• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desentralisasi dan Otonomi Daerah. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Desentralisasi dan Otonomi Daerah. docx"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas petunjuk dan hidayah-nyalah makalah Hukum Administrasi Negara berjudul “Tinjauan Desentralisasi dan Dekonsentrasi dalam Otonomi Daerah di Indonesia: Pembahasan dan Penerapan” dapat terlaksana dengan cukup baik dan tepat waktu. Belakangan ini, isu otonomi daerah menjadi isu yang hangat diperbincangkan.Hal ini dikarenakan keberadaan otonomi daerah dirasa menjadi sangat penting agar terciptanya perimbangan antara pemerintah pusat yang berkedudukan di Ibukota Jakarta dengan pemerintah daerah yang berkedudukan di daerah.Hal ini juga untuk melepaskan stigma Jakarta-Sentris yang amat kental pada masa orde baru dan mewujudkan adanya good-governance dengan partisipasi masyarakat umum yang lebih aktif, terutama masyarakat umum di daerah.

Beberapa hal yang menjadi ujung tombak dari pelaksanaan konsep otonomi daerah adalah adanya desentralisasi dan dekonsentrasi. Antara desentralisasi dengan dekonsentrasi serta pula pemerintah daerah adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Dengan adanya desentralisasi dan dekonsentrasi, maka konsep otonomi daerah menjadi benar-benar terlaksana.

Dalam karya tulis ini penulis mencoba memadukan beberapa teori dari Desentralisasi dan Dekonsentrasi denganaplikasinya dalam otonomi daerah. Penulis telahberusaha memberikan penjelasan yang cukup komprehensif,namun seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, sehingga penulis menyadari masihterdapat banyak kekurangan mulai dari sistematika penulisan hingga materi dari penulisan ini, maka dari itu itu saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan oleh penulis.Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.

Akhir kata, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah . Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua dan makalah ini dapat bermanfaat bagi FHUI , UI dan Indonesia. Depok, 10 Desember 2013

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...1

DAFTAR ISI ...2

BAB I PENDAHULUAN A Latar belakang ...3

B. Rumusan Masalah ...3

C. Tujuan Penulisan ...3

D. Metode Penulisan ...4

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN 1. Pengertian dan TeoriDesentralisasi...5

2. Pengertian dan Teori Dekonsentrasi...10

3 Istilah dan Pengertian Otonomi Daerah...16

4. Sejarah Desentralisasi dan Dekonsentrasi...17

B. HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DENGAN DESENTRALISASI DAN DEKONSENTRASI 1. Hubungan Otonomi Daerah dengan Desentralisasi...23

2. Hubungan Otonomi Daerah dengan Dekonsentrasi...25

C.MASALAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH DAN SOLUSI KE DEPAN 1. Masalah Otonomi Daerah...27

2. Solusi atas Permasalahan. ...29

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan...32

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan penjabaran fakta dariWorld Bank, Indonesia termasuk sebagai negara yang melaksanakan dentuman besar desentralisasi dan dekonsentrasi(Big Bang Decentralization), bersama tiga negara lainnya yaitu Filipina, Pakistan dan Ethiopia1. Khusus di Indonesia sendiri saat ini telah melakukan perubahan besar dalam pola pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.Dari segi historis, munculnya otonomi daerah merupakan bentuk respon “Veta comply” terhadap sentralisasi yang sangat kuat di masa orde baru. Telah berpuluh puluh tahun lamanya sistem sentralisasi pada era orde baru tidak membawa perubahan yang cukup signifikan dalam pengembangan kreatifitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat daerah.

Pada hakikatnya, pelaksanaan konsep desentralisasi dan dekonsentrasi dalam otonomi daerahtelah berlangsung cukup lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan itu diproklamirkan, dan mencapai puncaknya pada era reformasi dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang “Perimbangan Keuangan” yang kemudian direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

Kemudian jika ditinjau dari perspektif konstitusional, Indonesia merupakan negara unitaris yang terdesentralisasi. Hal tersebut dapat tercermin pada Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.Selanjutnya pada Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (6) mempertegas bahwa Indonesia adalah negara yang mengamalkan konsep otonomi daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya.Pada tataran konstitusi, sebenarnya sebagian besar bangsa Indonesia sudah tidak lagi mempermasalahkan bentuk negara tersebut, meskipun masih terdapat gerakan-gerakan yangingin mengubahnya

(4)

menjadi negara federalis2. Maka dari itu, sebenarnya yang menjadi permasalahan utamaakhir akhir ini terdapat pada proses implementasi dari konstitusi dan undang-undang itu sendiri.

Salah satu contohnya adalah penerapan hukum positif yang berlaku saat ini yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 , faktanya dalam menjalankan aktivitas pemerintahan sehari-hari masih banyak pejabat yang tidak mengenal dan menggunakan paradigma yang berlaku di dalam UU ini. Sebagai contoh, masih banyak pemerintah kabupaten yang membuat peraturan daerah tentang pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa,yang isinya menyatakan bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada bupati. Padahal sebenarnya UU Nomor 32 Tahun 2004 maupun PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa tidak menyatakan demikian.

B. Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan desentralisasi dan dekonsentrasi? b. Apakah yang dimaksud dengan Otonomi Daerah?

c. Bagaimana hubungan desentralisasi dan dekonsentrasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?

d. Apakah dampak adanya Otonomi Daerah di Indonesia?

e. Apakah solusi yang tepat untuk memperbaiki sistem Otonomi Daerah yang sudah ada?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini agar penulis lebih mengetahui secara mendalam bahwa Desentralisasi dan Dekonsentrasi memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia dalam upaya menciptakan dan meningkatkan pembangunan suatu Bangsa.

Adapun tujuan khusus disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.

2Lihat misalnya buku “Federalisme Untuk Indonesia”, oleh Adnan Buyung Nasution yang disunting oleh

(5)

D. Metode Penulisan

Metode penulisan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan Studi Kepustakaan, yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku dan literatur serta informasi lainnya baik media online ataupun media cetak yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

1. Pengertian dan Teori Desentralisasi

Desentralisasi saat ini telah menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal di setiap Negara, dengan berbagai macam bentuk penerapan dan permasalahannya.Hal ini sesuai dengan fakta di lapangan bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara monopoli oleh sentralisasi, hal ini mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Definisi tentang desentralisasi sendiritelah ditulis oleh para ahli yang jumlahnya sangatbanyak. Menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran terhadap desentralisasi ternyata sangat beragam dikarenakan perbedaan latar belakang politik, pengalamandan pengaruh bentuk negara di mana masing masing mereka tinggal dan berkembang, serta pendekatan terhadap desentralisasipun juga sangat bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain3.

Pendapat Ahli beberapa diantaranya yaitu, Soenobo Wirjosoegito yang memberikan definisi Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu4.

3Nick Devas, Indonesia: What do we mean by decentralisation? Public Administration and Development, Jurnal vol. 17 , hal 351-36..

(6)

Soejito (1990) menjelaskan bahwa desentralisasi sebagai suatu sistem dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi , dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.

Pendapat Bank Dunia (1999) menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan alat mencapai tujuan pemberian pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis5.

Dari pengertian diatas, maka secara umum dapat dijelaskan bahwaDesentralisasi mengandung beberapa hal yaitu :

a.Adanya pelimpahan wewenang dan urusan dari Pemerintah pusat.

b. Adanya Daerah-Daerah yang menerima pelimpahan wewenang dari penyerahan urusan.

c. Daerah-Daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

d. Kewenangan dari urusan yang dilimpahkan adalah kewenangan dari urusan rumah tangga Daerah yang bersangkutan.

Agar diperoleh pandangan yang kontekstual dan holistik,didalam menjelaskan definisi desentralisasi, tim penulis selain mengambil dari beberapa pendapat para ahli ,juga mengemukakan definisi menurut undang-undang yang saat ini digunakan di Indonesia yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004. Jika ditinjau dari sudut formal, menurut pasal 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun 2004, diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.a. Manfaat Desentralisasi

Para pakar-pakar menyimpulkan bahwa melalui desentralisasi tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :

(7)

1. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintahan. a. Efisiensi

Melalui desentralisasi, kesejahteraan masyarakat di daerah diharapkanakan lebih cepat terwujud karena pemerintah daerah akan lebih cepat dan fleksibel untuk bertindak atas respon perubahan lingkungan dan kebutuhan masyarakat di daerah. Desentralisasi juga lebih melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan ketimbang menunggu keputusan dari pemerintah pusat sehingga kehidupan demokrasi lebih terwujud, lebih memberi ruang untuk berkreasi dan berinovasi, dan menghasilkan semangat kerja, komitmen dan produktivitas yang lebih tinggi 6

b. Efektivitas

Dengan desentralisasi, ujung tombak pemerintahan yaitu aparat didaerah akan lebih cepat mengetahui situasi dan masalah sehingga dapat mencarikan jawaban bagi pemecahan masalah yang ada. Hal ini artinya harus dibarengi dengan penerapan manajemen partisipasi, yaitu selalu melibatkan aparat tersebut dalam pemecahan masalah.

2. Memungkinkan melakukan inovasi

Dengan diberikannya kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, secara tidak langsung akan mendorong mereka untuk menggali potensi-potensi baru yang dapat mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan dan pembangunan sehari-hari terutama dari sisi ekonomi serta penciptaaniklim pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah.

3. Meningkatkan motivasi moral, komitmen dan produktivitas.

Melalui desentralisasi, aparat pemerintah daerah diharapkan akan meningkatkan kesadaran moral untuk memelihara kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat, kemudian akan timbul suatu komitmen dalam diri mereka bagaimana melaksanakan urusan-urusan yang telah dipercayakan kepada mereka,

(8)

serta bagaimana menunjukan hasil-hasil pelaksanaan urusan melalui tingkat produktivitas yang mereka miliki7.

1.b Tujuan Desentralisasi

Terdapat 3 (tiga) tujuan desentralisasi , yaitu yang pertamatujuan politik, untuk menciptakan suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratis dan berbasis pada kedaulatan rakyat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pemilihan kepala daerah, dan legislatif secara langsung oleh rakyat.

Selanjutnya yaitu tujuan administrasi, agar pemerintahan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah dan bermitra dengan DPRD dapat menjalankan fungsinya untuk memaksimalkan nilai 4E yakni efektifitas, efisiensi, equity (kesetaraan), dan ekonomi.

Terakhir yaitu tujuan sosial ekonomi, berupaya untuk mewujudkan pendayagunaan modal sosial, modal intelektual dan modal finansial masyarakat sehingga dapat tercipta kondisi kesejahteraan masyarakat secara luas8

Selain itu, preferensi penduduk lebih terakomodasikan (Oates 1972; Manin, Przeworski and Stokes 1999), tingkat akuntabilitas ditingkat lokal akan menjadi lebih baik karena lebih mudah mempertanggungjawabkan kinerja pemerintah daerah terhadap dewan perwakilan setempat (Peterson, 1997), manajemen fiskal menjadi lebih baik (Meinzen-Dick, Knox and Gregorio 1999), dan tingkat pertumbuhan ekonomi dan jaminan pasar akan menjadi lebih baik (Wibbels 2000). Pendek kata, cukup banyak literatur sangat optimis bahwa tingkat efisiensi menjadi lebih baik, tingkat korupsi juga akan berkurang (Fisman, dkk. 2002), dan akan terjadi peningkatan demokratisasi dan partisipasi (Crook and Manor 1998).9

1.c Kategori Desentralisasi

7Bambang Yudoyono. Desentralisasi dan Pengembangan SDM aparatur pemda dan anggota DPRD,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal

8Oswar Mungkasa,Desentralisasi dan Otonomi daerah di Indonesia : Konsep, Pencapaian, dan Agenda kedepan diakses dari

http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_Indonesia_Konsep_Pencapaian_dan_ Agenda_Kedepan ,10 Desember 2013 pukul 21.28

(9)

Rondinelli (1989) mengklasifikasikan desentralisasi berdasarkan tujuannya menjadi empat bentuk, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, desentralisasi pasar, dan desentralisasi administratif10.

(i) Desentralisasi politik, digunakan oleh pakar ilmu politik yang menaruh perhatian besar di bidang demokratisasi dan masyarakat sipil untuk mengidentifikasi transfer kewenangan pengambilan keputusan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah atau kepada masyarakat atau kepada lembaga perwakilan rakyat.

Dengan demikian desentralisasi politik juga melimpahkan kewenangan pengambilan keputusan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, agar mendorong masyarakat dan perwakilan mereka untuk berpartisipasi di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat bawahan merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan secara independen, tanpa intervensi dan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi.

Desentralisasi politik bertujuan memberikan kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan kepada masyarakat melalui perwakilan yang dipilih oleh masyarakat sehingga dengan demikian masyarakat dapat terlibat dalam penyusunan dan implementasi kebijakan.Biasanya desentralisasi dalam bidang politik merupakan bagian dan upaya demokratisasi sistem pemerintahan.

(ii) Desentralisasi pasar, umumnya digunakan oleh para ekonom untuk menganalisis dan melakukan promosi barang dan jasa yang diproduksi melalui mekanisme pasar yang sensitif terhadap keinginan dan melalui desentralisasi pasar barang-barang dan pelayanan publik diproduksi oleh perusahaan kecil dan menengah, kelompok masyarakat, koperasi, dan asosiasi swasta sukarela. desentralisasi ekonomi, bertujuan lebih memberikan tanggungjawab yang berkaitan sektor publik ke sektor swasta.

(iii) Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit pemerintah non pusat (sub-national government). Desentralisasi administratif,

(10)

memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien

(iv) Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan pemulihan biaya dalam pelayanan publik, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara lebih tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk melakukan pinjaman berdasar kebutuhan daerah11

2. Pengertian dan Teori Dekonsentrasi

Dasar diselenggarakannya Dekonsentrasi adalah karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi.Disamping itu, sebagai konsekuensi negara kesatuan, di Indonesia memang tidak dimungkinkan semua wewenang pemerintah didesentralisasikan dan diotonomkan sekalipun kepada daerah.Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi karena dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubenur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah di daerah, dalam pengertian ini adalah untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota. Sementara itu, dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi sendiri adalah12:

 Terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

 Terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah;

 Terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan

antarpemerintahan di daerah;

11Ragawino, Bewa. Makalah : Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah diIndonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pajajaran,Bandung, 2003, hal 3

(11)

 Teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya

daerah;

 Tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan;

 Pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum

masyarakat;

 Terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink Dekonsentrasi adalah suatu attribrutie / penyerahan kewenangan menurut hukum publik kepada pejabat-pejabat departemen.Dari pengertian tersebut, beliau menyimpulkan bahwasanya saripati dari pengertian tersebut adalah perwakilan dari badan-badan yang didesentralisasikan terdiri dari pejabat-pejabat departemen. Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan bahwasanya badan-badan yang dapat didekonsentrasikan sendiri antara lain adalah badan-badan yang termasuk dalam kelompok badan propinsi, kotamadya, badan perairan (waterschap) demikian pula lichamen / badan-badan yang dibentuk menurut Bab V dan VI Undang-Undang Dasar 1945.13

Menurut Ramlan Surbakti, Dekonsentrasi menggambarkan Pemerintah Lokal sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat karena pemerintah lokal menerima tugas dan kewenangan negara dari pemerintah pusat. Maka dari itulah, pemerintah lokal dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan Negara tersebut tunduk dan bertanggung jawab penuh kepada pemerintah pusat. Walaupun demikian, pemerintah lokal tetap memiliki sejumlah keleluasaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan tersebut sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.14Ciri –ciri dari dekonsentrasi sendiri adalah:

 Bentuk pemencaran dari dekonsentrasi adalah dalam bentuk pelimpahan;

 Pemencaran pada dekonsentrasi terjadi kepada pejabat / perseorangan;

 Yang dipencarkan pada dekonsentrasi bukan urusan pemerintah, tetapi wewenang untuk melaksanakan sesuatu;

 Yang dilimpahkan dalam dekonsentrasi tidak menjadi urusan rumah tangga sendiri.

13 Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink, 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi terjemahan Prof. Dr. Ateng Syarifudin, S.H., Bandung: Refika Aditama, hal.29

(12)

Selain itu, dalam dekonsentrasi segala urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pejabatnya didaerah tetap menjadi tanggung jawab daeri pemerintah pusat yang meliputi:

Kebijaksanaan;

Perencanaan;

Pelaksanaan;

Pembiayaan;

Perangkat pelaksanaan.

Dalam hal Pelaksanaan dari dekonsentrasi serta ditinjau dari wilayah pembagian negara, maka dekonsentrasi melahirkan pemerintahan local administratif, yakni daerah administratif meliputi tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan.Pemerintahan local administratif ini diberi tugas atau wewenang menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan pusat yang ada di daerah.15

Dalam peraturan perundang-undangan, tepatnya dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah, Dekonsentrasi diuraikan dalam pengertian yang lebih singkat, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan dijelaskan secara lebih rinci bahwasanya selain kepada Gubernur dan Instansi vertikal di wilayah tertentu, dekonsentrasi dapat pula diberikan kepada pejabat pemerintahan di daerah.

Selain itu pula, dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan pula bahwasanya Prinsip dari penyelenggaraan dekonsentrasi adalah melalui pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kementerian dan lembaga. Dalam hal pendanaan dari dekonsentrasi, menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah bahwasanya Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan, hal ini dapat disebut pula dengan dana dekonsentrasi. Dana dekonsentrasi ini berasal dari Anggaran Pendapat Belanja Negara. Asal dana dekonsentrasi yang berasal dari Anggaran Pendapat Belanja Negara ini didasarkan atas fakta bahwasanya urusan

15Presentasi Implementasi Fungsi Dekonsentrasi Dalam Kerangka Sistem Negara Kesatuan Yang Terdesentralisasi, dalam Seminar Proposal Program Pasca Sarjana Pendidikan Doktor (S3) Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Oleh Tri Widodo W. Utomo,

(13)

pemerintah yang dibiayai dari dana ini adalah urusan yang pada dasarnya adalah urusan pemerintah pusat, namun dilimpahkan kepada pihak yang didekonsentrasikan. Hal ini berbeda dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang membiayai urusan pemerintah yang sudah diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah.

Mengenai badan-badan yang dapat dikonsentrasikan selain Gubernur, disebut pula instansi vertikal dapat menjadi badan yang didekonsentrasikan. Instansi vertikal menurut Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah perangkat departemen dan / atau lembaga pemerintah non departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi. Tidak layaknya pada Gubernur dimana dana tersebut dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagai Dana Dekonsentrasi, Dana untuk keperluan dekonsentrasi pada instansi vertikal yang didekonsentrasikan dialokasikan secara khusus dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagai dana instansi vertikal pusat di daerah.

2.a Pelaksanaan Dekonsentrasi

Urusan pemerintah yang dapat didekonsentrasikan antara lain adalah urusan pemerintah yang menjadi wewenang pemerintah di bidang;

politik luar negeri, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang

politik luar negeri antara lain, mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga Negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan Negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.

pertahanan, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang pertahanan antara lain, mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan Negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan Negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer bela Negara bagi setiap warga negara dan sebagainya.

(14)

negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keaman negara dan sebagainya.

yustisi, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang yustisi antara lain, mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya.

moneter dan fiskal nasional, yang termasuk urusan pemerintahan di bidang moneter dan fiskal nasional antara lain, mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang, dan lain sebagainya.

agama, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang agama antara

lain, menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaran kehidupan keagamaan, dan lain sebagainya.

Yang juga perlu diingat adalah urusan pemerintahan yang dapat dikonsetrasikan tidak terbatas pada 6 (enam) urusan pemerintahan tersebut.Selain 6 (enam) urusan pemerintahan tersebut, urusan pemerintahan di luar 6 (enam) urusan pemerintahan, pemerintah pusat dapat men-dekonsentrasikan-nya kepada wakil pemerintah pusat di daerah ataupun gubernur selaku wakil pemerintah pusat.16

Urusan pemerintah tersebut didekonsentrasikan oleh instansi vertikal di daerah.Sementara urusan pemerintah lainnya yang didekonsentrasikan kepada perangkat pusat di daerah, diselenggarakan sendiri oleh instansi vertikal tertentu yang berada di daerah.Sementara itu Gubernur sebagai pihak yang didekonsentrasikan berwenang dalam sebagian urusan pemerintah.17 Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah, gubernur sebagai wakil Pemerintah melakukan:

sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah;

16Artikel Pembagian Urusan Pemenrintah dalam Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Sie. Analisis Keuangan Daerah Ditama Binbangkum Badan Pemeriksa Keuangan RI,

jdih.bpk.go.id/wp-content/.../UrusanDekonTP.pdf, diakses 4 Desember 2013

17 Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam Negeri,

(15)

 penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan program dan kegiatan

dekonsentrasi;

 koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan.

Selain daripada itu, dalam hal pelaksanaan dekonsentrasi dapat pula dilakukan penarikan atas pelaksanaan dekonsentrasi yang dilakukan oleh pihak yang didekonsentrasikan. Hal tersbeut dapat dilakukan apabila:

 urusan pemerintahan tidak dapat dilanjutkan karena Pemerintah mengubah kebijakan;

 pelaksanaan urusan pemerintahan tidak sejalan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dalam pelaksanaan dekosentrasi dikenal pula adanya Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD), satuan kerja ini berfungsi sebagai organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dekonsentrasi/tugas pemerintahan di bidang tertentu di daerah provinsi, kabupaten, atau kota. Salah satu bentuk pelaksanaan dari Satuan kerja ini adalah fungsinya dalam hal pelaksanaan urusan pemerintah yang didekonsentrasikan kepada gubernur melalui penetapan. Selain itu satuan kerja ini juga bertugas untuk menyusun pertanggung jawaban pelaksanaan dekonsentrasi yang nantinya akan dilaporkan kepada gubernur dan kementerian dan/atau lembaga terkait.

3. Pengertian dan Teori Otonomi Daerah

Otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18

Menurut Suwandi19, filosofi dari otonomi daerah adalah (i) eksistensi pemerintah daerah dibuat untuk menciptakan kesejahteraan secara demokratis; (ii) setiap kewenangan yang diserahkan ke daerah harus mampu menciptakan kesejahteraan dan demokrasi; (iii) kesejahteraan dicapai melalui pelayanan publik; (iv) pelayanan pubik dapat bersifat pelayanan dasar maupun bersifat pengembangan sektor unggulan

(16)

.

3.a Faktor-faktor yang mendukung Otonomi Daerah

Esensi Otonomi Daerah adalah berkembangnya Daerah dengan kemandirian yang mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, sesuai dengan konsep-konsep otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Faktor-faktor yang mendukung otonomi Daerah antara lain :

a. Sumber Daya Manusia;

b. Kemampuan Keuangan Daerah; c. Sarana dan Prasarana;

d. Organisasi dan Manajemen.

Hal ini sesuai dengan Kaho (1988) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi Daerah adalah :

(1) Manusia pelaksananya harus baik ; (2) Keuangan harus cukup dan baik ; (3) Peralatannya harus cukup dan baik ; (4) Organisasi dan Manajemen harus baik.

Sedangkan kriteria keberhasilan Daerah Otonom untuk mengurus rumah tangganya sendiri yaitu :

a. Kemampuan Struktur organisasinya, yaitu Pemerintah Daerah menampung segala aktifitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggungjawabnya. Jumlah unit-unit beserta macamnya cukup mencerminkan kebutuhan pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab yang cukup jelas;

b. Kemampuan aparatur Pemerintah, yaitu aparatur Pemerintah Daerah mampu

menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah, keahlian, moral disiplin dan kejujuran serta saling menunjang tercapainya tujuan;

c. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat, dengan struktur organisasi dan kelincahan aparatur Pemerintah tetap dituntut agar rakyat mau berperan serta dalam kegiatan pembangunan;

(17)

4. Sejarah Desentralisasi dan Dekonsentrasi di Indonesia

Kurun Waktu Prinsip Otonomi dan Landasan Yuridis

1903 (Belanda) Sentralisasi

Stb 18552/2

Decentralisatie Wet 1903

1942-1945 (Jepang) Sentralisasi

Osamu Sirei No.27 Thn 2602 (1942)

1945-1959 Demokratis, Otonomi Luas, Desentralisasi

UU No.1 Tahun 1945 UU No.22 Tahun 1948 UU No.1 Tahun 1957

1959-1966 Otoriter, Sentralistik,Dekonsentrasi

Penpres No.18/1959 UU No.18/1965

1966 -1969/1971 Demokratis, Otonomi Luas, Desentralisasi

TAP MPRS No.21/1966

1971-1998 Otoriter, Sentralistik, Dekonsentrasi

TAP MPR No.IV/1973 UU No.5/1974

UU No.5/1979

1998- sekarang Demokratis, Otonomi Luas, Desentralisasi

TAP MPR No.IV/1998 UU No.22/1999 UU No.25/1999 UU No.32/2004 UU No.33/2004

Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30365/4/Chapter%20II.pdf

4.a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda

(18)

mengenal desentralisasi hanya sentralisasi dengan menjalankan dekonsentrasi. Secara hirarkis di Jawa dikenal istilah Gewest (Residentie), Afdeeling, District, dan Onder-district.

Tahun 1903 Pemerintah Kerajaan belanda menetapkan Wethoudende Decentralisatie van het bestuur in Nederlandsch Indie (Stb.1903/329) yang dikenal dengan istilah Decentralisatie 1903. Dengan terbentuknya peraturan ini terdapat kemungkinkan untuk membentuk Gewest atau bagian Gewest yang mempunyai pengelolaan keuangan sendiri untuk membiayai segala kegiatannya.20

4.b Masa Pendudukan Jepang

Pada awalnya pemerintahan bekas wilayah jajahan Belanda di bagi kedalam 3 komando yang dilaksanakan oleh komando angkatan masing masing yang disebut Gunseikan. Komando tersebut adalah :

a. Sumatera dibawah komando Panglima Angkatan darat XXV yang berkedudukan di Bukittinggi.

b. Jawa dan Madura berada dibawah Komando Panglima Angkatan darat XVI yang berkedudukan di Jakarta.

c. Daerah lainnya berada di bawah Komando Panglima Angkatan Laut yang berkedudukan di Makasar.

Pada tanggal 11 September 1943 kekuasaan pemerintah berada pada satu tangan, yaitu tangan Saikosikikan yang berkedudukan sebagai Gubernur Jenderal. Dibawah Saikosikikan segala sesuatu dilakukan oleh Kepala Staf (Gunseikan) yang sekaligus sebagai kepala staf angkatan perangnya. Aturan yang dikeluarkan oleh Saikosikikan disebut Osamuseirei dan yang dikeluarkan oleh kepala staf disebut Osamukanrei. Osamuseirei nomor 3 yang dkeluarkan oleh saikosikikan mengatur pemberian wewenang kepada Walikota yang semula hanya berhak untuk mengatur rumah tangga, selanjutnya diwajibkan juga untuk menjalankan urusan Pemerintahan Umum.21

20Wijoyo Kusumo, Sejarah Desentralisasi di Indonesia, diakses pada

http://wijoyokusumo.wordpress.com/2010/08/11/sejarah-desentralisasi-di-indonesia/ , 10 Desember 2013, pukul 22.48

(19)

4.c Masa Orde Lama

Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945.Ditetapkanya undang-undang ini merupakan resultante dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan-kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme, undang-undang ini menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah.Didalam undang-undang ini pula ditetapkan 3 jenis otonom, yaitu Karasidenan, Kabupaten dan Kota.

Pada periode berlakunya undang-undang ini, otonomi daerah diberikan kepada daerah bersamaan pada saat pembentukan daerah melalui undang-undang berupa kewenangan pangkal dan sangat terbatas. Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penyerahan urusan ( desentralisasi ) kepada daerah. Undang-undang ini berumur kurang lebih 3 tahun karena diganti dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 1948.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan Daerah yang demokratis. Didalam undang-undang ini ditetapkan 2 jenis otonom daerah, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa serta 3 tingkatan daerah otonom yaitu, provinsi, kabupaten dan desa. Mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah.Pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan undang-undang tentang pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah. Sebanyak 33 peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang diterbitkan dalam periode ini meliputi 7 bidang urusan, baik kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.Undang-undang pembentukan Daerah tingkat I dan Daerah Tingkat II, memberlakukan secara mutadis ketentuan-ketentuan yang menyangkut penyerahan urusan tersebut kepada Daerah tingkat I dan Daerah tingkat II yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948.

(20)

perhatian pemerintah sebagai konsekuensi logis dari ketentuan pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, dimana pemerintah diwajibkan melaksanakan politik desentralisasi disamping dekonsentrasi. Berkenaan dengan itu, pada masa berlakunya undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 terdapat kurang lebih 10 peratutan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang diterbitkan sebelumnya. Berbeda dengan peraturan pemerintah yang mengatur penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah Tingkat I berlaku untuk seluruh Indonesia.

Selanjutnya yaitu undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya seperti undang-undang yang digantikannya. Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Undang-undang-Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969, dengan adanya pernyataan tidak berlakunya undang-undang ini pada saat ditetapkannya Undang-undang yang menggantikannya.Dengan adanya pernyataan undang-undang Nomor 6 Tahun 1969.Berbagai ketentuan yang ditetapkan dengan undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak dapat dilaksanakan.Prinsip otonomi yang dianut adalah otonomi yang seluas-luasnya.Tetapi justru pada periode berlakunya undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 ini tidak ada peraturan pemeritah yang diterbitkan dalam rangka penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah.

4.d Masa Orde Baru

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di daerah, dibuat dan diundangkan sebagai pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965. Penggantian ini berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XXI/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa pemerintah dan DPR gotong royong ditugaskan untuk meninjau kembali UU No.18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Realisasi ketetapan MPRS baru bisa diwujudkan 9 tahun kemudian dengan diundangkannya undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.Undang-undang ini mengatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat didaerah.Kekeliruan yang lebih mengutamakan desentralisasi pernah diperbaiki, dengan memberikan pengakuan terhadap pentingnya asas dokonsentrasi. Undang-undang ini berumur paling panjang yaitu 25 tahun dan kemudian digantikan dengan undang-undang Nomor 22 Tahin 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999.22

(21)

4.d Era Reformasi

Bermula dari Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dilanjutkan dengan 7 Mei 1999, lahirlah UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, menggantikan UU No. 5/1974 yang sentralistik.

Kedua undang-undang ini mengatur wewenang otonomi yang diberikan luas kepada pemerintah tingkat kabupaten dan kota. Selain itu bupati dan walikota pun dinyatakan bukan lagi sebagai aparat pemerintah yang hierarkis di bawah gubernur. Jabatan tertinggi di kabupaten dan kota itu merupakan satu-satunya kepala daerah di tingkat lokal, tanpa bergantung pada gubernur.

Setiap bupati dan walikota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola daerah kekuasaannya. Keleluasaan atas kekuasaan yang diberikan kepada bupati/walikota dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks and balances) yang memadai antara eksekutif dan legislatif. Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan sendiri pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi kepentingan dan pengaruh politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri di tingkat daerah atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Undang-undang yang baru juga mengatur bahwa setiap peraturan daerah dapat langsung dinyatakan berlaku setelah disepakati sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini kontras berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan adanya persetujuan dari penguasa pemerintahan yang lebih tinggi bagi setiap perda yang akan diberlakukan.

(22)

daerah. Namun, praktik-praktik politik yang menyusul setelah itu masih belum sepenuhnya memperlihatkan adanya otonomi yang demokratis.

Hubungan pusat dan daerah juga masih menyimpan ancaman sekaligus harapan. Menjadi sebuah ancaman karena berbagai tuntutan yang mengarah kepada disintegrasi bangsa semakin besar. Bermula dari kemerdekaan Timor Timur (atau Timor Leste) pada tanggal 30 Agustus 1999 melalui referendum. Berbagai gelombang tuntutan disintegrasi juga terjadi di beberapa daerah seperti di Aceh, Papua, Riau dan Kalimantan. Meskipun ada sejumlah kalangan yang menganggap bahwa kemerdekaan Timor Timur sudah seharusnya diberikan karena perbedaan sejarah dengan bangsa Indonesia dan merupakan aneksasi rezim Orde Baru, tetapi efek domino yang timbulkannya masih sangat dirasakan, bahkan dalam MoU Helsinki yang menghasilkan UU Pemerintahan Aceh.Gejolak terus berlanjut hingga, Aceh dan Papua akhirnya diberi otonomi khusus.

Menjadi harapan, karena Amandemen kedua konstitusi, telah mengubah wajah Pemerintahan Daerah menjadi lebih demokratis dan lebih bertanggung jawab. Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 (redaksi baru), Perubahan Kedua, berbunyi, “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemreintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat“. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 tidak dapat dibaca secara terpisah dengan Pasal 18 ayat (1) dan (5) UUD 1945 (redaksi baru).

Dalam pemhaman ini, M. Laica Marzuki mengatakan, bentuk negara (de staatsvorm) RI secara utuh harus dibaca -dan dipahami- dalam makna: Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang disusun berdasarkan desentralisatie, dijalankan atas dasar otonomi yang seluas-luasnya, menurut Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 (redaksi baru) juncto Pasal 18 ayat (1) dan (5) UUD 1945 (redaksi baru).

(23)

No. 25/1999 tersebut. UU No. 32 Tahun 2004 ini sempat mengalami perubahan berdasarkan UU No. 8 tahun 2005 dan UU No. 12 tahun 2008.

Tahun 2007, kemudian dikeluarkan PP No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan. Walau telah dibagi-bagi kewenangan pusat dan daerah, namun PP ini dipandang telah menegasikan kewenangan daerah. Revisi lebih komprehensif kemudian diwacanakan kembali pada UU No. 32/2004 untuk lebih menterjemahkan lebih kongkrit kewenangan pusat dan daerah. 23

B. HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DENGAN DESENTRALISASI DAN DEKONSENTRASI

1. Hubungan Otonomi Daerah dengan Desentralisasi

Penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom bermakna peralihan kewenangan secara delegasi, lazim disebut delegation of authority.Dengan demikian, pemberi delegasi kehilangan kewenangan itu, semua beralih kepada penerima delegasi.Berbeda ketika pelimpahan wewenang secara mandatum, pemberi mandat atau mandator tidak kehilangan kewenangan dimaksud. Mandataris bertindak untuk dan atas nama mandator. Sebagai konsekuensinya bahwasanya pemerintah pusat kehilangan kewenangan dimaksud. Semua beralih menjadi tanggungjawab daerah otonom, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai urusan pemerintah pusat, Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan, bahwasanya urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi a. politik luar negeri, b. pertahanan, c. keamanan, d. yustisi, e. moneter dan fiskal, f. agama.24

Pusat tidak boleh mengurangi, apalagi menegasikan kewenangan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah otonom. Namun demikian, daerah otonom-daerah otonom tidak boleh melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI. Betapa

23Ade Suerani, Sejarah Desentralisasi di Indonesia (Selesai), diakses

padahttp://hukum.kompasiana.com/2010/07/26/sejarah-desentralisasi-di-indonesia-selesai-205206.html

, 11 Desember 2013, 21.54

(24)

pun luasnya cakupan otonomi, desentralisasi yang mengemban pemerintahan daerah tidaklah boleh meretak-retakkan bingkai Negara Kesatuan RI.

Secara formal normatif, arah desentralisasi sudah cukup baik. Namun, dalam tataran empiris komitmen pemerintah pusat tidak konsisten. Praktek-praktek monopoli dan penguasaan urusan-urusan strategis yang menyangkut pemanfaatan sumber daya alam termasuk perizinan di daerah, dikuasai pusat.

Intervensi pusat pada daerah begitu besar.Penyerahan urusan/wewenangan yang semestinya dilakukan dengan penyerahaan sumber keuangan tidak dilakukan.Pusat melakukan penganggaran pembangunan daerah tanpa melibatkan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pembiayaan fungsi-fungsi pemerintahan di daerah lebih dominan berasal dari APBN, yang semestinya diserahkan sebagai dana perimbangan untuk APBD

Robert Reinow dalam buku Introduction to Government, mengatakan bahwa ada 2 (dua) alasan pokok dari kebijaksanaan membentuk pemerintahan di daerah.Pertama, membangun kebiasaan agar rakyat memutuskan sendiri sebagian kepentingannya yang berkaitan langsung dengan kedaerahan.Kedua, memberi kesempatan kepada masing-masing komunitas yang mempunyai tuntutan yang bermacam-macam untuk membuat aturan-aturan dan programnya sendiri. Menurut Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi ada 4 (empat) macam25, yaitu:

1. Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.

2. Dasar pemeliharaan dan pengambangan prinsip-prinsip pemerintahan asli. 3. Dasar kebhinekaan.

4. Dasar negara hukum.

2. Hubungan Otonomi Daerah dengan Dekonsentrasi

Otonomi Daerah yang merupakan suatu pemberian wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri dan berdaya untuk membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya terdiri atas dua instrumen, yakni instrumen politik dan instrumen administrasi / manajemen.Dimana kedua instrumen tersebut secara bersama-sama digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya lokal

(25)

daerah, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan masyarakat di daerah.26

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, yakni;

Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan;

Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi sebagai konsep perwujudan otonomi daerah di bidang ketatanegaraan.

Berdasarkan dua nilai dasar tersebut, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang dianut di Indonesia adalah:

nyata, bahwa otonomi daerah secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi

dan kondisi obyektif di daerah;

bertanggung jawab, bahwa pemberian otonomi daerah harus diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air;

dinamis, bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah selalu menjadi sarana dan

dorongan untuk lebih baik dan lebih maju.

Dekonsentrasi sendiri adalah konsep perwujudan pelaksanaan dari otonomi daerah.Pelaksanaan dekonsentrasi dilakukan setelah dilihat bahwasanya tidak semua tugas-tugas teknis pemerintahan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang antara lain adalah untuk

(26)

mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang efisien, dan agar masyarakat luas terutama masyarakat di daerah dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan di daerahnya masing-masing.27Dekonsentrasi sebagai konsep perwujudan pelaksanaan otonomi daerah antara lain diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa dekonsentrasi adalah asas penyelenggaraan pemerintah oleh pemerintah pusat. Dalam Undang-Undang ini disebutkan pula bahwa sesungguhnya otonomi daerah di Indonesia dapat dikategorikan sebagai “otonomi terkontrol”, hal ini dikarenakan dalam penyelenggaran urusan pemerintahan dibutuhkan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten / kota, ataupun antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai suatu sistem pemerintahan yang utuh.Pelaksanaan “otonomi terkontrol” ini sesungguhnya merupakan bagian dari kebijakan pemerintah pusat untuk mewujudkan otonomi daerah yang protektif.

D. MASALAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH DAN SOLUSI KE DEPAN

1. Masalah Otonomi Daerah

Sejak dicanangkannya otonomi daerah pada tahun 2000, melalui diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah terbentuk daerah otonom baru sebanyak 205 buah yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota. Dengan perkataan lain terjadi peningkatan 68% dari jumlah daerah otonom tahun 1998 atau secara rata rata dalam satu tahun lahir 20 daerah otonom baru Sehingga daerah otonom menjadi sebanyak 530 unit (propinsi, kabupaten, kota)28Selengkapnya pada Tabel 2.

Hasil evaluasi efektifitas pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah belum mencapai tujuan yang hakiki dari otonomi daerah

27Ibid

28Daftar Jumlah Provinsi, Kabupaten atau Kota seluruh Indonesia, diakses pada

(27)

yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.Kesimpulan ini merupakan hasil kajian Direktorat Otonomi Daerah Bappenas pada tahun 201129.

Tabel 2 Perkembangan Jumlah Daerah Otonom antara Tahun 1999 – 2013 JUMLAH DAERAH OTONOM 1999 PERUBAHAN 2013

Jumlah provinsi 26 7 33

Jumlah kabupaten 234 165 399

jumlah kota 59 39 98

Jumlah Total Daerah Otonom(*) 319 211 530

.

(*) Angka ini tidak termasuk 1 Kabupaten dan 5 Kota di Provinsi DKI Jakarta adalah daerah administratif dan bukan daerah otonom

Adapun indikator pengukuran efektifitas pelaksanaan otonomi daerah yang dipergunakan adalah sebagai berikut.

a. Angka Kemiskinan. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah daerah yang berada di bawah garis kemiskinan tidak berkurang.

b. Kualitas SDM. Kualitas sumber daya manusia masih belum memadai.

c. Pemenuhan hak dasar. Masih banyak anak-anak putus sekolah, diskriminasi layanan kesehatan masih banyak dijumpai. Berdasar data BPS, pada tahun 2009 masih banyak propinsi dengan indeks pembangunan manusia (IPM) jauh dibawah rata-rata nasional yaitu 19 propinsi.

d. Lapangan kerja dan angka pengangguran. Angka pengangguran masih cukup tinggi.

e. Pengembangan infrastruktur seperti jalan, penerangan dan air minum. Kondisi jalan dengan kualitas rusak berat, rusak ringan, dan tidak mantap jumlahnya masih signifikan. Masih terdapat sekitar 7 persen desa yang belum terlayani listrik. Masih sekitar 70 juta penduduk belum mendapat layanan air minum, bahkan perilaku buang air besar (BAB) masih dilakukan oleh sekitar 60 juta penduduk. f. Pemberdayaan ekonomi. Upaya penciptaan lapangan pekerjaan belum

menunjukkan hasil yang menggembirakan.

g. Kualitas pengelolaan pemerintahan berdasar prinsip Kepemerintahan yang Baik (Good Governance). Manurut hasil riset Booz-Allen dan Hamilton pada tahun

(28)

1999, menunjukkan bahwa Indonesia masih masuk dalam kategori poor governance. Tertinggal dibanding Negara Asia Tenggara lainnya.

Di sisi lain, dampak negatif juga terjadi diantaranya (i) banyak kebocoran (korupsi) dan penggunaan anggaran yang tidak efisien dan efektif; (ii) terbukanya potensi kegaduhan yang disebabkan oleh ketidaksiapan daerah dan ketidaklengkapan desain regulasi untuk mengimplementasikan proses desentralisasi, berupa desentralisasi KKN dan duplikasi Perda yang justru berlawanan dengan spirit otonomi daerah. Jika sebelumnya watak KKN lebih bersifat vertikal dengan institusi di atas mengambil bagian yang paling besar, maka sejak era otonomi watak KKN lebih bersifat horizontal dengan setiap lini penyelenggara pemerintah (daerah) mengambil bagian yang sama. Contoh lainnya, pemerintah daerah mencoba meningkatkan penerimaan daerah akibat orientasi kepada PAD yang berlebihan.Masalahnya adalah, peningkatan PAD tersebut dibarengi dengan kebijakan-kebijakan duplikatif sehingga sangat memberatkan masyarakat dan pelaku ekonomi pada khususnya30. Sebagian besar Perda-perda tersebut dianggap menjadi penyebab munculnya high cost economy (ekonomi biaya tinggi) sehingga tidak mendukung upaya peningkatan iklim usaha di Indonesia, baik dalam bentuk pajak, retribusi, maupun non-pungutan.

Temuan lain juga mengemukakan bahwa kebijakan desentralisasi tak luput dari serangkaian permasalahan seperti munculnya pembengkakan organisasi daerah, terjadinya oligarki politik oleh elit lokal maupun gejala pembangkangan daerah terhadap pemerintah pusat.

2. Solusi atas Permasalahan

Memperhatikan isu utama dalam pelaksanaan otonomi daerah yang telah banyak mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah, dibutuhkan langkah nyata dalam menanggapi isu dimaksud.Beberapa agenda yang dipandang perlu dan segera untuk dilakukan adalah.

Penyusunan Desain Besar Otonomi Daerah Tahun 2015-2025

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama, namun pelaksanaannya masih terkesan berubah-ubah bahkan pada era reformasi perubahan

(29)

regulasi terkait otonomi daerah berlangsung dalam waktu yang singkat. Sebagai ilustrasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanya efektif selama 5 tahun dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Untuk itu, perlu disiapkan langkah penyiapan naskah akademik dengan melibatkan berbagai pihak. Desain Besar ini akan dilengkapi dengan peta jalan yang sekaligus merupakan masukan bagi penyusunan RPJMN Tahun 2015-2019.

Penyempurnaan regulasi otonomi daerah dan sinkronisasi dengan regulasi

sektoral terkait

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian isu terdahulu bahwa salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap hasil pelaksanaan otonomi daerah adalah keberadaan regulasi sektoral, yang ketika tumpang tindih akan menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Untuk itu, agenda utama yang perlu dilakukan adalah sinkronisasi keseluruhan regulasi terkait otonomi daerah, baik sektoral maupun yang terkait langsung dengan otonomi daerah, termasuk regulasi di pusat (undang-undang, PP, permen, juklak, juknis, maupun daerah (perda). Sebagai konsekuensi logisnya, undang-undang otonomi daerah kemungkinan besar juga akan direvisi.

Salah satu masukan terkait revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berasal dari Hakim Konstutusi Akil Mochtar (2012), yang menyatakan bahwa sesuai dengan Program Legislasi Nasional (Proglenas) 2010, UU Nomor 32 Tahun 2004 akan direvisi menjadi tiga Rancangan Undang-Undang (RUU): RUU tentang Pemerintahan Daerah, RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan RUU tentang Desa.

Untuk itu, menurut Mochtar (2012), setidaknya terdapat 22 isu strategis yang dirumuskan dalam RUU Pemerintahan Daerah antara lain: (1) pembentukan daerah otonom; (2) pembagian urusan pemerintahan; (3) daerah berciri kepulauan; (4) pemilihan kepala daerah; (5) peran gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah; (6) Muspida; (7) perangkat daerah; (8) kecamatan; (9) aparatur daerah; (10) peraturan daerah; (11) pembangunan daerah; (12) keuangan daerah; (13) pelayanan publik; (14) partisipasi masyarakat; (15) kawasan perkotaan; (16) kawasan khusus; (17) kerjasama antardaerah; (18) desa; (19) pembinaan dan pengawasan; (20) tindakan hukum terhadap aparatur Pemda; (21) inovasi daerah; (22) dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).

(30)

Pembangunan daerah yang berkualitas masih sulit dicapai, ketika proses perencanaan pembangunan daerah belum mendapat perhatian. Untuk itu, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah peningkatan kualitas para pimpinan dan staf perencana melalui pendidikan dan pelatihan perencanaan berkala, dan peningkatan kualitas rapat koordinasi wilayah., pembenahan sistem informasi, peningkatan kualitas data, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala dan tepat waktu.

Peningkatan kualitas pengendalian program melalui pengembangan sistem

informasi otonomi daerah yang menerapkan manajemen pengetahuan

Salah satu kelemahan pelaksanaan otonomi daerah adalah tidak terpantaunya kegiatan secara memadai, yang terutama diakibatkan oleh kesulitan mengakses data pencapaian. Akibatnya hasil evaluasi pelaksanaan otonomi daerah menjadi kurang berkualitas. Untuk itu, perlu dikembangkan konsep manajemen pengetahuan yang pada intinya menjaga aliran data dan informasi mulai dari pengumpulan data dasar, pengolahan, pendistribusian dan bahkan meningkatkan data dan informasi tersebut menjadi pengetahuan. Beberapa hal yang akan tercakup adalah sistem informasi, mekanisme monitoring dan evaluasi, ketersediaan akses bagi semua., pusat informasi di tiap daerah..

Pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pemantauan dan evaluasi secara partisipatif

Selama ini proses desentralisasi dan otonomi daerah terlalu fokus pada aspek kepemerintahan, dengan melupakan bahwa filosofi otonomi daerah diantaranya adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses ini. Akibatnya masyarakat hanya menjadi obyek.Untuk itu, dibutuhkan upaya bertahap untuk mulai melibatkan masyarakat dimulai dengan melakukan sosialisasi secara intensif, menyelenggarakan dengan pendapat publik, melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi secara partisipatif. Dengan demikian diharapkan dukungan masyarakat akan membantu meningkatkan kualitas otonomi daerah.

Pengembangan alternatif sumber pembiayaan pemerintah daerah

(31)

pembiayaan.Diantara yang dapat dilakukan adalah efisiensi anggaran, revitalisasi perusahaan daerah, dan kerjasama dengan swasta.

Pembenahan forum komunikasi otonomi daerah

Pelaksanaan otonomi daerah menjadi kepentingan semua pihak, sehingga keterlibatan pemangku kepentingan menjadi suatu keniscayaan. Untuk itu, dibutuhkan suatu forum yang dapat membantu mengakomodasi semua kepentingan, baik pemerintah, dan pihak di luar pemerintah termasuk masyarakat. Forum yang ada selama ini dapat dioptimalkan perannya dalam meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan

Otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Konstitusi, sebagai dasar dari segala peraturan perundang-undangan, menghendaki adanya otonomi daerah secara tegas sebagaimana disebut dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Untuk melaksanakan otonomi daerah sendiri terdapat beberapa cara dalam melaksanakannya, antara lain adalah dengan menggunakan konsep desentralisasi dan dekonsentrasi.

(32)

bermakna sebagai suatu peralihan kewenangan secara delegasi, atau lazim disebut delegation of authority.Dengan demikian, pemberi delegasi kehilangan kewendangan itu, semua beralih kepada penerima delegasi.Dilihat dari pembiayaannya, kegiatan desentralisasi dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.Hal ini karena urusan pemerintah yang sudah diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah bukan menjadi kewenangan pemerintah pusat lagi, maka wajar bila pembiayaannya berasal dari daerah itu sendiri.Setelah desentralisasi dilaksanakan, diharapkan terciptanya suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratik berbasis pada kedaulatan rakyat, terciptanya pemerintahan daerah yang efektif, efisien, setara, dan terciptanya kesejahteraan masyarakat secara luas dan merata.

Dekonsentrasi sendiri sebagai bentuk pelaksanaan lain dari otonomi daerah diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi. Dekonsentrasi sendiri digambarkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.Istilah ini muncul atas dasar fakta bahwasanya pemerintah daerah dalam dekonsentrasi menerima tugas dan kewenangan negara dari pemerintah pusat. Maka dari itulah, pada dekonsentrasi, pemerintah daerah dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan Negara tersebut tunduk dan bertanggung jawab penuh kepada pemerintah pusat. Dari segi pembiayaan sendiri, Asal dana dekonsentrasi berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ini didasarkan atas fakta bahwasanya urusan pemerintah yang dibiayai dari dana ini adalah urusan yang pada dasarnya adalah urusan pemerintah pusat, namun dilimpahkan kepada pihak yang didekonsentrasikan. Maka dari itu, wajar jika sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.Dalam hal bentuknya, dekonsentrasi tidak seperti desentralisasi yang berbentuk delegasi, dekonsentrasi berbentuk atribusi berupa penyerahan kewenangan.Pelaksanaan dari dekonsentrasi, dilakukan oleh suatu Satuan Kerja Pelaksana Daerah seperti Gubernur dan instansi vertikal pemerintah pusat yang berkedudukan di daerah. Sementara itu, dalam hal urusan pemerintah yang didekonsentrasikan, dalam dekonsentrasi meliputi antara lain bidang politik luar negari, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, serta moneter dan fiskal nasional.

(33)

bukannya tanpa hasil, beberapa hasil telah ditelurkan dari pelaksanaan konsep ini, antara lain dalam hal meningkatnya kepedulian dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat lokal, perangkat pemerintahan daerah yang mulai memiliki komitmen yang makin kuat dalam hal pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta pemerintah daerah yang sudah mulai “proaktif” untuk saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan yang sama-sama mereka hadapi.

Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan otonomi daerah, dapat dilakukan penyusunan grand design dari otonomi daerah untuk lebih memfokuskan pelaksanan otonomi daerah secara nasional kedepannya, sinkronisasi dan penyempurnaan regulasi otonomi daerah dengan regulasi sektoral terkait, peningkatan kualitas proses perencanaan pembangunan daerah serta pengendalian program melalui pengembangan sistem informasi otonomi daerah yang menerapkan manajemen pengetahuan, pembenahan proses pemekaran daerah sehingga sesuai dengan grand design, pelibatan masyarakat dalam hal baik itu pengambilan keputusan, pemantauan, serta evaluasi secara lebih partisipatif, pembenahan forum komunikasi otonomi daerah, dan Pengembangan alternatif sumber pembiayaan pemerintah daerah.

(34)

DAFTAR PUSTAKA Regulasi

1. Undang Undang Dasar 1945

2. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR-RI/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

3. UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Indonesia Daerah 4. UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah 5. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

6. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Desentralisasi dan Tugas Perbantuan

Buku

1. Buyung, Adnan.2000.Federalisme Untuk Indonesia. Jakarta: Kompas, 2000

2. Devas, Nick.1998. Indonesia: What do we mean by decentralisation? Public Administration and Development, Birmingham, Jurnal vol. 17.

3. Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink diterjemahkan oleh Prof. Dr. Ateng Syarifudin, S.H., 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi Bandung: Refika Aditama

(35)

5. Dr.Ir.H.Muhammad,Fadel.REINVENTING LOCAL GOVERNMENT, PENGALAMAN DARI DAERAH. Jakarta : Elex Media Komputindo. Call Number : 320.8 FAD r

6. Ragawino, Bewa.2003. Makalah : Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah diIndonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pajajaran,Bandung.

7. Rondinelli, D.A.1990.Decentralisation, Territorial Power and the State: A CriticalResponse,Development and Change, New Delhi : Sage Publications

8. Prof. Surbakti, Ramlan M.A., PhD, 1992.Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia,

9. Soenobo Wirjosoegito.2004.Proses & Perencanaan Peraturan Perundangan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Call Number : [340 SOE p (1), 340 SOE p (2)]

10. Suwandi.2005.Menggagas Otonomi Daerah di Masa Depan,Jakarta:Samitra Media Utama.

11. Yudoyono, Bambang.2002.Desentralisasi dan Pengembangan SDM aparatur pemda dan anggota DPRD. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.Call Number : 351.1 BAM o

Website

1. Ade Suerani, Sejarah Desentralisasi di Indonesia (Selesai), diakses

pada

http://hukum.kompasiana.com/2010/07/26/sejarah-desentralisasi-di-indonesia-selesai-205206.html , 11 Desember 2013, 21.54

2. Karen Evieta Putri, Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Negara

(36)

pada

http://alsaindonesia.org/site/desentralisasi-dan-otonomi-daerah-dalam-negara-kesatuan-republik-indonesia/ , 10 Desember 2013, Pukul 22.56

3. Oswar Mungkasa, 2012. Desentralisasi dan Otonomi daerah di Indonesia :

Konsep, Pencapaian, dan Agenda kedepandari

http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_I

ndonesia_Konsep_Pencapaian_dan_Agenda_Kedepan , diakses pada 10

Desember 2013, pukul 21.28

4. Tri Widodo W. Utomo, Presentasi Implementasi Fungsi Dekonsentrasi Dalam

Kerangka Sistem Negara Kesatuan Yang Terdesentralisasi, dalam Seminar Proposal Program Pasca Sarjana Pendidikan Doktor (S3) Administrasi Publik

UGM,

http://www.slideshare.net/triwidodowutomo/dekonsentrasi-dlm-kerangka-negara-kesatuan-yg-terdesentralisasi, diakses pada 1 Desember

2013, pukul 13.50

5. Turkina,Presentasi Mata Kuliah Kewarganegaraan Jurusan MKU Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta,

http://www.slideshare.net/jayamartha/kewarganegaraan-15-otonomidaerah,

diakses 4 Desember 2013

6. Wijoyo Kusumo, Sejarah Desentralisasi di Indonesia, diakses pada

http://wijoyokusumo.wordpress.com/2010/08/11/sejarah-desentralisasi-di-indonesia/ , 10 Desember 2013, pukul 22.48

7. Daftar Jumlah Provinsi, Kabupaten atau Kota seluruh Indonesia, diakses pada

http://www.otda.kemendagri.go.id/otdaii/otda-iia.pdf, 13 Desember 2013,

pukul 11.58

8. Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas. Pemetaan dan Evaluasi EfektivitasRegulasi Sektoral dan Desentralisasi terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.Info Kajian Bappenas Vol. 8 No. 2 Desember

2011http://otda.bappenas.go.id/index.php?

(37)

option=com_content&view=article&id=121%3Alaporan-kegiatan-direktorat-otonomi-daerah-bappenas&catid=1%3Alatest-news&lang=in , diakses pada 12 Desember 2013 Pukul 09.53

9. Artikel Pembagian Urusan Pemenrintah dalam Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Sie. Analisis Keuangan Daerah Ditama Binbangkum Badan Pemeriksa Keuangan RI, jdih.bpk.go.id/wp-content/.../UrusanDekonTP.pdf,

diakses 4 Desember 2013

10. Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam

Negeri, http://bangda.kemendagri.go.id/berita.php?p=profil&id=dk-tp, diakses 1 Desember 2013.

DISCLAIMER : Tulisan ini diperuntukan Penulis untuk kepentingan tugas perkuliahan sehingga apabila terdapat kekeliruan mohon dikoreksi. Sebagai insan akademis yang taat. jika ingin men Copy-Paste harap izin ke

(38)

Gambar

Tabel 2  Perkembangan Jumlah Daerah Otonom antara Tahun 1999 – 2013

Referensi

Dokumen terkait

Dipilihnya faktor internal religiusitas dan regulasi emosi dalam penelitian ini, menurut Jalaluddin (2016) bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor

Pelaksanaan (implementing) Hasil proses observasi dan wawancara terhadap subjek penelitian mengenai pelaksanan kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini di PIAUD-RA Ibnu

Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT Perusahaan Listrik Negara dinyatakan dalam Tarif Dasar Listrik Tahun 2000, berdasarkan Golongan

1. Pemahaman terhadap ajaran agama telah dapat dimiliki, sedangkan dalam usia sebelumnya pemahaman terhadap ajaran agama masih dipengaruhi oleh fantasi dan belum

Pendapat tersebut sesuai dengan penelitian yang menggambarkan bahwa hasil biomassa total yang tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian dosis pupuk kandang ayam 20 ton/ha

Data yang diperoleh dari pengujian ini, ekstrak air umbi bawang tiwai memiliki efek antiinflamasi karena bawang tiwai memiliki kandungan flavonoid terbukti dari hasil skrining

 Dukung pasien dan orang lain yang signifikan untuk mengevaluasi hasil dari interaksi sosial, memberikan reward pada diri sendiri untuk hasil yang positif dan penyelesaian masalah

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efek sitotoksik ekstrak etanol, fraksi polar, semipolar, dan nonpolar daun jambu biji terhadap sel kanker kolon WiDr