasnya akan 900. Sudut datang dimana hal ini terjadi disebut sudut kritis, θc. Dari Hukum Snell, θcdinyatakan dengan:

Perubahan indeks bias pada pertukaran ion dikarenakan adanya perbedaan ukuran ion dan perbedaan polarisabilitas ion (Yliniemi, 2007). Hal ini berdasarkan pada persamaan Lorentz-Lorentz (Persamaan 2.9)

2

Dimana, α : polarisabilitas bahan

N : jumlah molekul per unit volume n : indeks bias

Perubahan indeks bias pada lapisan hasil dari proses pertukaran ion dipengaruhi oleh waktu pendeposisian dapat dijelaskan dari penyelesaian Hukum Fick kedua (Persamaan 2.10) (Najafi, 1992).



Dimana, n(x) : indeks bias pada kedalaman x

n : perubahan indeks bias x : kedalaman lapisan tipis D : koefisien difusi

ns : indeks bias substrat Erfc : fungsi eror komlemen

Dt

2 : ketebalan lapisan tipis

(13)

Dimana, C1 : tetapan C2 : energi aktivasi T : suhu pendefusian

Indeks bias juga berkaitan dengan panjang gelombang. Bila panjang gelombang lewat dari suatu material ke dalam material kedua dengan indeks bias yang lebih besar, sehingga n2>n1, maka laju gelombang akan berkurang. Panjang

gelombang kedua akan lebih pendek daripada panjang gelombang material pertama. Jika material kedua mempunyai indeks bias yang lebih kecil daripada material pertama, sehingga n2<n1, maka laju gelombang itu bertambah. Maka

panjang gelombang material kedua akan lebih panjang daripada panjang gelombang material pertama.

Beberapa hal yang mempengaruhi indeks bias suatu material adalah sebagai berikut :

a. Kerapatan Material.

Kerapatan material mempunyai peranan untuk mengendalikan besarnya indeks bias suatu material. Kerapatan suatu material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dan volume (v) :

v m

 (2.12)

Cahaya yang merambat pada medium yang memiliki kerapatan yang tinggi akan memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada medium yang kerapatannya rendah, karena pada medium kerapatan tinggi partikel cahaya akan lebih banyak mengenai tumbukan akibat indeks bias di medium tersebut berbeda.

b. Ekspansi Thermal

(14)

c. Kerapatan Elektron dan polarisabilitas

Indeks bias suatu gelas akan ditentukan oleh interaksi antara cahaya dengan elektron atau polarisabilitas ion akan meningkatkan indeks bias. Oleh karena itu, sebuah material yang terdiri dari atom dengan jumlah ion sedikit yang berarti bahwa kerapatan elektron dan polarisabilitas rendah akan memiliki indeks bias kecil. Karena sebagian besar kandungnan ion pada gelas adalah anion, maka kontribusi dari anion ini sangatlah penting.

2.4 Pemantulan Internal Total

Jika sinar datang dari medium rapat (n1) dengan membentuk sudut θ1

menuju medium renggang (n2) maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal

membentuk sudut θ2 (Gambar 2.7). Hal ini menjadi dasar persamaan Snellius

yang dinyatakan oleh persamaan (2.13) (Keiser, 2000).

1 Apabila sinar datang dari medium rapat diperbesar sampai sudut tertentu sehingga sinar yang dibiaskan membentuk sudut θ2=90 terhadap normal, maka

sudut sinar datangnya disebut sudut kritis θc (Gambar 2.7). Dengan melihat

Persamaan (2.14) maka besarnya sudut kritis θcdinyatakan sebagai berikut :

(15)

Gambar 2.7. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang

2.5 Transmitansi

Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya (foton) dengan atom/molekul. Energi yang diserap oleh atom/molekul akan digunakan elektron didalam atom untuk bereksitasi/berpindah ketingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut (E = E2 – E1) bersesuaian dengan

energi cahaya yang datang, yakni: foton

E E

 (2.15)

Absorbansi terjadi pada saat foton bertumbukan langsung dengan atom-atom pada suatu material. Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu lapisan tipis dari total cahaya yang dilewatkan pada lapisan tipis tersebut. Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai Persamaan 2.16

(16)

Absorbansi lapisan tipis bertambah dengan penguatan energi cahaya/foton. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang melewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan d dan konsentrasi c. Koefisien absorbansi (

) merupakan rasio antara absorbansi (A), dengan ketebalan bahan d yang dilintasi cahaya. Sehingga dapat ditulis dalam bentuk Persamaan (2.17)

d A

 (2.17)

Gambar 2.8. Pengurangan energi radiasi akibat penyerapan (Hendayana, 1994)

Pada Gambar 2.17 tampak bahwa cahaya dengan intensitas mula-mula (Io)

melewati suatu bahan dengan ketebalan d dan dengan konsentrasi zat penyerap cahaya c. Cahaya tersebut ada yang diserap, ditransmisikan maupun dipantulkan. Setelah melewati bahan, intensitas cahaya akan berkurang menjadi (I1).

Besarnya intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan seperti Persamaan 2.18.

(17)

Jika I1/Io dari Persamaan (2.19) merupakan perbandingan intensitas

cahaya yang diteruskan dengan cahaya yang datang merupakan nilai besarnya transmitansi (T) seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.20) maka Persamaan (2.19) dapat dituliskan sebagai Persamaan (2.21)

InT d 1

 

 (2.21)

Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui suatu bahan. Transmitansi (T) biasanya dinyatakan dalam persentase (%T). Dan besarnya Transmitansi bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya yang melewati suatu bahan.

2.6 Pemandu Gelombang

Pemandu gelombang merupakan sebuah piranti yang didesain untuk membawa energi gelombang sepanjang lintasan tertentu. Pemandu gelombang dapat dibuat dari bahan yang bersifat lossless, isotropis, homogen, dan linier seperti alumunium, tembaga dan kaca. Pemandu gelombang optik bekerja atas dasar Hukum Snellius. Pemandu gelombang ini dibentuk dari dua lapisan utama, yaitu lapisan tipis yang menempel pada substrat dan substrat itu sendiri. Lapisan tipis mempunyai indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan dengan indeks bias substrat.

(18)

sebagai berkas yang terpandu melalui lintasan zig-zag di dalam film akibat pemantulan total seperti terlihat dalam gambar 2.9

Gambar 2.9. Mekanisme pemanduan gelombang (Cisco, 2001).

Menurut bentuk geometrinya pemandu gelombang dibagi menjadi dua yaitu berbentuk serat optik dan planar waveguide. Mekanisme penjalaran cahaya pada planar waveguide yaitu dengan pemanduan gelombang seperti pada serat optik, bedanya pada serat optik bersifat simetris. Jenis planar waveguidepun juga ada dua, yaitu step index dan graded index. Untuk step refraktive index, lapisan tipis pada plat kaca terlihat dimana bagian dalam dan permukaan lapisan jumlah ion terdifusinya sama. Sedangkan untuk granded refraktive index lapisan tipis pada kaca semakin kedalam semakin sedikit ion yang terdifusi.

Dalam planar waveguide, seberkas cahaya yang terpandu akan melalui suatu lintasan zig-zag di dalam lapisan tipis akibat adanya pemantulan total (Gambar 2.10). Pemantulan cahaya dalam lapisan tipis didasarkan Hukum snelliuskarena perbedaan indeks bias, n1lebih besar dari n2.

Gambar 2.10. Mekanisme pemandu gelombang pada perambatan cahaya pada plat dielektrik.

n2

Reflecte d

Clading

Core

n=index of refraction

n1>n2gives total internal reflection

Reflecte d

(19)

Material lain merupakan coveryang bahannya bisa sama dengan substrat atau material yang berbeda dengan substrat. Jika tidak menggunakan cover, maka material lain yang dimaksud adalah berupa udara.

2.7 Mode Gelombang

Pendekatan cahaya sebagai sinar dapat menerangkan bagaimana arah dari sebuah gelombang datar merambat di dalam sebuah serat namun tidak meninjau sifat lain dari gelombang datar. Sifat ini adalah interferensi, dimana gelombang datar saling berinterferensi sepanjang perambatan. Hal ini mengakibatkan hanya tipe-tipe gelombang datar tertentu saja yang dapat merambat sepanjang serat. Sehingga diperlukan tinjauan optik fisis yaitu memandang cahaya sebagai gelombang elektromagnetik yang disebut teori moda.

Teori mode memandang cahaya sebagai sebuah gelombang datar yang dinyatakan dalam arah, amplitudo dan panjang gelombang dari perambatannya. Misal muka gelombang memasuki sebuah pandu gelombang seperti pada Gambar 2.9 maka gelombang akan mengalami perubahan fase sepanjang perambatan di dalam pandu gelombang. Perubahan fase juga terjadi saat gelombang dipantulkan. Muka gelombang harus tetap sefase setelah muka gelombang transverse memantulkan bolak-balik. Jarak transverse ditunjukkan antara titik A dan B pada Gambar 2.9. Gelombang dipantulkan pada titik A dan B adalah sefase jika total perubahan fase memenuhi Persamaan 2.22 (Cisco, 2001).

= m 2

(2.22) dimana m adalah bilangan bulat.

(20)

Sinar-sinar ini akan mudah disimpangkan di bawah sudut kritis sehingga medannya akan menembus dalam ke lapisan luar lapisan tipis. Variasi cahaya pada bidang yang melintang terhadap sumbu pemandu membentuk pola melintang. Di daerah ini mode-mode tersebut akan mengalami penyerapan dan penyusutan dengan cepat. Pola mode melintang di dalam pandu gelombang plat simetris ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Pola mode melintang di dalam pemandu gelombang (Keiser, 2000).

2.8 Gelombang Evanescent

Pemantulan internal total (Total Internal Reflection/TIR) menyebabkan adanya energi yang terkopel ke medium lain yang cukup rapat. Hali ini mengakibatkan sebagian energi gelombang cahaya akan hilang, dan disebut sebagai kegagalan pemantulan Frustrated Total Internal Reflection (FTIR) dan gelombang cahaya yang terkkopel ke medium lain tersebut disebut dengan gelombang evanescent. Gelombang yang ditrasmisikan tersebut terjebak dalam medium antara prisma dengan lapisan tipis. Medium antara prisma dengan lapisan tipis adalah udara dengan kerapatan sangat kecil (Gambar 2.12).

h n2

n1

n2

M2 M3 M4

(21)

Persamaan gelombang yang ditrasmisikan saat terjadi pembiasan adalah:

(2.23) Dimana pada bidang koordinat diperoleh persamaan:

(2.24) (2.25) Dimana

(2.26) Persamaan diatas merupakan persamaan akhir dari Hukum Snellius. Pada sudut kritis sin = n dan cos =0. Ketika terjadi TIR sin n, maka cos menjadi imajiner murni dan dapat ditulis:

(2.27) Jadi factor eksponensialnya adalah:

(2.28) Pada definisi real, bilangan positifnya adalah

z

h

c

p

n4

c

p

n3

n1

n2

y x

Gelombang evanescent

(22)

(2.29) Kemudian pada gelombang transmisinya menjadi

(2.30) Persamaan diatas menunjukkan bahwa amplitudo gelombang akan menurun secara eksponensial saat gelombang cahaya memasuki medium yang lebih renggang di arah y. Sedangkan bilangan i merupakan factor eksponensial yang membentuk gelombang harmonik dengan satuan amplitudo. Saat gelombang masuk ke dalam medium yang lebih renggang, nilai amplitudo akan menurun sebesar I/e

(2.31) Dengan y kedalaman penetrasi(depth penetration)(nm), sudut dasar prisma, n4

indeks bias prisma, dan n3 indeks bias udara(Pedrotti, 1993). Gelombang

Evanescent merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh adanya efek Tunneling di dasar prisma. Energi dari gelombang Evanescent ini kembali ke medium asalnya, kecuali jika suatu medium yang kedua diperkenalkan masuk ke dalam daerah dari penetrasi. Kegagalan dari pemantulan total internal (TIR) dapat diaplikasikan sebagai variabel keluaran dari pengkoplingan, dibuat dari dua prisma sudut siku-siku yang dipisahkan sepanjang permukaan diagonalnya dapat secara hati-hati disesuaikan untuk bertukar-tukar antara jumlah gelombang Evanescent yang terkopel dari prisma satu dengan prisma yang lain. Aplikasi praktis lain yang melibatkan sebuah prisma yang didekatkan pada permukaan pandu gelombang optik sehingga gelombang Evanescent muncul dari prisma dapat dikopel ke dalam pandu gelombang pada sudut (mode) perambatan yang telah ditentukan. (Pedrotti, 1993).

(23)

sudut diukur dari normal bidang, akan tetapi jika berkas cahaya menuju ke permukaan yang tidak memantulkan secara sempurna, berkas cahaya akan dibelokkan di sekitarnya. Sebenarnya cahaya tidak dibelokkan, tetapi kecepatannya berubah. Pada pemantulan total internal (dimana ni>nr) semua cahaya yang datang akan dipantulkan kembali ketika sedut datang lebih besar atau sama dengan sudut kritis θc. Sementara pada FTIR tidak seluruhnya dipantulkan, ada pancaran gelombang di sekitar medium yang terjebak yang merupakan bagian dari sinar datang pada medium.

2.9 Prisma Kopling

Prisma kopling adalah alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi mode dari planar waveguide. Parameter yang diukur dalam prisma kopling yaitu sudut datang pada dasar prisma akibat pemanduan gelombang dan jumlah mode gelombang.

Gambar 2.13. Prinsip kerja prisma kopling (a) pola bright spotterbelah (b) pola bright spotbulat penuh (Tien, 1969).

Ketika berkas cahaya mengenai prisma maka berkas cahaya dibiaskan ke dalam prisma. Akibat peristiwa pemantulan internal total maka berkas sinar tersebut dipantulkan ke dalam prisma dengan arah berbeda (Gambar 2.13). Ada tidaknya pemanduan gelombang pada lapisan tipis dapat dilihat dari pola bright

(a) (b)

n1 n2 n3 n4

h

n1 n2 n3 n4

(24)

spot. Jika pola bright spotbulat penuh maka tidak terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya tidak terkopel (Gambar 2.13.b). Jika pola bright spot terbelah maka terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya terkopel (Gambar 2.13.a).

Peristiwa pemanduan gelombang pada lapisan tipis terjadi secara berulang-ulang dengan sudut yang berbeda. Hal ini dikenal dengan mode gelombang. Mode gelombang adalah sudut-sudut yang dibentuk dalam prisma yang menyebabkan terjadinya pemanduan gelombang pada lapisan tipis. Jumlah mode gelombang ini untuk menentukan kedalaman lapisan tipis.

Ketika berkas cahaya mengenai prisma dengan sudut tertentu

, maka berkas cahaya tersebut dibiaskan ke dalam prisma (Gambar 2.14). Berkas cahaya mengenai dasar prisma sebagai sudut datang dalam prisma

dipantulkan dengan besar sudut yang sama. Berkas cahaya ada sebagian yang dibiaskan ke medium antara prisma dengan lapisan tipis yang dikenal dengan gelombang evanescent. Gelombang evanescent ini menyebabkan sebagian berkas cahaya masuk ke lapisan tipis sehingga terjadi peristiwa pemanduan gelombang dalam lapisan tipis.

Gambar 2.14. Mekanisme perambatan cahaya dalam prisma kopling (Tien, 1969).

Dari Gambar 2.14, sudut datang pada dasar prisma

dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.32 (Tien, 1969).

        

 

p o

n

(25)

Hubungan antara jumlah mode maksimum dengan ketebalan lapisan tipis pada pandu gelombang step index dirumuskan

(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental di laboratorium. Penelitian ini meliputi penumbuhan lapisan tipis pada kaca soda-lime dengan metode pertukaran ion K+ - Na+(ion exchange). Lapisan tipis yang terbentuk akan digunakan sebagai pandu gelombang. Selanjutnya lapisan tipis dikarakterisasi dengan cara menentukan indeks bias sebelum dan sesudah terdifusi dengan menggunakan refraktometer ABBE, menentukan transmitansi lapisan tipis menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Kemudian menentukan jumlah mode gelombang yang dapat dijalarkan pada lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Optik dan sub Laboratorium Fisika UPT Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret mulai bulan September sampai Desember 2009.

3.3 Alat dan Bahan yang Digunakan 1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Pemotong Kaca

b. Timbangan c. Crusible

d. Ultrasonic Cleaner

e. Furnace

f. Refraktometer ABBE

(27)

1. Prisma BK dengan indeks bias 1,51509 2. Laser He-Ne dengan λ = 632,8 nm 3. Busur derajat dengan ketelitian 0,10

4. Penggaris berjarum sebagai penunjuk skala 5. Lensa

6. Polarisator 7. Layar

8. Meja sebagai dudukan alat i. Penggerus

j. Pinset k. Gelas Beker l. Amplas m. Kawat n. Senter

Gambar alat secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kaca Soda-lime

b. Leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3 c. Monobronaftalin

d. Aquades e. Tissue

Gambar bahan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2

3.4 Prosedur Penelitian

(28)

Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap-Tahap Penelitian Perubahan Indeks Bias

Transmitansi Jumlah mode

gelombang

Analisa

Pemotongan kaca soda-lime Membuat leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3

Memasukkan kaca ke dalam leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3

Pembersihan substrat dengan ultrasonic cleaner

Karakterisasi Penyiapan alat dan sampel

(29)

Detail tentang langkah-langkah penelitian di atas dapat dijelaskan pada keterangan dibawah ini:

1. Penyiapan alat dan bahan

Penyiapan alat dan bahan dilakukan dengan menyiapkan kaca soda-lime yang digunakan untuk tempat pendeposisian KNO3 dan NaNO3. Kaca ini dipotong-potong menjadi bagian yang kecil agar dapat dimasukkan ke dalam crusible tempat proses difusi. Kaca yang telah dipotong kemudian diberi tanda dengan cara menggosokkan dengan amplas pada tepi kaca sampai tergores sedikit sehingga dapat dibedakan antara sisi permukaan yang satu dengan permukaan yang lainnya. Selain daripada itu juga menyiapkan alat-alat seperti Ultrasonic Cleaner, Furnace, Refraktometer, Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC, dan seperangkat alat Prisma Kopling.

2. Karakterisasi awal kaca soda-lime

Pada proses ini, karakterisasi awal berupa pengukuran indeks bias kaca dan transmitansi kaca soda-limesebelum dilakukan treatmentpertukaran ion K+-Na+. Indeks bias dapat diukur menggunakan Refraktometer ABBE. Untuk mengukur indeks bias diperlukan larutan monobromonaftalin. Larutan ini berfungsi untuk memperbesar nilai Numerical Aperthure (NA) sehingga pengamatan pada pengukuran menjadi lebih jelas. Transmitansi kaca diukur menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Karakterisasi awal bertujuan untuk membandingkan perubahan indeks bias dan transmitansi sebelum dan sesudah pertukaran ion (Maryanto, 2008).

3. Fabrikasi kaca dengan variasi waktu dan konsentrasi

(30)

furnace Setelah proses selesai, kaca waveguide yang terbentuk didinginkan secara normal, tujuannya adalah agar kaca waveguide tidak retak atau pecah.

Langkah diatas juga digunakan untuk konsentrasi 70 % mol KNO3 yang menggunakan suhu 3350C. (Zou, 2002). Skema penelitian digambarkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Skema Alat pendifusian 4. Pembersihan kaca waveguide

Proses pertukaran ion menyebabkan sebagian permukaan kaca waveguide yang terbentuk masih kelihatan kotor sehingga perlu dibersihkan. Proses pembersihan kaca waveguide dilakukan dengan cara dicuci dengan Ultrasonic Cleaner menggunakan aquades. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang menempel pada kaca. (Bahtiar, 2006)

5. Karakterisasi kaca waveguide

Setelah proses pendifusian selesai, kaca kemudian dikarakterstik untuk mengetahui perubahan sifat pada kaca tersebut. Indeks bias kaca soda-lime ditentukan dengan menggunakan Refraktometer ABBE (Gambar 3.3). Kaca diletakkan di dalam Refraktometer ABBE dengan terlebih dahulu diberi larutan monobromonaftalin agar tidak ada celah udara selain itu juga untuk menaikkan nilai NA pada kaca. Setelah itu tombol pada Refraktometer ABBE diatur hingga terlihat pola gelap terang kemudian batas antara gelap dan terang pada pola gelap terang yang terakhir dipaskan pada tanda silang, kemudian dilihat indeks biasnya pada skala yang ada pada Refraktometer ABBE. (Maryanto, 2008).

kaca

Leburan KNO3

(31)

Transmitansi diukur menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC (Bahtiar, 2006). Sedangkan

jumlah mode pandu gelombang dengan menggunakan metode prisma kopling ( Gambar 3.4).

5 6

6 3

1 4

2

Lensa untuk melihat skala

Tempat kaca sampel

Lensa untuk melihat pola gelap terang

Tombol pemfokus

Gambar 3.3. Refraktometer ABBE

Tempat untuk lampu Tombol pengatur

skala

(32)

Keterangan :

1. Sinar Laser. 3. Lensa cembung. 5. Kaca substrat.

2. Polarisator. 4. Prisma. 6. Layar .

Dari gambar 3.4 dapat dijelaskan bahwa sumber cahaya berasal dari sinar laser He-Ne (

= 632,8 nm), dan lapisan tipis diletakkan tepat pada bagian dasar prisma dengan serapat mungkin. Pada saat sinar laser dipancarkan maka sinar akan mengenai lensa cembung. Lensa ini berfungsi untuk memfokuskan cahaya laser agar ketika jatuh pada prisma tidak menyebar. Setelah cahaya laser fokus, kemudian prisma diputar dengan posisi cahaya laser tetap. Cahaya laser yang keluar dari prisma dilewatkan pada lensa agar dapat terlihat jelas. Bila berkas cahaya laser berbentuk bulat maka cahaya belum terkopel (Gambar 3.5b). cahaya laser akan terkopel bila terdapat garis belahan(Gambar 3.5a). Informasi yang dapat diperoleh dari karakterisasi ini adalah bagaimana bentuk pola bright spot dan jumlah mode pandu gelombang (Ulrich, 1973).

(3.5a) (3.5b)

Gambar 3.5 a Pola bentuk bright spotcahaya terkopel, b. Pola bentuk bright spotcahaya tidak terkopel.

.

6. Analisa dan kesimpulan

(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, fabrikasi lapisan tipis dilakukan dengan metode pertukaran ion. Bahan yang digunakan sebagai medium penumbuahn lapisan tipis adalah kaca soda-lime. Fabrikasi ini dilakukan dengan mencelupkan kaca soda-limeke dalam leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3pada suhu 3050C,dan 3350 C dengan waktu 25menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit, 625 menit, dan 900 menit. Ketika proses pencelupan berlangsung, maka ion Na+dari kaca soda-lime akan bertukar dengan ion K+ dari leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3. Gambaran secara ringkas proses pertukaran ion dapat ditunjukkan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Proses terjadinya pertukaran ion

Keterangan gambar:

Menunjukkan bahwa difusi dapat terjadi karena adanya kekosongan susunan atom kaca soda-lime yang disebabkan susunan atom pada kaca tidak merata. Adanya pemanasan ketika proses fabrikasi lapisan tipis mengakibatkan atom-atom di dalam kaca bergerak sehingga kekosongan atom tersebut terisi oleh atom lain (vacancy diffusion). Difusi juga dapat terjadi karena adanya penyusupan atom lain karena adanya celah di atom-atom penyusun kaca (inersitial atom).

(34)

terjadi pemanasan sebagian ion Na+yang tidak terikat kuat akan terlempar keluar dari susunan atom kaca. Selanjutnya ion K+ akan mengisi kekosongan pada susunan atom kaca soda-lime. Pada proses difusi terlihat bahwa kaca soda-lime mengambang ketika dicelupkan ke dalam leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3. Hal ini karena massa jenis leburan 50 % mol dan 70 % mol KNO3lebih besar dari massa jenis kaca soda-lime. Hal tersebut mengakibatkan penumbuhan lapisan tipis hanya terjadi pada salah satu sisi permukaan kaca saja.

4.1 Indeks Bias Kaca Waveguide

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan alat Refraktometer ABBE. Pada pengukuran ditambahkan larutan monobromonaftalin. Larutan ini berfungsi untuk memperbesar nilai Numerical Aperthure (NA) sehingga pengamatan pada pengukuran menjadi lebih jelas. Indeks bias yang diukur dalam penelitian ini adalah indeks bias sebelum dan sesudah fabrikasi. Pengukuran indeks bias dilakukan sebelum dan sesudah pertukaran ion, hal ini bertujuan untuk membandingkan perubahan indeks bias sebelum dan sesudah pertukaran ion. Data hasil pengukuran indeks bias kaca soda-lime dapat dilihat dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Indeks Bias Kaca Soda-Lime Pada Leburan 50% KNO3Pada Suhu 3050C

Kaca

Waveguide Waktu Pendeposisian

Indeks Bias Perubahan Indeks Bias Sebelum Sesudah

Sampel B1 25 1,5240 1,5250 1,0 x 10-3

Sampel B2 100 1,5240 1,5260 2,0 x 10-3

Sampel B3 225 1,5240 1,5262 2,2 x 10-3

Sampel B4 400 1,5240 1,5264 2,4 x 10-3

Sampel B5 625 1,5240 1,5266 2,6 x 10-3

(35)

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Indeks Bias Kaca Soda-Lime Pada Leburan 70% KNO3Pada Suhu 3350C

Kaca

Waveguide Waktu Pendeposisian

Indeks Bias Perubahan Indeks

Bias

Sebelum Sesudah

Sampel D1 25 1,5218 1,5230 1,2 x 10-3

Sampel D2 100 1,5218 1,5254 3,6 x 10-3

Sampel D3 225 1,5218 1,5248 3,0 x 10-3

Sampel D4 400 1,5218 1,5250 3,2 x 10-3

Sampel D5 625 1,5218 1,5240 2,2 x 10-3

Sampel D6 900 1,5218 1,5222 0,4 x 10-3

Hubungan antara perubahan indeks bias pada permukaan kaca soda-lime dengan lamanya waktu pendifusian dapat diperoleh dari Tabel diatas yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2.

150 300 450 600 750 900

0.5

(36)

Dari gambar 4.2 dapat dilihat grafik hubungan antara waktu pendifusian terhadap perubahan indeks bias yang menunjukkan bahwa indeks bias kaca soda-lime cenderung mengalami kenaikan, baik semakin lama waktu pendifusian maupun semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi. Hal ini menunjukkan bahwa indeks bias kaca soda-lime setelah pertukaran ion lebih besar dari indeks bias sebelum pertukaran ion. Penggantian ion Na+ dengan ion K+, dimana ion K+ memiliki masa, kerapatan elektron, serta polarisabilitas yang lebih besar menyebabkan susunan atom yang baru didalam kaca akan semakin rapat dan mengakibatkan naiknya indeks bias dari permukaan kaca yang mengalami pendifusian. Semakin lama waktunya maka ion K+ yang terdifusi kedalam kaca menggantikan ion Na+ semakin banyak dan semakin dalam sehingga semakin menaikkan indeks bias kaca. Begitu juga dengan semakin besar konsentrasi pendifusi semakin besar pula perubahan indeks biasnya. Hal ini dapat terjadi karena perubahan indeks bias sebanding dengan konsentrasi ion pendifusi (K+). Hubungan perubahan indeks bias dengan konsentrasi ion pendifusi dapat dilihat dalam persamaan berikut (Najafi,1992):

(4.1) Dimana CK adalah konsentrasi ion K+,Vo dan Ro berturut-turut adalah volume glass per gram dari atom-atom oksigen dan refraksi per gram dari atom-atom oksigen dalam komposisi asli, V danR adalah perubahan kuantitas hasil dari total pergantian ion asli oleh ion dopan dan n0 adalah perubahan indeks bias.

Menurut Hukum Fick Kedua hubungan konsentrasi (C) dengan waktu pendifusian (t) adalah (Najafi,1992),

(4.2)

Dimana

(37)

(4.3) Dengan ns adalah indeks bias substrat (indeks bias sebelum pendifusian).

Dalam penelitian ini, indeks bias yang terukur adalah indeks bias pada permukaan kaca (x=0) sehingga berapapun waktu pendifusian, nilai akan sama dengan nol. Karena nilai efrc(0) adalah satu maka perubahan indeks bias tetap. Bila hal ini dihubungkan dengan Gambar 4.1 maka pola dari Gambar 4.1 tersebut sesuai dengan Persamaan 4.3

Untuk sampel B yaitu sampel hasil leburan 50% KNO3 pada waktu 625 menit perubahan indeks bias mencapai nilai tertinggi setelah itu mengalami penurunan, begitu juga untuk sampel C yaitu sampel hasil leburan 70% KNO3 pada waktu 400 menit, hal ini dikarenakan pada suhu ini tercapai kondisi stabil atau dikatakan hampir jenuh sehingga proses pendifusian berlebih hampir tidak terjadi, karena jika terjadi kondisi jenuh dimana tercapai kesetimbangan kinetik proses pendesakan ion/pendifusian akan berhenti. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain (Pereira, Pelli, Righini dan Horowitz, 2002; K+/Ag+ ion-exchange glass waveguides: concentration and grand-index profil analysis from EDS, m-line and DNS).

4.2 Transmitansi

Harga transmitansi merupakan perbandingan antara intensitas cahaya yang keluar dari medium dengan intensitas cahaya yang masuk kedalam suatu medium. Besarnya intensitas cahaya yang masuk tidak sama dengan intensitas yang keluar dari medium, hal ini dapat terjadi karena jika cahaya dilewatkan pada suatu bahan/medium, maka sebagian cahaya akan dipantulkan (reflected), sebagian diteruskan (transmitted), sebagian akan diserap (absorbed) dan sebagian lagi akan disebarkan (scattered).

(38)

gelombang 200 nm -1000 nm dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4

400 500 600 700 800 900 1000 87

200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 gelombang 200 nm – 1000 nm.

400 500 600 700 800 900 1000 86

(39)

6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 0

Gambar 4.5 Grafik perbandingan transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi 50 % mol dan 70 % mol KNO3 dengan waktu 25 menit dan 900 menit.

Hasil pengukuran persen transmitansi dengan menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC dengan panjang gelombang

200 nm -1000 nm menunjukkan kaca yang tidak mengalami perlakuan memiliki nilai transmitansi yang relatif lebih besar dibandingkan yang mengalami pendifusian. Sedangkan pada kaca yang mengalami pendifusian memiliki nilai transmitansi yang relatif lebih kecil, dimana semakin lama waktu pendifusian dan semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi transmitansi semakin mengecil. Hal ini menunjukkan bahwa adanya proses pendifusian ion K+dari leburan garam KNO3 menyebabkan menurunnya nilai transmitansi dari kaca atau dengan kata lain proses pendifusian menyebabkan berkurangnya nilai intensitas yang keluar dari kaca. Dan semakin lama waktu pendifusian dan semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi menyebabkan berkurangnya nilai transmitansi. Yang berarti komposisi kaca telah berubah dengan adanya proses pendifusian. Dan perubahan komposisi dari kaca inilah yang menyebabkan faktor absorpsi, pantulan, serta hamburan semakin membesar sehingga menyebabkan intensitas cahaya yang keluar dari kaca menurun yang menyebabkan menurunnya nilai transmitansi dari kaca.

(40)

cahaya yang merupakan transfer energi dari radiasi ke bahan/medium. Begitu juga pada daerah infra merah nilai transmitansi lebih kecil karena cahaya berinteraksi dengan partikel dari bahan berupa polarisasi elektronik sehingga cahaya sebagian dikonversikan menjadi deformasi elastis dan selanjutnya berubah menjadi panas.

4.3 Mode Gelombang

1. Mode Gelombang

Pengamatan mode gelombang dilakukan dengan menggunakan metode prisma kopling. Dari pengamatan ini data yang diperoleh adalah sudut datang pada permukaan prisma bagian luar, karena sudut yang dibutuhkan adalah sudut datang pada dasar prisma maka sudut datang pada dasar prisma diperoleh dari hubungan antara sudut datang pada permukaan prisma bagian luar dengan indeks bias prisma (Persamaan 2.32). Peristiwa pemanduan gelombang dapat diamati dengan adanya pola gelap terang pada bright spot. Ketika terjadi pemanduan gelombang, maka pada layar akan nampak pola bright spot seperti pada Gambar 4.6.a. Sedangkan pada Gambar 4.6.b. menunjukkan bahwa tidak terjadi pemanduan gelombang.

(a) (b)

(41)

Munculnya pandu gelombang erat hubungannya dengan medan evanescent. Medan evanescent menurun secara eksponensial dari medium 1 ke

medium 2 (Gambar 4.7). oleh karena itu ketika menyeting alat prisma kopling sampel harus melekat erat pada dasar prisma. Pemasangan sampel yang kurang rapat menyebabkan adanya celah udara antara prisma dengan sampel. Adanya celah udara ini akan menghamburkan cahaya yang mennuju lapisan tipis. Penghamburan cahaya ini menyebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh lapisan tipis menjadi melemah bahkan tidak sampai pada lapisan. Hal ini mengakibatkan tidak teramatinya pemanduan gelombang.

Pemasangan sampel yang sangat rapat mengakibatkan pembiasan cahaya masuk ke dalam lapisan tipis. Cahaya yang masuk ke dalam lapisan tipis akan terkungkung di dalamnya sehingga akan merambat di sepanjang lapisan dengan pola zig-zag. Perambatan ini terjadi akibat adanya perbedaan indeks bias antara lapisan tipis dengan ruang di sekitarnya.

Gambar 4.7. Medan evanescentmenurun secara eksponensial (Moller, 1988).

Fenomena munculnya belahan pada bright spot (mode gelombang) menunjukkan bahwa telah terjadi pemanduan gelombang cahaya. Syarat agar dapat terjadi mode gelombang adalah (Pedrotti, 1993):

1. Mempunyai sudut datang pada batas lebih besar dari pada sudut kritis hingga 900(θc<θd<900), θd= sudut datang; θc= sudut kritis.

jarak antar medium medium 1

medium 2

Gelombang evanescent

(42)

2. Mempunyai pergeseran fase sebesar  = m 2

; m= bilangan bulat.

2. Jumlah Mode Gelombang

(43)

3 0 3 5 4 0

(44)

semakin besar kedalaman difusi, jumlah gelombang yang dihasilkan semakin banyak.

3. Kedalaman Difusi

Kedalaman lapisan tipis yang terbentuk dapat ditentukan secara tidak langsung dengan menggunakan parameter perubahan indeks bias kaca dan jumlah mode gelombang yang terpadu. Kedalaman difusi untuk sampel dengan konsentrasi ion pendifusi 50 % mol KNO3 dengan suhu 3050C dan sampel dengan konsentrasi ion pendifusi 70 % mol KNO3dengan suhu 3350C dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kedalaman difusi untuk sampel dengan konsentrasi ion pendifusi 50 % mol KNO3 dengan suhu 3050C dan sampel dengan konsentrasi ion pendifusi 70 % mol KNO3dengan suhu 3350C

Sampel Kaca t (Menit) M n2 n1 d(μm)

Sampel B1 25 9 1,5240 1,5250 51,57037

Sampel B2 100 7 1,5240 1,5260 28,35761

Sampel B3 225 13 1,5240 1,5262 50,21163

Sampel B4 400 12 1,5240 1,5264 44,37452

Sampel B5 625 9 1,5240 1,5266 31,97420

Sampel B6 900 21 1,5240 1,5258 89,67757

Sampel D1 25 18 1,5218 1,5230 94,21910

Sampel D2 100 11 1,5218 1,5254 33,22978

Sampel D3 225 11 1,5218 1,5248 36,40498

Sampel D4 400 6 1,5218 1,5250 19,22608

Sampel D5 625 14 1,5218 1,5240 54,11311

Sampel D6 900 12 1,5218 1,5222 108,80910

(45)

soda-lime semakin banyak sehingga memungkinkan ion pendifusi yang masuk ke kaca semakin dalam.

4. Perubahan Indeks Bias Terhadap Kedalaman

Kedalaman difusi dapat digunakan untuk menentukan besarnya indeks bias untuk kedalaman yang berbeda-beda. Persamaan 2.10 menunjukkan hubungan indeks bias dengan kedalaman difusi. Hubungan kedalaman indeks bias ditunjukkan pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 sebagai berikut

0 1 0 20 30 4 0 50 60 7 0 8 0 90 10 0 1 .52 40

1 .52 45 1 .52 50 1 .52 55 1 .52 60

1 .52 65 T25m enit T100m enit t225m enit T400m enit T625m enit T900m enit

In

d

e

k

s

b

ia

s

kedalam an difusi (



m )

(46)

0 20 40 60 80 100 120 1.5220

1.5225 1.5230 1.5235 1.5240 1.5245 1.5250 1.5255

T25menit T100menit T225menit T400menit T625menit T900menit

In

d

e

k

s

b

ia

s

kedalaman difusi (



m)

Gambar 4.11.Grafik hubungan indeks bias terhadap perubahan kedalaman difusi untuk kaca yang didifusi dengan konsentrasi 70% KNO3pada suhu 3350C

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dalam penelitian ini telah dilakukan fabrikasi dan karakterisasi optic pandu gelombang bidang pada kaca soda-lime hasil pertukaran ion K+ dan Na+. Hasil-hasil yang diperoleh menunjukkan lapisan tipis sebagai pemandu gelombang yang terbentuk pada permukaan kaca soda-lime berpola graded index. Hasil pengukuran indeks bias kaca soda-limemenggunakan Refraktometer ABBE cenderung mengalami kenaikan, baik semakin lama waktu pendifusian maupun semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi. Sedangkan hasil pengukuran persentase transmitansi dengan menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC dengan panjang gelombang 200 nm -1000 nm memberikan informasi bahwa semakin lama waktu pendifusian dan semakin tinggi konsentrasi ion pendifusi sehingga menyebabkan berkurangnya nilai transmitansi. Jumlah mode gelombang yang diperoleh dari hasil lapisan tipis yang terbentuk dengan menggunakan metode prisma kopling adalah:

 Untuk kaca yang didifusi dengan konsentrasi 50 % mol KNO3pada suhu 3050C

a. Waktu pendifusian 25 menit, jumlah mode gelombang 9 mode. b. Waktu pendifusian 100 menit, jumlah mode gelombang 7 mode. c. Waktu pendifusian 225 menit, jumlah mode gelombang 13 mode. d. Waktu pendifusian 400 menit, jumlah mode gelombang 12 mode. e. Waktu pendifusian 625 menit, jumlah mode gelombang 9 mode. f. Waktu pendifusian 900 menit, jumlah mode gelombang 21 mode.

 Untuk kaca yang didifusi dengan konsentrasi 70 % mol KNO3pada suhu 3350C

(48)

e. Waktu pendifusian 625 menit, jumlah mode gelombang 14 mode. f. Waktu pendifusian 900 menit, jumlah mode gelombang12 mode. Kedalaman difusi yang diperoleh dari hasil penelitian adalah:

 Untuk kaca yang didifusi dengan konsentrasi 50 % mol KNO3pada suhu 3050C

a. Waktu pendifusian 25 menit, kedalaman difusi sebesar 51.570 μm. b. Waktu pendifusian 100 menit, kedalaman difusi sebesar 28,358 μm. c. Waktu pendifusian 225 menit, kedalaman difusi sebesar 50,212μm . d. Waktu pendifusian 400 menit, kedalaman difusi sebesar 44,375 μm. e. Waktu pendifusian 625 menit, kedalaman difusi sebesar 31,974μm . f. Waktu pendifusian 900 menit, kedalaman difusi sebesar 89,678 μm.

 Untuk kaca yang didifusi dengan konsentrasi 70 % mol KNO3pada suhu 3350C

a. Waktu pendifusian 25 menit, kedalaman difusi sebesar 94,219 μm. b. Waktu pendifusian 100 menit, kedalaman difusi sebesar 33,230 μm. c. Waktu pendifusian 225 menit, kedalaman difusi sebesar 36,405 μm. d. Waktu pendifusian 400 menit, kedalaman difusi sebesar 19,226 μm. e. Waktu pendifusian 625 menit, kedalaman difusi sebesar 54,113 μm. f. Waktu pendifusian 900 menit, kedalaman difusi sebesar 108,809 μm.

5.2 Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Almeida, R.M., 2005, Optical and Photonic Glasses, IMI for New Fuctionality in Glass, lehigh University, http:/rm1.cc.lehigh.edu:8080/dept/IMI/OPGpdf. Bahtiar, A., Fitrilawati., Yuliah , Y., Joni, M., 2006, Fabrikasi Dan Karakterisasi

Pandu Gelombang Planar Polimer Terkonjugasi, FMIPA, Universitas Padjajaran.

Cisco, 2001, Fundamentals of DWDM Technology, http://www. cisco.com/ univercd/ cc/ td/ doc/ product/ mels/ cm 1500/ dwdm dwdm_ovr. htm # wp1021853

Hendayana, S., 1994, Analitik Instrumen Kimia,IKIP semarang Press: Semarang. Hendriyana, Y.F., 2006, Mengenal Komunikasi Serat Optik, ISP Terasnet

Wireless Internet. http://yulian.firdaus.or.id/2006/11/21/fiber-optik/, [akses: 10 Juli 2009].

Keiser, G., 2000, Optical Fiber Communications, Third Edition, The Mc Graw-Hill Companies Inc., Usa.

Maryanto, J., 2008, Studi Sifat Optic Lapisan Tipis Berpola Graded Index Pada Kaca Nd:Alumunium Fluoride Yang Dibuat Dengan Metode Pertukaran Ion, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Moller, K. D., 1988, Optics, University Science Books, Mill Valley, California, USA.

Najafi, I. S., 1992, Introduction to Glass Integrated Optics, Artech House Inc., Boston London.

Pedrotti, F. L. and Pedrotti, L. S., 1993, Introduction to Opticcs, Second Edition, Prentice-Hall International Inc., USA.

Pereira, M, B., Pelli, S., Rifhini, G, C., and Horowitz, F., 2002, K+/Ag+ Ion-Exchanged Glass Waveguides: Concentration And Graded-Index Profile

(50)

Salavcova, 2004, Planar Optical Waveguide In Newly Developed Er: Silicate Glasses: A Comparative Study Of K+ And Ag + Ion Exchange, Tcheque

Republique. Letters. Vol.49, N1pp.53-57

Shelby J.E, 1997. Introduction to Glass Science and Technology, The Royal Chemistry, USA.

Tien, P. K., 1969, Modes Propagating Light Waves in Thin Deposited Semikonductor Films, Applied Physics Letters, Vol. 14, p.291-294

Tim Elektron HME-ITB, 2000, Sistem Komunikasi Serat Optik. http://www.elektroindonesia.com/elektro/el0400b.html,[akses: 12 Juli 2009]

Ulrich, R., Torge, R., 1973, measurement of thin film parameters with a prisma coupler, Applied Optic.Letters.Vol.12, 2901

(51)

Gambar

Gambar 2.1 Laju pendinginan Leburan material (Shelby, 1997)
Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca. (a) Struktur
Tabel 2.2. Titik lebur dri beberapa garam dalam proses pertukaran ion
Gambar 2.7. Sinar datang dari medium rapat ke medium renggang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya untuk menciptakan, memperhatikan dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan adalah dengan memberikan jasa yang berkualitas secara konsisten dan nilai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat rasio kesehatan bank terhadap kinerja keuangan Bank Umum Syariah dan

The objective of this study therefore was to determine the soluble, bound and total CT content of three legumes Cassia rotundifolia, Lablab purpureus and Macroptilium

Mobile Surveyor bertujuan untuk memberikan layanan informasi berupa lokasi (koordinat) dan gambar dari suatu tempat kepada user lain yang berada di daerah lain.. Aplikasi ini

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik membuat aplikasi berbasis web untuk memberikan informasi dan dapat mempermudah

ac:tivi_ties: listening and

Ada beberapa tahapan dalam pembelajaran berbasis proyek adalah: (1) memilih satu materi IPA di Sekolah Dasar yang perlu dibuat alat peraga dalam proses pembelajaran; (2)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).. dalam