• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 44b54645bb BAB VIIBab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya Cimahi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "4.1. RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 44b54645bb BAB VIIBab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya Cimahi"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

4.1.

RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

4.1.1. Petunjuk Umum

Pengembangan permukiman pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan

kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (liveable), aman, nyaman,

damai dan sejahtera serta berkelanjutan.

Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga

pemerintah mempunyai kewajiban memberikan akses kepada masyarakat untuk

dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan

berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman meliputi pengembangan

prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang

terjangkau khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses

penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial

budaya di perkotaan.

Pengembangan permukiman harus mempertimbangkan aspek-aspek

sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai

dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya

meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang digunakan.

4.1.2. Profil Pembangunan Permukiman

4.1.2.1.

Kondisi Umum

4.1.2.1.1. Gambaran Umum

Kondisi permukiman Kota Cimahi saat ini apabila dilihat dari kawasan

perumahan terdiri dari kompleks perumahan yang relatif telah tertata baik dan

perumahan yang belum tertata dengan baik. Perumahan yang tertata dengan

baik umumnya adalah perumahan terencana yang dibangun oleh pengembang

(develover) dan yang dibangun secara individu pada lahan-lahan yang telah

(2)

dipersiapkan sebelumnya dengan tata kavling dan prasarana sarana dasar

pendukungnya. Kemudian penyediaan rusunami dan rusunawa dengan

prasarana sarana dasar pendukungnya yaitu pengembangan kawasan

perumahan yang dibangun secara vertical untuk mengatasi

ketersediaan/keterbatasan daya dukung lahan yang ada. Perumahan tipe ini

dapat dikelompokkan sebagai perumahan yang telah mantap dan stabil.

Sedangkan perumahan yang belum tertata dengan baik umumnya adalah yang

dibangun secara individu pada lahan-lahan yang tidak/belum dipersiapkan

sebagaimana mestinya untuk perumahan, dengan jaringan jalan yang sangat

tebatas, drainase dan saluran yang tidak/kurang memadai, perletakkan

bangunan yang tidak teratur, dan malahan pada beberapa lokasi cenderung

merupakan perumahan kumuh. Berdasarkan basis data tahun 2007 (sumber :

BPS) permukiman kumuh di Kota Cimahi sebanyak 186 lokasi, dan di dalamnya

terdapat 1.959 rumah kumuh yang dihuni oleh 4.682 KK. Sebagian besar

permukiman tersebut terkonsentrasi di Cimahi Tengah dan Selatan yang

merupakan kawasan permukiman yang tercampur dengan zona industri. Selain

itu terdapat permukiman yang berada dibantaran sungai (radius 10 m) yang

ditinggali oleh 858 KK dan permukiman yang berada di bawah listrik tegangan

tinggi (radius 20 m) yang ditinggali oleh 1.196 KK.

Sedangkan jumlah KK yang telah atau belum memiliki rumah

berdasarkan basis data tahun 2007 (sumber : BPS) dari

123.109

kk baru

89.065 KK atau 72,35% yang telah memiliki rumah, berarti sisanya sekitar 34.044

kk atau 27,65% belum memiliki rumah (status ngontrak/numpang).

diantranya terdapat

4.1.2.1.2. Prasarana Dan Sarana Dasar Permukiman

Perencanaan dalam pengembangan perumahan dan permukiman harus

disertai pula perencanaan dalam sarana dan prasarana pendukungnya. Sarana

yang dibutuhkan dalam pengembangan permukiman antara lain sarana

pendidikan, peribadatan dan kesehatan. Sedangkan kebutuhan prasarananya

antara lain sistem air bersih, jaringan drainase, sistem pengelolaan air limbah,

(3)

4.1.2.1.3. Parameter Teknis Wilayah

Berdasarkan arahan luas lahan permukiman yang telah tetapkan oleh

RTRW Kota Cimahi Tahun 2012 bahwa pada akhir tahun 2012 luas lahan yang

diperuntukkan bagi permukiman seluas 2.472,87 ha, atau sekitar 60% dari luas

keseluruhan.

Pada prinsipnya arahan kepadatan bangunan ini terkait dengan ketentuan

mengenai tutupan lahan (land coverage) yaitu perbandingan antara luas lahan

yang tertutup dengan luas lahan total dalam tiap unit lingkungan yang

bersangkutan. Untuk kawasan perkotaan ada acuan normatif kelompok

kepadatan bangunan tersebut , yaitu : sangat tinggi (lebih besar dari 75%), tinggi

(60%-75%), menengah (45% - 60%), rendah (30% - 45%) dan sangat rendah

(30% ke bawah), yang diitetapkan menurut masing-masing kawasan.

Secara khusus untuk bagian wilayah yang terkena dengan penataan

ruang dan bangunan di Kawasan Bandung Utara , diterapkan disebelah utara

Jalan Raya Cimindi serta Kawasan Pusat Kota dan Koridor Perdagangan dan

Jasa. Bagian ini direncanakan untuk pengembangan kawasan perumahan dan

penetapan KDB di dasarkan pada ketinggian relatif di atas permukaan laut

(kontur), yaitu :

 750 m – 800 m dpl, KDB maksimal 40%  800 m – 900 m dpl, KDB maksimal 30%  Di atas 900 m dpl, KDB maksimal 20%

Wilayah Kota Cimahi termasuk pada Kawasan Keselamatan Operasi

Penerbangan (KKOP) Bandara Husein Sastranegara, dimana ada rekomendasi

arahan ketinggian maksimal bangunan.

4.1.2.1.4. Aspek Pendanaan

Mengingat di dalam pembangunan permukiman membutuhkan biaya yang

sangat tinggi, maka pelaksanaan penyediaan perumahan dan permukiman

dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritas, kesiapan lahan dan jumlah

permintaan kebutuhan (demand). Pada 5 tahun mendatang pelaksanaan

pembangunan diupayakan melalui berbagai sumber dana antara lain APBN,

APBD Provinsi, APBD Kab/Kota dan Swasta. Secara keseluruhan pengalokasian

dana untuk sektor air minum dapat dilihat dalam lampiran.

(4)

Mengingat bahwa faktor penting dalam kepemilikan rumah adalah

masalah harga atau biaya, maka perlu dibuat suatu kerjasama khusus dengan

pihak penyandang dana pada pembangunan perumahan. Untuk skala tertentu,

tampaknya subsidi pembangunan dari pemerintah masih diperlukan walaupun

harus sangat dibatasi baik jumlahnya maupun waktunya. Dalam kaitan ini,

pemberian KPR dapat terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Selain itu menuju pada kemandirian masyarakat, pola pemberdayaan dan

partisipasi diharapkan dapat berperan aktif di dalam proses penataan dan

pembangunan permukiman.

4.1.2.2.

Sasaran

Terciptanya perumahan yang mantap dan stabil, terjangkau oleh seluruh

lapisan masyarakat, terutama pemenuhan untuk masyarakat berpenghasilan

rendah. Pemenuhan kebutuhannya disesuaikan dengan prioritas, permintaan,

pola sebaran penduduk terhadap lahan permukiman dan kapasitas layanan

prasarana sarana dasar, yang lebih lanjut telah diatur pada RTRW Kota Cimahi

dan peraturan yang mengatur syarat teknis lainnnya terkait perumahan dan

permukiman.

Tertatanya pelayanan prasarana sarana perumahan dan permukiman,

khususnya pada kawasan-kawasan padat huni seperti pemenuhan kebutuhan air

bersih, penataan jaringan drainase, pengelolaan limbah domestik, dan

pengelolaan sampah, terutama pada kawasan tercampur dengan zona industri

dan perdagangan..

4.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman

4.1.3.1. Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan Dan Rekomendasi

Beberapa analisa permasalahan yang dihadapi di dalam pelayanan

pembangunan dan penyediaan rumah dan lingkungan perumahan sehat adalah

sebagai berikut:

1.

Pertumbuhan pembangunan perumahan formal horisontal masih

mengindikasikan kecenderungan yang meningkat karena kebutuhan dari

dalam sendiri terutama dari luar kota Cimahi dalam konteks pembangunan

(5)

2.

Dengan keterbatasan luas lahan dan batas wilayah administrasi kota,

pembangunan perumahan formal yang berorientasi vertikal belum menjadi

sebuah budaya masyarakat.

3.

Pembangunan lingkungan formal berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan

kemampuan pihak pengembang tanpa adanya kesatuan pembangunan yang

menyebabkan tidak terintegrasinya antara satu lingkungan perumahan formal

dengan lingkungan perumahan formal lainnya dan berdampak pada tingginya

biaya untuk pembangunan jaringan prasarana dasar perkotaan untuk

melayani kebutuhan masyarakat.

4.

Belum adanya perangkat insentif dan disinsentif bagi pihak pembangun

rumah dan lingkungan perumahan yang mendukung terwujudnya lingkungan

perumahan dan permukiman yang MANTAP.

5.

Tingginya urbanisasi ke Kota Cimahi dengan kemampuan daya beli yang

rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan huniannya lebih

mengutamakan pada kedekatan antara jarak tempat tinggal dan tempat

kerjanya terutama buruh industri, dengan upaya mengisi lahan-lahan kosong

yang berada di sekitar kegiatan-kegiatan industri yang berdampak pada

terbentuknya lingkungan yang padat dengan tingkat pelayanan prasarana

dasar yang sangat rendah (terbatas).

6.

Tumbuhnya lingkungan-lingkungan perumahan yang sporadis akibat tidak

terkendalinya harga lahan di kota Cimahi.

7.

Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap lingkungan huniannya.

8.

Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap lingkungan versus tingkat

ekonomi.

Dari analisa permasalahan pembangunan permukiman yang ada bahwa

proyeksi kebutuhan lahan permukiman untuk Kota Cimahi sampai dengan tahun

2012 berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada RP4D menunjukkan

bahwa terjadi kekurangan lahan permukiman sebanyak 846,31 ha (rencana area

lahan di RTRW seluas 2.472,87 ha) . Luas permukiman yang dibutuhkan

mencakup areal 81,72% dari luas wilayah (rencana area lahan di RTRW sekitar

60,89 %). Dengan asumsi yang digunakan adalah :

1. Pertumbuhan penduduk Kota Cimahi 2.65%/tahun

2. Jumlah anggota dalam setiap rumah adalah 3,8 jiwa

3. Perbandingan luas perumahan untuk rumah sederhana, rumah menengah

(6)

Berdasarkan analisa permasalahan kekurangan kebutuhan

pembangunan permukiman harus merpertimbangankan ketersediaan dan

keterbatasan rumah serta lahan yang ada, menyelaraskan keseimbangan lahan

untuk recana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah serta pegelolaan

kawasan lainnya. Maka alternatif pemecahan masalah diupayakan penangannya

perlu dilakukan secara vertical dengan tetap mempertimbangkan daya dukung

yang ada dan sedapat mungkin membatasi pengembangan perumahan secara

horizontal. Sehingga perlu adanya suau perencanaan kebutuhan perumahan dan

permukiman Kota Cimahi dilakukan berdasarkan pada :

1. Kebutuhan rumah (housing demand) yang dipengaruhi oleh proyeksi jumlah

penduduk dan ukuran keluarga serta distribusi tingkat pendapatan (rendah,

menengah, tinggi)

2. Ketersediaan rumah (housing stock) dilihat dari jumlah rumah dan data

pengembang sehingga dapat diketahui tipologi yang ada

3. Pemenuhan kebutuhan rumah (housing supply) dilihat dari luas lahan dan

sebaran lokasi perumahan yang ada

4.1.4. Usulan Pembangunan Permukiman

4.1.4.1

Sistem Infrastruktur Permukiman Yang Diusulkan

Berdasarkan analisa permasalahan, alternatif pemecahan masalah dan

rekomendasi, bahwa sistem infrastruktur permukiman yang diusulkan dan

menjadi prioritas adalah pembangunan perumahan secara vertikal yang

dilengkapi dengan kebutuhan prasarana dan sarana dasar permukiman dengan

pola penanganan dan pengelolaan terpadu. Penataan dan peremajaan

prasarana sarana permukiman bagi kawasan padat huni/kumuh, pemugaran

rumah tidak layak dan pemenuhan prasarana sarana dasar permukiman yaitu

kebutuhan air bersih, sistem jaringan drainase, pengelolaan limbah domestik,

(7)

4.1.4.2

Usulan Dan Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman

Di Kota Cimahi sektor Pembangunan Prasarana Sarana Permukiman

yang diprogamkan 5 (lima) tahun kedepan adalah Program Pengembangan

Perumahan dan Permukiman Perkotaan .

4.1.4.3

Usulan Dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur

Permukiman

Sedangkan usulan dan prioritas proyek/ kegiatan pembangunan

infrastruktur permukiman yang diprogramkan 5 (lima) tahun kedepan sebagai

berikut :

1. Penyediaan PSD bagi Kawasan Rumah Sederhana Sehat

2. Penataan dan Peremajaan Kawasan

3. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

4. Peningkatan Kualitas Permukiman

4.2.

RENCANA PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN

4.2.1.

Petunjuk Umum

Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut

dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu

tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung,

serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana

aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik

berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru.

Sedangkan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui penilaian

terhadap analisa kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai

pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan

berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata

bangunan dan lingkungan.

4.2.1.1.

Penataan Bangunan

Rencana penataan bangunan di Kota Cimahi merupakan penyediaan

bangunan beserta lingkungannya termasuk sarana dan prasarananya sebagai

wujud pemanfaatan ruang dalam memenuhi kapasitas dan kebutuhan aktifitas

layanan ruang-ruang publik, sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur

(8)

rincinya. Penyelenggaraan pentaan bangunan diharapkan dapat memenuhi

pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari

elemen-elemen blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan

elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai

kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada.

4.2.1.1.1. Permasalahan Penataan Bangunan

Permasalahan pada kondisi tata bangungan dan ruang publik yang ada di

Kota Cimahi belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan layanan publik bagi

aktifitas ruang sosial dan ekonomi masyrarakat. Hal ini lebih disebabkan oleh

adanya ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dengan

keterbatasan daya dukung lahan yang ada. Sehingga terjadilah kepadatan pada

ruang, bangunan, dan zona kawasan itu sendiri. Oleh karenanya penataan

bangunan pada kawasan-kawasan padat yang telah terbangun masih cukup

sulit dilakukan, selain dibutuhkan cost yang sangat tinggi juga dibutuhkan waktu

proses pelaksanaan yang begitu panjang karena pertimbangan berbagai aspek

terkait dengan penataan bangunan. Berikut permasalahan pada beberapa

kawasan antara lain :

Berdasarkan basis data tahun 2007 (sumber : BPS) permukiman kumuh di Kota Cimahi sebanyak 186 lokasi, 1.959 rumah kumuh dan dihuni 4.682 KK.

Sebagian besar permukiman tersebut terkonsentrasi di Cimahi Tengah dan

Selatan. Terdapat diantaranya 858 KK yang tinggal dibantaran sungai

(radius 10 m) dan 1.196 KK tinggal dibawah tegangan tinggi (radius 20 m).

Kawasan Pusat Kota

Perkembangan berbagai fungsi di kawasan yang saling tumpang tindih

menyebabkan terjadi konflik pemanfaatan ruang yang berdampak pada

penurunan kualitas lingkungan berupa :

1. Konflik fungsi pergerakan dan parkir kendaraan angkutan (truk, pick up) dengan fungsi pergerakan kendaraan pribadi. Konflik ini terjadi akibat

bercampurnya aktifitas jenis fungsi perdagangan grosir dengan

perdagangan eceran.

2. Konflik pemanfaatan jalur pedestrian antara pemakai jalan dengan barang-barang jualan akibat pemajangan barang-barang yang meluas

ke ruas jalan. Hal ini terjadi karena kurangnya ruang untuk display dan

(9)

3. Konflik fungsi atau kegiatan pemerintahan dengan kegiatan perdagangan serta konflik kegiatan perdagangan grosir dan

perdagangan retail atau eceran.

Kawasan Koridor Jl.Leuwigajah-Jl Terusan Tol Baros dan Koridor Jl Cihanjuang

Permasalahan yang ada pada kawasan ini adalah :

1. Kemacetan, terjadi di simpang Cimindi, kawasan industri, dan

persimpangan Cihanjuang.

2. Kualitas fisik lingkungan yang kurang baik, dimana pada Jalan

Leuwigajah-Simpang Cimindi tidak ada batas jalan yang jelas dan jalan

tidak rata. Selain itu kondisi pedestrian juga buruk dan terdapat lubang

pada beberapa bagian.

3. Sarana utilitas tidak berfungsi, dimana pada Jalan Cihanjuang saluran

utilitas menjadi tempat pembuangan sampah dan lubang saluran utilitas

terletak di jalan.

4. Tata bangunan lingkungan kurang baik, dimana Jalan Leuwigajah

bangunan umumnya sudah permanen namun secara visual baik dan

banyak bangunan yang sudah kurang layak. Fasade bangunan

komersial di Jalan Leuwigajah merupakan fasade bangunan komersial

yang sangat beragam dan kurang terpelihara.

5. Kaki lima dan kios liar. Di Jalan Leuwigajah-Simpang Cimindi PKL yang

mengambil sebagian badan jalan dan lapisan aspal yang sudah mulai

rusak. Pada Jalan Leuwigajah koridor industri, bangunan kios-kios liar

menggunakan ruang publik.

Kawasan Jl Pasar Atas-Jl Pabrik Aci dan Pasa Antri Jl Sisingamangaraj Permasalahan yang terjadi di kawasan ini adalah:

1. Kondisi aktifitas kawasan tumpang tindih/tidak tertata. Permasalahan

utama kawasan ini adalah kondisi ruang-ruang kota tidak teratur dan

tidak tertata baik. Kondisi paling ekstrim dapat terlihat dengan jelas pada

beberapa segmen seperti koridor Jalan Gandawijaya dan di sekitar

Pasar Antri.

2. Pembatasan pengembangan karena kawasan merupakan daerah

manuver pendaratan pesawat terbang (termasuk Kawasan Keselamatan

Operasional Penerbangan). Ketinggian bangunan di kawasan ini

(10)

3. Kondisi kawasan yang padat dengan permukiman kampung kota,

sehingga pengembangan fungsi komersial harus membebaskan lahan

permukiman.

4.2.1.1.2.

Landasan Hukum

Dalam implementasinya pembangunan fisik gedung/bangunan di Kota

Cimahi harus memenuhi persyaratan :

1. Ketetapan garis sempadan, dimanan penetapan garis sempadan di Kota

Cimahi masih menggunakan Perda Kabupaten Bandung Nomor VIII Tahun

1975.

2. Ketentuan yang berkaitan dengan tata ruang maupun jaringan jalan

3. Keselamatan Bangunan Gedung

Sebagai acuan bagi pembangunan gedung di Kota Cimahi adalah

Rencana Umum dan Detail Tata Ruang, serta Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan. Sedangkan sebagai pedoman teknis bangunan mengacu pada

Undang Undang nonor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang

mengatur pembangunan gedung agar memenuhi aspek fungsional dan efisien;

seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungan; diselenggarakan secara tertib

untuk menjamin kemanfaatan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan

kemudahan bagi masyarakat. RTBL Kota Cimahi per kawasan baru tersusun

sebagian kecil serta belum ada pedoman teknis turunan dari UU No. 28 Tahun

2008 sehingga perlu dilakukan penyusunannya serta kemudian ditingkatkan

kekuatan hukumnya.

4.2.1.2.

Penataan Lingkungan

Rencana penataan lingkungan diupayakan memenuhi sistem sirkulasi

dan jalur perhubungan, sistem ruang terbuka hijau dan penataan kualitas

lingkungan sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang yang diharapkan dapat

mengimbangi aktifitas pelayanan dari fungsi lahan/kawasan terbangun.

4.2.1.3. Pencapaian Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan

Pencapaian Penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kota Cimahi

dilakukan dengan tujuan :

- Menciptakan suatu lingkungan binaan yang nyaman yang memperhatikan

(11)

penataan masa bangunan serta keberadaan bangunan terhadap ruang

secara keseluruhan

- Menjaga kualitas ruang di suatu lingkungan dengan memperhatikan

keselarasan tempat yang tidak dirancang secara baik (place), perhatian dan

upaya perhitungan terhadap asset ruang (space) maupun banguan tertentu

yang mempunyai nilai ekonomis, social budaya serta unsure sejarah (history)

yang penting.

4.2.1.4.

Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan Di Kota

Cimahi

Sedangkan kebijakan dan pola penanganan penatanan bangunan

gedung dan lingkungan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan yang

sudah terbangun dalam rangka pembangunan persial/infil, peremajaan,

pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu lingkungan yang

padat dan kumuh.

2. Pelaksanaan penataan bangunan pada lingkungan bangunan yang

dilestarikan

3. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan baru dan

kawasan potensial untuk berkembang

4. Pelaksanaan penataan bangunan yang bersifat campuran dari ketiga pola

tersebut

5. Pelaksanaan intensifikasi penggunaan ruang/lahan pada kawasan

perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan

perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan

permukiman (hunian), baik pengembangan secara vertical maupun

(12)

Upaya penataan bangunan dan lingkungan mencakup :

1. Pertimbangan factor kelayakan, baik dari segi ekonomi, social dan budaya,

konsep keragaam kawasan (diversity) yaitu pengembangan fungsi

perumahan, tempat usaha/niaga, rekreasi dan budaya serta upaya-upaya

pelestariannya;

2. Penjabaran peruntukan lahan yang telah diterapkan untuk kurun waktu

tertentu, menyangkut jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan

3. Penetapan fungsi-fungsi bangunan yang sesuai dengan alokasi peruntukan

lahan mikro, kebutuhan ruang terbuka, fasilitas umum dan fasilitas social

4.2.2.

Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan

4.2.2.1.

Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan

Kota Cimahi terus berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah

penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berpengaruh perkembangan

pembangunan fisik di Kota Cimahi, sedemikian hingga menimbulkan kesulitan

dalam pengendalian dan pengawasan kegiatan pembangunan. Oleh karena itu

diperlukan adanya penataan bangunan lingkungan yang merupakan sistem

manajemen yang merupakan panduan wujud perencanaan, penataan/

pembangunan Fisik bangunan dan lingkungan serta pengendali perkembangan

suatu kawasan.

4.2.2.2.

Kondisi Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan

Kondisi Penataan Bangunan Lingkungan(PBL) Kota Cimahi saat ini masih

belum bisa dikatakan baik, kondisi tersebut terlihat diantaranya masih belum

dibuatkannya Ruang Terbuka Hijau secara cukup, disamping itu masih belum

tercukupinya sarana dan prasarana seperti, sarana jalan lingkungan, jalan

setapak, sarana air bersih, sarana air limbah, sarana persampahan dan sarana

drainase khususnya pada kawasan-kawasan yang telah terbangun.

4.2.3.

Permasalahan Yang Dihadapi

Laju pertumbuhan penduduk berpengaruh pada perubahan jumlah dan

tingkat layanan, sehingga kebutuhan ruang, pergerakan aktifitas social dan

ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan penyediaan infratsruktur (bangunan

(13)

Terbatasnya ketersedian ruang berpengaruh pada minimnya koefisien lahan tata

bangunan dan lingkungan yang ada.

4.2.3.1.

Sasaran Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan

Tercipta dan tertatanya bangunan (gedung dan permukiman) yang

mantap dan stabil, sesuai dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

yang telah diatur lebih lanjut RTRW Kota Cimahi dan peraturan yang mengatur

syarat teknis lainnnya terkait tata bangunan. Terutama penataan bangunan

untuk permukiman kumuh berikut prasarana dasar permukiman serta sarana

fasilitas sosial dan umum.

Tercipta dan tertatanya lingkungan, sesuai Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan yang telah diatur lebih lanjut RTRW Kota Cimahi dan peraturan yang

mengatur syarat teknis lainnnya terkait lingkungan. Terutama penataan

lingkungan untuk permukiman kumuh, fasos dan fasum layanan publik.

4.2.3.2.

Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

(PBL) diantaranya terdapat kawasan permukiman padat yang minim akan

ketersedian prasarana dan sarana dasarnya seperti sarana air bersih, sarana air

limbah, sarana persampahan, sarana drainase, sarana jalan lingkungan, jalan

setapak, dan RTH. Disamping itu permasalahan lainnya adalah minimnya area

lahan dan tata bangunan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum bagi layanan

publik, serta kurang terpeliharanya sarana dan prasarana keciptakaryaan.

4.2.4.

Analisis Permasalahan Dan Rekomendasi

4.2.4.1.

Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Permasalahan pada Penataan Bangunan Lingkungan di Kota Cimahi

adalah masih belum tertatanya lingkungan secara baik, kondisi tersebut dapat

terlihat pada masih kurang optimalnya atau kurangnya sistim pelayanan air

bersih, sistim air limbah, sistim persampahan, sistim drainase, sistim jalan

lingkungan dan sistim jalan setapak. Kondisi tersebut muncul akibat sistim

pembangunan sarana dan prasarana yang dibangun dilakukan secara parsial.

Kondisi seperti ini apabila dibiarkan secara terus menerus, maka tidak tertutup

kemungkinan akan berakibat terhadap mudahnya penyebaran penyakit pada

(14)

4.2.4.2.

Rekomendasi

Sedangkan rekomendasi pola penanganan penatanan bangunan sebagai berikut

:

1. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan yang

sudah terbangun dalam rangka pembangunan persial/infil, peremajaan,

pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu lingkungan

2. Pelaksanaan penataan bangunan pada lingkungan bangunan yang

dilestarikan

3. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan baru dan

kawasan potensial untuk berkembang

4. Pelaksanaan penataan bangunan yang bersifat campuran dari ketiga pola

tersebut

5. Pelaksanaan intensifikasi penggunaan ruang/lahan pada kawasan

perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan

perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan

permukiman (hunian), baik pengembangan secara vertical maupun

horizontal.

Upaya penataan bangunan dan lingkungan mencakup :

1. Pertimbangan factor kelayakan, baik dari segi ekonomi, social dan budaya,

konsep keragaam kawasan (diversity) yaitu pengembangan fungsi

perumahan, tempat usaha/niaga, rekreasi dan budaya serta upaya-upaya

pelestariannya;

2. Penjabaran peruntukan lahan yang telah diterapkan untuk kurun waktu

tertentu, menyangkut jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan

3. Penetapan fungsi-fungsi bangunan yang sesuai dengan alokasi peruntukan

(15)

4.2.5.

Program Yang Diusulkan

4.2.5.1.

Usulan Dan Prioritas Program

Di Kota Cimahi sektor Penataan Bangunan Lingkungan (PBL)

Permukiman yang diprogamkan 5 (lima) tahun kedepan adalah Program

Bangunan Gedung dan Lingkungan.

4.2.5.2.

Usulan Dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung Dan

Lingkungan

Usulan kegiatan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan yang di

programkan 5 (lima) tahun kedepan sebagai berikut :

1. Kegiatan Pembinaan Teknis Bangunan dan Gedung , terdiri dari :

a. Ranperda Bangunan Gedung

b. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

c. Dukungan Sarana dan Prasarana Proteksi Kebakaran ;

d. Pendataan Bangunan Gedung

e. Pembinaan Teknis Pembangunan Gedung Negara

f. Percontohan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

g. Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara

2. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman, terdiri dari :

a. Penyusunan Tata Bangunan dan Lingkungan

b. Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

c. Pembangunan Prasarana dan Sarana Peningkatan Lingkungan

Permukiman Kumuh

d. Pembangunan Prasarana dan Sarana Penataan Lingkungan Permukiman

Tradisonal/Bersejarah

4.2.5.3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan

Progam 5 (lima) tahun tersebut sumber dananya dianggarkan dari dana

APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota dan PDAM. Secara keseluruhan

pengalokasian dana untuk sektor air minum dapat dilihat dalam lampiran.

(16)

4.3.

RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG AIR LIMBAH

4.3.1.

Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah

4.3.1.1.

Umum

Pengelolaan air limbah terdiri dari program dan kegiatan yang bertujuan

untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan

yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah permukiman

(municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik yang berasal dari air

sisa mandi, cuci, dapur, dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air

limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung B3. Air limbah

permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti

mencemari air permukaan dan air tanah.

4.3.1.2.

Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam Rencana Kota

Kebijakan pengelolaan air limbah Kota Cimahi tertuang di dalam RPJMD

Kota Cimahi 2007-2010, dengan arah kebijakan pembuatan standar lingkungan

sehat perumahan. Adapun sasaran dari kebijakan tersebut adalah :

1. Meningkatnya kualitas lingkungan perumahan melalui perbaikan dan

penyempurnaan kuantitas pelayanan sarana prasarana dan fasilitas

lingkungan perumahan di setiap RW;

2. Terlaksananya penyuluhan dan pembinaan lingkungan perumahan sehat di

setiap RW;

3. Meningkatnya peran serta masyarakat dan swasta dalam pembangunan

lingkungan perumahan;

4. Terlaksananya perbaikan dan pembangunan sistem sanitasi lingkungan di

setiap RW;

5. Tersusunnya mekanisme dan prinsip insentif dan disinsentif pembangunan

lingkungan sehat perumahan dan permukiman.

Implementasi Kebijakan tersebut ditindak lanjuti dengan program antara lain :

1. Program Pengembangan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah

2. Program Peningkatan Sistem Pengolahan Lumpur Tinja

(17)

4.3.2.

Profil Pengelolaan Air Limbah

4.3.2.1.

Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat Ini

Sistem pengelolaan air limbah yang digunakan di wilayah Kota Cimahi

masih menggunakan sistem setempat. Limbah rumah tangga berupa kotoran

manusia (faekal) menggunakan sistem pembuangan dengan sistem cubluk dan

septick tank pada masing-masing rumah atau bangunan. Sebagai saluran

pembuangannya, air kotor yang berasal dari rumah tangga masih memanfaatkan

aliran sungai dan anak-anak sungainya (saluran primer),serta beberapa saluran

air (kali).

4.3.2.1.1.

Tingkat Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan

Indeks Kesehatan mencerminkan derajat kesehatan masyarakat suatu

wilayah pada periode waktu tertentu yang diukur melalui angka harapan hidup

waktu lahir (AHHe0). Indeks kesehatan Kota Cimahi mengalami peningkatan

sebesar 0,34 point dari semula 73,28 pada tahun 2007 menjadi 73,62 pada

tahun 2008. Angka ini masih di atas Indeks Kesehatan Jawa Barat yang

mencapai 71,37 pada tahun 2008.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cimahi, pada tahun 2008 untuk

angka bayi lahir mati sebesar 60 dan lahir hidup sebesar 11.375 atau dengan

kata lain terdapat 6 bayi lahir mati dari setiap 1000 kelahiran. Angka tersebut

lebih kecil dari angka tahun 2007 dimana angka bayi lahir mati sebesar 60 dan

lahir hidup sebesar 9.669 (7 bayi lahir mati dari setiap 1000 kelahiran).

Sementara untuk prosentase balita gizi buruk pada tahun 2008 sebesar 0,28%

atau lebih kecil daripada tahun 2007 yang mencapai 0,90%. Indikator lain yang

digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah angka

kesakitan (morbidity rate). Penduduk Kota Cimahi yang mengeluh sakit (dalam

periode sebulan sebelum pencacahan) sebanyak 212.629 orang (sekitar 41,77

persen). Artinya, dari 100 orang penduduk, 42 orang diantaranya mengalami

keluhan kesehatan. Jenis keluhan kesehatan yang banyak dialami adalah pilek,

batuk dan panas.

4.3.2.1.2.

Prasarana Dan Sarana Pengelolaan Air Limbah

Pada umumnya penduduk Kota Cimahi membuang air limbahnya ke

berbagai macam saluran pembuangan, sebagian membuang langsung ke

(18)

sebagian lagi menggunakan sarana pengolahan limbah yang telah tersedia yaitu

tangki septik atau cubluk, namun adapula yang langsung dibuang ke badan air

atau sungai yang ada atau ke selokan terdekat.

Untuk fasilitas tempat buang air besar yang ada di Kota Cimahi berjumlah

135.440 buah, dengan kepemilikan sendiri sebanyak 93.670 buah, bersama

sebanyak 36.602 buah, dan umum sebanyak 4.784 buah (Suseda Kota Cimahi

2006).

4.3.2.2.

Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

Persentase rumah tangga yang menggunakan tangki septik sebesar 68%.

Jumlah tangki septik yang ada di Kota Cimahi 48.675 unit dan jumlah cubluk

adalah 11.087 unit. Data mengenai jumlah timbulan limbah rumah tangga di Kota

Cimahi dan sistem pengelolaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Data Pengelolaan Limbah Rumah Tangga di Kota Cimahi

No. Desa/Kelurahan dan

3 Setiamanah 83.944 Individu

4 Baros 91.12 Individu

5 Cigugur Tengah 84.96 Individu

6 Karang Mekar 80 Individu

III Kec. Cimahi Selatan

1 Utama 96 Individu

2 Leuwi Gajah 80 Individu

3 Cibeber 116 Individu

4 Cibereum 120 Individu

5 Melong 100 Individu

Selain pengelolaan secara individu, terdapat pula pengelolaan air limbah

rumah tangga secara komunal, dengan menggunakan tangki AG. Pengelolaan ini

(19)

Tengah. Pengolahan limbah dengan tangki AG ini dimulai sejak tahun 2004

dengan kapasitas pengolahan 0,5 liter/detik. Jumlah penduduk yang terlayani

oleh sistem ini adalah 60 kepala keluarga.

Tabel 4.2 Data Instalasi Pengelolaan Air Limbah

No.

Sebagai saluran pembuangannya, air kotor yang berasal dari rumah

tangga masih memanfaatkan aliran Sungai Cimahi dan anak-anak sungainya

(saluran primer), serta beberapa saluran air (kali) seperti terlihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.3 Sungai, Kali, dan Saluran Yang Digunakan Sebagai Saluran Pembuangan

1 Sungai Cimahi 9 Kel. Citeureup/Cibabat, Karang Mekar, Baros dan Utama

2 Kali Cisangkan 11 Kel. Citeureup, Padasuka, Baros, Leuwigajah/Utama

3 Sriwijaya 5 Kel. Citeureup, Setiamanah,

Baros

4 Kali Cigugur 2 Kel. Cigugur

5 Kali Ciputri/Cibodas 3 Kel. Cigugur dan Utama 6 Kali Cibaligo 3 Kel. Cigugur, Cibeureum, dan

Melong

7 Kali Cimindi 3 Kel. Cibeureum dan Melong

8 Kali Cibeureum 4 Kel. Cibeureum dan Melong

(20)

4.3.3.

Permasalahan Yang Dihadapi

4.3.3.1.

Sasaran Pengelolaan Prasarana Dan Sarana (PS) Air Limbah Sasaran pencapaian pengembangan sistem pengelolaan prasarana dan

sarana (PS) air limbah antara lain :

Terpenuhinya kebutuhan dasar penduduk dalam sektor sanitasi lingkungan melalui penyediaan sarana sanitasi setempat berupa jamban keluarga dan

MCK umum/komunal untuk daerah padat penduduk;

Terlaksananya keberlanjutan lingkungan, terutama sumber daya air (sungai/kali) yang selama ini digunakan sebagai tempat/saluran pembuangan

faekal manusia. Selain itu juga menjaga keberlanjutan kualitas sumber daya

air tanah, karena dengan sistem pengolahan tinja yang baik, pencemaran air

tanah dapat dikendalikan.

Terlaksananya peran aktif masyarakat dalam memelihara dan mengelola sarana dan prasarana (PS) air limbah.

4.3.3.2.

Rumusan Masalah

Di Kota Cimahi belum tersedia sarana pengolahan air limbah domestik

terpusat, sedangkan sistem setempat yang diupayakan masyarakat sendiri masih

belum memenuhi standar teknis yang berlaku, oleh karena itu air limbah

domestik masih dibuang ke dalam badan air atau sungai, baik secara langsung

maupun melalui saluran air hujan. Praktek tersebut sudah berlangsung sejak

dulu hingga saat ini. Kondisi ini semakin bertambah berat dikarenakan

pertambahan populasi dan aktifitas penduduk yang terus meningkat.

Sebagian besar masyarakat Kota Cimahi terbiasa membuang air limbah

domestik ke dalam saluran air hujan dan sungai, boleh jadi disebabkan oleh

keterpaksaan karena tidak tersedianya sistem pengolahan limbah domestik yang

baik, dan juga kurangnya kesadaran mengenai kesehatan lingkungan dan

pelestarian sumber daya air karena keterbatasan pemahaman dan informasi

mengenai hal ini.

Kedua permasalahan utama di atas memerlukan penanganan yang baik

melalui pendekatan teknis dan non teknis, seperti penyusunan rancangan induk

atau master plan pengolahan air limbah domestik, tata cara teknis penerapan

dan pemilihan sistem pengolahan terpusat atau setempat, analisis ekonomi dan

pembiayaan sistem terpilih serta program pembinaan kesadaran dan partisipasi

(21)

4.3.4.

Analisa Permasalahan Dan Rekomendasi

4.3.4.1. Analisa Permasalahan

Dengan pola sistem pembuangan setempat akan menimbulkan

permasalahan tersendiri dalam hal daya dukung antara prasarana dan sarana air

limbah yang ada terhadap jumlah kapasitas air buangan, seiring dengan

peningkatan laju pertumbuhan penduduk, terutama daya dukung pada kawasan

yang padat penduduknya. Minimnya lahan yang ada dan keterbatasan

kemampuan ekonomi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air

limbah pada kawasan tersebut, menyebabkan saluran drainase/sungai menjadi

alternatif pilihan untuk pembuangan akhir limbah.

4.3.4.2. Alternatif Pemecahan Persoalan

Sistem pengolahan air limbah rumah tangga Kota Cimahi terdiri atas

kombinasi on site sistem individual dan komunal ditambah IPLT serta off site

sistem dengan IPAL terpusat. Alternatif pengolahan air limbah dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Alternatif Pengolahan Air Limbah Domestik Kota Cimahi No Kecamatan/Kelurahan Alternatif Teknologi

Pengolahan

Kelompok Sistem Pengolahan I. Cimahi Utara

1. Cipageran Tangki Septik Resapan Setempat Individual 2. Citeureup Tangki Septik Resapan Setempat Individual 3. Cibabat Tangki Septik Upflow

Filter, Bio Filter

Setempat Individual

4. Pasirkaliki Tangki Septik Resapan Setempat Individual

II. Cimahi Tengah

1. Baros Tangki Septik Upflow Filter, Bio Filter

Setempat Individual

2. Padasuka Sewerage + IPAL Terpusat

3. Setiamanah Sewerage + IPAL Terpusat 4. Karangmekar Sewerage + IPAL Terpusat 5. Cigugur Tengah Tangki Septik Upflow

Filter, Upflow Anaerobic Sludge Blanket, Bio Filter

Setempat Komunal

6. Cimahi Tangki Septik Upflow Filter, Upflow Anaerobic Sludge Blanket, Bio Filter

Setempat Komunal

III. Cimahi Selatan

1. Cibeureum Sewerage + IPAL Terpusat 2. Melong Tangki Septik Upflow

Filter, Upflow Anaerobic Sludge Blanket, Bio Filter

Setempat Komunal

(22)

No Kecamatan/Kelurahan Alternatif Teknologi 4. Leuwigajah Tangki Septik Upflow

Filter, Bio Filter

Setempat Individual

5. Cibeber Tangki Septik Resapan Setempat Individual

Kota Cimahi Kombinasi

Sumber: Puslitbangkim, 2004

4.3.4.3. Rekomendasi

Untuk meningkatkan sistim pelayanan air limbah di Kota Cimahi tindakan

yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan optimalisasi/rehabilitasi sistim

pelayanan air limbah yang ada saat ini, dengan tindakan tersebut diharapkan

tingkat pelayanan akan bertambah, sedangkan untuk lebih memperluas lagi

tingkat pelayanan, maka dilakukan dengan penambahan unit IPLT dan IPAL dan

jaringannya serta penambahan jumlah truk tinja, disamping itu apabila

penambahan IPAL atau IPLT tidak memungkinkan, maka sistem septic tank

komunal dapat dijadikan jalan keluar.

4.3.5.

Sistem Prasarana Yang Diusulkan

4.3.5.1. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan

Target penduduk terlayani sampai akhir tahun rencana yaitu sebesar

60% dengan perbandingan keluarga yang menggunakan jamban keluarga yang

dilengkapi septik tank 60% dan keluarga yang menggunakan MCK umum 5%.

Oleh karena itu, perkiraan kebutuhan prasarana pengelolaan air limbah, sebagai

berikut :

Tabel 4.5

Proyeksi Kebutuhan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat

(23)

No. Kecamatan/ Kelurahan

Sumber : Hasil Analisis, 2003

4.3.5.2. Usulan Dan Prioritas Program

Di Kota Cimahi sistim penyediaan Air Limbah yang diprogramkan untuk 5

(lima) tahun kedepan adalah sebagai berikut :

1. Program Pengembangan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah

2. Program Peningkatan Sistim Pengolahan Lumpur Tinja

3. Program Perluasan Cakupan Pelayananan Air Limbah

4.3.5.3. Pembiayaan Pengelolaan

Total investasi untuk program pengelolaan air limbah 5 (lima) tahun ke

depan sumber dananya dianggarkan dari dana APBN, APBD Provinsi, dan APBD

Kab/Kota. Secara keseluruhan pengalokasian dana untuk sektor air minum dapat

dilihat dalam lampiran.

4.4.

RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG PERSAMPAHAN

4.4.1. Petunjuk Umum Pengelolaan Persampahan

4.4.1.1. Umum

Pengelolaan sampah tampaknya menjadi suatu problem yang tidak akan

pernah ada akhirnya. Upaya pengendalian dan pengolahannya untuk

menciptakan lingkungan yang bersih, aman dan sehat menghadapi tantangan

terus, seiring dengan meningkatnya jumlah dan kualitas sampah, sejalan dengan

peningkatan jumlah penduduk dan tuntutan kualitas hidup yang lebih baik,

terutama di perkotaan.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem

persampahan adalah timbulan sampah. Besarnya timbulan sampah dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain adalah perkembangan jumlah penduduk, tingkat

ekonomi penduduk, dan perkembangan teknologi, karena itu besarnya timbulan

sampah tersebut dapat meningkat dari waktu ke waktu.

4.4.1.2. Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan

(24)

Kebijakan peningkatan pelayanan persampahan oleh Pemerintah Kota

Cimahi, antara lain melalui:

1. Peningkatan sistem pelayanan pengangkutan sampah melalui peningkatan

kualitas dan kuantitas sarana, prasarana dan organisasi

2. Peningkatan kualitas pengelolaan TPA

3. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui

komposting.

Implementasi Kebijakan tersebut ditindak lanjuti dengan program dan

kegiatan pemerintah antara lain :

1. Program Peningkatan Kualitas Sistem Pengolahan Akhir Sampah

2. Program Pembinaan Sistem Pengelolaan Persampahan

3. Program Pengurangan Timbulan sampah

4. Program Peluasan Cakupan Pelayanan Persampahan

5. Program Pembangunan Kapasitas pendanaan Pengelolaan Persampahan

4.4.2. Profil Persampahan

4.4.2.1. Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan Saat Ini

Pengembangan dalam sistem persampahan harus memperhatikan

timbulan sampah. Faktor yang berpengaruh pada kuantitas dan jenis timbulan

sampah antara lain perkembangan jumlah penduduk, tingkat ekonomi penduduk

dan perkembangan teknologi. Oleh karena itu besar timbulan sampah tersebut

dapat meningkat dari waktu ke waktu. Sumber timbulan sampah Kota Cimah

kebanyakan berasal dari sampah domestik yaitu sampah rumah tangga dan

sampah non domestik yaitu sampah dari industri, perkantoran, pasar, pusat

pembelanjaan, sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya.

Pengelolaan sampah dosmestik/rumah tangga secara umum dilakukan

dengan pembuangan sederhana tanpa pemilahan, yang selanjutnya dilakukan

pengolahan secara individual atau pengelolaan masal.

Pengelolaan sampah secara masal berupa penghimpunan sampah dilakukan

dengan 2 cara :

1. Koordinasi pada tingkat organisasi pemerintahan kecil setempat (RT/RW)

Pada tingkatan koordinasi, selanjutnya dilakukan pengolahan sampah

dengan cara :

a. Pembakaran

(25)

- ke tempat khusus atau TPS

- sembarang tempat

c. Pengomposan.

Dilakukan melalui pemilahan sampah organik dari non organik.

Selanjutnya sampah organik diolah menjadi kompos sedangkan sampah

non organik dijual untuk yang mempunyai nilai jual atau dibakar dan

diangkut ke TPS.

2. Langsung pada tingkat kota

Pada tingkatan koordinasi ini dilakukan pengangkutan sampah ke TPS

kemudian ke TPA oleh UPTD Kebersihan Kota Cimahi.

4.4.2.2. Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Persampahan

Yang Ada (Aspek Teknis)

Volume timbulan sampah domestik dan non domestik di Kota Cimahi,

diperkirakan sekitar 1.100 - 1.305 m3/hari. Sedangkan peralatan yang dimiliki

oleh UPTD Kota Cimahi saat ini adalah gerobak/motor bak, transfer depo 3 unit,

landasan kontainer 5 unit, 8 Unit arm roll truck kapasitas 6 m3, 2 unit kapasitas

10 m3, dan 9 unit Dump Truck dengan kapasitas 6 m3.

Sedangkan prasarana persampahan yang ada di Kota Cimahi yaitu 32

unit TPS tersebar berdasarkan pelayanan dengan kapasitas beragam yaitu 6 m3

dan 10 m3. Berdasarkan daerah layanan dan Tempat Pembuangan Akhir

bersama (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten

Bandung Barat) yaitu TPA yang berlokasi di di Desa Sarimukti Kecamatan

Cipatat Kabupaten Bandung Barat

UPTD Kota Cimahi saat ini hanya mampu menjalankan operasi

pengangkutan sampah ke TPA tersebut sebanyak 25-30 rit/hari atau 250 – 300

m3/hari atau sama dengan tingkat prosentase sampah yang berhasil masuk ke

TPA adalah 28 %.

4.4.2.3. Aspek Pendanaan

Biaya operasional yang tinggi sedangkan retribusi sampah dari

masyarakat masih minim, membawa dampak pada cakupan layanan

persampahan di Kota Cimahi. Dengan volume timbulan sampah yang

diperkirakan terus meningkat, tidak sebanding dengan ketersediaan prasarana

(26)

Saat ini pendanaan pengelolaan persampahan dan penyediaan sarana dan

prasarananya untuk menjalankan operasi pengelolaan dan pelayanana

persampahan yang ada bersumber dari : APBD Kota Cimahi, Bantuan Sarana

(Alat Berat Arm Roll) dari Propinsi dan DAK.

Sedangkan untuk meningkatkan operasi pengelolaan, sarana dan

prasarana kebersihan dan lahan untuk TPA dan TPS perkotaan, dibutuhkan

adanya investasi/ sumber pendanaan lainnya.

4.4.2.4. Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan

Secara kelembagaan, pengelolaan kebersihan Kota Cimahi dilakukan

oleh lembaga formal yang menangani masalah pengelolaan sampah yaitu UPTD

(Unit Pelaksana Teknis Dinas) Kebersihan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Cimahi No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi

Perangkat Pemerintah Kota Cimahi, struktur UPTD Kebersihan berada di bawah

Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan Kota Cimahi.

4.4.2.5. Aspek Peraturan Perundangan

Dilihat dari aspek peraturan perundangan, landasan yang mengatur

tentang sistem persampahan adalah Undang-undang nomor 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah serta didasari oleh adanya otonomi daerah,

perimbangan keuangan, pembagian kewenangan, perangkat daerah dan

peraturan lainnya yang berkaitan dengan tata cara perencanaan dan penyediaan

sistem persampahan perkotaan. Aturan ini dijadikan pedoman di daerah sebelum

adanya peraturan daerah yang secara khusus mengatur tentang sistem

persampahan.

4.4.2.6. Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam penanggulangan masalah persampahan

dalam rangka mengurangi beban dan peran pemerintah daerah dalam

penanganan operasi persampahan serta mengurangi jumlah timbulan

khususnya sampah domestik dengan melakukan program 3 R (Reduce, Reuse

dan Recycle). Dimana peran masyarakat diusahakan dapat melakukan

pemilahan sampah organik dan sampah anorganik dalam wadah/tempat yang

bebeda. Selain itu keberadaan home industri atau industri lainnya yang berkaitan

(27)

membantu dalam mengurangi timbulan sampah. Sehingga diharapkan dari

olahan sampah akan menjadi dan mempunyai nilai ekonomi.

4.4.3. Permasalahan Yang Dihadapi

4.4.3.1. Sasaran Penyediaan Prasarana Dan Sarana Pengelolaan Sampah

Secara umum, sasaran program dan kegiatan pengelolaan persampahan

(RPJMN 2004-2009) adalah

1. Meningkatkan jumlah sampah terangkut

2. Meningkatnya kinerja pengelolaan TPA yang berwawasan lingkungan

(environmental firendly)

4.4.3.2. Rumusan Masalah

 Permasalahan persampahan yang dialami saat ini adalah tidak seimbangnya

antara timbulan sampah yang diperkirakan sekitar 1.100 – 1.305 m3/hari

dalam satu hari dengan kapasitas angkut hanya 250 – 300 m3/hari atau sama

dengan tingkat prosentase sampah yang berhasil masuk ke TPA adalah 28

%. Hal ini menyebabkan ada timbunan sampah yang harus menginap.

 Tingkat pengelolaan kebersihan yang dikelola oleh Pemerintah Kota Cimahi

dengan bantuan UPTD Kebersihan diperkirakan baru mencapai 50% dari

wilayah Kota Cimahi. Hal ini berkaitan dengan sarana angkutan sampah

terbatas dan kondisinya yang perlu dilakukan pemeliharaan. Sulitnya lahan

untuk TPSS dan landasan kontainer yang sering menggunakan badan jalan

untuk keperluan tersebut.

 Belum beroperasinya kembali TPA Leuwigajah dan jauhnya jarak

pembuangan akhir sampah Kota Cimahi ke TPA Sarimukti menambah biaya

operasi yang tinggi.

4.4.4. Analisa Permasalahan Dan Rekomendasi

4.4.4.1. Analisa Permasalahan

Dilihat dari kondisi permasalahan yang ada maka penyebab belum optmal

atau masih minimnya cakupan pelayanan persampahan perkotaan antara lain :  Masih terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah

khususnya UPTD Kebersihan Kota Cimahi dalam meningkatkan operasional

dan penyediaan sarana dan prsarana persampahan sesuai dengan

(28)

 Belum aktifnya peran serta masyarakat dan industri dalam membantu

menangani masalah persampahan, dalam menjalankan program 3-R.

 Belum ada investor yang mau berinvestasi karena terlalu luasnya lahan dan

minimnya akses menuju lokasi TPA.

 Belum optimalnya sistem tata kelola dan manajemen penanganan

persampahan

4.4.4.2. Alternatif Pemecahan Masalah

Dengan melihat kondisi yang ada sekarang ini, maka untuk

meminimalkan permasalahan dan tetap mempertahanknan pelayanan yang

sudah ada, atau kalau memungkinkan ditingkatkan, maka diperlukan

penambahan jumlah sarana dan prasarana persampahan sesuai dengan kondisi

kemampuan yang dimiliki instansi pengelola sampah. Tindakan yang harus

dilakukan yaitu melakukan optimalisasi dan rehabilitasi terhadap sarana dan

perasarana persampahan yang ada saat ini, menambah jumlah sarana dan

prasarana persampahan, dari mulai tempat pengumpul sampah (bin), gerobak

sampah, Tempat Pembuangan Sementara (TPS), menambah container, arm roll

truck, memperluas/menambah Tempat Pembuangan Akhir Sampah berikut alat

berat untuk menunjang operasional sampah.

Disamping itu pula dilakukan perbaikan pada kinerja dan manajemen

yang ada pada pihak pengelola sistem persampahan, untuk dapat menjaring

potensi sumber daya lainnya dengan lebih meningkatkan kemitraan atau

kerjasama pemerintah – masyarakat – swasta (investor) dalam penanganan

persampahan.

4.4.5. Sistem Pengelolaan Persampahan Yang Diusulkan

4.4.5.1. Kebutuhan Pengembangan

Timbulan sampah untuk Kota Cimahi adalah 3 liter/orang/hari sehingga

perkiraan timbulan sampah sampai tahun 2013 adalah 2.467 m3/hari. Perkiraan

volume timbulan sampah di Kota Cimahi sebagai berikut :

Tabel 4.6

(29)

A. Kec. Cimahi Utara 173.758 521 156 678

1. Kel. Cipageran 50.831 152 46 198

2. Kel. Citeureup 49.066 147 44 191

3. Kel. Cibabat 48.567 146 44 189

4. Kel. Pasirkaliki 25.294 76 23 99

B. Kec. Cimahi Tengah 192.813 578 102 752

1. Kel. Padasuka 49.178 148 44 192

2. Kel. Setiamanah 31.200 94 28 122

3. Kel. Karangmekar 21.117 63 19 82

4. Kel. Cimahi 12.354 37 11 48

5. Kel. Baros 25.236 76 23 98

6. Kel. Cigugur Tengah 53.728 161 48 210

C. Kec. Cimahi Selatan 265.935 798 219 1,037

1. Kel. Cibeureum 73.785 221 66 288

2. Kel. Melong 70.712 212 64 276

3. Kel. Utama 46.043 138 41 180

4. Kel. Leuwigajah 52.359 157 47 204

5. Kel. Cibeber 23.035 69 21 90

Kota Cimahi 632.506 1,898 477 2,467

Sumber : Hasil Analisis, 2003

Dengan asumsi target tingkat pelayanan pada tahun 2013 sebesar 80%

dan besar volume sampah terangkut sebesar 1.991 m3/hari maka perkiraan

(30)

Tabel 4.7

Perkiraan Kebutuhan Peralatan Pengelolaan Sampah Di Kota Cimahi Sampai Tahun 2013

yang digunakan yaitu dari open dumping menjadi minimal controlled landfill.

4.4.5.2. Usulan Dan Prioritas Program Pengelolaan Persampahan

Di Kota Cimahi sistim Persampahan yang diprogamkan 5 (lima) tahun

kedepan adalah dengan membangun komponen-komponen sebagai berikut :

1. Optimalisasi/rehabilitasi TPA

2. Membuat TPA Regional

3. Pengadaan Alat Berat

4. Pengadaan Alat angkut sampah

5. Pengadaan alat pengumpul sampah

(31)

4.4.5.3. Pembiayaan Pengelolaan

Investasi untuk program 5 (lima) tahun kedepan membutuhkan biaya

dengan berbagai sumber dana yang berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD

Kab/Kota dan Swasta. Secara keseluruhan pengalokasian dana untuk sektor air

minum dapat dilihat dalam lampiran.

4.5.

RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG DRAINASE

4.5.1. Petunjuk Umum Sistem Drainase Perkotaan

4.5.1.1. Umum

Sistem jaringan drainase perkotaan, yaitu sistem jaringan dan distribusi

drainase perkotaan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan-lingkungan

perkotaan, yang terintegrasi dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah

regional yang lebih luas.

Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat cepat sering

tidak terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun konsep

pembangunan yang berkelanjutan mengakibatkan banyak kawasan rendah yang

semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai

dihuni oleh penduduk. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume air permukaan

yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal tersebut mengakibatkan

rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun dan

rendahnya kapasitas seluruh prasarana pengendali banjir.

Sistim Drainase yang ada di Kota Cimahi saat ini terdiri saluran primer,

saluran sekunder dan saluran tersier. Saluran primer di Kota Cimahi masih

memanfaatkan saluran alam/sungai sedangkan untuk saluran sekunder dan

tersier masih memanfaatkan saluran drainase jalan. Lokasi genangan/banjir di

Kota Cimahi terdapat di Kecamatan Cibeureum , Kecamatan melong, Kecamatan

Utama dan Kecamatan Cibeber dengan luas genangan 4 Ha dan lama genangan

2 jam.

4.5.1.2. Maksud Dan Tujuan

Maksud dari rencana adanya sistem drainase perkotaan adalah untuk

menentukan adanya pola jaringan drainase yang sistematis dan terintegrasi, baik

di dalam wilayah perkotaan sendiri maupun jaringan drainase makro dari wilayah

(32)

Sedangkan tujuan dari rencana drainase perkotaan adalah untuk

mengurangi dan menghilangkan daerah genangan air.

4.5.1.3. Arah Kebijakan Penanganan Drainase

Arah kebijakan penanganan drainase di Kota Cimahi, sebagaimana

tercantum di dalam RPJMD Kota Cimahi 2007-2012 adalah mengembangkan

dan mengelola jaringan drainase dan jaringan pengairan lainnya. Sasaran dari

kebijakan ini adalah:

1. Tersusunnya perencanaan dan terlaksananya pembangunan dan

pemeliharaan jaringan drainase se-Kota Cimahi;

2. Tersusunnya perencanaan dan terlaksananya pembangunan serta

pemeliharaan gorong-gorong, turap/talud/bronjong.

4.5.1.4. Isu-Isu Strategis Dan Permasalahan

Isu-isu strategis dalam penanganan drainase di Kota Cimahi antara lain

adalah :

1. Kecenderungan perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi antara lain

adalah curah hujan yang relatif tinggi dan dalam jangka waktu yang rendah.

Adanya fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global yang ditandai

dengan kekeringan panjang, curah hujan tinggi berpotensi mengakibatkan

musim kemarau yang panjang dan bencana banjir saat musim hujan.

Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan penanganan drainase yang

relatif lebih sulit dan memerlukan biaya yang lebih mahal.

2. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase. Saluran drainase yang ada

pada saat ini selain berfungsi sebagai pematus air hujan juga sering

digunakan untuk mengalirkan air limbah rumah tangga (grey water).

Sementara fungsi dan karakteristik saluran drainase berbeda dengan saluran

air limbah yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran.

Kondisi ini akan lebih parah bila ada sampah yang dibuang ke saluran

drainase akibat penanganan sampah secara parsial.

3. Penanganan drainase belum terpadu. Sistem drainase yang dibangun oleh

swasta/developer sering tidak selaras dengan pembangunan drainase makro

yang lingkupnya lebih luas dari wilayah tersebut. Selain itu posisi geografis

(33)

Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat merupakan satu wilayah aliran air,

sehingga diperlukan pula sistem drainase yang terintegrasi.

Permasalahan ;

1. Sistem drainase yang ada di Kota Cimahi belum memadai, kondisi ini

dipengaruhi oleh minimnya infrastruktur sistem drainase yang ada dengan

pola jaringan penanganan yang tidak jelas, berikut bangunan-bangunan

pelengkap yang diperlukan, dan juga belum terpolanya penanganan sistem

jaringan drainase makro secara regional.

Sistem drainase di Kota Cimahi berfungsi sebagai saluran dan jaringan

irigasi, sehingga dengan minimnya pola jaringan yang ada akan sangat

berpengaruh pada pola penanganan kebutuhan air baku untuk irigasi.

2. Perkembangan kawasan permukiman dan perumahan yang sudah dan akan

terjadi di Kota Cimahi akibat adanya pertumbuhan penduduk, memberikan

beban yang cukup berat bagi sistem pengaliran air hujan, dimana terjadi alih

fungsi lahan dari kawasan yang tidak terbangun menjadi kawasan terbangun,

sehingga proses peresapan air ke dalam tanah akan semakin berkurang dan

volume air limpasan menjadi semakin besar.

3. Kondisi alam atau cuaca yang saat ini tidak menentu, yaitu kondisi topografi

Kota Cimahi yang beragam dan intensitas curah hujan sulit diprediksi, akan

berpengaruh pada keseimbangan antara debit air, daya dukung infrastruktur

dan lingkungan yang ada

4.5.1.5. Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Dalam

Rencana Kota

Kebijakan pemerintah Kota Cimahi dalam rangka meningkatkan

infrastruktur kota khususnya pengelolaan drainase, yaitu di implementasikan

melalui program/kegiatan antara lain :

1. Program Pengembangan Program dan Perencanaan Pembangunan Sistem

Drainase.

Target : Peningkatan penyusunan PJM dan Masterplan sektor drainase

2. Program Pengembangan Pembangunan Sistem Drainase Perkotaan

Target:

- Peningkatan sistem drainase dalam rangka mengurangi wilayah

(34)

- Pengembangan jaringan drainase, sistem kolam retensi serta prasarana

sarana pendukung/pelengkap untuk meningkatkan pelayanan drainase

dan melindungi kawasan permukiman dan strategis perkotaan dari resiko

genangan;

- Menjaga dan meningkatkan fungsi prasarana dan sarana sistem drainase

yang ada.

4.5.2. Profil Drainase

4.5.2.1. Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase Saat Ini

Sistem drainase akan sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi yang ada.

Dari bentuk morfologi/topografi, wilayah Kota Cimahi merupakan lembah

cekungan yang melandai ke arah selatan, dengan ketinggian di bagian utara

mencapai sekitar 1040 meter dpl (Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi

Utara) dan ketinggian terendah di bagian Selatan, yaitu sekitar 685 meter dpl

(Kelurahan Melong, Kecamatan Cimahi Selatan) yang seterusnya melandai

mengarah ke Sungai Citarum. Di Barat dan Barat Daya terdapat kumpulan

perbukitan minor.

4.5.2.2. Aspek Teknis

Hirarki jalan yang belum teratur antara jalan arteri primer, sekunder,

kolektor, dan jalan lokal mempengaruhi hirarki jaringan drainase di Kota Cimahi

menjadi tidak jelas, bahkan beberapa jalan tidak mempunyai saluran drainase

yang memadai. Saluran air yang teridentifikasi umumnya terdapat pada

ruas-ruas jalan utama yang mencakup 35-40% dari ruas-ruas jalan yang ada.

Saluran/drainase yang ada di Kota Cimahi dapat dilihat pada tabel berikut.

(35)

No No Ruas Nama Ruas Panjang

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Cimahi, 2000.

Data mengenai saluran terbangun sampai dengan tahun 2006 (Dinas

Tata Kota Cimahi) adalah sebagai berikut:

1. Data Saluran Terbangun

Dilihat dari aspek kelembagaan saat ini bahwa pola penanganan drainase

terbagi menjadi 2 bagian yaitu sistem drainase lingkungan, irigasi dan sungai

dibawah penanganan Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan,

sedangkan drainase jalan ditangani langsung oleh Dinas Pekerjaan Umum pada

(36)

4.5.2.4. Aspek Pendanaan

Dilihat dari aspek pendanaan dukungan pembiayaan untuk infrastruktur

drainase masih jauh dari kebutuhan yang diharapkan, penanganan yang

bersumber dari APBD Kota saat ini hanya mampu membiayai pekerjaan

pemeliharaan dan perbaikan drainase yang penanganannya harus dilakukan

secara langsung dan urgen. Sedangkan dalam penataan dan pembangunan

drainase masih memerlukan suatu investasi yang sangat tinggi atau sumber

dana lainnya diluar APBD Kota antara lain sumber APBN dan APBD Propinsi.

4.5.2.5. Aspek Peraturan Perundangan

Dilihat dari aspek peraturan perundangan, landasan yang mengatur

tentang penyediaan sistem drainase didasari oleh adanya otonomi daerah,

perimbangan keuangan, pembagian kewenangan, perangkat daerah dan

peraturan lainnya yang berkaitan dengan tata cara perencanaan dan penyediaan

sistem drainase perkotaan Aturan ini dijadikan pedoman di daerah sebelum

adanya peraturan daerah yang secara khusus mengatur tentang sistem drainase.

4.5.2.6. Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam penanggulangan masalah drainase,

diupayakan ikut terlibat didalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan,

khususnya drainase pada lingkungannya. Karena dengan partisipasi masyarakat

diharapkan tumbuh rasa ingin memiliki dan turut bertanggungjawab untuk

menjaga kelestarian lingkungan dan konservasi sumber daya air, pada

lingkungannya dari yang terkecil.

4.5.3. Permasalahan Yang Dihadapi

4.5.3.1. Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada

Permasalahan yang timbul apabila dilihat dari sistem drainase yang ada antara

lain :

1. Belum memadainya infrastruktur sistem drainase yang ada

2. Belum terpolanya sistem jaringan drainase perkotaan dengan dengan sistem

jaringan drainase regional.

4.5.3.2. Sasaran Drainase

(37)

1. Terbangunnya sistem dan jaringan drainase yang terintegrasi, untuk

mengurangi genangan air.

2. Terbangunnya pola penanganan dan manajemen pengelolaan yang tepat

terhadap infrastrukturnya maupun pengendalian jaringan drainase.

4.5.3.3. Rumusan Masalah

Di antara saluran-saluran dalam wilayah Kota Cimahi, ada sebagian yang

sebelumnya berfungsi sebagai saluran irigasi, antara lain yang terdapat di

Kelurahan Cipageran, Citeureup, Padasuka, Cibeber, Leuwigajah. Seiring

dengan adanya alihfungsi lahan pertanian menjadi terbangun, ada

kecenderungan bahwa saluran irigasi tersebut difungsikan sebagai saluran

drainase. Untuk itu perlu diantisipasi penyesuaiannya, karena peralihan fungsi

dari saluran irigasi menjadi saluran drainase akan memunculkan permasalahan

sehubungan dengan perbedaan karakter dan tujuan pengalirannya.

Genangan yang timbul di Kota Cimahi disebabkan oleh tidak berfungsinya

saluran drainase akibat terjadinya sedimentasi, timbunan sampah ataupun

bentuk dan dimensi saluran yang sudah tidak memenuhi syarat. Lokasi daerah

genangan yang terjadi umumnya berada pada jalur Jalan Raya Cimahi, Jalan

Cihanjuang, dan Jalan Kolonel Masturi, yang mencakup beberapa kelurahan,

yaitu Kelurahan Cigugur Tengah (Kecamatan Cimahi Tengah), Kelurahan

Cibabat, Kelurahan Citeureup, dan Kelurahan Cipageran (Kecamatan Cimahi

Utara). Sementara untuk di permukiman, luas genangan yang terjadi sebesar 65

hektar dengan tinggi genangan 80-100 cm. Lama genangan berkisar antara 1-2

Gambar

Tabel 4.1  Data Pengelolaan Limbah Rumah Tangga di Kota Cimahi
Tabel 4.2 Data Instalasi Pengelolaan Air Limbah
Tabel 4.4 Alternatif Pengolahan Air Limbah Domestik Kota Cimahi
Tabel  4.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana pengembangan standar dan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit.. Departemen Kesehatan

Dalam pemahaman Nietzsche tentang kosmologi adalah bahwa kosmologi merupakan sesuatu yang kekal dan abadi. Yang melandasi pernyataan tersebut adalah bersandar

Dalam ertikata lain, konsep pewarisan yang memberi maksud mewarisi daripada generasi yang lain atau terdahulu menunjukkan bahawa, adalah tidak mustahil akan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1 pengembangan bahan ajar ini telah menghasilkan produk berupa buku pendampng tematik terpadu IPA berbasis gambar tema ekosistem, 2 bahan ajar

Peserta didik dapat menyetarakan persamaan reaksi redoks dengan metode Peserta didik dapat menyetarakan persamaan reaksi redoks dengan metode setengan reaksi dalam

Kemudian, data disusun dan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis yakni menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah diperoleh dari lapangan terkait

Selama melaksanakan PKL praktikan diberikan beberapa tugas, yaitu memasukkan transaksi yang sudah dijurnal ke dalam Sistem Informasi Akuntansi Bulog (SIAB),