• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Penelitian HAM Studi Kasus Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Penelitian HAM Studi Kasus Desa"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN ……….………...2

1.1Latar Belakang Masalah..………..……….2

1.2 Rumusan Masalah………….………....3

1.3Tujuan Penelitian ……….……….3

1.4Metode Penelitian ……….4

BAB II : PEMBAHASAN……….……….5

2.1 Profil Desa ………5

2.2 Fenomena Pernikahan Dini di Desa Legok….…………..…………7

2.3 Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Dini……….…………10

2.4 Tinjauan Pustaka ………..11

2.4.1 Pendapat Para Ahli ………..………...14

2.4.2 Analisis……….……..14

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN………..16

3.1 Kesimpulan………...16

3.2 Saran ………...16

Daftar Pustaka ……….17

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Hak asasi manusia sebagai hak setiap individu yang merupakan bawaan

sejak lahiriah, sepanjang hak ini tidak mengganggu hak orang lain, maka secara

hakiki negara berhak melindungi warga negaranya dalam menjamin hak asasi

manusia. Secara filsafati, HAM merupakan anugerah Tuhan yang mendasari

manusia untuk mendapatkan hak-hak yang fundamental, seperti hak untuk hidup,

hak untuk beragama, hak untuk membangun rumah tangga satu sama lainnya.

Terdapat berbagai aturan main dalam membangun rumah tangga yang

baik, merujuk pada aturan Internasional sesuai dengan Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia tahun 19481. Di Indonesia, regulasi tersebut diatur dalam UU

tentang Hak Asasi Manusia dan UU No.1 tahun 1974 mengenai pembatasan umur

dalam melangsungkan pernikahan. Di mana, ketentuan-ketentuan tersebut tidak

menjelaskan secara eksplisit mengenai batasan usia dalam melangsungkan

pernikaha dan hal tersebut dikembalikan berdasarkan kultur masing-masing.

Berangkat dari ketentuan hak asasi manusia tersebut, penulis melihat

fenomena yang terjadi di Desa Legok, Kabupaten Tangerang, Banten. Yakni,

banyaknya pernikahan yang terjadi di usia yang relatif muda. Bahkan, bisa

dikatakan di bawah usia kawin, terutama pada pihak calon istri. Disinyalir,

pernikahan dini tersebut terjadi karena beberapa faktor. Antara lain, desakan dari

pihak orangtua yang beranggapan bahwa dengan menikahkan anak perempuan

akan mendatangkan kebaikan bagi keluarga dan bisa hidup mandiri, padahal,

menikah sendiri butuh kematangan sikap dan kedewasaan. Faktor berikutnya

adalah karena pendidikan, minimnya pengetahuan akan bagaimana berkeluarga di

usia yang ideal dan terpatri dengan aturan konservatif orang tua, membuat

pernikahan dini marak terjadi.

Di sisi lain, secara kontradiktif, lembaga-lembaga yang mengurusi dan

bertanggung akan hal ini – Kantor Urusan Agama – sebagai lembaga yuridis

1

(3)

3

formal lemah dalam hal pengawasan, sehingga, banyak kasus pernikahan dini

yang terjadi tidak tercatat di KUA. Hal yang tidak kalah mengejutkan adalah

ketika para “pasangan muda” ini juga didominasi dari latar belakang keluarga

yang secara finansial tidak mapan. Pendidikan yang rendah, serta minim keahlian.

Bagaimana mereka akan mengurus sang buah hati ke depannya? Ditambah lagi

dengan belum adanya kematangan dan kedewasaan dalam membangun rumah

tangga. Sehingga seringkali terjadi perselihan di dalam rumah tangga tersebut.

Merunut pada fenomena yang terjadi di Desa Legok, Kabupaten

Tangerang, Banten tersebut setidaknya penulis akan menjawab beberapa persoalan

mengenai faktor apa saja yang menjadi penyebab maraknya pernikahan dini, yang

juga menjadi fenoeman unik dewasa ini di zaman modern. Atas dasar motivasi

tersebutlah, penulis tergugah untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai fenomena

pernikahan dini yang terjadi di tanah air ini berkenaan dengan faktor-faktor

penyebab terjadinya pernikahan dini di daerah tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka setidaknya

penulis mendapatkan rumusan penelitian yang akan dilakukan ini, sebagaimana

berikut:

1. Faktor apa saja yang memperngaruhi masyarakat di Desa Legok,

Kabupaten Tangerang, Banten melakukan pernikahan di usia muda?

2. Bagaimana responsi masyarakat di Desa Legok, Kabupaten Tangerang,

Banten terhadap pernikahan di usia muda?

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi masyarakat di Desa

Legok, Kabupaten Tangerang, Banten dalam kecenderungan menikah di

usia muda.

2. Untuk memperoleh kejelasan mengenai responsi masyarakat mengenai

pernikahan dini yang terjadi di Desa Legok, Kabupaten Tangerang,

(4)

4 1.4 Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian merupakan penelitian deskriptif-kualitatif, karena penelitian ini dipandang mampu menganalisa realitas sosial secara mendetil. Metode kualitatif

dapat digunakan untuk mengkaji, membuka, menggambarkan, atau menguraikan

sesuatu apa adanya. Menurut Bagdan dan Taylor dalam bukunya Metode

Penelitian Kualitatif, bahwasannya penelitian kualitatif didefinisikan sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

dari pelaku yang diamati2

2. Teknik Pengumpulan Data

Agar mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat, dan hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya, penulis melakukan

beberapa metode pengumpulan data, antara lain:

(a) Observasi

Pengamatan secara langsung mampu membantu mengamati lebih dekat

mengenai penelitian yang dilakukan. Setidaknya ada dua aspek yang bisa digali,

yakni aspek biologis, dan aspek psikologis. Di mana, kejelian inderawi

dibutuhkan, agar nantinya bisa mendeskripsikan peristiwa yang diamati.

(b)Wawancara

Dengan wawancara, akan membantu menggali lebih dalam mengenai inti

permasalahan yang sedang diamati, karena melibatkan responden sebagai

sumber informasi yang mendukung penelitian.

(c) Dokumentasi

Penelitian dengan dokumentasi akan membantu memberikan informasi

tambahan, sekaligus menjadi historis, yang nantinya akan memperkuat gagasan

dalam laporan penelitian.

2

(5)

5 BAB II PEMBAHASAN

2.1Profil Desa Legok

Legok adalah nama kecamatan di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

Secara geografis, Legok memiliki luas wilayah 7170,370 km dan jumlah

penduduk yang mencapai 68,928 jiwa. Desa Legok berada di Kecamatan Legok,

dan termasuk daerah pemukiman padat penduduk, dikelilingi oleh sejumlah

industri dan beberapa perumahan, Desa Legok juga dilintasi oleh jalur

transportasi darat. Jarak Desa Legok dengan Ibu Kota Tangerang sekitar 18 km

yang dihubungkan oleh Jalan Provinsi / Kabupaten dengan batas – batas wilyah

sebagai berikut :

Tabel 1.1

Batas Wilayah Desa Legok

No.. Batas Nama Wilayah

1. Batas Sebelah Utara Kecamatan Curug dan Kecamatan Kelapa Dua

2. Batas Sebelah Timur Kecamatan Pagedangan

3. Batas Sebelah Selatan Kecamatan Parung Panjang/Bogor

4. Batas Sebelah Barat Kecamatan Panongan

Sumber: Data Monografi Desa Legok

2.2Demografi

1. Kependudukan

Mengenai aspek kependudukan di Desa Legok yang bertujuan

untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk, berdasarkan statistik data

terbaru Desa Legok. Selain itu juga untuk mengetahui laju pertumbuhan

penduduk dan kondisi perekonomian di Desa Legok.

Desa Legok, terdiri dari 9 RW (Rukun Warga) dengan 34 RT

(Rukun Tetangga) secara administratif wilayah Desa Legok termasuk dalam

(6)

6

Tabel 1.2

Tabel Jumlah Penduduk Desa Legok Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

1. Laki-laki 4.441 49,6%

2. Perempuan 4.506 50,4%

Jumlah 8.947 100%

Sumber: Data Monografi Desa Legok tahun 2012

Jumlah penduduk Desa Legok yang berjumlah 8.947 sifatnya

adalah relatif, karena belum termasuk dengan anak usia di bawah lima tahun

(BALITA), sehingga memungkinkan adanya perubahan-perubahan sampai

dengan saat ini. Pada Desa Legok, Perempuan mendominasi dengan

prosentase yang lebih tinggi sebanyak 4.506 jiwa, yakni mencapai 50,4%,

dan penduduk laki-laki mencapai 4.441 jiwa dengan prosentase 49,6% dari

total 8.947 jiwa.

2. Perekonomian

Bidang ekonomi merupakan bidang yang sangat membantu dan

menopang terhadap suatu kehidupan masyarakat, yakni secara fisik sangat

dibutuhkan oleh siapa pun untuk menyejahterakan hidupnya, termasuk

bagi masyarakat yang tinggal di Desa Legok. Menurut data yang diperoleh

pada monografi Desa Legok, profesi/ mata pencaharian yang ada di Desa

Legok sangat bervariatif, yakni mulai dari lingkungan pemerintahan

(PNS), ABRI, ada juga yang berprofesi sebagai pegawai swasta,

wirausaha, petani dan buruh. Adapun data-data yang kami peroleh adalah

(7)

7

Tabel 1.3

Tabel Jumlah Penduduk Desa Legok Menurut Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah Presentase

1. PNS 495 25,7%

2. ABRI 28 1,5%

3. Pegawai Swasta 819 42,6%

4. Buruh 321 16,7%

5. Petani 71 3,7 %

6. Pedagang/Wiraswasta 186 9,6%

Jumlah 1920 100%

Sumber: Data Monografi Desa Legok tahun 2012

Mata pencaharian penduduk di Desa Legok sangat heterogen,

berdasarkan pegawai swasta banyak mendominasi, karena Desa Legok dikelilingi

oleh kompleks perumahan elite dan industri, jadi menyerap banyak tenaga kerja di

sektor tersebut yang mencapai 42,6% atau sekitar 819 orang. Posisi kedua, adalah

PNS, yang mencapai 25,7% atau sekitar 495 orang. Yang bermata pencaharian

sebagai buruh ada sebanyak 21 orang, atau mencapai 16,7%. Pedagang mencapai

9,6% Sebalinya, sektor pertanian hanya sedikit, yakni 3,7% disusul ABRI yang

hanya mencapai 1,5%. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya profesi

lainnya yang tidak tercantumkan. Karena data-data yang disampaikan dapat

berubah sewaktu-waktu dan sifatnya relatif.

2.2 Fenomena Pernikahan Dini di Desa Legok

Desa Legok yang terletak 18 km dari Kabupaten Tangerang ini dikelilingi

oleh kawasan perumahan elit dan industri. Namun, kenyataannya sangat

kontradiktif, minimnya sarana pendidikan di daerah Legok menjadi salah satu

faktor terbelakangnya pendidikan masyarakat di Desa Legok. Ditambah lagi,

minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan (terutama pendidikan

tinggi) menjadikan masyarakat Legok – terutama perempuan – banyak yang

memilih menikah dini sebagai solusi. Tentu hal tersebut memprihatinkan,

(8)

8

rumah tangga. Pernikahan dini yang terjadi di Desa Legok merefleksikan akan

tingginya angka menikah dini, sangat ironi, hal ini sesuai dengan pendapat dari

tokoh masyarakat, Sumarna:

“Di Desa Legok ini banyak anak di bawah umur yang menikah di usia dini. Pentingnya pendidikan, kesehatan reproduksi sangat dibutuhkan. Pemikiran mereka masihlah sangat konvensional. Yang mereka pikirkan hanyalah melepas beban dengan cara menikah, tetapi pada kenyataannya mereka malah terjebak dalam kemiskinan struktural.”3

Pola pikir yang sederhana itu pula yang menjadi budaya turun temurun,

terikat dari adat istiadat yang berlaku, dan membuat masyarakat banyak yang

menikah di usia muda. Pemikiran orang tua yang beranggapan “banyak anak banyak rejeki” adalah anggapan yang keliru, justru, saat ini semakin banyak populasi penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan hidup. Masyarakat di Desa

Legok – terutama para orangtua – beranggapan, dengan menikahkan anak

perempuan akan meringankan beban mereka, karena ada yang menafkahi. Tetapi,

pada kenyataannya tidak seperti itu, banyak pasangan muda yang menikah muda,

tidak dibekali dengan pendidikan yang cukup, sehingga tidak mendapatkan

pekerjaan yang layak. Karen pekerjaan yang tidak layak itulah mereka juga

memiliki penghasilan yang tidak menentu. Bagaimana mereka akan menyiapkan

generasi yang unggul?

Ironisnya, banyak pernikahan di Desa Legok yang tidak dicatat secara

legal. Banyak para pasangan yang menikah tidak memerhatikan administrasi,

banyak ditemukan tidak mempunyai akta kelahiran. Sehingga menjadikan

masyarakat Legok menganggap pernikahan adalah hal yang sepele, serta masih

berpikiran jangka pendek, tidak melihat ke depannya akan bagaimana.

“Baru kerasa, menikah muda itu capek, bahagia iya (karena punya keturunan), tapi ya banyak kendala seperti sering bertengkar dengan suami, tiap hari ngasuh anak, yang jadi beban kalau suami tidak bisa

ngertiin istri. Secara pskologis, kalau ditanya siap, ya siap ga siap…4”

3

Wawancara dengan Sumarna, tokoh masyarakat Desa Legok, pada (30/11)

4 Wawancara dengan Rosmawati (19 tahun) pada (29/11) masyarakat Desa Legok yang menikah

(9)

9

Fenomena tersebut menarik, dari petikan wawancara dengan Rosmawati,

warga Desa Legok. Kisah Rosmawati adalah prototipe, gambaran satu dari sekian

banyak masyarakat di Desa Legok yang menikah di usia muda. Rosmawati, yang

menikah dua tahun yang lalu selepas kelas II SMA, tidak sempat menamatkan

masa-masa SMA menikah dengan suaminya yang berusia satu tahun lebih tua.

Saat ini, Rosmawati memiliki anak perempuan berusia 10 bulan, namanya

Silvianti. Ketika ditanya, apa perbedaan yang paling dirasakan ketika sebelum

menikah dan setelah menikah, adalah perihal mengasuh anak. Jika dulu ia bisa

bebas bermain dengan teman-teman sebaya, sekarang ia harus mengasuh anaknya

yang masih balita.

“Kalau ditanya mengapa memilih menikah dibanding sekolah, ya gimana atuh kalau sudah jodoh ya susah. Dan ibu menyarankan untuk

menikah karena ingin merigankan beban orang tua.5”

Tidak sedikit masyarakat di Desa Legok, yang tidak melanjutkan pendidikan

karena terkendala masalah biaya. Mereka beranggapan toh pada akhirnya anak

perempuan setinggi apa pun sekolah akan kembali kepada tiga hal dapur, sumur, kasur.

Hal tersebut yang membuat angka pernikahan dini perempuan di Desa Legok cukup

tinggi. Anggapan para orang tua secara konvensional, yang menikahkan anak

perempuannya akan membantu mereka di kemudian hari adalah sah-sah saja, namun

harus dilandasi apakah sudah memiliki keahlian yang cukup untuk menghidupi

keluarganya. Hal tersebut hanya bisa diperoleh jika memiliki pendidikan yang cukup

untuk bisa bekerja, atau memiliki softskills lainnya. Tanpa bekal itu, mustahil, keluarga

muda itu bisa menghidupi bahtera rumah tangganya.

“Yang sekarang sering dirasain setelah nikah, ya masalah ekonomi, apalagi suami saya punya penghasilan yang gak seberapa, kadang kadang buat makan sehari-hari aja susah. Makanya sering pulang ke rumah orang tua, karena gak ada uang. Saran saya, jangan deh buat yang mau nikah muda seperti saya, bukannya bahagia, tapi sebaliknya…6”

5 Wawancara dengan Rosmawati (19 tahun) pada (29/11) masyarakat Desa Legok yang menikah

muda

6

(10)

10

2.3 Faktor Penyebab Pernikahan Dini di Desa Legok

Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini yang kita

jumpai di Desa Legok yaitu:

1. Faktor ekonomi

Pelaku pernikahan dini biasanya berasal dari keluarga berekonomi rendah.

Alasan mereka melaksanakan pernikahan di usia dini adalah untuk meringankan

beban keluarga. Mereka berfikir dengan menikahkan anaknya atau dengan

memutuskan untuk menikah maka beban ekonomi keluarga akan berkurang.

Kondisi ekonomi sebuah keluarga yang rendah sangat rentan menimbulkan

keputusan untuk menikah di usia dini.

2. Faktor pendidikan

Faktor pendidikan menyumbang andil yang cukup besar dalam kasus

pernkahan usia dini. Mahalnya biaya pendidikan menjadikan tingkat drop out dan

anak putus sekolah juga semakin tinggi. Hal inilah yang mendorong sebuah

keluarga untuk menikahkan anaknya. Tidak sedikit anak-anak putus sekolah yang

akhirnya memilih jalan singkat untuk menikah. Selain itu masyarakat juga banyak

yang tidak mengetahui dampak buruk dari pernikahan dini. Hasil medis

membuktikan bahwa tidak sedikit perempuan yang menikah di usia muda

terjangkit penyakit peradangan rahim dan kanker mulut rahim, yang disebabkan

terlalu cepatnya pergantian sel anak-anak menjadi sel dewasa yang seharusnya

dimulai minimal pada umur 19 tahun. Hilangnya kesempatan untuk belajar

menjadikan mereka semakin terpuruk dalam hal ilmu pengetahuan.

3. Faktor orang tua dan adat

Orang tua yang masih berpikiran konvensional dan adat menjadi pendorong

besar atas terjadinya pernikahan di usia dini. Pernikahan di usia muda terjadI

dikarenakan oleh kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang takut mendapat

predikat perawan tua. Hal ini menjadi alasan orang tua untuk mwngawinkan

(11)

11

tinggi adat istiadat di kampungnya beralasan menikahkan anaknya karena adat

istiadat. Dilihat dari segi budaya dan tradisi, terdapat beberapa daerah di Indonesia

menganggap bahwa perkawinan di bawah umur merupakan tindakan yang biasa.

4. Faktor norma agama

Perkawinan dalam pandangan Islam adalah fitrah kemanusiaan, dan sangat

dianjurkan bagi umat Islam, karena menikah merupakan gharizah insaniyah

(naluri kemanusiaan), yang harus dipenuhi dengan jalan yang sah agar tidak

mencari jalan sesat yaitu jalan setan yang menjerumuskan ke lembah hitam.

Perintah perkawinan atau pernikahan dalam Islam tertuang dalam Al-Qur’an

(Kitabullah umat Islam) dan hadist Nabi Muhammad SAW. Diambil dari tulisan

Ustad Abu Ibrohim Muhammad Ali AM, disampaikan beberapa ayat Al-Qur’an

dan Hadist yang mendasari pernikahan atau perkawinan sebagai berikut:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan

hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan

mereka dengan kurnia-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha

Mengetahui”. (QS. an-Nur [24]: 32).

Dalam pasal 26 UU Nomor 23 tahun 2002 mewajibkan orang tua dan

keluarga untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak, namun

pernikahan di bawah umur tidak serta merta dipandang sebagai tindakan kriminal

menurut hukum. Sementara itu, UU Perkawinan membeerikan dispensasi kepada

pasangan yang belum cukup usianya untuk bisa melakukan pernikahan. Dalam hal

ini, hukum yang ada memberikan ruang bagi keberlangsungan praktek-praktek

pernikahan di bawah umur.

2.4 Tinjauan Pustaka

Secara definitif, pernikahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

diartikan sebagai suatu ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan

(12)

12

pelanggaran terhadap agama7. Usia dini, secara umum digambarkan usia

seseorang yang belum dewasa secara psikologis dan mental.

Dengan melangsungkan pernikahan, maka secara legal pasangan

suami-istri tersebut telah diakui secara hukum (negara) dan sekaligus menjalankan

sunnah agama. Setiap makhluk hidup di dunia diciptakan berpasang-pasangan,

sesuai dengan Qs. Az Zariyat ayat 498: “Dan segala sesuatu yang kami ciptakan

berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” Maka, dengan

adanya ikatan pernikahan itulah terbentuk suatu organisasi mayarakat yang

berhubungan satu sama lain sehingga disebut masyarakat.9

Pedoman pelaksanaan pernikahan, secara internasional diatur dalam

Deklarasi Universal HAM, di mana pembatasan usia dikembalikan kepada

kebijakan masing-masing negara, namun dalam konvensinya, Deklarasi Universal

HAM menentang pernikahan anak. Merunut hal tersebut, di Indonesia, secara

regulasi pernikahan diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,

mengenai batasan usia dalam pernikahan, yakni 16 tahun untuk perempuan, dan

19 tahun untuk laki-laki, kecuali ada dispensasi oleh pengadilan10. Sedangkan,

batasan ideal pernikahan yang dirilis oleh BKKBN adalah rentang usia 20-25

tahun untuk perempuan, dan 25-30 tahun untuk laki-laki.

Pernikahan sebagai sarana untuk membentuk keluarga (rumah tangga),

sebagaimana lazimnya memiliki setidaknya tujuan sebagaimana di bawah ini11:

1. Kebutuhan akan seksual terpenuhi sebagaimana mestinya dan sehat

secara jasmani maupun rohani,

2. Perasaan kasih sayang, cinta dan rasa ingin memiliki antar lawan

jenis dapat tersalurkan secara baik dan sehat.

3. Naluri keibuan dan kebapakan dapat tersalurkan ketika sudah

berumahtangga, serta memperoleh keturunan secara sehat.

4. dan laki dapat terpenuhi, dan kebutuhan laki-laki akan istri untuk

saling berbagi dan mengasihi, teman di kala suka dan duka

terpenuhi.

7 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. Badan Bahasa dan Depdiknas. Jakarta: Gramedia 8

Departemen Agama RI. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya. Toha Putra: Semarang

9

Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: UGM Press 10 Zuhdi Muhdalor. 1995.

Memahami Hukum Perkawinan.Bandung- Al-Bayani

11

(13)

13

5. Pembentukan generasi masa depan yang berkualitas akan

terpenuhi, jika masing-masing suami dan istri akan menyiapkan

dan mendidik buah hati mereka sebagai calon-calon orang yang

unggul di masa mendatang, harus dididik dengan baik melalui

peran orangtuanya.

6. Membentuk ikatan antara keluarga dan masyarakat. Dengan

pernikahan, jalinan persaudaraan akan semakin dekat, yang

menjadikan masyarakat saling bersatu dan terjalin ikatan yang luas.

Merunut pada fungsi pernikahan di atas, fenomena akan pernikahan dini

yang saat ini terjadi menjadi pro dan kontra di masyarakat, mengingat pernikahan

dini banyak terjadi di berbagai daerah, mengutip artikel di Kompas yang

mengatakan bahwa pernikahan dini merupakan bentuk pelanggaran terhadap

HAM, secara mengejutkan menyebutkan:

Pernikahan dini telah menjadi persoalan krusial di masyarakat Indonesia. Pernikahan dini menyebabkan angka kematian ibu melahirkan meningkat secara signifikan. Demikian pula pernikahan dini berkorelasi positif dengan meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, perdagangan manusia, jumlah anak terlantar, meningkatnya angka perceraian dan pengangguran.12

Perkara nikah di bawah umur bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia.

Praktek ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak pelaku. Tidak di kota besar

tidak di pedalaman. Sebabnya pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya

pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, atau karena hamil

terlebih dahulu. Fakto-faktor tersebut sejatinya bisa kita renungkan, karena kita

bisa merefleksikan tujuan dari pernikahan itu sendiri, yang di mana, pada

dasarnya pernikahan ditujukan untuk mengikat antara laki-laki dan perempuan

untuk hidup berdampingan sesuai dengan tujuan pernikahan itu sendiri.

12

Pernikahan Dini Bentuk Pelanggaran HAM. Diakses pada (8/12)

(14)

14 2.4.1Pendapat Para Ahli

Menurut Amir Syarifudin, pernikahan berasal dari dua terminologi, yakni

nakaha, yang berarti akad atau perjanjian, dan zawaza, artinya berpasang-pasangan.

Dengan kata lain dapat diartikan, pernikahan di usia dini adalah akad atau perjanjian

antara mempelai pria dan perempuan yang belum berusia cukup dewasa untuk hidup

berdampingan.

Menurut Husein Muhammad, pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi

antara laki-laki dan perempuan yang belum mencapai tahap akil baligh (mimpi basah).

Jika belum mencapai tahap tersebut, maka termasuk pernikahan dini.

Menurut Taqiyudin an Nabhani dalam bukunya An Nizham al Ijtima’ i Al Islam

mengatakan bahwa pernikahan di usia muda adalah suatu ikatan lahir batin yang

dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum mencapai tahap yang ideal

(dewasa) untuk melangsungkan pernikahan.

2.4.2 Analisis

Seperti yang telah dijelaskan pada pemaparan sebelumnya, bahwa

Deklarasi Universal HAM memang tidak membatasi usia pernikahan, karena hal

tersbut dikembalikan berdasarkan kultur di masing-masing negara. Namun, secara

tersirat, dalam Konvensi Hak Anak, tertulis: “yang dimaksud dengan anak dalam

konvensi ini adalah manusia di bawah usia 18 tahun, kecuali dengan

undang-undang yang berlaku bagi anak-anak dapat ditentukan dewasa dicapai lebih awal”.

Dengan diberikannya kebebasan batas usia dalam pernikahan, Indonesia sendiri

memberika batas usia minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk

laki-laki.

Di dalam pasal 61 Undang-undang tentang HAM, menyebutkan bahwa

anak berhak untuk beristrirahat, bermain dengan teman sebaya, bergaul,

berekreasi, berkreasi sesuai dengan minat dan bakat dan tingkat kecerdasan demi

perkembangan dirinya. Maka, jika pada usia tersebut, anak harus dinikahkan di

bawah umur, sama saja mengksploitasi hak anak, yang seharusnya bisa

berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya, sehingga masa kecil mereka

(15)

15

Di Indonesia, pedoman pernikahan yang umum mengacu pada

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, di mana pada pasal 7, menyebutkan

pernikahan yang diijinkan jika sudah mencapai 16 tahun bagi perempuan dan 19

tahun bagi laki-laki, namun, Undang-undang tersebut ada kelemahan, di mana

seharusnya usia saat itu adalah usia remaja yang seharusnya produktif untuk

belajar, bukan untuk berumah tangga. Dan, regulasi tersebut dikembalikan pada

aspek psikologis jika mempelai yang sudah mencapai akil baligh. Sedangkan,

menurut ideal KB, usia pernikahan yang mencapai mature bagi perempuan adalah

usia 20-25 tahun, dan 25-30 tahun bagi laki-laki.

Fenomena yang terjadi di Desa Legok menunjukkan bahwasannya

rentannya pernikahan dini disebabkan ragam faktor, seperti faktor ekonomi,

artinya banyak yang menikah di usia dini karena dengan menikah mereka akan

membantu orangtua meringankan beban ekonominya, padahal kenyataannya tidak

demikian, justru menikah dini menjadi beban orangtua, karena tidak dibekali

dengan kemapanan secara ekonomi dan pekerjaan yang memadai. Kemapanan

dalam pekerjaan akan terpenuhi jika ditunjang dengan pendidikan yang cukup,

fenomena sebaliknya yang terjadi, banyak masyarakat Legok yang putus sekolah

dan memilih menikah. Mereka tidak mendapatkan akses pendidikan yang baik,

dan berpikir jangka pendek. Faktor ketiga, pengaruh ada istiadat yang menyatakan

bahwa anak perempuan perawan harus segera dinikahkan, padahal kenyataannya

tidak seperti itu, menikah butuh kedewasaan sikap, berpikir, dan kematangan

secara psikis dan psikologis. Faktor keempat, norma agama, di mana menikah

merupakan sunnah dan sangat dianjurkan bagi setiap agama untuk mendaptkan

keturunan.

Menurut pengamatan penulis, berdasarkan yang terjadi di Desa Legok,

pasangan muda yang menikah dini, banyak menghadapi kendala, seperti sering

terjadi pertengkaran, karena belum adanya kematangan dan kedewasaan berpikir,

perekonomian keluarga yang labil, karena tidak ditopang dengan pekerjaan yang

tetap, maka secara materi tidak mencukupi. Dampak buruk dari pernikahan di usia

dini adalah meningkatnya angka perceraian. Dengan demikian, tujuan pernikahan

yang seharusnya menjalin keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, tidak

(16)

16 BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Pernikahan dini yang terjadi di Desa Legok, disebabkan oleh beberapa faktor, di

antaranya adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan yang rendah, diiringi dengan

faktor desakan dari orang tua yang berpandangan konvensional dan aturan adat istiadat,

jika anak perempuan sudah perawan harus segera dinikahkan, faktor norma agama.

Berkaitan dengan pengaturan Hak Asasi Manusia, jelaslah bahwa tindakan

menikah di usia dini bertentangan dan bisa dikategorikan termasuk pelanggaran

terhadap HAM, di mana setiap orang yang menikah di usia dini, masih belum matang

secara psikologis, dan kesiapan mental dalam membangun rumah tangga. Maka, dalam

hal ini, negara berhak menindak secara tegas bentuk pelanggaran tersebut dengan

mempertimbangkan regulasi yang berlaku.

SARAN

Pernikahan di usia dini yang kini marak terjadi, seharusnya menjadi perhatian

semua elemen masyarakat dan pemerintah saling bersinergi untuk turut serta mereduksi

tindakan ini, dengan cara:

(1) Pemerintah memberikan akses pendidikan yang merata, terjangkau, dan

bisa mengedukasi masyarakat akan pentingnya peran pendidikan.

(2) Regulasi yang tegas terhadap tindakan-tindakan yang menjurus akan

adanya pernikahan dini yang merupakan pelanggaran HAM. Dalam hal

ini, KUA tidak serta merta mudah mencatat perniakahan, terutama bagi

yang belum cukup usianya.

(3) Penyuluhan mengenai pentingnya tidak menikah di usia dini wajib

digalakkan, terutama di daerah yang terbelakang dan minim akses

pendidikan, agar mereka teredukasi dan tidak terus berada dalam

kemiskinan struktural dengan menikah di usia dini.

(4) Peran sentral keluarga, untuk mencegah dan mengawasi putra-putrinya

untuk tidak menikah di usia dini, dan tidak berpikiran konvensional.

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama R1. 2008. Mushaf Al Qur’an dan Terjemahnya. Toha Putra:

Semarang

Depdiknas.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Gramedia

Hairi. 2009. “Skripsi: Fenomena Pernikahan dini di Desa Bajur, Pamekasan, Madura.

UIN Sunan Kalijaga, Yogyarakta.

Lexy J. Meuleong 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Muhdalor, Zuhdi. 1995. Memahami Hukum Perkawinan.Bandung- Al-Bayani

Nurhidayatullah dan Leni Marlina. “Tujuan Pekawinan: Pernikahan dalam Perspektif

HAM” Jurnal UII Al Mawarid Vol. XI No. 2 Sept-Jan 2011

Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: UGM Press

Sumber internet:

“Pernikahan Dini Bentuk Pelanggaran HAM”

http://female.kompas.com/read/2009/01/28/19315957/pernikahan.dini.bentuk.pela nggaran.ham

(18)

18 LAMPIRAN

Pedoman wawancara dengan Sumarna:

1. Bisakah Anda menjelaskan secara singkat bagaimana peristiwa pernikahan dini tersebut bisa terjadi di desa ini?

2. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

3. Pada usia berapa biasanya banyak yang mulai menikah secara dini? 4. Apakah setiap yang menikah dini melalui proses yang legal?

5. Apakah yang melakukan menikah dini di desa ini selalu meningkat setiap tahunnya?

6. Pandangan Anda mengenai peristiwa ini?

7. Sudahkah pemerintah daerah turun tangan akan hal ini, ataukah setidaknya ada regulasi yang jelas mengenai kasus ini?

8. Di tengah pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, dan marakya kasus seks bebas, apakah Anda berpandangan ini menjadi solusinya? 9. Apa yang anda lakukan terkait maraknya pernikahan dini di desa Anda? 10. Pada masa presiden Soeharto, pemerintah berhasil menekan angka

pertumbuhan penduduk dengan program KB, tetapi saat ini program tersebut sepertinya sudah menjadi angin lalu, pandangan Anda akan hal tersebut?

11. Bagaimana seharusnya solusi terbaik agar bisa menjadi langkah preventif? Terutama di lingkungan yang Anda pimpin?

Pedoman Wawancara dengan Rosmawati

1. Sudah berapa lama anda menjalin hubungan rumah tangga? 2. Kesannya menjadi seorang “ibu” di usia yang masih muda?

3. Apa yang anda rasakan menjalin rumah tangga di usia yang masih muda seperti ini?

4. Boleh tahu berapa usia anda dan suami anda saat ini?

5. Bagaimana respon anda ketika dulu memilih untuk menikah?

6. Ada hal apa yang membuat anda menjadikan menikah sebagai pilihan? 7. Sebagai seorang yang menikah di usia dini, Anda setuju jika menikah dini

diterapkan di negara kita?

8. Kalau boleh tahu, apa yang mendasari Anda untuk memilih menikah dini? 9. Membangun rumah tangga tidaklah mudah, selalu banyak hambatan dan

rintangan, bagaimana yang anda rasakan selama ini? Bisa diceritakan? 10. Anda punya saran kepada para pemimpin di negeri ini, apa saja, khususnya

(19)

19

(2) Artikel Kompas.com

PERNIKAHAN DINI BENTUK PELANGGARAN HAM

JAKARTA, RABU - Pernikahan dini telah menjadi persoalan krusial di masyarakat

Indonesia. Pernikahan dini menyebabkan angka kematian ibu melahirkan meningkat secara signifikan. Demikian pula pernikahan dini berkorelasi positif dengan meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, perdagangan manusia, jumlah anak terlantar, meningkatnya angka perceraian dan pengangguran.

"Ringkasnya pernikahan dini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak kesehatan reproduksi, dan yang paling penting pernikahan dini bertentangan dengan esensi ajaran agama yang intinya menghargai manusia dan kemanusiaan," ujar Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace, Siti Musdah Mulia dalam diskusi bertema Pernikahan Dini di Bawah Umur dalam Perspektif Perlindungan Anak di Jakarta, Rabu (28/1).

Masalah pernikahan di bawah umur di Indonesia mendadak mengemuka akhir-akhir ini. Terutama setelah heboh pernikahan PC (43) dengan LU, seorang gadis yang ditengarai masih berusia di bawah umur (12 tahun). Kasus ini hanyalah satu kasus yang mengemuka dari ribuan kasus lainnya yang mengendap di bawah permukaan laksana gunung es.

Padahal, perkara nikah di bawah umur bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Praktek ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak pelaku. Tidak di kota besar tidak di pedalaman. Sebabnya-pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, atau karena hamil terlebih dahulu. Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi menyatakan, selain menimbulkan masalah sosial, nikah di bawah umur bisa menimbulkan masalah hukum Positif.

Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 t ahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat terjadi ketika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita (Pasal 7 ayat 2).

Pada diskusi yang digelar oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak tersebut Siti Musdah Mulia menawarkan solusi, yakni bagaimana mengubah budaya patriarkhat yang sudah sedemikian kuat berakar dalam tradisi dan norma-norma masyarakat menjadi budaya kesetaraan.

Untuk mengubah budaya tersebut, Siti Musdah menawarkan solusi, yaitu membangun kesadaran bersama di masyarakat akan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan hak-hak asasi manusia, seperti hak dan kesehatan reproduksi, mensosialisasikan budaya kesetaraan dan keadilan gender sejak di rumah tangga melalui pola pengasuhan anak, serta di masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal.

Selain itu, melakukan dekonstruksi terhadap interpretasi agama yang bias gender dan nilai-nilai patriarkhat. Menyebarluaskan interpretasi agama yang ramah perempuan, apresiatif dan akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

"Kita juga harus merevisi semua peraturan dan perundang-undangan yang tidak kondusif bagi upaya pencegahan dan perlindungan HAM, terutama menyangkut hak-hak reproduksi perempuan seperti UU Perkawinan, UU Ketenagakerjaan, UU Kesehatan dan UU Kependudukan," papar Siti Musdah Mulia.

(20)

20

Dokumentasi

Suasana di Kantor Desa Legok, Kabupaten Tangerang, Banten

Rosmawati (19), berfoto

Gambar

Tabel Jumlah Penduduk Desa Legok Menurut Pekerjaan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada intinya medan magnet ditimbulkan karena muatan listrik yang bergerak (pernyataan 1 benar, pernyataan 4 salah).pada sebuah konduktor yang dialiri arus listrik maka

At the same time, Bank Indonesia shared that it may maintain the benchmark rate at 7.5%, this would trigger more selling activity as market will start to

Hasil akhir dari analisis multivariat menunjuk- kan bahwa komponen motivasi yang paling berhubungan dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan adalah

Sedangkan pada pasien rawat inap dengan lama hari rawat tidak ideal sebagian besar memiliki asupan lemak yang deisit pula yaitu sebanyak 10 orang (76,9 %).. Asupan

Ada pengaruh bermakna penyuluhan kesehat- an langsung dan melalui media massa dengan perawatan hipertensi pada usia dewasa di sebuah kelurahan di kota Depok dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Hubungan antara Home Visit, Peran Pemantau Minum

Berasal dari bebatuan yang proses pelapukannya mengalami pengikisan oleh air sehingga bahan lapisan itu mengendap karena kandungan airnya banyak maka tanah dilapisan tengah ini