LAPORAN AKHIR
KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN
SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL
(PSKS)
DI KOTA CILEGON
BADAN PERENCANAAN DAN
PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)
KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN
SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS)
DI KOTA CILEGON
Tim Peneliti:
KATA PENGANTAR
Kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial di Kota Cilegon,
dilakukan dalam rangka menggali, mengidentifikasi, dan mengoptimalkan fungsi PMKS,
sehingga keberadaanya bisa lebih di rasakan oleh masyarakat di dalam meningkatkan
kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial di Kota Cilegon.
Tujuan umum dari kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan
Sosial (PSKS) ini adalah untuk mengetahui mengenai sistem pola pengembangan
lembaga-lembaga organisasi sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon agar peran
dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial
di Kota Cilegon. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini difokuskan pada lembaga-lembaga
sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon..
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membimbing dan memberkahi kita
sekalian dalam melaksanakan tugas. Akhirnya kami berharap, semoga hasil kajian ini dapat
memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Serang, Desember 2013
DAFTAR ISI
2.1. Pekerja Sosial, Masalah Sosial, dan Kesejahteraan Sosial ... 7
2.1.1. Pekerja Sosial ... 7
2.1.2. Masalah Sosial ... 8
2.1.3. Kesejahteraan Sosial ... 9
2.2. Pembangunan Kesejahteraan Sosial ... 11
2.3. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) ... 12
2.4. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial ... 26
2.4.1. Kebijakan Sosial ... 27
2.4.2. Kebijakan Kesejahteraan Sosial ... 30
2.5. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial ... 31
BAB III KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 38
3.1. Kondisi Geografis ... 38
3.2. Kondisi Demografi ... 39
3.4. Kondisi Produk Domestik regional Bruto ... 42
3.5. Kondisi Perindustrian ... 43
3.6. Kondisi Perdagangan dan Restoran ... 44
3.7. Kondisi Pariwisata dan Hotel ... 46
BAB IV DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DI KOTA CILEGON ... 47
4.1. Keterlantaran ... 47
4.2. Kemiskinan (Keluarga Fakir Miskin) ... 50
4.3. Anak Nakal... 53
4.4. Anak Jalanan ... 54
4.5. Wanita Rawan Sosial ... 55
4.6. Korban Tindak Kekerasan... 56
4.7. Penyandang Cacat ... 58
4.8. Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku ... 60
4.9. Gelandangan dan Pengemis... 62
4.10. Keluarga Rentan ... 64
4.11. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni ... 65
BAB V KONDISI EXISTING PELAKSANAAN KEGIATAN PELAYANAN SOSIAL TERHADAP MASYARAKAT KOTA CILEGON DAN EVALUASI ... 70
5.1. Kondisi Existing Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Sosial ... 70
5.1. Program Pelayanan, Rehabilitasi Sosial dan Pemakaman .. 80
5.2. Program Pemberdayaan Sosial ... 84
5.3. Program Bantuan Sosial, Jaminan Sosial dan Penanggulangan Bencana ... 87
5.4. Program Dukungan Pelayanan Pemerintah ... 90
5.2. Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial ... 94
BAB VI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DINAS SOSIAL DAN PSKS DI KOTA CILEGON, SERTA ALTERNATIF PEMECAHANNYA ... 100
6.1.1. Pekerja Sosial ... 101
6.1.2. Karang Taruna ... 102
6.1.3. Dunia Usaha ... 103
6.1.4. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat (WKSKBM) ... 104
6.1.5. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial ... 105
6.1.6. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSM) ... 105
6.1.7. Penyuluhan Sosial ... 106
6.1.8. Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) ... 108
6.1.9. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) ... 109
6.1.10. Lembaga lainnya ... 110
6.2. Identifikasi Permasalahan dalam Pelayanan Sosial oleh Dinas Pendidikan Kota Cilegon dan Alternatif Pemecahannya ... 111
6.2.1. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Menurunkan Jumlah PMKS dan Peningkatan Jumlah PMKS yang Mandiri ... 112
6.2.2. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Meningkatkan PSKS Aktif ... 114
6.2.3. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Peningkatan TKSM Aktif ... 115
6.2.4. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Korban Bencana Alam yang Ditangani ... 115
6.2.5. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya dalam Jumlah Masyarakat Miskin Sektor Informal yang tercakup dalam Askesos ... 116
6.2.6. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam menambah Jumlah Tagana yang Terlatih ... 117
6.3. Identifikasi Permasalahan dalam Pelayanan Sosial yang Dihadapi Lembaga-lembaga Sosial dan Alternatif Pemecahannya... 117
6.3.1. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya Lembaga Sosial Karang Taruna ... 117
6.3.2. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya pada Pekerja Sosial ... 121
BAB VII STRATEGI PENINGKATAN POTENSI DAN SUMBER
KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) DI KOTA CILEGON... 127
7.1. Strategi Peningkatan Kualitas SDM Kesejahteraan Sosial ... 130
7.2. Strategi Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesejahteraan Sosial . 134 7.3. Strategi Peningkatan IPTEK Kesejahteraan Sosial ... 139
7.4. Strategi Peningkatan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial ... 141
7.5. Strategi Pengembangan Organisasi dan Manajemen Kesejahteraan Sosial ... 145
BAB VIII SARAN DAN REKOMENDASI ... 148
8.1. Kesimpulan ... 148
DAFTAR TABEL
3.4. PDRB Kota Cilegon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 Atas
Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Rp Juta) ... 42
3.5. Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di Kota Cilegon Tahun 2012 ... 45
3.6. Jumlah Pasar, Luas Bangunan dan Jumlah Pedagang Pada Toko
Swalayan Menurut Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2012 ... 45
3.7. Jumlah Hotel Menurut Klasifikasi dan Kecamatan di Kota Cilegon
Tahun 2012 ... 46
4.1. Jumlah Keterlantaran di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ... 47
4.2. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin di Kota Cilegon
Tahun 2011 dan 2012 ... 51
4.3. Jumlah Keluarga Nonmiskin dan Miskin Berdasarkan Kecamatan di
Kota Cilegon Tahun 2012 ... 52
4.4. Jumlah Keluarga Nonmiskin dan Miskin Berdasarkan Kecamatan di
Kota Cilegon Tahun 2011 ... 53
4.5. Jumlah Anak Nakal di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ... 54
4.6. Jumlah Anak Jalanan di Kota Cilegon Tahun 20011-2012... 55
4.7. Jumlah Wanita Rawan Sosial Ekonomi di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ... 57 4.8. Jumlah Korban Tindak Kekerasan di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 .. 58
4.9. Jumlah Penyandang Cacat di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ... 60
4.10. Jumlah Jenis Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku di Kota
Cilegon Tahun 2011-2012 ... 61
4.12. Jumlah Keluarga Rentan di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ... 65
4.13. Jumlah Keluarga Berumah Tidak Layak Huni di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ... 66
4.14. Banyaknya Korban Bencana Alam Menurut Jenisnya di Kota Cilegon Tahun 2012 ... 68
5.2. Target dan Realisasi Peningkatan PSKS Aktif ... 92
5.3. Target dan Realisasi Peningkatan TKSM Aktif ... 92
5.4. Target dan Realisasi Korban Bencana yang Ditangani ... 93
5.5. Target dan Realisasi Korban Bencana yang Ditangani Yang Tercakup dalam Askesos ... 93
5.6. Target dan Realisasi Jumlah Tagana yang Terlatih ... 94
6.1. Jumlah Pekerja Sosial Masyarakat di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 102
6.2. Jumlah Karang Taruna di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 103
6.3. Jumlah Dunia Usaha di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 103
6.4. Jumlah WKSBM di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 105
6.5. Jumlah Nama TKSK berdasarkan Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 106
6.6. Jumlah Penyuluh Sosial Masyarakat di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 108
6.7. Jumlah Lembaga Kesejahteraan Sosial di Kota Cilegon Tahun 2013 .... 109
6.8. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial Di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 113
6.9. Anggota Karang Taruna yang Bekerja dan Menganggur Tahun 2012 ... 118
6.10. Jumlah Bekerja Pekerja Sosial Profesional Kota Cilegon Tahun 2012 . 123 6.11. Jumlah Bekerja Pekerja Sosial Masyarakat Kota Cilegon Tahun 2012 . 123 8.1. Jumlah PMKS di Kota Cilegon Periode 2011-2012 ... 148
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Gambar Halaman
1.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon ... 5
3.1. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan di Kota Cilegon ... 41
4.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon ... 46
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini ditandai dengan kemajuan teknologi, industrialisasi, urbanisasi dan berbagai gejolak kemasyarakatan menimbulkan banyak masalah sosial. Apabila tidak segera ditangani, maka masalah ini akan semakin menyebar dan semakin berdampak pada masyarakat. untuk itu diperlukan suatu upaya yang terintegrasi dan terorganisasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Masalah sosial timbul dari berbagai sebab, baik faktor pelaku (internal faktors) maupun faktor lingkungan (eksternal faktors). Faktor-faktor internal dan
eksternal saling berinteraksi dan berinterdependensi, sehingga masalah sosial biasanya kompleks dan tidak mudah dipecahkan. Masalah sosial mempunyai berbagai dimensi, baik ekonomi, sosial, budaya, biologis, psikologis, spiritual, hukum, maupun keamanan, sehingga masalah sosial hanya bisa didekati secara lintas sektor dan interdisipliner.
Salah satu agenda pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Cilegon dan masyarakat. Masyarakat berperan sebagai pelaksana utama, sedangkan pemerintah adalah menetapkan regulasi dan memberikan fasilitas guna untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial dari pengertian di atas kita dapat mengetahui diperlukan peran serta masyarakat dalam menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), khususnya di kota cilegon.
Dalam usaha memberikan pelayanan sosial untuk mengatasi masalah PMKS diperlukan sumber yang dapat dipergunakan dan mendukung, sehingga masalah atau kebutuhan yang didapat oleh PMKS dapat teratasi. Dalam penanganan masalah yang muncul tersebut diperlukan adanya kerjasama dari berbagai sumber yang ada kelembagaan sosial dan potensi kesejahteraan sosial di Kota Cilegon.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) merupakan bentuk keterlibatan dari masyarakat dan dunia usaha untuk membantu dalam penanggulangan masalah kesejahteraan sosial. Dimana peran masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi.
1.2. Landasan Hukum
a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
d. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia e. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia f. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak g. Undang-undang RI Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial h. Undang-undang RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin i. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan
Gelandangan
j. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1986 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor; 8 tentang Organisasi Kemasyarakatan
k. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
l. Keputusan Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996 tentang Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional.
m. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 08 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial.
1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran
Maksud dari kegiatan ini adalah supaya lembaga-lembaga sosial dan dunia
usaha yang ada di Kota Cilegon dapat bersinergi untuk memberikan pelayanan
Tujuan umum dari kajian Pengembangan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) ini adalah untuk mengetahui mengenai sistem pola
pengembangan lembaga-lembaga organisasi sosial dan dunia usaha yang ada di
Kota Cilegon agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses
pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini
difokuskan pada lembaga-lembaga sosial dan dunia usaha yang ada di Kota
Cilegon.
1.4. Outcome (Keluaran)
Adapun keluaran yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah:
1. Tersedianya data-data penyandang masalah kesejahteraan sosial yang lengkap, akurat dan mutahir (up to date) dan menampilkan peta berdasarkan setiap kecamatan.
2. Tersedianya kondisi existing pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.
3. Tersedianya alternatif pemecahan permasalahan bagi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon.
4. Terumuskannya Rekomendasi Arahan Kebijakan dan Pedoman Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Cilegon.
1.5. Ruang Lingkup Kajian
Kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
1. Menginventarisasi data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial Kota Cilegon tahun 2013 serta memetakan kawasan di setiap kecamatan.
2. Mengevaluasi kondisi eksisting sejauh mana pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon dan membuat alternatif-alternatif pemecahannya.
4. Merumuskan tahapan-tahapan dan strategi di dalam upaya meningkatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang ada di Kota Cilegon.
5.1. Kerangka Kerja
Sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini yaitu; untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengetahui mengenai pola pengembangan lembaga-lembaga organisasi social dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon, agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Dengan demikian langkah kerja pelaksanaan kajian digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan kerangka kerja sebagaimana Gambar 1.1. tersebut, maka
Kajian Pengembangan PMKS Kota Cilegon, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Menginventarisasi data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial Kota Cilegon tahun 2013 serta memetakan kawasan di setiap kecamatan.
2. Mengevaluasi kondisi eksisting sejauh mana pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial terhadap masyarakat kota cilegon.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang di hadapi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon dan membuat alternatif-alternatif pemecahannya.
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1. Pekerja Sosial, Masalah Sosial, Dan Kesejahteraan Sosial
2.1.1. Pekerja Sosial
Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang mempunyai bidang garapan tersendiri. Berbeda dan lain halnya dengan profesi lain seperti psikolog, dokter, dan sosiolog. Ada beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli, yaitu :
a. Pekerjaan Sosial didefinisikan sebagai metode yang bersifat sosial dan institusional untuk membantu seseorang mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan dan meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan sosial juga dapat dikatakan sebagai institusi sosial, profesi pelayanan manusia serta seni praktek yang ilmiah dan teknis (Max Siporin dalam Dwi Heru Sukoco, 1995).
b. Pekerjaan sosial menekankan pada interaksi antara orang dengan lingkungan
sosialnya yang mempengaruhi kemampuan orang untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, meringankan stress, mewujudkan aspirasi dan nilai-nilainya (Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Achlis, 1986).
c. Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan profesional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan pribadi dan sosial (Walter A. Friedlander dalam Syarif Muhidin, 1982).
2.1.2. Masalah Sosial
Masalah atau problema adalah perbedaan antara das sollen (yang
seharusnya, yang diinginkan, yang dicita-citakan, yang diharapkan) dengan das sein (yang nyata, yang terjadi). Dengan kata lain masalah adalah perbedaan antara
yang ideal dan real (Abu Huraerah, 2008), menurut Horton dan Leslie dalam
Suharto (2000) ”masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirasakan banyak orang yang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan aksi sosial secara kolektif.”
Parillo yang dikutip Edi Suharto (2005) dalam ”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,” empat komponen dalam memahami pengertian masalah sosial, yaitu :
a. Masalah itu bertahan untuk suatu periode tertentu.
b. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau mental, baik pada individu maupun masyarakat.
c. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.
d. Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.
Lebih lanjut dijelaskan tentang karakteristik dari masalah sosial, diantaranya antara lain :
a. Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan; suatu masalah sosial baru dikatakan masalah, apabila kondisi yang dirasakan tidak sesuai harapan masyarakat.
c. Masalah sosial adalah perilaku atau keadaan kompleks yang akibatnya
berpengaruh pada membahayakan kesejahteraan orang banyak (umum) serta
dapat mengganggu kestabilan masyarakat, norma, adat istiadat, norma dan
kepercayaan masyarakat.
d. Kondisi yang menuntut pemecahan. Bagaimana pun beratnya suatu masalah
sosial, pasti membutuhkan pemecahan secara kolektif sesuai dengan kebutuhan
permasalahan, atau pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi sosial
secara kolektif.
Masalah sosial merupakan gejala-gejala sosial yang tidak diinginkan akibat ketidakberfungsian dari unsur-unsur masyarakat yang menyebabkan kekecewaan dan penderitaan. Masalah masyarakat dan problema sosial adalah dua macam persoalan dalam masalah sosial. Timbulnya masalah sosial adalah dari kekurangan dalam diri manusia kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomis, biologis dan kebudayaan. Sehingga setiap masyarakat mempunyai norma yang berhubungan dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, mental serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.
2.1.3. Kesejahteraan Sosial
Ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu :
a. Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar Kesejahteraan Sosial
oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang
terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang
bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin
dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga
dan masyarakat.”
b. Menurut Dwi Heru Sukoco, 1995 dari buku Introduction to Social Work
Practice oleh Max Siporin. “Kesejahteraan sosial mencakup semua bentuk
intervensi sosial yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan
yang baik antara individu dan masyarakat secara keseluruan. Kesejahteraan
sosial mencakup semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup
tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia
dan peningkatan kualitas hidup.”
c. Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan
pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial,
ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara
masyarakat (Zastrow, 2000).
d. Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang
terorganisasi yang betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan
selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005).
Berdasarkan beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial di atas di atas,
dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tindakan yang
mengarah kepada kondisi sosial masyarakat yang menjamin kehidupan
masyarakat dalam lingkungan untuk hidup dengan rasa nyaman, aman, dan
2.2. Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Pembangunan pun merupakan suatu konsep yang relevan dengan
pemecahan permasalahan sosial. Pembangunan juga harus memperhatikan
berbagai aspek-aspek sosial dan ekonomi penduduk, pemanfaatan sumber daya
alam maupun pengelolaan lingkungan. Menurut Departemen Sosial Republik
Indonesia (2003) dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, yaitu;
Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.
Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat sebaik-baiknya dalam upaya
menciptakan suatu kondisi tata kehidupan sosial yang diliputi rasa keselamatan,
kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga memungkinkan setiap warga
masyarakat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosialnya secara layak bagi
individu, keluarga maupun masyarakat.
Arah pembangunan kesejahteraan sosial adalah seperti yang tertuang di
bawah ini, yaitu:
a. Pencegahan, mencakup kegiatan mencegah timbul, meluas serta kambuhnya
permasalahan baik dalam kehidupan perorangan, keluarga, kelompok maupun
masyarakat.
b. Rehabilitasi, merupakan proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf
kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial) mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam
c. Pengembangan, merupakan upaya pemeliharaan dan peningkatan taraf
kesejahteraan sosial para PMKS melalui penggalian dan pendayagunaan
potensi dirinya.
d. Penunjang, merupakan fungsi pendorong dan pendukung yang turut
menentukan keberhasilan pembangunan.
Pembangunan kesejahteraan sosial dirancang guna memenuhi kebutuhan publik yang luas, target utamanya adalah pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial
(PPKS), yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam menjalani fungsi sosialnya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling mendasar dan karenanya memerlukan pelayanan sosial.
Tujuan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:
a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat
yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.
b. Peningkatan keberdayaan melalui penepatan sistem dan kelembagaan ekonomi,
sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan.
c. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan
kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.
2.3. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS)
kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.
Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012, saat ini terdapat 26 jenis Penyandang Masalah Keejahteraan Sosial (PMKS) yang memerlukan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), yaitu sebagai berikut:
1. Anak Balita Telantar
Anak balita telantar adalah seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke
bawah yang ditelantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga
tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan,
perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya
semakin tidak terpenuhi serta anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu.
Kriterianya adalah:
a. terlantar/ tanpa asuhan yang layak;
b. berasal dari keluarga sangat miskin / miskin;
c. kehilangan hak asuh dari orangtua/ keluarga;
d. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang
tua/keluarga;
e. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang
disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan
2. Anak Telantar
Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai
dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan
salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh
dari orang tua/keluarga. Kriteria :
a. berasal dari keluarga fakir miskin;
b. anak yang dilalaikan oleh orang tuanya; dan
c. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah orang yang telah berumur 12
(dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun,
meliputi anak yang disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan
tindak pidana dan anak yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat
dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana. Kriteria :
a. disangka;
b. didakwa; atau
c. dijatuhi pidana
4. Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang
bekerja di jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang
menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup
a. menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun ditempat-tempat
umum; atau
b. mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat
umum.
5. Anak dengan Kedisabilitasan (ADK)
Anak dengan Kedisabilitasan (ADK) adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental
yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya
untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak,
yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental
dan anak dengan disabilitas fisik dan mental. Kriteria :
a. Anak dengan disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara
b. Anak dengan disabilitas mental : mental retardasi dan eks
psikotik
c. Anak dengan disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda
d. Tidak mampu melaksanakan kehidupan sehari-hari.
6. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan
Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah
adalah anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan,
diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau
lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya
a. anak (laki-laki/perempuan) dibawah usia 18 (delapan belas) tahun;
b. sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang berakibat
secara fisik dan/atau psikologis;
c. pernah dianiaya dan/atau diperkosa; dan
d. dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya)
7. Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus
Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia
6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat,
dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan,
perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang
disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. Kriterianya :
a. berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;
b. dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk/diskriminasi;
c. korban perdagangan manusia;
d. korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental dan seksual;
e. korban eksploitasi, ekonomi atau seksual;
f. dari kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil;
g. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA); dan
8. Lanjut Usia Terlantar
Lanjut usia telantar adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh)
tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya. Kriterianya :
a. tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan; dan
b. terlantar secara psikis, dan sosial
9. Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Kriterianya :
a. mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktifitas sehari-hari;
b. mengalami hambatan dalam bekerja sehari-hari;
c. tidak mampu memecahkan masalah secara memadai;
d. penyandang disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara;
e. penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik; dan
f. penyandang disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda.
10. Tuna Susila
a. menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran seperti
rumah bordil, dan tempat terselubung seperti warung remang-remang, hotel,
mall dan diskotek; dan
b. memperoleh imbalan uang, materi atau jasa.
11. Gelandangan
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta
tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta
mengembara di tempat umum. Kriteria :
a. tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap;
c. tanpa penghasilan yang tetap; dan
d. tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.
12. Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan
meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan orang lain. Kriteria :
a. mata pencariannya tergantung pada belas kasihan orang lain;
b. berpakaian kumuh dan compang camping;
c. berada ditempat-tempat ramai/strategis; dan
13. Pemulung
Pemulung adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara
memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai
tempat pemukiman pendudukan, pertokoan dan/atau pasar-pasar yang
bermaksud untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga memiliki nilai
ekonomis. Kriteria :
a. tidak mempunyai pekerjaan tetap; dan
b. mengumpulkan barang bekas.
14. Kelompok Minoritas
Kelompok Minoritas adalah kelompok yang mengalami gangguan
keberfungsian sosialnya akibat diskriminasi dan marginalisasi yang
diterimanya sehingga karena keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan
mengalami masalah sosial, seperti gay, waria, dan lesbian. Kriteria :
a. gangguan keberfungsian sosial;
b. diskriminasi;
c. marginalisasi; dan
d. berperilaku seks menyimpang.
15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP)
Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP) adalah
seseorang yang telah selesai menjalani masa pidananya sesuai dengan
kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.
Kriteria :
a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;
b. telah selesai dan keluar dari lembaga pemasyarakatan karena masalah
pidana;
c. kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat;
d. sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap; dan
e. berperan sebagai kepala keluarga/pencari nafkah utama keluarga yang
tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.
16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah seseorang yang telah
dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS dan membutuhkan pelayanan sosial,
perawatan kesehatan, dukungan dan pengobatan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal. Kriterianya:
a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;
dan
b. telah terinfeksi HIV/AIDS.
17. Korban Penyalahgunaan NAPZA
Korban Penyalahgunaan NAPZA adalah seseorang yang menggunakan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya diluar pengobatan atau tanpa
a. seseorang (laki-laki / perempuan) yang pernah menyalahgunakan
narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya baik dilakukan sekali,
lebih dari sekali atau dalam taraf coba-coba;
b. secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter
yang berwenang; dan
c. tidak dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya.
18. Korban trafficking
Korban trafficking adalah seseorang yang mengalami penderitaan
psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial yang diakibatkan tindak
pidana perdagangan orang. Kriteria :
a. mengalami tindak kekerasan;
b. mengalami eksploitasi seksual;
c. mengalami penelantaran;
d. mengalami pengusiran (deportasi); dan
e. ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat
bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.
19. Korban Tindak Kekerasan
a. mengalami perlakuan salah;
b. mengalami penelantaran;
c. mengalami tindakan eksploitasi;
d. mengalami perlakuan diskriminasi; dan
e. dibiarkan dalam situasi berbahaya.
20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS)
Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) adalah pekerja migran
internal dan lintas negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk
tindak kekerasan, penelantaran, mengalami musibah (faktor alam dan sosial)
maupun mengalami disharmoni sosial karena ketidakmampuan menyesuaikan
diri di negara tempat bekerja sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya
terganggu. Kriteria :
a. pekerja migran domestik;
b. pekerja migran lintas negara;
c. eks pekerja migran domestik dan lintas negara;
d. eks pekerja migran domestik dan lintas negara yang sakit, cacat dan
meninggal dunia;
e. pekerja migran tidak berdokumen (undocument);
f. pekerja migran miskin;
g. mengalami masalah sosial dalam bentuk :
1) tindak kekerasan;
3) penelantaran;
4) pengusiran (deportasi);
5) ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara
tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu;
6) mengalami traffiking.
21. Korban Bencana Alam
Korban bencana alam adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor terganggu fungsi sosialnya.
Kriteria :
Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami:
a. korban terluka atau meninggal;
b. kerugian harta benda;
c. dampak psikologis; dan
d. terganggu dalam melaksanakan fungsi sosialnya.
22. Korban Bencana Sosial
Korban bencana sosial adalah orang atau sekelompok orang yang
menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan
Kriteria :
Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami: a. korban jiwa manusia;
b. kerugian harta benda; dan c. dampak psikologis.
23. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
Perempuan rawan sosial ekonomi adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kriteria :
a. perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) tahun;
b. istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan; c. menjadi pencari nafkah utama keluarga; dan
d. berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak.
24. Fakir Miskin
Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber
mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak
mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Kriteria :
a. tidak mempunyai sumber mata pencaharian; dan/atau
b. mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau
25. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis
Keluarga bermasalah sosial psikologis adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri, orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. Kriteria :
a. suami atau istri sering tidak saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang berkomunikasi;
b. suami dan istri sering bertengkar, hidup sendiri-sendiri walaupun masih dalam ikatan keluarga;
c. hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar tidak mau bergaul/berkomunikasi; dan
d. kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.
26. Komunitas Adat Terpencil
Komunitas Adat Terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial ekonomi, maupun politik. Kriteria :
a. berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen; b. pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;
c. pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau; d. pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem; e. peralatan dan teknologinya sederhana;
f. ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam
setempat relatif tinggi; dan
2.4. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial
Kebijakan merupakan suatu prinsip atau tindakan yang diambil untuk
dapat menyelesaikan suatu permasalahan, baik yang dialami oleh perorangan,
kelompok maupun masyarakat. Kebijakan terkadang diambil karena suatu kondisi
atau situasi masalah yang memerlukan suatu tindakan atau penanganan secepat
mungkin.
Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang
berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang
membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu) (Suharto,
1997). Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara
bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss
mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang
diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997).
Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah
(problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat
prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara
terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.
Kaitan kebijakan dengan program pelayanan sosial adalah kebijakan sosial
harus dapat diterima oleh masyarakat, karena pada dasarnya kebijakan dibuat
untuk dapat mengatasi masalah sosial yang ada pada masyarakat. Harus juga
diingat bahwa kebijakan meliputi: kebijakan sosial, kebijakan kesejahteraan
2.4.1. Kebijakan Sosial
Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat
diartikan baik secara luas maupun sempit (Kartasasmita, 1996). Secara luas kata
sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau
sektor-sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat
atau kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian.
Bruce. S Jansson mendefinisikan kebijakan sosial adalah mengendalikan
sasaran pemecahan masalah yang menyangkut keuntungan orang banyak. Hal ini
menekankan bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk mengurangi masalah sosial
seperti kelaparan, kemiskinan, dan guncangan jiwa. Atau kebijakan sosial dapat
pula di definisikan sebagai kumpulan strategi untuk memusatkan perhatian pada
problem sosial.
Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu suatu
prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu tataran dengan
individu dan juga menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan
suatu pemikiran dalam melakukan intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang
berbeda dengan sistem sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah
menunjukkan tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu
fenomena sosial, hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan
dalam suatu masyarakat.
Dalam perjalanan, penyusunan, perancangan, dan penerapannya,
a. Melihat aktivitas di suatu tataran dengan merespon untuk membuat suatu kebijakan sosial yang melihat dari penetapannya terhadap suatu undang-undang, mengartikannya dengan menjadikan sebagai suatu kebijakan yang dilindungi oleh hukum, membuat keputusan pada bidang administrasi, melaksanakan dan menerapkannya. Penentuan bidang ini dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah
b. Melihat bentuk pelayanan dan sebagai penasihat secara teknis tentang suatu
kebijakan, atau sebagai konsultan yang mengkhususkan dalam suatu lapangan
yang berkepentingan. Bidang ini merupakan wewenang di tingkatan legislatif
pada suatu negara demokrasi.
c. Meneliti dan menginvestigasi problema sosial dan mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan kebijakan sosial. Bidang ini dilakukan oleh para pekerja
sosial
d. Memberikan perlindungan atau advokasi secara khusus terhadap suatu
kebijakan dasar yang berkepentingan dengan suatu bidang. Bidang ini
merupakan kerja pihak LSM yang bergerak pada bidangnya misalkan LSM
lingkungan, LSM ekonomi, LSM politik, dan lain-lain.
Sehingga kesimpulan ringkas yang dapat kita ambil dari adanya
pembagian aktivitas yang secara tidak langsung dapat bekerjasama mengambil
suatu ketetapan dalam penerapan kebijakan sosial, disini pihak pemerintah dapat
dengan mudah menentukannya hal ini disebabkan karena masing-masing pihak
dapat memantau kebijakan yang dibuat pemerintah dan mengawasi tindakan
dalam penerapannya. Sehingga tingkat pelanggaran yang nantinya akan terjadi
Selain adanya tingkatan aktivitas yang dilakukan pada bidangnya masing-masing, kebijakan sosial pun memiliki 3 (tiga) tingkatan intervensi, yang tak jauh berbeda dengan tingkatan aktivitas. Penjelasan ini menurut pembagian Bruce. S Jansson, di dalam Social Policy, from Theory to Practice di antaranya:
1) Direct-service practice, yang berkaitan dengan pekerjaan para pelaksana
kebijakan
2) Community organization, yang membicarakan pada pengerahan kemampuan seperti menghimpun koalisi
3) Administrative social work, yang berkenaan dengan pokok persoalan.
Suatu kebijakan yang telah disusun, dirancang, dan disepakati sebelumnya haruslah meliputi dua aspek yang harus diperhatikan, di antaranya ialah :
1) Mengaktualisasikan kebijakan dan program yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat
2) Menyingkap dan memperlihatkan lapangan akademis dalam penyelidikan yang ditekankan dengan deskripsi, uraian, dan evaluasi terhadap suatu kebijakan.
Adanya aspek yang tertera di atas dimaksudkan agar masyarakat sebagai objek sasaran kesejahteraan dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Begitu juga dengan pemerintah dan semua perangkatnya haruslah memperhatikan bagaimana kinerja tersebut berlangsung. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan baik.
1) Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh : pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.
2) Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya, walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain.
3) Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain.
2.4.2. Kebijakan Kesejahteraan Sosial
Menurut Neil Gilbert dan Harry Specht (K. Suhendra, 1985 : 5), menjelaskan bahwa : Kebijakan Kesejahteraan Sosial adalah keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan yang memberikan informasi berupa petunjuk perencanaan atau petunjuk kegiatan kepada pemerintah maupun lembaga sosial masyarakat.
Kebijakan Kesejahteraan sosial dapat dijabarkan sebagai berikut ini : 1) Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil dalam arti
2) Meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), memantapkan manajemen pelayanan sosial yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta koordinasi atau masyarakat dalam pelayanan sosial dengan melibatkan satu unsur dan komponen masyarakat.
3) Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dengan mempertimbangkan keunikan nilai sosial budaya daerah serta mengedepankan potensi dan sumber sosial keluarga dan masyarakat setempat.
Beberapa tujuan dari kebijakan sosial, diantaranya untuk:
a. Membina, menyelamatkan, memulihkan dan mengentaskan para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) agar dapat hidup dan berkembang secara wajar.
b. Menggali dan memanfaatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan serta pemerataan pelayanan sosial.
c. Meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat rentan, guna mendukung pemulihan kehidupan ekonomi nasional.
d. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia dalam jajaran pembangunan kesejahteraan sosial.
e. Mengembangkan kepekaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial, etika moral dan tanggung jawab moral masyarakat.
2.5. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial
Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa “A resource any valuable thing,
or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental use in order to
function, meet a need resolve a problem” (Siporin, 1975 : 22). Lebih lanjut ia
1) Sumber Internal dan Eksternal
Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi, kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral kekuatan dan ketahanan fisik/jasmani, stamina, ketampanan/kecantikan serta pengetahuan. Sedang sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang berpengaruh dan hak jaminan.
2) Sumber official/formal dan sumber non-official/non-formal
Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-organisasi
yang secara formal mewakili mayarakat seperti guru, pekerja sosial, badan konseling, dan badan-badan sosial pemberdayaan. Sedang sumber non-offisial dapat berupa dukungan emosional maupun sosial dari kerabat, teman serta tetangga. Sumber non-offisial tersebut merupakan bagian dari sistem sumber pertolongan alamiah.
3) Sumber manusia dan non-manusia
Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu memecahkan permasalahan klien. Sedang sumber non-manusia adalah sumber-sumber material atau benda.
4) Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal dan pertukaran nilai
Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat dipergunakan sebagai sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan. Sumber kongkrit-universalistik dapat berupa pelayanan-pelayanan maupun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat berupa kasih sayang maupun uang.
Menurut Allen Pincus dan Anne Minahan (1973:4–9) mengklasifikasikan
1. Sistem Sumber Informal (natural resource systems)
Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga, teman,
tetangga, maupun orang lain yang bersedia membanru. Bantuan yang dapat
diperoleh dari sumber alamiah adalah dukungan emosional, kasih sayang,
nasehat, informasi dan pelayanan-pelayanan konkgkrit lainnya, seperti pinjam
uang.
2. Sistem Sumber Formal (formals resource systems)
Sistem sumber formal adalah keanggotaannya di dalam suatu organisasi
atau asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan minat anggota
mereka. Sistem sumber tersebut juga dapat membantu anggotanya untuk
bernegosiasi dan memanfaatkan sistem sumber kemasyarakatan atau societal.
3. Sistem Sumber Kemasyarakatan (societal resource system)
Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan-badan
adopsi, program-program latihan kerja, pelayanan-pelayanan sosial resmi.
Orang didalam kehidupannya terkait dengan sistem sumber kemasyarakatan,
seperti sekolah, pusat-pusat perawatan anak, penempatan-penempatan tenaga
kerja, dan program-program tenaga kerja. Orang juga terkait dengan
badan-badan pemerintah dan pelayanan-pelayanan umum lainnya, seperti
perpustakaan umum, kepolisian, tempat-tempat rekreasi dan pelayanan
perumahan.
1. Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM)
Warga masyarakat yang peduli dan komitmen kesejahteraan sosial dan
telah mengikuti program pendidikan dan latihan kesejahteraan sosial atas`dasar
kesadaran dan tanggung jawab sosialnya secara sukarela melaksanakan usaha
kesejahteraan sosial di daerah atau wilayah sendiri. TKSM terdiri dari:
a. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)
Warga masyarakat yang telah memperoleh atau mengikuti bimbingan dan pelatihan di bidang kesejahteraan sosial atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosialnya serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi dibidang kesejahteraan sosial yang bertujuan meningkatkan kemampuan diri untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Kriteria :
1) Usia sekurangnya 18 tahun
2) Adanya minat untuk mengabdi dan bekerja di bidang Kesejahteraan
Sosial atas dasar sukarela, rasa terpanggil dan kesadaran sosial
3) Telah mengikuti berbagai bimbingan dan pelatihan bidang Kesejahteraan
Sosial
4) Sebagai tokoh atau ditokohkan masyarakat
5) Pendidikan sekurang-kurangnya SLTP
b. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial (WPKS)
2. Organisasi Sosial (Orsos)
Menurut Kepmensos No. 40/HUK/1980 yang dimaksud dengan
organisasi sosial (Orsos) adalah lembaga, yayasan atau perkumpulan sosial
yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum, maupun tidak berbadan
hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. Kriteria :
a. Mempunyai nama struktur dan alamat organisasi yang jelas.
b. Mempunyai pengurus dan program kerja.
c. Berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.
d. Melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang Usaha Kesejahteraan
Sosial (UKS).
3. Karang Taruna (KT)
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia, Karang Taruna (KT)
adalah organisasi sosial kepemudaan, wadah pengembangan generasi muda,
yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh,
dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah suatu daerah,
kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang bergerak di bidang
kesejahteraan sosial dan organisasi berdiri sendiri.
4. Dunia Usaha yang Melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial
BUMD serta atau wirausahawan beserta jaringannya yang dapat melakukan tanggung jawab sosialnya. Dunia usaha yang melakukan usaha kesejahteraan sosial lebih populer dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR), dan biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, contohnya Pertamina, Unilever, Telkom, Bank Mandiri, Aqua, Djarum, dan lain sebagainya. Namun untuk kapasitas di desa, yang biasa melakukan UKS adalah dari jenis perusahaan kecil menengah seperti perusahaan meubel kayu, perusahaan keripik, perusahaan genting, dan lain sebagainya.
Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: a)Perorangan atau Keluarga b)Dikaderkan oleh masyarakat setempat c)Memiliki dana, menghimpun dana, mencarikan dana untuk kepentingan kegiatan usaha kesejahteraan sosial.
5. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM)
Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia, WKSBM adalah sistem kerja sama anta keperangkatan kepelayanan sosial diakar rumput yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. Wahana ini berupa jejaring kerja daripada kelembagaan sosial komunitas lokal, baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuhkembangkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial.
Terjadinya sumber daya yang dimiliki ditingkat lokal dan sistem sumber
akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membangun dirinya. Hal ini
merupakan iklim yang kondusif bagi terwujudnya pembangunan masyarakat
yang dilandasi oleh kepercayaan diri dan keswadayaan baik secara sosial,
budaya, ekonomi, maupun politik. Kondisi tersebut selanjutnya akan
mewujudkan tata kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh ketahanan
sosial masyarakat.
6. Keperintisan dan Kepahlawanan Perintis Kemerdekaan
Perintis kemerdekaan adalah mereka yang telah berjuang mengantarkan
bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan, diakui dan disyahkan
sebagai perintis kemerdekaan. Janda/duda perintis kemerdekaan adalah
isteri/suami yang ditinggal(meninggal dunia) oleh perintis kemerdekaan dan
telah disahkan sebagai janda, duda perintis kemerdekaan. Keluarga pahlawan
adalah suami/isteri (warakawuri) pahlawan, anak kandung, anak angkat yang
diangkat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Apabila pahlawan
yang bersangkutan belum/tidak berkeluarga maka yang menjadi keluarga
BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
3.1. Kondisi Geografis
Kota Cilegon merupakan kota otonom yang secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No. 15 Tahun 1999. Sebagai kota yang secara geografis berada pada ujung barat Pulau Jawa serta merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera, Kota Cilegon merupakan lokasi bagi berbagai kegiatan industri, baik industri berat ataupun menengah.
Secara administratif, Kota Cilegon berada pada koordinat 5052’24” – 6004’07” Lintang Selatan dan 105054’05” – 106005’11” Lintang Utara, yang batas-batasnya:
(1) Sebelah barat : Selat Sunda (Provinsi Lampung); (2) Sebelah utara : Kabupaten Serang;
(3) Sebelah timur : Kabupaten Serang; (4) Sebelah selatan : Kabupaten Serang.
Dengan luas 175,5 km2, Kota Cilegon dibagi ke dalam 8 (delapan) kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Cilegon memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antara 21,1oC – 33,1 oC, dan curah hujan rata-rata 95 mm per bulan.
Tabel 3.1.
Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Administrasi di Kota Cilegon Tahun 2012
No Kecamatan Letak Kantor/
Kecamatan
Jarak Kota Cilegon terhadap Ibu Kota Provinsi Banten (Serang) sekitar 15 km dan jarak ke Ibu Kota Negara Republik Indonesia sekitar 105 km. Kota Cilegon dilalui oleh beberapa sungai, yaitu Kali Kahal, Tompos, Sehang, Gayam, Medek, Sangkanila, Cikuasa, Sumur Wuluh, Grogol, Cipangurungan, dan Cijalumpang. Di antara sebelas sungai tersebut Kali Grogol merupakan yang terbesar dan hampir semua sungai bermuara di Selat Sunda. Selain sungai, di Kota Cilegon juga terdapat sebuah waduk yang cukup luas, yakni Waduk Krenceng yang membelah Desa Kebonsari, Lebakdenok, dan Tamansari di Kecamatan Ciwandan. Waduk ini merupakan sumber air PDAM yang dialirkan ke industri dan rumah tangga di sebagian wilayah Kota Cilegon.
3.2. Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kota Cilegon pada tahun 2012 sebanyak 392.341 jiwa
yang tersebar cukup merata di delapan kecamatan, dengan penduduk laki-laki
sebanyak 200.550 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 191.791 jiwa dengan
sex ratio sebesar 105,00. Laju pertumbuhan penduduk selama periode
(2011-2012) sebesar 1,67% dan tingkat kepadatan penduduk mencapai sekitar 2.235 jiwa
per kilometer persegi.
Jumlah penduduk Kota Cilegon berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2012
adalah 280.075 jiwa, yang terdiri atas penduduk usia produktif atau angkatan kerja
sebanyak 184.121 jiwa atau 65,74% dan penduduk bukan angkatan kerja
sebanyak 95.954 jiwa atau 34,26%. Pertumbuhan penduduk usia produktif ini
selama tiga tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif, yaitu
65,60% pada tahun 2010, menjadi 70,00% pada tahun 2011, dan menjadi menjadi
Tabel 3.2.
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Berdasarkan Angkatan Kerja dan
Bukan Angkatan Kerja di Kota Cilegon Tahun 2010 – 2012
Uraian Tahun
2010 2011 2012
Angkatan Kerja 172.637 188.727 184.121
(Persentase) 65,60% 70,00% 65,74%
- Bekerja 138.399 163.923 163.312
- Mencari Kerja 34.238 24.804 20.809
Bukan Angkatan Kerja 90.529 80.883 95.954
(Persentase) 34,40% 30,00% 34,26%
Jumlah 263.166 269.610 280.075 Sumber: Cilegon Dalam Angka, Tahun 2013
Latar belakang lapangan usaha penduduk Kota Cilegon menunjukkan sektor perdagangan, hotel dan restoran (81.476 jiwa) menjadi tumpuan utama sebagian besar penduduknya, diikuti oleh sektor jasa-jasa (60.770 jiwa), sektor industri (43.569 jiwa), sektor angkutan dan komunikasi (27.042 jiwa), sektor bangunan (21.407 jiwa), sektor bank dan lembaga keuangan (18.468 jiwa), sektor pertanian (13.804 jiwa), sektor pertambangan dan penggalian (2.507 jiwa), dan yang paling kecil sektor listrik, gas, dan air bersih (566 jiwa). Selama tiga tahun terakhir, sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yang paling tinggi, sedangkan sektor industri mengalami penurunan yang paling besar.
Tabel 3.3.
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha Utama di Kota Cilegon Tahun 2010 – 2012
Lapangan Usaha Tahun
2010 2011 2012
Pertanian 11.185 13.804 12.939
Pertambangan dan penggalian 3.000 2.507 1.120
Industri 56.113 43.569 52.934
Listrik, gas dan air bersih 1.790 566 1.120
Bangunan 24.527 21.407 24.815
Perdagangan, hotel dan restoran 70.792 81.476 84.731
Angkutan dan komunikasi 31.554 27.042 24.731
Bank dan lembaga keuangan 11.237 18.468 15.908
Jasa – jasa 46.501 60.770 61.813
Jumlah 263.166 269.610 280.075
3.3. Kondisi Sumber Daya Manusia
Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Cilegon telah mencapai 392.341 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 1,67% per tahun. Tingkat kepadatan penduduk Kota Cilegon pada tahun 2012 telah mencapai 2.235 jiwa per km2. Dilihat dari tingkat kesejahteraannya, terdapat sejumlah 13.909 keluarga Kota Cilegon pada tahun 2012, secara umum tergolong dalam tahapan keluarga sejahtera, dengan predikat hamper miskin berjumlah 2.898 keluarga (20,84 persen), keluarga miskin berjumlah 5.507 keluarga (39,59 persen), dan sekitar 5.504 keluarga (39,57 persen) menyandang predikat sangat miskin.
Gambar 3.1.
Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan di Kota Cilegon
dan kursus jasa (akuntansi, komputer, perhotelan, MC, penyiaran, bicara di depan umum, manajemen, perpajakan) sebanyak 48 buah.
3.4. Kondisi Produk Domestik Regional Bruto
Berdasarkan perhitungan atas dasar harga berlaku, PDRB Kota Cilegon
pada tahun 2011 tercatat sebesar 34.485,15 milyar rupiah atau meningkat 10,19
persen dari tahun 2010 yang sebesar 31.295,91 milyar rupiah. Sedangkan menurut
perhitungan atas harga konstan 2000, PDRB Kota Cilegon meningkat dengan laju
pertumbuhan sebesar 6,53 persen.
Sumbangan terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Cilegon adalah
sektor industri pengolahan. Selanjutnya disusul oleh sektor perdagangan, hotel
dan restoran sebesar 13,61 persen dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar
5,15 persen. Sementara itu, sektor lainnya memiliki kuntribusi di bawah 5 persen.
Tabel 3.4.
PDRB Kota Cilegon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Rp Juta)
No Lapangan Usaha Harga Berlaku Harga Konstan 2000 2011 2012 2011 2012
1. Pertanian, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan 558.676,36 591.845,85 293.563,49 296.121,45
2. Pertambangan dan
penggalian 16.234,79 17.899,71 12.101,38 12.935,68
3. Industri Pengolahan 24.098.272,30 26.601.196,40 13.218.285,53 14.107.542,93
4. Listrik, Gas dan Air
Bersih 1.813.017,98 1.950.831,69 980.774,99 1.010.756,92
5. Bangunan 156.426,24 181.464,54 60.863,74 65.161,53
6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 4.667.381,56 5.333.462,29 2.139.891,00 2.357.486,68
7. Pengangkutan dan
komunikasi 1.747.910,45 1.891.060,61 908.932,85 951.926,24
8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 994.678,00 1.124.955,31 408.769,00 442.926,24
9. Jasa-jasa 437.724,77 525.996,61 206.107,98 225.763,38
Kota Cilegon 34.218.712,99 34.485.153,71 18.228.289,96 19.470.568,33
Kontribusi sektor/subsektor dari PDRB Kota Cilegon tahun 2012 atas dasar harga berlaku menunjukkan sektor industri pengolahan mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar Rp 26.601.196,40 juta, dan sektor pertambangan dan penggalian mempunyai kontribusi terkecil yaitu sebesar 17.899,71 juta. Kontribusi sektor-sektor lainnya disumbangkan oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar Rp 1.950.831,69 juta; perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 5.333.462,29 juta; pengangkutan dan komunikasi Rp 1.891.060,61 juta; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Rp 1.124.955,31 juta; sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar Rp 591.845,85 juta, serta jasa-jasa sebesar Rp 525.996,61 juta. Berdasarkan besaran kontribusi PDRB ini terlihat bahwa Kota Cilegon sudah tidak bertumpu lagi pada sektor-sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan tetapi sudah beralih pada sektor sekunder yang bertumpu pada sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.
Berdasarkan PDRB menurut harga konstan tahun 2000 terlihat bahwa pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi Kota Cilegon pada dua tahun terakhir terbesar terdapat pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 10,17% dan terkecil sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 0,87%
3.5. Kondisi Perindustrian