• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN AGROPOLITAN DALAM PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN AGROPOLITAN DALAM PEMBANGUNAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENERAPAN AGROPOLITAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH PROVINSI LAMPUNG

OLEH :

MOCHAMMAD VIRSA ADITIAWAN NPM : 1225011015

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang sentralistis dimasa lalu, mengakibatkan

terjadinya krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia, khususnya krisis

dibidang ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi merupakan akibat dari masalah

fundamental dan keadaan khusus. Masalah fundamental adalah tantangan internal

berupa kesenjangan yang ditandai oleh adanya pengangguran dan kemiskinan,

sedangkan tantangan eksternal adalah upaya meningkatkan daya saing

menghadapi era perdagangan bebas. Keadaan khusus adalah bencana alam

kekeringan yang datang bersamaan dengan krisis moneter yang merembet dari

negara tetangga. Krisis ekonomi ditandai melemahnya nilai tukar uang dalam

negeri terhadap mata uang asing (Gunawan Sumodiningrat, 2000).

Hal tersebut bukan gagal membangun perekonomian nasional yang kokoh,

tetapi justru telah menciptakan disparitas ekonomi antar daerah dan antar

golongan masyarakat dinegara kita. Disparitas ekonomi yang terjadi sudah sangat

mengkhawatirkan, karena selain telah memicu kecemburuan dan kerusuhan sosial,

juga telah menimbulkan gejala disintegrasi berbangsa dan bernegara. Dewasa ini

pemerintah memang telah mulai semakin memperhatikan pembangunan ekonomi

daerah melalui jargon-jargon ekonomi politik seperti desentralisasi ekonomi,

otonomi daerah, ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan usaha kecil, menengah

dan koperasi. Namun hingga saat ini belum jelas formatnya dan bagaimana

implementasi konkritnya masih kita tunggu hasilnya. Bahkan apabila ditelaah

lebih jauh, kadangkala kebijaksanaan makro ekonomi yang diterapkan justru tidak

konsisten dan bertentangan dengan upaya pengembangan ekonomi daerah.

Kenyataan telah membuktikan dan menyadarkan kita semua akan

pentingnya peran strategis sektor pertanian sebagai pilar penyangga atau basis

utama ekonomi nasional dalam upaya penanggulangan dampak krisis yang lebih

parah. Sektor pertanian rakyat serta usaha kecil dan menengah relatif mampu

bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi dan menyelamatkan negara kita dari

(3)

jaringan, akan disinergikan pula dengan pendekatan peningkatan nilai tambah

produksi pada usaha-usaha kecil yang berorientasi pada pasar/ekspor sesuai

kompetensi ekonomi lokal daerahnya.

1.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud

Agar pemanfaatan kawasan agropolitan dapat terselenggara secara

optimal, diperlukan upaya penataan ruang sebagai salah satu bentuk

intervensi kebijakan dan penanganan khusus dari pemerintah dengan

memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Selain itu, implementasi

penataan ruang perlu didukung oleh programprogram sektoral baik yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan

masyarakat, termasuk dunia usaha.

1.2.2 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan deskripsi hal yang berkaitan

dengan penerapan agropolitan serta dukungan sektor terkait dalam

pengelolaan kawasan agropolitan dalam pembangunan ekonomi daerah.

1.3 Ruang lingkup makalah

Dalam makalah penerapan agropolitan dalam pembangunan ekonomi

wilayah Provinsi Lampung ruang lingkupnya meliputi ; kawasan agropolitan di

Provinsi Lampung yang memberikan kontribusi ekonomi terhadap wilayah

sekitarnya dan Provinsi Lampung.

1.4 Metodologi Yang Digunakan

Didalam penyusunan makalah ini, perolehan informasi untuk kawasan

agropolitan akan menggunakan studi literature dari berbagai makalah, peraturan

(4)

1.5 Sistematika Pembahasan

Secara keseluruhan, pembahasan hasil makalah ini terbagi dalam empat

bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan ; bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Batasan Masalah, Metodologi Penelitian dan Hasil Akhir yang

diharapkan.

Bab II. Landasan Teori ; Mengulas secara umum perinsip-prinsip Pengembangan dan pengelolaan kawasan agropolitan, Tinjauan terhadap para ahli

pengembangan Wilayah. Pada bab ini tinjauan dilakukan untuk memperkuat

penulisan makalah dengan sumber pustaka yang Jelas.

Bab III. Aplikasi dan Pembahasan ; Pada bab ini pembahasan dilakukan penerapan dari teori-teori yang digunakan terhadap contoh kasus kawasan

agropolitan.

(5)

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Agropolitan

Konsep agropolitan dikemukakan oleh Friedman dan Douglass (1975)

adalah suatu konsep pengembangan perdesaan yang didasarkan pada potensi

wilayah desa itu sendiri. Konsep agropolitan merupakan suatu konsep

pengembangan wilayah yang muncul dari permasalahan adanya ketimpangan

pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan

ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang

tertinggal. (Rustiadi dan Pranoto, 2007).

Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke

kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan

dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan

dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan

diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani,

baik pelayanan mengenai teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal

kerja dan informasi pasar.

Besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan

meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran.

Faktor¬faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan.

Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di

sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat.

Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan

pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan,

peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan,

koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan,

sarana transportasi, dan lain-lain).

Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district,

suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 – 10 km dan dengan jumlah

penduduk 50 – 150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa

(6)

ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai

otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di

kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut

dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan.

Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya

berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditi yang berbeda.

Di Jawa, pusat-pusat pelayanan tersebut dikenal dengan nama pasar Pahing, Pon,

Wage atau Kliwon, sedangkan di Jakarta dikenal dengan nama pasar Minggu,

Senen, Rebo, dan Jum’at demikian juga dengan Provinsi Lampung sendiri juga

dikenal dengan istilah pasaran atau kalangan. Pusat-pusat tersebut berfungsi

sebagai pelayanan kebutuhan yang terkait dengan kegiatan yang produktif

maupun untuk pelayanan kebutuhan non produktif.

Pelaksanaan konsep agropolitan dapat menanggulangi dampak negatif

pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tak terkendali, polusi, kemacetan

lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumberdaya alam, serta

pemiskinan desa. (Rustiadi dan Pranoto, 2007).

Kawasan agropolitan merupakan kawasan perdesaan yang secara

fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan utama adalah sektor pertanian.

Suatu kawasan dapat dikembangkan menjadi kawasan agropolitan apabila

memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan, memiliki daya

dukung dan potensi fisik yang baik, luas kawasan dan jumlah penduduk yang

memadai, serta tersedianya dukungan sarana dan prasarana.

2.2 Agribisnis

Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu,

usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Saragih (1998, dalam Pasaribu 1999),

batasan agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di antara seluruh

kegiatan ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya,

subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait

langsung dengan pertanian. Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang

(7)

(4) pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan

satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu

bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan

agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta

bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor

inilah yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional

(Gunawan Sumodininggat, 2000).

Perkembangan agribisnis di Indonesia sebagian besar telah mencakup

subsistem hulu, subsistem usahatani, dan subsistem penunjang, sedangkan

subsistem hilir masih belum berkembang secara maksimal. Industri pupuk dan

alat-alat pertanian telah berkembang dengan baik sejak Pelita I hingga saat ini.

Telah banyak diperkenalkan bibit atau varietas unggul dalam berbagai komoditi

untuk peningkatan produksi hasil pertanian. Demikian juga telah diperkenalkan

teknik-teknik bertani, beternak, berkebun, dan bertambak yang lebih baik untuk

meningkatkan produktivitas pertanian. Subsistem penunjang yang bersifat fisik

dan fiskal telah lama diperkenalkan kepada para petani. Jaringan irigasi telah

banyak dibangun yang mampu mengairi jutaan hektar sawah dan lahan pertanian

lainnya, untuk meningkatkan produksi pertanian. Demikian juga fasilitas kredit

pertanian telah lama diterapkan untuk meningkatkan produksi dan pemasaran

berbagai komoditi pertanian. Meskipun sudah banyak yang telah dilakukan

pemerintah dalam upaya mengembangkan agribisnis, tetapi masih terdapat

berbagai kendala, terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi

standar pasar internasional serta kontinuitas produksi sesuai dengan permintaan

pasar maupun untuk mampu mendukung suatu industri hilir dari produksi

pertanian. Salah satu alternatif untuk menjaga kontinuitas dari kualitas produk

adalah dengan mengembangkan kegiatan agribisnis disesuaikan dengan potensi

sumber daya alam.

Potensi sumber daya alam tersebut tersebar tidak merata untuk setiap

pulau/wilayah/daerah. Oleh sebab itu pengembangannya perlu dikaitkan dengan

pengembangan wilayah nasional dan lokal, yang berpedoman kepada Rencana

(8)

Propinsi (RTRWP) yang telah mengidentifikasikan kawasan andalan dan kawasan

prioritas pengembangan serta jenis pengembangannya. Pengembangan agropolitan

sangat diperlukan dalam mendukung agribisnis, yang dimasa mendatang berperan

sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Agropolitan perlu

diposisikan secara sinergis dalam sistem pengembangan wilayah. Implementasi

konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah dilakukan melalui penerapan

sistem pemukiman kota dan pedesaan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi

(RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) yang

terkait dengan kawasan budidaya dan sistem transportasi.

2.3 Agribisnis Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut teori ekonomi sederhana, nilai moneter dari suatu produk akan

terbagikan habis (exhausted) kepada pembayaran faktor-faktor produksi yang

terlibat dalam menghasilkan produk yang bersangkutan. Oleh karena itu, agar

manfaat ekonomi dari pembangunan ekonomi daerah dapat dinikmati secara nyata

oleh rakyat daerah yang bersangkutan, maka kegiatan ekonomi yang

dikembangkan dalam pembangunan ekonomi daerah haruslah kegiatan ekonomi

yang mendayagunakan sumber daya yang terdapat atau dikuasai/dimiliki daerah

yang bersangkutan. Saat ini, sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh rakyat di

setiap daerah adalah sumber daya agribisnis, yaitu sumber daya agribisnis berbasis

tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian

daerah adalah melalui pengembangan agribisnis.

Pengembangan agribisnis yang dimaksud bukan hanya pengembangan

pertanian primer atau subsistem on farm agribusiness, tetapi juga mencakup

subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness), yaitu industri-industri yang

menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer, seperti industri

pembibitan/perbenihan, industri agro-otomotif, industri agrokimia, dan subsistem

agribisnis hilir (down stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah

hasil pertanian primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya.

(9)

kelimpahan sumber daya yang ada(factor driven)atau mengandalkan keunggulan

komparatif (comparative advantage) seperti sekarang ini, tetapi secara bertahap

harus dikembangkan ke arah agribisnis yang didorong oleh modal mane-made

(capital driven) dan kemudian kepada agribisnis yang didorong oleh inovasi

(innovation driven).

Dengan perkataan lain, keunggulan komparatif agribisnis pada setiap

daerah ditranformasi menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage)

melalui pengembangan mutu sumber daya manusia, teknologi, kelembagaan dan

organisasi ekonomi lokal yang telah ada pada masyarakat setiap daerah (bukan

menggantikannya dengan sesuatu yang benar-benar baru).

Dengan transformasi agribisnis seperti ini, kemampuan rakyat untuk

menghasilkan produkproduk agribisnis yang saat ini masih didominasi oleh

produk-produk yang bersifat natural resources and unskill labor based, secara

bertahap beralih kepada produk-produk agribisnis yang bersifat capital and skill

labor based dan kemudian kepada produk yang bersifat knowledge and skill labor

based. Dengan transformasi produk agribisnis yang demikian, maka

produk-produk agribisnis yang dihasilkan oleh setiap daerah dapat mampu bersaing dan

memasuki segmen pasar yang lebih luas di pasar internasional.

Pengembangan produk yang demikian juga akan memperbesar manfaat

ekonomi yang dapat dinikmati oleh rakyat di setiap daerah. Pengembangan

agribisnis di setiap daerah harus juga disertai dengan pengembangan organisasi

ekonomi, khususnya rakyat petani, agar manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat

benar-benar dinikmati oleh rakyat dan daerah. Di masa lalu, rakyat petani (bahkan

daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai tambah dari subsistem on

farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni

pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau

pengusaha luar daerah. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pendapatan petani

(10)

2.4 Analisis Isu Strategis (RPJM Provinsi Lampung)

Isu global maupun nasional, secara langsung maupun tidak langsung akan

berpengaruh terhadap perkembangan isu lokal di Provinsi Lampung. Isu lokal ini

akan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat Lampung, sehingga perlu

dilakukan pemahaman secara tepat dan akurat semua isu yang berkembang agar

dapat direncanakan antisipasi sekaligus solusi untuk menjaga keberlangsungan

pembangunan di Provinsi Lampung. Salah satu isu lokal di Provinsi Lampung

adalah sebagai berikut:

2.4.1 Mempertahankan Ketahanan Pangan

Isu ketahanan pangan pada dasarnya adalah tantangan dalam

pembangunan pertanian secara luas, mulai dari aspek hulu sampai dengan aspek

hilir. Tantangan terbesar adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan efisiensi

dan produktivitas per satuan luas lahan pada setiap komoditas bahan pangan. Hal

ini perlu dilakukan mengingat perluasan lahan dan ekstensifikasi akan terkendala

dengan keterbatasan lahan.

Keterbatasan lahan ini, baik dari segi kesesuaian lahan maupun dari segi

peruntukan lahan, memunculkan tantangan mengenai perlu adanya jaminan bagi

keberlangsungan swasembada pangan di Provinsi Lampung. Dengan demikian

sudah saatnya untuk mempersiapkan regulasi mengenai lahan abadi pertanian.

Kendala pada ekstensifikasi juga menyebabkan penyediaan input menjadi

faktor kunci dalam pengembangan agribisnis. Dalam hal penyediaan input, selain

diperlukan regulasi, maka juga diperlukan adanya koordinasi terus menerus pada

semua stake holder terkait.

Masalah lain adalah bahwa ketahanan pangan tidak lagi dapat dipandang

hanya bersumber dari bahan pangan beras. Hal ini dapat dipahami karena beras

merupakan komoditas strategis, sehingga tekanan terhadap komoditas beras dari

berbagai aspek semakin berat dari tahun ke tahun. Dengan demikian tantangan

yang kemudian muncul adalah bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Lampung

mulai dapat mendorong penganekaragaman sumber bahan pangan, terutama

(11)

Pada sisi lain, cara pandang terhadap penyediaan komoditas bahan pangan

dalam rangka ketahanan pangan juga perlu mengalami perubahan. Sebab, pada

prinsipnya yang harus dibangun adalah peningkatan daya beli masyarakat,

sehingga ketika daya beli meningkat, maka dengan sendirinya ketahanan pangan

akan terbangun. Peningkatan daya beli masyarakat ini hanya mungkin dilakukan

dengan pembangunan ekonomi secara keseluruhan, sehingga konsep dasar

pembangunan ketahanan pangan adalah pembangunan ekonomi.

2.4.2 Pengembangan Agro Industri

Sesuai dengan potensi dasar bahwa Provinsi Lampung sebagi ”Bumi

Agribisnis”, maka Isu penting yang kedua adalah pengembangan Provinsi

Lampung sebagai provinsi agro industri. Hal ini dilakukan guna mendukung

perkuatan ketahanan pangan yang telah bekembang menjadi isu pertama,

sekaligus merupakan pengembangan keunggulan potensi daerah.

Komoditas yang dikembangkan dalam agro industri adalah beberapa

komoditas yang merupakan unggulan daerah dan dapat dikembangkan lebih lanjut

ke arah produk industri. Dengan demikian produk akhir yang dipasarkan berupa

produk setengah jadi atau produk jadi. Selain itu, produk yang dihasilkan

merupakan sebuah produk yang dapat berkembang menjadi trade mark Provinsi

Lampung. Dengan demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung produk

yang dihasilkan mempunyai nilai komparatif terhadap produk dari luar daerah.

Pada bidang perikanan komoditas yang dapat dikembangkan adalah

produk ikan laut; pada bidang peternakan adalah sapi potong dan ayam potong.

Pada bidang perkebunan adalah: tebu, sawit, karet, singkong, dan nanas.

Sedangkan produk bidang tanaman pangan adalah jagung dan hortikultura.

Kata kunci bagi pengembangan isu agro industri adalah nilai ekonomis,

kualitas produk, dan berbasis ekonomi kerakyatan. Ketiga kata kunci ini menjadi

aspek pembeda dengan isu ketahanan pangan yang lebih merupakan

(12)

Parameter nilai ekonomis akan terkait dengan berbagai aspek lain, seperti :

iklim investasi, pertumbuhan ekonomi, efisiensi proses, penyerapan tenaga kerja

lokal, pemasaran, serta penggunaan input berupa potensi dan keunggulan daerah.

Sedangkan kualitas produk akan terkait dengan standar kualitas sesuai dengan

target pasar nasional yang sesuai dengan situasi krisis.

Produk agro industri yang dihasilkan juga harus bertumpu kepada usaha

agribisnis yang berbasiskan perekonomian rakyat. Dengan demikian produk

tersebut akan mempunyai nilai kompetitif gain terhadap produk lain dari dalam

daerah. Hal ini penting diupayakan, mengingat semakin besar nilai kompetitif

gain sebuah produk akan menimbulkan implikasi profit yang secara ekonomis

lebih besar. Akumulasi dari nilai kompetitif ini secara meluas akan menimbulkan

terjadinya pertumbuhan ekonomi lokal.

Selanjutnya, dalam pengembangan isu agro industri perlu diupayakan

keseimbangan antara peningkatan produksi di satu sisi, namun pada sisi lain

proses produksi masih mampu didukung oleh sumber daya alam yang tersedia.

Artinya, proses produksi tersebut tidak justru menguras sumber daya alam.

Konsep ini dikenal dengan konsep pertanian berkelanjutan.

2.5 Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung 2009-2029

2.5.1 Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang

Untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Lampung, maka

dirumuskan 7 (tujuh) kebijakan yang akan di laksanakan, salah satu diantaranya

adalah: ”Mengembangkan keterkaitan perkotaan dengan perdesaan melalui

pengembangan Desa-desa pusat pertumbuhan (DPP) dan Konsep Pengembangan

Agropolitan yang akan berfungsi sebagai pusat pemasaran produk pertanian, pusat

(13)

2.5.2 Penetapan Kawasan Strategis Provinsi Lampung

Kawasan Strategis merupakan suatu wilayah yang penataan ruangnya

diprioritaskan karena memiliki pengaruh sangat penting bagi perkembangan

wilayah dalam aspek ekonomi, sosial, budaya pertahanan keamanan, teknologi

dan kelestarian lingkungan hidup.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), di Provinsi Lampung terdapat

dua Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang ditetapkan, yaitu:

1. Kawasan Selat Sunda, dengan fungsi strategis untuk meningkatkan

kualitas kawasan secara ekonomi

Dasar pertimbangan penetapan kawasan tersebut adalah kawasan

tersebut merupakan kawasan yang memiliki potensi ekonomi cepat

tumbuh dan mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi nasional

dengan tersambungnya Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Di samping

itu pada kawasan tersebut sangat potensial untuk dikembangkan

sebagai kawasan pariwisata terutama pada kawasan krakatau yang

merupakanworld heritage.

2. Kawasan Perbatasan Negara di pesisir timur Provinsi Lampung yang

berhadapan dengan laut lepas/Samudera Hindia dengan fungsi

strategis untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.

Dalam upaya mengurangi disparitas pembangunan antara kawasan pusat

pertumbuhan (Kota Bandar Lampung) dengan kawasan-kawasan di sekitarnya dan

upaya optimalisasi potensi kawasan, maka diperlukan strategi pengembangan

wilayah pada kawasan-kawasan yang memiliki peran strategis sebagai motor

penggerak bagi pembangunan kawasan-kawasan di sekitarnya, baik dalam aspek

ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan SDA dan teknologi tinggi.

Kawasan yang berpotensi strategis dalam skala Provinsi Lampung dan

perlu dikembangkan salah satunya adalah:

(14)

Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pesawaran,

Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan

Kabupaten Tulang Bawang. Provinsi Lampung merupakan pemasok utama

tanaman padi dan palawija di Indonesia, bahkan merupakan produsenn terbesar

gula untuk indonesia, yaitu sekitar 30% dari kebutuhan gula di Indonesia. Terkait

dengan penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah

Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis

Agropolitan, penyusunan DED prasarana kawasan yang dikembangkan secara

terpadu kawasan agropolitan hingga pelaksanaan pembangunan dan

pengawasannya

2.6 Pembangunan Koridor Ekonomi Lampung 2.6.1 Koridor Ekonomi Lampung

Koridor ekonomi Lampung merupakan penjabaran dari koridor ekonomi

Sumatera yang memiliki Tema sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil

Bumi dan Lumbung Energi Nasional”. Koridor Ekonomi Lampung meliputi 3

Koridor utama sebagai berikut:

1. Koridor Timur Lampung

2. Koridor Tengah Lampung

3. Koridor Barat Lampung

Koridor Ekonomi Lampung Meliputi 14 Kabuten/Kota yaitu :

1. Kabupaten Lampung Barat 2. Kabupaten Tulang Bawang 3. Kabupaten Lampung Selatan 4. Kabupaten Tulang Bawang Barat 5. Kabupaten Lampung Timur 6. Kabupaten Tanggamus 7. Kabupaten Pesawaran 8. Kabupaten Pringsewu

9. Kabupaten Lampung Tengah 10. Kabupaten Mesuji

(15)

Gambar 1 Peta Potensi Ekonomi Provinsi Lampung

Kegiatan Ekonomi Utama:

1. Kopi 2. Kakao 3. Tebu 4. Lada

5. Kelapa Sawit 6. Karet

7. Kelapa dalam 8. Padi

9. Jagung 10. Ubi kayu 11. Sapi 12. Kambing

13. Nanas 14. Pisang 15. Batu Bara 16. Panas Bumi 17. Damar 18. Perikanan 19. Udang

20. Kawasan Strategis Lampung

(16)

Gambar 2 Tema Pembangunan Koridor Ekonomi Lampung

Koridor ekonomi Lampung merupakan turunan dari koridor ekonomi

Sumatera yang terdapat di dalam MP3EI, yang terdiri dari beberapa komoditas

dan potensi yang terdiri dari:

1. Perkebunan dan hasil hutan: kopi, kakao, tebu, lada, kelapa dalam, kelapa

sawit, karet,nanas, pisang,damar

2. Pertanian dan peternakan: padi, jagung, ubi kayu,sapi, kambing,

3. Perikanan: Ikan dan udang

4. Mineral dan energi:batu bara, panas bumi,

5. Pariwisata

(17)

Gambar 3 Peta Koridor Ekonomi Lampung

2.6.2 Potensi Dan Tantangan Provinsi Lampung

Provinsi Lampung adalah daerah yang kaya dengan potensi Sumber Daya

Alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan

mineral).

Bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.

Luas lahan persawahan di Provinsi Lampung sebesar 371.417 ha dengan

tingkat produksi sebesar 2,13 juta ton padi. Produksi perkebunan sebesar 7,74

juta ton yang terdiri dari karet, kopi, lada, kelapa, tebu, ubi, rotan , kayu, dan

jagung. Sejak abad ke-19 dan ke-20, kopi dan lada Lampung menjadi primadona

dunia, walaupun dengan minus infrastruktur dan kondisi sebagai tanah jajahan

kolonial Belanda, nama Lampung dikenal dunia sebagai salah satu produsen kopi

(18)

dari Lampung. Produksi gula memberikan kontribusi sebesar 37,7% dari dari total

gula nasional. Produksi tapioka sebesar 60% dari produksi nasional. Kopi robusta

26,12% dari produksi nasional. Jagung 11,22%. Singkong 24,43%. Sedangkan

Nanas kalengan merupakan 26% pemasok kebutuhan dunia. Sementara sektor

perikanan mampu menghasilkan sebanyak 327.132,2 ton. Lampung merupakan

pengekspor udang ke Amerika yang terbesar di Indonesia, serta pemasok ternak

terbesar ke wilayah Banten dan Jabodetabek serta beberapa provinsi lainnya di

Sumatera dengan produksi lebih dari 150.000 ekor sapi pertahunnya.

Gambar 4 Potensi Sumber Daya Alam Lampung

Hingga tahun 2011, perekonomian Lampung menunjukkan tren yang terus

meningkat. Akhir tahun 2011, pertumbuhan ekonomi secara makro berhasil

mencapai 6,15%. Seperti tahun sebelumnya, produksi komoditas pertanian

Lampung secara umum masih berada pada peringkat tujuh nasional. Sementara

produksi jagung menempati peringkat tiga nasional dengan total produksi 2,1 juta

ton. Sedangkan ubi kayu memberikan kontribusi produksi 8,2 juta ton atau

menempati peringkat satu secara nasional. Demikian juga dengan kopi robusta

dan tebu yang secara nasional memberikan kontribusi dalam kisaran 30% - 40%

(19)

Gambar 5 20 Kegiatan Utama Ekonomi Lampung

Tabel 1 Komoditi Unggulan di Provinsi Lampung

(20)

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Sesuai dengan potensi dasar bahwa Provinsi Lampung sebagi ”Bumi

Agribisnis”. Penerapan Agropolitan Dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

Provinsi Lampung merupakan cara yang paling efektif untuk mengembangkan

perekonomian daerah adalah melalui pengembangan agribisnis. Pengembangan

agribisnis bukan hanya pengembangan pertanian primer (on farm agribusiness)

tetapi juga mencakup industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (up

stream agribusiness) dan industriindustri yang mengolah hasil pertanian primer

dan kegiatan perdagangannya (down stream agribusiness).

Pengembangan agribisnis di setiap daerah harus juga disertai dengan

pengembangan organisasi ekonomi, melalui pengembangan koperasi agribisnis

yang ikut mengelola up¬stream agribusiness dan down-stream agribusiness

melalui usaha patungan (joint venture) dengan BUMN/BUMD. Dengan demikian

perekonomian daerah akan mampu berkembang lebih cepat dan sebagian besar

nilai tambah agribisnis akan tertahan di daerah dan pendapatan rakyat akan

meningkat. Apabila hal tersebut terwujud akan mampu menghambat arus

urbanisasi bahkan justru mendorong ruralisasi sumber daya manusia.

SARAN

Saran untuk pencapai penerapan agropolitan dalam pembangunan ekonomi

daerah provinsi lampung lebih optimal sebagai berikut :

1. Pengembangan kwasan agropolitan sebagai potensi ekonomi Provinsi

Lampung, dilakukan melalui pengembangan komoditas di Provinsi

Lampung terdiri dari 21 jenis komoditas yang menjadi kegiatan ekonomi

utama di Provinsi Lampung, yaitu: kopi, tebu, lada, padi, jagung, kelapa

dalam, kelapa sawit, kakao, ubi kayu, nanas, batu bara, panas bumi,

pariwisata, damar, perikanan, udang, sapi dan kambing, karet,pisang, dan

(21)

2. Penguatan konektivitas, dilakukan dengan memperhatikan aspek

konektivitas secara internal (internal connectivity), secara eksternal

(eksternal connectivity), serta main gate sebagai pintu keluar-masuknya

orang, barang, dan jasa dari dan ke Provinsi Lampung. Penguatan

konektivitas dilakukan dengan dukungan infrastruktur yang berfungsi

sebagai penunjang pengembangan 21 kegiatan ekonomi utama di Provinsi

(22)

Gambar

Gambar 1 Peta Potensi Ekonomi Provinsi Lampung
Gambar 2 Tema Pembangunan Koridor Ekonomi Lampung
Gambar 3 Peta Koridor Ekonomi Lampung
Gambar 4 Potensi Sumber Daya Alam Lampung
+2

Referensi

Dokumen terkait

penelitian, rendahnya berat lahir anak berkaitan dengan rendahnya pendapatan keluarga (< UMR) serta riwayat ibu yang sewaktu hamil memiliki berat. badan 35-40

Batas suhu yang tepat untuk melakukan peringatan dini dalam penelitian ini berkisar antara 29.89 – 29.94 o C diperoleh dengan memperhitungkan lagtime sistem peringatan dini

Munculnya minat terhadap tema dekolonisasi di Belanda tidak lepas dari kehadiran para imigran poskolonial yang datang ke negeri itu secara bertahap sejak tahun 1940-an

Pada proses ke – 1 adalah pengolahan data, pada proses ini petugas mengiputkan data petugas, pedagang, nasabah bank sampah, nasabah koperasi, keuangan dan barang kemudian

[r]

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pencemaran saluran drainase di lingkungan permukiman sekitar Kawasan Pasar Kahayan terjadi akibat limbah

Pendekatan yang digunakan pun telah sesuai dengan KTSP sehingga dapat menjadi tauladan bagi mahasiswa praktikan dalam pelaksanaan pembelajaran yang baik di sekolah. Beliau

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 19-20 Agustus 2013, dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan kuesioner terhadap 10