• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Mekanisme GCG terhadap Underpri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Mekanisme GCG terhadap Underpri"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE

TERHADAP UNDERPRICING (Studi Pada Perusahaan Yang

Melakukan Initial Public Offering di BEi Periode 2010-2014)

Kartika Sukmawati

([email protected])

Rowland Bismark Fernando Pasaribu ([email protected])

Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.100

Pondok Cina, Depok

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang diproxykan dengan jumlah Dewan Komisaris, proporsi Dewan Komisaris Independen dan proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap fenomena underpricing yang diproxykan dengan nilai (IR) pada perusahaan yang terdaftar di BUI dan melakukan (IPO) sekaligus mengalami selama tahun 2010*2014). Penelitian ini didasarkan pada teori sinyal ( ) yang menyatakan bahwa mekanisme GCG yang baik akan memberikan sinyal kualitas perusahaan yang baik pula sehingga akan direfleksikan harga saham pada IPO akan tinggi, sehingga akan menghindari terjadinya underpricing. Pengujian Hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda dengan sampel 39 perusahaan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa ternyata hanya jumlah Dewan Komisaris saja yang berpengaruh terhadap terjadinya .

Kata kunci : Initial Public Offering, underpricing, Initial Return

PENDAHULUAN

Dalam menjalankan usaha, terkadang sebuah perusahaan memerlukan dana yang jumlahnya cukup besar, sementara seorang manajer keuangan perlu memutuskan suatu keputusan pendanaan dimana manajer keuangan harus menentukan struktur modal yang tepat, sehingga tingkat pengembalian dan risiko usaha berada pada posisi optimal. Sumber dana yang berasal dari internal perusahaan sangat terbatas jumlahnya, sehingga saat perusahaan memerlukan sumber dana yang cukup besarnya, perusahaan lebih memilih untuk mendapatkannya dari eksternal perusahaan. Tidak jarang perusahaan melakukan penerbitan saham baru untuk memperoleh sumber dana yang diperlukan. Perusahaan yang menjual sahamnya ( ) umumnya bertujuan untuk memperbaiki struktur modal, meningkatkan kapasitas produk, memperluas pemasaran dan hubungan bisnis dan meningkatkan kualitas manajemen (Samsul, 2006).

(3)

sekunder. Penentuan harga saham perdana merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan proses suatu perusahaan. Harga saham IPO ditentukan berdasarkan kesepakatan antara emiten dan (penjamin emisi). Terdapat perbedaan kepentingan diantara emiten dan dalam menentukan harga saham perdana, dimana pihak emiten menginginkan harga perdana yang tinggi dengan harapan perusahaan dapat memaksimalkan penerimaan dana dari proses

, sementara penjamin emisi cenderung menetapkan harga perdana yang rendah untuk meminimalisir risiko penjaminan atas saham yang tidak dapat terjual. Perbedaan kepentingan inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya fenomena

saat proses IPO.

merupakan fenomena yang umumnya sering terjadi saat proses IPO di berbagai pasar modal dunia (Handono, 2010) tidak terkecuali di pasar modal Indonesia, bahkan penelitian Aini (2013) mencatat bahwa tingkat IPO perusahaan di Indonesia selalu di atas 60% selama tahun 2007*2011.Johnson (2013) menyatakan bahwa adalah selisih positif antara harga saham dibursa efek dengan harga saham di pasar perdana pada saat IPO, yang sering diwakilkan dengan besaran Initial Return (IR). Hal ini berarti fenomena terjadi ketika harga saham perdana lebih rendah dibanding harga penutupan saham IPO pada hari pertama di pasar sekunder (Ali dan Hartono, 2003). Kondisi saat proses IPO merugikan perusahaan, karena dana yang diperoleh dari penjualan saham perusahaan kepada publik tidak maksimal (Handayani, 2008) untuk itu pemilik perusahaan berusaha meminimalkan (Prastiwi dan Kusuma, 2001).

Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing adalah dimana fenomena terjadi karena adanya konflik kepentingan antara agen ( ) dan (perusahaan) akibat asimetri informasi kedua belah pihak di pasar perdana (Suyatmi dan Sujadi, 2006). Teori lainnya adalah dimana fenomena underpricing merupakan tindakan rasional yang dilakukan perusahaan untuk memberikan sinyal positif kepada calon investor bahwa dianggap sebagai pemberian potongan harga saham perdana yang artinya perusaaan memiliki kondisi keuangan yang kuat untuk memulihkan kerugian atas penjualan saham perdananya.

Penelitian tentang fenomena di Indonesia sudah banyak dilakukan, termasuk meneliti faktor*faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena underpricing, tak terkecuali yang disebabkan oleh tata kelola perusahaan (

). Hasil yang diperoleh dari penelitian terdahulu diperoleh hasil yang tidak konsisten, sehingga perlu dilakukan peneliian kembali guna membuktikan secara empiris pengaruh terhadap tingkat

Tata kelola perusahaan yang baik atau adalah salah satu syarat untuk menciptakan pasar modal yang berkualitas, bahkan tata kelola perusahaan juga dinilai menjadi salah satu hal yang mempengaruhi tingkat pada IPO, karena dapat memancing timbulnya asimetri informasi yang dapat berdampak pada terjadinya . diartikan sebagai struktur yang diterapkan perusahaan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam rangka meningkatkan nilai pemegang saham (Sidharta dan Cynthia, 2003 dalam Sari, 2010). Penerapan saat ini menjadi fokus perhatian para

dalam lingkungan bisnis hampir di setiap pasar saham di seluruh dunia.

(4)

Dalam kasus , mekanisme dapat digunakan untuk mengatasi yang timbul akibat adanya asimetri informasi yakni dengan melakukan monitoring baik secara internal maupun eksternal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam tata kelola perusahaan yang baik pemisahan struktur dewan komisaris dan direksi serta proporsi struktur kepemilikan dinilai menjadi salah satu faktor penting. Hal ini dinilai dapat mempengaruhi asimetri informasi yang akan berdampak pada harga saham perusahaan di pasar modal.

Adanya pengawasan melalui struktur dewan melalui (jumlah Dewan Direksi) dan (proporsi Dewan Komisaris Independent) dan struktur kepemilikan melalui proporsi Kepemilikan Manajemen yang optimal merupakan salah satu sinyal bahwa perusahaan dalam pengawasan yang baik dan kinerja kualitas perusahaan yang baik (Yatim, 2011) sehingga informasi ini memicu pasar untuk menetapkan harga yang tinggi terhadap saham*saham tersebut, tidak terkecuali dalam IPO dan pada akhirnya akan mengurangi fenomena . Dari penjelasan*penjelasan tersebut menunjukkan bukti bahwa mekanisme

memiliki pengaruh terhadap fenomena .

Penelitian terdahulu, Rahmida (2012) serta hasil penelitian Sasongko dan Juliarto (2014) menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap , sementara Mnif, 2010); Auliya dan Januarti (2015) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh terhadap tingkat g.

Hubungan Jumlah Dewan Komisaris Terhadap Underpricing

Adanya dewan komisaris dalam struktur dewan perusahaan, pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan lebih efektif, bahkan menurut Dalton et al (1999) dan Coles et al (2008) mengatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar pada perusahaan yang sudah kompleks akan memberi keuntungan kepada perusahaan, dimana dewan komisaris yang pastinya memiliki banyak pengalaman dan keahlian bisa memberikan banyak masukan dan arahan bagi perkembangan perusahaan. Hal ini akan memberikan sinyal positif atas kualitas perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat menarik calon investor potensial. Dalam hal perusahaan melakukan proses IPO, maka perusahaan tidak akan pernah menetapkan harga saham perdana yang rendah karena pasar pasti akan berani membeli saham perusahaan yang berkualitas baik dengan harga yang tinggi.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jumlah Dewan Komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap , seperti pada penelitian Rahmida (2012), Darmadi dan Gunawan (2013), Sasongko dan Juliarto (2014) dan Auliya dan Januarti (2015), sementara penelitian Yatim (2011) mengarah pada hasil yang berkebalikan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis pertama dapat dirumuskan sebagai berikut :

(5)

peluncuran saham perdana (IPO), harga yang ditetapkan perusahaan dan harga yang dapat diterima pihak investor potensial akan tinggi sehingga mengurangi .

Hasil penelitian terdahulu menemukan adanya pengaruh signifikan antara dan (Mnif, 2010) bahkan penelitian Auliya dan Januarti (2015) dan Lin dan Chuang (2011) juga menunjukkan hal yang sama pada pasar di Taiwan. Sementara penelitian dari Sasongko dan Juliarto (2014), Rahmida (2012) dan Yatim (2011) menunjukkan hasil yang sebaliknya, dimana tidak adanya pengaruh antara proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap . Berdasarkan uraian diatas, hipotesis kedua dapat dirumuskan sebagai berikut :

Leland dan Pylc (1977) menyatakan bahwa investor rasional akan memperhitungkan besarnya proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajerial sebagai sinyal berharga yang mencerminkan nilai perusahaan. Penurunan dalam proporsi kepemilikan saham dari pemilik lama yang ditujukan oleh penawaran saham baru kepada investor luar melalui proses IPO merupakan sinyal negatif yang pada akhirnya akan menurunkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang menurun akan berimbas pada turunnya penilaian pasar terhadap kualitas perusahan dan akhirnya pasar akan menetapkan harga saham yang rendah terhadap perusahaan tersebut, khususnya harga pada saat IPO sehingga terjadi . Kondisi sebaliknya semakin tinggi persentase saham yang dimiliki pihak manajerial, merupakan sinyal positif bagi pasar, karena pasar dianggap dapat mengelola perusahaan dengan baik sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan karena menyangkut kesejahteraanya sebagai pemilik perusahaan sejak belum dilakukannya IPO (Agulina, 2014).

Disisi lain, prosentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang tinggi (mayoritas) memiliki kekuatan untuk memutuskan penetapan harga penawaran saham perdana dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jika penetapan harga saham perdana diputuskan dengan harga rendah, maka akan sangat besar kemungkinan terjadi dan sebaliknya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan manajerial terhadap .

Hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan untuk melihat pengaruh proporsi kepemilikan manajerial terhadap seperti yang dilakukan oleh Agulina (2014) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap . Namun, hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian Kurniasih dan Arif (2008), Sasongko dan Juliarto (2014), serta Auliya dan Januarti (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis ke*3 dapat dirumuskan sebagai berikut :

!" # $ %&!&'$

# # (

Prosedur penetapan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling di mana sample diambil dari perusahaan*perusahaan yang tedaftar di BEI sebanyak 124 perusahaan, dimana perusahaan tersebut melakukan IPO sekaligus mengalami fenomena selama periode 2010*2014 yang pada akhirnya diperoleh sampel sebanyak 39 perusahaan.

(6)

a. Fenomena Underpicing (UP) dengan menghitung nilai Initial Return (IR) dengan membandingkan antara harga saham pada penawaran perdana (IPO) dan harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder yang diperoleh dari

b. Jumlah Dewan Komisaris (DK), Proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI) dan Proporsi Kepemilikan Manajerial (KM) dihitung dengan menjumlah dewan komisaris yang ada dalam sebuah perusahaan diperoleh dari laporan tahunan emiten melalui website dari perusahaan yang bersangkutan.

Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

! ) " # *

Underpricing Selisih positif antara harga saham pada hari pertama penutupan (closing price) pada pasar sekunder dibagi dengan harga penawaran perdana / IPO (offering price) yang dihitung melalui besaran Initial Return

= 1 − 00 100%

IR : initial return

Pt0 : harga penawaran perdana Pt1: harga penutupan (closing

price) pada hari pertama di secondary market

Dewan Komisaris (X2) Jumlah dewan komisaris yang ada dalam sebuah perusahaan yang melakukan IPO (Vafeas, 2000) dalam (Rahmida, 2012). Dewan Komisaris

Independen(X1)

Jumlah dewan komisaris independen pada struktur organisasi sebuah perusahaan yang

Persentase kepemilika saham oleh pihak manajemen yang terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan dibanding total seluruh saham yang beredar di pasar.

(Kurniasih dan Santoso, 2008).

ℎ ℎ

Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan aplikasi SPSS Versi 20,00untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah statistik deskriptif dari data dalam penelitian ini :

Tabel 2 : Statistik Deskriptif

Sumber : Hasil output SPSS 20.0 yang telah diolah

(7)

+ '

Sebelum melakukan reg si berganda maka data perlu melewati uji asumsi klasik, yang secara keseluruhan diperoleh bahwa data sudah lulus uji klasik (Tabel 3), yaitu :

, + $

Dengan uji ! " #! $diperoleh nilai Asymp. Sig. sebesar 0,60 yang lebih besar dari 0.05 yang berarti data berdistribusi normal

, +

Dilihat dari nilai atau% & (VIF), disimpulkantidak adanya multikolinearitas karena nilai ≥ 0,10 atau nilai VIF ≤ 10

, + '

Uji Autokorelasi yang dinilai dari Durbin*Watson sebesar 1,93 menunjukkan bahwa data terbebas dari autokorelasi

-, +

Uji Heteroskedastisitas yang dinilai dengan uji White menunjukkan bahwa nilai probabilitas ( # ' ) besar 0,065 (yang lebih tinggi dari 0,05) menunjukkan bahwa data tidak mengandung masalah heteroskedastisitas

Tabel 3 Rekap Hasil Uji Klasik

Kolmogorov-Smirnov Z ,766

Asymp. Sig. (2-tailed) ,600

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

(Constant)

DKI ,885 1,130

DK ,827 1,209

KM ,891 1,123

Durbin-Watson 1,935

Probablitias (chi-square) pada Uji White 0, 065 Sumber : Hasil olahan SPSS

' . % /

Setelah lulus uji klasik, maka analisis regresi berganda dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis secara parsial ataupun simultan. Hasil uji hipotesis dapat dilihat dari tabel 4 :

Tabel 4 : Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 0,187 0,178 1,053 0,300

DKI 0,681 0,357 0,293 1,907 0,065

DK -0,048 0,021 -0,354 -2,227 0,032

KM 0,011 0,146 0,012 0,078 0,938

Sumber : Hasil Olahan SPSS versi 20.00

Dari tabel 3 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

(8)

& # . 1. Nilai Konstanta

Nilai konstanta sebesar 0,187 menunjukkan bahwa jika variable*variabel independen yaitu dewan komisaris independen (DKI), Jumlah Dewan Komisaris (DK), jumlah Dewan Komisaris Independen (DKI) serta Perssentase Kepemilikan Manajerial (KM) nilainya tetap (konstan) maka nilai Initial Return*nya akan sebesar 0,187%

2. Jumlah Dewan Komisaris (DK)

Berdasarkan persamaan regresi diatas diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel jumlah dewan komisaris (DK) adalah bernilai sebesar *0,048. Hal ini menunjukkan bahwa jika ada penambahan 1 orang dewan komisaris (DK), maka Initial Return akan berkurang sebesar 0,048% yang artinya dengan menambah 1 orang dewan komisaris akan menurunkan tingkat sebesar 0,048%. Semakin banyak jumlah Dewan Komisaris yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin baik pengawasan yang ada di perusahaan, yang akhirnya akan membuat pasar bereaksi secara positif yang pada akhirnya akan membuat harga saham perusahaan menjadi naik.Jika perusahaan sedang melakukan IPO, maka harga saham yang terbentuk saat IPO bisa ditetapkan sedikit tinggi sehingga fenomena bisa dihindari. Hingga hubungan antara jumlah Dewan Komisaris dan fenomena berjalan secara berbanding terbalik. Teori ini sejalan dengan hasil yang dilakukan dalam penelitian ini, dimana jumlah Dewan Komisaris semakin banyak akan mengurangi terjadinya pada IPO. 3. Dewan Komisaris Independen (DKI)

Berdasarkan persamaan regresi diatas bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel Dewan Komisaris Independen (DKI) bernilai sebesar 0,681. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan proporsi jumlah Dewan Komisaris Independen (DKI) sebesar 1%, maka akan bertambah sebesar 0,681% yang artinya dengan menambah 1% proporsi jumlah Dewan Komisaris Independen akan meningkatkan tingkat sebesar 0,681%.

4. Kepemilikan Manajerial

Berdasarkan persamaan regresi diatas bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel Kepemilikan Manajerial (KM) bernilai 0,011. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan 1% proporsi saham yang dimiliki oleh pihak manajerial (KM) dibanding jumlah keseluruhan saham yang beredar, maka Initial Return akan bertambah sebesar 0,011% atau dengan kata lain dengan menaikkan 1% proporsi kepemilikan saham oleh pihak Manajerial akan meningkatkan tingkat

sebesar 0,011%

Hasil uji hipotesis penelitian ini diperoleh seperti pada tabel 5 dan 6 di bawah ini :

Tabel 5 :Hasil Uji Parsial

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1(Constant) 0,187 0,178 1,053 0,300

DK *0,048 0,021 *0,354 *2,227 0,032

DKI 0,681 0,357 0,293 1,907 0,065

KM 0,011 0,146 0,012 0,078 0,938

(9)

Dari tabel 5 di atas terlihat bahwavariasi fenomena hanya dipengaruhi oleh naik*turunnya jumlah Dewan Komisaris (DK) yang dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,032 yang kurang dari 0,05 sementara variabel proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI) dan proporsi Kepemilikan Manajerial (KM) tidak mempengaruhi variasi fenomena dilihat dari nilai signifikansi yang lebih dari 0,05 yaitu 0,065 untuk proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI) dan 0,938 untuk proporsi Kepemilikan Manajerial (KM).

Tabel 6 : Hasil Uji Simultan

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression ,499 3 ,166 4,286 ,011b

Residual 1,357 35 ,039

Total 1,856 38

Sumber : Hasil olahan Output SPSS versi 20

Dari hasil uji F (untuk melihat pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen) menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,011 yang lebih kecil dari nilai 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama*sama semua variabel independen dapat mempengaruhi variasi fenomena yang dinyatakan dengan .

Sementara hasil uji koefisien derterminasi seperti pada tabel 7 berikut :

Dari tabel 7 di atas menunjukkan bahwa hanya sekitar 20,6% variasi fonemana dipengaruhi oleh variabel jumlah Dewan Komisaris (DK), proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI) dan proporsi Kepemilikan Manajerial (KM), sementara sebesar 79,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ditiliti dalam dalam penelitian ini seperti komite audit, ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas dan reputasi .

# /' '('$

# 0

Hasil perhitungan empiris dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah Dewan Komisaris berpengaruh terhadap yang ditandai dengan semakin besar jumlah dewan komisaris dalam sebuah perusahaan maka akan menurunkan tingkat saat perusahaan tersebut melakukan IPO.Keberadaan dewan komisaris dalam jumlah yang optimal dalam perusahaan dapat meningkatkan pengawasan yang lebih efektifterhadap kinerja perusahaan sehingga dapat mengurangi

serta asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham.

Jumlah Dewan komisaris yang optimal juga dapat dijadikan sinyal calon investor potensial menilai perusahaan telah dikelola dengan baik melalui pengawasan yang lebih efektif dimana perusahaan akan bertindak adil untuk kepentingan prinsipal dan bukan hanya semata untuk kepentingannya sendiri. Selain itu Dewan Komisaris akan menurunkan munculnya atau informasi*informasi yang berlebihan, sehingga hal ini akan memancing reaksi pasar yang positif dimana pasar

Tabel 7 : Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model R R Square Adjusted R Square

(10)

akan lebih percaya akan informasi*informasi yang tersebar di pasar berhubungan dengan yang dilakukan perusahaan, dimana informasi yang baik akan membentuk harga saham perusahaan menjadi lebih tinggi. Jika perusahaan sedang melakukan IPO, maka harga saham yang terbentuk saat IPO bisa ditetapkan sedikit tinggi sehingga fenomena bisa dihindari. Hingga dapat dikatakan bahwa besarnya jumlah Dewan Komisaris dapat mempengaruhi terjadinya .

Hasil pengujian empiris pada penelitian ini menunjukkan bahwa benar ada pengaruh jumlah Dewan Komisaris dengan fenomena . Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rahmida (2012), Darmadi dan Gunawan (2013), Sasongko dan Juliarto (2014) yang menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap . Di sisi lain hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Santoso (2008), Yatim (2011), Auliya dan Januarti (2015) dan Purwanto (2015) yang menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap . Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya dewan komisaris independen dalam perusahaan tidak mempengaruhi pada saat perusahaan melakukan IPO. Tidak berpengaruhnya dewan komisaris independen dalam perusahaan terhadap saat perusahaan melakukan IPO diduga dapat dikarenakan investor menilai keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia masih belum cukup efektif, investor menilai perusahaan akan lebih efektif apabila diawasi oleh dewan komisaris yang lama yang lebih mengetahui mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya dibandingkan dengan dewan komisaris independen yang notabenenya merupakan pihak eksternal perusahaan. Hal lain yang dapat mendasari hasil penelitian ini yang menyebabkan dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap , kemungkinan dibentuknya dewan komisaris independen dalam perusahaan diduga hanya untuk memenuhi kebijakan yang dibentuk oleh BAPEPAM sehingga keberadaan dewan komisaris independen dalam perususahaan dinilai kurang efektif oleh calon investor. Sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan dewan komisaris independen tidak dapat mempengaruhi

pada saat perusahaan melakukan IPO.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmida (2012), Sasongko dan Juliarto (2014), serta Purwanto . (2015) yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Auliya dan januarti (2015) yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh terhadap

(11)

saham perdana pada saat RUPS. Sehingga hanya pihak yang memiliki porsi saham yang tinggi yang memiliki kekuatan untuk memasukkan kepentingannya serta dapat mempengaruhi kebijakan pengambilan keputusan penetapan harga penawaran saham perdana, kondisi tersebut menunjukan bahwa kepemilikan manajerial tidak dapat mempengaruhi pada saat perusahaan melakukan IPO.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Kurniasih dan Santoso (2008), Sasongko dan Juliarto (2014), serta hasil penelitian Auliya dan Januarti (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap . Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Arif (2008) yang berpengaruh tetapi tidak signifikan dan Agulina (2014) bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap

(& #+%'$

Dari hasil perhitungan empiris 39 emiten terdaftar di BEI yang melakukan IPO sekaligus mengalami , dapat disimpulkan bahwa ternyata hanya jumlah Dewan Komisaris yang mempengaruhi variansi fenomena . Sehingga jika perusahaan melakukan IPO untuk mencari sumber*sumber dana yang sangat dibutuhkan untuk ekspansi usaha maka agar dana yang dapat dikumpulkan optimal maka disarankan untuk tidak meremehkan jumlah Dewan Komisaris yang dimiliki, sementara proporsi Dewan Komisaris Independen dan proporsi Kepemilikan Manajerial cukup hanya pada ukuran yang ditetapkan regulasi agar dipenuhi. Sementara itu juga faktor lain masih bisa dipertimbangkan seperti komite audit, ukuran perusahaan, profitabilitas dan reputasi underwriter karena underwriter adalah salah satu pihak penentu penetapan harga saham saat IPO.

'0!'. #+(!' '

Aini, Shoviyah Nur. 2013. Faktor*Faktor yang Mempengaruhi Saham Pada

Perusahaan IPO di BEI Periode 2007*2011. ( ) * , Vol.1, No. 1, Hal.

89.

Ali Syaiful, Hartono dan Jogiyanto. 2003. Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi terhadap

Tingkat Saham Perdana. ( + . Vol 6: 41*53.

Auliya, R., dan Januarti, I., 2015, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap

Tingkat Underpricing IPO. ! , - ,

. /001#/0234 Thesis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

Coles, J. L., Daniel, N. D. and Naveen, L. 2008. Boards: Does one size fit all? (

& , , 87, 329*356.

Darmadi, S., and Gunawan, R, 2012. Underpricing, Board Structure, and Ownership : An

Empirical Examination of Indonesian IPO firm. !! 5 , ( , pp. 1*36

Dalton, D.R., Daily, C.M., Ellstrand, A.E. and Johnson, J.L. 1999. Number of directors and

Financial performance: a meta*analysis, . + ) ( , Vol. 42 No.

6,pp. 674*686.

Handayani, Sri Retno. 2008. Analisis Faktor*Faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada

Penawaran Umum Perdana. . . Program Pascasarjana Magister Manajemen.

(12)

Handono, Dora Bunga Roostarica. 2010. Analisis Faktor*Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Underpricing Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia. ! . Universitas Pasundan.

Bandung.

Jensen, M., and Meckling, W. 1976. Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency Cost

and Ownership Structure. ( & , , Vol. 3(4). pp. 350*360

Johnson, 2013. Analisis Faktor*Faktor yang Memperngaruhi Underpricing Harga Saham IPO Perusahaan yang Terdaftar di BEI”, Skripsi

Kurniasih, Lulus dan Arif. L.S. 2008. Bukti Empiris Fenomena Underpricing dan Pengaruh

Mekanisme Corporate Governance ( , " , Vol. 8, No. 1,

Hal.1–15

Leland, H.E., and Pyle, D.H. 1997. Informational Asymmetries, Financial Structure, and

Financial Intermediation, . ( & , Vol. XXXII(2). Pp. 371*387

Lin C.P., and Chuang, C.M, 2011. Principal*pricipal Confilcts and IPO Pricing in an

Emerging Economy. 6 + , Vol. 19(6), pp. 585*

600.

Mnif Anis, 2010. Broad of Directors and The Pricing of Initial Public Offerings : Does The Exixtence of A Properly Structure Board Matter? Evidence From France. France : La place de la dimension européenne dans la Comptabilité Contrôle Audit, Strasbourg

Prastiwi, A., dan Kusuma, 2001. Analisis Kinerja Surat Berharga setelah Penawaran Perdana

(IPO) di Indonesia. ( , - , Vol. 16(2). pp 177*187

Purwanto, Sri Wahyu Agustiningsih, Salman Faris Insani, dan Budi Wahyono. 2015.

Fenomena Underpricing pada Perusahaan yang di Indonesia. , - 7

" , 3 (1): hal. 22*43.

Rahmida, A.R. 2012. Pengaruh Karateristik Dewan Komisaris, Keberadaan Komite Audit, Kualitas Auditor Eksternal, dan Monitoring Bank terhadap Underpricing saat Initial Public Offering. . Magister Manajemen Universitas Indonesia. Hal 1*11.

Samsul, Mohammad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.

Sari, Ardhini Yuma. 2010. Analisis Faktor*Faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada

Penawaran Umum Perdana. ! Program Sarjana Fakultas Ekonomi.Universitas

Diponegoro

Sasongko, Bangkit. 2014. Analisis Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Terhadap Tingkat

Underpricing Penawaran Umum Perdana Saham. 8 ( + ,

Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 1*1.

Suyatmi dan Sujadi, 2006. Faktor*Faktor yang MempengaruhiUnderpricing pada Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta. - , Vol. 10, No.1.

Williamson, O.E. 1985. The Economic Institutions of Capitalism, The Free Press, New York, NY.

Yatim, 2011. Underpricing and Board Structures : An Investigation of Malaysian Initial

Public Offering (IPOs). + + ) ( + & ,

Gambar

Tabel 2 : Statistik Deskriptif  N Min Max Mean
Tabel 3 Rekap Hasil Uji Klasik
Tabel 5 :Hasil Uji Parsial
Tabel 6 : Hasil Uji Simultan

Referensi

Dokumen terkait

The results of Tobit regression analysis including variables representing both farmers' perceptions, as well as farm and farmer characteristics, were found to be important

P roses untuk memperoleh CSPO ini memerlukan upaya dan kerja keras dari seluruh jajaran pimpinan dan karyawan BSP dalam melaksanakan pengelolaan perkebunan kelapa sawit

Sistem JPKM ini merupakan sistem asuransi bagi keluarga mampu sehingga kedepan diharapkan akan mengurangi beban Pemerintah daerah Kabupaten Polewali Mandar di bidang kesehatan

[r]

Penulisan skripsi yang berjudul PERANCANGAN SISTEM IPTV DALAM JARINGAN INTRANET BINUS DENGAN PEMANFAATAN EMBEDDED SYSTEM diselesaikan sebagai syarat menyelesaikan jenjang

Perkatikum ini dilakukan dengan membuat 1 buah pot yang di isi tanah, pot ini gundul hanya berisi tanah dan sama sekali tidak ada akar tumbuhan maupun sisa

Dasar utama penyusunan peran urusan pemerintahan yang me pilihan, yang pengurusan dan baru, meskipun tidak berarti dibentuk ke dalam organisasi te Struktur organisasi ini

Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada h a ri: Sabtu tanggal 27 Juni 2009 yang bertepatan