• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL VOL 2 No 1 Gabung.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "JURNAL VOL 2 No 1 Gabung.pdf"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmu Pendidikan dan Kependidikan

STKIP - MBB

Implementasi Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi Edy Mastoni

Penerapan Model PembelajaranThink Pair and Shareuntuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas IV SD Negeri IV Moyag

Katrina Siwi

Penerapan Model Pembelajaran Group Investigationuntuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas IV SD Inpres Tatelu Rondor

Fransisca G. Palendeng

Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial melalui Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Penelitian Tindakan pada Kelas III Sekolah Dasar Kristen Eben Haezer 1 Manado)

Rudy A. Tompunu

Pengaruh Model Problem Solving Wankat dan Oreovocz terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA pada Sub Konsep Peredaran Darah Manusia

Yuanita

Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas IV Sekolah Dasar melalui Strategi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan) Abdullah Ponamon

The Cohesive Devices in the Students’Thesis Abstracts (The Case of English Education Students of Graduate Program of the State University of Semarang)

Widiatmi

Pengaruh Metode Pembelajaran Guru PAI dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik (Studi Kausal pada Madrasah Aliyah Nurul ‘Ulum Kota Gajah Lampung Tengah)

Sri Hartuti

Volume 2 Nomor 1 Edisi Januari - Juni 2014

Edutainment Vol.2 No.1 Hlm. 1 - 152 Pangkalpinang Januari

–Juni 2014

(2)

i

Pengantar Redaksi

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang sampai saat ini masih memberikan hidayah dan kekuatanNya sehingga redaksi dapat menyelesaikan Jurnal Edutainment edisi perdana.

Jurnal Edutainment merupakan jurnal pendidikan yang di terbitkan oleh Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Bangka Belitung (STKIP MBB) selama dua kali dalam satu tahun. Jurnal Edutainment fokus pada hasil penelitian pendidikan maupun kependidikan, baik dari kalangan dosen, guru, maupun penggiat pendidikan lainnya untuk menjadi kontributor.

Edisi ini merupakan volume 2 nomor 1 terbit sebagai jurnal ilmiah di lingkungan STKIP MBB sebagai wadah untuk melestarikan hasil karya ilmiah khususnya di bidang pendidikan. Tentu, sebagai jurnal yang baru terbit masih banyak terdapat kekurangan. Akan tetapi, pihak redaksi dalam hal ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca demi kesempurnaan jurnal ini.

Pada kesempatan kali ini juga, redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat didalam mengupayakan terbitnya jurnal ini. Semoga dengan hadirnya jurnal ini dapat terus memberikan motivasi kepada segenap sivitas STKIP MBB untuk terus membangun atmosfer ilmiah dilingkungan kampus.

Pangkalpinang, Juni 2014

(3)

ii

ISSN 2303-372X

Volume 2 Nomor 1 Edisi Januari - Juni 2014

Jurnal Ilmu Pendidikan dan Kependidikan

Jurnal Edutainment terbit berdasarkan Surat Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan

Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bangka Belitung (MBB)

Nomor 474A/SK/II.AU/F/2014. Edutainment menerbitkan artikel ilmiah hasil penelitian

dan artikel sekunder konseptual, resensi buku pendidikan yang belum pernah diterbitkan pada jurnal/majalah yang lain. Edutainment terbit dua kali dalam setahun.

Jurnal Edutainment diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Bangka Belitung (STKIP-MBB)

Alamat: Kompleks Perguruan Muhammadiyah Jl. KH Ahmad Dahlan KM 4 Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Telp./fax. 0717 – 435 413, Email : jurnalstkipmbb@gmail.com Susunan Dewan Redaksi Edutainment

Penanggung Jawab Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd.

Mitra Bestari

Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd. (Universitas Prof. Dr. Hamka) Prof. Dr. H. Hattamar Rasyid (Kakanwil Kemenag Prov. Babel) Prof. Dr. H. Armai Arief, M.A. (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dr. Dalman (Universitas Muhammadiyah Bandar Lampung) Dr. Hadiwinarto, M.Psi. (Universitas Bengkulu)

Pimpinan Redaksi Eva Harista, M.Pd Redaktur Pelaksana

Pratiwi Amelia, M.Pd.B.I.; Edy Mastoni, M.Pd.; Yuanita, M.Pd.; Dzihan Khilmi Ayu F, M.Pd.; Widiatmi, M.Pd.

Redaktur Ahli

Iskandar, M.Hum.; Dr. Abd. Ghoffar Mahfuz, M.Hum.; Tien Roestini, M.Pd.; Sri Sugiarti, M.Pd.

Tata Usaha dan Keuangan Supanut, S.IP.; Gatot Afrianto, S.Sos.I.

(4)

iii

ISSN 2303-372X

Volume 2 Nomor 1 Edisi Januari - Juni 2014

Jurnal Ilmu Pendidikan dan Kependidikan

Daftar isi

Pengantar Redaksi i

Dewan Redaksi Edutainment ii

Daftar Isi iii

Implementasi Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi Edy Mastoni

1-14

Penerapan Model Pembelajaran Think Pair and Share untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IV SD Negeri IV Moyag

Katrina Siwi

15-36

Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas IV SD Inpres Tatelu Rondor Fransisca G. Palendeng

37-59

Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial melalui Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Penelitian Tindakan pada Kelas III Sekolah Dasar Kristen Eben Haezer 1 Manado)

Rudy A. Tompunu

60-81

Pengaruh Model Problem Solving Wankat dan Oreovocz terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA pada Sub Konsep Peredaran Darah Manusia

Yuanita

82-95

Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas IV Sekolah Dasar melalui Strategi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan)

Abdullah Ponamon

96-117

The Cohesive Devices in the Students’ Thesis Abstracts (The Case of English Education Students of Graduate Program of the State University of Semarang)

Widiatmi

118-126

Pengaruh Metode Pembelajaran Guru PAI dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik (Studi Kausal pada Madrasah

Aliyah Nurul ‘Ulum Kota Gajah Lampung Tengah) Sri Hartuti

(5)
(6)

1

THE IMPLEMENTATION OF INFORMATION

TECHNOLOGY

IN HIGHER EDUCATION

EDY MASTONI

Lecturer of Primary Teacher Education Program of STKIP MBB edy_mastoni@yahoo.com

(received: 25th March 2014, approved: 3th April 2014)

Abstract

There is no doubt that the development of information technology has affected the entire pattern of people's lives and even our culture especially in the field of education. The implementation of information technology can help both the efficiency and effectiveness of learning management and administrative services in universities. Using information technology can make information and services can be accessed anytime and anywhere. Furthermore, it allows the implementation of quality distance learning. Before information technology is utilized, universities must determine the purpose of the use of information technology clearly, pay attention to the existing limitations and the obstacles the obstacles that probably arise, and give some solutions to those limitations and obstacles.

(7)

2

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI

DI PERGURUAN TINGGI

EDY MASTONI

Dosen Prodi PGSD STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung edy_mastoni@yahoo.com

(Naskah diterima: 25 Maret 2014, disetujui: 3 April 2014)

Abstrak

Tidak dapat disangkal lagi bahwa perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi seluruh pola kehidupan masyarakat bahkan budaya kita, termasuk dibidang pendidikan. Implementasi teknologi informasi di Perguruan Tinggi dapat membantu efisiensi dan efektivitas pengelolaan baik pembelajaran maupun pelayanan administrasi. Pemanfaatan teknologi informasi dapat membuat informasi dan layanan yang diberikan Perguruan Tinggi dapat diakses dan dilakukan kapanpun dan dimanapun. Dan juga memungkinkan pelaksanaan distance learning yang berkualitas. Namun sebelum dimanfaatkan, Perguruan Tinggi terlebih dahulu harus menentukan tujuan pemanfaatan teknologi informasi dengan jelas, memperhatikan keterbatasan yang ada dan hambatan yang mungkin muncul serta solusi atas keterbatasan dan hambatan tersebut.

(8)

3

A. Pendahuluan

Perubahan lingkungan luar perguruan tinggi mulai lingkungan sosial, ekonomi, teknologi, sampai politik mengharuskan perguruan tinggi memikirkan kembali bagaimana perubahan tersebut memengaruhi perguruan tinggi sebagai sebuah institusi sosial dan bagaimana perguruan tinggi harus berinteraksi dengan perubahan tersebut (Boyce, 2002: 575--601).

Kecenderungan dan masalah perguruan tinggi di Indonesia akhir-akhir ini sangat mirip dengan apa yang terjadi di Amerika akhir tahun 1970-an. Pada saat itu, perguruan tinggi di Amerika dihadapkan pada masalah: (1) hilangnya kepercayaan pada manfaat pendidikan tinggi; (2) perubahan pola minat calon mahasiswa kepada jurusan vokasional; (3) meningkatnya persaingan antar perguruan tinggi; (4) membumbungnya biaya pendidikan; (5) maraknya pembukaan community college

yang lebih dekat secara geografis dengan mahasiswa dan berbiaya rendah; (6) meningkatnya kepedulian terhadap manajemen pendidikan yang lebih efektif; dan (7) lunturnya semangat kolegialitas.

Di antara isu manajemen yang mengemuka saat itu adalah pencarian sumber dana nonkonvensional dan efisiensi, termasuk pemanfaatan teknologi

informasi. Dalam literatur pendidikan tinggi terekam juga bahwa telah banyak usaha perguruan tinggi untuk merespon secara aktif perubahan tersebut, termasuk dengan menerapkan reorganisasi melalui

Business Process Reengineering

(BPR) yang salah satunya menggunakan teknologi informasi (TI) sebagai enabler (e.g. Adenso-Diaz dan Canteli, 2001: 63--73; Bridges, 2000: 37--55).

Dalam konteks ini, Teknologi Informasi dapat dijadikan sebagai alat bantu efisiensi dan efektivitas pengelolaan perguruan tinggi. Dari awal harus disadari bahwa teknologi informasi bukan ”obat

mujarab” untuk semua masalah.

Pemahaman yang salah tentang peran teknologi informasi ini sering ditemui dalam banyak kasus. Akibatnya fokus diberikan pada teknologi informasi dan mengabaikan hal penting lain; manusia, proses, dan organisasi (Curry, 2002: 40--48).

Investasi teknologi informasi yang besar jika tidak diikuti dengan perubahan ketiga hal tersebut menjadi tidak efektif. Inilah yang menyebabkan

fenomena ”productivity paradox”,

dimana investasi yang besar tidak menghasilkan manfaat yang besar juga (Brynjolfsson dan Hitt, 1998: 49--55).

(9)

4 manajemen perguruan tinggi?; dan (2) Tantangan dan hambatan apa yang mungkin muncul dalam pemanfaatan teknologi informasi tersebut? Artikel singkat ini dimaksudkan untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut.

Selanjutnya, artikel ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian kedua akan menggambarkan karakteristik perguruan tinggi yang perlu diperhatikan dalam konteks implementasi teknologi informasi. Bagian selanjutnya membahas paradigma dalam memandang teknologi informasi, yang dilanjutkan pada bagian keempat dengan pembahasan peluang pemanfaatan teknologi informasi. Bagian kelima menjelaskan tantangan terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi di perguruan tinggi dan bagian terkahir adalah simpulan.

B. Metode Pengumpulan Data

Metodologi pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan perguruan tinggi dan pemanfaatan teknologi informasi.

2. Mengumpulkan data yang yang berkaitan dengan

pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia bisnis. 3. Melakukan review atas kajian pustaka dan data yang diperoleh.

C. Pembahasan

1. Karakteristik Perguruan

Tinggi

Sebelum membahas peluang yang ditawarkan oleh teknologi informasi dalam manajemen perguruan tinggi, akan lebih baik jika karakteristik perguruan tinggi sebagai sebuah organisasi dibahas lebih dahulu. Weick (1979) dalam Curry (2002: 40--48) menggunakan istilah

loosely coupled wordls untuk

menyebut institusi perguruan tinggi.

Dalam perguruan tinggi, hubungan antar bagian sangat renggang. Dalam dunia seperti ini, anggota organisasi belajar dan berubah dengan cara imitasi. Hal ini tidak akan berjalan dengan baik sampai rasa saling percaya tumbuh. Karenanya, sivitas akademika harus dilihat sebagai manusia dan bukan mesin produksi. Dalam organisasi seperti ini, hubungan informal antar anggota organisasi menjadi sangat penting.

(10)

5 Mereka menyebut perguruan tinggi sebagai organized anarchies, sebuah organisasi yang dalam sudut pandang operasional tidak mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.

Terlepas dari setuju atau tidak dengan pernyataan ini, bekerja sebagai administrator (termasuk sebagai rektor) di perguruan tinggi menjadi sangat menantang.

Metafor yang paling tepat untuk menggambarkan situasi ini adalah seperti memimpin pelayaran dengan kapal layar yang memanfaatkan kekuatan angin dan ombak, dan bukan seperti memimpin kapal mesin. Angin dan ombak adalah ibarat kekuatan dari bagian-bagian dan anggota organisasi yang harus disinergikan bukan diseragamkan untuk mencapai tujuan.

Dari sudut pandang yang lain, perguruan tinggi disebut sebagai industri quasicommercial. Di satu sisi, perguruan tinggi ingin memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, tetapi di pihak lain, prinsip-prinsip manajemen industri komersial harus dijalankan untuk mendapatkan dana guna mendukung keberlangsungan hidupnya.

Menurut Brookes, perguruan tinggi harus memberikan batas demarkasi tanggung-jawab, peran, aturan-main yang jelas antara wilayah yang harus dikelola dengan

prinsip komersial dan wilayah yang disediakan untuk akademik. Jika ini tidak dilakukan, banyak konflik kepentingan yang muncul ke permukaan.

Dari perspektif yang berbeda, teridentifikasi lima karakteristik yang melekat pada sebuah institusi pendidikan: 1. Sifat pelayanan (the nature of

the service act). Layanan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan lebih mengarah kepada hal yang bersifat

intangible people based

daripada hal-hal yang bersifat fisik – equipment based. Dalam proses pelayanan juga melibatkan aksi-aksi yang

intangible.

2. Hubungan dengan konsumen

(the relationship with the

customer). Layanan

pendidikan melibatkan hubungan dengan konsumen yang berlangsung lama dan bersifat formal serta dilakukan terus-menerus

(continuous). Mahasiswa

sebagai konsumen mempunyai hubungan

”keanggotaan” (”membership”

relationship) dengan pihak

universitas. Hal ini memungkinkan terbentuknya loyalitas konsumen yang tinggi (pihak mahasiswa) dan peningkatan kualitas layanan terhadap konsumen (pihak universitas).

(11)

6

of customization and jugdement in service delivery). Tingkat kustomisasi pendidikan sangat bervariasi. Tutorial dengan peserta sedikit atau bimbingan individual akan lebih mudah dikustomisasi daripada pendidikan dengan banyak peserta. Semakin terkustomisasinya layanan yang ditawarkan menjadikan konsumen memiliki tingkat pengharapan yang tinggi terhadap kualitas layanan, terutama terkait dengan kualitas staf pengajar. Jika demikian, masalah yang akan muncul adalah kemungkinan adanya hubungan antara kualitas dan tingkat keragaman layanan. Semakin beragam layanan yang ditawarkan, kemungkinan menurunnya kualitassemakin tinggi.

4. Sifat permintaan relatif terhadap penawaran (the nature of demand relative to

supply). Dalam bidang jasa,

terdapat widespread demand

(seperti tenaga listrik) dan

narrow demand (seperti kamar

hotel). Tingkat penawaran untuk memenuhi permintaan yang berfluktuasi sangat berbeda. Peningkatan permintaan tenaga listrik akan lebih mudah dan lebih cepat diatasi dengan meningkatkan kapasitas produksi, jika masih tersedia, dibandingkan dengan peningkatan permintaan

terhadap akomodasi hotel. Dalam dunia pendidikan, permintaan terkait dengan

narrow demand. Dengan

demikian penawaran akan sulit dikelola, karena terkait dengan keterbatasan tenaga pengajar dan program studi yang ditawarkan.

5. Metode pelayanan (the method of service delivery). Metode pelayanan tergantung pada outlet layanan (single atau

multiple) dan sifat interaksi antara konsumen dengan penyedia jasa. Konsumen harus datang ke penyedia jasa dan sebaliknya. Dalam jasa pendidikan, umumnya lembaga pendidikan mensyaratkan konsumen yang datang ke kampus. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, memungkinkan dilakukannya

distance learning.

2. Paradigma Penerapan

Teknologi Informasi

Kemudian, pertanyaannya adalah bagaimana teknologi informasi bisa dimanfaatkan dalam organisasi dengan karakteristik tersebut di atas dengan segala masalah turunan yang muncul? Pertanyaan ini lazim diajukan.

Namun, menurut cara berpikir deduktif (deductive

thinking) tidak banyak

(12)

7 dibandingkan jika berpikir secara induktif (inductive thinking).

Orang yang berpikir secara deduktif, pertama kali mencari masalah yang akan dipecahkan dan kemudian mengevaluasi sejumlah alternatif solusi yang akan digunakan. Jika teknologi informasi ingin dioptimalkan pemanfaatannya dalam organisasi maka manajer/pemimpin harus berpikir induktif.

Potensi teknologi informasi harus dikenali dengan baik terlebih dahulu, kemudian mencari masalah yang mungkin dipecahkan. Masalah ini mungkin bahkan tidak dikenali sebelumnya atau tidak dianggap sebagai masalah.

Pertanyaan yang harus dimunculkan bukannya,

“Bagaimana kita dapat

menggunakan kemampuan teknologi informasi untuk meningkatkan apa yang telah

kita kerjakan?”, tetapi

“Bagaimana kita dapat

menggunakan teknologi informasi untuk mengerjakan apa yang belumkita kerjakan?.”

Pertanyaan yang pertama lebih terkait dengan otomatisasi, yang juga dapat meningkatkan efisiensi, namun tidak sebaik yang dihasilkan rekayasa-ulang

(reengineering) berbantuan

teknologi informasi.

Tabel 1 merangkum potensi teknologi informasi yang dapat mengubah aturan bisnis

pada beberapa perusahaan besar dunia.

Dengan sudut pandang yang lain, Davenport dan Short (1990: 101--106) mendefinisikan 10 peran yang dapat dimainkan oleh TI, yaitu transactional,

geographical, automatical, analytical,

informational, sequential, knowledge

management, tracking, dan

disintermediation.

Semua peran teknologi informasi ini dapat dikontekstualisasikan dengan kebutuhan perguruan tinggi. Dalam bahasa yang lain, Al-Mashari dan Zairi (2000: 253--274) menyatakan bahwa manfaat TI adalah pada kemampuannya yang (1) enabling parallelism; (2)

facilitating integration; (3)

enhancing decision making; dan (4)

minimizing points of contact.

Tabel 1

(13)

8 Satu hal penting yang harus ditekankan adalah bahwa strategi bisnis harus sejalan

(wellaligned) dengan strategi

teknologi informasi. Dalam konteks ini, kesejalanan

(alignment) antara manajemen

puncak dan manajemen teknologi informasi menjadi syarat utama.

Henderson dan

Venkatraman (1999: 472--484) mengusulkan empat perspektif

strategic alignment terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi di sebuah organisasi: (1) strategy

execution; (2) technology

transformation; (3) competitive

potential; dan (4) service level. Pespektif pertama dan kedua mengasumsikan strategi bisnis sebagai faktor pendorong, sedang pespektif ketiga dan keempat mengasumsikan strategi teknologi informasi sebagai pendorong. Perspektif ini berasal dari asumsi hubungan yang berbeda antara business strategy

(i.e. business scope, distintive competencies, business governance),

organizational infrastructure (i.e. administrative structure, processes,

skills), teknologi informasi

strategy (i.e. technology scope,

systemic competencies, teknologi

informasi governance), dan teknologi informasi infrastructure

(i.e. architecture,processes, skills). Peran manajemen puncak dan manajemen teknologi informasi, serta bagaimana proses transformasi dilakukan dirangkum dalam Tabel 2.

Tabel 2

Alignment Perspective dalam Penerapan Teknologi Informasi

3. Peluang Pemanfaatan

Teknologi Informasi di

Perguruan Tinggi

Suatu siang di sebuah desa di Maumaju pada tahun 2025. Joko, sedang menjalani ujian pendadaran

tugas akhir di rumahnya

memanfaatkan teleconference dengan pengujinya di Universitas Bina

Multimedia, Bandar Lampung.

Semuanya berjalan lancar dan Joko pun lulus dengan predikat sangat memuaskan. Seketika itu juga, dia mendapatkan ijazah lewat Internet dalam bentuk file pdf lengkap dengan tandatangan Rektor dan nomor registrasi. Joko mencetak ijazah tersebut termasuk transkrip nilai yang didapatkan selama menjadi mahasiswa di Universitas Bina Multimedia. Semua matakuliah dia selesaikan tanpa meninggalkan desa

dan orang-orang tersayang.

(14)

9 Cerita fiktif tentang Joko di atas bukan sesuatu yang mustahil. Teknologi Informasi dapat memungkinkan semua itu terjadi. Teknologi Informasi dalam Perguruan Tinggi dapat mewujudkan sesuatu dalam banyak bentuk. Namun, yang pertama harus dilakukan adalah penentuan tujuan pemanfaatan teknologi informasi yang jelas.

Pada studinya tentang tujuan pemanfaatan teknologi informasi di beberapa Perguruan Tinggi terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003: 139--153) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu (1) memperbaiki competitive

positioning; (2) meningkatkan

brand image; (3) meningkatkan

kualitas pembelajaran dan pengajaran; (4) meningkatkan kepuasan mahasiswa; (5) meningkatkan pendapatan; (6) memperluas basis mahasiswa; (7) meningkatkan kualitas pelayanan; (8) mengurangi biaya operasi; dan (9) mengembangkan produk dan layanan baru.

Teknologi Informasi yang dapat digunakan di lingkungan universitas antara lain adalah

Campus-Wide Information System

(CWSIS), Internet, dan multimedia. Dengan TI, informasi tentanguniversitas dan aktivitasnya dapat diakses oleh pengguna internal maupun eksternal.

Informasi tersebut dapat bervariasi mulai dari berita seputar perkembangan kampus,

kegiatan belajar-mengajar yang dapat dikemas dalam aplikasi

learning management systems,

inventori universitas, aktivitas penelitian, sampai data alumni.

Singkatnya, CWIS dapat membantu proses sebelum pendaftaran mahasiswa, menunjang proses belajar mengajar serta penelitian (termasuk catatan kuliah dan penugasan serta menyediakan kontak antara dosen dan mahasiswa), sampai mahasiswa lulus.

CWIS juga dapat memudahkan koordinasi dan mengelola universitas (e.g. Kock dan Corner, 1997: 13--23). Selain itu, penggunaan CWIS juga bisa mengubah struktur manajemen (McClintok, 1998: 85--90).

Penggunaan TI akan menghasilkan hasil yang optimal pada organisasi yang hirarkinya relatif flat, yang mempunyai staf yang fleksibel, berpendidikan tinggi, mempunyai rasa tanggung yang tinggi dan mampu bekerja baik dalamtim.

(15)

10 Teknologi Internet telah memungkinkan memungkinkan konversi CWIS yang dahulunya berbasis jaringan lokal menjadi berbasis web. CWIS berbasis web ini lebih memudahkan pengguna dan menjadikan jangkauan penggunaan yang mengatasi batas ruang dan waktu.

Berkembangnya teknologi telekomunikasi seluler dengan SMS (Short Message Service) dan

WAP (Wireless Application

Protocol) semakin memperkaya

jenis user interface yang bisa digunakan. Hal ini membuat informasi dan layanan yang diberikan PT dapat diakses dan dilakukan kapanpun dan dimanapun (ubiquitous).

Hal ini juga yang memungkinkan pelaksanaan

distance learning yang berkualitas. Mode interaksi dengan bantuan TI dapat dilakukan secara sinkron (pada waktu yang sama) dan asinkron (pada waktu yang berbeda).

Lebih lanjut, Internet juga memfasilitasi hubungan antarlembaga yang berbeda, baik di dalam maupun di luar lingkungan universitas, bahkan dengan lembaga luar negeri. Kerjasama penelitian, sebagai contoh, dengan mudah dapat dilakukan dengan bantuan Internet.

Multimedia membantu membuat lingkungan belajar yang menyenangkan (Peled, 2000: 16--22). Multimedia akan menjadikan proses pembelajaran

lebih atraktif. Survei yang dilakukan di Jurusan Teknik Informatika, Universitas Islam Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar (lebih dari 90%) mahasiswa setuju bahwa teknologi multimedia yang sudah digunakan secara intensif sejak tahun 2003 telah meningkatkan keterserapan materi ajar.

(16)

11

4. Tantangan dan Hambatan

Pemanfaatan TI

Seperti telah disinggung sebelumnya, Teknologi Informasi bukanlah obat mujarab untuk semua masalah. TI hanya merupakan salah satu solusi yang harus diikuti dengan solusi pada bidang yang lain; sumberdaya manusia, proses, dan organisasi (manajemen dan struktur). Posisi TI dalam perubahan proses bisnis ditunjukkan pada Gambar 2.

Seperti semua adopsi inovasi, penerapan TI di Perguruan Tinggi bukanlah tanpa tantangan dan hambatan.

Pertama, dana seringkali menjadi hambatan dalam penggunaan TI yang membutuhkan investasi yang sangat besar. Perencanaan arsitektur TI yang baik dengan mempertimbangkan kapasitas pendanaan menjadi sangat diperlukan. Kerjasama dengan

pihak lain melalui outsourcing

juga merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan.

Pimpinan Perguruan Tinggi dalam konteks ini harus menyadari bahwa fokus

penggunaan TI dalam tahapan ini tidak untuk efisiensi tetapi untuk efektivitas. TI adalah untuk

”mengerjakan sesuatu yang

benar” (efektivitas) dan bukan untuk ”mengerjakan sesuatu dengan benar” (efisiensi).

Manfaat TI dalam efisiensi akan terlihat pada masa yang akan datang setelah dibarengi dengan perubahan-perubahan mendasar lain dalam organisasi (Brynjolfsson dan Hitt, 1998: 134--142).

Dalam kaitan ini, dukungan penuh dari manajemen puncak sangat diperlukan, baik dalam penyediaan dana maupun dalam kepemimpinan (leadership). Namun demikian, komitmen pendanaan ini harus terkontrol dengan baik. Survei yang dilakukan oleh CFO Magazine

menemukan bahwa 86% senior

financial executives mengatakan

bahwa pengeluaran di bidang TI tidak cukup terkontrol (dalam David, Schuff, dan Louis, 2002: 101--106).

Hal ini menunjukkan bahwa manajemen total cost of

ownership (TCO) perlu diperbaiki.

TCO ini meliputi acquisition costs,

control costs, dan operations costs.

Kedua, kurangnya

(17)

12 dari manajemen puncak akan menjadi hambatan dalam pemanfataan TI di Perguruan Tinggi. Sikap “do it to me” adalah

salah satu bentuk kurangnya komitmen. Dalam banyak studi tentang pemanfaatan TI, komitmen manajemen puncak selalu menjadi kondisi penentu keberhasilan.

Ketiga, kekhawatiran

terhadap perubahan juga menjadi hambatan yang lain. Dalam banyak studi ditemukan,

resistance to change adalah salah satu penghambat perubahan. Ada banyak alasan mengapa seseorang menjadi khawatir dengan perubahan, termasuk hilangnya rasa aman dan entry barrier yang besar terkait dengan tingkat ketrampilan.

Teori difusi inovasi dapat menjelaskan fenomena ini dengan baik, Menurut Rogers

(1995:70-76) kecepatan difusi sebuah inovasi dipengaruhi oleh empat elemen, yaitu (1) karakteristik inovasi; (2) kanal komunikasi yang digunakan untuk mengkomunikasi manfaat inovasi; (3) waktu sejak inovasi diperkenalkan; dan (4) sistem sosial tempat inovasi berdifusi. Karenanya, pendekatan evolusioner seringkali lebih disukai dan lebih tepat daripada pendekatan revolusioner (Curry, 2002: 40--48).

Dalam konteks ini, motivasi juga menjadi isu penting. Dalam banyak kasus perubahan perusahaan, sistem

penghargaan (rewarding system) juga diperbaiki untuk memotivasi keterlibatan semua

stakeholder.

Karenanya, keempat, keterlibatan semua stakeholder

adalah tantangan lain yang harus diperhitungkan. Tidak pernah ada perubahan yang mendasar tanpa keterlibatan semua pihak. Dalam hal ini, selain rewarding

system yang baik, kepemimpinan

yang baik sangat diperlukan. Pelibatan semua stakeholder

bukan masalah mudah dalam hal ini.

Tingkat kapabilitas dan kepedulian yang berbeda menjadikan keterlibatan semua pihak di Perguruan Tinggi yang

loosely coupled menjadi sangat

berat. Karena itu, komunikasi dengan semua pihak menjadi sangat penting. Namun demikian, manfaat dan peluang penggunaan TI dalam Perguruan Tinggi haruslah yang selalu dimunculkan lebih dahulu. Komunikasi ini juga diperlukan untuk menjamin kesejalanan antara strategi bisnis dan strategi TI.

(18)

13

D. Simpulan

Meskipun banyak perubahan yang bisa dilakukan dengan bantuan TI, namun demikian tantangan atau hambatan harus diatasi untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk optimalisasi pemanfaatan TI di Perguruan Tinggi.

Optimalisasi pemanfaatan TI juga memerlukan perubahan pola pikir dari deduktif menjadi induktif, dan kesejalanan antara manajemen puncak (atau strategi bisnis) dan manajemen TI (atau strategi TI). Hal ini juga berarti bahwa investasi di bidang TI haruslah diikuti dengan langkah-langkah perbaikan dan penyesuaian kualitas manusia, proses, dan organisasi.

Daftar Pustaka

Adenso-Diaz, B., dan Canteli, A. F. 2001. Business Process

Reengineering and

University Organisation: A Normative Approach from The Spanish Case. Journal of Higher Education Policy and Management, 23(1)

Alavi, M., dan Gallupe, R. B. 2003. Using Information Technology in Learning: Case Studies in Business and Management Education

Programs. Academy of

Management Learning and Education.

Al-Mashari, M., dan Zairi, M. 2000. Creating a Fit

Between BPR and IT

Infrastructure: A Proposes Framework for Effective

Implementation. The

International Journal of Flexible Manufacturing Systems.

Bridges, D. 2000. Back to The

Future: The Higher

Education Curriculum in

The 21st Century.

Cambridge Journal of Education, International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector Marketing.

Brynjolfsson, E., dan Hitt, E. L. M. 1998. Beyond the

Productivity Paradox:

Computers are the Catalyst

for Bigger Changes.

Communications of the ACM.

Butler, J. C. 2000. Is the Internet Helping to Create Learning

Environments? Campus

Wide Information Systems.

Cairncross, F. 2001. The Rise of

'Cisco Government'.

(19)

14 Curry, J. R. 2002. The

Organizational Challege: IT and Revolution in Higher

Education. Educause

Review, Maret/April.

Henderson, J. C., dan Venkatraman, N. 1999.

Strategic Alignment:

Leveraging Information

Technology for

Transforming

Organizations. IBM

Systems Journal.

Kock, N. F., Jr. , dan Corner, J. L. 1997. ImprovingUniversity

Processes Through

Computer-Mediated Process

Redesign Groups.

Campus-Wide Information Systems.

McClintok, M. 1998. Information System Management Issues in Small Colleges and

Universitas.

Campus-Wide Information Systems.

Peled, A. 2000. Bringing the Internet and Multimedia

Revolution to the

Classroom. Campus-Wide

Information Systems, 17(1).

Rogers, E. M. 1995. Diffusion of Innovations (4 ed.). New York: The Free Press.

Semiawan, T., dan Middleton, M. 1999. Strategic Information

Planning and Campus

Information Systems

Development in Indonesia. Campus-Wide

(20)

15

THE APPLICATION OF

THINK-PAIR-AND-SHARE

MODEL TO IMPROVE THE STUDENTS LEARNING

OUTCOMES IN THE SOCIAL SCIENCES SUBJECT TO

THE FOURTH GRADERS OF SDN IV MOYAG

KATRINA SIWI

Lecturer of Primary Teacher Education Program

The Faculty of Education Sciences of the State University of Manado

Kat12ina_sw@yahoo.com (received: 2nd June 2014, approved: 7th June 2014)

Abstract

Based on the results of observations done, the problems of the learning of social science (IPS) become obstacles in the State Elementary School IV Moyag which become obstacles. The learning is not interesting, challenging, and fun, so the students less active. The teachers often deliver material social sciences (IPS) by using the lecture method.

The purpose of this study is to improve learning outcomes through the learning model of think-pair-and-share in the field of social science (IPS) to the fourth gradeers of the State Elementary School IV Moyag. This study is a classroom action research. The researcher uses the theory of classroom action research offered by Kemmis and McTaggart conducted in two cycles. Each cycle has four phases: planning, action, observation, and reflection.

After using the learning model of think-pair-and-share, the results achieved in the first cycle was 68.48% in the first cycle and 91.25% in the second cycle. It means that there is improvement in which the learning process is going well. The implementation of the learning model of think-pair-and-share showed improvement of the students learning outcomes and

improvement of the students’ acitivity to develop the ability of doing task group, the ability of discussing, and the ability of giving response to the fourth graders of the State Elementary School IV Moyag in the learning social science (IPS) focused on Natural resources.

Keywords: Learning Think-Pair-and-Share; Results Learning; Social

(21)

16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

THINK-PAIR-AND-SHARE

UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN

SOSIAL SISWA KELAS IV SD NEGERI IV MOYAG

KATRINA SIWI

Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Manado Kat12ina_sw@yahoo.com

(Naskah diterima: 2 Juni 2014, disetujui: 7 Juni 2014)

Abstrak

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, masalah yang ada di Sekolah Dasar Negeri IV Moyag yang menjadi kendala dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS), yaitu kurang dikemasnya pembelajaran pengetahuan sosial dengan model pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan, jadi dalam kegiatan proses belajar mengajar siswa kurang aktif. Guru seringkali menyampaikan materi ilmu pengetahuan sosial (IPS) apa adanya hanya menggunakan metode ceramah.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran think pair and share dalam bidang studi ilmu pengetahuan sosial (IPS) kelas IV Sekolah Dasar Negeri IV Moyag. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas menurut Kemmis dan McTaggart yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mempunyai empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Setelah menggunakan model pembelajaran think pair and share, hasil yang dicapai pada siklus I adalah 68,48% dan siklus II 91,25%, Hasil penelitian ternyata terjadi peningkatan artinya proses pembelajaran berlangsung dengan baik. Artinya bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran think pair and share dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) menunjukkan peningkatan balk hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri IV Moyag dan aktivitas siswa untuk mengembangkan kemampuan dalam mengerjakan tugas kelompok, berdiskusi, dan merespon pendapat temannya.

(22)

17

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Sejak kelahirannya di dunia, anak memiliki kebutuhan untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia agar dapat melakukan aktivitas sosial di masyarakat tempat mereka berada. Adalah suatu kenyataan, anak sebagai makhluk yang belum dewasa harus ditolong, dibantu, dibimbing, serta diarahkan agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pendidikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang

dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, proses pendidikan terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dari proses pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar pada diri anak. Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya. Ini berarti proses pendidikan harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Keempat,

akhir dari proses pendidikan adalah peningkatan kemampuan anak, hal ini berarti bahwa proses pendidikan haruslah berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak sesuai kebutuhan. Dengan demikian, setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensi masing-masing.

(23)

18 layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal.

Menurut Surya (2003: 9), kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti diatas, adalah kegiatan pendidikan yang

ditandai dengan

pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan sehingga menghasilkan suatu hasil belajar yang bermutu.

Proses belajar merupakan suatu proses aktivitas mental dan psikis seseorang yang timbul akibat adanya rangsangan baik dari dalam diri maupun lingkungan sekitar, proses inilah yang kemudian menimbulkan perubahan-perubahan positif dari dalam diri seseorang, perubahan-perubahan yang meliputi pengetahuan, kemampuan, sikap, minat dan perubahan lainnya yang mampu meningkatkan kinerja seseorang, perubahan terbut akan bertahan dan tidak akan terhapus begitu saja.

Menurut R.M. Smith dalam kesimpulannya seperti yang dikutip oleh Basleman (2011: 10), tidak secara detail mengajukan definisi tetapi memberikan uraian yang implisit mengenai belajar. “Learning how to learn involves possesing, or acquiring the knowledge and skill to learn affectively in whatever learning situation one encounters.” Artinya, belajar adalah mempelajari bagaimana belajar mengandung

makna yang menyangkut pemilikan atau pemerolehan pengetahuan dan keterampilan untuk belajar secara efektif dalam situasi belajar yang bagaimanapun yang dijumpai.

Secara lebih operasional dapat dikemukakan oleh Prayitno (2009: 2002), bahwa belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru. Konsep ini mengandung dua hal pokok, yaitu: a) usaha untuk menguasai, dan b) sesuatu yang baru. Usaha yang menguasai merupakan aktifitas belajar yang sesungguhnya dan sesuatu yang baru merupakan hasil yang diperoleh dari aktifitas belajar tersebut atau perubahan yang merupakan arah yang sejati dari peristiwa belajar. Seseorang belajar karena menghendaki perubahan.

(24)

19 perubahan yang terjadi bersifat tetap atau tahan lama dan berbekas. Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar, maka akan terlihat perubahan dalam sikap, minat atau nilai, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

Menurut Jarome Bruner dalam Djiwandono (2006: 170--171), yang telah mempelajari bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan men-transformasikan pengetahuan. Di satu sisi, Bruner mengungkapkan seperti yang dikutip oleh Dahar, bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang melibatkan tiga proses hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah: a) memperoleh informasi baru; b) transformasi informasi; dan c) menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan.

Bruner juga menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal atau ide-ide baru yang banyak manfaatnya di luar informasi yang diberikan kepada dirinya dalam hubungan ilmu pengetahuan dan mata pelajaran.

Informasi baru dapat merupakan penghalusan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu bersifat sedemikian rupa, sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan

pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Artinya, menyangkut cara memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara siswa memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.

Hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan.

Menurut Mulyasa (2008: 208), pada umunya, hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk: a) peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan; b) mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang dengan perilaku yang diinginkan. Kesinambungan tersebut merupakan dinamika proses belajar sepanjang hayat dan

pendidikan yang

(25)

20 secara terus-menerus untuk mengetahui kebutuhan berikutnya.

Dimyati dan Mudjiono (2006: 3--4), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dan sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar.

Hasil belajar untuk sebagian orang adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian pengajaran, pada bagian lain merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dampak pengajar dan dampak pengiring. Dampak pengajar adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka buku laporan hasil pembelajaran, angka dalam ijazah, atau kemampuan dalam meloncat setelah latihan. Sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahnan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar.

Berbeda dengan Udin Winataputra (1997: 25), yang mengemukakan bahwa, hasil belajar merupakan perubahan perilaku atau tingkah laku seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya baik yang berupa pengetahuan keterampilan motorik atau penguasaan nilai-nilai (sikap).

Sekolah Dasar sebagai lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan selama enam tahun, pada dasamya bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik. Pemberian bekal ini dilakukan supaya peserta didik selain memperoleh hasil belajar yang meningkat, juga dapat menerapkan pengetahuannya di dalam masyarakat juga dapat dipergunakan sebagai persiapan untuk dilanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan dasar yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990, pasal 3 yang berbunyi: pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

(26)

21 anggota masyarakat. Perlu disadari bahwa sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa sekolah dasar belum mampu memahami keluasan dan kedalaman masalah sosial secara utuh. Melalui pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mereka dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangan. Selanjutnya, mereka kelak diharapkan mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTS/SMPLB.

Menurut Nana Supriatna (2007: 22), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Mata Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; b) Memiliki

kemampuan dasar untuk berpikir kritis dan logis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; d) Memilki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SD Negeri IV Moyag, yang menjadi kendala dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu kurang dikemasnya pembelajaran pengetahuan sosial dengan model pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan.

Para guru seringkali menyampaikan materi pengetahuan sosial apa adanya hanya menggunakan metode ceramah. Pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher

centered) dan siswa hanya

mendengarkan saja sehingga pembelajaran cenderung membosankan, kurang menantang, tidak bermakna, dan kurang terkait dengan kehidupan keseharian anak.

(27)

22 kehidupan anak, langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan aktivitas anak yaitu dengan menerapkan suatu model pembelajaran inovatif seperti model pembelajaran think pair and

share atau berpikir berpasangan

berbagi karena dalam pembelajaran ini dapat mempengaruhi pola interaksi siswa, sehingga semua siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran think pair and share merupakan bagian dari metode pembelajaran kooperatif. Menurut Trianto (2007: 40), pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan pengunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Di sisi lain, Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007: 42), mengatakan pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif di susun sebagai usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dengan

pengalaman sikap

kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru.

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang Iuas kepada siswa setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.

(28)

23 teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran, sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajamya.

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan yaitu pembelajaran kooperatif dengan model think pair and share (berpikir berpasangan dan berbagi). Think

pair and share (berpikir

berpasangan dan berbagi) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

Model think pair and share

pertama kali dikembangkan oleh Frang Lymn dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang di kutip Arends dalam (Trianto 2007: 61), menyatakan bahwa think pair and share

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi di kelas.

Pembelajaran kooperatif model think pair and share dapat mendorong suksesnya keaktifan siswa dalam kelompok karena memberi siswa lebih banyak berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Karena ketika siswa membantu teman sekelompoknya, ini berarti mereka membantu dirinya sendiri dan kelompoknya. Dengan demikian, siswa akan menjadi

lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam mengajukan pertanyaan terhadap seluruh kelas, guru menggunakan sturktur lima fase sintaksis think

pair and share menurut Arends

dalam Trianto (2007: 126), yaitu: Fase pertama: Menyampaikan tujuan dan mengatur siswa. Fase kedua: Berpikir (Thinking). Fase ketiga: Berpasangan (Pairing). Fase keempat: Berbagi (Sharing). Fase kelima: Kesimpulan dan pemberian nilai.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengacu pada desain penelitian yang dikemukakan Kemmis dan McTaggart dalam Zainal Aqib partisipasi dalam situasi sosial atau praktek pendidikan dalam rangka memperbaiki situasi di mana praktek itu dilaksanakan.

(29)

24 kemudian diperbaiki dan diterapkan pada siklus berikutnya.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang bersifat reflektif. Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan alternatif pemecahan masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang terencana dan terukur.

Hal penting dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah tindakan nyata (action) yang dilakukan guru (dan bersama pihak lain) untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Tindakan itu harus direncanakan dengan baik dan dapat diukur tingkat keberhasilannya dalam pemecahan masalah tersebut.

1. Tahap Perencanaan

Pada tahapan ini dilakukan berbagai persiapan dan perencanaan tindakan yang meliputi: menyusun skenario pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), mempersiapkan media pembelajaran dan alat observasi, dan membuat kisi-kisi instrumen observasi tindakan, dan kisi-kisi instrumen hasil belajar siswa serta membuat instrumen untuk evaluasi yang berupa soal tes tertulis. Selain mempersiapkan

hal-hal tersebut, untuk dapat melaksanakan penelitian ini dengan tujuan yang jelas peneliti juga perlu menetapkan indikator ketercapaian dalam penerapan pembelajaran kooperatif model think-Pairs-Share (TPS).

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini diupayakan untuk disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Prosesnya mengikuti urutan kegiatan yang terdapat dalam skenario pembelajaran, dengan tahapan, yaitu: Pada tahap ini pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair and share

dengan urutan langkah sebagai berikut: Fase 1: Menyampaikan tujuan dan mengatur siswa. Fase 2: Berpikir (Thinking). Fase 3: Berpasangan (Pairing). Fase 4: Berbagi (Sharing). Fase 5: Kesimpulan dan pemberian nilai.

3. Tahap Observasi

(30)

25 kooperatif model think pair and

share, Pengamatan ini juga

dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui secara langsung kondisi siswa serta kekurangan, bambatan dan kemajuan siswa agar dapat dievaluasi dan dijadikan landasan dalam melakukan refleksi. Pengamatan untuk guru dilakukan oleh guru kelas dengan menggunakan pedoman observasi.

4. Tahap Refleksi

Pada tahap refleksi ini peneliti merefleksi berdasarkan hasil observasi tentang hal-hal penting yang terjadi saat proses pembelajaran, yang mungkin menjadi salah satu faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam menguasai materi hingga presentasi atau kekeliruan guru sendiri dalam mengarahkan proses pembelajaran itu. Hasil dan tahap refleksi siklus ini akan menjadi dasar untuk melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya hingga hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mencapai persentase dan mencakup semua siswa dalam kelas IV SD Negeri IV Moyag.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri IV Moyag, dengan jumlah siswa 33 orang, yang terdiri dari 13 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki. Dalam teknik pengumpulan data, sumber data subjek pelaku tindakan 1 orang guru pamong IPS kelas IV yang merupakan observer, subjek

penerima tindakan adalah 33 orang siswa kelas IV semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa hasil observasi dan data kuantitatif berupa hasil pekerjaan siswa yaitu tes.

Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan:

a. Kajian dokumen

Kajian dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada. Kajian dokumen atau studi dokumenter (documentary

study) merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik Dokumen tersebut meliputi data-data yang berkaitan dengan kelas yang menjadi subjek tindakan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat guru, buku atau materi pelajaran, hasil pekerjaan siswa sebelumnya dan nilai yang yang diberikan guru. b. Wawancara

(31)

26 mengutarakan gagasannya tanpa dibatasi oleh patokan tertentu. Wawancara dilakukan terhadap guru pamong dan siswa untuk menggali informasi guna memperoleh data terkait dengan aspek-aspek pembelajaran, penentuan tindakan dan respon yang diberikan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Dalam pelaksanaan wawancara peneliti membawa kerangka pertanyaan untuk disajikan, tetapi cara bagaimana pertanyaan itu diajukan sesuai dengan kebijaksanaan peneliti. Hasil wawancara bukan merupakan data primer, tetapi hanya sebagai data pendukung hasil observasi. c. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengamati pelaksanaan dan perkembangan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang dilakukan oleh para siswa. Pengamatan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah penelitian tindakan kelas berlangsung. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: secara partisipatif dan nonpartisipatif. Dalam observasi partisipatif

(participatory observation)

pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam observasi nonpartisipatif (nonparticipatory observation) pengamat tidak ikut

serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut serta dalam kegiatan. d. Tes (test)

Tes adalah suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan prestasi seseorang. Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian tindakan. Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang diperoleh diperlukan perbandingan antara hasil belajar sebelum dilakukan tindakan dan hasil belajar setelah dilakukan tindakan. Hasil belajar sebelum dilakukan tindakan dinilai berdasarkan dokumen atau arsib dari guru. Sedangkan hasil setelah dilakukan tidakan adalah dengan memberikan tes kepada siswa. Tes yang digunakan dalam bentuk tertulis dan diberikan setiap akhir siklus penelitian.

Teknik analisis data dilakukan pada setiap akhir tindakan pada setiap siklus. Analisis data penelitian dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya dampak yang terjadi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan, apakah telah terjadi peningkatan atau sebaliknya.

(32)

27 Peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan pembelajaran serta hasil belajar

dilakukan dengan

membandingkan hasil pencapaian belajar pada setiap siklus.

Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah peningkatan aktivitas belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa dalam pembelajaran yang diperoleh dari implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share serta respons positif siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share.

Standar minimal yang ditentukan yaitu sekurang-kurangnya 85% baik untuk aktivitas belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), maupun untuk respons siswa terhadap implementasi model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share. Apabila hasil tindakan sesuai dengan standar minimal yang ditentukan maka tindakan dinyatakan berhasil.

C. Hasil Penelitian dan

Pembahasan

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri IV Moyag, dengan jumlah siswa 33 orang yang terdiri dan 20 siswa laki-laki, dan 13 siswa perempuan. Dalam proses Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan metode pembelajaran Thing Pair And

Share dan menggunakan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pelaksana tindakan dan kegiatan penelitian dimonitor oleh guru pamong bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Kepala Sekolah.

Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dua siklus. Pada siklus pertama dilaksanakan dengan materi perkembangan teknologi komunikasi. Pada siklus kedua dilaksanakan merupakan perbaikan pada siklus pertama. Secara terperinci pelaksanaan tindakan diuraikan berdasarkan langkah-langkah siklus belajar.

1. Deskripsi Siklus I

Pelaksanaan Tindakan Kelas siklus I dilaksanakan pada dengan materi perkembangan teknologi komunikasi.

a. Tahap Perencanaan

(33)

28 telah mempersiapkan alat-alatnya yang digunakan untuk mencatat setiap aktivitas di dalam kelas; 3) membuat instrumen untuk evaluasi yang berupa soal tes tertulis. Instrumen yang digunakan untuk mengadakan penilaian bagi siswa berupa tes tertulis. Dimana tes dibuat oleh peneliti dengan tetap mengkonsultasikannya pada guru pamong.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan dalam penelitian ini diupayakan untuk disesuaikan dengan rencana pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya. Kegiatan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Think Pair And

Share dengan langkah-langkah

yang harus dilakukan:

Fase 1: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengatur kelas dimana guru menyampaikan pendahuluan, dan menjelaskan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

Fase 2: Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutukan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian.

Fase 3: Guru meminta siswa untuk berpasangan (kelompok 2 orang) dan

mendiskusikan apa yang mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang di identifikasi. Secara normal guru memberi waktu berpikir lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Fase 4: Guru meminta berpasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Sehingga tiap kelompok dapat mengemukakan hasil diskusinya.

Fase 5: Guru menyimpulkan materi yang telah didiskusikan sehingga siswa mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang apa yang mereka pelajari, guru membuat skor pengembangan tiap siswa dan mengemukakan hasil mereka.

c. Tahap Observasi

(34)

29 dilakukan peneliti sudah maksimal atau belum maksimal.

Berdasarkan observasi, terlihat bahwa guru (peneliti) belum mampu menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang sudah dirancang sebelumnya dengan baik. Kemudian pada tahap ini juga dilakukan pengamatan terhadap peningkatan aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran, dimana terlihat sebagian siswa masih pasif untuk bekerjasama dalam kelompok, sehingga hal tersebut mempengaruhi hasil pencapaian siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini dapat dilihat melalui lembar hasil tes siswa yang belum memuaskan secara klasikal.

Hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan materi perkembangan teknologi komunikasi, bentuk evaluasi berupa tes tulisan, lembar penilaian dibagikan kepada seluruh siswa dimana peneliti mengarahkan atau memberikan petunjuk kepada siswa dalam mengerjakan tes.

Dari hasil yang diperoleh dari siklus I ini dapat diperoleh informasi bahwa pencapaian hasil belajar pada siklus I yaitu 68,48%. Pada siklus pertama ini hasil yang dicapai tidak begitu berhasil karena belum mencapai 75% hal ini disebabkan konsep yang diajarkan belum terlalu dipahami oleh siswa. Untuk itu, perlu diajarkan kembali dan mendetail

agar mereka dapat memahami sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai.

d.Tahap Refleksi

Kegiatan pada tahap ini meliputi kegiatan menganalisis hasil pembelajaran yang sudah dilakukan, sekaligus menyusun upaya perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya. Pelaksanaan penelitian pada siklus I belum berjalan secara optimal, hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain: guru yang menjelaskan materi dan soal yang sama seperti handout, beberapa siswa yang dominan, serta kepedulian terhadap sesama anggota kelompok yang masih lemah.

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I, aktivitas belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa sudah mengalami peningkatan dari sebelumnya, yakni sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share.

(35)

30 materi yang disampaikan dan tipe soal yang diberikan guru masih sama dengan handout yang diberikan. Pada indikator mengemukakan pendapat juga menunjukkan hasil yang masih rendah, hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa siswa yang belum memahami materi yang diberikan jadi mereka kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapat mereka. Pada indicator juga menunjukkan hasil yang masih rendah, hal ini disebabkan karena siswa menggantungkan diri pada handout yang dimiliki.

Dengan melihat adanya beberapa kekurangan yang muncul selama pembelajaran pada siklus I, peneliti yang bertindak sebagai kolaborator dan guru melakukan upaya-upaya perbaikan agar pada siklus II pembelajaran dapat berjalan secara optimal.

2. Deskripsi Siklus II

a. Tahap Perencanaan

Dengan mengkaji hasil dari tindakan pada siklus I yaitu dengan analisis dan refleksi, peneliti menyusun perencanaan untuk siklus II. Berdasarkan kelemahan yang berhasil dianalisis peneliti pada siklus I, ditentukan penanganan sebagai berikut:

1) Di awal pembelajaran guru memberi penekanan kepada siswa tentang tujuan dari model pembelajaran yang diterapkan dan juga

manfaatnya. Setelah itu diharapkan siswa mengerti bahwa belajar secara berkelompok memberikan banyak manfaat. Dengan demikian, siswa nantinya dapat bekerja sama dengan baik dengan pasangannya dan bisa menyelesaikan tugas tepat waktu. Dan untuk menghindari kelompok siswa yang menggantungkan pekerjaannya pada kelompok lain, untuk soal latihan dibuat dua jenis.

2) Untuk siswa yang tidak memiliki pasangan, guru bisa menggabungkannya dengan kelompok lain. Hal ini dengan tujuan agar siswa tersebut juga merasakan manfaat dari belajar secara berkelompok.

Gambar

Tabel 1 potensi teknologi informasi yang merangkum dapat mengubah aturan bisnis
Tabel 2 Alignment Perspective
Grafik Hasil Pre Test dan Post Test Kelas Kontrol dan Eksperimen
Tabel 1 Hasil Analisis Data Skor
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah jenis obat yang diresepkan dalam satu resep pada peresepan obat antidiabetik oral pada pasien rawat jalan RSAL Dr. Jenis obat

Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2014-1016, debt to equity ratio

Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibi warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan

Terampil jika menunjukkan sudah ada usaha untuk menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan dengan nilai limit fungsi aljabar

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuat sediaan gel antijerawat dari ekstrak etanol kulit buah pisang ambon muda (Musa paradisiaca

1 Sumbawa Besar, Kelompok Kerja 43 Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2015, telah melaksanakan rapat sehubungan e-lelang pemilihan

Contoh Guru memberikan contoh langsung cara membuat gambar bentuk dari dua tema (indoor dan outdoor) Siswa mendengarkan dan bertanya Memberikan contoh kepada siswa/

Diantara kedelapan variabel bebas, yaitu LDR, IPR, APB, NPL, CKPN, IRR, PDN dan FBIR yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap BOPO pada Bank Devisa triwulan 1