• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN SUMBER K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN SUMBER K"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN

SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL

(PSKS)

DI KOTA CILEGON

BADAN PERENCANAAN DAN

PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)

(2)

KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN

SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS)

DI KOTA CILEGON

Tim Peneliti:

(3)

KATA PENGANTAR

Kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial di Kota Cilegon,

dilakukan dalam rangka menggali, mengidentifikasi, dan mengoptimalkan fungsi PMKS,

sehingga keberadaanya bisa lebih di rasakan oleh masyarakat di dalam meningkatkan

kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial di Kota Cilegon.

Tujuan umum dari kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial (PSKS) ini adalah untuk mengetahui mengenai sistem pola pengembangan

lembaga-lembaga organisasi sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon agar peran

dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial

di Kota Cilegon. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini difokuskan pada lembaga-lembaga

sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon..

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membimbing dan memberkahi kita

sekalian dalam melaksanakan tugas. Akhirnya kami berharap, semoga hasil kajian ini dapat

memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Serang, Desember 2013

(4)

DAFTAR ISI

2.1. Pekerja Sosial, Masalah Sosial, dan Kesejahteraan Sosial ... 7

2.1.1. Pekerja Sosial ... 7

2.1.2. Masalah Sosial ... 8

2.1.3. Kesejahteraan Sosial ... 9

2.2. Pembangunan Kesejahteraan Sosial ... 11

2.3. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) ... 12

2.4. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial ... 26

2.4.1. Kebijakan Sosial ... 27

2.4.2. Kebijakan Kesejahteraan Sosial ... 30

2.5. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial ... 31

BAB III KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 38

3.1. Kondisi Geografis ... 38

3.2. Kondisi Demografi ... 39

(5)

3.4. Kondisi Produk Domestik regional Bruto ... 42

3.5. Kondisi Perindustrian ... 43

3.6. Kondisi Perdagangan dan Restoran ... 44

3.7. Kondisi Pariwisata dan Hotel ... 46

BAB IV DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DI KOTA CILEGON ... 47

4.1. Keterlantaran ... 47

4.2. Kemiskinan (Keluarga Fakir Miskin) ... 50

4.3. Anak Nakal... 53

4.4. Anak Jalanan ... 54

4.5. Wanita Rawan Sosial ... 55

4.6. Korban Tindak Kekerasan... 56

4.7. Penyandang Cacat ... 58

4.8. Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku ... 60

4.9. Gelandangan dan Pengemis... 62

4.10. Keluarga Rentan ... 64

4.11. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni ... 65

BAB V KONDISI EXISTING PELAKSANAAN KEGIATAN PELAYANAN SOSIAL TERHADAP MASYARAKAT KOTA CILEGON DAN EVALUASI ... 70

5.1. Kondisi Existing Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Sosial ... 70

5.1. Program Pelayanan, Rehabilitasi Sosial dan Pemakaman .. 80

5.2. Program Pemberdayaan Sosial ... 84

5.3. Program Bantuan Sosial, Jaminan Sosial dan Penanggulangan Bencana ... 87

5.4. Program Dukungan Pelayanan Pemerintah ... 90

5.2. Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial ... 94

BAB VI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DINAS SOSIAL DAN PSKS DI KOTA CILEGON, SERTA ALTERNATIF PEMECAHANNYA ... 100

(6)

6.1.1. Pekerja Sosial ... 101

6.1.2. Karang Taruna ... 102

6.1.3. Dunia Usaha ... 103

6.1.4. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat (WKSKBM) ... 104

6.1.5. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial ... 105

6.1.6. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSM) ... 105

6.1.7. Penyuluhan Sosial ... 106

6.1.8. Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) ... 108

6.1.9. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) ... 109

6.1.10. Lembaga lainnya ... 110

6.2. Identifikasi Permasalahan dalam Pelayanan Sosial oleh Dinas Pendidikan Kota Cilegon dan Alternatif Pemecahannya ... 111

6.2.1. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Menurunkan Jumlah PMKS dan Peningkatan Jumlah PMKS yang Mandiri ... 112

6.2.2. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Meningkatkan PSKS Aktif ... 114

6.2.3. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Peningkatan TKSM Aktif ... 115

6.2.4. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam Korban Bencana Alam yang Ditangani ... 115

6.2.5. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya dalam Jumlah Masyarakat Miskin Sektor Informal yang tercakup dalam Askesos ... 116

6.2.6. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya, dalam menambah Jumlah Tagana yang Terlatih ... 117

6.3. Identifikasi Permasalahan dalam Pelayanan Sosial yang Dihadapi Lembaga-lembaga Sosial dan Alternatif Pemecahannya... 117

6.3.1. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya Lembaga Sosial Karang Taruna ... 117

6.3.2. Permasalahan dan Alternatif Pemecahannya pada Pekerja Sosial ... 121

(7)

BAB VII STRATEGI PENINGKATAN POTENSI DAN SUMBER

KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) DI KOTA CILEGON... 127

7.1. Strategi Peningkatan Kualitas SDM Kesejahteraan Sosial ... 130

7.2. Strategi Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesejahteraan Sosial . 134 7.3. Strategi Peningkatan IPTEK Kesejahteraan Sosial ... 139

7.4. Strategi Peningkatan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial ... 141

7.5. Strategi Pengembangan Organisasi dan Manajemen Kesejahteraan Sosial ... 145

BAB VIII SARAN DAN REKOMENDASI ... 148

8.1. Kesimpulan ... 148

(8)

DAFTAR TABEL

3.4. PDRB Kota Cilegon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 Atas

Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Rp Juta) ... 42

3.5. Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di Kota Cilegon Tahun 2012 ... 45

3.6. Jumlah Pasar, Luas Bangunan dan Jumlah Pedagang Pada Toko

Swalayan Menurut Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2012 ... 45

3.7. Jumlah Hotel Menurut Klasifikasi dan Kecamatan di Kota Cilegon

Tahun 2012 ... 46

4.1. Jumlah Keterlantaran di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ... 47

4.2. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin di Kota Cilegon

Tahun 2011 dan 2012 ... 51

4.3. Jumlah Keluarga Nonmiskin dan Miskin Berdasarkan Kecamatan di

Kota Cilegon Tahun 2012 ... 52

4.4. Jumlah Keluarga Nonmiskin dan Miskin Berdasarkan Kecamatan di

Kota Cilegon Tahun 2011 ... 53

4.5. Jumlah Anak Nakal di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ... 54

4.6. Jumlah Anak Jalanan di Kota Cilegon Tahun 20011-2012... 55

4.7. Jumlah Wanita Rawan Sosial Ekonomi di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ... 57 4.8. Jumlah Korban Tindak Kekerasan di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 .. 58

4.9. Jumlah Penyandang Cacat di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ... 60

4.10. Jumlah Jenis Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku di Kota

Cilegon Tahun 2011-2012 ... 61

(9)

4.12. Jumlah Keluarga Rentan di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ... 65

4.13. Jumlah Keluarga Berumah Tidak Layak Huni di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ... 66

4.14. Banyaknya Korban Bencana Alam Menurut Jenisnya di Kota Cilegon Tahun 2012 ... 68

5.2. Target dan Realisasi Peningkatan PSKS Aktif ... 92

5.3. Target dan Realisasi Peningkatan TKSM Aktif ... 92

5.4. Target dan Realisasi Korban Bencana yang Ditangani ... 93

5.5. Target dan Realisasi Korban Bencana yang Ditangani Yang Tercakup dalam Askesos ... 93

5.6. Target dan Realisasi Jumlah Tagana yang Terlatih ... 94

6.1. Jumlah Pekerja Sosial Masyarakat di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 102

6.2. Jumlah Karang Taruna di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 103

6.3. Jumlah Dunia Usaha di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 103

6.4. Jumlah WKSBM di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 105

6.5. Jumlah Nama TKSK berdasarkan Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 106

6.6. Jumlah Penyuluh Sosial Masyarakat di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 108

6.7. Jumlah Lembaga Kesejahteraan Sosial di Kota Cilegon Tahun 2013 .... 109

6.8. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial Di Kota Cilegon Tahun 2013 ... 113

6.9. Anggota Karang Taruna yang Bekerja dan Menganggur Tahun 2012 ... 118

6.10. Jumlah Bekerja Pekerja Sosial Profesional Kota Cilegon Tahun 2012 . 123 6.11. Jumlah Bekerja Pekerja Sosial Masyarakat Kota Cilegon Tahun 2012 . 123 8.1. Jumlah PMKS di Kota Cilegon Periode 2011-2012 ... 148

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

1.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon ... 5

3.1. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan di Kota Cilegon ... 41

4.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon ... 46

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini ditandai dengan kemajuan teknologi, industrialisasi, urbanisasi dan berbagai gejolak kemasyarakatan menimbulkan banyak masalah sosial. Apabila tidak segera ditangani, maka masalah ini akan semakin menyebar dan semakin berdampak pada masyarakat. untuk itu diperlukan suatu upaya yang terintegrasi dan terorganisasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Masalah sosial timbul dari berbagai sebab, baik faktor pelaku (internal faktors) maupun faktor lingkungan (eksternal faktors). Faktor-faktor internal dan

eksternal saling berinteraksi dan berinterdependensi, sehingga masalah sosial biasanya kompleks dan tidak mudah dipecahkan. Masalah sosial mempunyai berbagai dimensi, baik ekonomi, sosial, budaya, biologis, psikologis, spiritual, hukum, maupun keamanan, sehingga masalah sosial hanya bisa didekati secara lintas sektor dan interdisipliner.

(12)

Salah satu agenda pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Cilegon dan masyarakat. Masyarakat berperan sebagai pelaksana utama, sedangkan pemerintah adalah menetapkan regulasi dan memberikan fasilitas guna untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial dari pengertian di atas kita dapat mengetahui diperlukan peran serta masyarakat dalam menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), khususnya di kota cilegon.

Dalam usaha memberikan pelayanan sosial untuk mengatasi masalah PMKS diperlukan sumber yang dapat dipergunakan dan mendukung, sehingga masalah atau kebutuhan yang didapat oleh PMKS dapat teratasi. Dalam penanganan masalah yang muncul tersebut diperlukan adanya kerjasama dari berbagai sumber yang ada kelembagaan sosial dan potensi kesejahteraan sosial di Kota Cilegon.

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) merupakan bentuk keterlibatan dari masyarakat dan dunia usaha untuk membantu dalam penanggulangan masalah kesejahteraan sosial. Dimana peran masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi.

(13)

1.2. Landasan Hukum

a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak

b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

d. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia e. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia f. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak g. Undang-undang RI Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial h. Undang-undang RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin i. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan

Gelandangan

j. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1986 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor; 8 tentang Organisasi Kemasyarakatan

k. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

l. Keputusan Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996 tentang Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional.

m. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 08 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial.

1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud dari kegiatan ini adalah supaya lembaga-lembaga sosial dan dunia

usaha yang ada di Kota Cilegon dapat bersinergi untuk memberikan pelayanan

(14)

Tujuan umum dari kajian Pengembangan Potensi dan Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS) ini adalah untuk mengetahui mengenai sistem pola

pengembangan lembaga-lembaga organisasi sosial dan dunia usaha yang ada di

Kota Cilegon agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses

pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini

difokuskan pada lembaga-lembaga sosial dan dunia usaha yang ada di Kota

Cilegon.

1.4. Outcome (Keluaran)

Adapun keluaran yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah:

1. Tersedianya data-data penyandang masalah kesejahteraan sosial yang lengkap, akurat dan mutahir (up to date) dan menampilkan peta berdasarkan setiap kecamatan.

2. Tersedianya kondisi existing pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.

3. Tersedianya alternatif pemecahan permasalahan bagi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon.

4. Terumuskannya Rekomendasi Arahan Kebijakan dan Pedoman Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Cilegon.

1.5. Ruang Lingkup Kajian

Kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

(15)

1. Menginventarisasi data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial Kota Cilegon tahun 2013 serta memetakan kawasan di setiap kecamatan.

2. Mengevaluasi kondisi eksisting sejauh mana pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.

3. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon dan membuat alternatif-alternatif pemecahannya.

4. Merumuskan tahapan-tahapan dan strategi di dalam upaya meningkatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang ada di Kota Cilegon.

5.1. Kerangka Kerja

Sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini yaitu; untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengetahui mengenai pola pengembangan lembaga-lembaga organisasi social dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon, agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Dengan demikian langkah kerja pelaksanaan kajian digambarkan sebagai berikut:

(16)

Berdasarkan kerangka kerja sebagaimana Gambar 1.1. tersebut, maka

Kajian Pengembangan PMKS Kota Cilegon, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Menginventarisasi data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial Kota Cilegon tahun 2013 serta memetakan kawasan di setiap kecamatan.

2. Mengevaluasi kondisi eksisting sejauh mana pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial terhadap masyarakat kota cilegon.

3. Mengidentifikasi permasalahan yang di hadapi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon dan membuat alternatif-alternatif pemecahannya.

(17)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Pekerja Sosial, Masalah Sosial, Dan Kesejahteraan Sosial

2.1.1. Pekerja Sosial

Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang mempunyai bidang garapan tersendiri. Berbeda dan lain halnya dengan profesi lain seperti psikolog, dokter, dan sosiolog. Ada beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli, yaitu :

a. Pekerjaan Sosial didefinisikan sebagai metode yang bersifat sosial dan institusional untuk membantu seseorang mencegah dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan dan meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan sosial juga dapat dikatakan sebagai institusi sosial, profesi pelayanan manusia serta seni praktek yang ilmiah dan teknis (Max Siporin dalam Dwi Heru Sukoco, 1995).

b. Pekerjaan sosial menekankan pada interaksi antara orang dengan lingkungan

sosialnya yang mempengaruhi kemampuan orang untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, meringankan stress, mewujudkan aspirasi dan nilai-nilainya (Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Achlis, 1986).

c. Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan profesional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan pribadi dan sosial (Walter A. Friedlander dalam Syarif Muhidin, 1982).

(18)

2.1.2. Masalah Sosial

Masalah atau problema adalah perbedaan antara das sollen (yang

seharusnya, yang diinginkan, yang dicita-citakan, yang diharapkan) dengan das sein (yang nyata, yang terjadi). Dengan kata lain masalah adalah perbedaan antara

yang ideal dan real (Abu Huraerah, 2008), menurut Horton dan Leslie dalam

Suharto (2000) ”masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirasakan banyak orang yang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan aksi sosial secara kolektif.”

Parillo yang dikutip Edi Suharto (2005) dalam ”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,” empat komponen dalam memahami pengertian masalah sosial, yaitu :

a. Masalah itu bertahan untuk suatu periode tertentu.

b. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau mental, baik pada individu maupun masyarakat.

c. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.

d. Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.

Lebih lanjut dijelaskan tentang karakteristik dari masalah sosial, diantaranya antara lain :

a. Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan; suatu masalah sosial baru dikatakan masalah, apabila kondisi yang dirasakan tidak sesuai harapan masyarakat.

(19)

c. Masalah sosial adalah perilaku atau keadaan kompleks yang akibatnya

berpengaruh pada membahayakan kesejahteraan orang banyak (umum) serta

dapat mengganggu kestabilan masyarakat, norma, adat istiadat, norma dan

kepercayaan masyarakat.

d. Kondisi yang menuntut pemecahan. Bagaimana pun beratnya suatu masalah

sosial, pasti membutuhkan pemecahan secara kolektif sesuai dengan kebutuhan

permasalahan, atau pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi sosial

secara kolektif.

Masalah sosial merupakan gejala-gejala sosial yang tidak diinginkan akibat ketidakberfungsian dari unsur-unsur masyarakat yang menyebabkan kekecewaan dan penderitaan. Masalah masyarakat dan problema sosial adalah dua macam persoalan dalam masalah sosial. Timbulnya masalah sosial adalah dari kekurangan dalam diri manusia kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomis, biologis dan kebudayaan. Sehingga setiap masyarakat mempunyai norma yang berhubungan dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, mental serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.

2.1.3. Kesejahteraan Sosial

Ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu :

a. Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar Kesejahteraan Sosial

oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang

terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang

bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar

(20)

memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin

dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga

dan masyarakat.”

b. Menurut Dwi Heru Sukoco, 1995 dari buku Introduction to Social Work

Practice oleh Max Siporin. “Kesejahteraan sosial mencakup semua bentuk

intervensi sosial yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan

yang baik antara individu dan masyarakat secara keseluruan. Kesejahteraan

sosial mencakup semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup

tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia

dan peningkatan kualitas hidup.”

c. Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan

pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial,

ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara

masyarakat (Zastrow, 2000).

d. Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang

terorganisasi yang betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan

selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005).

Berdasarkan beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial di atas di atas,

dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tindakan yang

mengarah kepada kondisi sosial masyarakat yang menjamin kehidupan

masyarakat dalam lingkungan untuk hidup dengan rasa nyaman, aman, dan

(21)

2.2. Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Pembangunan pun merupakan suatu konsep yang relevan dengan

pemecahan permasalahan sosial. Pembangunan juga harus memperhatikan

berbagai aspek-aspek sosial dan ekonomi penduduk, pemanfaatan sumber daya

alam maupun pengelolaan lingkungan. Menurut Departemen Sosial Republik

Indonesia (2003) dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, yaitu;

Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.

Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya ditujukan untuk

meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat sebaik-baiknya dalam upaya

menciptakan suatu kondisi tata kehidupan sosial yang diliputi rasa keselamatan,

kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga memungkinkan setiap warga

masyarakat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosialnya secara layak bagi

individu, keluarga maupun masyarakat.

Arah pembangunan kesejahteraan sosial adalah seperti yang tertuang di

bawah ini, yaitu:

a. Pencegahan, mencakup kegiatan mencegah timbul, meluas serta kambuhnya

permasalahan baik dalam kehidupan perorangan, keluarga, kelompok maupun

masyarakat.

b. Rehabilitasi, merupakan proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf

kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para PMKS (Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial) mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam

(22)

c. Pengembangan, merupakan upaya pemeliharaan dan peningkatan taraf

kesejahteraan sosial para PMKS melalui penggalian dan pendayagunaan

potensi dirinya.

d. Penunjang, merupakan fungsi pendorong dan pendukung yang turut

menentukan keberhasilan pembangunan.

Pembangunan kesejahteraan sosial dirancang guna memenuhi kebutuhan publik yang luas, target utamanya adalah pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial

(PPKS), yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam menjalani fungsi sosialnya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling mendasar dan karenanya memerlukan pelayanan sosial.

Tujuan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat

yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.

b. Peningkatan keberdayaan melalui penepatan sistem dan kelembagaan ekonomi,

sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan.

c. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan

kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.

2.3. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS)

(23)

kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.

Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012, saat ini terdapat 26 jenis Penyandang Masalah Keejahteraan Sosial (PMKS) yang memerlukan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), yaitu sebagai berikut:

1. Anak Balita Telantar

Anak balita telantar adalah seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke

bawah yang ditelantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga

tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan,

perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya

semakin tidak terpenuhi serta anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu.

Kriterianya adalah:

a. terlantar/ tanpa asuhan yang layak;

b. berasal dari keluarga sangat miskin / miskin;

c. kehilangan hak asuh dari orangtua/ keluarga;

d. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang

tua/keluarga;

e. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang

disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan

(24)

2. Anak Telantar

Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai

dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan

salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh

dari orang tua/keluarga. Kriteria :

a. berasal dari keluarga fakir miskin;

b. anak yang dilalaikan oleh orang tuanya; dan

c. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

3. Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah orang yang telah berumur 12

(dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun,

meliputi anak yang disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan

tindak pidana dan anak yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat

dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana. Kriteria :

a. disangka;

b. didakwa; atau

c. dijatuhi pidana

4. Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang

bekerja di jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang

menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup

(25)

a. menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun ditempat-tempat

umum; atau

b. mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat

umum.

5. Anak dengan Kedisabilitasan (ADK)

Anak dengan Kedisabilitasan (ADK) adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental

yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya

untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak,

yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental

dan anak dengan disabilitas fisik dan mental. Kriteria :

a. Anak dengan disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara

b. Anak dengan disabilitas mental : mental retardasi dan eks

psikotik

c. Anak dengan disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda

d. Tidak mampu melaksanakan kehidupan sehari-hari.

6. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan

Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah

adalah anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan,

diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau

lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya

(26)

a. anak (laki-laki/perempuan) dibawah usia 18 (delapan belas) tahun;

b. sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang berakibat

secara fisik dan/atau psikologis;

c. pernah dianiaya dan/atau diperkosa; dan

d. dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya)

7. Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus

Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia

6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat,

dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau

seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan,

perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang

disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. Kriterianya :

a. berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;

b. dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk/diskriminasi;

c. korban perdagangan manusia;

d. korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental dan seksual;

e. korban eksploitasi, ekonomi atau seksual;

f. dari kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil;

g. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat

adiktif lainnya (NAPZA); dan

(27)

8. Lanjut Usia Terlantar

Lanjut usia telantar adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh)

tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya. Kriterianya :

a. tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan; dan

b. terlantar secara psikis, dan sosial

9. Penyandang Disabilitas

Penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Kriterianya :

a. mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktifitas sehari-hari;

b. mengalami hambatan dalam bekerja sehari-hari;

c. tidak mampu memecahkan masalah secara memadai;

d. penyandang disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara;

e. penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik; dan

f. penyandang disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda.

10. Tuna Susila

(28)

a. menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran seperti

rumah bordil, dan tempat terselubung seperti warung remang-remang, hotel,

mall dan diskotek; dan

b. memperoleh imbalan uang, materi atau jasa.

11. Gelandangan

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak

sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta

tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta

mengembara di tempat umum. Kriteria :

a. tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP);

b. tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap;

c. tanpa penghasilan yang tetap; dan

d. tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.

12. Pengemis

Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan

meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan

belas kasihan orang lain. Kriteria :

a. mata pencariannya tergantung pada belas kasihan orang lain;

b. berpakaian kumuh dan compang camping;

c. berada ditempat-tempat ramai/strategis; dan

(29)

13. Pemulung

Pemulung adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara

memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai

tempat pemukiman pendudukan, pertokoan dan/atau pasar-pasar yang

bermaksud untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga memiliki nilai

ekonomis. Kriteria :

a. tidak mempunyai pekerjaan tetap; dan

b. mengumpulkan barang bekas.

14. Kelompok Minoritas

Kelompok Minoritas adalah kelompok yang mengalami gangguan

keberfungsian sosialnya akibat diskriminasi dan marginalisasi yang

diterimanya sehingga karena keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan

mengalami masalah sosial, seperti gay, waria, dan lesbian. Kriteria :

a. gangguan keberfungsian sosial;

b. diskriminasi;

c. marginalisasi; dan

d. berperilaku seks menyimpang.

15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP)

Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP) adalah

seseorang yang telah selesai menjalani masa pidananya sesuai dengan

(30)

kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk

mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.

Kriteria :

a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;

b. telah selesai dan keluar dari lembaga pemasyarakatan karena masalah

pidana;

c. kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat;

d. sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap; dan

e. berperan sebagai kepala keluarga/pencari nafkah utama keluarga yang

tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.

16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah seseorang yang telah

dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS dan membutuhkan pelayanan sosial,

perawatan kesehatan, dukungan dan pengobatan untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal. Kriterianya:

a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;

dan

b. telah terinfeksi HIV/AIDS.

17. Korban Penyalahgunaan NAPZA

Korban Penyalahgunaan NAPZA adalah seseorang yang menggunakan

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya diluar pengobatan atau tanpa

(31)

a. seseorang (laki-laki / perempuan) yang pernah menyalahgunakan

narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya baik dilakukan sekali,

lebih dari sekali atau dalam taraf coba-coba;

b. secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter

yang berwenang; dan

c. tidak dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya.

18. Korban trafficking

Korban trafficking adalah seseorang yang mengalami penderitaan

psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial yang diakibatkan tindak

pidana perdagangan orang. Kriteria :

a. mengalami tindak kekerasan;

b. mengalami eksploitasi seksual;

c. mengalami penelantaran;

d. mengalami pengusiran (deportasi); dan

e. ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat

bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.

19. Korban Tindak Kekerasan

(32)

a. mengalami perlakuan salah;

b. mengalami penelantaran;

c. mengalami tindakan eksploitasi;

d. mengalami perlakuan diskriminasi; dan

e. dibiarkan dalam situasi berbahaya.

20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS)

Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) adalah pekerja migran

internal dan lintas negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk

tindak kekerasan, penelantaran, mengalami musibah (faktor alam dan sosial)

maupun mengalami disharmoni sosial karena ketidakmampuan menyesuaikan

diri di negara tempat bekerja sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya

terganggu. Kriteria :

a. pekerja migran domestik;

b. pekerja migran lintas negara;

c. eks pekerja migran domestik dan lintas negara;

d. eks pekerja migran domestik dan lintas negara yang sakit, cacat dan

meninggal dunia;

e. pekerja migran tidak berdokumen (undocument);

f. pekerja migran miskin;

g. mengalami masalah sosial dalam bentuk :

1) tindak kekerasan;

(33)

3) penelantaran;

4) pengusiran (deportasi);

5) ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara

tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu;

6) mengalami traffiking.

21. Korban Bencana Alam

Korban bencana alam adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor terganggu fungsi sosialnya.

Kriteria :

Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami:

a. korban terluka atau meninggal;

b. kerugian harta benda;

c. dampak psikologis; dan

d. terganggu dalam melaksanakan fungsi sosialnya.

22. Korban Bencana Sosial

Korban bencana sosial adalah orang atau sekelompok orang yang

menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang

meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan

(34)

Kriteria :

Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami: a. korban jiwa manusia;

b. kerugian harta benda; dan c. dampak psikologis.

23. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Perempuan rawan sosial ekonomi adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kriteria :

a. perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) tahun;

b. istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan; c. menjadi pencari nafkah utama keluarga; dan

d. berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak.

24. Fakir Miskin

Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber

mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak

mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi

kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Kriteria :

a. tidak mempunyai sumber mata pencaharian; dan/atau

b. mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau

(35)

25. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

Keluarga bermasalah sosial psikologis adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri, orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. Kriteria :

a. suami atau istri sering tidak saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang berkomunikasi;

b. suami dan istri sering bertengkar, hidup sendiri-sendiri walaupun masih dalam ikatan keluarga;

c. hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar tidak mau bergaul/berkomunikasi; dan

d. kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.

26. Komunitas Adat Terpencil

Komunitas Adat Terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial ekonomi, maupun politik. Kriteria :

a. berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen; b. pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;

c. pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau; d. pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem; e. peralatan dan teknologinya sederhana;

f. ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam

setempat relatif tinggi; dan

(36)

2.4. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial

Kebijakan merupakan suatu prinsip atau tindakan yang diambil untuk

dapat menyelesaikan suatu permasalahan, baik yang dialami oleh perorangan,

kelompok maupun masyarakat. Kebijakan terkadang diambil karena suatu kondisi

atau situasi masalah yang memerlukan suatu tindakan atau penanganan secepat

mungkin.

Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang

berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang

membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu) (Suharto,

1997). Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara

bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss

mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang

diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997).

Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah

(problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat

prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara

terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

Kaitan kebijakan dengan program pelayanan sosial adalah kebijakan sosial

harus dapat diterima oleh masyarakat, karena pada dasarnya kebijakan dibuat

untuk dapat mengatasi masalah sosial yang ada pada masyarakat. Harus juga

diingat bahwa kebijakan meliputi: kebijakan sosial, kebijakan kesejahteraan

(37)

2.4.1. Kebijakan Sosial

Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat

diartikan baik secara luas maupun sempit (Kartasasmita, 1996). Secara luas kata

sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau

sektor-sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat

atau kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang

ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian.

Bruce. S Jansson mendefinisikan kebijakan sosial adalah mengendalikan

sasaran pemecahan masalah yang menyangkut keuntungan orang banyak. Hal ini

menekankan bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk mengurangi masalah sosial

seperti kelaparan, kemiskinan, dan guncangan jiwa. Atau kebijakan sosial dapat

pula di definisikan sebagai kumpulan strategi untuk memusatkan perhatian pada

problem sosial.

Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu suatu

prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu tataran dengan

individu dan juga menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan

suatu pemikiran dalam melakukan intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang

berbeda dengan sistem sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah

menunjukkan tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu

fenomena sosial, hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan

dalam suatu masyarakat.

Dalam perjalanan, penyusunan, perancangan, dan penerapannya,

(38)

a. Melihat aktivitas di suatu tataran dengan merespon untuk membuat suatu kebijakan sosial yang melihat dari penetapannya terhadap suatu undang-undang, mengartikannya dengan menjadikan sebagai suatu kebijakan yang dilindungi oleh hukum, membuat keputusan pada bidang administrasi, melaksanakan dan menerapkannya. Penentuan bidang ini dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah

b. Melihat bentuk pelayanan dan sebagai penasihat secara teknis tentang suatu

kebijakan, atau sebagai konsultan yang mengkhususkan dalam suatu lapangan

yang berkepentingan. Bidang ini merupakan wewenang di tingkatan legislatif

pada suatu negara demokrasi.

c. Meneliti dan menginvestigasi problema sosial dan mengumpulkan informasi

yang berkaitan dengan kebijakan sosial. Bidang ini dilakukan oleh para pekerja

sosial

d. Memberikan perlindungan atau advokasi secara khusus terhadap suatu

kebijakan dasar yang berkepentingan dengan suatu bidang. Bidang ini

merupakan kerja pihak LSM yang bergerak pada bidangnya misalkan LSM

lingkungan, LSM ekonomi, LSM politik, dan lain-lain.

Sehingga kesimpulan ringkas yang dapat kita ambil dari adanya

pembagian aktivitas yang secara tidak langsung dapat bekerjasama mengambil

suatu ketetapan dalam penerapan kebijakan sosial, disini pihak pemerintah dapat

dengan mudah menentukannya hal ini disebabkan karena masing-masing pihak

dapat memantau kebijakan yang dibuat pemerintah dan mengawasi tindakan

dalam penerapannya. Sehingga tingkat pelanggaran yang nantinya akan terjadi

(39)

Selain adanya tingkatan aktivitas yang dilakukan pada bidangnya masing-masing, kebijakan sosial pun memiliki 3 (tiga) tingkatan intervensi, yang tak jauh berbeda dengan tingkatan aktivitas. Penjelasan ini menurut pembagian Bruce. S Jansson, di dalam Social Policy, from Theory to Practice di antaranya:

1) Direct-service practice, yang berkaitan dengan pekerjaan para pelaksana

kebijakan

2) Community organization, yang membicarakan pada pengerahan kemampuan seperti menghimpun koalisi

3) Administrative social work, yang berkenaan dengan pokok persoalan.

Suatu kebijakan yang telah disusun, dirancang, dan disepakati sebelumnya haruslah meliputi dua aspek yang harus diperhatikan, di antaranya ialah :

1) Mengaktualisasikan kebijakan dan program yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat

2) Menyingkap dan memperlihatkan lapangan akademis dalam penyelidikan yang ditekankan dengan deskripsi, uraian, dan evaluasi terhadap suatu kebijakan.

Adanya aspek yang tertera di atas dimaksudkan agar masyarakat sebagai objek sasaran kesejahteraan dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Begitu juga dengan pemerintah dan semua perangkatnya haruslah memperhatikan bagaimana kinerja tersebut berlangsung. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan baik.

(40)

1) Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh : pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.

2) Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya, walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain.

3) Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain.

2.4.2. Kebijakan Kesejahteraan Sosial

Menurut Neil Gilbert dan Harry Specht (K. Suhendra, 1985 : 5), menjelaskan bahwa : Kebijakan Kesejahteraan Sosial adalah keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan yang memberikan informasi berupa petunjuk perencanaan atau petunjuk kegiatan kepada pemerintah maupun lembaga sosial masyarakat.

Kebijakan Kesejahteraan sosial dapat dijabarkan sebagai berikut ini : 1) Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil dalam arti

(41)

2) Meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), memantapkan manajemen pelayanan sosial yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta koordinasi atau masyarakat dalam pelayanan sosial dengan melibatkan satu unsur dan komponen masyarakat.

3) Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dengan mempertimbangkan keunikan nilai sosial budaya daerah serta mengedepankan potensi dan sumber sosial keluarga dan masyarakat setempat.

Beberapa tujuan dari kebijakan sosial, diantaranya untuk:

a. Membina, menyelamatkan, memulihkan dan mengentaskan para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) agar dapat hidup dan berkembang secara wajar.

b. Menggali dan memanfaatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan serta pemerataan pelayanan sosial.

c. Meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat rentan, guna mendukung pemulihan kehidupan ekonomi nasional.

d. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia dalam jajaran pembangunan kesejahteraan sosial.

e. Mengembangkan kepekaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial, etika moral dan tanggung jawab moral masyarakat.

2.5. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial

Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa “A resource any valuable thing,

or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental use in order to

function, meet a need resolve a problem” (Siporin, 1975 : 22). Lebih lanjut ia

(42)

1) Sumber Internal dan Eksternal

Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi, kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral kekuatan dan ketahanan fisik/jasmani, stamina, ketampanan/kecantikan serta pengetahuan. Sedang sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang berpengaruh dan hak jaminan.

2) Sumber official/formal dan sumber non-official/non-formal

Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-organisasi

yang secara formal mewakili mayarakat seperti guru, pekerja sosial, badan konseling, dan badan-badan sosial pemberdayaan. Sedang sumber non-offisial dapat berupa dukungan emosional maupun sosial dari kerabat, teman serta tetangga. Sumber non-offisial tersebut merupakan bagian dari sistem sumber pertolongan alamiah.

3) Sumber manusia dan non-manusia

Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu memecahkan permasalahan klien. Sedang sumber non-manusia adalah sumber-sumber material atau benda.

4) Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal dan pertukaran nilai

Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat dipergunakan sebagai sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan. Sumber kongkrit-universalistik dapat berupa pelayanan-pelayanan maupun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat berupa kasih sayang maupun uang.

Menurut Allen Pincus dan Anne Minahan (1973:4–9) mengklasifikasikan

(43)

1. Sistem Sumber Informal (natural resource systems)

Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga, teman,

tetangga, maupun orang lain yang bersedia membanru. Bantuan yang dapat

diperoleh dari sumber alamiah adalah dukungan emosional, kasih sayang,

nasehat, informasi dan pelayanan-pelayanan konkgkrit lainnya, seperti pinjam

uang.

2. Sistem Sumber Formal (formals resource systems)

Sistem sumber formal adalah keanggotaannya di dalam suatu organisasi

atau asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan minat anggota

mereka. Sistem sumber tersebut juga dapat membantu anggotanya untuk

bernegosiasi dan memanfaatkan sistem sumber kemasyarakatan atau societal.

3. Sistem Sumber Kemasyarakatan (societal resource system)

Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan-badan

adopsi, program-program latihan kerja, pelayanan-pelayanan sosial resmi.

Orang didalam kehidupannya terkait dengan sistem sumber kemasyarakatan,

seperti sekolah, pusat-pusat perawatan anak, penempatan-penempatan tenaga

kerja, dan program-program tenaga kerja. Orang juga terkait dengan

badan-badan pemerintah dan pelayanan-pelayanan umum lainnya, seperti

perpustakaan umum, kepolisian, tempat-tempat rekreasi dan pelayanan

perumahan.

(44)

1. Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM)

Warga masyarakat yang peduli dan komitmen kesejahteraan sosial dan

telah mengikuti program pendidikan dan latihan kesejahteraan sosial atas`dasar

kesadaran dan tanggung jawab sosialnya secara sukarela melaksanakan usaha

kesejahteraan sosial di daerah atau wilayah sendiri. TKSM terdiri dari:

a. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

Warga masyarakat yang telah memperoleh atau mengikuti bimbingan dan pelatihan di bidang kesejahteraan sosial atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosialnya serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi dibidang kesejahteraan sosial yang bertujuan meningkatkan kemampuan diri untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Kriteria :

1) Usia sekurangnya 18 tahun

2) Adanya minat untuk mengabdi dan bekerja di bidang Kesejahteraan

Sosial atas dasar sukarela, rasa terpanggil dan kesadaran sosial

3) Telah mengikuti berbagai bimbingan dan pelatihan bidang Kesejahteraan

Sosial

4) Sebagai tokoh atau ditokohkan masyarakat

5) Pendidikan sekurang-kurangnya SLTP

b. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial (WPKS)

(45)

2. Organisasi Sosial (Orsos)

Menurut Kepmensos No. 40/HUK/1980 yang dimaksud dengan

organisasi sosial (Orsos) adalah lembaga, yayasan atau perkumpulan sosial

yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum, maupun tidak berbadan

hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam

melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. Kriteria :

a. Mempunyai nama struktur dan alamat organisasi yang jelas.

b. Mempunyai pengurus dan program kerja.

c. Berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.

d. Melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang Usaha Kesejahteraan

Sosial (UKS).

3. Karang Taruna (KT)

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia, Karang Taruna (KT)

adalah organisasi sosial kepemudaan, wadah pengembangan generasi muda,

yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh,

dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah suatu daerah,

kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang bergerak di bidang

kesejahteraan sosial dan organisasi berdiri sendiri.

4. Dunia Usaha yang Melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial

(46)

BUMD serta atau wirausahawan beserta jaringannya yang dapat melakukan tanggung jawab sosialnya. Dunia usaha yang melakukan usaha kesejahteraan sosial lebih populer dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR), dan biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, contohnya Pertamina, Unilever, Telkom, Bank Mandiri, Aqua, Djarum, dan lain sebagainya. Namun untuk kapasitas di desa, yang biasa melakukan UKS adalah dari jenis perusahaan kecil menengah seperti perusahaan meubel kayu, perusahaan keripik, perusahaan genting, dan lain sebagainya.

Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: a)Perorangan atau Keluarga b)Dikaderkan oleh masyarakat setempat c)Memiliki dana, menghimpun dana, mencarikan dana untuk kepentingan kegiatan usaha kesejahteraan sosial.

5. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM)

Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia, WKSBM adalah sistem kerja sama anta keperangkatan kepelayanan sosial diakar rumput yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. Wahana ini berupa jejaring kerja daripada kelembagaan sosial komunitas lokal, baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuhkembangkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial.

(47)

Terjadinya sumber daya yang dimiliki ditingkat lokal dan sistem sumber

akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membangun dirinya. Hal ini

merupakan iklim yang kondusif bagi terwujudnya pembangunan masyarakat

yang dilandasi oleh kepercayaan diri dan keswadayaan baik secara sosial,

budaya, ekonomi, maupun politik. Kondisi tersebut selanjutnya akan

mewujudkan tata kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh ketahanan

sosial masyarakat.

6. Keperintisan dan Kepahlawanan Perintis Kemerdekaan

Perintis kemerdekaan adalah mereka yang telah berjuang mengantarkan

bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan, diakui dan disyahkan

sebagai perintis kemerdekaan. Janda/duda perintis kemerdekaan adalah

isteri/suami yang ditinggal(meninggal dunia) oleh perintis kemerdekaan dan

telah disahkan sebagai janda, duda perintis kemerdekaan. Keluarga pahlawan

adalah suami/isteri (warakawuri) pahlawan, anak kandung, anak angkat yang

diangkat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Apabila pahlawan

yang bersangkutan belum/tidak berkeluarga maka yang menjadi keluarga

(48)

BAB III

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kondisi Geografis

Kota Cilegon merupakan kota otonom yang secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No. 15 Tahun 1999. Sebagai kota yang secara geografis berada pada ujung barat Pulau Jawa serta merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera, Kota Cilegon merupakan lokasi bagi berbagai kegiatan industri, baik industri berat ataupun menengah.

Secara administratif, Kota Cilegon berada pada koordinat 5052’24” – 6004’07” Lintang Selatan dan 105054’05” – 106005’11” Lintang Utara, yang batas-batasnya:

(1) Sebelah barat : Selat Sunda (Provinsi Lampung); (2) Sebelah utara : Kabupaten Serang;

(3) Sebelah timur : Kabupaten Serang; (4) Sebelah selatan : Kabupaten Serang.

Dengan luas 175,5 km2, Kota Cilegon dibagi ke dalam 8 (delapan) kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Cilegon memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antara 21,1oC – 33,1 oC, dan curah hujan rata-rata 95 mm per bulan.

Tabel 3.1.

Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Administrasi di Kota Cilegon Tahun 2012

No Kecamatan Letak Kantor/

Kecamatan

(49)

Jarak Kota Cilegon terhadap Ibu Kota Provinsi Banten (Serang) sekitar 15 km dan jarak ke Ibu Kota Negara Republik Indonesia sekitar 105 km. Kota Cilegon dilalui oleh beberapa sungai, yaitu Kali Kahal, Tompos, Sehang, Gayam, Medek, Sangkanila, Cikuasa, Sumur Wuluh, Grogol, Cipangurungan, dan Cijalumpang. Di antara sebelas sungai tersebut Kali Grogol merupakan yang terbesar dan hampir semua sungai bermuara di Selat Sunda. Selain sungai, di Kota Cilegon juga terdapat sebuah waduk yang cukup luas, yakni Waduk Krenceng yang membelah Desa Kebonsari, Lebakdenok, dan Tamansari di Kecamatan Ciwandan. Waduk ini merupakan sumber air PDAM yang dialirkan ke industri dan rumah tangga di sebagian wilayah Kota Cilegon.

3.2. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kota Cilegon pada tahun 2012 sebanyak 392.341 jiwa

yang tersebar cukup merata di delapan kecamatan, dengan penduduk laki-laki

sebanyak 200.550 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 191.791 jiwa dengan

sex ratio sebesar 105,00. Laju pertumbuhan penduduk selama periode

(2011-2012) sebesar 1,67% dan tingkat kepadatan penduduk mencapai sekitar 2.235 jiwa

per kilometer persegi.

Jumlah penduduk Kota Cilegon berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2012

adalah 280.075 jiwa, yang terdiri atas penduduk usia produktif atau angkatan kerja

sebanyak 184.121 jiwa atau 65,74% dan penduduk bukan angkatan kerja

sebanyak 95.954 jiwa atau 34,26%. Pertumbuhan penduduk usia produktif ini

selama tiga tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif, yaitu

65,60% pada tahun 2010, menjadi 70,00% pada tahun 2011, dan menjadi menjadi

(50)

Tabel 3.2.

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Berdasarkan Angkatan Kerja dan

Bukan Angkatan Kerja di Kota Cilegon Tahun 2010 – 2012

Uraian Tahun

2010 2011 2012

Angkatan Kerja 172.637 188.727 184.121

(Persentase) 65,60% 70,00% 65,74%

- Bekerja 138.399 163.923 163.312

- Mencari Kerja 34.238 24.804 20.809

Bukan Angkatan Kerja 90.529 80.883 95.954

(Persentase) 34,40% 30,00% 34,26%

Jumlah 263.166 269.610 280.075 Sumber: Cilegon Dalam Angka, Tahun 2013

Latar belakang lapangan usaha penduduk Kota Cilegon menunjukkan sektor perdagangan, hotel dan restoran (81.476 jiwa) menjadi tumpuan utama sebagian besar penduduknya, diikuti oleh sektor jasa-jasa (60.770 jiwa), sektor industri (43.569 jiwa), sektor angkutan dan komunikasi (27.042 jiwa), sektor bangunan (21.407 jiwa), sektor bank dan lembaga keuangan (18.468 jiwa), sektor pertanian (13.804 jiwa), sektor pertambangan dan penggalian (2.507 jiwa), dan yang paling kecil sektor listrik, gas, dan air bersih (566 jiwa). Selama tiga tahun terakhir, sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yang paling tinggi, sedangkan sektor industri mengalami penurunan yang paling besar.

Tabel 3.3.

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha Utama di Kota Cilegon Tahun 2010 – 2012

Lapangan Usaha Tahun

2010 2011 2012

Pertanian 11.185 13.804 12.939

Pertambangan dan penggalian 3.000 2.507 1.120

Industri 56.113 43.569 52.934

Listrik, gas dan air bersih 1.790 566 1.120

Bangunan 24.527 21.407 24.815

Perdagangan, hotel dan restoran 70.792 81.476 84.731

Angkutan dan komunikasi 31.554 27.042 24.731

Bank dan lembaga keuangan 11.237 18.468 15.908

Jasa – jasa 46.501 60.770 61.813

Jumlah 263.166 269.610 280.075

(51)

3.3. Kondisi Sumber Daya Manusia

Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Cilegon telah mencapai 392.341 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 1,67% per tahun. Tingkat kepadatan penduduk Kota Cilegon pada tahun 2012 telah mencapai 2.235 jiwa per km2. Dilihat dari tingkat kesejahteraannya, terdapat sejumlah 13.909 keluarga Kota Cilegon pada tahun 2012, secara umum tergolong dalam tahapan keluarga sejahtera, dengan predikat hamper miskin berjumlah 2.898 keluarga (20,84 persen), keluarga miskin berjumlah 5.507 keluarga (39,59 persen), dan sekitar 5.504 keluarga (39,57 persen) menyandang predikat sangat miskin.

Gambar 3.1.

Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan di Kota Cilegon

(52)

dan kursus jasa (akuntansi, komputer, perhotelan, MC, penyiaran, bicara di depan umum, manajemen, perpajakan) sebanyak 48 buah.

3.4. Kondisi Produk Domestik Regional Bruto

Berdasarkan perhitungan atas dasar harga berlaku, PDRB Kota Cilegon

pada tahun 2011 tercatat sebesar 34.485,15 milyar rupiah atau meningkat 10,19

persen dari tahun 2010 yang sebesar 31.295,91 milyar rupiah. Sedangkan menurut

perhitungan atas harga konstan 2000, PDRB Kota Cilegon meningkat dengan laju

pertumbuhan sebesar 6,53 persen.

Sumbangan terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Cilegon adalah

sektor industri pengolahan. Selanjutnya disusul oleh sektor perdagangan, hotel

dan restoran sebesar 13,61 persen dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar

5,15 persen. Sementara itu, sektor lainnya memiliki kuntribusi di bawah 5 persen.

Tabel 3.4.

PDRB Kota Cilegon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Rp Juta)

No Lapangan Usaha Harga Berlaku Harga Konstan 2000 2011 2012 2011 2012

1. Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 558.676,36 591.845,85 293.563,49 296.121,45

2. Pertambangan dan

penggalian 16.234,79 17.899,71 12.101,38 12.935,68

3. Industri Pengolahan 24.098.272,30 26.601.196,40 13.218.285,53 14.107.542,93

4. Listrik, Gas dan Air

Bersih 1.813.017,98 1.950.831,69 980.774,99 1.010.756,92

5. Bangunan 156.426,24 181.464,54 60.863,74 65.161,53

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 4.667.381,56 5.333.462,29 2.139.891,00 2.357.486,68

7. Pengangkutan dan

komunikasi 1.747.910,45 1.891.060,61 908.932,85 951.926,24

8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 994.678,00 1.124.955,31 408.769,00 442.926,24

9. Jasa-jasa 437.724,77 525.996,61 206.107,98 225.763,38

Kota Cilegon 34.218.712,99 34.485.153,71 18.228.289,96 19.470.568,33

(53)

Kontribusi sektor/subsektor dari PDRB Kota Cilegon tahun 2012 atas dasar harga berlaku menunjukkan sektor industri pengolahan mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar Rp 26.601.196,40 juta, dan sektor pertambangan dan penggalian mempunyai kontribusi terkecil yaitu sebesar 17.899,71 juta. Kontribusi sektor-sektor lainnya disumbangkan oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar Rp 1.950.831,69 juta; perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 5.333.462,29 juta; pengangkutan dan komunikasi Rp 1.891.060,61 juta; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Rp 1.124.955,31 juta; sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar Rp 591.845,85 juta, serta jasa-jasa sebesar Rp 525.996,61 juta. Berdasarkan besaran kontribusi PDRB ini terlihat bahwa Kota Cilegon sudah tidak bertumpu lagi pada sektor-sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan tetapi sudah beralih pada sektor sekunder yang bertumpu pada sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.

Berdasarkan PDRB menurut harga konstan tahun 2000 terlihat bahwa pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi Kota Cilegon pada dua tahun terakhir terbesar terdapat pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 10,17% dan terkecil sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 0,87%

3.5. Kondisi Perindustrian

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon
Tabel 3.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Tabel 3.4. PDRB Kota Cilegon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2012
Tabel 3.5.  Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di Kota Cilegon Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

15.Dan akhirnya, hal-hal yang telah diusahakan oleh TNI-AD sejak tahun 1965 bekerjasama dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) berpuncak pada 27 Maret 1968, SK

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Lalu ia duduk di hadapan Nabi a dan menyandarkan lututnya pada lutut Nabi a dan meletakkan tangannya di atas paha Nabi a, lalu ia berkata, “Wahai Muhammad,

Perlakuan kombinasi antara variasi media dan jenis bakteri dengan nilai absorbansi tertinggi pada hari ketiga adalah kombinasi antara Bacillus subtilis dengan

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah.. Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan

Pantai Sindangkerta dijadikan kawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dengan keputusan Bupati Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor: 660.1/Kep/165/I.H/2000

Secara klinis diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan lesi kulit khas pada bayi baru lahir yang mengikuti garis Blaschko dengan gambaran histopatologis

Dan ketika rokok tersebut telah diterima oleh PT Panamas, pihak mereka juga akan mengirim informasi berupa pemberitahuan bahwasanya rokok yang dikirim dari PT