• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Kelapa

Kelapa (cocos nucifera L.) termasuk termasuk ke dalam famili Palmae (palem), yang merupakan salah satu famili utama yang tergolong tumbuhan monokotiledon. Famili

palmae mencakup beberapa jenis tumbuhan yang bermamfaat bagi manusia, seperti

kurma, kelapa, kelapa sawit, pinang, sagu, tebu, pohon ara, dan lainnya. Semuanya

dibedakan berdasarkan batangnya yang tidak bercabang yang dimahkotai oleh daun

menjarum yang bentuknya menyerupai kipas.

Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia yaitu mencapai lebih dari 1

sampai 900 juta liter per tahun. Namun pemanfaatannya dalam industri pangan belum

menonjol, sehingga masih banyak air kelapa terbuang percuma, selain mubazir,

buangan air kelapa dapat menimbulkan polusi asam asetat, akibat proses fermentasi

dari limbah air kelapa tersebut (Onifade,2003 ; Warisno,2004).

Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk dibuat menjadi minuman

fermentasi, karena kandungan zat gizinya, kaya akan nutrisi yaitu gula, protein, lemak

dan relatif lengkap sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri penghasil produk

pangan. Kandungan gula maksimun 3 gram per 100 ml air kelapa. Jenis gula yang

terkandung adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol. Gula-gula inilah yang

menyebabkan air kelapa muda lebih manis dari air kelapa yang lebih tua. (Warisno,

2004).

Disamping itu air kelapa juga mengandung mineral seperti kalium dan

natrium. Mineral-mineral itu diperlukan dalam poses metabolisme, juga dibutuhkan

dan pembentukan kofaktor enzim-enzim ekstraseluler oleh bakteri pembentuk

(2)

seperti riboflavin, tiamin, biotin. Vitamin-vitamin tersebut sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan maupun aktivitas Acetobacter xylinum pada saat fermentasi berlangsung sehingga menghasilkan nata de coco. Oleh karena itu air kelapa dapat dijadikan

sebagai bahan baku untuk pembuatan nata de coco, disamping untuk memanfaatkan

limbah air kelapa sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang di akibatkan

limbah air kelapa tersebut (Pambayun R., 2002).

Air kelapa yang baik adalah yang diperoleh dari kelapa tua optimal, tidak

terlalu tua dan tidak pula terlalu muda. Dalam air kelapa yang terlalu tua, terkandung

minyak dari kelapa yang dapat menghambat pertumbuhan bibit nata Acetobacter xylinum. Sebaliknya, air kelapa yang masih muda belum mengandung mineral yang cukup di dalamnya, sehingga kurang baik apabila digunakan sebagai bahan

pembuatan nata (Pambayun R., 2002).

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua

Sumber air kelapa

Air kelapa banyak terbuang sebagai limbah yang belum dimanfaatkan,

menurut Atih ( 1979 ) menyatakan bahwa air kelapa yang dihasilkan di Indonesia

mencapai 900 juta liter / tahun. Air kelapa tersebut dapat dimanfaatkan untuk dibuat

(3)

nutrisi yang terdapat didalam air kelapa seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa dan

vitamin B kompleks (Onifade, 2003) mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada saat berlangsungnya fermentasi untuk menghasilkan nata.

2.2 Tanaman Terung Belanda

Terung belanda adalah jenis tanaman anggota keluarga terung-terungan (Solanaceae) yang mulai di kembangkan di Bogor Jawa Barat sejak tahun 1941. Di Indonesia

terung ini mungkin pertama kali dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh orang

Belanda pada waktu itu sehingga dikenal dengan nama terung belanda, padahal buah

tersebut berasal dari daerah Amazon di Amerika Latin. (Anonima, 2012)

2.2.1 Daerah Tumbuh

Di daerah tropik terung belanda dapat hidup di atas ketinggian 2000 m dpl. Di dataran

rendah, pohon terung belanda tidak mampu berbunga, sedangkan udara sejuk

(barangkali khususnya malam yang sejuk) dapat mendorong pembungaan. Oleh

karena itu, tanaman ini berbuah matang pada musim dingin di daerah subtropik. Rasa

buah akan menjadi lebih baik pada hari-hari cerah yang panas dan malam-malam

yang dingin pada musim kemarau di daerah tropik daripada selama musim dingin di

dataran tinggi. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan, walaupun hanya 1-2 hari.

(4)

2.2.2 Klasifikasi Terung Belanda

Gambar 2.1 Tanaman Terung Belanda

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Sub Divis : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum betaceum Cav.

(5)

2.2.3 Morfologi Tumbuhan

Tanaman ini memiliki daun yang berbulu bentuk hati besar dan berwarna hijau. Daun

yang hijau ini akan mudah sekali dirusak oleh terpaan angin yang kencang. Bunga

tamarillo akan muncul pada akhir musim gugur sampai pada awal musim semi.

Warnanya pink dan terletak pada ujung cabang batang serta biasanya berkelompok.

Tanaman ini memiliki benang sari dan putik serta kelopak bunga yang berwarna ungu

hijau. Tanaman ini melakukan penyerbukan sendiri tetapi terkadang juga dibantu

lebah dan angin meskipun sangat kecil kemungkinannya (Kumalaningsih, 2006).

Tanaman ini memiliki tangkai panjang, satu dengan yang lainnya tumbuh

sendirian atau ada yang berkelompok sebanyak 3-12. Buahnya berbentuk seperti telur

dengan ukuran panjang antara 5-6 cm dan lebarnya diatas 5 cm. Warna kulitnya ada

yang warna ungu gelap, merah darah, oranye, atau kuning dan ada yang masih

memiliki garis memanjang yang tidak jelas. Terung belanda yang masih mentah

berwarna hijau agak abu-abu. Warna ini akan berubah menjadi merah kecoklatan

apabila buah sudah matang. Di dalam buah ini terdapat daging buah yang tebal

berwarna kuning dibungkus oleh selaput tipis yang mudah dikelupas. Rasa buah ini

seperti tomat dan teksturnya seperti buah pulm dengan kandungan gizi yang relatif

tinggi karena banyak mengandung vitamin A, C dan serat. Lapisan daging buah

banyak mengandung air, sedikit kasar dan sedikit mengandung rasa manis. Biji Buah

ini keras, berwarna coklat muda sampai hitam. Bentuk biji agak tumpul, bulat dan

kecil, tetapi lebih besar daripada biji tomat yang sebenarnya (Kumalaningsih, 2006).

2.2.4 Kandungan Kimia

Terung belanda adalah buah yang mempunyai kandungan nutrisi yang sangat baik,

berisi beberapa kandungan vitamin yang sangat penting serta kaya akan besi dan

potasium, kandungan sodium yang rendah dan berisi kurang dari 40 kalori (kurang

lebih 160 kJ). Oleh karena kelengkapan kandungan gizi pada tamarillo, maka di

(6)

kalori, sumber serat, bebas lemak (jenis reds) atau rendah lemak (jenis golden), bebas kolesterol dan sodium dan sumber vitamin C dan E yang sempurna (Kumalaningsih,

2006).

Buah terung belanda juga mengadung senyawa-senyawa seperti beta karoten,

antosianin dan serat. Di antara senyawa antioksidan yang dikandungnya, beta karoten

mempunyai peranan yang sangat penting karena paling tahan terhadap serangan

radikal bebas. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid yang banyak

terdapat pada buah-buahan. (Kumalaningsih, 2006).

Menurut Kumalaningsih (2006), hasil analisis lengkap kandungan gizi buah

terung belanda dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2 Kandungan Gizi dalam 100 g Terong Belanda

(7)

2.2.5 Kegunaan

Buah terung belanda berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi dan penyegar

badan. Untuk obat tekanan darah tinggi dipakai ± 3 buah terong belanda yang sudah

masak, di kupas untuk sekali makan (Departemen Kesehatan dan Kesehatan Sosial,

2001).

Kegunaan buah terung belnada antara lain untuk mencegah kerusakan sel-sel

jaringan tubuh penyebab berbagai penyakit (kanker, tumor dan lain-lain),

melancarkan penyumbatan pembuluh darah (arteriklorosis) sehinga mencegah

penyakit jantung dan stroke serta menormalkan tekanan darah, menurunkan kadar

kolesterol dan mengikat zat-zat racun dalam tubuh, meningkatkan stamina, daya

tahan tubuh dan vitalitas dan membantu mempercepat proses penyembuhan (Sinaga,

2009)

2.3 Tanaman Lancing

(8)

Solanum mauritianum adalah pohon kecil atau semak dari Amerika Selatan, termasuk Argentina Utara, Brasil Selatan, Paraguay dan Uruguay . Tanaman ini dapat

tumbuh hingga tiga puluh tahun. Memiliki daun besar berbentuk oval dan berwarna

abu-abu kehijauan dan ditutupi dengan bulu. Bunga berwarna ungu dengan pusat

kuning. Tanaman dapat berbunga sepanjang tahun tetapi berbuah pada akhir musim

semi ke awal musim panas. Tanaman ini toleran terhadap banyak jenis tanah dan

dengan cepat berkembang jika ditanam di sekitar perkebunan , hutan, semak dan

lahan terbuka. Tanaman ini mengandung senyawa glykoalkaloid, solasodin, dengan

kandungan tertinggi pada buah mentah hijau (2% - 3,5% berat kering). Solaurisin,

Solaurisidin, dan Solasodamin juga telah ditemukan di Solanum mauritianum. (Harahap, 2011).

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Lancing

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiosperms Magnoliophyta

Kelas : Eudicots

Sub klas : Asterids

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Species : Solanum mauritianum

Selain itu tanaman ini juga memiliki sejumlah sinonim :

Solanum auriculatum Solanum carterianum Solanum pulverulentum Solanum tabaccifolium

(9)

2.4 Selulosa

Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan

alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Pernyataan yang sama

ini berlaku pada terdapatnya selulosa secara kuantitatif. Wardrop, 1970

mengungkapkan selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi

hingga organisme primitif seperti rumput-laut, flagelata dan bakteria. Kadar selulosa

yang tinggi terdapat dalam rambut biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax,

henep), lumut, ekor kuda, dan bakteria mengandung sedikit selulosa. Selulosa

merupakan bahan dasar dari banyak produk teknologi (kertas, film, serat, aditif, dan

sebagainya) dan karena diisolasi terutama dari kayu dengan proses pembuatan pulp

dalam skala besar. (Fengel, 1995).

Selulosa merupakan material yang secara alamiah terdapat pada kayu, kapas,

rami serta tumbuhan lainnya. Selulosa pertama kali diisolasi dari kayu pada tahun

1885 oleh Charles F. Cross dan Edward Bevan di Jodrell Laboratory of Royal

Botanic Gardens, Kew, London. Tetapi pada tahun 1913, Dr Jacques Branenberger

yang mengembangkan film tipis selulosa transparan sebagai produk komersial di

pabrik La Cellophane SA, Bezons, Prancis (Hoenich,2006).

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β – 1,4- glikosida antara

unit-unit glukosa. Selulosa merupakan material penyusun jaringan tumbuhan dalam

bentuk campuran polimer homolog dan biasanya terdapat bersama-sama dengan

polisakarida lainnya serta lignin dalam jumlah bervariasi. Pemeriksaan selulosa

dengan sinar X menunjukkan bahwa selulosa terdiri dari rantai linear unit selobiosa

yang oksigen cincinnya berselang-seling dengan posisi “ kedepan” dan “

kebelakang”. Molekul linear ini mengandung rata-rata 5000 unit glukosa, beragregasi menghasilkan fibril yang terikat bersama oleh ikatan hidrogen diantara

hidroksil-hidroksil pada rantai yang bersebelahan. Walaupun manusia dan hewan lain dapat

(10)

pencernaan manusia mengandung enzim yang dapat mengkatalisis hidrolisis ikatan α

– glikosidik, tetapi tidak mengandung enzim yang diperlukan untuk menghidrolsis ikatan β – glikosidik. Namun banyak bakteri yang mengandung β – glikokinase yang

dapat menghidrolisis selulosa (Hart,dkk.2003).

Gambar 2.3 Struktur Molekul Selulosa

2.5 Nata de Coco

Nata de coco adalah jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa

(dietary fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikroba) yang dikenal dengan nama Acetobacter xylinum

(Hidayat, 2006).

Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Nata diambil dari nama tuan

Nata yang berhasil menemukan nata de coco dan mulai diperkenalkan secara luas ke

masyarakat. Di Indonesia nata de coco mulai dikenal tahun 1973 dan dikembangkan

tahun 1975. Namun demikian nata de coco mulai kenal oleh masyarakat secara luas

dipasaran pada tahun 1981 (Sutarminingsih, 2004).

Definisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan

terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa dan beberapa sari buah

masam. Nata de coco adalah jenis nata dengan medium fermentasi dari air kelapa.

Nata de coco dibuat dengan memanfaatkan air kelapa untuk difermentasikan secara

aerob dengan bantuan mikroba. Di bawah mikroskop, nata tampak sebagai massa

(11)

merupakan mikroorganisme itu sendiri seperti granula yeast yang tersusun atas sel

yeast sehingga ada yang menyangkal bahwa mengonsumsi nata sama dengan

mengonsumsi Acetobacter. Kekenyalan nata tergantung dari kondisi yang ada selama nata itu dibuat. Palungkun (1992) mengungkapkan sebagai makanan berserat, nata de

coco memiliki kandungan selulosa ± 2,5% dan lebih dari 95% kandungan air. Nata de

coco memiliki kandungan serat kasar 2,75%, protein 1,5-2,8%; lemak 0,35% dan

sisanya air. Nata dapat digambarkan sebagai sumber makanan rendah energi untuk

keperluan diet karena nilai gizi produk ini sangat rendah. Selain itu nata juga

mengandung serat yang sangat di butuhkan oleh tubuh dalam proses fisiologis

sehingga dapat memperlancar pencernaan. (Hidayat, 2006).

Gambar 2.4 Nata de Coco

Makanan ringan ini sangat terkenal di Jepang sebagai makanan diet untuk

anak-anak dan remaja. Orang Jepang percaya bahwa nata dapat menjaga tubuh dari

serangan kanker kolon dan menguntungkan karena dapat membuat lebih langsing.

Nata de coco memiliki serat yang tinggi, baik untuk sistem pencernaan, rendah kalori

dan tidak mengandung kolesterol. Nata de coco sangat digemari di Jepang tahun 1993

(12)

de coco karena Philipina merupakan negara penghasil kelapa yang sangat besar dan

sebagian besar tanah perkebunannya ditanami kelapa. Tentu saja hal ini

menguntungkan petani kecil di Philipina (Hidayat, 2006).

Nata de coco dihasilkan oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan

cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies

yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang

paling banyak digunakan adalah Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum

termasuk genus Acetobacter (Ley & Frateur, 1974). Bakteri Acetobacter xylinum

bersifat gram negatif aerob, berbentuk batang pendek atau kokus (Moat, 1986; Forng

et al., 1989). Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh

Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk menghasilkan senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang menghasilkan

Nata de coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat

akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel

Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa. (Misgiyarta, 2007). Nata de coco mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan

dan merupakan polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul-molekul β D–

glukosa melalui ikatan β 1-4 glikosida, (Philip, 2000). Pada proses fermentasi bakteri

(13)

Glukosa heksosinase

Glukokinase

UDP-Glukosa pirofosfatase

UDP (Uridin Di Fosfatase)

Gambar 2.5 Jalur pentosa fosfat (Lehninger, 1975)

Dari jalur diagram di atas, dapat dilihat bahwa glukosa dimetabolisme oleh

enzim – enzim yang ada dalam starter air kelapa tersebut, menjadi polimer selulosa,

melalui jalur pentosa fosfat, UDP glukosa pirofosfatase merupakan prekusor sintesis

selulosa. Dan polimerisasi glukosa dilaporkan terjadi dalam media ekstraseluler oleh

sintesis selulosa (Yusak, 2010).

Uning (1974) mengungkapkan bahwa pembuatan nata de coco yang diperkaya

dengan penambahan vitamin dan mineral akan mempertimggi nilai gizi pada nata de

coco.

Glukos

Glukosa 6

Glukosa 1

(14)

2.6 Acetobacter Xylinum

Acetobacter xylinum atau Gluconacetobacter xylinus merupakan bakteri berbentuk batang pendek dan tergolong ke dalam jenis bakteri Gram negatif, memiliki lebar

0-5-1 μm dan panjang 2-10 μm. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat

yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk

mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk

matrik yang dikenal sebagai nata (Tomita dan Kondo, 2009).

Kedudukan Acetobacter xylinum berdasarkan taksonomi adalah :

Kingdom : Bacteria

Pylum : Proteobacteria

Class : Alpha Proteobacteria

Ordo : Rhodospirillales

Family : Psedomonadaceae

Genus : Acetobacter

Subspecies : Xylinum

Scientific name : Acetobacter xylinum (Tomoyuki, 1996)

Budiyanto (2002) menyatakan bahwa bakteri pembentuk nata termasuk

golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara lain Gram negatif untuk kultur yang masih muda, Gram positif untuk kultur yang sudah tua, obligat aerobik,

berbentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk

oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan

gelatin, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat dan memiliki termal death point pada suhu 65-70°C.

(15)

banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut

maka semakin banyak Acetobacter xylinum dan semakin banyak selulosa yang terbentuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan Acetobacter xylinum dalam menghasilkan selulosa yaitu metode kultivasi, sumber karbon, sumber nitrogen, pH,

dan temperatur (Coban dan Biyik, 2011). Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang bersifat aerobik, sehingga seperti yang dikatakan Kouda et al (1997), ketersediaan oksigen dan agitasi akan berpengaruh terhadap produksi selulosa

mikrobial.

Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari

campuran zat makanan atau nutrisi yang diperlukan mikroorganisme untuk

pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa

molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Melalui media

pertumbuhan dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga

memanipulasi komposisi media pertumbuhannya.

1. Sumber Karbon (C)

Perbedaan sumber karbon dan konsentrasi yang digunakan akan berpengaruh

terhadap produksi selulosa. Ramana et al (2000) menggunakan sorbitol, glukosa, laktosa, mannitol, dan maltosa sebagai sumber karbon. Melliawati

(2008) menggunakan air kelapa dan sukrosa, sedangkan sumber karbon yang

digunakan oleh Kurosumi et al (2009) dalam penelitiannya yaitu sari buah-buahan seperti sari buah jeruk, sari buah apel, sari buah nanas, sari buah pear,

dan sari buah anggur.

2. Sumber Nitrogen (N)

Sebagian mikroorganisme dapat memanfaatkan sumber nitrogen organik dan

anorganik. Nitrogen anorganik yang sering digunakan berupa ammoonium

(16)

glutamat, seperti yang digunakan oleh Son et al (2003). Pada penelitian Melliawatti (2006) menggunakan pupuk ZA sebagai sumber nitrogen.

Ramana et al (2000) menggunakan hidrolisat protein, ammonium sulfat, glisin, sari kacang kedelai, pepton, dan sodium glutamat. Sedangkan

Saibuatong (2010) menggunakan ammonium sulfat. Pada penelitian ini

diasumsikan kebutuhan sumber N sudah dipenuhi dari substrat air kelapa dan

media Hassid Barker yang digunakan . Sumber N ini berfungsi sebagai nutrisi pertumbuhan sel.

Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang hidup pada kondisi asam, sehingga keasaman media sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu juga

beberapa faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu suhu dan agitasi. Sifat lain dari Acetobacter xylinum yaitu merupakan bakteri aerobik, yang memerlukan oksigen untuk menunjang pertumbuhannya. Agitasi akan

berpengaruh pada distribusi nutrisi dan oksigen.

1. Keasaman (pH)

Laju pertumbuhan bergantung pada nilai pH, karena pH mempengaruhi fungsi

membran, enzim, dan komponen sel lainnya. Keasamaan (pH) menunjukkan

aktivitas ion H+ dalam suatu larutan dan pada proses fermentasi. pH media

sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikrobial (Suryani et al, 2000). Menurut Coban dan Biyik, (2011), bakteri Acetobacter xylinum pada umumnya tumbuh pada pH 3.5-8.5, dan akan tumbuh optimal pada pH 6.5.

Masaoka et al (1993) mengatakan bahwa pH optimum untuk produksi selulosa adalah 4-6.

2. Suhu

Suhu kultivasi berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan terhadap efisiensi

konversi substrat menjadi massa sel. Suhu yang melebihi suhu optimum

(17)

protein dan DNA yang memegang peranan kunci dalam metabolisme

pertumbuhan sel. Suhu untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum berkisar antara 28-31oC. Sakairi et al (1998) dalam penelitiannya menggunakan suhu 28oC untuk kultivasi Acetobacter xylinum. Sedangkan Coban dan Biyik (2011) menggunakan suhu 22-37oC dalam penelitiannya, dan suhu optimal

untuk menghasilkan selulosa mikrobial yaitu 30oC.

3. Agitasi

Agitasi bertujuan untuk mempertahankan homogenitas campuran media,

oksigen, dan kultur mikroorganisme serta mempercepat proses pencampuran

dan pelarutan bahan yang diinginkan. Pada sistem agitasi yang lebih tinggi,

kebutuhan oksigen terpenuhi dengan cepat. Penyebaran zat-zat makanan dan

kultur merata sehingga aktivitas mikroorganisme dan perkembangbiakan sel

berlangsung cepat. Melliawati (2008) menggunakan kecepatan agitasi sebesar

150 rpm dalam proses kultivasi bakteri.

2.7 Vitamin C

Gambar 2.6 Struktur Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176 dengan rumus molekul

(18)

kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larutan vitamin C mudah rusak,

karena bersentuhan dengan udara (terokosidasi), terutama bila terkena panas.

Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Asam askorbat tidak stabil

dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Asam askorbat (vitamin

C) adalah suatu turunan heksosa dan diklasfikasikan sebagai karbohidrat, yang erat

berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C (asam askorbat dapat disintesis dari D-

glukosa dan D-galaktosa yang banyak terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dan

sebahagian dalam hewan. Asam askorbat terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu

L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi

(Counsel 1981).

Asam askorbat mudah diabsorpsi dengan cepat dan mungkin secara difusi

pada bagian atas usus halus, lalu masuk ke dalam peredaran darah melalui vena porta.

Rata – rata absorpsi adalah 90% untuk dikonsumsi diantara 20 sampai 120 mg sehari.

Konsumsi tinggi sampai 12 gram (sebagai pil), hanya di absorpsi sebanyak 16%.

Asam askorbat (vitamin C), kemudian di bawa ke semua jaringan. Konsentrasi

tertinggi adalah dikelenjar, ginjal, pituitari dan retina. (Almatsier, 2001 ; Ceinhaska,

2001 ).

Peranan dari vitamin C ada 3 kelompok yaitu, dapat berperan untuk

mensintesis kolagen, dimana kolagen merupakan protein yang berpengaruh terhadap

integritas struktur sel. Seperti pada tulang rawan, kulit, sehingga dengan demikian

vitamin C berperan pada penyembuhan luka. Disamping itu vitamin C dapat

mengabsorbsi kalsium dimana kalsium sangat diperlukan tubuh sebagai kofaktor

untuk aktivitas enzim dan pertumbuhan tulang. (Hickey et al, 2004). Disamping itu

vitamin C juga berperan sebagai antioksidan dan dapat mempertahankan daya tahan

tubuh terhadap infeksi. Sehingga vitamin C dapat mencegah senyawa – senyawa

(19)

juga dapat menurunkan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus

(Almatsier, 2001 ; Ceinhaska, 2001 ).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul, akan

berlangsung sepanjang hidup, dan inilah penyebab utama proses penuaan dan

berbagai penyakit degeratif. Radikal bebas yang penting dalam makhluk hidup, dan

sangat berbahaya adalah radikal bebas oksigen yaitu hidroksil, superoksida, nitrogen

monoksida, dan peroksil. Banyak enzim-enzim penting yang sangat berperan, di

dalam metabolisme tubuh di rusak oleh superoksida-superoksida diatas, sehingga

enzim-enzim tersebut tidak dapat bekerja sesuai dengan aktifitasnya masing-masing.

Akan tetapi kebanyakan kerusakan oksidatif ini di sebabkan oleh keterlibatan secara

aktif besi yang bebas di dalam reaksi redoks. Proses oksidasi ini berperan dalam

perkembangan penyakit jantung koroner (PJK), serta stroke. Hubungan antara

oksidasi dan PJK adalah melalui oksidasi LDL. Lipoprotein ini merupakan alat

pengangkut utama kolesterol, dari hati ke seluruh sel jaringan di dalam tubuh yang

membutuhkannya. Bentuk utama LDL yang teroksidasi, tidak dapat di kenali oleh

reseptornya, tetapi lebih mudah di ikat oleh makrofag, dan kemudian merangsang

pembentukan penyakit jantung koroner (PJK). (Silalahi, 2006).

Antioksidan pangan adalah suatu zat dalam makanan, yang dapat

menghambat akibat buruk dari efek senyawa oksigen yang reaktif (SOR), senyawa

nitrogen yang reaktif (SNR), atau keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada

manusia. Antioksidan dalam makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai

penyakit yang berkaitan dengan proses penuaan dan sebagian kanker. Asam askorbat

(vitamin C) secara efektif akan menangkap radikal-radikal oksigen singlet, OH,

peroksil dan O

2, dan juga berperan dalam regenerasi vitamin E. Dengan mengikat

radikal peroksil dalam fase berair, dari plasma atau sitosol, vitamin C dapat

melindungi membran biologis dari kerusakan peroksidatif. Konsentrasi vitamin C

(20)

trigliserida, dan mengurangi agresi platelet, serta meningkatkan high density

lipoprotein (HDL), yang dapat mencegah PJK. (Almatsier, 2001 ; Silalahi, 2006).

Vitamin C juga dapat mencegah kanker, dengan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh terhadap infeksi dan virus. Sebenarnya ada radikal bebas dan produk

oksidatif yang di keluarkan oleh sistem kekebalan yang dapat menguraikan sel-sel

tumor, tetapi fungsinya sering kali menyimpang. Maka aktivitas sistem kekebalan

yang optimum memerlukan suatu keseimbangan antara pembentukan radikal bebas

dan proteksi antioksidan. (Counsel, 1981).

2.8 Beta Karoten

Gambar 2.7 Struktur Beta Karoten

Betakaroten adalah suatu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain

terdapat pada wortel, kentang dan buah peach yang lezat. Zan antioksidan sangat

berguba untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat-zat beracun. Radikal

bebas adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat

ditakuti. Dengan adanya zat anti oksidan yang antara lain adalah beta karoten,

diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40% dengan hanya

mengkonsulsi 50 mg beta karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja

dengan cara hidup yang sehat. (L. Lidya, 2010).

Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang

(21)

berwana jingga yang penting dalam fotosintesis. Zat ini membentuk warna jingga

dalam wortel dan banyak buah dan sayur lainnya. Beta kaoten berperan dalam dalam

fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang diserap ke klorofil. (T.Salamah,

2005).

Beta karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki

senyawa lain. Jumlah yang diperlukan oleh tubuh memang hanya ukuran mg/hari.

Tetapi jika tidak dipenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Beta karoten terdapat

dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan dan merupakan unsur yang sangat

potensial dan persenyawaan kimia yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi

kimiawi-fisiologik dalam rangkaian metabolisme. Biasanya sayur-sayuran terang

seperti wortel, terung belanda, banyak mengandung beta karoten. Akibat kekurangan

betakaroten tidak segera dapat dirasakanm sehingga kebutuhan unsur ini jarang

menjadi perhatian. Para peneliti dari institut kanker merekomendasikan, kebutuhan

tubuh akan beta karoten setiap harinya 5-6 mg. Menurut hasil penelitian, beta karoten

bermanfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernafasan dan

sebagian jenis kanker serviks. Disamping itu beta karoten juga dapat berfungsi

sebagai penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Beta karoten

memberikan perlindungan pada tingkat seluler dimana DNA yang merupakan suatu

inti genetik pembawa sifat keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan sehingga

terlindung dari senyawa lain yang mengacaukan kode genetiknya. (H.Winarsi, 2007).

2.9 Fermentasi Air Kelapa

Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung didalam

substrat oleh mikroba (kultur) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan

selulosa / nata de coco), baik merupakan proses pemecahan maupun proses

pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi

(22)

Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya prosesnya

sebagai berikut; substrat air kelapa disterilkan dengan menggunakan autoklaf atau

dengan cara didihkan selama 15 menit. Substrtat didinginkan hingga suhu 40oC.

Substrat dimasukkan pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar,

dengan kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan

starter atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Kemudian diaduk rata, ditutup dengan

menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada

tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih

untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15 hari,

pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15

hari nata dapat dipanen (Misgiyarta, 2007).

2.10 Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk

menentukan struktur ssenyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari

karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Identifikasi dengan spektroskopi inframerah adalah berdasarkan penentuan

gugus fungsinya. Spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya

senyawaan yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Selain dari

senyawaan isomer-optik, tidak satupun antara 2 senyawaan yang mempunyai kurva

serapan inframerah yang identik. Daerah inframerah terletak pada daerah spketrum

4000-400 cm-1.

Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang

rantai struktur polimer. Di samping itu analisis mengenai bahan polimer yang

terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan

(23)

gugus karbonil dan gugus karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum

inframerah adalah adanya ikatan C/H/rengangan pada daerah 2880 cm-1 sampai

dengan 2900 cm-1 dan renggangan dari gugus lain yang mendukung suatu analisa

mineral (Hummel, 1985).

Sistem analisa spektroskopi inframerah (IR) telah memberikan keunggulan

dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa

inframerah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan

renggangan pada daerah serapan inframerah. Tahap awal identifikasi bahan polimer,

maka harus diketahui pita serapan yang karakterisasi untuk masing-masing polimer

dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas

ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya (Hummel,

1985).

Spektrofotometer inframerah terutama ditunjukkan untuk senyawa organik

yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah

sidik jari sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan

untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan

dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu

yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa

ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara

bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat

menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua
Gambar 2.1 Tanaman Terung Belanda
Tabel 2.2 Kandungan Gizi dalam 100 g Terong Belanda
Gambar 2.2 Tanaman Lancing
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari uji statistik yang dilakukan diperoleh hasil bahwa ekstrak Alkaloid dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk dari tanaman Lancing ( Solanum mauritianum ) dengan

Judul : PENGARUH KADAR GULA ,VITAMIN C DAN KADAR SERAT DARI SARI BUAH MARKISA UNGU ( Passiflora Edulis Var Edulis) PADA PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN MENGGUNAKAN

Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada media dengan kadar gula tinggi seperti air.. kelapa, sari nenas atau sari

bebas adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat ditakuti. Dengan adanya zat antioksidan yang antara lain adalah β-karoten yang

Telah dilakukan penelitian tentang studi analisa kadar vitamin C dan kadar β -karoten dari sampel berupa buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda