• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS DAN COD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS DAN COD"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS

DAN COD

Pamilia Coniwanti*, Indah Desfia Mertha, Diana Eprianie

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak

Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar yang mengandung bahan organik yang tinggi sehingga dibutuhkan pengolahan limbah yang memadai. Dalam upaya mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh limbah cair, maka proses pengolahan limbah wajib dilakukan sebelum limbah tersebut dibuang ke badan perairan. Dalam penelitian ini akan dilakukan proses pengolahan limbah cair industri tahu dengan dengan gabungan proses fisik (secara agitasi) dan kimiawi (penambahan koagulan biji asam jawa, biji kelor atau aluminium sulfat) ditinjau dari kadar Chemical Oxygen Demand (COD), Turbiditas dan TSS dari limbah cair industri tahu tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis optimum penggunaan koagulan biji asam jawa adalah 3000 mg/l pada pH 4. Sedangkan dosis optimum penggunaan aluminium sulfat dan biji kelor adalah 1000 mg/l pada pH 6. Kata kunci : biji asam jawa, biji kelor, aluminium sulfat, koagulasi, limbah cair industri tahu.

Abstract

Liquid waste of tofu industry is one of pollutant sources that contains high organic matter so that it is required insufficient treatment. In an effort to overcome the problems caused by liquid waste, process of waste treatment must be done before the waste is disposed into the river. In this research would be done liquid waste treatment process of tofu industry by combining of physical processes (by agitation) and chemical process (coagulant addition of tamarind seeds, moringa seeds or aluminium sulfate) in terms of levels of Chemical Oxygen Demand (COD), Turbidity and TSS from the liquid waste of tofu industry. The results showed that the optimum dose of coagulant using tamarind seeds was 3000 mg / l at pH 4. While the optimum dose of coagulant aluminium sulfate and the use of moringa seed were 1000 mg / l at pH 6.

Keywords : tamarind seeds, moringa seeds, aluminum sulfate, coagulation, tofu industrial waste water.

1. PENDAHULUAN

Usaha tahu di Indonesia rata-rata masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan baku) dirasakan masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi. Kegiatan industri tahu di Indonesia didominasi oleh usaha-usaha skala kecil dengan modal yang terbatas. Dari segi lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertarafpendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan limbah.

Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar

padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang – kadang juga untuk menyisihkan unsur hara (nutrient) berupa nitrogen dan fosfor. Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi.

(2)

Demand (COD), Turbiditas dan TSS dari limbah cair industri tahu.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan diperoleh bahan koagulan pengolahan limbah cair yang relative murah sekaligus menambah nilai ekonomisnya, dan pada gilirannya menjadi motivasi bagi masyarakat untuk membudidayakan dan melestarikannya.

Limbah Cair Industri Tahu

Proses Pembuatan Tahu

Bahan baku pembuatan tahu adalah kacang kedelai dan air. Proses pembuatan tahu secara garis besar dapat dilihat pada skema berikut :

Limbah yang keluar dari proses pembuatan tahu terdiri dari :

1. Limbah padat berupa ampas yang keluar dari tahap penyaringan.

2. Limbah cair dari proses perendaman, pencucian, pengumpalan, dan pencetakan.

Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam

buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi.

Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak adalah yang jumlahnya paling besar. Protein mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50% dan lemak 10%. Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (Ntotal) sebesar 226,06 434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.

Dampak Limbah Industri Tahu

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik.

Proses Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi adalah proses pengolahan air/ limbah cair dengan menstabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi. Sedangkan flokulasi adalah proses pengolahan air dengan cara mengadakan kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi sehinga ukuran partikel-partikel tersebut bertambah menjadi partikel-partikel yang lebih besar.

(3)

ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa.

Koagulan

Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendap dengan sendirinya. Koagulan yang biasa digunakan dalam industri pengolahan air adalah koagulan kimia seperti tawas, polyaluminimum klorida, ferri klorida, ferri sulfat dan polymer kation. Meskipun koagulan kimia lebih efektif dari koagulan alami akan tetapi koagulan kimia dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan endapan yang sulit untuk ditangani, sehingga koagulan alami adalah salah satu alternatif yang dapat dijadikan sebagai pengganti koagulan kimia. Koagulan alami yang biasa digunakan pada umumnya berasal dari biji tanaman.

Aluminium Sulfat

Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida sesuai dengan reaksi:

Al2SO4+ 6H2O

Al (OH) 3+6 H+ SO4

2-Biji Asam Jawa

Asam Jawa (Tamaricus Indica) termasuk ke dalam suku Fabaceae. Biji asam jawa bentuknya tidak beraturan warna coklat tua atau hitam mengkilat. Biji dibagi dalam tiga bagian utama yaitu kulit biji (Spermodermis), kulit ari tali pusar (Funiculus), dan inti biji (Nukleus seminis).

Gambar 1.Biji Asam Jawa

Biji asam jawa mengandung zat aktif berupa tanin, minyak esensial dan beberapa polimer alami seperti pati, getah dan albuminoid.

A. Tanin

Tanin adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba yaitu dengan cara menghambat kerja enzim seperti selulosa, pektinase, peroksida oksidatif dan lain-lain . Menurut Sutresno (2006) fenol yang ada pada senyawa tanin dikenal sebagai asam karbol yang dalam kosentrasi tinggi dapat beracun pada bakteri dan biasanya digunakan untuk membunuh kuman.

B. Minyak Esensial

Minyak esensial (minyak aromatik) adalah kelompok minyak nabati yang wujudnya cair kental dan pada suhu ruangan akan mudah menguap sehingga akan menimbulkan aroma yang khas. Minyak ini digunakan untuk mengurangi bau yang tidak sedap .

C. Pati

Pati adalah polimer glukosa yang bergranula (butiran) dan memiliki diameter 2 mikron-100 mikron yang tersusun atas komponen-komponen polimer lurus (amilosa) yang menyusun kurang lebih 25% pati dan polimer bercabang (amilopektin).

D. Getah

Getah adalah senyawa polimer hidroksi - karbon yang dihasilkan dari koloid. Senyawa hidro karbon adalah senyawa kimia yang hanya mengandung karbon (C) dan hidrogen (H). Getah digunakan sebagai pengental, bahan pengikat, emulsifer, pensetabil, perekat, koagulan dan sebagai filter dalam industri tekstil.

E. Albuminoid

Albuminoid pada biji disebut sebagai putih lembaga yang terdapat pada jaringan cadangan makanan yang berada di sekitar embrio. Albuminoid adalah nama umum dari kelompok protein berupa larutan koloid yang berfungsi sebagai pengikat pada keracunan garam-garam merkuri dan dapat terkoagulasi atau terdenaturasi oleh panas.

Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atas D-galactose, D-glucose, dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Flokulan alami termasuk polisakarida lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan koagulan organic dan anorganik.

Biji Kelor

(4)

mentionin, arginin. Sebagai bioflokulan, biji kelor kering dapat digunakan untuk mengkoagulasi-flokulasi kekeruhan air.

Efektivitas koagulasi biji kelor ditentukan oleh kandungan protein kationik bertegangan rapat dengan molekul sekitar 6,5kdalton. Zat aktif yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4αL-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate. Prinsip utama mekanisme koagulasi adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan protein tersebut.

Dalam proses koagulasinya, biji kelor membrikan pengaruh yang kecil terhadap derajat keasaman dan konduktifitas.

Bahan koagulan dalam biji kelor adalah protein kationik yang larut dalam air. Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah +6mV. Hal ini menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif meskipun merupakan campuran heterogen yang kompleks. 2. METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan

1. Ember Penampungan Limbah 2. Jar Test

3. Beaker Gelas 4. Stopwatch 5. pH meter 6. Gelas ukur 7. Erlenmeyer 8. Kaca Arloji 9. Neraca analitis 10.Pipet ukur 11.Blender 12.Turbidimeter 13.Kertas saring 14.Oven 15.Desikator 16.COD meter

Bahan yang digunakan 1. Limbah cair Industri Tahu 2. Biji Asam Jawa

3 Biji kelor

4 Aluminium Sulfat

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terhadap berbagai

variasi pH dengan menggunakan koagulan dosis 3000 mg/l

1. Sampel limbah domestic

2. Analisa nilai turbidity untuk sampel awal limbah domestic.

3. Limbah dimasukkan ke dalam 5 buah beaker gelas dengan volume masing – masing 1000 ml

4. Pengaturan pH dengan variasi pH 4, 6,8,10 5. Penambahan koagulan biji asam jawa atau

aluminium sulfat ke dalam sampel dengan dosis tertentu (3000 mg/l untuk masing – masing biji asam jawa, aluminium sulfat, biji kelor, dilanjutkan proses agitasi dengan alat jar test

Proses koagulasi

Kecepatan agitasi : 80 rpm Waktu koagulasi : 15 menit Proses flokulasi

Kecepatan agitasi : 35 rpm Waktu flokulasi : 15 menit Proses sedimentasi

Waktu sedimentasi : 60 menit

6. Setelah sedimentasi dilakukan, analisa kembali turbidity

Prosedur peneltian dengan variasi dosis optimum koagulan terhadap nilai tubidity, TSS, COD limbah cair industri tahu

Dari analisa turbidity dan COD, maka hasil yg paling optimum dilakukan penelitian selanjutnya dengan menguji pemakaian biji asam jawa atau alum dengan dosis yang bervariasi

1. Sampel limbah domestic

2. Analisa turbidity, COD, pH dan TSS untuk sampel awal limbah domestic.

3. Limbah dimasukkan ke dalam 5 buah beaker gelas dengan volume masing – masing 1000 ml

4. Penambahan NaOH / H2SO4 sampai mencapai pH optimum

5. Penambahan koagulan biji asam jawa, biji kelor atau aluminium sulfat ke dalam sampel dengan dosis tertentu (1000, 2000, 3000, 4000, 5000 mg/l), dilanjutkan proses agitasi dengan alat jar test

Proses koagulasi

Kecepatan agitasi : 80 rpm Waktu koagulasi : 15menit Proses flokulasi

Kecepatan agitasi : 35 rpm Waktu flokulasi : 15 menit Proses sedimentasi

(5)

6. Setelah sedimentasi dilakukan, analisa kembali turbidity, COD dan TSS.

Prosedur Uji Analisa Limbah Analisa pH

1. Kalibrasi pH meter dengan cara mencelupkan elektrodanya ke dalam larutan 2. Bersihkan elektroda dengan aquadest

kemudian celupkan ke dalam sampel yang akan dianalisa

3. Ukur pH limbah, baca, dan catat nilai pH ditunjukkan dengan angka yang konstan yang tertera pada layar pH meter.

Turbidity

Alat yang digunakan untuk menganalisa turbiditas adalah turbidimeter portable 2100P. Sampel dimasukkan ke dalam botol turbidimeter dan diusahakan tidak ada gelembung udara, kemudian tabung tersebut ditempatkan pada tempat pengukuran dan dibaca nilai kekeruhan yang muncul pada layar alat.Penyisihan atau penurunan tersebut dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Penentuan Kadar Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Kertas saring dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan (B gram). Sebanyak 10 ml disaring. Kertas saring dan residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan (A gram).

Kadar zat padat tersuspensi dapat dihitung pada persamaan berikut :

Prosedur Penentuan Harga COD dengan bikhromat

1. Pembuatan Larutan Pereaksi a. Pembuatan standar primer 0,1 N

d. Ferro-1; 10 phenanthicline indicator. Larutkan 0,695 gram di dalam 100 ml aquadest, tambahkan 1,485 gram 1:10 phenanthicline mono hydrate, kocok dan biarkan hingga 2 hari agar melarut semua.

e. Ferro sulfat 0,1 N. Larutkan 27,8 gram 500 ml aquadest, tambahkan 25 ml pekat, dinginkan dan tepatkan 1 liter dengan aquadest. Larutan ini harus disimpan dalam botol berwarna dan di tempat gelap. Jika larutan ini disimpan terlalu lama, ada kecenderungan untuk teroksidasi menjadi feri sulfat. Pleh karena itu setiap melakukan penetapan COD, larutan ini harus distandarisasi dengan .

c. Pada saat campuran masih agak panas, perlahan – lahan melalui pipet berskala ditambahkan sejumlah tertentu contoh (air limbah) sambil terus digoyang hingga warna berubah dari orange kemerahan menjadi orange kehijauan. Penambahan warna muda diamati dengan membandingkan terhadap blanko

d. Tambahkan sejumlah asam sulfat pekat yang setara dengan volume contoh dikali 1,2

e. Kemudian ditambahkan 10 ml 1,25 % dan beberapa butir baru refluks dilakukan selama 2 jam minimum f. Dinginkan selama ½ jam dan bilasi

kondensor dengan aquadest. Campurkan pembilas ke dalam labu destilasi, dinginkan dengan air mengalir

(6)

akhir). Titik ekuivalen ini cukup tajam. Kerjakan titrasi blanko

3. Perhitungan COD (mg/l) =

oh Volumecont

cx b a ) 1000

( 

Dimana :

a = ml 0,1 N untuk titrasi blanko b = ml 0,1 N untuk titrasi contoh c = nurmalite 0,1 N

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Limbah

Pengaruh variasi pH terhadap nilai turbidity dan COD limbah cair industri tahu untuk penentuan pH optimum perlakuan

Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara pH terhadap nilai turbidity dan COD yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini :

Gambar 2. Pengaruh variasi pH terhadap nilai turbidity yang dihasilkan

Pada Gambar 2 terlihat bahwa pada saat penggunaan biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor pada dosis yang sama terjadi perbedaan nilai turbidity. Dengan dosis 3000 mg/l biji asam mampu menurunkan turbidity limbah cair industri tahu optimum pH 4. Hal ini berarti kerja biji asam jawa sebagai koagulan efektir pada saat pH 4. Koagulan biji asam jawa bekerja efektif pada saat pH 4 disebabkan karena kandungan asam tertarat yang terdapat pada bijinya, sehingga ion H pada asam tertarat tersebut berikatan dengan ion negatif pada partikel koloid limbah cair industri tahu membentuk suatu lapisan yang lama kelamaan akan semakin membesar yang disebut flok.

Sedangkan aluminium sulfat dan biji kelor pada saat pH 4 belum menunjukkan nilai penurunan turbiditas yang berarti. Hasil optimum aluminium sulfat dan biji kelor baru terjadi pada saat penambahan pH 6 dan 8. Hal

ini dikarenakan kisaran pH yang efektif untuk koagulasi dengan alum yakni pada pH 5,5 – 8,0, sedangkan pH yang efektif pada biji kelor yakni pada pH 6-8. Biji kelor mengandung sejenis protein yang larut dalam protein (water soluble protein) berbobot molekul rendah yang apabila dilarutkan akan menghasilkan muatan – muatan positif dalam jumlah yang banyak. Sehingga protein kationik tersebut terdistribusi ke seluruh bagian cairan limbah dan kemudian berinteraksi dengan partikel – partikel bermuatan negatif penyebab kekeruhan yang terdispersi dalam limbah cair.

Gambar 3. Pengaruh variasi pH terhadap nilai COD yang dihasilkan

(7)

Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara konsentrasi koagulan terhadap nilai turbidity dan COD pada pH 4 yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini :

Gambar 4.Pengaruh konsentrasi koagulan biji

asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap nilai turbidity limbah cair industri tahu

Pada Gambar 4 limbah cair industri tahu dengan perlakuan pH 4, dapat dilihat bahwa nilai penurunan turbidity paling optimum terjadi pada saat penambahan koagulan biji asam jawa dosis 3000 mg/l yakni sebesar 59 NTU.

Pada dosis 4000 - 5000 mg/l terjadi kejenuhan pada limbah cair industri tahu dikarenakan dosis yang berlebihan sehingga flok yang akan direduksi sudah habis dan koagulan bertindak sebagai pengotor yang menyebabkan tingkat kekeruhan meningkat. Sedangkan pada penggunaan koagulan biji kelor dan aluminium sulfat pada pH 4 dapat dilihat bahwa memang semakin besar konsentrasi koagulan yang ditambahkan pada proses koagulasi-flokulasi limbah cair industri tahu, maka nilai turbidity-nya akan semakin menurun, namun hasil yg optimum baru dicapai pada penambahan dosis koagulan 5000 mg/l. Hal ni disebabkan karena alum dan biji kelor kurang efektir bekerja pada pH 4 sehingga membutuhkan dosis koagulan lebih banyak.

Gambar 5.. Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap nilai COD limbah cair industri tahu

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada penggunaan biji kelor dan aluminium sulfat, hasil yang paling baik baru terjadi pada penambahan koagulan dosis 5000 mg/l. Hal ini disebabkan karena semakin besar ratio konsentrasi atau dosis yang ditambahkan, maka partikel – partikel tersuspensi dan senyawa organik akan diikat oleh molekul alum membentuk flok – flok. Dengan berkurangnya senyawa organik dan tersuspensi di dalam air limbah maka kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi senyawa tersebut berkurang sehingga terjadi penurunan nilai COD limbah cair industri tahu.

Pada gambar itu juga ditunjukkan hasil optimum penggunaan koagulan biji asam jawa yakni pada dosis 3000 mg/l. Hal ini berarti dengan bertambahnya dosis biji asam jawa, maka akan menyebabkan larutan semakin jenuh sehingga koagulan yang tersisa akan mengotori larutan yang ada.

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap nilai TSS limbah cair industri tahu

Hubungan antara konsentrasi koagulan dengan nilai TSS nya ditunjukkan pada grafik 4.5 diatas. Nilai penurunan TSS optimum biji kelor dan alum terjadi pada saat penambahan koagulan masing-masing dengan dosis 5000 mg/l yakni sebesar 287 mg/l dan 250 mg/l. Hal ini disebabkan karena semakin besar ratio konsentrasi atau dosis yang ditambahkan dan disertai dengan pengadukan yang homogen, maka partikel – partikel tersuspensi dan senyawa organik akan diikat oleh molekul alum membentuk flok – flok sehingga akan membentuk endapan. Inilah yang menyebabkan nilai TSS turun.

(8)

Pengaruh pemberian serbuk biji asam jawa berlebih terhadap kualitas limbah cair industri tahu dilihat dari aspek fisik (TSS) diduga disebabkan oleh adanya bahan aktif yang terkandung dalam biji asam jawa. Bahan aktif tersebut seperti protein, lemak dan karbohidrat.

Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap nilai turbidity, COD, dan TSS limbah cair industri tahu pH 6 setelah mengalami koagulasi / flokulasi

Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara konsentrasi koagulan terhadap nilai turbidity dan COD pada pH 6 yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini :

Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi Koagulan

terhadap nilai turbidity limbah industri tahu Pada Gambar 7 limbah cair industri tahu dengan perlakuan pH 6, dapat dilihat bahwa nilai turbidity paling optimum terjadi pada saat penambahan koagulan biji asam jawa dosis 3000 mg/l. Pada dosis 4000 - 5000 mg/l terjadi kejenuhan pada limbah cair industri tahu dikarenakan dosis yang berlebihan sehingga flok yang akan direduksi sudah habis dan koagulan bertindak sebagai pengotor yang menyebabkan tingkat kekeruhan meningkat. Dari perbandingan pH 4 dan 6, hasil yang paling optimum ditunjukkan pada pH 4 yakni turbidity sebesar 60,5 NTU.

Pada Gambar 7 terlihat bahwa koagulan alum dan biji kelor dengan dosis 1000 mg/l, mampu mencapai penurunan turbiditas berturut – turut sebesar 45,5 NTU dan 52 NTU. Sedangkan pada grafik 4.3 koagulan aluminium sulfat dan biji kelor hanya mampu menurunkan turbidity hingga mencapai 73 NTU dan 66 NTU pada dosis 5000 mg/l. Hal ini disebabkan karena koagulan alum dan biji kelor lebih bekerja pada pH optimumnya sehingga dapat menurunkan turbidity lebih optimal.

Gambar 8. Pengaruh konsentrasi koagulan

biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap nilai COD limbah cair industri tahu

Pada penggunaan koagulan biji kelor dan aluminium sulfat terlihat hasil optimum pada saat penambahan koagulan dosis 1000 mg/l dengan nilai penurunan COD sebesar 299 mg/l dan 231 mg/l. Hal ini disebabkan karena semakin tepat pengaturan pH yang diberikan, maka partikel – partikel tersuspensi dan senyawa organik akan diikat oleh molekul alum membentuk flok – flok dengan lebih cepat. Dengan berkurangnya senyawa organik dan tersuspensi di dalam air limbah maka kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi senyawa tersebut berkurang sehingga terjadi penurunan nilai COD limbah cair industri tahu.

Hasil penelitian ini terlihat terjadi kejenuhan pada limbah cair industri tahu dikarenakan dosis yang berlebihan sehingga flok yang akan direduksi sudah habis dan koagulan bertindak sebagai pengotor yang menyebabkan nilai COD sedikit meningkat.

Sedangkan pada grafik itu juga ditunjukkan hasil optimum penggunaan koagulan biji asam jawa yakni pada dosis 3000 mg/l. Hal ini berarti dengan bertambahnya dosis biji asam jawa, maka akan menyebabkan larutan semakin jenuh sehingga koagulan yang tersisa akan mengotori larutan yang ada. Adanya pengaruh pemberian biji asam jawa terhadap naiknya nilai kadar COD juga diduga karena bahan organik yang terkandung di dalam biji asam jawa.

(9)

Gambar 9.Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap nilai TSS limbah cair industri tahu

Pada gambar itu juga ditunjukkan hasil TSS optimum penggunaan koagulan biji asam jawa yakni pada dosis 3000 mg/l.. Berdasarkan data hasil pengamatan, kinerja penyisihan TSS dengan menggunakan koagulan biji kelor dan alum lebih baik jika dibandingkan dengan koagulan biji asam jawa.Hal ni dikarenakan alum dan biji kelor lebih efektif bekerja pada pH 6 sehingga mampu menurunkan TSS lebih banyak daripada biji asam jawa dengan menggunakan dosis yang lebih sedikit.

4. KESIMPULAN

1. Penggunaan koagulan alum, biji asam jawa dan biji kelor dapat meningkatkan penurunan kekeruhan (turbidity), TSS dan COD.

2. Dosis koagulan biji asam jawa optimum adalah 3000 mg/l pada pH 4 mampu menurunkan turbidity hingga mencapai 59 NTU, COD sebesar 261 mg/l dan TSS sebesar 194 mg/l

3. Dosis aluminium sulfat optimum adalah 1000 mg/l pada pH 6 mampu menurunkan turbidity hingga mencapai 45,5 NTU, COD sebesar 231 mg/l dan TSS sebesar 155 mg/l 4. Dosis koagulan biji kelor optimum adalah

1000 mg/l pada pH 6 mampu menurunkan turbidity hingga mencapai 52 NTU, COD sebesar 299 mg/l dan TSS sebesar 199 mg/l 5. Limbah cair industri tahu yang belum diolah

belum memenuhi standar Baku Mutu Lingkungan yang telah ditetapkan. Pengolahan dengan metode agitasi,

koagulasi, dan flokulasi dan sedimentasi maka dapat diperolah karakteristik baru yang sesuai dengan BML yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

BPPT, 1997a. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe dengan Proses Biofilter Anaerob-dan-Aerob,

http://enviro.bppt.go.id/, diakses pada tanggal 20 desember 2010

Herlanto, Anthon dan Inne. 2008. Pembuatan Biogas dari Ampas Tahu. Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.

Chandra,A. 1998. Penentuan Dosis Optimum Koagulan Ferro Sulfat - Kapur Flokulan Chemifloc dan Besfloc, serta Bioflokulan Moringa Oleifera dalam Pengolahan Limbah Pabrik Tekstil. Teknik Kimia. Universitas Parahyangan, Bandung

Ahmad, M.R. 2009. Pemanfaatan Biji Kelor sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tekstil. Tesis Program Magister Teknik Kimia Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

---. 2005. Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Limbah CairBagi Kegiatan Industri, Hotel, Rumah Sakit, Domestik, dan Pertambangan Batubara. Balai Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan

Fathul, Eva.2008. Pengaruh Suhu dan Tingkat Keasaman (pH) pada Tahap Pralakuan Koagulasi (Koagulan Aluminum Sulfat) dalam Proses Pengolahan Air Menggunakan Membran Mikrofiltrasi Polipropilen Hollow-Fibre.

Gambar

Gambar 1. Biji Asam Jawa
Gambar 3. Pengaruh variasi pH terhadap nilai COD yang dihasilkan
Gambar 4. asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor Pengaruh konsentrasi koagulan biji terhadap nilai turbidity limbah cair industri tahu
Gambar 8.  Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor terhadap  nilai COD limbah cair industri tahu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur Penelitian Pengaruh Waktu Tinggal Fermentasi Terhadap Kualitas Limbah Cair Industri Tahu (dengan Penambahan Koagulan Biji Asam Jawa) dan Biogas

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Kadar Air, Dosis, dan Lama Pengendapan Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri

Liian korkea lämpötila saattaa olla haitallinen kasvien kehityksen kannalta (mm. LED huoneen sähkönkulutus oli 20-25 % muita huoneita pienempi kurkkukiloa kohti. Toisaalta

Di lain pihak, banyak ahli lingkungan berpendapat bahwa seharusnya kita dapat mengadopsi pandangan kelangsungan bumi berdasarkan penempatan kembali delapan perilaku

(4) Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang

Marjin ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku buah rambutan per kilogram, tiap pengolahan 1 kg buah rambutan menjadi bolu rambutan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, strategi pengembangan yang dilakukan pada industri Rumah Cokelat adalah memanfaatkan seluruh kekuatan dan peluang sebesar-besarnya

Daya tarik industri rumah tangga “urutan” berada pada posisi tinggi dengan nilai IFE 1,62 dan EFE 3,11 yang jatuh pada sel III (Pertahankan dan Pelihara).. Terdapat