• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ANALISIS KASUS DUGAAN MAKAR PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH ANALISIS KASUS DUGAAN MAKAR PADA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ANALISIS KASUS DUGAAN MAKAR PADA

BEBERAPA AKTIVIS DAN TOKOH NEGARA DALAM

PERSPEKTIF HAM DAN FUNGSI NEGARA

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Ilmu Negara

Disusun Oleh:

Davi Judha Darmawan - 110110160272

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJAJARAN

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi……….. …… 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………... 2

B. Rumusan Masalah……… 2

C. Tujuan……….. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kasus Dugaan Makar dan Hak Asasi Manusia... 3 B. Hubungan antara Kebebasan Berpendapat dengan

Teori Fungsi Negara……… 6

BAB III KESIMPULAN 8

Daftar Pustaka………. 9

(3)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada Jumat (2/12) pagi jelang aksi demonstrasi bela Islam di Monas, aparat kepolisian Polda Metro Jaya menahan sejumlah tokoh dengan dugaan melakukan perbuatan makar. Beberapa tokoh yang ditahan aparat kepolisian antara lain Kivlan Zein, Adityawarman, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin, Rachmawati Soekarnoputri, dan Sri Bintang Pamungkas. Hampir semua nama yang ditahan oleh aparat kepolisian Polda Metro Jaya adalah tokoh-tokoh yang secara konsisten mengkritik pemerintahan Jokowi sejak tahun 2014. Adapun Sri Bintang Pamungkas ditahan dan dijerat pasal makar dengan bukti memiliki surat ajakan menggelar Sidang Istimewa MPR untuk memakzulkan presiden, Ahmad Dhani ditahan karena orasinya yang dianggap menghina presiden, sementara Rachmawati Soekarnoputri ditahan karena terlibat mobilisasi massa dalam unjuk rasa di Monas. Para aktivis dan tokoh yang ditahan telah dilepaskan setelah menjalani pemeriksaan selama 1x24 jam. Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, penangkapan para aktivis terduga pemufakatan makar dilihat sebagai manifestasi dari sifat represif negara terhadap kebebasan berpendapat. Berbagai kritik dilontarkan terutama kepada Kapolri Tito Karnavian dan institusi kepolisian atas tindakan yang terkesan tergesa-gesa dan tanpa bukti kuat untuk menahan para tersangka.

B. Rumusan Masalah

1. Apa korelasi antara kasus dugaan makar dengan Hak Asasi Manusia? 2. Apakah ada batasan dalam kebebasan berpendapat dan berekspresi di

Indonesia?

3. Apa relasi antara kebebasan berpendapat dengan fungsi negara?

C. Tujuan

1. Memahami kasus dugaan makar dalam perspektif Hak Asasi Manusia terutama dalam kebebasan berpendapat.

2. Memahami batasan dalam kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia.

3. Memahami relasi antara kebebasan berpendapat dengan fungsi negara.

BAB II

(4)

A. Kasus Dugaan Makar dan Hak Asasi Manusia 1. Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang dimiliki setiap manusia dan berlaku secara universal di seluruh dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan bukan pemberian dari manusia atau lembaga negara1. Hak asasi manusia dijamin keberadaannya baik dalam konvensi internasional maupun dalam konstitusi masing-masing negara. Konvensi internasional yang menjamin keberadaan hak asasi manusia ialah Universal Declaration of Human Rights yang diproklamasikan oleh United Nations General Assembly di Paris, Perancis pada tanggal 10 Desember 1948. Hak asasi manusia juga diatur dalam konstitusi Indonesia yakni pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28A hingga 28J.

Penjaminan atas hak-hak asasi manusia lahir dari berbagai persoalan dan masalah yang muncul akibat konflik dan tirani otoritas. Contoh konkrit dari sebab-sebab diatas adalah Revolusi Perancis pada tahun 1789 yang menghasilkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (Perancis: Déclaration des droits de l'homme et du citoyen). Revolusi Perancis dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat yang berada pada titik terendahnya dibawah kekuasaan Raja Louis XVI. Krisis finansial akibat keterlibatan Perancis dalam berbagai perang besar dibarengi sistem kasta yang merugikan rakyat kecil membuka mata masyarakat Perancis akan keadaan negaranya dan pelanggaran atas hak-haknya. Dengan para pejuang revolusi yang diilhami pemikiran-pemikiran liberal dari berbagai tokoh pada masa Abad Pencerahan, mereka berhasil membebaskan Perancis dari sistem monarki absolut dan aristokrasi serta menasbihkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara untuk menjamin hak-hak asasi bagi masyarakat Perancis.

Meskipun penjaminan hak-hak asasi manusia telah dilakukan sejak masa lalu di berbagai negara, belum ada suatu hukum internasional yang mengikat dan menjamin hak asasi manusia secara universal hingga

(5)

tahun 19452. Setelah Perang Dunia II usai, terungkaplah berbagai kejahatan perang yang dilakukan oleh pihak Axis seperti kamp konsentrasi dan eksperimen terhadap manusia yang tentu melanggar hak-hak asasi manusia. Didorong oleh keinginan untuk menciptakan keadaan dunia yang lebih stabil dan aman, negara-negara adidaya dan dibantu oleh negara lain berhasil merumuskan dan mendeklarasikan Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948. Walaupun Universal Declaration of Human Rights tersebut tidak mengikat bagi negara-negara yang ikut menandatanganinya, namun diharapkan agar negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasarnya atau perundangan lainnya, sehingga berlakulah dalam negara tersebut.3

Hak asasi manusia pun telah dijamin keberadaannya oleh para perumus dasar dan konstitusi negara Indonesia. Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pernyataan mengenai hak asasi manusia yang dinyatakan sebagai berikut:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara berdaulat menentang adanya penjajahan karena hal tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya dilindungi oleh negara.

Perwujudan perlindungan hak asasi manusia dalam konstitusi negara Indonesia ada pada UUD NRI 1945 Pasal 28A hingga 28J yang secara khusus membahas mengenai hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara dan juga membahas mengenai batasan yang dimiliki oleh warga dalam menjalankan hak dan kebebasannya. Hal tersebut tercantum dalam UUD NRI 1945 Pasal 28J Ayat 2 yang berbunyi:

2 David P. Forsythe, Encyclopedia of Human Rights, Volume 1, New York: Oxford University Press, 2009, hlm. xviii.

(6)

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

2. Korelasi antara Kasus Dugaan Makar dan Hak Asasi Manusia

Korelasi antara kasus dugaan makar terhadap beberapa aktivis dan hak asasi manusia terletak pada kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin keberadaannya dalam Article 19 Universal Declaration of Human Rights4 dan UUD NRI 1945 Pasal 28 dan 28E. Kebebasan berpendapat

merupakan kebebasan sentral dalam sebuah masyarakat demokrasi5. Sebagai konkretisasi dari perlindungan kebebasan berpendapat di Indonesia, pada tanggal 26 Oktober 1998 berlaku UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

Secara garis besar, ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam UU No. 9 Tahun 1998 dapat dikategorikan ke dalam beberapa bagian, yakni6:

a. Ketentuan-ketentuan yang memuat pembatasan.

b. Ketentuan-ketentuan yang memuat bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum.

c. Ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan muatan pemberitahuan.

d. Ketentuan lain.

Bentuk perbuatan yang dilakukan para aktivis terduga pemufakatan makar adalah mobilisasi massa, orasi, dan penyuaraan aksi yang notabene merupakan manifestasi dari kebebasan berpendapat. Aksi tersebut dilatarbelakangi oleh kekecewaan para aktivis terhadap pemerintahan Joko Widodo dan menggunakan momentum aksi damai yang ada untuk menjalankan aksi mereka. Namun, dengan tindakan

4Article 19 Universal Declaration of Human Rights: Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom 56 to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.

5 Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hlm. 110.

(7)

aparat kepolisian yang menahan para aktivis terduga pemufakatan makar tanpa bukti yang cukup kuat, menunjukkan bahwa negara masih bersikap represif terhadap kebebasan berpendapat warganya, terutama dengan berbagai pendapat yang mengkritik pemerintah. Tentu hal ini sangat disayangkan, karena pemerintah yang seharusnya memberi kebebasan berpendapat kepada warganya, malah menekan kebebasan tersebut bila bersinggungan dengan kepentingan pemerintah. Dengan menekan kebebasan berpendapat, maka negara juga telah gagal melindungi hak asasi manusia yang dimiliki oleh warga negaranya.

B. Hubungan antara Kebebasan Berpendapat dengan Teori Fungsi Negara

Negara sebagai organisasi kekuasaan dan penyelenggara kegiatan kenegaraan wajib untuk melindungi hak-hak asasi warga negaranya, termasuk hak untuk memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi. Menurut Miriam Budiardjo, setiap negara, terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak perlu, yaitu7:

1. Melaksanakan penertiban (law and order).

2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

3. Pertahanan.

4. Menegakkan keadilan.

Bila merujuk pada fungsi negara diatas, penjaminan kebebasan berpendapat oleh negara selaras dengan fungsi negara untuk menegakkan keadilan, karena dengan dijaminnya kebebasan berpendapat oleh negara, negara mampu bersikap adil kepada rakyatnya dengan memberi kesempatan sebesar-besarnya untuk menyatakan pendapat. Hal ini juga menunjukkan negara sebagai pejunjung tinggi hak asasi manusia dan juga demokrasi.

Dalam kasus dugaan pemufakatan makar, negara mengambil tindakan untuk menangkap 10 orang aktivis karena dikhawatirkan aksi mereka akan menimbulkan kericuhan dan ketidakstabilan di dalam pemerintahan. Makar merupakan suatu kejahatan luar biasa bagi negara dan dalam kasus ini negara memenuhi fungsinya sebagai pelaksana dan penjaga ketertiban (law and order) dengan menangkap 10 aktivis tersebut. Namun, banyak kalangan menilai bahwa tindakan Polda Metro Jaya sebagai representasi negara untuk menangkap ke-10

(8)

aktivis tersebut atas dugaan pemufakatan makar merupakan suatu tindakan yang gegabah dan represif. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa bukti yang didapatkan aparat kepolisian dianggap tidak cukup kuat untuk memutuskan bahwa para aktivis yang ditangkap memiliki rencana untuk melakukan makar. Dalam hal ini negara telah gagal memenuhi fungsinya sebagai penegak keadilan, dimana para aktivis yang ingin menyuarakan kritiknya atas pemerintah dibungkam dengan tuduhan pemufakatan makar. Kasus ini menambah panjang daftar kasus yang menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat di Indonesia.

BAB III

KESIMPULAN

Kasus penangkapan 10 orang aktivis atas tuduhan pemufakatan makar merupakan kasus yang menarik untuk dikaji karena dapat dianalisis dari berbagai perspektif, dua diantaranya adalah perspektif hak asasi manusia dan juga fungsi negara. Hubungan antara kasus tuduhan pemufakatan makar dengan hak asasi manusia terletak pada hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak kebebasan berpendapat dan berekspresi telah diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal 28 dan 28E serta Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Negara sebagai penjamin hak asasi manusia warga negaranya, termasuk hak kebebasan berpendapat dan berekspresi, seharusnya mampu menjaga dan melindungi hak-hak warganya. Namun, dalam hal ini negara telah gagal melindungi hak para aktivis untuk berpendapat dengan menangkap mereka atas tuduhan makar tanpa bukti yang kuat. Kritik terhadap pemerintah merupakan opini yang seharusnya diterima oleh pemerintah dan bukannya dibungkam.

(9)

Makar merupakan kejahatan luar biasa yang mampu menciptakan instabilitas di dalam negara dan pemerintah bersikap preventif dengan menangkap para aktivis yang diduga terlibat pemufakatan makar. Namun, pemerintah gagal mewujudkan fungsi negara sebagai penegak keadilan karena penangkapan aktivis tersebut dianggap tidak adil akibat tidak ada bukti yang kuat atas dugaan makar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.

Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Jakarta: Penerbit P. T. Alumni, 2006.

Forsythe, P. David, Encyclopedia of Human Rights, Volume 1, New York: Oxford University Press, 2009.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983.

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010..

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk penelitian berikutnya dapat dibahas penentuan harga opsi call tipe Eropa menggunakan metode trinomial dengan koefisien naik-turun harga saham berbeda dengan

menggunakan jangka saat melukis sudut, dan untuk mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik sebaiknya setelah siswa selesai mengerjakan LKS I sehingga siswa

yang ingin dicapai pada setiap materi yang akan disampaikan dan, mengingatkan kepada siswa bahwa pentingnya menggunakan bahasa Indonesia terlebih khususnya dalam

Program ini dirancang untuk memudahkan puskesmas dalam pengelolaan data dan informasi dengan input seminim mungkin dan output semaksimal mungkin... pelayanan dalam gedung : SIMPUS

Beck '!"#1( mendefinisikan *B) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) Peran wali kelas sebagai pelaksana BK dalam menanamkan karakter disiplin dan jujur pada siswa kelas tinggi SDN 2

Retur Pembelian dan Pengurangan Harga (Purchases return and allowances), rekening ini digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan pengembalian barang yang telah

Bimbingan oleh guru pamong juga dilakukan setelah pelaksanaan praktik mengajar yaitu dengan memberikan kritik dan saran mengenai tampilan praktik mengajar yang telah