• Tidak ada hasil yang ditemukan

REHABILITASI LAHAN DI ZONA EKSTRIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REHABILITASI LAHAN DI ZONA EKSTRIM"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

REHABILITASI LAHAN

DI ZONA EKSTRIM

Chairil Anwar Siregar

Muhammad Ridwan

(2)

REHABILITASI LAHAN DI ZONA EKSTRIM Belajar dari A/R CDM Lombok Timur

Pengantar: Jin Sunpil Putera Parthama

Zulkifli Hasan Penulis:

Chairil Anwar Siregar Muhammad Ridwan

Editor: Ari Suharto Desain Cover: Ma’sum dan Ari Suharto Diterbitkan atas kerjasama:

Korea International Cooperation Agency (KOICA) Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta

Dengan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Gd. Manggala Wanabakti Blok I Lantai XI Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta 10270

CER Indonesia, Jl. Arya Widura VIII No. 2 Arya Widura Residence, Bogor, 16152

RA Visindo

Jl. Taweuran IV. No. 25 Perumnas Bantarjati Bogor. 16152 email: ravisindo@yahoo.co.id

Desember 2013 ISBN: 978-602-14763-0-7

(3)

III Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Sambutan Representatif KOICA ... xiii

Sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ... xv

Sambutan Menteri Kehutanan ... xvii

Pengantar Penulis ... xix

BAB I CDM INDONESIA, APA KABAR ? ... 1

Sejak Protokol Kyoto. ... 1

Ratifikasi Protokol Kyoto ... 3

Kebijakan Nasional Terkait Isu Perdagangan Karbon ... 5

Beberapa Studi A/R CDM di Indonesia ... 5

BAB II KERJASAMA DENGAN KOREA . ... 9

Sejarah Kerjasama dengan KOICA ... 9

Penentuan Lokasi ... 11

(4)

BAB III KONDISI LAHAN HUTAN LINDUNG

SEKAROH ... 17

Status Lahan ... 17

Realitas Kondisi Lahan ... 18

Lahan diokupasi Masyarakat ... 19

Pembiaran oleh Aparat Pemerintah ... 20

BAB IV REALITAS KONDISI MASYARAKAT ... 23

Informasi Penggunaan dan Pembukaan Lahan ... 23

Kondisi Ekonomi . ... 24

Tingkat Pendidikan ... 34

Semua Mendapatkan Beras Miskin (Raskin) ... 34

Apakah Kondisi Akan Terus Begini ? ... 35

BAB V KEGIATAN A/R CDM KOICA ... 37

Kesepakatan Penentuan Lokasi ... 37

Penentuan Jenis Tanaman ... 38

Kesesuaian Tempat Tumbuh ... 39

BAB VI PROSES KEGIATAN PENDAMPINGAN ... 43

Pendampingan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) ... 43

Pendampingan Berbasis Kepercayaan ... 44

Kerjasama dengan Gapoktan ... 45

Bekerja Bersama Parapihak ... 47

Pendampingan LSM AMPEL ... 48

BAB VII PROSES SOSIALISASI ... 51

Tujuan Orientasi Desa Sekaroh ... 51

Output Orientasi Desa Sekaroh ... 52

Target Orientasi Desa Sekaroh ... 53

(5)

V Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim

Tahapan Orientasi Desa Sekaroh... 54

Menemui Tuan Guru ... 56

Penanaman Perdana ... 57

Sosialisasi Kelompok ... 59

Masalah Tersembunyi yang Harus Dipecahkan ... 60

BAB VIII PROSES REHABILITASI LAHAN . ... 61

Persiapan Lahan Berbasis Masyarakat ... 61

Input Teknologi (Hydrogel & Kompos) ... 63

Penanaman Bersama Masyarakat ... 64

Penyulaman ... 67

Pemeliharaan ... 68

BAB IX PENENTUAN DATA DASAR ... 71

Di Atas Tanah ... 72

Di Bawah Tanah ... 72

BAB X SENSUS TANAMAN ... 75

Sosialisasi Sensus ... 75

Arti Penting Sensus ... 75

Metode Sensus ... 76

Hasil Sensus ... 77

Respon terhadap Sensus ... 79

Pembelajaran dari Sensus ... 80

BAB XI A/R CDM BERBASIS HKm ... 83

Kenapa Harus HKm ... 83

Proses Sosialisasi Masyarakat ... 84

Aspek Teknis dan Non Teknis ... 86

Keluarnya Izin Pencadangan Areal ... 91

(6)

BAB XII POTENSI KARBON SEKAROH ... 93

Terobosan Persentase Tanaman ... 93

Tanaman Kehutanan ... 94

Tanaman Buah-Buahan ... 100

Total Karbon ... 107

BAB XIII KEGIATAN VALIDASI ... 109

Informasi Singkat tentang JACO CDM ... 109

Hal-hal yang Ditanyakan Validator ... 110

Diskusi Parapihak Daerah ... 113

Diskusi Parapihak Pusat ... 114

Pelajaran dari Validator . ... 116

BAB XIV HAMBATAN KEGIATAN/PENGALAMAN PENANAMAN 30 HEKTAR PERTAMA ... 119

Pengalaman Penanaman 30 hektar ... 119

Hambatan Sosial ... 121

Kebijakan ... 123

Isu Teknis dan Kelembagaan ... 124

BAB XV Presentasi di Komnas MPB ... 127

Materi Presentasi ... 127

Keberlanjutan Pembangunan Nasional . ... 128

Jalannya Presentasi ... 130

BAB XVI KOMENTAR PARAPIHAK . ... 133

Masyarakat Masih Butuh Pendampingan LSM ... 133

Gapoktan Akan Terus Merawat Tanaman ... 134

Perlu Perbanyakan Kantong Air ... 135

KOICA Memudahkan Kegiatan Rehabilitasi Berikutnya ... 136

Masyarakat Yakin Pendapatannya Bisa Meningkat ... 137

(7)

VII Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim

Memiliki Manfaat Jangka Panjang dan Pendek ... 140

Berharap KOICA Memelihara Sampai Tanaman Berumur 3 Tahun . ... 142

Referensi ... 145

Lampiran . ... 149

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Peraturan di Indonesia yang terkait langsung

dengan kegiatan karbon hutan ... 6 Tabel 2 Perkiraan areal yang potensial untuk proyek

karbon di Indonesia ... 8 Tabel 3 Beberapa jenis tanaman di areal Hutan

Lindung Sekaroh ... 40 Tabel 4 Nama petani penanaman tahap pertama ... 65 Tabel 5 Jenis tanaman yang ditanam tahap pertama ... 66 Table 6 Ringkasan kandungan karbon tanah

di daerah penelitian ... 74 Tabel 7 Persentase tumbuh dan Intensitas

Penyulaman ... 79 Tabel 8 Jadwal Pertemuan Tim JACO CDM

dengan Parapihak ... 115 Tabel 9 Jenis, jumlah dan potensi penghasilan

(9)

IX Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Lokasi Hutan Lindung Sekaroh terdegradasi

sebelum tahun 1990 ... 12 Gambar 2 Areal terdegradasi dengan penutupan

< 30 % ... 14 Gambar 3 Lahan diokupasi masyarakat dengan

jagung sebagai tanaman utama ... 19 Gambar 4 Jumlah anggota keluarga petani di Sekaroh ... 24 Gambar 5 Kerugian petani di Sekaroh tahun 2010 ... 25 Gambar 6 Luas lahan garapan petani di Hutan

Lindung Sekaroh ... 26 Gambar 7 Pendapatan petani Sekaroh tahun 2009

dan 2010 ... 27 Gambar 8 Biaya usahatani masyarakat tahun 2009 ... 28 Gambar 9 Hasil utama dan hasil tambahan masyarakat . ... 29 Gambar 10 Survei awal untuk mengetahui persepsi

masyarakat terhadap Hutan Lindung

Sekaroh ... 33 Gambar 11 Mengenal tokoh desa melalui diskusi

dengan pejabat Desa Sekaroh ... 54 Gambar 12 Menemui Tuan Guru Sibawaihi dan

Tuan Guru Muhammad Nuh ... 56 Gambar 13 Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara

Barat memotivasi masyarakat Sekaroh untuk melakukan rehabilitasi lahan dan

mendukung kegiatan CDM ... 57 Gambar 14 Mr. Lee Manajer Program CDM dari Korea

ikut menanam pohon ... 58 Gambar 15Layout jarak tanam yang disepakati

bersama masyarakat ... 62 Gambar 16 Pohon mahoni hasil tanaman kegiatan

(10)

Gambar 17 Pohon trembesi di Hutan Lindung Sekaroh ... 97 Gambar 18 Pohon mimba cocok dan tumbuh subur

di Hutan Lindug Sekaroh ... 98 Gambar 19 Potensi karbon empat jenis tanaman

kehutanan ... 99 Gambar 20 Nangka yang berada dalam kawasan

Hutan Lindung Sekaroh dapat tumbuh

subur ... 101 Gambar 21 Asam tumbuh subur di Hutan Lindung

Sekaroh ... 103 Gambar 22 Srikaya di Hutan Lindung Sekaroh tumbuh

dan berbuah dengan baik ... 104 Gambar 23 Pohon mangga tumbuh dengan subur

di Hutan Lindung Sekaroh ... 105 Gambar 24 Potensi karbon buah-buahan selama

20 tahun ... 106 Gambar 25 Potensi karbon total pada areal seluas

309 ha di Hutan Lindung Sekaroh ... 107 Gambar 26 Tim JACO CDM melakukan diskusi dengan

Camat Jerowaru, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Lombok Timur, Kepala Desa Sekaroh dan Pengurus Gapoktan Sekaroh

Maju ... 113 Gambar 27 Tim JACO CDM berfoto bersama setelah

pertemuan dengan Dinas Kehutanan Provinsi NTB, KOICA, Litbang Kehutanan

dan CER Indonesia ... 114 Gambar 28 Pertemuan Tim JACO CDM dengan Ketua

Kelompok Kerja Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan yang dipimpin

oleh Dr. Yetti Rusli ... 116 Gambar 29 Hermanto – Ketua Blok II ... 133 Gambar 30 Budi Mulyawan – Ketua Gapoktan

(11)

XI Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim Gambar 31 Sirajun Nasihin – Tokoh Agama ... 135 Gambar 32 Turmudzi – Ketua LSM AMPEL ... 136 Gambar 33 Drs. Purnama Hadi, MH – Camat

Kecamatan Jerowaru ... 138 Gambar 34 Marjahan – Ketua Amphibi Kabupaten

Lombok Timur ... 139 Gambar 35 Ir. Sahri – Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Lombok Timur ... 140 Gambar 36 Dr. Ir. Abdul Hakim, MM – Kepala Dinas

(12)
(13)

XIII Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim

SAMBUTAN

REPRESENTATIF KOICA

Indonesia dan Korea adalah dua negara sahabat yang saling membutuhkan dan sudah banyak bekerjasama dalam berbagai bidang. Isu perubahan iklim merupakan isu dunia yang mendapatkan perhatian semua negara termasuk Korea dan Indonesia. Untuk Itu, sebagai negara sahabat, Indonesia dan Korea sejak tahun 2006 sudah mulai menjalin komunikasi intensif untuk melakukan riset dan pilot project dalam rangka berpartisipasi menurunkan emisi gobal.

Kegiatan Clean Development Mechanism (CDM) yang dilakukan di Hutan Lindung Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu komitmen kerjasama Indonesia dan Korea dalam rangka menindaklanjuti isu perubahan iklim. Selama ini banyak pihak menyatakan bahwa kegiatan CDM sangat rumit sehingga kegiatan CDM Kehutanan kurang berkembang di Indonesia. Akan tetapi semua pihak tidak tahu persis di mana bagian rumit yang dimaksud dan apa langkah yang dapat mengatasi persoalan tersebut.

(14)

Pada awal proses kegiatan CDM di Lombok Timur, semuanya terasa sulit, tetapi sedikit demi sedikit, setiap hambatan bisa kami lewati. Masyarakat yang semula menolak program rehabilitasi lahan ini, pada akhirnya bisa memahami dan mau bekerjasama untuk menanam dan memelihara tanaman.

Buku “Rahabilitasi Lahan di Zona Ekstrim” ini merupakan buku yang menceritakan kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh dengan bahasa yang mudah dimengerti. Kami yakin buku ini dapat memberikan manfaat yang berharga bagi pihak-pihak lain yang concern dengan isu rehabilitasi lahan, perubahan iklim dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini saya yakini karena isi buku menceritakan proses kegiatan di lapangan berupa hambatan yang dilalui maupun dukungan yang diterima dari stakeholders.

Akhirnya saya mengucapkan selamat kepada Prof. Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc. dan Muhammad Ridwan, S.Hut. yang sudah menuliskan rangkaian kegiatan CDM Sekaroh menjadi sebuah buku yang menarik. Semoga bermanfaat.

(15)

XV Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim Hasil dari Conference of Parties 3 (CoP 3) di Jepang tahun 1997 yang dikenal dengan Kyoto Protokol menghasilkan tiga skema untuk menurunkan emisi yaitu joint implementation (JI), Emission Trading (ET) dan Clean Development Mechanism (CDM). Dari ketiga skema ini Indonesia hanya bisa berpartisipasi untuk CDM. Sedangkan untuk JI & ET hanya bisa dilakukan antara negara maju dengan negara maju lainnya.

Indonesia sebagai negara yang sejak awal menyetujui isu perubahan iklim, termasuk aktivitas CDM, terus melakukan berbagai aktivitas yang bertujuan untuk menurunkan emisi. Setelah CoP 3 di Jepang, berbagai persiapan proyek CDM bermunculan dan dikembangkan di Indonesia.

Berdasarkan kajian strategis nasional tahun 2002, Indonesia diperkirakan memiliki potensi yang besar untuk berpartisipasi dalam proyek CDM. Dari hasil perhitungan diperkirakan Indonesia memiliki potensi menyerap pasar karbon dunia dari dua sektor yaitu energi dan kehutanan sekitar 36 juta ton CO2 per tahun atau sekitar 6% total pasar CDM dunia. Dengan potensi 36 juta ton CO2, seharusnya Indonesia bisa menghasilkan proyek CDM dengan jumlah yang cukup besar. Hanya saja sampai tahun 2012 belum satupun proyek CDM Kehutanan yang mendapatkan persetujuan dari Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB).

SAMBUTAN

(16)

Rendahnya kemampuan ini disebabkan karena adanya faktor penghambat baik yang bersifat teknis maupun non-teknis. Untuk proyek CDM kehutanan atau yang dikenal dengan Afforestation and Reforestation under Clean Development Mechanism (AR CDM), beberapa hal yang dinilai menjadi faktor penghambat antara lain adalah rendahnya pengetahuan tentang CDM, isu metodologi yang rumit, pasar karbon yang belum jelas dan dukungan regulasi yang perlu ditingkatkan.

Proyek CDM di Hutan Lindung Sekaroh merupakan proyek CDM dengan skema Hutan Kemasyarakatan yang pertama di Indonesia. Tentu saja pengalaman CDM Sekaroh perlu diketahui oleh berbagai pihak yang peduli dengan isu perubahan iklim. Dengan telah didapatkannya Rekomendasi Menteri Kehutanan dan telah dilakukannya presentasi di Komnas MPB, tentu banyak informasi penting yang perlu disebarluaskan kepada parapihak yang peduli dengan kegiatan rehabilitasi lahan di Indonesia.

Saya menyambut baik terbitnya Buku Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim yang ditulis oleh Prof. Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc. dan Muhammad Ridwan, S.Hut. Kedua penulis terlibat sejak awal pada kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh sehingga mereka mengetahui dengan baik kondisi biofisik lahan, karakteristik masyarakat dan hambatan-hambatan lapangan yang dihadapi.

Selamat atas terbitnya buku ini. Semoga bermanfaat.

Jakarta, Oktober 2013 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI

(17)
(18)
(19)

XIX Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim Alhamdulillah, akhirnya Buku Rehabilitasi Lahan di Zona Ekstrim ini bisa terbit sesuai harapan banyak pihak. Buku ini memaparkan proses kegiatan Clean Development Mechanism (CDM) sektor kehutanan di Hutan Lindung Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Kegiatan CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih sudah menjadi perbincangan umum sejak awal tahun 2000. Dari tahun 2000 – 2007 antusiasme berbagai stakeholders kehutanan begitu tinggi yang ditandai dengan banyaknya riset mengenai CDM kehutanan. Akan tetapi pada tahun 2007 – 2012 progres CDM Kehutanan praktis tidak terjadi karena berbagai hambatan. Selesainya Project Design Document (PDD) CDM ini dan sudah dilakukannya kegiatan validasi oleh validator dari JACO CDM Jepang menjadi sebuah kemajuan sangat penting bagi CDM Kehutanan Indonesia. Buku ini merupakan Buku CDM berbasis Hutan Kemsyarakatan pertama di Indonesia.

Dalam proses penulisan buku ini kami banyak dibantu oleh berbagai pihak. Tanpa bantuan dari teman dan mitra kami, tentu saja buku ini tidak akan pernah terbit. Pertama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Manajemen KOICA, khususnya kepada DR. Jin Sunpil yang sudah memfasilitasi semua proses penerbitan buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR. Yetti Rusli Ketua Pokja

(20)

Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan yang banyak membantu proses keluarnya Surat Rekomendasi Menteri Kehutanan terhdap kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada tim penyusun PDD yaitu Prof. Dr. Rizaldi Boer, Han Ki Joo, Jin Sunpil, Delon Marthinus, Syahrina D. Anggraini dan Ari Suharto, yang merupakan sumber penting penulisan buku ini. Selanjutnya kepada Mita Ramayanti dari KOICA dan Ari Suharto dari CER Indonesia yang banyak berkontribusi dalam proses penulisan, teman diskusi dan membantu menyediakan dokumen-dokumen yang diperlukan.

Kami juga banyak dibantu oleh pihak-pihak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Abdul Hakim, MM – Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ir. Sahri – Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Timur, Marjahan – Ketua Amphibi Kabupaten Lombok Timur, Drs. Purnama Hadi, MH – Camat Kecamatan Jerowaru, Mansur – Kepala Desa Sekaroh, Turmudzi – Ketua LSM AMPEL, Sirajun Nasihin – Tokoh Agama, Budi Mulyawan – Ketua Gapoktan Sekaroh Maju, Hermanto – Ketua Blok II dan masyarakat Sekaroh yang sudah berpartisipasi dalam kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh. Tentu masih banyak pihak lain yang turut membantu proses penerbitan ini yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu.

Semoga hadirnya Buku ini bisa bermanfaat bagi semua pihak khususnya kepada pihak yang concern terhadap isu perubahan iklim. Selamat membaca.

(21)

1 A/R CDM Indonesia, Apa Kabar ?

BAB I

A/R CDM INDONESIA,

APA KABAR ?

Fakta menarik menunjukkan adanya perbandingan yang sangat kontras antara sektor kehutanan dengan non kehutanan pada implementasi penurunan emisi nasional. Sampai akhir tahun 2012, kegiatan CDM untuk sektor energi dan industri sudah ada 93 proyek dari Indonesia yang terdaftar di executive Board (EB), dengan penyumbang terbanyak dari upaya sektor methane avoidance dan CERs

yang terbesar dari sektor geothermal. Bagaimana dengan sektor kehutanan ? Ternyata belum satupun yang terdaftar di EB untuk kegiatan CDM Kehutanan.

Kenapa hal ini bisa terjadi ? Apakah karena faktor metodologi yang rumit ? Kebijakan Pemerintah ? Atau faktor internal perusahaan?

Sejak Protokol Kyoto

(22)

Revolusi industri dituding sebagai awal mula pencemaran udara secara global yang berdampak pada perubahan iklim. Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850, konsentrasi salah satu Gas Rumah Kaca (GRK) penting yaitu CO2 di atmosfir hanya sejumlah 290 ppmv (part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan dating, konsentrasi CO2 diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5 0C dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia yang luar biasa besarnya (Murdiyarso, 2003).

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang sedang dan akan terus terjadi, negara-negara di dunia memberikan respon dengan melakukan pertemuan internasional pada Bulan Juni 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil. Peristiwa ini dikenal dengan nama Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) yang diselenggarakan oleh PBB dengan nama Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Pembangunan (The United Nations Conference on Environment and Development – UNCED). Dengan semangat kebersamaan, pertemuan yang diikuti oleh 179 negara ini menyatakan bahwa pembangunan lingkungan, ekonomi dan sosial adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

(23)

3 A/R CDM Indonesia, Apa Kabar ?

1. Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan 2. Pernyataan tentang Prinsip-prinsip kehutanan

3. Konvensi tentang perubahan iklim

4. Konvensi tentang keanekaragaman hayati

5. Dokumen Agenda 21 Global (Kementerian Lingkungan Hidup, 1997).

Komitmen politik internasional ini berlanjut dengan dimulainya pertemuan Conference of Parties (CoP 1) di Berlin atau lebih popular dengan istilah Berlin Mandate pada tahun 1995. Selanjutnya tahun 1996 diteruskan dengan CoP 2 di Genewa, Swiss yang dikenal dengan

Ministrial Declaration. Puncak pertemuan mengenai rencana global dalam usaha menurunkan emisi global adalah ketika tahun 1997 pada CoP 3 di Jepang yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Pada Konferensi tersebut dihasilkan suatu konsensus berupa keputusan (decision 1/CP.3) untuk mengadopsi suatu Protokol yang merupakan landasan dalam mengikat negara-negara industri secara hukum untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) gabungan mereka, paling sedikit 5 % dari tingkat emisi tahun 1990 selama periode 2008 – 2012 (Murdiyarso, 2003).

Setelah Protokol Kyoto ini, dimulailah era baru dalam percaturan internasional mengenai penurunan emisi global. Semua lapisan masyarakat, semua lembaga pemerintah dan non pemerintah, semua kalangan dan semua negara mulai gencar membicarakan isu penurunan emisi, khususnya dari emisi CO2.

Ratifikasi Protokol Kyoto

Hasil CoP 3 di Jepang tahun 1997 yang dikenal dengan Protokol Kyoto menghasilkan tiga skema untuk menurunkan emisi yaitu Joint Implementation (JI), Emission Trading (ET) dan Clean Development Mechanism (CDM). Dari ketiga skema ini Indonesia hanya bisa berpartisipasi untuk CDM. Sedangkan untuk JI & ET hanya bisa dilakukan antara negara maju dengan negara maju lainnya.

(24)

2004, yang isinya tentang ratifikasi Protokol Kyoto (PK) dan juga telah membentuk Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB). PK sendiri sudah berlaku efektif, setelah diratifikasi oleh sejumlah negara-negara maju, yang wajib menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) hingga mencapai 55% dari total emisi dunia GRK. Dengan berlakunya PK, maka Indonesia dapat berpartisipasi melalui MPB, termasuk melalui sektor kehutanan dengan proyek penyerapan karbon atau carbon sequestration

(Boer, 2004).

Indonesia sebagai negara yang sejak awal menyetujui isu perubahan iklim terus melakukan berbagai aktivitas yang bertujuan untuk menurunkan emisi. Sejak saat itu berbagai proyek CDM bermunculan dan dikembangkan di Indonesia. Sampai 31 Mei 2012 tercatat sudah ada 76 proyek CDM Indonesia yang teregistrasi di Executive Board

(IGES, 2012). Dari 76 proyek ini, penyumbang terbanyak adalah kegiatan biogas (26 proyek), penghindaran terbentuknya gas metana (10 proyek), biomassa (7 proyek), pemulihan dan pemanfaatan kembali gas metana (7 proyek), hydro power (6 proyek), energi terbarukan lainnya (5 proyek), semen (5 proyek) dan beberapa kegiatan CDM energi lainnya. Hebatnya, sampai Desember 2012 belum satupun proyek Aforestasi/Reforestasi (A/ R) CDM yang teregistrasi di Executive Board dari Indonesia.

Indonesia sudah berusaha serius untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan CDM termasuk untuk sektor kehutanan. Tetapi, implementasi mekanisme ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Isu terkait

baseline, additionality, dan leakage adalah faktor teknis penghambat terbesar untuk terealisasinya kegiatan Clean Development Mechanism

(CDM) di sektor kehutanan (Ridwan, 2012).

(25)

5 A/R CDM Indonesia, Apa Kabar ?

antara 40.000 – 60.000 US$ (Ridwan, 2012). Hal ini akan membatasi berbagai pihak untuk bisa berpartisipasi, terutama masyarakat.

Kebijakan Nasional Terkait Isu Perdagangan Karbon

Indonesia sangat concern dengan isu perubahan iklim. Hal ini bisa dilihat dari berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik peraturan untuk level menteri, peraturan level presiden sampai peraturan untuk level undang-undang. Semua peraturan ini dibuat sebagai bukti keseriusan Indonesia dalam berpartisipasi menurunkan emisi GRK di dunia. Bahkan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 25 September 2009 di Pittsburgh Amerika Serikat menyatakan Indonesia akan menurunkan emisi sebesar 26 % dengan biaya dalam negeri dan dengan adanya bantuan dari negara lain, Indonesia bersedia menurunkan emisi sebesar 41%. Beberapa peraturan dari Indonesia terkait isu penurunan emisi disajikan pada Tabel 1.

Bukti komitmen Indonesia dalam perdagangan karbon selain mengeluarkan regulasi terkait perubahan iklim, juga setiap regulasi yang keluar selalu ditinjau ulang untuk adanya perbaikan. Peraturan terbaru yang keluar untuk menjawab beberapa peraturan sebelumnya yang dianggap belum diakomodir adalah Permenhut Nomor 20 Tahun 2012. Peraturan ini keluar karena Peraturan Menteri Kehutanan No 14 tahun 2004 dianggap belum bisa menjawab kebutuhan terkait hutan konservasi dan kewajiban pemenuhan IUPJL untuk areal di luar kawasan hutan.

Beberapa Studi A/R CDM di Indonesia

Studi tentang potensi CDM kehutanan di Indonesia sangat gencar dilakukan khususnya antara tahun 2001 – 2007. Pada tahun tersebut lembaga dalam negeri dan luar negeri begitu serius melihat peluang Indonesia berpartisipasi dalam kegiatan CDM, khususnya sektor kehutanan.

(26)

Tabel 1. Peraturan di Indonesia yang terkait langsung dengan kegiatan karbon hutan

Perubahan Iklim)

2 Undang$Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan

(Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa$Bangsa tentang Perubahan Iklim)

3 Permenhut No 14 tahun 2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi dalam Kerangka Mekanisme Pembangunan Bersih

4 PP Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

5 PP No 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

6 Peraturan Presiden Nomor 46 tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)

7 Permenhut No P.68 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi & Degradasi Hutan (REDD)

8 Permenhut No. P.30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi & Degradasi Hutan (REDD)

(27)

7 A/R CDM Indonesia, Apa Kabar ? 10 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010

Tentang Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+

11 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Penundaan Pemberian Izin Baru Dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer Dan Lahan Gambut

12 Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2011 tentang Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

13 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

14 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional

15 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 20/Menhut$II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan

16 Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas keputusan Presiden No 25 Tahun 2011 tentang Satuan

Tugas Persiapan Kelembagaan !

! (REDD+)

CDM di Indonesia tahun 2003, diketahui bahwa areal yang potensial untuk kegiatan CDM di Indonesia berdasarkan definisi Afforestasi/ Reforestasi dari Protokol Kyoto sebanyak 49.179.224 ha (lihat Tabel 2). Sebaran wilayah (provinsi) yang arealnya cocok untuk kegiatan CDM sudah diidentifikasi oleh beberapa studi. Akan tetapi follow up

(28)

Tabel 2. Perkiraan areal yang potensial untuk proyek karbon di Indonesia.

Sumber: NSS-CDM Kehutanan (KLH, 2003) dalam Panduan Kegiatan MPB di

Indonesia, 2006

Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan

6.787.800 23.725.552 Kemungkinan sudah dikonversi ke penggunaan lain atau telah ditanami pohon$pohon sejak tahun 1990

2 Tanah tidur 9.823.175 10.260.492 Tidak akan layak sebagai jika penutupan tajuk lebih besar dari 30 %.

3 Padang rumput/ alang$alang

3.219.648 2.424.469 Kemungkinan sudah dikonversi ke penggunaan lain atau telah ditanami pohon$pohon

4 Perladangan berpindah, lahan/ kebun terlantar

12.718.787 12.768.711 Tidak akan layak sebagai

" jika penutupan tajuk lebih besar dari 30% dan luasnya kurang dari 0,25 ha.

Total luas lahan 32.549.410 49.179.224

metodologi, kebocoran (leakage), biaya transaksi, harga karbon, kebijakan dan peluang pasar.

(29)

9 Kerjasama dengan Korea

BAB II

KERJASAMA DENGAN KOREA

Sejarah Kerjasama dengan KOICA

Pada bulan Agustus 2006 Pemerintah Indonesia dan Korea sudah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang diwakili olehKementerian Kehutanan Korea dan Kementerian Kehutanan Indonesia yang berisi tentang kerjasama investasi pada tanaman kehutanan dan A/R CDM di Indonesia. Nota kesepahaman tersebut mencakup tiga hal penting, yaitu: (1) Kedua belah pihak akan bekerjasama dalam menindaklanjuti Protokol Kyoto dengan melaksanakan A/R CDM di Indonesia, (2) Pengembangan kerjasama yang efektif antara lembaga kehutanan di dua negara dalam rangka membangun kapasitas, penelitian dan pengembangan, survey ketersediaan lahan dan mendukung proyek A/R CDM, (3) Indonesia akan memfasilitasi dengan menyediakan lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman kehutanan dan proyek A/R CDM dengan jumlah maksimum 500.000 Ha (KOICA – FORDA, 2013).

(30)

komite, yaitu: (1) Komite tanaman kehutanan dan A/R CDM, yang bertugas untuk mendorong dan mendukung investasi Korea pada tanaman kehutanan dan proyek A/R CDM di Indonesia, (2) Komite Perlindungan dan Konservasi Hutan, yang bertugas menyediakan lahan yang cocok untuk tanaman kehutanan dan melaksanakan proyek A/R CDM yang pertama, (3) Komite Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, yang bertugas memformulasikan kerjasama penelitian bersama untuk tanaman kehutanan dan A/R CDM, konservasi kehutanan dan pengembangan bioenergi.

Pada bulan Juni 2007, Komite Penelitian dan Pengembangan Kehutanan melaporkan hasil pertemuan Forum Kehutanan Korea-Indonesia yang pertama. Saat itu perwakilan Korea-Indonesia mengungkapkan perlunya penelitian lebih lanjut tentang tanaman kehutanan, teknologi hasil hutan dan REDD. Kementerian Kehutanan RI mengusulkan 4 Dokumen Rancangan Proyek (DRP) untuk 9 lokasi yang diusulkan. Kedua pihak sepakat untuk mengembangkan penelitian bersama terkait REDD. Nota kesepahaman berikutnya ditandatangani kedua pihak pada bulan Juli 2007. Nota tersebut berisi tentang kerjasama adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di bidang kehutanan melalui A/R CDM dan mekanisme terkait lainnya. Lingkup kerjasamanya adalah penelitian bersama dan pelaksanaan proyek pertama A/R CDM dan REDD di Indonesia termasuk penilaian kelayakan untuk pengawasan, metodologi, biaya transaksi, mekanisme insentif dan distribusi. Dalam nota tersebut juga dibagi peran kontribusi dari kedua belah pihak, yaitu pihak Negara Korea akan memastikan sumber pendanaan, mendorong investor potensial untuk melaksanakan proyek A/R CDM dan REDD di Indonesia. Sedangkan pihak Negara Indonesia akan menyediakan lahan yang potensial dan informasi terkait lainnya untuk penelitian bersama dan pelaksanaan A/R CDM dan REDD di Indonesia.

(31)

11 Kerjasama dengan Korea

Kehutanan RI; pengambilan kesimpulan RoD (Record of Discussion) antara KOICA dan Kementerian Kehutanan RI; pihak KOICA akan mengambil keputusan pelaksanaan proyek untuk penelitian kehutanan. Kegiatan kerjasama Negara Korea dengan Negara Indonesia melalui Kementerian Kehutanan masing-masing Negara disebut “The Korea-Indonesia Joint Project for Adaptation and Mitigation of Climate Change in Forestry through A/R CDM and REDD in Indonesia (KIPCCF)”. Periode waktu kegiatan ini berlaku selama lima tahun sejak 2008 hingga 2013. Mengenai pihak pelaksana telah diputuskan bahwa Negara Korea akan menempatkan KOICA melalui KIPCCF dan Negara Indonesia menunjuk Kementerian Kehutanan RI melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut). Seiring dengan waktu pada bulan Maret 2009, pihak Kementerian Kehutanan RI menyiapkan informasi tentang lokasi kegiatan proyek A/R CDM dan REDD.

Penentuan Lokasi

Sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Balitbanghut, maka KIPCCF segera melakukan langkah-langkah tindak lanjut dengan melakukan survei lapangan dan menganalisa kondisi kesesuaian lahan dengan analisis citra. Kegiatan analisis citra dan survei lapangan mengenai kesesuaian lahan dilakukan oleh konsultan UBIS dan tim peneliti Balitbanghut. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa secara teknis, areal Hutan Lindung Sekaroh dianggap sesuai berdasarkan persyaratan teknis CDM. Dalam keputusan Protokol Kyoto disebutkan bahwa persyaratan untuk A/R CDM lahan harus sudah terdegradasi atau terdeforestasi (tidak berhutan) sebelum 1 Januari 1990. Berdasarkan analisis citra satelit dan diskusi dengan masyarakat, diketahui bahwa Areal Hutan Lindung Sekaroh sudah terdegradasi sebelum tahun 1990 (lihat Gambar 1). Dengan demikian, areal ini telah sesuai untuk kegiatan AR CDM dari sisi teknis base year.

Kesesuaian Lahan

(32)

Gambar 1. Lokasi Hutan Lindung Sekaroh terdegradasi sebelum tahun 1990

A/R CDM memiliki curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.539,3 mm dengan 4 bulan kering, dan bulan kering bisa lebih lama (sampai 6 bulan). Untuk tujuan budidaya tanaman dalam skala yang jauh lebih besar, faktor iklim yang merupakan faktor pembatas yang tidak bisa diubah, perlu untuk diperhatikan (PT. Prima Kelola, 2010).

(33)

13 Kerjasama dengan Korea

Tingkat kesuburan tanah. Di lokasi kegiatan A/R CDM umumnya memiliki reaksi tanah yang dikategorikan sebagai sedikit basa (pH 7,5-8,5) dengan tingkat kesuburan tanah tergolong moderat sesuai dengan kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983). Namun, kandungan C-organik dan jumlah N yang mencerminkan jumlah bahan C-organik dalam tanah tersebut dikategorikan mulai dari sangat rendah sampai rendah (PT. Prima Kelola, 2010).

Hasil evaluasi kesesuaian lahan

Lokasi kegiatan A/R CDM di Lombok Timur ini dapat digunakan tidak hanya untuk menanam spesies pohon tetapi juga untuk tanaman semusim. Untuk tanaman selain jenis pohon hutan, analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk kemiri, jambu mete, kacang tanah, kacang Hijau, kacang kedelai, jagung dan cabai. Pemilihan tanaman ini didasarkan pada pengalaman petani lokal. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dengan menggunakan kriteria dari Kementerian Pertanian (1997) dapat dikatakan bahwa daerah penelitian dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelas kesesuaian lahan, yaitu cukup cocok (S2), sebagian besar cocok (S3) dan tidak layak (N), dengan faktor pembatas utama yang terdiri dari curah hujan yang rendah dan bulan kering yang cukup panjang (w), solum dangkal (r) dan retensi hara, terutama pH yang sedikit basa (n). Srikaya dan pohon lain yang sudah ada yang telah dibudidayakan di sejumlah besar di wilayah studi, tampaknya cukup cocok. Untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan, dan meningkatkan kualitas tanah di daerah penelitian, dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik, baik berupa kompos, sisa-sisa tanaman, atau pupuk kandang yang dibutuhkan.

Kelayakan lahan sebagai lokasi kegiatan A/R CDM

(34)

Gambar 2. Areal terdegradasi dengan penutupan < 30 %

sebagian besar lahan telah digunakan untuk kegiatan pertanian oleh masyarakat lokal. Sebagian besar wilayah penelitian telah ditanami dengan tanaman pangan seperti jagung, kacang hijau, cabe rawit (cabai kecil), pisang, dan tembakau. Lahan Hutan Lindung Sekaroh berdasarkan

base year dari Protokol Kyoto, cocok untuk kegiatan kehutanan karena sudah tidak berhutan sejak 1 januari 1990. Penutupan lahan yang dipilih < 30% (lihat Gambar 2).

(35)

15 Kerjasama dengan Korea

dengan materi peta pada bulan Agustus 1987 dan 15 Oktober 2009. Setelah metode interpretasi digambarkan, maka dapat disimpulkan bahwa lahan yang diusulkan memang merupakan lahan tidak hutan sejak 31 Desember 1989.

Setiap melakukan pemilihan lokasi untuk suatu kegiatan tentu dimulai dengan studi. Dari hasi studi ini diperoleh informasi megenai kelayakan atau hal-hal yang mendukung atau menghambat program. Begitu pula dengan pemilihan lokasi kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh, ada beberapa faktor pendukung, penghambat, pertimbangan teknis dan non teknis sehingga akhirnya dipilih menjadi lokasi kegiatan. Menurut Han Ki Joo (Manajer program KOICA di Hutan Lindung Sekaroh), “Sebetulnya mekanisme pemilihan lokasi kegiatan berdasarkan dari kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan merekomendasikan Kabupaten Lombok Timur. Kandidat lain selain Lombok Timur adalah Bandung, Jawa Barat”.

(36)
(37)

17 Kondisi Lahan Hutan Lindung Sekaroh

BAB III

KONDISI LAHAN

HUTAN LINDUNG SEKAROH

Status Lahan

Kelompok Hutan Lindung Sekaroh terletak pada 08° 31’ 22" – 08° 37" 05" LS dan 116° 27’ 00"– 116° 36’ 33". Apabila ditinjau dari sejarah, pada awalnya merupakan tanah negara bebas (GG/Ground Goverment) yang karena kondisinya berupa belukar, hutan rusak, bekas ladang berpindah, maka daerah ini perlu dipertahankan menjadi kawasan hutan. Selanjutnya ada kesepakatan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang telah disusun dalam pola Tata Guna Hutan Kesepakatan dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian RI No. 756/Kpts/Um/10/ 1982 tanggal 12 oktober 1982 yang menetapkan bahwa Sekaroh menjadi kawasan Lindung seluas 3.000 Ha. Tanggal 10 Juli sampai 17 Agustus 1983 dilakukan pengukuran dan pemasangan tanda batas definitif oleh Pantia Tata Batas. Hasil tata batas ini disepakati oleh Panitia Tata Batas yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan Nomor : 8214/Kpts-II/2002 tentang Penetapan Kelompok Hutan Sekaroh seluas 2.834,20 hektar sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Lindung.

(38)

Realitas Kondisi Lahan

Berdasarkan RTKRHL (Rancangan Teknis Kehutanan Rehabilitasi Hutan dan Lahan) BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai) Dodokan Moyosari (DMS), lokasi kegiatan A/R CDM masuk dalam Prioritas 2, Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) Dodokan, di 4 DAS yaitu Kenyaru, Lendang Lombok, Teluk Sunut dan Tanjung Ambitmaling. Di mana yang dimaksud Prioritas 1 adalah wilayah dengan lahan sangat kritis dan kritis, sedangkan Prioritas 2 adalah wilayah dengan lahan agak kritis dan potensial kritis.

Berdasarkan hasil diskusi bersama masyarakat di Desa Persiapan Sekaroh, pada saat itu lokasi Hutan Lindung yang akan dijadikan kegiatan CDM ini sudah terdegradasi sebelum tahun 1990, berupa semak belukar dan areal ladang berpindah masyarakat. Hal ini diperkuat dengan penafsiran citra satelit yang menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah berupa semak belukar sebelum tahun 1990 dan layak untuk kegiatan CDM.

Lokasi kawasan Hutan Lindung Sekaroh berada pada satu hamparan Desa Persiapan Sekaroh, khusus lokasi kegiatan AR CDM seluas 300 Ha berada pada 3 dusun. Masyarakat sudah melakukan aktivitas pertanian untuk semua areal pencadangan kegiatan CDM ini. Jenis tanaman pertanian yang dominan adalah jagung, kacang panjang, cabe, dan jenis tanaman palawija lainnya.

Masyarakat sudah mengenal sistem agroforestry dan sudah terbiasa dengan kegiatan penghijauan. Masyarakat sekitar, selain melakukan kegiatan pertanian, juga beraktivitas sebagai peternak. Ternak peliharaan masyarakat digembalakan oleh petani dan sebagian ada yang melepas ternaknya di hutan namun tetap dalam pengawasan pemilik.

(39)

19 Kondisi Lahan Hutan Lindung Sekaroh Gambar 3. Lahan diokupasi masyarakat dengan jagung sebagai tanaman utama

waktu kedatangan bibit, yang berimbas pada waktu penanaman yang tidak tepat. Penanaman beberapa kegiatan rehabilitasi lahan dilakukan pada musim kering. Awal musim hujan di Lombok Timur terjadi pada Bulan November-Desember.

Lahan diokupasi Masyarakat

Dari hasil survey sosial ekonomi pada bulan Agustus 2010 dapat disimpulkan bahwa Hutan Lindung Sekaroh menjadi lahan utama sebagai sumber penghasilan masyarakat yang tinggal di sekitarnya untuk bercocok tanam. Luas lahan garapan di areal Hutan Lindung Sekaroh bervariasi antara 1 – 5 Ha/KK.

(40)

Rumah masyarakat di sekitar dan dalam kawasan Hutan Lindung Sekaroh sudah semi permanen, bahkan sebagian masyarakat memiliki antena parabola di rumah. Untuk masyarakat yang tinggal lebih dari 10 tahun umumnya sudah memiliki rumah permanen.

Sumber air tawar bagi kebutuhan masyarakat berjarak antara 100 – 1000 meter. Total embung air tawar dalam kawasan Hutan Lindung Sekaroh tahun 2010 sebanyak 26 embung.

Pembiaran oleh Aparat Pemerintah

Karakter masyarakat Pulau Lombok yang tinggal di daerah Selatan bersifat agak keras karena terpengaruh oleh kondisi geografis dan iklim yang relatif panas dibanding daerah lain. Daerah ini disebut juga dengan

embung bangket (sawah tadah hujan). Masyarakat bermata pencaharian pertanian yang mengandalkan air hujan, sehingga di bulan-bulan kering (periode Maret-Oktober) sangat sulit mendapatkan air.

Bagi masyarakat Lombok Timur, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar Hutan Lindung Sekaroh, biasanya mereka hidup dan bercocok tanam dengan mengandalkan lahan yang ada di lokasi itu. Kondisi ini setidaknya juga akan mempengaruhi jumlah pohon yang hidup di Hutan Lindung Sekaroh. Ketika praktek pertanian semakin banyak dilakukan, maka populasi pohon dalam hutan tersebut akan semakin berkurang karena kalah bersaing dengan okupasi tanaman pertanian.

Seberapa banyak polisi hutan dan tenaga pengamanan hutan dikerahkan, kalau tidak ada kesadaran dari masyarakat, maka akan sulit terwujud hutan lestari. Dengan demikian kerjasama dengan masyarakat untuk mewujudkan kelestarian hutan mutlak diperlukan.

(41)

21 Kondisi Lahan Hutan Lindung Sekaroh

Sikap pembiaran aparat terlihat ketika sejak awal masyarakat mulai menempati wilayah kawasan hutan, misalnya GNRHL dan JIFFPRO. Idealnya setelah tanaman rehabilitasi tumbuh, maka diharapkan masyarakat ikut merawatnya dan tidak lagi menanam palawija yang secara teknis membutuhkan sinar matahari lebih dari 60 %.

Konflik kepentingan antara tokoh masyarakat setempat turut berdampak dalam pembiaran masyarakat bertani di lahan Hutan Lindung Sekaroh. Dalam suasana pesta politik lokal, ada tokoh masyarakat yang mengiming-imingi masyarakat setempat agar memilih calon tertentu dengan janji akan mendapatkan surat Hak Milik Tanah di Hutan Lindung Sekaroh.

Keberadaan awig-awig atau peraturan masyarakat lokal yang selama ini cenderung dipatuhi masyarakat sudah hampir terlupakan. Keberadaan awig-awig perlu untuk ditumbuh-kembangkan lagi di masyarakat sebagai upaya mensukseskan rehablitasi lahan.

(42)
(43)

23 Realitas Kondisi Masyarakat

BAB IV

REALITAS KONDISI MASYARAKAT

Informasi Penggunaan dan Pembukaan Lahan

Masyarakat memulai usaha pertanian di areal Hutan Lindung Sekaroh antara tahun 1960 – 2005. Dari 30 orang responden, sebanyak 14 % membuka lahan pada periode 1960 – 1970. Pembukaan lahan yang dilakukan antara tahun 1971 – 1980 sebanyak 7 %. Pembukaan lahan Hutan Lindung Sekaroh oleh masyarakat untuk pertanian yang paling banyak adalah pada periode 1981 – 1990 yaitu sebanyak 46 %. Padahal periode ini adalah waktu ditetapkannya kawasan Sekaroh menjadi Hutan Lindung (HL) berdasarkan SK Menteri Pertanian RI No. 756/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 oktober 1982. Antara tahun 1991 – 2000 masyarakat masih banyak yang membuka Hutan Lindung Sekaroh untuk pertanian yaitu sekitar 25 %. Sedangkan pembukaan lahan yang dilakukan setelah tahun 2001 sebanyak 7%.

(44)

Gambar 4. Jumlah anggota keluarga petani di Sekaroh

Survei sosial ekonomi masyarakat sekitar Hutan Lindung Sekaroh dilakukan pada November 2010 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang responden. Umur responden bervariasi antara 30 – 60 tahun dan sudah berkeluarga. Dari 30 orang responden yang diwawancarai, rata-rata memiliki 5 orang anggota keluarga dengan penyebaran tertinggi adalah anak berusia > 15 tahun sebesar 62% (lihat Gambar 4).

Suami, isteri dan anak (dibawah 15 tahun) biasanya ikut bekerja di areal garapan keluarga, khususnya di areal Hutan Lindung Sekaroh. Apalagi anak yang umurnya sudah lebih dari 15 tahun, bisa menjadi harapan keluarga untuk membantu kegiatan pertanian keluarga.

(45)

25 Realitas Kondisi Masyarakat Gambar 5. Kerugian petani di Sekaroh tahun 2010

0

1.250.000 – Rp 9.000.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah sampai sembilan juta rupiah) atau rata-rata Rp 3.600.000,- (tiga juta enam ratus ribu rupiah) per keluarga (lihat Gambar 5).

Untuk memulai aktivitas pertanian, kebanyakan masyarakat meminjam modal dari keluarga dekat, tetangga atau pedagang pengumpul dengan syarat hasil panen dijual pada mereka. Umumnya pedagang pengumpul masih bersedia meminjamkan pada petani untuk modal awal walaupun pada tahun sebelumnya masih ada hutang petani yang belum terbayar akibat gagal panen. Seperti kerugian tahun 2010, pedagang pengumpul masih bersedia memberi pinjaman pada petani untuk musim tanam berikutnya.

Penguasaan lahan

(46)

Gambar 6. Luas lahan garapan petani di Hutan Lindung Sekaroh

60 ha, hal ini terjadi karena faktor orang tuanya sebagai Tuan Guru di daerah Sekaroh (lihat Gambar 6). Jika pemilik lahan garapan yang mencapai 60 ha ini dikeluarkan dari perhitungan, rata-rata responden memiliki garapan 2,2 ha/KK dan jika dimasukkan, maka rata-rata responden memiliki lahan garapan 4 ha.

Penghasilan Petani

(47)

27 Realitas Kondisi Masyarakat Gambar 7. Pendapatan petani Sekaroh tahun 2009 dan 2010

0

Pendapatan Petani Oktober 2010 Pendpatan Petani tahun 2009

R

p

Nomor Responden

Untuk urusan konsumsi, masyarakat dengan penghasilan rendah seperti ini sangat tergantung pada bantuan pemerintah berupa raskin (beras miskin). Sedangkan untuk biaya kegiatan sosial lainnya masyarakat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang ada. Desa Sekaroh masuk dalam kategori miskin dan semua penduduknya mendapatkan bantuan beras miskin dari pemerintah.

Petani yang berpenghasilan Rp 32.600.000,- rupiah (Rp 20.000.000,- hasil panen tembakau dan Rp 12.600.000,- hasil honor pekerjaan lain) tahun 2009 bukan berarti si petani untung besar, tetapi justeru rugi 5 juta rupiah karena saat itu hasil panen tembakau hanya 20 juta rupiah sedangkan total biaya produksi 25 juta rupiah. Hal ini yang membuat petani tersebut tahun 2010 tidak melakukan usaha tembakau lagi.

(48)

Gambar 8. Biaya usahatani masyarakat tahun 2009. 0

5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

! "

Rp

Nomor Responden

Komponen biaya usahatani

Sebanyak 80 % responden tahun 2009 menanam jagung untuk kegiatan pertanian utama mereka. Jumlah biaya usahatani responden tahun 2009 berkisar antara Rp 1.500.000,- – Rp 25.000.000,- (lihat Gambar 8). Tingginya rentang biaya antar petani dipengaruhi oleh luas dan jenis komoditi yang ditanam. Jenis tanaman yang berbeda dari petani lainnya tahun 2009 adalah tembakau, dengan biaya 25 juta rupiah, hanya satu orang dari 30 responden.

(49)

29 Realitas Kondisi Masyarakat Gambar 9. Penghasilan utama dan peghasilan tambahan masyarakat

0

Penghasilan utama & tambahan

Penghasilan utama masyarakat yang dominan berasal dari menaman jagung. Tahun 2009 penghasilan utama masyarakat berkisar antara Rp 1.000.000,- – Rp 22.000.000,- untuk area antara 1 – 5 ha atau rata-rata sebesar Rp 9.000.000,- dan mendapat penghasilan tambahan rata-rata sebesar Rp 3.000.000. penghasilan tambahan usahatani masyarakat berasal dari kacang hijau dan cabe (lihat Gambar 9).

(50)

Pemasaran hasil usahatani

Untuk pemasaran jagung, 100% masyarakat menjual hasil usaha taninya pada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul biasanya datang ke lokasi panen atau datang ke rumah petani untuk membeli hasil panen pada petani. Pedagang pengumpul ini umumnya juga yang memberikan pinjaman pada petani sehingga ada ikatan emosional untuk menjual hasil tani pada mereka.

Kedua belah pihak merasa sama-sama diuntungkan. Bagi petani, mereka bisa meminjam untuk biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan, sedangkan pedagang pengumpul diuntungkan dengan ketersediaan supplai untuk perdagangan mereka. Hanya saja untuk harga penjualan cenderung ditentukan sepihak oleh pedagang pengumpul. Untuk hasil kacang hijau masyarakat menjual langsung ke pasar karena ini adalah hasil usaha tambahan.

Interaksi masyarakat dengan hutan

Masyarakat sangat mudah mengakses ke dalam hutan, selain jarak yang sangat dekat (100 – 200 meter) dari rumah, juga banyak yang mempunyai ketergantungan pada Hutan Lindung Sekaroh. Ada beberapa tujuan masuk ke HL Sekaroh seperti untuk ke kebun, mencari kayu bakar dan ada yang tinggal dalam kawasan Hutan Lindung Sekaroh. Jalan ke dalam kawasan juga cukup baik, bisa dilalui mobil dan motor sehingga masyarakat mudah menuju lokasi Hutan Lindung Sekaroh dengan berbagai kepentingan.

(51)

31 Realitas Kondisi Masyarakat

Tanaman yang disukai masyarakat & informasi tentang perubahan Ikim Secara umum masyarakat sudah terbiasa menanam pohon baik yang ditanam di sekitar rumah maupun ditanam karena mengikuti program pemerintah seperti kegiatan GNRHL dan reboisasi lainnya. Beberapa jenis tanaman kehutanan yang disukai oleh masyarakat antara lain imba, sonokeling, sengon, mahoni, jati dan turi. Sedangkan jenis tanaman MPTS yang disukai masyarakat antara lain mangga, srikaya, kapuk, asam, jambu, sawo, nangka, sirsak dan jeruk. Di antara semua jenis tanaman tersebut, jenis yang paling disukai masyarakat adalah srikaya dan mangga. Kedua jenis ini juga paling banyak ditanam oleh masyarakat di sekitar rumah mereka.

Secara langsung sebagian besar masyarakat belum mengetahui informasi tentang perubahan iklim. Tetapi aktivitas sehari-hari masyarakat yang terbiasa menanam tanaman pertanian sudah merasakan dampak langsung dari isu perubahan iklim. Masyarakat sering mengalami gagal panen dan tidak bisa memprediksi siklus musim hujan dan kemarau sebagai informasi penting kegiatan pertanian.

Informasi pemanfaatan lahan tidur

Seratus persen masyarakat tidak memiliki lahan yang belum dimanfaatkan (lahan tidur). Semua lahan garapan sudah dikelola oleh masyarakat. Saat ini (November 2010) juga tidak ada pembukaan lahan baru karena lahan tidak ada dan kalau membuka lahan baru di Hutan Lindung Sekaroh sudah tidak diperbolehkn oleh Dinas Kehutanan. Kalau sebelum tahun 2005 masih ada masyarakat yang membuka lahan baru di Hutan Lindung Sekaroh, tetapi sekarang ada pegawai Hutan Lindung Sekaroh yang menjaga wilayahnya.

Informasi potensi industri rumah tangga

(52)

ide, tertutup informasi atau karena pasrah dengan kondisi yang ada ? Sekitar 46 % masyarakat memiliki keinginan untuk membuka usaha baru yaitu untuk berdagang kelontong (kebutuhan harian), Bahan Bakar Minyak (BBM), membeli mobil untuk transportasi kayu, usaha es, pembuatan tahu dan usaha peternakan. Hambatan untuk dilaksanakannya usaha ini karena belum ada modal dan tidak ada akses informasi.

Interaksi sosial

Sebagian besar masyarakat (64%) masih memiliki sifat dan sikap bergotong royong. Sikap ini masih terlihat dari kegiatan mereka saling membantu apabila ada tetangga atau petani lain sedang membuka lahan pertanian, saat pemeliharaan tanaman, ataupun saat panen dan pembuatan jalan umum.

Sebagian besar masyarakat (60 %) beranggapan masih ada dominasi status sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini yang dianggap sangat dihormati adalah Tuan Guru. Tokoh yang dihormati masyarakat antara lain; Tuan Guru, Kades, dan Kadus. Sebanyak 50 % beranggapan bahwa Tuan Guru adalah tokoh yang paling dihormati masyarakat (Lihat Gambar 10).

Jika terjadi konflik, pihak-pihak yang berperan untuk mendamaikan antara lain Kadus, Kades, Tuan Guru dan Kepolisian. Kelembagaan ini bisa berperan bersama atau kalau skalanya masih kecil cukup di selesaikan oleh Kadus, Kades atau Tuan Guru. Jika sudah bersifat kriminal, masyarakat cenderung menyerahkan pada kepolisian. Sesama masyarakat belum pernah terjadi konflik yang besar.

Lembaga yang paling dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari adalah Kadus dan Kades. Hal ini karena banyak urusan yang terkait langsung dengan kedua institusi ini seperti pembuatan KTP, pembagian raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau urusan sosial lainnya.

Kendala dan kelembagaan kegiatan CDM

(53)

33 Realitas Kondisi Masyarakat Gambar 10. Survei awal untuk mengetahui persepsi masyarakat

terhadap Hutan Lindung Sekaroh

kegiatan rehabilitasi lahan di Sekaroh antara lain cuaca yang panas, penggembalaan dan sikap masyarakat yang sebagian masih menolak. Tetapi semua ini bisa diatasi dengan pemilihan jenis dan metode sosialisasi yang baik.

(54)

Pengalaman melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan penghijauan Sebanyak 77 % masyarakat mengetahui adanya kegiatan rehabilitasi yang pernah dilakukan di sekitar Hutan Lindung Sekaroh. Beberapa kegiatan yang diketahui masyarakat antara lain : reboisasi, gerhan, HKM dan Jifpro. Tingkat keberhasilan program rehabilitasi ini menurut masyarakat bervariasi antara 25 – 70 %. Akan tetapi mengenai data, tidak ada yang memiliki data yang akurat. Ada sekitar 10 % masyarakat yang mengetahui bahwa data setiap kegiatan rehabilitasi di Hutan Lindung Sekaroh ada di UPTD Kehutanan.

Hambatan yang paling besar untuk keberhasilan program menurut masyarakat adalah rendahnya keterlibatan masyarakat dalam program sehingga masyrakat kurang merasa memiliki program dan masyarakat belum memiliki jejaring kerja yang baik terhadap LSM-LSM lokal.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sekaroh mayoritas tamat SD. Selain faktor ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat disebabkan oleh motivasi keluarga untuk menempuh pendidikan. Sebagian masyarakat masih menganggap, bahwa setelah tamat sekolah, juga akan bekerja ke ladang sehingga anak yang masih kecil juga diajak ke ladang.

Semua Mendapatkan Beras Miskin (Raskin)

Fakta ini tidak terbantahkan. Kepala Desa Sekaroh juga menyatakan bahwa 100% masyarakat Desa Sekaroh mendapatkan raskin dari pemerintah. Dari kondisi ini semua pihak sudah bisa menduga tingkat perekonomian masyarakat Desa Sekaroh.

Hal ini adalah salah satu faktor pendorong kegiatan CDM oleh KOICA dilakukan di Hutan Lindung Sekaroh. Selain faktor teknis lahan yang cocok untuk CDM juga karena kondisi ekonomi masyarakat yang rendah. Dengan kegiatan CDM diharapkan ada transfer informasi dan teknologi pada masyarakat sehingga kegiatan CDM bukan hanya bermanfaat bagi lingkungan tetapi juga dapat meningkatkan income

(55)

35 Realitas Kondisi Masyarakat

Apakah Kondisi Akan Terus Begini ?

Hasil diskusi dengan masyarakat, terlihat bahwa umumnya mereka menyadari jika kegiatan pertanian dengan model yang mereka lakukan selama ini maka hasilnya cenderung tidak akan merubah kehidupan. Hal ini sudah disadari oleh masyarakat. Hanya saja, sepertinya tidak ada pilihan selain kegiatan pertanian.

Jika ada usaha atau pilihan jenis lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi, masyarakat bersedia untuk merubah sistem usahanya. Masyarakat membutuhkan contoh kongkrit di lapangan. Selama ini, masyarakat tetap bertahan dengan menanam jagung, walaupun sering rugi, karena kegiatan ini sudah membudaya bagi masyarakat, mudah dilakukan dan mudah dalam pemasaran.

(56)
(57)

37 Kegiatan A/R CDM Koica

BAB V

KEGIATAN A/R CDM KOICA

Kesepakatan Penentuan Lokasi

Setiap keputusan yang berhubungan dengan terkait kegiatan lapangan kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh selalu dilakukan secara musyawarah. Para pihak seperti KOICA, Perwakilan Litbang Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Timur, Pemerintahan Kecamatan Jerowaru, Kepala Desa Sekaroh, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sekaroh Maju dan Tokoh masyarakat setempat selalu bermusyawarah untuk mengambil keputusan tersebut.

Begitu pula ketika menentukan dimana lokasi persisnya di lapangan. Beberapa dusun di Desa Sekaroh yang terpilih menjadi percontohan kegiatan CDM diwakili oleh beberapa dusun yang kondisi sosial masyarakatnya lebih mendukung untuk pelaksanaan kegiatan.

Selanjutnya persyaratan penentuan lokasi yang akan ditanam adalah berdasarkan kriteria sebagai berikut:

• Direkomendasikan oleh tokoh masyarakat

• Masyarakat setempat setuju lokasinya dijadikan kegiatan CDM • Kondisi bio-fisik lapangan sesuai dengan jenis tanaman yang akan

diusahakan

(58)

Dari semua persyaratan yang disepakati secara bersama ini terpilih beberapa dusun yaitu Dusun Pengoros, Ujung Gon dan Pada Kelawe. Hasil kesepakatan ini disosialisasikan lagi oleh tokoh masyarakat dan pengurus Gapoktan Sekaroh Maju kepada masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan CDM. Dengan kesepakatan bersama ini diharapkan kegiatan lapangan akan berjalan dengan lancar.

Penentuan Jenis Tanaman

Pemilihan jenis tanaman adalah salah satu hal yang paling penting dalam kegiatan rehabilitasi lahan bersama masyarakat. Idealnya jenis yang akan ditanam merupakan perpaduan dari berbagai hal seperti:

• Sesuai dengan bio-fisik lahan • Memiliki nilai ekonomis • Disukai oleh masyarakat

Hasil diskusi bersama masyarakat dan tokoh masyarakat, disepakati jenis tanaman yang akan ditanam. Jenis tanaman tersebut terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok tanaman hutan dan tanaman MPTS (multi purpose trees species atau buah-buahan). Dari jenis tanaman kehutanan yang disepakati adalah :

• Imbe/mimba (Azadirachta indica) • Mahogany (Swietenia macrophylla) • Trembesi (Albizia saman (Jacq.)) • Khaya (Khaya anthotheca)

Jenis buah-buahan yang disepakati adalah : • Srikaya (Annona Squamosa)

• Mangga (Mangifera indica)

• Nangka (Artocarpus heterophyllus) • Asam/tamarind (Tamarindus indica)

(59)

39 Kegiatan A/R CDM Koica

terobosan dalam kegiatan rehabilitasi lahan di Indonesia. Kegiatan rehabilitasi lahan pada areal kehutanan biasanya dengan persentase 70 % tanaman kehutanan dan 30% tanaman buah-buahan (Permenhut No 22 tahun 2007).

Persentase 50 % : 50% antara tanaman kehutanan dan buah-buahan ini adalah sebuah upaya yang bertujuan untuk membantu petani dalam memperbaiki tingkat kehidupan social ekonomi. Tentu saja dengan banyaknya jenis tanaman buah-buahan ini diharapkan masyarakat menjaga tanamannya sehingga Hutan Lindung Sekaroh kembali hijau menjadi daya tarik tambahan untuk pengembangan kawasan wisata yang dicanangkan pemerintah daerah.

Dari sisi biaya, tentu saja persentase 50% tanaman kehutanan dan 50% tanaman buah-buahan ini menjadikan biaya meningkat. Semua pihak sudah tahu bahwa harga bibit tanaman buah-buahan lebih mahal dari bibit tanaman kehutanan. Pihak KOICA dan Litbang Kehutanan menyadari dampak pemilihan jenis dengan komposisi 50% : 50% akan meningkatkan biaya penanaman. Dengan demikian, keputusan semua pihak benar-benar menjadi landasan utama dalam menjalankan program CDM pertama di Indonesia ini.

Kesesuaian Tempat Tumbuh

Kesesuaian jenis tanaman yang dipilih dengan kondisi tempat tumbuh merupakan hal penting dalam menunjang tingkat keberhasilan program. Tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh baik pada semua tapak. Misalnya tanaman yang tumbuh di tepi pantai umumnya tidak bisa tumbuh optimal pada daerah pegunungan, begitu pula sebaliknya. Sehubungan dengan masalah kesesuaian jenis tanaman, khususnya tanaman kehutanan, sebelum kegiatan penanaman dilakukan, KOICA sudah melakukan survei kesesuaian jenis tanaman bekerjasama dengan IPB pada tahun 2010. Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa ada sekitar 20 jenis tanaman yang cocok tumbuh di sekitar Hutan Lindung Sekaroh. Jenis tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

(60)

Tabel 3. Beberapa jenis tanaman di areal Hutan Lindung Sekaroh.

%

& '

! √

2 Banten √ √ √ √

3 Bune √

4 Jarak √ √

5 Jati √

6 Kayu duri √

7 Kapuk √

8 Kesambi √

9 Lamtoro √ √

10 Lengkuku √

11 Maja Mani √

12 Menunang √

13 Mimba √ √ √ √

14 Pidara √ √ √ √

15 Ringa √ √ √ √

16 Sengon √

17 Sonokeling √ √ √ √

18 Srikaya √ √

19 Turi √ √ √ √

20 Kelor √ √

(61)

41 Kegiatan A/R CDM Koica

(62)
(63)

43 Proses Kegiatan Pendampingan

BAB VI

PROSES KEGIATAN

PENDAMPINGAN

Pendampingan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

Kecenderungan terjadinya perubahan karbon tersimpan di atas permukaan tanah hampir sama dengan yang terjadi di bawah tanah, namun demikian, tingkat penurunannya lebih drastis bila hutan dikonversi menjadi ladang dan ladang dikonversi menjadi pertanian menetap (Mulyoutami dkk, 2010). Kondisi umum di Hutan Lindung Sekaroh pada saat sebelum adanya kegiatan penanaman A/R CDM – KOICA adalah berupa hutan yang dirambah menjadi perladangan menetap oleh masyarakat. Untuk mengembalikan fungsi hutan seperti semula sangat dibutuhkan kegiatan pendampingan yang bisa diterima oleh masyarakat. Idealnya untuk sebuah kegiatan rehabilitasi lahan, pada fase pertama rangkaian pekerjaan diperlukan pendampingan oleh lembaga setempat yang sudah familiar dengan kondisi bio-fisik lahan, sosial-kemasyarakatan dan yang telah membangun hubungan baik dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah. Logika ini dipakai dalam kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh dan menjadikan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sebagai partner lapangan.

(64)

Tugas UPTD bukan hanya mengurus satu kegiata tapi mencakup areal yang luas, isu yang banyak, tenaga kerja yang sedikit dan kompotensi terkait pendampingan yang perlu ditingkatkan.

Keluhan dari masyarakat banyak disampaikan pada tim Litbang Kehutanan, seperti minimnya supervisi dari UPTD dan model komunikasi yang cenderung satu arah dari UPTD kepada masyarakat. Karena keterbatasan waktu, cenderung lebih memberikan instruksi kepada masyarakat daripada melakukan komunikasi yang intensif. Hal ini dianggap kurang tepat oleh masyarakat.

Pihak UPTD juga merasakan beban kerja yang berat pada kegiatan CDM ini. Selain menjadi perpanjangan tangan dalam fungsi komunikasi antara masyarakat dengan pihak KOICA, UPTD juga diminta untuk mendampingi masyarakat pada kegiatan penanaman. Kegiatan pendampingan tentu berbeda dengan kegiatan penerapan teknis silvikultur. Kegiatan pendampingan membutuhkan alokasi waktu yang banyak untuk mendengarkan keluhan masyarakat dan memberikan respon cepat dalam setiap dinamika yang berkembang di masyarakat. Satu kunci keberhasilan pekerjaan-pekerjaan pendapingan seperti ini adalah alokasi waktu yang besar untuk hidup dengan masyarakat. Pendampingan bukan tidak bisa dilakukan oleh UPTD, tapi karena keterbatasan waktu mengakibatkan tidak mungkin UPTD dapat berfungsi optimal. Untuk itu, akhirnya disepakati UPTD hanya melakukan pekerjaan supervisi dalam menopang kegiatan CDM di Hutan Lindung Sekaroh.

Pendampingan Berbasis Kepercayaan

(65)

45 Proses Kegiatan Pendampingan

budaya, dalam hal ini dibutuhkan kesabaran yang tinggi khususnya dari pendamping.

Selain kesabaran untuk mendengarkan permasalahan dan keluh-kesah, juga dibutuhkan alokasi waktu yang lebih banyak untuk mendalami persoalan. Banyak pihak yang mempunyai kapasitas untuk melakukan pendampingan, baik dari segi pengalaman, kesabaran, sikap, kemampuan komunikasi yang baik, tapi mungkin sedikit pihak yang mempunyai alokasi waktu yang banyak untuk mendampingi masyarakat. Banyak pihak yang memiliki kepedulian untuk kelestarian lingkungan dan peduli terhadap kondisi Hutan Lindung Sekaroh, baik dari kalangan pemerintah, tokoh masyarakat, LSM dan juga individu-individu profesional lainnya. Berbagai komunikasi tentang aktivitas CDM di Hutan Lindung Sekaroh senantiasa dilakukan kepada semua pihak dengan harapan mendapat dukungan penuh. Faktanya, semua pihak mendukung untuk keberhasilan program CDM di Hutan Lindung Sekaroh. Harapan dan kepercayaan diberikan oleh berbagai pihak untuk turut menyukseskan program CDM di Hutan Lindung Sekaroh. Banyak kunjungan dan masukan yang sudah diberikan oleh lembaga dan individu kepada masyarakat demi kesuksesan program tersebut. Sayangnya, hanya sedikit individu yang memiliki waktu khusus untuk mendampingi masyarakat di sekitar hutan. Masukan, pandangan dan kunjungan dari berbagai pihak sangat diperlukan masyarakat di sekitar hutan dan hal ini dapat mendorong semangat masyarakat untuk menyukseskan program CDM di Hutan Lindung Sekaroh.

Kerjasama dengan Gapoktan

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) adalah sebuah lembaga di pedesaan yang berfungsi mengurus hubungan antar kelompok tani dan dalam prakteknya sehari-hari selalu bersinggungan langsung dengan petani. Biasanya Gapoktan terdiri dari 20 -30 kelompok tani yang ada di suatu desa.

(66)

Kabupaten Lombok Timur. Keanggotaan Gapoktan Sekaroh Maju umumnya terdiri dari petani yang ada di Desa Sekaroh.

Dalam Struktur Organisasi Gapoktan Sekaroh Maju berdasarkan Akta Natoris terdapat struktur Badan Pembina dan Badan Pengurus. Badan Pembina dalam hal ini adalah Kepala Desa Persiapan Sekaroh (sekarang Desa Sekaroh) dan Kepala Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Jerowaru. Sementara struktur pengurusnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara dan beberapa orang ketua seksi.

Dalam struktur ini terlihat adanya keinginan yang kuat dari upaya pendirian Gapoktan Sekaroh Maju yaitu untuk membina hubungan baik antara petani dengan elemen Pemerintahan Desa dan Elemen teknis pertanian, perikanan dan kehutanan dalam hal ini BP3K Jerowaru. Dalam struktur ini juga terlihat adanya kesadaran yang tinggi dari pengurus Gapoktan untuk memajukan masyarakat atau anggotanya yang mayoritas adalah petani.

Pada awal kehadiran program CDM di Hutan Lindung Sekaroh, pengurus inti Gapoktan Sekaroh Maju menolak kehadiran program KOICA ini. Pengurus Gapoktan Sekaroh Maju saat itu beranggapan bahwa kehadiran KOICA (Korea) hanya akan bertujuan bisnis dan menyengsarakan masyarakat.

(67)

47 Proses Kegiatan Pendampingan

Perjuangan pengurus Gapoktan Sekaroh Maju untuk meyakinkan anggotanya agar mendukung program CDM adalah tidak mudah. Bahkan pengurus dianggap seperti kacang lupa kulitnya. Hal ini dapat dipahami karena awalnya pengurus Gapoktan menentang program CDM tapi pada akhirnya mendukung program tersebut.

Tugas berat bagi Gapoktan Sekaroh Maju saat ini adalah meyakinkan anggotanya agar memiliki persepsi dan pandangan yang sama bahwa program CDM bertujuan untuk kebaikan lingkungan dan masyarakat Desa Sekaroh. Tidak mudah bagi Gapoktan Sekaroh Maju meyakinkan petani yang sudah puluhan tahun menanam jagung dan mempunyai pasar (pedagang pengumpul) yang setiap panen siap untuk membeli hasil panen petani. Sementara program CDM adalah program baru dengan tanaman agroforestry; tanaman berumur panjang yang belum tentu dapat berhasil dan belum tentu ada pembeli hasil panen jenis buah-buahan sebagaimana yang mereka dapatkan dari hasil jagung. Masyarakat Sekaroh masih memiliki prinsip sederhana dalam urusan pertanian. Mereka cenderung mencontoh yang sudah berhasil dengan komoditi tertentu. Dan mereka akan sulit memahami jika contoh sukses komoditi dan jenis usaha baru belum ada. Nah, saat ini adalah masa penantian sampai tanaman agroforestry memetik hasilnya. Selama masa penantian, akan tetap ada keraguan apakah tanaman agroforestry

menguntungkan masyarakat atau malah mendatangkan kerugian. Benarkah hasil buah-buahan pada areal Hutan Lindung Sekaroh nantinya akan ada pembelinya ? Tentu saja ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Gapoktan Sekaroh Maju dan pihak-pihak yang peduli terhadap kelestarian ingkungan dan kesejahteraan masyarakat Desa Sekaroh untuk terus berusaha meyakinkan agar tanaman agroforestry tetap dirawat sampai mendatangkan hasil.

Bekerja Bersama Parapihak

(68)

LKMD, kegiatan ini juga bekerjasama dengan Gapoktan Sekaroh Maju, Tuan Guru dan juga tokoh-tokoh masyarakat setempat. Kegiatan penanaman juga dilakukan bersama semua elemen masyarakat dan disaksikan oleh tokoh masyarakat.

Sebagian areal penanaman CDM di Hutan Lindung Sekaroh di bawah pengawasan Gapoktan dan sebagain lagi kegiatan pengawasannya dilakukan oleh Tuan Guru. Adanya pembagian wilayah pengawasan ini merupakan kesepakatan parapihak setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan CDM ini.

Bagi KOICA dan Litbang Kehutanan, semakin banyak pihak yang terlibat dan mememberikan perhatian pada program ini, maka akan semakin bagus. Diharapkan dari setiap kelompok ini akan muncul persaingan untuk menunjukkan kelompok mana yang paling tinggi tingkat keberhasilannya.

Tantangan keberhasilan program, selain melawan iklim mikro di Hutan Lindung Sekaroh yang sangat panas, yang tidak kalah pentingnya adalah meyakinkan masyarakat bahwa tanaman agroforestry ini menguntungkan bagi masyarakat. Karena belum semua masyarakat percaya bahwa tanaman agroforestry lebih menguntungkan daripada tanaman hortikultura yang selama ini mereka jalankan. Walaupun mereka tahu bahwa tanaman jagung dan jenis tanaman jangka pendek lainnya tidak dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka pada taraf yang lebih baik. Tetapi bagi masyarakat, menanam jagung ada kepastian pemasaran. Di sisi lain, mungkin juga pedagang pengumpul masih menginginkan masyarakat menanam jagung agar usaha mereka terus berkelanjutan.

Di sinilah titik krusialnya. Pihak mana yang lebih mampu meyakinkan petani, apakah pedagang pengumpul yang sudah bekerjasama dengan masyarakat selama ini atau tokoh masyarakat yang selama ini juga berinteraksi dengan masyarakat.

Pendampingan LSM AMPEL

(69)

49 Proses Kegiatan Pendampingan

merupakan LSM yang sudah banyak pengalaman dalam kegiatan pendampingan masyarakat di Kabupaten Lombok Timur, termasuk di Hutan Lindung Sekaroh. Lembaga ini sudah mengenal kondisi lingkungan di Hutan Lindung Sekaroh dan masyarakat Sekaroh karena pernah melakukan kegiatan pendampingan untuk beberapa kegiatan rehabilitasi lahan di Hutan Lindung Sekaroh dan sekitarnya.

Sejak keterlibatan LSM AMPEL dalam kegiatan pendampingan, masyarakat semakin yakin dengan tujuan program CDM ini. Masyarakat yang semula masih memiliki keraguan terhadap program CDM, dengan pendampingan yang terus-menerus dari LSM AMPEL sedikit demi sedikit mulai mendukung dan merawat tanaman.

Terjadinya perubahan sikap keberpihakan masyarakat (mendukung program) setelah keterlibatan LSM AMPEL, salah satu alasannya karena LSM AMPEL mendatangi semua lokasi tanaman dan rumah masyarakat. Kehadiran LSM AMPEl dalam pendampingan masyarakat membuat masyarakat merasa diperhatikan, terjadi transfer

(70)
(71)

51

Proses Sosialisasi

BAB VII

PROSES SOSIALISASI

Sebelum kegiatan penanaman atau rehabilitasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan kegiatan orientasi Desa Sekaroh. Orientasi ini dilakukan jauh sebelum kegiatan penanaman. Kegiatan ini dilakukan secara bersama oleh konsultan KOICA, Litbang Kehutanan, Konsultan UBIS dan CER Indonesia. Kegiatan orientasi dilakukan dengan santai dalam beberapa kali.

Orientasi Desa Sekaroh adalah proses mengenali desa yang dilakukan pada tahap awal implementasi program yang meliputi, mengamati keadaan lingkungan dan sumberdaya alam, mengamati dan mengidentifikasi para pihak yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya alam, nilai-nilai yang dianut masyarakat, pola hubungan antar pihak, pola hubungan masyarakat dengan sumberdaya hutan (Yayasan Alamanda dan Lestari Hutan Indonesia, 2003).

Tujuan Orientasi Desa Sekaroh

Gambar

Tabel 2.Perkiraan areal yang potensial untuk proyek karbon di Indonesia.
Gambar 1. Lokasi Hutan Lindung Sekarohterdegradasi sebelum tahun 1990
Gambar 3. Lahan diokupasi masyarakat dengan jagung sebagai tanaman utama
Gambar 4. Jumlah anggota keluarga petani di Sekaroh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendeteksian tepi penting digunakan dalam pengolahan citra digital guna meningkatkan garis batas suatu daerah atau objek atau menghasilkan tepi-tepi dari objek-objek citra

“Creative Industries: aligning entrepreneurial orientation and innovation capacity”, Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship , Vol.14 No.1, Emerald

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berpikir memiliki posisi yang sangat penting sebagai strategi dalam proses berbahasa, baik reseptif maupun ekspresif, yang

Bila ingin mengatur posisi cursor agar berada pada baris ke-2 kolom ke-5, maka setelah mengirimkan command Locate DDRAM diikuti dengan data kolom bernilai “04h” kemudian data

[r]

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana hasil pemahaman membaca mahasiswa, bagaimana kemampuan menulis paragraf mahasiswa, apakah ada hubungan yang

Sasaran tinjauan pelaksanaan evaluasi dalam penelitian ini, adalah menciptakan kemampuan guru sebagai evaluator dalam mengupayakan semaksimal mungkin mengaplikasikan prinsip-prinsip

Penelitian yang relevan Supartinah (2018) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa penggunaan model pembelajaran discovery learning dengan metode edutainment dapat