• Tidak ada hasil yang ditemukan

jenis jenis Obat Analgetik pptx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "jenis jenis Obat Analgetik pptx"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

FARMAKOLOGI

(2)

Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering

mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.

      

(3)

Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya

terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2

yang pertama Hiperalgesia yang dapat

menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.

(4)

 Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit

 Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa

senang dan gembira apabila digunakan sebagai mana mestinya

 Tidak mempengaruhi pernapasan

 Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi

(5)

Analgetik dibagi menjadi dua yaitu :

1. Analgetik Opoid/Narkotika.

2. Analgetik Non-narkotika.

(6)

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker.

Analgesik opioid digunakan untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat, terutama yang pada bagian viseral. Penggunaan berulang dapat mengakibatkan

ketergantungan dan toleransi, tapi ini bukan alasan tidak digunakannya dalam mengatasi nyeri pada penyakit

terminal. Penggunaan opioid kuat mungkin sesuai untuk beberapa kasus nyeri kronis non-keganasan; pengobatan sebaiknya diawasi oleh dokter spesialis dan kondisi pasien sebaiknya dikaji setiap interval tertentu

(7)
(8)

Kodein merupakan prodrug, karena di saluran pencernaan kodein diubah menjadi bentuk

aktifnya, yakni morfin dan

kodeina-6-glukoronida Sekitar 5-10% kodein akan diubah menjadi morfin, sedangkan sisanya akan

menjadi bentuk yang bebas, atau terkonjugasi dan membentuk kodeina-6-glukoronida (70%), norkodeina (10%), hidromorfona (1%).  Seperti halnya obat golongan opiat lainnya, kodein

dapat menyebabkan ketergantungan fisik, namun efek ini relatif sedang bila

dibandingkan dengan senyawa golongan opiat lainnya.

(9)

Golongan Sediaan Penyakit/indikasi

Penghilang nyeri golongan opioid (analgesik opioid)

Tablet: 30 mg (fosfat)

(10)

Indikasi

 Meredakan nyeri hebat, antitusif, diare Kontraindikasi

 Depresi saluran nafas, penyakit obstruksi paru-paru, juga pada kondisi dimana

hambatan perilistatik harus dihindari, pada kejang perut.

(11)

Nyeri ringan sampai sedang, per oral, DEWASA 30-60 mg tiap 4 jam bila perlu, maksimal

240mg/hari; ANAK 1-12 tahun, 0.5-1 mg/kg tiap 4-6 jam bila perlu; maksimal 240 mg sehari

(12)

Euforia, gatal-gatal, muntah, mual,

mengantuk, miosis, penahanan urine, depresi pernafasan dan jantung, depresi mental,

lemah, gugup, insomnia, hipotensi, hipersensitif.

Penggunaan jangka panjang

mengakibatkan toleransi ketergantungan.

Pada dosis besar menyebabkan kerusakan hati.

(13)

Kodein merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP) yang dapat menyebabkan depresi pernafasan, vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus, stimulasi kremoreseptor dan penekanan reflek batuk.

(14)
(15)

Morfin merupakan jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau

narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah dan

berkepanjangan atau kronis. Morfin bekerja pada saraf dan otak sehingga tubuh tidak merasakan rasa sakit.

Meskipun memiliki manfaat besar, morfin juga dapat menyebabkan ketergantungan. Risiko ketergantungan ini bahkan lebih tinggi pada pasien yang di masa lalunya pernah

kecanduan alkohol atau narkoba.

(16)

Menghentikan pengobatan morfin yang telah berlangsung jangka panjang juga tidak bisa sekaligus, terutama pada pasien yang

menggunakan morfin dalam dosis besar. Hal ini dapat menimbulkan gejala putus obat

seperti kegelisahan, tubuh berkeringat, nyeri otot, dan mual. Untuk mengatasinya dokter akan mengurangi dosis secara bertahap

(17)

Jenis obat Analgesik opium

Golongan Obat resep

Manfaat Meredakan rasa sakit yang parah

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak

Bentuk obat Tablet, kapsul, cairan yang diminum, dan suntik

(18)

Berikut ini adalah dosis awal pemberian morfin bagi orang dewasa atau bagi yang telah memiliki berat badan lebih dari 50 kilogram.

 Untuk morfin tablet, dosis yang diberikan biasanya berkisar antara 5-20 mg tiap empat jam sekali.

Sedangkan untuk morfin suntik, dosis yang diberikan biasanya berkisar antara 3-5 mg tiap empat jam sekali. Dosis akan diberikan sesuai dengan tingkat keparahan rasa sakit, kondisi pasien. Dosis akan direvisi secara

teratur dan disesuaikan dengan respons tubuh terhadap obat.

 Mengenai pasien anak-anak, selain mempertimbangkan tingkat rasa sakit dan kondisi, dosis morfin juga akan disesuaikan dengan berat badan mereka.

(19)

Sama seperti obat-obat lainnya, morfin berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang biasa terjadi setelah

mengonsumsi analgesik narkotik ini adalah:

 Mengantuk

 Pusing atau sakit kepala

 Mual

 Sembelit

 Sulit buang air kecil

 Gangguan tidur

 Mulut terasa kering

 Tubuh berkeringat

Biasanya efek samping akan hilang dengan sendirinya setelah tubuh menyesuaikan dengan pengobatan. Namun jika efek samping tidak kunjung hilang atau justru memburuk, hubungi dokter yang

memberikan resep obat ini sebelum melanjutkan penggunaan.

(20)

Berikatan dengan reseptor di sistem saraf pusat, mempengaruhi persepsi dan respon terhadap nyeri

(21)
(22)

Petidin merupakan narkotika sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek terhadap susunan saraf pusat. Mekanisme kerja petidin menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang

berperan dalam munculnya rasa nyeri) yaitu pada sistem saraf serta dapat mengaktifkan reseptor, terutama pada reseptor µ, dan sebagian kecil pada reseptor kappa. Penghambatan asetilkolin

dilakukan pada saraf pusat dan saraf tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi tidak dirasakan oleh pasien

Efeknya terhadap SSP adalah menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, dapresi pernafasan serta efek sentral lain. Efek

analgesik petidin timbul aga lebih cepat daripada efek analgetik morfin, yaitu kira-kira 10 menit, setelah suntikan subkutan atau intramuskular, tetapi masa kerjanya lebih pendek, yaitu 2–4 jam. Absorbsi petidin melalui pemberian oral maupun secara suntikan berlangsung dengan baik. Obat ini mengalami metabolism di hati dan diekskresikan melalui urin

(23)

Petidin ( meperidin, demerol ) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Perbedaan dengan morfin sebagai berikut :

1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut dalam air.

2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin tetapi efek analgesinya sudah bekurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.

4. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter Oddi lebih ringan.

5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa. Morfin tidak.

(24)

 Petidin mampu menimbulkan efek penghilang nyeri yang sangat ampuh namun petidin juga dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius. Salah satu efek samping yang perlu diperhatikan oleh tenaga medis adalah ketagihan terhadap obat-obatan golongan narkotik dan timbulnya depresi pada sistem pernafasan. Efek samping petidin lainnya antara lain: pusing, merasa lemah, sakit kepala, perubahan suasana hati, agitasi, bingung, konstipasi, mulut mengering, berkeringat, gangguan penglihatan, gangguan jantung, mengantuk, mual, muntah, dan gangguan aliran darah. Penggunaan petidin juga dapat menimbulkan alergi dengan manifestasi seperti gatal, bengkak dan merah pada daerah suntikan, pembengkakan pada bibir, wajah, hingga terjadinya kesulitan pernafasan. Apabila overdosis akan terjadi lemah otot dan gangguan aliran darah akut. Apabila pasien telah menggunakan petidin dalam jangka waktu lama dan atau dalam dosis besar, penggunaan petidin tidak boleh

langsung diberhentikan secara tiba-tiba. Hal ini karena akan

menyebabkan timbulnya efek withdraw, dimana akan terjadi gejala putus obat (sakau) seperti jantung berdebar, denyut nadi cepat, dan pernafasan menjadi tertekan, nyeri pada seluruh tubuh, rasa tidak nyaman.

(25)

 Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB

(morfin 10x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis intavena 0,2-0,5 mg/kgBB.

Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesia spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kgBB.

(26)

 Petidin merupakan obat golongan opioid yang memiliki mekanisme kerja yang hampir sama dengan morfin yaitu pada sistem saraf dengan menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang berperan dalam munculnya rasa nyeri)

serta dapat mengaktifkan reseptor, tertama pada reseptor mu, dan sebagian kecil pada reseptor kappa.

Penghambatan asetilkolin dilakukan pada saraf pusat dan saraf tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi tidak dirasakan oleh pasien. Onset petidin termasuk cepat dimana efek dapat dirasakan setelah 15 menit obat dimasukkan dan memiliki durasi 2-4 jam. Petidin diindikasikan untuk

penderita nyeri berat dan hebat serta nyeri yang

berlangsung lama (misalnya: nyeri setelah operasi, nyeri karena infeksi saluran kencing bagian atas, nyeri karena kanker). Petidin lebih efektif dalam nyeri neuropatik.

(27)

Indikasi Nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah

Kontra indikasi Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut, peningkatan tekanan otak atau cedera kepala

(28)
(29)

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah

Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat

kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

       

(30)

Tramadol adalah salah satu obat jenis obat

pereda sakit yang kuat yang digunakan untuk menangani rasa sakit tingkat sedang hingga berat, misalnya rasa nyeri setelah operasi. Tramadol memengaruhi reaksi kimia di otak dan sistem saraf yang pada akhirnya

mengurangi sensasi rasa sakit. Anjuran untuk mengonsumsi tramadol adalah tiap 4-6 jam sekali, tapi tidak boleh lebih dari 400 mg

dalam satu hari.

(31)

Jenis obat Analgesik opiat

Golongan Obat resep

Manfaat Meredakan rasa sakit tingkat sedang hingga berat

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak di atas umur 12 tahun

Bentuk Kapsul, tablet, obat larut, suntik

Tentang Tramadol

(32)

Tramadol Dosis dan Frekuensi

Untuk mengurangi rasa sakit dengan cepat 50-100 mg per 4-6 jam

Dosis Tramadol

Dosis penggunaan tramadol tergantung pada tingkat keparahan rasa sakit yang diderita oleh pasien. Tetapi konsumsi obat ini tidak boleh melebihi 400 mg dalam durasi 24 jam.

Dosis penggunaan tramadol untuk jangka waktu yang lebih panjang akan diatur oleh dokter sesuai kondisi kesehatan dan kemajuan pasien. Untuk anak-anak di bawah 12 tahun, dosis dan penggunaan tramadol akan

(33)

Sama seperti obat-obat lain, tramadol juga berpotensi menyebabkan efek samping.

Beberapa efek samping yang umum terjadi saat mengonsumsi analgesik ini adalah:

 Pusing dan limbung

 Lelah dan mengantuk

 Mual dan muntah

 Konstipasi dan sulit buang air kecil

 Mulut kering

 Perut kembung

(34)

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat

secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol mmenghambat pelepasan

neutrotransmiter dari saraf aferen yang bersifat sensitif terhadap rangsangan, akibatnya implus nyeri terhambat

(35)
(36)

Metamizol ialah suatu senyawa yang memiliki efek analgesik

(37)

 Mengatasi nyeri berat akut dan kronis

seperti pada keadaan penyakit reumatik, sakit kepala, sakit gigi atau adanya tumor, nyeri setelah kecelakaan atau operasi.

 Mengatasi nyeri berat yang disebabkan

spasme otot polos baik itu akut dan kronis sperti spesme otot kolik pada saluran

pencernaan, saluran empedu ginjal dan saluran kemih bagian bawah

(38)

 Hipersensitivitas.

 Diskrasia darah.

 Demam tinggi.

 Peradangan mulut, hidung tenggorokan juga disekitar anal dan genital

(39)

 Dewasa: 2 sendok takar (10 ml) setiap 6 - 8 jam. Maximum 8 sendok takar (40 ml) sehari.

Anak-anak:

Dosis untuk anak diberikan berdasarkan bobot badan sebagai berikut: 16 - 23 kg (kira-kira 4 - 6 thn) : ½ - 1½ sendok takar (drops: 0,5-1,5 mL)

Dosis untuk bayi dan balita diberikan berdasarkan bobot badan sebagai berikut: 5 - 8 kg (kira kira 3 - 11 bulan) : drops: 0,05-0,5 mL) 

9 - 15 kg (kira kira 1 - 3 tahun) : drops: 0,15-1 mL Sendok takar = 5 ml

Dewasa dan anak-anak 15 tahun: Dosis sekali: 2 - 5 ml i.v. atau i.m. Dosis sehari tidak lebih dari 10 ml.

Pengobatan dalam keadaan emergency untuk keadaan syok anafilaktik:

Suntikkan 1 ml (0,1 mg epinephrine), sambil tekanan darah dan detak jantung dimonitor, perhatikan adanya gangguan ritme jantung, jika diperlukan dapat diulang.

Kemudian suntikkan Glukokortikoid IV, contohnya 250 mg-1000 mg methylprednisolone, ulangi jika diperlukan.

Dosis ini dianjurkan untuk dewasa dengan bobot badan normal, untuk anak-anak diperlukan pengurangan dosis dan diberikan berdasarkan bobot badan. Untuk menyeimbangkan cairan tubuh dapat diberikan pengganti cairan tubuh (plasma expander). Selain itu dilakukan pula pernafasan buatan, inhalasi oksigen dan pemberian antihistamin.

(40)
(41)

 Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesic

 -       Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga

berdasarkan efek sentral.

 -       Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.

 -       Sifat antiinflamasinya sangat lemah

sehingga sehingga tindak digunakan sebagai antirematik.

(42)

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.

(43)

Hipersensitif terhadap parasetamol dan

defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan

gangguan fungsi hati.

(44)

 Reaksi kulit, darah, & reaksi alergi lain.

(45)

 Dewasa : 3-4 kali sehari 1-2 tablet.

 Anak-anak : 3-4 kali sehari ½-1 tablet. Penyajian :Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak

Jenis: Tablet

(46)
(47)

Obat anti inflamasi non-steroid atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (non steroidal anti-inflammatory drugs) adalah suatu

golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas),

dan anti inflamasi (anti radang). Istilah

“nonsteroid” digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan

tergolong obat-obatan jenis narkotika.

(48)

Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1

(cyclooxygenese-1) dan COX-2

(cyclooxyganase-2). Enzim cyclooxygenese ini berperan dalam memacu pembentukan

prostaglandin dan tromboksan dari

arachidonic acid. Prostaglandin merupakan mulekoul pembawa pesan pada proses

inflamasi (radang)

(49)

 NAMA UMUM - NAMA GENERIK

 Ansaid - Flurbiprofen

 Butazolidin - Phenylbutazon

 Clinoril - Sulindac

 Dolobid - Diflunisal

 Feldene - Piroxicam

 Indocin - Indometahacin

 Lodine - Etodolac

 Meclomen - Meclofenamate

 Motrin - Ibuprofen

 Nalfon - Fenoprofen

 Naprosyn - Naproxen

 Orudis - Ketoprofen

 Ponstel - Mefenamic acid

 Relafen - Nabumetone

 Rimadyl - Carprofen

 Tolectin - Tolmetin

 Toradol - Ketorolac

 Voltaren - Diclofenac

(50)

Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar puncak dicapai

selama 0,5–2 jam. Waktu paruh eliminasi pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam pada orang

tua

(51)

Untuk mengobati gejala-gejala artritis

rematoid, ankilosing spondilitis, gout akut dan osteoartritis serta kontrol nyeri dan inflamasi akibat operasi ortopedik.

(52)

 Hipersensitif terhadap ketoprofen, aspirin dan AINS lain.

 Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat

(53)

Sediaan oral :

Dosis awal yang dianjurkan : 75 mg 3 kali sehari atau 50 mg 4 kali sehari.

Dosis maksimum 300 mg sehari. Sebaiknya digunakan bersama dengan makanan atau susu.

Injeksi IM :

50–100 mg tiap 4 jam. Dosis maksimum 200 mg/hari, tidak lebih dari 3 hari.

(54)

 Mual, muntah, diare, dyspepsia, konstipasi, pusing, sakit kepala, ulkus peptikum

hemoragi perforasi, kemerahan kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati, nyeri

abdomen, konfusi ringan, vertigo, oedema, insomnia.

 Reaksi hematologi : trombositopenia.

 Bronkospasma dan anafilaksis jarang terjadi.

(55)

 Pemakaian bersama dengan warfarin, sulfonilurea atau hidantoin dapat

memperpanjang waktu protrombin dan perdarahan gastrointestinal.

 Pemakaian bersama dengan metotreksat dilaporkan menimbulkan interaksi

berbahaya, mungkin dengan menghambat sekresi tubular dari metotreksat.

(56)

Menghambat sintesa prostaglandin dengan membuat kerja isoenzim COX-1 dan COX-2

(57)

Natrium Diclopenac merupakan bagian dari obat non-steroid yang memiliki fungsi sebagai anti-reumatik, anti radang dan penurun

demam. Obat ini diindikasi untuk pasien

dengan berbagai bentuk radang degeneratif dari reumatik seperti atritis reumatoid,

spondilitis ankilosis, ostreoatritis, serangan gout (kadar asam urat yang tinggi) akut, sindrom nyeri pada tulang belakang.

(58)

Efek samping yang memiliki angka kejadian 1-10% meliputi

5. Penurunan nafsu makan.

6. Peningkatan kadar enzim hati.

7. Nyeri kepala.

8. Vertigo.

9. Kemerahan pada kulit.

10.Kulkus peptik.

11.Berdaging pada telinga.

(59)

Natrium declopenac memiliki 2 sediaan tablet. Yaitu,20 mg dan 50 mg. Tablet harus ditelan

seluruhnya dengan cairan, lebih baik jika diminum sebelum makan, dan tidak boleh dibagi atau

dikunyah.

(60)

 Dosis harian yang direkomendasikan

berkisar antara 100-150 mg pada kasus

yang lebih ringan dan juga pada kasus yang membutuhkan terapi jangka panjang, dosis 75-100 mg per hari biasanya cukup

 Pada kasus dismonerrhea (nyeri mensturasi yang berat) dosis harian harus disesuaikan dengan kisaran dosis 50-150 mg (biasanya seratus mg) sebagai dosis awal, dilanjutkan dengan 50 mg. 3 kali sehari.

 Pada kasus migrane, dosis 50 mg biasa

dipakai. Sebaiknya obat ini diminum dengan air putih. Tidak menggunakan cairan lain

(61)

 Dosis pada anak dan dewasa muda biasanya 0,5-2

mg/kg/hari. Dibagi menjadi 2 sampai 3 kali pemberian tergantung dari beratnya penyakit. Untuk kasus radang sendi rheumatoid yang menyerang anak usia muda, dosis dosis harian dapat mencapai 3 mg/kg/hari.

 Dosis maksimal 150 mg tidak boleh dilampaui. Karena kekuatan dosis pada sediaan 50 mg, sediaan ini tidak direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan

dewasa muda dibawah 14 tahun. Tablet sediaan 25 mg dapat digunakan pada kelompok umur ini

(62)

Ketorolac merupakan suatu analgesik

non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflmasi nonsteroid yang menunjukan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti inflamasi. Ketirilac

menghambat sintetis prostagandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perfer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

Nama kimia ketorolac adalah

Benzoyl-2,3-dihydro-1 H-pyrrolizine-1-carboxylic acid dan 2 amino 2(hydroxymethyl)1,3 propanediol (1:1)

(63)

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan

jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara

parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif

sesegera mungkin, asalkan terapi ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostagalndin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

(64)

 Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada

kemungkinan sensitivitas silang.

 Pasien yang menunjukan manifestas alergi serius akibat pemberian asetosal atau obat anti-inflamasi non-steroid lain.

 Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.

 Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.

(65)

 Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme. Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain. Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L). Riwayat asma. Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi

perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500– 5.000 unit setiap 12 jam). Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi. Anak < 16 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat sindrom

Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa. Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal). Pemberian

profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar dibutuhkan karena

(66)

 Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5 hari.

 Insiden antara 1 hingga 9% :

Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea.

Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

(67)

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit,

dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri

dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara

intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada

penggunaan jangka panjang.

(68)

 Pemberian Ketorolac bersama dengan Methotrexate harus hati-hati karena beberapa obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan

mengurangi bersihan Methotrexate, sehingga memungkinkan peningkatan toksisitas Methotrexate.

 Penggunaan bersama NSAID dengan Warfarin dihubungkan dengan

perdarahan berat yang kadang-kadang fatal. Mekanisme interaksi pastinya belum diketahui, namun mungkin meliputi peningkatan perdarahan dari ulserasi gastrointestinal yang diinduksi NSAID, atau efek tambahan

antikoagulan oleh Warfarin dan penghambatan fungsi trombosit oleh NSAID. Ketorolac harus digunakan secara kombinasi hanya jika benar-benar perlu dan pasien tersebut harus dimonitor secara ketat.

 ACE inhibitor karena Ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal yang dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama pada pasien yang telah mengalami deplesi volume.

 Ketorolac mengurangi respon diuretik terhadap Furosemide kira-kira 20% pada orang sehat normovolemik.

 Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang memakai Ketorolac misalnya antibiotik aminoglikosida.

 Pernah dilaporkan adanya kasus kejang sporadik selama penggunaan Ketorolac bersama dengan obat-obat anti-epilepsi.

 Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila Ketorolac diberikan pada pasien yang sedang menggunakan obat psikoaktif.

(69)

 Menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja isoenzim COX-1 & COX-3

(70)

 Etodolac adalah obat anti inflamasi non

steroid untuk mild-moderate pain, demam, dan radang

(71)

 bekerja dengan menghambat enzim

cyclooxygenase sehingga level prostaglandin menurun. Prostaglandin bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi (peradangan)

(72)

 Dosis : 200-400 mg 3 x sehari (dosis maksimal 1000 mg/hari)

 diminum setelah makan dan diminum

dengan air, untuk mengurangi efek samping pada lambung.

 Satu hal yang perlu diperhatikan, etodolac juga memiliki efek pengencer darah

sehingga hati-hati penggunaannya pada pasien yang menggunakan

warfarin/coumarin

(73)
(74)

Asam mefenamat merupakan kelompok

antiinflamasi non steroid (AINS), yang bekerja dengan cara menghambat sintesa

prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan

menghambat enzym siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik antiinflamasi dan antipiretik

(75)

Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan

sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi,

nyeri otot, nyeri setelah operasi, nyeri pada persalinan.

(76)

 Pasien yang hipersensitf terhadap asam mefenamat

 Penderita yang dengan asetosal mengalami bronkospasme, alergi rinitis dan urtikaria.

 Penderita dengan tukak lambung dan usus.

 Penderita dengan gangguan ginjal yang berat.

(77)

 Pada pencernaan : mual, muntah, diare, dan rasa sakit pada abdominal,

 Pada sistem hematopoetik : leukopenia, eosinophilia, trombocytopenia, dan

agranulocytopenia,

 Pada sistem saraf : rasa mengantuk, pusing, penglihatan kabur dan insomnia.

(78)

Penggunaan bersamaan dengan antikoagulan oral dapat memperpanjang prothrombine time.

(79)

Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan.

Dewasa dan anak >14 tahun : 

Dosis awal yang dianjurkan 500 mg, kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam, sesuai dengan kebutuhan.

(80)

Jika terjadi overdosis, maka pasien harus dirangsang muntah atau pasien diberi arang aktif (karbo absorben) untuk menyerap obat.

(81)

 Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam

kelompok antiperadangan non-steroid (nonsteroidal

anti-inflammatory drug) dan digunakan untuk

mengurangi rasa sakit akibat artritis Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik Obat ini dijual dengan merk dagang] Advil, Motrin, Nuprin, dan Brufen

 Ibuprofen diindikasikan sebagai analgesik (pengurang

rasa nyeri) dan antipiretik (penurun panas). Secara

umum, obat ini digunakan untuk mengurangi sakit otot,

nyeri haid, selesma, flu dan sakit selepas pembedahan.

 Nama kimia ibuprofen ialah asam

2-(4-isobutil-fenil)-propionat.

(82)

 Ibuprofen ada dalam dua enantiomer. Hanya

S-ibuprofen saja yang digunakan sebagai penahan sakit.  Aktivitas analgesik (penahan rasa sakit) Ibuprofen

bekerja dengan cara menghentikan

Enzim Sikloosigenase yang berimbas pada

terhambatnya pula sintesis Prostaglandin yaitu suatu zat yang bekerja pada ujung-ujung syaraf yang sakit.  Aktivitas antipiretik (penurun panas) Ibuprofen bekerja

di hipotalamus dengan meningkatkan vasodilatasi

(pelebaran pembuluh darah) dan aliran darah piretik.

(83)

Dosis Ibuprofen

Dosis penggunaan ibuprofen tergantung kepada tingkat keparahan rasa sakit yang diderita pasien. Jangan melebihi dosis maksimum ibuprofen untuk orang dewasa yaitu 2.400 mg per 24 jam. Tabel berikut ini akan menjelaskan dosis-dosis umum

penggunaan ibuprofen bagi dewasa dan anak-anak. Sebelum mengonsumsi ibuprofen, baca terlebih

dahulu aturan pemakaian yang tertera pada kemasannya.

(84)

Usia Takaran Frekuensi per hari

>12 tahun 200-400 mg 3-4 kali

10-12 tahun 300 mg atau 15 ml 3 kali

7-10 tahun 200 mg atau 10 ml 3 kali

4-7 tahun 150 mg atau 7,5 ml 3 kali

1-4 tahun 100 mg atau 5 ml 3 kali

6-12 bulan 50 mg atau 2,5 ml 3-4 kali

(85)

Tiap obat pasti berpotensi menyebabkan efek

samping, termasuk ibuprofen. Beberapa efek samping yang dapat terjadi saat mengonsumsi obat ini antara lain:

 Mual dan muntah

 Perut kembung

 Nyeri ulu hati

 Gangguan pencernaan

 Diare atau konstipasi

 Sakit kepala

 Tukak lambung

 Muntah darah

(86)

Meloxicam adalah salah satu obat anti inflamasi non-steroid. Obat ini umumnya digunakan untuk meredakan gejala-gejala artritis, misalnya inflamasi, pembengkakan, serta kaku dan nyeri otot. Contoh penyakit artritis yang biasanya ditangani dengan

meloxicam adalah osteoartritis, artritis reumatoid, dan ankylosing spondylitis.

(87)

 Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang memproduksi prostaglandin, yaitu

senyawa yang dilepas tubuh yang

menyebabkan rasa sakit serta inflamasi.

Dengan menghalangi prostaglandin, obat ini akan mengurangi rasa sakit dan inflamasi.

 Meloxicam hanya dapat mengurangi gejala dan tidak menyembuhkan artritis.

(88)

Jenis obat Anti inflamasi non-steroid

Golongan Obat resep

Manfaat Meredakan gejala-gejala artritis

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak di atas 2 tahun

Bentuk Tablet

(89)

 Dosis meloxicam tergantung kepada kondisi yang diobati, tingkat keparahan gejala, dan respons tubuh pasien. Selain itu, pada

pasien anak-anak, dosis juga disesuaikan dengan berat badan.

 Dosis yang umum diberikan untuk orang dewasa adalah 7,5-15 mg per hari. Dosis maksimal obat ini adalah 15 mg per hari.

(90)

Semua obat berpotensi menyebabkan efek samping, termasuk meloxicam. Beberapa efek samping yang umum terjadi saat mengonsumsi obat ini adalah:

 Mual dan muntah.

 Gangguan pencernaan.

 Sakit kepala.

 Sulit tidur.

 Efek samping ini biasanya akan berkurang seiring penyesuaian tubuh terhadap obat. Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter jika Anda mengalami efek samping yang serius, seperti kesulitan bernapas, tinja berwarna hitam atau

berdarah, dan muntah darah.

 Efek samping ini biasanya akan berkurang seiring penyesuaian tubuh terhadap obat. Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter jika Anda mengalami efek samping yang serius, seperti kesulitan bernapas, tinja berwarna hitam atau

berdarah, dan muntah darah.

(91)

Nabumetone adalah suatu non steroid

antiinflamasi yang tidak mempunyai sifat asam. Setelah di absobrsi di saluran

pencernaan, nabumetone akan segera

dimetabolisme di hati menjadi metabolit aktif.

(92)

Osteoartritis, rematoid atritis dan keadaan-keadaan yang memerlukan terapi dengan preparat anti inflamasi

(93)

 Tukak lambung yang aktif, gangguan fungsi hati yang berat (misalnya : sirosis hepatitis) pasien yang snsitif terhadap nabumetone

(94)

1. Dewasa.

2 tablet 1 gram sekali diminum di malam hari, untuk keadaan yang berat, gejala-gejala yang menetap dalam keadaan akut, diberikan penambahan 1-2 tablet 500 mg-1 gram di pagi hari

2. Orang tua.

Pada orang tua yang berusia lanjut, dimana konsentrasi obat dalam darah akan lebih tinggi, maka dosis jangan melebihi 1 gram/hari. Pada kebanyakan kasus, dosis 500 mg (1 tablet) sehari, sudah memberikan hasil yang baik.

(95)

Efek samping biasanya jarang terjadi namun efek samping tersebut adalah :

1. diare.

2. Mual.

3. Kembung.

4. Sembelit.

5. Sakit kepala.

6. Pusing.

7. Gatal.

8. Kemerahan.

9. mengantuk

(96)

Saat ini penggunaan steroid sebagai terapi penyakit semakin meluas. Hormon  ini tidak hanya diberikan pada seseorang yang mengalami kekurangan steroid alami dalam tubuhnya (misalnya penyakit Addison), tetapi juga  pada keluhan asma, alergi, rheumatoid arthritis, gangguan pencernaan (ulkus), luka radang (inflamasi) pada mata maupun kulit, hingga mengatasi reaksi autoimun ketika dilakukan transplantasi

jaringan. Oleh karena itu banyak digunakan bentuk steroid sintesis dalam praktek pengobatan berbagai penyakit seperti prednison, prednisolon,

metilprednisolon, deksametason, betametason, dan triamsinolon.

(97)

Kinerja steroid dalam tubuh menghasilkan

beragam efek sehingga penggunaan steroid dari luar (eksogen) selain memiliki efek pengobatan juga perlu diperhatikan efek sampingnya. Hal ini terjadi terutama bila dipakai dalam jangka waktu yang lama.

Beberapa efek yang umum terjadi saat

melakukan pengobatan dengan steroid eksogen :

 peningkatan tekanan darah (sehingga perlu

diwaspadai pada pasien hipertensi),

 menghambat pertumbuhan pada anak,

 peningkatan berat badan,

 deposit lemak pada wajah (moon face), dan

(98)

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan

(99)

Dexamethasone merupakan kelompok obat kortikosteroid. Obat ini bekerja dengan cara

mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan peradangan.

Dexamethasone digunakan dalam menangani

berbagai kondisi, misalnya penyakit autoimun seperti sarcoidosis dan lupus, penyakit inflamasi usus seperti ulcerative colitis dan penyakit Crohn, beberapa

penyakit kanker, dan alergi.

Dexamethasone juga digunakan untuk mengatasi

mual dan muntah akibat kemoterapi, mengobati hiperplasia adrenal kongnital, serta untuk

mendiagnosis penyakit Cushing.

(100)

Jenis obat Kortikosteroid

Golongan Obat resep

Manfaat

 Mengatasi alergi

 Mengobati inflamasi atau peradangan

 Meredakan pembengkakan otak

 Mengatasi edema makula

 Mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi

 Untuk mendiagnosis penyakit Cushing

 Mengatasi hiperplasia adrenal kongenital

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak

Bentuk obat Tablet, cairan yang diminum, suntik dan infus

(101)

Dosis dexamethasone akan tergantung pada penyakit atau gejala yang ditangani.

Umumnya, dosis awal yang akan diresepkan dokter berada di antara 0.75-9 mg per harinya. Perlu diketahui bahwa dosis dexamethasone

juga akan disesuaikan dengan perkembangan penyakit/gejala dan respons tubuh pasien

terhadap obat ini. Untuk pengguna anak-anak, berat badan mereka juga perlu

dipertimbangkan dalam menentukan dosis

dexamethasone. Untuk informasi lebih lengkap, tanyakan pada dokter.

(102)

Dexamethasone dapat menyebabkan efek samping dan bentuk efek samping tersebut bisa berbeda-beda pada penggunanya. Ada beberapa efek samping yang mereda seiring dengan tubuh menyesuaikan diri dengan obat ini.

Beberapa efek samping dexamethasone yang umum adalah:

 Badan terasa lelah atau lemas

 Gangguan pola tidur

 Sakit kepala

 Vertigo

 Keringat berlebihan

 Jerawat

 Kulit kering dan menipis serta gampang memar

 Pertumbuhan rambut yang tidak biasa

 Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung

 Mudah haus

 Sering buang air kecil

 Nyeri otot

 Nyeri pada sendi atau/dan tulang

 Sakit perut atau perut terasa kembung

(103)

Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.

Adrenokortikoid:

Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut

kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA,

dan menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman

mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).

(104)

 Anti-inflamasi (steroidal)

Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa

dipengaruhi penyebabnya.

Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga

menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan

meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran

fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam

arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek

antiinflamasi.

(105)

 Immunosupresan

Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda)

reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi

konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit

blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan

lintasan kompleks immun melalui dasar membran,

konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin.

(106)

Abnormalitas fungsi adrenokortikal, untuk pengobatan:

 Insufisiensi adrenokortikal akut dan kronik primer:

 Hidrokortison dan kortison lebih dipilih sebagai terapi pengganti karena aktivitas mineralokortikoidnya yang berarti. Penggantian sodium dan cairan juga dibutuhkan. Pada beberapa pasien penggantian mineralokortikoid tambahan juga mungkin diperlukan.

 Insufisiensi adrenokortikoid sekunder:

 Penggantian dengan glukokortikoid umumnya mencukupi, mineralokortikoid tidak selalu dibutuhkan.

(107)

Dewasa

 Secara intramuskular atau intravena, 10-40 mg (base), diulangi sesuai keperluan.

 Untuk dosis tinggi (pulse terapi): intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan sekurang-kurangnya 30 menit. Dosis dapat diulangi setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.

 Untuk eksaserbasi akut pada sklerosis ganda: intramuskular atau intravena, 160 mg (base) perhari selama satu minggu, diikuti dengan 64 mg setiap hari selama satu bulan.

 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg

(base) per kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti dengan 45 menit infus, 5,4 mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam.

 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis carinii: intravena, 30 mg (base) dua kali sehari pada hari pertama sampai kelima, 30 mg sekali sehari pada hari keenam sampai kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari ke sebelas sampai dua puluh satu.

(108)

Bayi dan anak:

 Insufisiensi adrenokortikal: intramuskular, 117 mikrogram (0,117 mg) (base) per kg berat badan atau 3,33 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sehari (dalam dosis terbagi tiga) setiap hari ke tiga; atau 39 sampai 58,5 mikrogram (0,039 sampai 0,0585 mg) (base) per kg berat badan atau 1,11 sampai 1,66 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sekali sehari.

 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti selama 45 menit dengan infus 5,4 mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam.

 Indikasi lain: intramuskular, 139-835 mikrogram (0,139-0,835 mg) (base) per kg berat badan atau 4,16-25 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh setiap 12 sampai 24 jam.

 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan

pneumosistis carinii: Anak-anak berusia 13 tahun atau kurang: dosis belum ditentukan secara pasti. Anak-anak berusia lebih dari 13 tahun: sama dengan dosis dewasa.

(109)

 Insufisiensi adrenokortikal:

Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi adrenokortikal sekunder.

 Efek muskuloskeletal:

Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang panjang.

 Gangguan cairan dan elektrolit:

Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif.

 Efek pada mata:

Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma, eksoftalmus.

 Efek endokrin:

Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya diabetes mellitus.

(110)

 Efek pada saluran cerna:

Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan,

peningkatan selera makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis, iritasi lambung, ulceratif

esofagitis.

 Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan peptik ulcer yang tertunda.

 Efek sistem syaraf:

Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati, abnormalitas EEG, konvulsi.

 Efek dermatologi:

Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi dermatitis, urtikaria, angiodema.

 Efek samping lain:

(111)

 Enzim penginduksi mikrosom hepatik.

Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim hepatik dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid, sehingga mungkin diperlukan dosis tambahan atau obat tersebut tidak diberikan bersamaan.

 Anti inflamasi nonsteroidal.

Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin dapat meningkatkan resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan secara hati-hati pada pasien hipotrombinernia. Meskipun pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak

meningkatkan terjadinya ulcerasi saluran pencernaan, kemungkinan efek ini harus dipertimbangkan.

 Obat yang mengurangi kalium.

Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam etakrinat) dan obat lainnya yang mengurangi kalium oleh glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor secara seksama bila pasien diberikan obat bersamaan dengan obat yang mengurangi kalium.

 Bahan antikolinesterase.

Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti ambenonium, neostigmin, ataupyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis. Jika mungkin, pengobatan antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum pemberian awal terapi glukokortikoid.

 Vaksin dan toksoid.

Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat menyebabkan pengurangan respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.

(112)
(113)

Referensi

Dokumen terkait

Obat yang paling banyak digunakan untuk menyembuhkan atau mengurangi demam, sakit kepala dan nyeri adalah golongan analgetik-antipiretik Penelitian ini dilakukan untuk menilai

Kandungan senyawa golongan naftokuinon dan flavonoid dalam umbi bawang dayak memiliki mekanisme antikanker yaitu menghambat fosfatase terutama pada

Golongan urikostatik yaitu golongan obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja

Begitu di dalam neuron, jenis toksin yang berbeda mungkin berbeda dalam mekanisme menghambat pelepasan asetilkolin, tetapi mekanisme yang sama atau identik dengan

Mekanisme penghambatan kedua senyawa ini belum diketahui secara pasti, namun secara umum mekanisme kerja obat antimalaria senyawa- senyawa fenolat terhadap proses

Jika diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati maka akan memperlama kerja hati dalam metabolisme obat sehingga akan memperparah fungsi hati serta morfin atau golongan opiod

Dan agar dapat memperlama rasa nyeri, mempercepat kerja obat bius lokal, maka ditambahkan obat bius lain golongan narkotik (opioid) yaitu Fentanil dan Meperidin, pada

Golongan urikostatik yaitu golongan obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja