• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Apabila Terjadi Force Majeure (Studi Pada PT. Daya Prima Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Apabila Terjadi Force Majeure (Studi Pada PT. Daya Prima Indonesia)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia

menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan barang dan jasa pada masyarakat

Indonesia. Perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia ini tidak terlepas dari

pengaruh lingkungan ekonomi negara-negara di kawasan Asia dalam cakupan

terbatas dan lingkungan ekonomi dunia dalam perspektif yang lebih luas.1 Hal ini

dikarenakan sistem perekonomian Indonesia yang bersifat terbuka sehingga lebih

mudah dipengaruhi oleh prinsip-prinsip perekonomian global.2 Perkembangan

perekonomian global yang pesat mendongkrak angka permintaan dan penawaran

dari masyarakat Indonesia. Pola pikir masyarakat yang dahulunya berorientasi

hanya kepada kebutuhan primer kini berubah menjadi kebutuhan yang bersifat

lebih konsumtif. Ditambah lagi, pada awal 80-an pemerintah Indonesia

melakukan liberalisasi sistem keuangannya yang ditandai dengan pemberian

kelonggaran dalam pengawasan arus modal asing, lalu lintas devisa dan

kebebasan dalam menentukan jumlah kredit yang akan disalurkan. Implikasi dari

liberalisasi keuangan ini adalah tersedianya banyak pilihan bagi masyarakat akan

jasa-jasa keuangan dan persaingan usaha yang makin ketat.3

1

Bank Indonesia, Studi Ekonomi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta, 2002, Hal. 6

2

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, BooksTerrace & Library, Bandung, 2007, Hal. 2

3

(2)

Hal ini didukung pula oleh setiap program yang dibentuk oleh pemerintah

yang pada hakikatnya untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang

terutama di bidang perdagangan dan perindustrian. Dari pesatnya perkembangan

perekonomian dan pembangunan di Indonesia terbukalah peluang usaha bagi para

pengusaha dalam memproduksi barang dan jasa. Namun, dalam prakteknya

banyak pengusaha yang melakukan monopoli yang dapat merugikan konsumen

bahkan tidak sedikit diantaranya yang memanfaatkan kebutuhan masyarakat ini

menjadi suatu kegiatan yang merugikan konsumen seperti dalam bentuk

penipuan–penipuan ataupun kegiatan yang menyangkut keselamatan dan

keamanan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

Salah satu dampak dari liberalisasi keuangan yang terlihat dalam bidang

perdagangan adalah pengaduan/komplain dari masyarakat atas barang atau jasa

yang dikonsumsinya.4 Hal ini sesungguhnya tidak terlepas dari minimnya

pengetahuan dan kurang pedulinya konsumen terhadap hak–haknya sebagai

konsumen serta kurang kuatnya kedudukan konsumen terhadap pengusaha

sehingga menyebabkan ketidakberdayaan konsumen dalam menuntut tanggung

jawab pengusaha.5

Berdasarkan banyaknya pengaduan masyarakat akan barang dan jasa yang

dikonsumsinya, pemerintah membentuk suatu peraturan mengenai perlindungan

konsumen yaitu Undang Nomor 8 Tahun 1999. Lahirnya

Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini diharapkan dapat mendorong dibentuknya

4

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen & Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, Hal. 10

5

(3)

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akan dapat menempatkan

posisi konsumen pada posisi yang seharusnya, yaitu menjadi seimbang.6

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

secara khusus mengatur permasalahan konsumen dan memberi wadah bagi

aspirasi dan advokasi yang akan dilakukan konsumen jika terjadi tindakan tidak

bertanggung jawab yang dilakukan oleh produsen. Harapan terhadap UUPK jelas

sangat besar. Walaupun belum sempurna, akan tetapi adanya undang-undang ini

merupakan suatu langkah maju dalam rangka menciptakan kegiatan usaha yang

sehat di Indonesia pada umumnya, dalam upaya memberikan perlindungan kepada

konsumen pada khususnya.7

Pada setiap kegiatan usaha yang sehat semestinya terdapat keseimbangan

perlindungan hukum antara konsumen dengan pengusaha. Tidak adanya

perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada dalam posisi yang

lemah. Lebih–lebih jika produk yang dihasilkan bersifat terbatas, pengusaha dapat

menyalahgunakan posisinya yang monopolistis tersebut. Hal ini tentu saja akan

merugikan konsumen.8

Indonesia sebagai negara berkembang, yang industrinya baru mengalami

tahap permulaan, perkembangan hukum perlindungan konsumennya belum Kerugian-kerugian yang dialami konsumen tersebut dapat

timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen

dan konsumen maupun dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

oleh produsen.

6

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, Hal. 101

7

Abdi Darwis, Hak Konsumen Untuk Mendapat Perlindungan Hukum dalam Industri Perumahan di Kota Tangerang , Tesis, Universitas Diponegoro, 2010, Hal. 14

8Ibid.,

(4)

berkembang sebagaimana di negara–negara maju. Hal ini disebabkan karena

lazimnya perkembangan perlindungan konsumen merupakan akibat dari

perkembangan industri suatu negara.9

Lambannya perkembangan perlindungan konsumen di negara berkembang

yang perkembangan industrinya baru pada tahap permulaan karena sikap

pemerintah pada umumnya masih melindungi kepentingan industri yang

merupakan faktor yang esensial dalam pembangunan suatu negara. Akibat dari

perlindungan kepentingan industri pada negara berkembang, termasuk indonesia

tersebut, maka ketentuan-ketentuan hukum yang bermaksud untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen atau anggota masyarakat kurang berfungsi karena

tidak diterapkan secara ketat. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa

usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen telah

dilakukan sejak lama, hanya saja kadang tidak disadari bahwa pada dasarnya

tindakan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah merupakan usaha untuk

melindungi kepentingan konsumen.10

Sejak berlaku efektifnya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada 20 April 2000 hingga dikeluarkannya sejumlah

peraturan pelaksanaan Undang–Undang Perlindungan Konsumen, belum banyak

perubahan sikap perlakuan pelaku usaha terhadap konsumen. Hampir pada semua

komoditas terdapat dugaan pelanggaran-pelanggaran hak-hak konsumen di

Indonesia.11

9Ibid.,

Hal. 67

10Ibid

., Hal. 68

11

Yusuf Shofie, Op.Cit., Hal. 6

Yang dimaksud dengan kata seimbang dalam tujuan dibentuknya

(5)

konsumen dan produsen, salah satunya adalah pemberian ganti rugi sesuai dengan

ketentuan Pasal 19 UUPK yang berisi :

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Walaupun dalam UUPK telah tampak adanya upaya untuk

mengembangkan kedudukan antara konsumen dengan produsen, namun dalam

UUPK tersebut masih terdapat beberapa kekurangan, baik berupa pembatasan

ruang gerak produsen secara berlebihan, maupun ketentuan-ketentuan hukum

yang sulit diterapkan dengan baik.12

Dapat dilihat bahwasanya pelaksanaan dari perlindungan konsumen ini

diperlukan pembinaan sikap, baik dari para pelaku usaha maupun para konsumen.

Salah satu bentuk dari pembinaan sikap dapat dilakukan melalui pendidikan

sebagai media sosialisasi. Melalui pendidikan, mahasiswa ataupun orang awam

dapat mengerti dan memahami hak-haknya sebagai konsumen dan melakukannya

dalam praktek di masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pendidikan konsumen

sangat dibutuhkan dalam hal pelaksanaan perlindungan konsumen.13

Ruang lingkup pembahasan mengenai perlindungan konsumen sangat luas,

salah satunya adalah perlindungan terhadap konsumen perumahan. Pesatnya

peningkatan kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu alasan

mendasar yang mendongkrak permintaan masyarakat atas rumah.

12

Ahmadi Miru, Op.Cit., Hal. 70

(6)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010 –

2014 mencantumkan bahwa salah satu prioritas pembangunan di Indonesia yang

akan dilakukan adalah Perumahan Rakyat berupa pembangunan 685.000 Rumah

Sederhana Sehat Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas

pendukung kawasan permukiman bagi keluarga yang kurang mampu. Hal ini

membuktikan bahwa perumahan dan permukiman merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya terus diupayakan agar semakin

besar lapisan masyarakat dapat menempati rumah dengan lingkungan pemukiman

yang layak, sehat, aman dan serasi.

Pembangunan perumahan dan pemukiman pada dasarnya merupakan tugas

dan tanggung jawab masyarakat sendiri. Dalam hubungan ini, negara

bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu

bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam

perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah

Indonesia. Hal ini tercantum di dalam poin b konsideran Undang-Undang No. 1

Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, rumah merupakan suatu

kebutuhan yang penting dan paling utama. Rumah yang berdiri di atas

lahan/kavling masih merupakan pilihan utama sebagian besar orang, karena

merupakan suatu yang membawa kepuasan tersendiri untuk dihuni bersama

(7)

merupakan tujuan pembangunan yang mendasari kebijakan-kebijakan yang

diambil. Kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk : 14

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.

b. Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah, serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.

Pembangunan perumahan dan pemukiman, perlu diperhatikan kondisi dan

pengembangan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, laju pertumbuhan penduduk

dan penyebarannya, pusat-pusat produksi dan tata guna tanah dalam rangka

membina kehidupan masyarakat yang maju. Pembangunan perumahan dan

pemukiman harus dapat pula mendorong perilaku hidup sehat dan tertib serta ikut

mendorong kegiatan pembangunan di sektor lain.15

Untuk membiayai pembangunan perumahan dan pemukiman, maka

lembaga pembiayaan yang melayani pembangunan perumahan perlu ditingkatkan

dan dikembangkan peranannya sehingga dapat mendorong terhimpunnya modal

yang memungkinkan pembangunan rumah milik dan rumah sewa dalam jumlah

besar. Sejalan dengan itu, perlu diciptakan iklim yang menarik bagi pembangunan

perumahan baik oleh masyarakat maupun orang perorangan antara lain dengan

penyediaan kredit yang memadai, pengaturan persewaan dan hipotik perumahan.

14

Hotman Nainggolan, Aspek Hukum Perjanjian Dalam Pembelian Rumah Melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank Tabungan Negara (BTN) Medan Pada Perumnas Simalingkar Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2000 Hal. 2

(8)

Disamping itu perlu didorong partisipasi masyarakat dalam pemupukan dana bagi

perumahan.16

Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia jelas menghadapi

masalah dimana sebagian besar masyarakat masih berpenghasilan rendah.

Pemerintah perlu mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan taraf hidup

rakyatnya dengan jalan memberikan kredit kepada anggota masyarakat yang

sederhana salah satunya kredit pemilikan rumah. Pemberian kredit pemilikan

rumah tersebut diberikan pemerintah diwakili oleh Bank Tabungan Negara (BTN)

berdasarkan Surat Menteri Keuangan RI No.B. 49/MK/IV/I/1974, tanggal 29

Januari 1974. Adapun tujuan pemberian kredit pemilikan rumah tersebut adalah

memberikan bantuan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah yang

berpenghasilan rendah dan menengah untuk dapat membeli rumah sederhana

dengan pembayaran secara angsuran untuk ditempati dan dihuni oleh masyarakat

itu sendiri yang belum mampu mempunyai rumah.

Namun, pada prakteknya, dapat dilihat bahwasanya kepadatan penduduk

dari tahun ke tahun semakin bertambah dan menyebabkan kebutuhan akan lahan

perumahan semakin besar sehingga lahan menjadi semakin terbatas yang

menyebabkan harga tanah menjadi semakin tinggi. Sehingga saat dibangun

perumahan maka harganya sulit untuk dijangkau masyarakat biasa yang

berpenghasilan rendah.

17

KPR adalah salah satu produk kredit yang sangat diminati oleh perbankan

untuk ditawarkan kepada konsumen Indonesia. Potensi pasar rumah yang masih

16

Andi Hamzah dkk, Dasar-dasar Hukum Perumahan, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, Hal. 1-2

17

(9)

besar dengan tingkat suku bunga yang lumayan tinggi menjadikan produk ini

memang sangat menjanjikan untuk meraih profit yang besar. Maka dari itu,

kucuran kredit di sektor perumahan terus meningkat setiap tahun.

Kenaikan permintaan atas rumah yang terus melonjak dari tahun ke tahun

dipicu oleh tumbuh kembangnya perekonomian bangsa dan tingginya kepadatan

penduduk. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya pengembang-pengembang

baru dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan kepada masyarakat. Akan tetapi

dalam praktek akhir-akhir ini ternyata banyak sekali timbul permasalahan di

bidang tersebut yang cenderung merugikan pihak konsumen. Permasalahan

pemasaran perumahan di dalam praktek pembangunan yang terjadi itu sudah

dapat dikategorikan sebagai kejahatan.18

Merebaknya kasus perumahan pada dasarnya diawali dengan

ketidaksesuaian antara apa yang tercantum dalam brosur dengan realita yang

diterima konsumen saat menempati rumah tersebut. Seperti kualitas spesifikasi

teknis rumah yang rendah, perbedaan luas tanah, keterlambatan penyerahan

bangunan, masalah fasilitas sosial dan umum, dan sebagainya. Pemasaran yang

dilakukan developer sangat tendensius, sehingga tidak jarang informasi yang

disampaikan itu ternyata menyesatkan atau tidak benar, padahal konsumen sudah

terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan

pengembang, atau bahkan sudah akad kredit dengan Bank pemberi kredit

pemilikan rumah.19

18

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Citra Adiya Bakti, Bandung, 1999, Hal. 44

19

(10)

Salah satu permasalahan konsumen Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yaitu

Force majeure/Overmacht, yaitu keadaan memaksa di luar kemampuan kedua

belah pihak yang menghalangi penunaian perikatan sehingga membebaskan

debitur untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga. Sayangnya keadaan

memaksa ini tidak diatur dalam perjanjian KPR. Keadaan memaksa ini dalam

perjanjian KPR sering disebut sebagai kejadian tak terduga.20

Digolongkan sebagai kejadian tak terduga, antara lain, perubahan

peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah di bidang perbankan.

Selain itu, keputusan likuidasi bank atau pembekuan bank tampaknya dapat

dimasukkan sebagai keadaan memaksa. Keadaan memaksa ini rupanya hanya

berlaku untuk kepentingan pihak bank saja dalam bentuk kenaikan suku bunga

yang tidak rasional. Padahal, keadaan memaksa menghentikan bekerjanya

perikatan dan menimbulkan akibat hukum, antara lain :21

a. Kreditor tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi;

b. Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai (wanprestasi); dan

c. Risiko tidak beralih kepada debitur.

Karena lemahnya pengaturan mengenai force majeure ini di dalam

perjanjian KPR itu sendiri menyebabkan timbulnya permasalahan dimana

konsumen dirugikan akibat terjadinya force majeure tersebut. Belum lagi keadaan

memaksa ini hanya berlaku untuk kepentingan bank. Namun sesungguhnya

seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan perjanjian KPR ini, termasuk

konsumen dapat dirugikan dengan adanya suatu keadaan memaksa atau force

20

Yusuf Shofie, Op Cit., Hal. 74

21

(11)

majeure. Hal-hal tersebut diataslah yang akan menjadi pokok utama pembahasan

di dalam skripsi yang diberi judul “PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) APABILA TERJADI FORCE MAJEURE (STUDI PADA PT. DAYA PRIMA INDONESIA).”

B. Permasalahan

Secara yuridis terdapat beberapa permasalahan dalam perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah ( KPR ). Adapun pokok permasalahan dalam penulisan skripsi

ini adalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah hak-hak konsumen perumahan yang tidak terpenuhi akibat dari

adanya Force majeure?

2. Bagaimana upaya penyelesaian masalah hak konsumen perumahan yang tidak

terpenuhi akibat Force majeure (Studi pada PT. Daya Prima Indonesia)?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan permasalahan hak

konsumen perumahan yang tidak terpenuhi akibat Force majeure (Studi pada

PT. Daya Prima Indonesia)?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui apa sajakah hak-hak konsumen perumahan yang tidak

(12)

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan PT. Daya Prima Indonesia dalam

menyelesaikan permasalahan hak konsumen perumahan yang tidak terpenuhi

akibat Force majeure

3. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi PT. Daya Prima

Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan hak konsumen perumahan yang

tidak terpenuhi akibat Force majeure

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin dicapai dan diperoleh dari penulisan skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah

dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran di

bidang perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan Kredit

Pemilikan Rumah terutama force majeure. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang

perlindungan konsumen pada umumnya, dan atas Kredit Pemilikan

Rumah pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai bahan yang

memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat

menjadi bahan masukan bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan

dan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan hukum yang baik

terhadap hak-hak konsumen yang berkaitan dengan force majeure.

Dengan penelitian ini diharapkan menyarakat menyadari akan

(13)

dengan pemerintah diharapkan dapat bekerja sama dalam menghapus

hambatan terhadap pelaksanaan perlindungan hukum atas hak-hak

konsumen Kredit Pemilikan Rumah dalam hal force majeure.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

gabungan antara metode Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum

Empiris, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis penelitian

Penulisan skripsi ini memakai metode penelitian hukum normatif dan

penelitian hukum empiris. Metode penelitian hukum atau metode penelitian

hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

ada. Sedangkan penelitian hukum empiris adalah metode penelitian yang

dilakukan untuk mendapatkan data langsung dari masyarakat, dalam hal ini

penulis melakukan wawancara dengan Bapak Gustian Danil selaku Pemilik

dan Direktur Utama PT. Daya Prima Indonesia.

2. Data

Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini

diperoleh melalui pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder.

a. Bahan hukum primer yaitu Peraturan Perundang-Undangan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan

tentang bahan hukum primer seperti buku tentang hukum perlindungan

(14)

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara

lain kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Skripsi ini menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yaitu :

1. Tinjauan Kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan

dengan mempelajari dan mengutip isi dari buku-buku yang membahas

mengenai hukum perlindungan konsumen dan perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah ( KPR ).

2. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan

dengan observasi ke lapangan dengan mengambil beberapa laporan

penelitian dari perusahaan pengembang yang menjadi objek penelitian dan

menganalisa laporan penelitian ini. Dalam hal ini Penulis melakukan

penelitian di PT. Daya Prima Indonesia yaitu dengan melakukan

wawancara langsung dengan Pemilik sekaligus Direktur Utama PT. Daya

Prima Indonesia, yaitu Bapak Gustian Danil.

F. Keaslian Penulisan

Pada dasarnya, penulisan skripsi yang bertemakan tentang Perlindungan

Konsumen telah banyak diangkat dan dibahas, namun penulisan skripsi dengan

(15)

dipertanggungjawabkan penulis secara moral dan secara akademik. Dalam

penulisan ini terdapat judul yang mirip antara lain:

1. Aspek Hukum Perjanjian dalam Pembelian Rumah Melalui Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) Bank Tabungan Negara (BTN) Medan pada Perumnas

Simalingkar ( Disusun oleh Hotman Nainggolan NIM: 930200102 pada

skripsi tahun 2000). Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penerapan anasir-anasir dari ketentuan umum tentang

perjanjian ?

b. Bagaimanakah aspek hukum dari perjanjian jual beli ?

c. Bagaimanakah pemberlakuan ketentuan-ketentuan khusus dalam

perjanjian ?

2. Wanprestasi dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) studi kasus

pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan Mall ( Disusun oleh Sri Chairani

Putri NIM: 070200189 pada skripsi tahun 2010). Dengan rumusan masalah

sebagai berikut :

a. Kapankah terjadinya wanprestasi dalam perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) ?

b. Apakah faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya wanprestasi

dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan apakah akibat

hukumnya serta bagaimana tindakan kreditur terhadap wanprestasi

yang terjadi ?

c. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa wanprestasi yang

(16)

Daftar skripsi di atas adalah skripsi yang membahas mengenai Kredit

Pemilikan Rumah, namun dilihat dari judul dan permasalahannya tidak sama,

begitu juga dengan judul yang penulis angkat. Walaupun terdapat kutipan atau

pendapat di dalam penulisan ini, semata-mata merupakan pelengkap dan referensi

dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam suatu tahap

yang disebut Bab. Dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya sendiri.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I ( Pendahuluan ), berisi mengenai hal-hal yang bersifat umum dari tulisan

ini yang terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan.

BAB II (Tinjauan Umum tentang Perlindungan Konsumen), berisi sekilas tentang

perlindungan konsumen secara umum yang terdiri dari : Pengertian dan Istilah

Dalam Perlindungan Konsumen, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Hak

dan Kewajiban Konsumen, Perlindungan Konsumen Dalam Peraturan

Perundang-Undangan, Penyelesaian Sengketa Konsumen.

BAB III ( Tinjauan Umum Mengenai Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ), berisi

sekilas tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) secara umum meliputi :

Pengertian dan Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah, Tinjauan Terhadap UU

Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman Mengenai Kredit

(17)

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Ditinjau dari

UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB IV ( Perlindungan Hukum Konsumen dalam Perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) Apabila Terjadi Force majeure (Studi pada PT. Daya Prima

Indonesia) ), berisi inti dari penulisan ini yang membahas dan mengkaji

Perlindungan Hukum Konsumen Perumahan yakni terdiri atas: Penjelasan Atas

Hak-Hak Konsumen yang Tidak Terpenuhi Akibat Force majeure, Upaya

Menyelesaikan Permasalahan Hak Konsumen yang Tidak Terpenuhi Akibat

Force majeure, Hambatan yang Dihadapi Dalam Menyelesaikan Permasalahan

Konsumen.

BAB V ( Kesimpulan dan Saran ), berisi uraian mengenai kesimpulan dari seluruh

bab sebelumnya yang menjadi suatu kesimpulan penulisan serta saran-saran yang

merupakan sumbangan pemikiran dari penulis terhadap permasalahan dalam

skripsi ini.

BAB II

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laju regangan linier ( e ) terhadap kekuatan tarik dan regangan bahan plat baja karbon rendah, tebal 2 mm, yang dilas

Karena Obat Herbal De Nature di podo jodo spesialis kelamin insyaAllah bisa membantu menjadi perantara kesembuhan kemaluan yang keluar nanah atau gonore alias

Dengan matlamat yang besar ini, sememangnya telah menjadi harapan bahawa PPIS dapat menjuarai isu kebajikan wanita Islam di samping menyediakan wanita Islam yang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Operasional

Ampas limbah industri teh dapat dikembangkan dalam sintesis senyawa intermediet antibakteri ini melalui tiga tahapan reaksi yaitu destilasi ampas limbah industri

Muksin, Peilgaruh Kemampuan Komunikasi Interpersonal Terhadap Efeh.1ivitas Kepemimpinan Kepala SLTP di Kabupaien Asahan : Universitas Negeri Medan.. Penclitian ini

Bogor, adalah penelitian yang berjudul Hubungan Umur Simpan dengan Penyusutan Bobot, Nilai Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Tegal pada Suhu Ruang.. Skripsi