ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C PADA AGROINDUSTRI KECAP
(Studi Kasus pada Perusahaan Kecap di Kabupaten Pangandaran)
Oleh:
Ani Handiani 1, Dedi Herdiansah S 2, Cecep Pardani3
1,2,3
Fakultas Pertanian Universitas Galuh
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) besarnya rata-rata biaya yang dikeluarkan, rata-rata penerimaan, serta rata-rata pendapatan yang diperoleh perusahaan kecap di Kabupaten Pangandaran per satu bulan proses produksi, (2) besarnya rata-rata R/C pada perusahaan kecap di Kabupaten Pangandaran per satu bulan proses produksi. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, dinas dan instansi terkait. Jumlah responden sebanyak 3 pengusaha kecap yang diperoleh secara sensus. Analisis yang digunakan adalah biaya, penerimaan, pendapatan, dan R/C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Rata-rata biaya total agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran dalam satu bulan proses produksi adalah sebesar Rp 39.256.802,07 sedangkan rata-rata penerimaannya adalah sebesar Rp 51.653.333,33. Sehingga rata-rata pendapatan yang diperoleh agroindustri kecap adalah Rp 12.396.531,26 per satu bulan proses produksi. 2) Rata-rata R/C dalam satu bulan proses produksi adalah 1,31 yang berarti setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,31 sehingga memperoleh pendapatan sebesar Rp 0,31. Nilai R/C yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran layak diusahakan dan menguntungkan.
Kata Kunci: Agroindustri kecap, Kabupaten Pangandaran, R/C
PENDAHULUAN
Pengembangan agroindustri diyakini akan memberikan dampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Perekonomian Indonesia sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin berada pada sektor ini, khususnya pertanian (Yorin, 2009).
Sektor industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan tulang punggung perekonomian nasional dan sumber penghidupan sebagian besar rakyat Indonesia. Kebutuhan tenaga kerja terapan merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan agroindustri untuk menghadapi tantangan masa depan berupa era globalisasi dan perdagangan bebas (Mangunwidjaja dan Saliah, 2009).
Agroindustri berbasis pangan lokal memerlukan bahan baku berupa hasil pertanian yang berasal dari produksi setempat akan mempermudah produsen agroindustri memperolehnya, serta kontinuitas pasokan bahan baku sangat diperlukan agar agroindustri bisa beroperasi sepanjang tahun (Mangunwidjaja dan Saliah, 2009).
Salah satu bentuk agroindustri yang berkembang di Indonesia adalah di bidang pangan, diantaranya yaitu agroindustri yang berbahan dasar kedelai dan
salah satu produk turunannya adalah kecap. Menurut Haryoto (2008), kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau khas, rasa manis atau asin dan dapat mempersedap masakan.
Kecap merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Pangandaran. Total produksi kecap selama tahun 2015 yaitu sebesar 21.507 liter dengan kapasitas produksi sebesar 1.792,25 liter per bulan (Dinas Pariwisata Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Pangandaran, 2016).
Tujuan akhir dari setiap perusahaan adalah mempertahankan dan memaksimalkan keuntungan (laba). Perolehan keuntungan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: volume produksi, harga jual dan biaya. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat pendapatan yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, volume penjualan juga mempengaruhi volume produksi, sedangkan
volume produksi akan mempengaruhi biaya
(Anggrayni, 2009).
produksi atau (revenue cost ratio) dengan kriteria
semakin tinggi nilai R/C, maka usaha tersebut akan
semakin menguntungkan dan layak untuk
diusahakan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan penulis tertarik untuk mengetahui besarnya rata-rata biaya yang dikeluarkan, rata-rata penerimaan dan rata-rata pendapatan yang diperoleh, serta rata-rata R/C pada perusahaan kecap di Kabupaten Pangandaran per satu bulan proses produksi.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada Perusahaan Kecap di Kabupaten Pangandaran. Menurut Nazir (2011), studi kasus merupakan suatu penelitian yang bersifat mendalam mengenai suatu karakteristik tertentu dari objek penelitian.
Operasionalisasi Variabel
1. Satu bulan proses produksi adalah selama 26 hari produksi.
2. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang digunakan untuk memproduksi kecap yang dianalisis selama satu bulan proses produksi, dinyatakan dengan rupiah (Rp) yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
3. Penerimaan merupakan jumlah total produksi dikalikan dengan harga jual per satu satuan produksi, dinilai dalam satuan rupiah (Rp) per satu bulan proses produksi.
4. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi total yang dikeluarkan dan dinilai dalam satuan rupiah (Rp) per satu bulan proses produksi.
5. R/C merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya usaha.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang akan diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pengusaha kecap yang berada di Kabupaten Pangandaran, yang disertai dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder yaitu data yang akan diperoleh dari studi pustaka, Dinas Pariwisata Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Pangandaran, BPS, serta dari instansi lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel dilakukan secara sensus, yaitu dengan mengambil seluruh unit usaha agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran, yaitu perusahaan kecap Cap Ayam, kecap Cap Jago dan kecap Teu Sangka. Menurut Supranto (2008), sensus adalah cara pengumpulan data apabila
seluruh elemen populasi diselidiki satu per satu. Sedangkan Arikunto (2006) menyatakan bahwa jika jumlah populasi kurang dari 100, akan lebih baik jika diambil secara keseluruhan, dan penelitian ini disebut juga dengan penelitian populasi.
Rancangan Analisis Data
1. Untuk menghitung besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran, digunakan alat analisis TFC :Total Fixed Cost (biaya tetap total) TVC : Total Variable Cost (biaya variabel
perusahaan kecap di Kabupaten Pangandaran, digunakan alat analisis menurut Suratiyah (2006) sebagai berikut:
Jika R/C = 1, maka kegiatan usaha tidak untung dan tidak rugi (impas).
Jika R/C < 1, maka kegiatan usaha tidak menguntungkan.
Tempat dan Waktu Penelitian
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Agroindustri Kecap
Agorindustri kecap yang ada di Kabupaten Pangandaran yang diproduksi oleh 3 (tiga) perusahaan kecap yang secara umum diproses dalam beberapa tahapan, seperti yang diuraikan sebagai berikut:
a. Bahan-bahan: 1. Kedelai hitam 2. Gula kelapa
3. Garam
4. Penyedap rasa
5. Air
b. Proses pembuatan: 1. Pencucian
Kedelai hitam kemudian dicuci dengan air yang mengalir. Pencucian bertujuan menghilang kotoran dan tanah yang masih menempel pada biji.
2. Perebusan
Biji kedelai hitam yang telah dicuci kemudian direbus selama ± 360 menit atau sampai biji lunak. Tujuannya agar memperoleh biji kedelai hitam yang lunak dan kulitnya mudah dikupas.
3. Penjemuran
Setelah direbus, biji kedelai hitam dijemur sampai kering. Lamanya waktu penjemuran tergantung pada sinar matahari karena pengeringan dilakukan secara alami.
4. Fermentasi
Setelah mendapatkan kedelai hitam kering, kemudian kedelai hitam dirontokkan dan direndam pada air garam selama ± 13 hari.
5. Pemasakan
Air fermentasi larutan garam dengan biji kedelai hitam disaring dan diolah dengan gula merah
sambil terus dilakukan pengadukan supaya adonan
kecap tidak menggumpal. Tidak lupa masukan penyedap rasa kedalam adonan kecap yang sedang diolah tersebut. Proses pemasakan tersebut membutuhkan waktu selama ± 120 menit.
6. Pengemasan
Kecap yang telah jadi kemudian didinginkan selama 24 jam. Setelah itu dapat dilakukan pengemasan pada kecap. Pengemasan dilakukan dengan pengisian kecap kedalam botol kaca dan diberi label kemasan.
Analisis Usaha Agroindustri Kecap di Kabupaten Pangandaran 1. Biaya Total
Biaya yang digunakan dalam usaha agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran meliputi biaya tetap yang terdiri dari PBB, penyusutan alat, biaya perizinan dan bunga modal tetap, serta biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku yang berupa biji kedelai, bahan penunjang seperti gula merah, garam dan penyedap rasa, biaya-biaya lain seperti tenaga kerja dan transportasi, serta bunga modal variabel, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Biaya Total pada Usaha Agroindustri Kecap di Kabupaten Pangandaran dalam Satu Bulan Proses Produksi
No. Responden Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp)
Biaya Total (Rp)
1 1.050.206,89 48.551.698,18 49.601.905,07
2 1.570.036,82 45.954.190,59 47.524.227,41
3 993.478,96 19.650.794,77 20.644.273,72
Jumlah 3.613.722,67 114.156.683,53 117.770.406,20
Rata-rata 1.204.574,22 38.052.227,84 39.256.802,07
2. Penerimaan
Penerimaan yang diperoleh dari ketiga pengusaha kecap di Kabupaten Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Penerimaan pada Usaha Agroindustri Kecap di Kabupaten Pangandaran dalam Satu Bulan Proses Produksi
No. Resp. Volume (botol) Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1 4.680 14.000,00 65.520.000,00
2 4.160 15.000,00 62.400.000,00
3 2.080 13.000,00 27.040.000,00
Jumlah 10.920 42.000,00 154.960.000,00
Rata-rata 3.640 14.000,00 51.653.333,33
Berdasarkan pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi yang dihasilkan agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran yaitu sebanyak 10.920 botol dengan harga jual setiap agroindustri berbeda-beda, dari yang berharga Rp 13.000,00 per botol sampai Rp 15.000,00 per botolnya. Total penerimaan yang diperoleh pengusaha kecap di Kabupaten Pangandaran dalam satu bulan produksi sebesar Rp 154.960.000,00 dengan rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 51.653.333,33.
3. Pendapatan dan R/C
Pendapatan bersih yang diterima pengusaha kecap di Kabupaten Pangandaran yaitu dengan mengurangkan penerimaan yang diperoleh dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Sedangkan untuk mengetahui kelayakan usaha pada agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran digunakan analisis R/C yang merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya total.
Besarnya pendapatan dan rata-rata R/C agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C pada Usaha Agroindustri Kecap di Kabupaten Pangandaran dalam Satu Bulan Proses Produksi
No. Resp Penerimaan (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp) R/C
1 65.520.000,00 49.601.905,07 15.918.094,93 1,32
2 62.400.000,00 47.524.227,41 14.875.772,59 1,31
3 27.040.000,00 20.644.273,72 6.395.726,28 1,31
Jumlah 154.960.000,00 117.770.406,20 37.189.593,80 -
Rata-rata 51.653.333,33 39.256.802,07 12.396.531,26 1,31
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa total pendapatan yang diterima pengusaha kecap di Kabupaten Pangandaran mencapai Rp 37.189.593,80 dengan rata-rata pendapatannya sebesar Rp 12.396.531,26. Sedangkan untuk rata-rata R/C agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran diperoleh nilai sebesar 1,31 yang berarti setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,31 sehingga memperoleh pendapatan sebesar Rp 0,31. Nilai R/C yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran layak diusahakan dan menguntungkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata biaya total agroindustri kecap di Kabupaten Pangandaran dalam satu bulan proses produksi adalah Rp 39.256.802,07 sedangkan rata-rata penerimaannya adalah Rp 51.653.333,33. Sehingga rata-rata pendapatan yang diperoleh agroindustri kecap adalah Rp 12.396.531,26 per satu bulan proses produksi.
2. Rata-rata R/C dalam satu bulan proses produksi adalah 1,31. yang berarti setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,31 sehingga memperoleh pendapatan sebesar Rp 0,31. Nilai R/C yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa
agroindustri kecap di Kabupaten
Pangandaran layak diusahakan dan
Saran
Saran yang dapat diberikan setelah mengetahui pengalaman usaha dari setiap pengusaha kecap yang berada di Kabupaten Pangandaran yaitu untuk bisa mempertahankan
usahanya, maka para pengusaha dapat
memanfaatkan teknologi dalam proses
produksinya.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan pendapatan pada agroindustri kecap, maka limbah kecap yang dihasilkan dari proses produksi harus dimanfaatkan menjadi suatu produk baru yang bisa dikenal dan diminati oleh masyarakat. Karena selama ini, limbah kecap yang dihasilkan perusahaan-perusahaan kecap di Kabupaten Pangandaran tidak termanfaatkan dengan baik. Limbah tersebut dibuang tanpa memperhatikan pendapatan yang akan diterima..
DAFTAR PUSTAKA
Anggrayni, Y. 2009. Analisis BEP Sebagai Alat Perencanaan Laba pada UD Mulya Jaya. Universitas Gunadarma. Bekasi.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Dinas Pariwisata Perindustrian Perdagangan
Koperasi dan UMKM Kabupaten
Pangandaran. 2016. Potensi Industri di Kabupaten Pangandaran 2015. Disparperindagkop dan UMKM Kabupaten Pangandaran. Pangandaran.
Haryoto. 2008. Kecap Benguk. Kanisius. Yogyakarta.
Mangunwidjaja, D dan Saliah, I. 2009. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Bogor.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.
Rahim, A. dan Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Supranto, J. 2008. Statistik (teori dan aplikasi).
Erlangga. Jakarta.
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yorin. 2009. Prospek Agroindustri.