• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH KELUARGA JAWA TERHADAP ANAK PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POLA ASUH KELUARGA JAWA TERHADAP ANAK PE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH KELUARGA JAWA TERHADAP ANAK PEMBAREP SEBAGAI PEMBENTUKAN TANGGUNG JAWAB SEJAK DINI

Oleh: Gusti Garnis Sasmita

Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta gustigarnis@gmail.com

(2)

ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskribtif untuk mengungkap fakta secara mendalam dibalik suatu fenomena sosial yang ada dalam masyarakat jawa.

Kata Kunci: tanggung jawab, anak pembarep, peran, keluarga jawa

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama seorang anak. Dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada anak, setiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang di daerah tersebut dan beberapa faktor lain yang mendukungnya seperti faktor sosial dan ekonomi. Pola asuh merupakan interaksi yang intensif antara orang tua dan anak, menerapkan aturan, mengajarkan nilai dan pemberian kasih sayang. Dalam budaya jawa, pola asuh yang digunakan cenderung mengarah pada pola asuh Authoritarian (otoriter) dan power assertion (pola asuh unjuk rasa) dimana orang tua memiliki pengaruh yang dominan dalam pembentukan karakter anak sejak dini. Dominan yang dimaksud ialah bagaimana orang tua telah menetapkan aturan-aturan dan menanamkannya kepada diri anak sejak dini. Kepatuhan seorang anak kepada orang tua, dalam budaya jawa tidak serta merta diharapkan begitu saja. Karena makna leksikal dari “patuh” lebih mengarah kepada “bekti” yakni patuh karena kesadaran diri. Ketika seorang anak telah patuh, maka penanaman nilai-nilai akan lebih mudah dilaksanakan. Tentunya juga dengan adanya reward and punishment pada situasi tertentu.

Sejak dini, moral dan etika telah ditanamkan oleh orang tua keluarga jawa dengan harapan agar sang anak menjadi mbeneh dan njowo. Mbeneh ialah keadaan dimana nilai moral telah tertanam dalam diri anak tersebut yakni ketika seorang anak telah mampu memilah mana yang baik dan buruk, dan bagaimana ia seharusnya bertindak dan etika menjelaskan mengapa anak harus bertindak yang demikian. Bahkan yang unik dari tradisi jawa ialah, pendidikan seorang anak telah dimulai bahkan sejak ia belum dilahirkan. Seperti disimbolkan dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang ibu yang mengandung, dan apa saja larangan-larangannya.

(3)
(4)

konsep bahwa kakak tertua ialah seorang kakak yang disegani sampai kapanpun. Hal ini merupakan salah satu bentuk pola asuh keluarga jawa sebagai cara pembentukan tanggung jawab pada diri seorang anak pembarep. Anak pembarep harus mampu mengemban tanggung jawab terhadap adik-adiknya. Ia harus mampu menjadi teladan, panutan, serta mampu menengahi ketika terjadi masalah atau pertengkaran diantara saudara-saudaranya. Tak jarang seorang anak pembarep harus rela melepas cita-citanya demi masa depan para adiknya. Dari kesemua hal tersebut layaknya dilakukan bukan lagi karena keterpaksaan melainkah kesadaran diri. Lebih tepatnya salah satu bentuk ngabekti marang wong tuo. Dari beberapa peta konsep tersebutlah kemudian penulis mengambil latar belakang sejarah seorang anak pembarep dari keluarga petani jawa yang berhasil mengemban tanggung jawabnya dengan mengorbankan cita-cita dan bekerja keras demi masa depan para adiknya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengkaji lebih dalam pola asuh keluarga jawa terhadap penanaman tanggung jawab sejak dini. Hal ini diharapkan memberikan gambaran mengenai sejarah anak pembarep. Bagaimana ia mampu memposisikan diri dengan tanggung jawab yang diampunya dan bagaimana kemudian tanggung jawab tersebut telah membentuk karakter kepribadiannya hingga beranjak dewasa.

ANAK PEMBAREP DALAM KELUARGA TANI JAWA

(5)

ekonomi inilah kemudian yang melatih anak-anak petani memahami pekerjaan dari hal yang paling sederhana. Masing-masing anak tidak pilih kasih, pasti diberikan hak dan kewajibannya dirumah. Terutama sebagai anak pembarep. Bahkan bukankah masyarakat jawa telah mengenal dengan baik budaya tingkeban sebagai salah satu usaha memperoleh keselamatan seorang jabang bayi yang akan lahir kelak. Hal lain yang perlu kita munculkan ialah mengapa hanya ketika mengandung anak pertama? Bukankah resiko dari kehamilan dan melahirkan semuanya sama? Yakni berkeinginan anak yang lahir sehat dan selamat. Nampaknya disinilah kemudian dapat kita tarik keluar suatu argumen mengenai pentingnya tradisi keselamatan anak pertama ini sejak dalam kandungan. Jika kita mengaitkannya dengan peran anak pembarep ketika ia telah lahir kelak mungkin dapat kita simpulkan bahwa tanggung jawab yang akan dibebankan kepada anak tersebut bukanlah hal yang mudah. Maka dilakukan selamatan agar anak tersebut mampu menjadi pribadi yang njowo, mbeneh lan ngabekti marang wong tuo. Yakni berkepribadian yang baik, mantab, dan tak goyah.

(6)

keinginan pribadi. Suatu keputusan yang sulit jika kita ambil dalam konteks masyarakat jawa saat ini.

Sekolah bagi keluarga petani sederhana merupakan hal yang eksklusif. Apalagi jika jenjang setelah SMP. Tetapi hal tersebut bukanlah halangan untuk menjadi sukses. Pak Pandi dengan besar hati ikut membantu orang tuanya di sawah, serta mencarikan makan ternak. Ternak inilah kemudian dijual untuk membiayai sekolah adiknya di kepolisian tersebut. Sebuah kepuasan tersendiri akan dapat ia rasakan manakala ia telah mampu memenuhi tugasnya sebagai anak pembarep yang dapat membantu meringankan beban kedua orang tuanya

(7)

menghukum adiknya bila tak patuh atau tak mau membantu pekerjaan rumah. Hal ini merupakan usahanya dalam mengemban tanggung jawab diri. Ia bekerja serabutan untuk membantu ibunya mengurus para adiknya. Pak Pandi tak kenal lelah, dan ia senantiasa tetap mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan.

Pada suatu ketika, anak perempuan nomor dua terakhirnya, ninik telah tumbuh dewasa. Ia merupakan gadis yang cerdas dan selalu mendapatkan rangking dikelasnya. Saat itu keluarga tak mampu membiayai adiknya untuk lanjut sekolah. Bahkan adiknya hendak dinikahkan. Anggapan yang demikian mengenai gadis jawa pada abad 19 memang kurang mendapatkan perhatian lebih. Seorang wanita dalam pandangan masyarakat jawa pada saat itu ialah hanya sebatas macak, masak, manak (bersolek, memasak dan melahirkan). Sehingga untuk mengemban tujuan lebih tinggi yakni mencapai cita-cita merupakan suatu hal yang tabu. Ninik kemudian disuruh untuk bekerja di gudang garam dan diminta putus sekolah SMP saja. Tetapi ia kemudian menangis tersedu-sedu lantaran merasa kepandaiannya disekolah tidak ada artinya. Dari sinilah kemudian Pak Pandi juga berusaha memahami situasi adiknya tersebut. Ia kemudian berusaha mencari uang tambahan sebagai buruh srabutan agar adiknya bisa tetap sekolah. Hal ini merupakan salah satu kepeduliam seorang kakak kepada adiknya. Jelas betul bahwa ia menyanyangi kesemua adiknya, daripada kepentingannya sendiri. Memang benar bahwa ketika orang tuanya telah lanjut usia, sawah keluarga kemudian diteruskan dan dikelola olehnya. Akan tetapi beban mental yang ia emban sebelum ia memperoleh semua itu bukanlah hal yang gampang. Ketika ditanyai apakah yang sebenarnya ianginkan, beliau kemudian menjawab bahwa ingin kesemua adiknya itu dadi wong, harapan yang sama dengan kedua orang tuanya. Istilah dadi wong kemudian memiliki arti yang luas seperti berhasil atau sukses seseorang dalam hidup, pemikiran orang Jawa mengenai dadi wong atau menjadi orang sukses merupakan konsep yang bersifat totalitas yang mana konsep tersebut tidak ber-harga mati, tetapi lentur dan adaptatif yakni meliputi totalitas dari norma serta nilai – nilai dasar budaya Jawa yang masih dipegang teguh oleh para pendukung budaya Jawa (Fardhani, 2015).

(8)

dengan keadaan yang keras ia mampu bertahan dan berjuang demi masa depan. Ia yang semula hanya diserahi sawah kecil oleh orang tuanya, kemudian saat ini telah berhasil mengembangkannya. Beliau merupakan salah seorang petani yang sregep lan jujur di desanya. Dengan lahan persawahan yang menjadi semakin luas, ia tetap memegang prinsip hidupnya tersebut. Bahkan diusianya yang tak sedikit saat ini, ia masih memiliki semangat tersebut. Kesemua adiknya telah menjadi orang yang berhasil. Dan mereka juga tak lupa oleh jasa kakaknya tersebut. Rasa hormat tetaplah ditunjukkan sebagai balasan rasa terima kasih akan didikan sang kakak. Demikianlah salah satu bentuk pembentukan karakter orang jawa terhadap tanggung jawab anak pembarep, yang mungkin tidak dapat kita temui di daerah lain. Seharusnya hal ini dapat kita gunakan sebagai wacana, bagaimana berbudayanya masyarakat jawa, terutama dalam institusi terkecilnya yakni keluarga dalam menanamkan nilai-nilai moral, etika, serta tanggung jawab sejak dini. Ini dapat kita gunakan sebagai teladan bagaimana kemudian nantinya kita mampu mendidik anak-anak kita. Tentunya dengan beberapa penyesuaian karena perubahan zaman saat ini, yang tak meninggalkan nilai-nilai budaya dalam pola asuh anak, khussusnya anak pembarep.

KESIMPULAN

(9)

keluarga. Bahkan sampai saat ini ia tetap disegani oleh para saudaranya. Keakraban terasa semakin merekat walaupun mereka telah memiliki keluarganya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Fardhani. (2015). Makna "Dadi Wong" sebagai refleksi dari Sosialisasi Pada Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga Jawa . Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 , 5.

Geertz, H. (1982). Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Press.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) SOIna adalah satu-satunya organisasi di Indonesia yang menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga bagi

Meskipun kompilator FreePascal banyak diacu dalam buku ini, buku ini bisa dipakai bersama kompilator yang lain (bahkan dapat dipakai untuk bahasa pemrograman selain Pascal),

[r]

Akumulator atau aki yang banyak digunakan sebagai sumber listrik DC tersebut sebagai bahan pembangkit arus listriknya atau elektrolitnya adalah menggunakan asam belerang cair

menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, (b) menyampaikan materi secukupnya melalui model Concept Sentence dengan media gambar fotografi, (c) membentuk kelompok yang

Menurut Subana (2001:89) menyatakan bahwa, “metode deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi

In order to improve OSB properties especially its dimensional stability and durability, the effect of immersion of strands in cold water and acetic anhydride solution on

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang- Undang