• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. POSTPURCHASE DISSONANCE A.1 Definisi Postpurchase - Perbedaan Postpurchase Dissonance Ditinjau Berdasarkan Tipe Konsep Diri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. POSTPURCHASE DISSONANCE A.1 Definisi Postpurchase - Perbedaan Postpurchase Dissonance Ditinjau Berdasarkan Tipe Konsep Diri"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. POSTPURCHASE DISSONANCE

A.1 Definisi Postpurchase

Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen, kepuasan, keraguan dan mekanisme umpan balik. Kepuasan merupakan emosi penting dari tahap ini dan merupakan penentu untuk perilaku membeli di masa yang akan datang (Loudon & Bitta, 1993).

Hanna & Wozniak, (2001) mendefinisikan postpurchase consideration adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan perasaan puas atau tidak puas pada konsumen yang akan mempengaruhi untuk membeli ulang suatu produk.

A.2 Definisi Postpurchase Dissonance

(2)

Schiffman dan Kanuk, (1994) mendefinisikan postpurchase dissonance sebagai suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang terjadi setelah adanya proses pembelian, dimana setelah proses pembelian, konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang cenderung untuk memecahkannya dengan mengubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka.

Loudon & Bitta (1993) berpendapat bahwa postpurchase dissonance terjadi sebagai hasil dari perbedaan antara keputusan konsumen dengan evaluasi sebelumnya. Loudon dan Bitta (1984) juga menambahkan bahwa postpurchase dissonance akan semakin tinggi ketika individu memiliki komitmen yang besar terhadap pembeliannya. Komitmen tersebut bukan hanya terhadap sejumlah uang yang telah ia gunakan, tetapi juga waktu, usaha dan ego. Selanjutnya, selama keputusan membeli dibuat, disonansi terjadi ketika konsumen menyadari bahwa produk alternatif tersebut memiliki karakteristik positif dan negatif.

Berdasarkan sejumlah uraian mengenai postpurchase dissonance maka dapat disimpulkan bahwa postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit dan relatif permanen terhadap suatu produk.

A.3 Dimensi Postpurchase Dissonance

(3)

1. Emotional

Ketidaknyamanan psikologis yang merupakan konsekuensi atas keputusan membeli. Munculnya keadaan yang tidak nyaman secara psikologis yang dialami oleh seseorang setelah orang tersebut membeli suatu produk yang dirasakan sebagai produk yang penting bagi dirinya, dapat dikatakan orang tersebut mengalami postpurchase dissonance.

2. Wisdom of Purchase

Kesadaran individu setelah pembelian dilakukan apakah mereka telah membeli produk yang tepat atau mereka mungkin tidak membutuhkan produk tersebut. Setelah proses pembelian dilakukan individu, individu dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan seputar keputusan membeli yang telah dia lakukan. Apabila individu merasa bahwa keputusan pembelian yang dia lakukan adalah benar, dimana produk yang telah dibeli adalah tepat dan berguna, maka individu cenderung tidak akan mengalami postpurchase dissonance.

3. Concern over deal

(4)

informasi-informasi dari luar diri individu tersebut yang dapat membuat individu mengalami postpurchase dissonance.

A.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Postpurchase Dissonance

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi postpurchase dissonance, yaitu:

1. The degree of commitment or irrevocability of the decision

Semakin mudah mengubah keputusan, semakin rendah kemungkinan seorang mengalami kebingungan (dissonance). Hal ini dapat terjadi pada saat membeli suatu produk yang memiliki banyak alternatif lainnya dimana masing-masing alternatif memiliki kelebihan ataupun kekurangan yang relatif sama. Dengan demikian keputusan untuk mengubah pembelian terhadap suatu produk seperti di atas tidak akan mengarah kepada postpurchase dissonance. Keputusan yang telah dibuat tidak mungkin lagi untuk diubah oleh konsumen tersebut.

2. The importance of the decision to the consumer

(5)

3. The difficulty of choosing among alternatifs

Semakin sulit memilih alternatif, semakin tinggi kemungkinan seseorang konsumen mengalami dissonance. Hal ini dikarenakan alternatif yang ada tidak menawarkan kelebihan-kelebihan lainnya yang tidak ada pada produk yang hendak dipilih. Dengan kata lain alternatif yang ada tidak dapat menutupi kekurangan yang ada pada produk yang hendak dibeli.

4. The individual’s tendency to experience anxiety

Beberapa individu memiliki tingkatan atau kecenderungan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dalam mengalami rasa cemas. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh salah satu trait kepribadian yang dimiliki oleh seorang konsumen yang merupakan bawaan dari lahir (nature) ataupun dikarenakan pengaruh lingkungan (nurture). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seorang individu maka semakin tinggi kemungkinannya mengalami postpurchase dissonance.

Halloway (dalam Loudon & Bitta, 1993) dalam penelitiannya mengenai disonansi yang dialami konsumen menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan postpurchase dissonance adalah :

(1). Adanya sejumlah hal yang menarik dari sejumlah alternatif produk yang tadinya ditolak oleh konsumen

(2). Munculnya faktor negatif dari produk alternatif yang menjadi pilihan utama

(6)

(4).Kekacauan kognitif yang muncul pada saat melakukan pemilihan

(5). Keterlibatan kognitif pada produk

(6). Bujukan dan pujian

(7). Ketidaksesuaian atau perilaku yang dipandang negatif pada saat membeli

(8). Ketersediaan informasi

(9). Kemampuan mengantisipasi munculnya disonansi, dan

(10). Tingkat pengetahuan dan pengenalan produk.

(7)

B. Konsep Diri

B.1 Definisi Konsep Diri

Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas pikiran dan perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri sebagai sebuah objek. Dengan kata lain, konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir atau melihat dirinya sendiri. Ada dua tipe konsep diri yaitu konsep diri interdependent dan konsep diri independent (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007)

Paik dan Micheal (2002) menjelaskan konsep diri sebagai sekumpulan keyakinan yang dimiliki mengenai diri sendiri dan hubungannya dengan perilaku dalam situasi-situasi tertentu. Calhoun dan Acocella (1990) mendefiniskan konsep diri sebagai pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri.

(8)

seseorang memiliki pandangan, penilaian, gambaran, kepercayaan, perasaan, dan pikiran terhadap dirinya sendiri.

B.2 Konsep Diri Interdependent

Konsep diri yang interdependent dibentuk terutama oleh hubungan keluarga, hubungan dengan kebudayaan, hubungan profesional, serta hubungan sosial. Individu yang memiliki konsep diri yang interdependent cenderung patuh, sociocentric, holistic, dan berorientasi pada hubungan dengan sesama individu. Mereka mendefinisikan dirinya dalam konteks peran sosial (Hirschman dalam Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007).

(9)
(10)

B.3 Konsep Diri Independent

Konsep diri independent dibentuk oleh tujuan, karakteristik, prestasi, dan hasrat pribadi. Individu dengan konsep diri ini cenderung menjadi individualistis, egosentris, autonomous, mengandalkan diri sendiri, dan mengacu kepada diri sendiri. Mereka mendefinisikan dirinya berdasarkan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka miliki, dan karakteristik pribadi yang membuat mereka berbeda dengan individu lain (Hirschman dalam Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007).

Markus dan Kitayama (dalam Millan dan Reynolds, 2011) menganggap konsep diri yang independent sebagai konsep diri yang dibatasi, kesatuan, stabil, mandiri, individualis, egosentris, terpisah, dan terlepas dari konteks sosial. konsep diri dianggap sebagai konfigurasi khas dari sifat, pikiran dan perasaan yang mengatur perilaku individu dan mendasari perjuangan individu terhadap pemenuhan tujuan pribadi seperti "mewujudkan diri".

(11)

huruf tebal) yg berhubungan dengan atribut yg dianggap stabil, konstan, dan

C. DINAMIKA INTERDEPENDENT DAN INDEPENDENT SELF

CONCEPT TERHADAP POSTPURCHASE DISSONANCE

(12)

Konsumen yang memiliki konsep diri yang interdependent lebih mudah dipengaruhi oleh orang lain ketika membeli suatu produk dibandingkan konsumen yang independent. Konsumen dengan konsep diri interdependent, memiliki kepercayaan diri untuk melakukan keputusan membeli suatu barang jika mendapat dukungan serta informasi-informasi yang jelas dari lingkungan sosial seperti keluarga, teman, maupun orang lain yang berhubungan dengan barang yang hendak dibeli. Hal ini karena konsumen yang konsep dirinya interdependent tidak bisa lepas dari konteks sosial (Markus dan Kitayama dalam Matsumoto & Juang, 2008). Semakin banyak dukungan dan dorongan dari keluarga atau kerabat untuk membeli suatu produk maka semakin mudah dan yakin konsumen untuk mengambil keputusan membeli.

(13)

hubungan dengan sesama individu (Hirschman dalam Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007) .

Berdasarkan aspek wisdom of purchase, yaitu individu menyadari setelah pembelian dilakukan apakah mereka telah membeli produk yang tepat, benar dan berguna atau mereka mungkin tidak membutuhkan produk tersebut maka mereka cenderung tidak mengalami postpurchase dissonance (Sweeney, Hausknecht & Soutar, 2000). Ketika konsumen yang interdependent sadar setelah pembelian dilakukan bahwa konsumen merasa keputusan pembelian tidak benar, tidak tepat dan tidak berguna karena tidak mendapatkan informasi ataupun dukungan sosial dari orang lain juga dapat mengalami kecemasan dan keraguan. Sebaliknya pada saat keputusan membeli yang dilakukan tepat, benar dan berguna karena adanya dukungan sosial dan melibatkan orang lain maka konsumen interdependent tidak mengalami postpurchase dissonance

(14)

(Hawkins, Mothersbaugh & Best 2007; Halloway, dalam Loudon & Bitta, 1993). Konsumen interdependent juga tidak percaya diri dalam mengambil keputusan untuk membeli jika tidak melihat konsumen lain menggunakan produk yang sama atau mendapat informasi dari orang lain (Heine dan Lehman, dalam Wong, 2009)

Berdasarkan penjelasan aspek postpurchase dissonance yang dikemukakan oleh Sweeney, Hausknecht & Soutar (2000) bahwa konsumen yang konsep dirinya interdependent tampak pada aspek concern of deal dan emotional, tetapi tidak begitu kelihatan pada aspek wisdom of purchase.

Konsumen dengan konsep diri yang independent berbeda dari konsep diri yang interdependent. Konsumen yang independent mendefinisikan dirinya berdasarkan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka miliki, dan karakteristik pribadi yang membuat mereka berbeda dengan individu lain (Hirschman dalam Hawkins, Mothersbaugh dan Best, 2007). Konsep diri independent memiliki self esteem yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsep diri interdependent sehingga konsep diri independent mampu melakukan strategi pengurangan disonansi (Steele dkk, dalam Wong, 2009).

(15)

dengan konsep diri independent mampu mengambil keputusan yang mandiri dan tidak mudah bergantung pada orang lain, individual, tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, dan lebih mengandalkan pemikirannya sendiri dalam mengambil keputusan untuk membeli sesuai dengan kebutuhannya sendiri (Markus dan Kitayama, dalam Millan dan Reynolds, 2011).

Berdasarkan aspek concern of deal, individu menyadari setelah proses pembelian dilakukan, apakah mereka telah dipengaruhi oleh agen penjual (sales staff) terhadap keyakinan mereka sendiri terhadap produk yang dibeli (Sweeney, Hausknecht & Soutar, 2000), konsumen dengan konsep diri independent pada saat dihadapkan pada informasi-informasi dari luar diri individu untuk melakukan keputusan membeli dapat membuat konsumen mengalami postpurchase dissonance. Hal ini karena konsumen dengan konsep diri independent melakukan keputusan membeli atas dasar pertimbangan diri sendiri (individu merasa bebas dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk) dan cenderung tidak melibatkan kehadiran dan pendapat orang lain tetapi sangat individual dan mandiri dalam mengambil keputusan membeli (Markus dan Kitayama, dalam Millan dan Reynolds, 2011).

(16)

didukung oleh faktor penyebab keraguan pasca pembelian yaitu faktor internal yang merupakan kondisi kepribadian individu yang menyebabkan kecemasan, sulit berkomitmen pada produk yang dipilih, keberanian mengambil resiko dan tingkat pengetahuan yang dimilikinya (Hawkins, Mothersbaugh & Best 2007; Halloway, dalam Loudon & Bitta, 1993).

Berdasarkan penjelasan aspek postpurchase dissonance yang dikemukakan oleh Sweeney, Hausknecht & Soutar, (2000) bahwa konsumen yang konsep dirinya independent kelihatan pada aspek wisdom of purchase dan emotional , tetapi kurang terlihat pada aspek concern of deal.

(17)

Concern of Deal Interdependent

Postpurchase Emotional

Dissonance

Independent

Wisdom of purchase

Gambar 3. Skema dinamika interdependent/independent terhadap postpurchase dissonance

D. HIPOTESA PENELITIAN

Gambar

Gambar 2 Independent Construal of self
Gambar 3. Skema dinamika interdependent/independent terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil temuan terlihat, bahwa proses seleksi yang dilakukan belum memiliki standar atau kriteria penyeleksian, bahkan ada karyawan administrasi yang tidak

jiats atetiva tatap pada laporan kauaugaf** males panulia m m. berlkao aarao-aaraa so bag* I bo r I leu t

Dari tabel data analisis diperoleh informasi bahwa pemain color guard dengan durasi latihan rata-rata 48 jam/bulan, 80 jam/bulan, dan 160 jam/bulan mengalami peningkatan

Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa anak prasekolah di RA Semai Benih Bangsa Al-Fikri Manca

Berdasarkan pembuktian yang telah ada untuk semua varia- be1 yang diteliti, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bidang retorika penulisan karangan ekspositori: bila

Jelas terlihat bahwa, peran kebijakan tax amnesty ini sangat perlu dalam proses pertumbuhan ekonomi di Indonesia, alasannya adalah jelas bahwa penerapan kebijakan ini

Berdasarkan data hasil analisis varian pada karakter bobot buah melon menunjukkan bahwa semua galur yang diuji mempunyai bobot buah yang sama dengan dua

− Pusat Kerajinan Batik Tulis Madura Di Bangkalan juga memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan belanja dan mempermudah masyarakat pecinta batik, baik penduduk dari luar