• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rahasia Pajak dalam Undang Undang Tentan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Rahasia Pajak dalam Undang Undang Tentan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 Tengku Muhamad Derizal

1306380393

Mata Kuliah Hukum Pajak

Brief Paper Tentang Undang-Undang Pengampunan Pajak

KETENTUAN RAHASIA PAJAK DALAM

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

Pendahuluan

Pada tanggal 1 Juli 2016, telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (“UU Pengampunan Pajak”). Hal ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami perlambatan sehingga berdampak pada turunnya penerimaan pajak.1 Padahal, pemerintah melihat bahwa terdapat harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar negeri dalam jumlah besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.2

Salah satu data yang menjadi pegangan Pemerintah adalah data dari Global Financial Integrity menyebutkan bahwa, terdapat 180 Miliar Dolar Amerika Serikat illicit financial flows

yang keluar dari Indonesia ke luar negeri.3 Pengertian dari illicit financial flows itu sendiri adalah illegal movements of money or capital from one country to another (perpindahan uang atau modal dari satu negara ke negara lain secara tidak sah).4 Pemerintah mengharapkan dengan diundangkannya UU Pengampunan Pajak, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik karena didorong oleh dana repatriasi yang masuk.5

Timbul ketakutan diantara calon peserta pengampunan pajak bahwa data-data yang mereka berikan akan menimbulkan kesulitan bagi mereka dikemudian hari seperti diincar oleh polisi, jaksa, dan/atau penyidik perpajakan.6 Oleh karena itu, pemerintah menjamin bahwa data

1 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2016, LN Tahun 2016 No. 131, TBN No. 5899, Penjelasan Umum Paragraf kesatu.

2Ibid.

3De Kar da Joseph “pa jers, Illi it Fi a ial Flo s fro De elopi g Cou tries: 2004-2014 , Global

Financial Integrity (Desember 2015), hlm. 8.

4Glo al Fi a ial I tegrit , Illi it Fi a ial Flo s http://www.gfintegrity.org/issue/illicit-financial-flows/, terjemahan sendiri, diakses 24 Oktober 2016.

5De ie “utris o, “ejuta Harapa pada Ta A est

(2)

2 peserta pengampunan pajak tidak akan dibocorkan dan diberikan ke instansi lain serta tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana.7 Bahkan Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya mengatakan bahwa akan membentuk satuan tugas (task force) khusus untuk mengawasi pelaksanaan pengampunan pajak dan aparat pajak.8 Hal ini menunjukkan bahwa rahasia pajak merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan pelaksanaan pengampunan pajak. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah apakah ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak dan Peraturan Pelaksananya telah cukup menjadi dasar bagi jaminan pemerintah tersebut? Jika iya, dimana letak pengaturannya? Apakah ada

permasalahan terkait dengan pengaturan rahasia pajak tersebut? Tulisan ini akan melakukan kajian secara singkat terhadap tujuan rahasia pajak dan pengaturan yang berkaitan dengan rahasia pajak dalam UU Pengampunan Pajak dan peraturan pelaksananya serta permasalahannya.

Tujuan Rahasia Pajak

Menurut R. Santoso Brotodihardjo, ada 4 maksud dari diciptakannya “keh merahasiakan”, yaitu:9

1. melindungi kepentingan wajib pajak ;

2. kepentingan Fiskus mendapatkan perlindungan dari adanya “keharusan merahasiakan” ;

3. menebalkan kepercayaan rakyat kepada Fiskus ;

4. memperhatikan segala sesuatu yang berpokok pangkal kepada keadilan.

a. Melindungi Kepentingan Wajib Pajak

Wajib pajak telah membuka/memperlihatkan buku-bukunya dan juga catatan-catatan lainnya kepada Fiskus (Pemungut Pajak), pokoknya segala sesuatu mengenai dirinya maupun perusahaannya. Jadi kepercayaan yang telah dicurahkan kepada Fiskus

itu tidak boleh dikhianati, tidak boleh disalahgunakan oleh Fiskus dengan cara,

7Rhe dra “aputra da Cha dra G. As ara, Pe eri tah Ja i Kerahasisaa Data Peserta Ta

A est http://www.viva.co.id/haji/read/791955-pemerintah-jamin-kerahasiaan-data-peserta-tax-amnesty, diakses 24 Oktober 2016.

8Da i Ju adil Akhir, Tak Usah Ragu Ikut Tax Amnesty, Joko i: “a a A asi “e diri

http://economy.okezone.com/read/2016/07/16/20/1439336/tak-usah-ragu-ikut-tax-amnesty-jokowi-saya-awasi-sendiri, diakses 24 Oktober 2016.

9 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ed. 4, cet. 23, (Bandung: Refika Aditama,

(3)

3 misalnya, meneruskan/memberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak.10

b. Melindungi Kepentingan Fiskus

Dengan adanya “keharusan merahasiakan”, Fiskus selalu dapat menolak sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak manapun, swasta maupun instansi-instansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya. Penolakan Fiskus tersebut tidak

berlaku mutlak karena terdapat pengecualiannya.11

c. Menebalkan Kepercayaan Rakyat Kepada Fiskus

Dengan kenyataan bahwa ia dapat merahasiakan segala-galanya (yang telah dituturkan kepadanya dan/atau yang telah dilihatnya dengan mata kepala sendiri) mengenai diri dan perusahaan seluruh wajib pajak, kepercayaan rakyat kepadanya akan semakin menjadi tebal. Rakyat tidak akan segan-segan lagi untuk memberikan informasi tentang segala data yang memang sangat diperlukan untuk kepentingan penetapan pajaknya, dan tidak ada yang disembunyikannya.12

d. Memperhatikan Segala Sesuatu yang Berpokok Pangkal Kepada Keadilan Dalam membuat undang-undang si pembuat harus telah memperhatikan segala sesuatu yang berpokok pangkal kepada keadilan. Tetapi sekalipun demikian, ada kalanya terdapat suatu hal yang belum terpikirkan olehnya pada waktu membuat itu (karena misalnya, pada waktu membuatnya keadaan semacam itu tidak pernah ada) sehingga berakibat kurang adil dalam pelaksanaan undang-undang pajak.13

Pengecualian Rahasia Pajak

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa terhadap keharusan merahasiakan dari Fiskus tidak berlaku mutlak, yaitu terdapat pengecualiannya. Pada umumnya dalam pelaksanaannya

(juga di Indonesia) diadakan pengecualian terhadap setiap pejabat pada Fiskus demi keharusannya untuk menjadi saksi dalam arti: bila diperlukan guna kepentingan peradilan yang

10Ibid, hlm.39. 11Ibid. 12Ibid.

(4)

4 baik.14 Pengecualian lainnya yang ada di negara lain (tetapi tidak ada di Indonesia), misalnya di Australia, ialah: Auditor General (Badan Pemeriksa Keuangan dari negara tersebut) mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan (sampai kepada berkas-berkas individual para wajib pajak) di kantor-kantor inspeksi pajak. Pengecualian semacam itu (lihat:

the Audit Act of the Commonwealth of Australia 1901-1973, Section.14C) didasarkan atas kenyataan bahwa:

1. Juga Auditor General (beserta segenap pelaksana dalam seluruh aparaturnya) tugasnya adalah tertujukan kepada penyelenggaraan kepentingan umum karena harus mengawasi

keuangan negara, yang bukan hanya menyangkut segi pengeluarannya saja.

2. Auditor General juga terikat kepada “kewajiban merahasiakaan” (semacam yang ada

pada Fiskus) seperti halnya juga dengan Badan pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Ternyatalah juga di sini, bahwa tidak di semua negara dipakai kriteria yang sama oleh pemerintahnya masing-masing mengenai apa yang dianggap sebagai kepentingan umum. Padahal masih ada persoalan yang lebih rumit lagi, yaitu pengertian: apakah yang seandainya dapat dipakai sebagai ukuran/syarat untuk memenangkan suatu instansi dari instansi lainnya (yang keduanya bertugas menyelenggarakan sesuatu demi kepentingan umum) bilamana ada sengketa dalam interpretasi suatu peraturan.15

Pengaturan Rahasia Pajak

a. Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Dalam Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), larangan untuk mengungkapkan data-data yang diberikan Wajib Pajak kepada Fiskus diatur dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2), yang berbunyi:16

Pasal 34

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak

segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak

dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

14Ibid, hlm. 39. 15Ibid, hlm. 40.

16 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

(5)

5

(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap ahli

yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Terhadap larangan tersebut, terdapat pengecualiannya yaitu pada Pasal 34 ayat (2a), (3), (4), dan (5), yang berbunyi:17

Pasal 34

(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

adalah:

a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli

dalam sidang pengadilan; atau

b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan

untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau

instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam

bidang keuangan negara.

(3) Menteri Keuangan berwenang memerintahkan secara tertulis kepada pejabat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ahli-ahli sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis

dari Wajib Pajak kepada Pejabat Pemeriksa untuk keperluan pemeriksaan

Keuangan Negara. Surat Perintah tersebut di atas menyebutkan nama Wajib

Pajak yang dikehendaki keterangannya dan nama pemeriksa.

(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana; atas

permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Menteri Keuangan dapat

memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat pajak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti

tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.

(5) Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan

nama tersangka, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara

perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.

Sanksi terhadap pelanggaran dari ketentuan rahasia pajak tersebut diatur dalam Pasal 41, yang berbunyi:18

(6)

6

Pasal 41

(1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan

paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua

puluh lima juta rupiah).

(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang

yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya

dilanggar.

b. Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak

UU Pengampunan Pajak mengatur mengenai rahasia pajak dalam Bab X tentang Manajemen Data dan Informasi serta Bab XI tentang Ketentuan Pidana. Larangan untuk mengungkapkan data-data peserta pengampunan pajak diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan (3) yang berbunyi:19

Pasal 21

(2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang

berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,

menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang

diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.

(3) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka

Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada

pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas

persetujuan Wajib Pajak sendiri.

Pelanggaran terhadap larangan mengungkapkan rahasia pajak tersebut diberikan sanksi

sesuai Pasal 23, yang berbunyi:20

Pasal 23

(7)

7

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

Pengecualian terhadap sanksi dari pelanggaran larangan tersebut terdapat dalam Pasal 22, yang berbunyi:21

Pasal 22

Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang

berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan,

digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik

secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan

pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Salah satu fitur yang paling membedakan dari UU Pengampunan Pajak adalah, dihilangkannya kekuatan data-data yang diberikan oleh peserta pengampunan pajak ke Fiskus sebagai alat bukti, hal ini diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi:22

Pasal 20

Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya

yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang

berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan

sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap

Wajib Pajak.

c. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (“PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak”) merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan sebagai peraturan pelaksana dari UU Pengampunan Pajak, sebagimana yang diamanatkan oleh Pasal 24 UU tersebut. Rahasia Pajak diatur dalam Bab XXV Tentang Manajemen Data dan

(8)

8 Informasi. Larangan pada Pasal 21 ayat (2) dan (3) UU Pengampunan Pajak diperkuat kembali pada Pasal 48 ayat (3) dan (4) PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak, yang berbunyi:23

Pasal 48

(3) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang

berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,

menyebarluaskan, dan/ atau memberitahukan data dan informasi yang

diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.

(4) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka

Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada

pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas

persetujuan Wajib Pajak sendiri.

Pengecualian terhadap sanksi dari pelanggaran larangan yang terdapat pada Pasal 22 UU Pengampunan Pajak juga diperkuat kembali oleh Pasal 49 PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak, yang berbunyi:24

Pasal 49

Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang

berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak tidak dapat dilaporkan,

digugat, dilakukan penyelidikan, penyidikan, atau dituntut baik secara perdata

maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad

baik dan se suai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ini.

Pasal 47 PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak juga memperkuat kembali Pasal 20 UU Pengampunan Pajak yang menghilangkan kekuatan data-data yang diberikan peserta pengampunan pajak ke Fiskus sebagai alat bukti, pasal tersebut berbunyi:25

Pasal 47

Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya

yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang

berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak

dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/ atau penuntutan

pidana terhadap Wajib Pajak.

23 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 Tahun

2016 Tentang Pengampunan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016, Pasal 48 ayat (3) dan (4), LN Tahun 2016 Nomor 1043.

(9)

9 d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Walaupun tidak secara khusus mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran larangan pengungkapan rahasia pajak, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memiliki satu pasal yang berkaitan dengan larangan mengungkapkan rahasia, yaitu Pasal 322 KUHP Tentang Membuka Rahasia, yang berbunyi:26

Pasal 322

(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak

enam ratus rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Perbedaan Pengaturan Rahasia Pajak antara UU KUP dengan UU Pengampunan Pajak Terdapat beberapa perbedaan pengaturan rahasia pajak antara UU KUP dengan UU Pengampunan Pajak, yaitu:

1. Pada UU KUP, larangan terhadap pengungkapan rahasia pajak terdapat pengecualiannya. Pada UU Pengampunan Pajak, larangan terhadap pengungkapan data tidak terdapat pengecualian ;

2. Pada UU KUP, data-data yang diberikan kepada Fiskus dapat dijadikan alat bukti untuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Pada UU Pengampunan Pajak, kekuatan data-data yang diberikan kepada Fiskus sebagai alat bukti dihilangkan ;

3. Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan larangan pengungkapan rahasia pajak pada UU Pengampunan Pajak jauh lebih berat dibandingkan dengan UU KUP dan khusus untuk hal ini, KUHP. Sanksi pada UU Pengampunan Pajak

adalah paling lama 5 tahun penjara tanpa denda dan tidak memperhatikan apakah pelaku sengaja atau lalai. Sementara itu pada UU KUP hanya paling

lama 1 tahun kurungan dan denda 25 juta Rupiah jika karena kelalaian, dan paling lama 2 tahun penjara dan denda 50 juta Rupiah. Pada KUHP lebih ringan lagi, yaitu paling lama 9 bulan penjara atau denda 600 ratus Rupiah.

26Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno,

(10)

10 Hal ini semakin menunjukkan pentingnya pengaturan mengenai rahasia pajak terhadap kesuksesan dari pelaksanaan UU Pengampunan Pajak, sehingga diberikan tingkat kerahasiaan yang sebegitu tingginya. Akan tetapi yang perlu dicermati di sini adalah mengenai perbedaan pada poin 2, apakah benar-benar tanpa pengecualian atau apakah terdapat tindak pidana yang dikecualikan? Hal ini merupakan pertanyaan besar yang untuk menjawabnya, perlu memperhatikan lebih dalam lagi redaksi dari pasal tersebut beserta penjelasannya.

Keberlakuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak

Dalam Ketentuan Umum UU Pengampunan Pajak, Pengampunan Pajak didefinisikan sebagai “penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. “27 Yang perlu digarisbawahi di sini adalah kata-kata “...tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan...”. Akan tetapi, jika kita melihat rumusan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak, tidak disebutkan bahwa penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana yang dimaksud hanyalah pidana di bidang perpajakan. Lebih lagi, penjelasan dari Pasal 20 menyebutkan bahwa “Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini meliputi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.”28 Hal ini menimbulkan ketidakjelasan karena antara Pasal 1 dengan Pasal 20 tidak menunjukkan keselarasan mengenai tindak pidana yang dikenakan Pengampunan Pajak.

Terdapat juga larangan mengungkapkan data peserta pengampunan pajak ke pihak manapun yang hanya dikecualikan jika mendapat persetujuan dari peserta pengampunan pajak itu sendiri (yang rasanya agak kecil kemungkinannya, karena seakan-akan memotong leher sendiri) dengan sanksi yang keras terhadap pelanggarannya. Hal ini berbeda dengan UU KUP yang masih memperbolehkan diungkapkannya data Wajib Pajak yang salah satunya adalah untuk dijadikan alat bukti di Pengadilan. Hal ini juga diperhatikan dan dikhawatirkan oleh

beberapa pengamat karena dapat menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dan pencucian uang.29

Kesimpulan

27 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Op.Cit., Pasal 1 Angka 1. 28Ibid, Penjelasan Pasal 20.

29O e Madril, Korupsi di Beleid A esti Pajak

(11)

11 Ketentuan Rahasia Pajak merupakan salah satu ketentuan yang menjadi daya tarik bagi calon peserta pengampunan pajak untuk mengikuti program tersebut. Dihilangkannya kekuatan data yang diberikan sebagai alat bukti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, larangan diungkapkannya data peserta pengampunan pajak beserta dengan sanksi yang berat bagi para pelanggarnya, menjadikan ketentuan tersebut seakan-akan menjadi “gembok yang sangat kuat” untuk melindungi kerahasiaan data peserta pengampunan pajak.

Di satu sisi, ini dapat menjadi hal yang positif karena menjadi daya tarik yang kuat bagi calon peserta pengampunan pajak. Akan tetapi, di sisi lain ini dapat berdampak terhadap upaya

(12)

12 Sumber Referensi

Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Ed. 4. Cet. 23. Bandung: Refika Aditama, 2013.

Kar, Dev dan Joseph Spanjers. “Illicit Financial Flows from Developing Countries: 2004 -2014”, Global Financial Integrity (Desember 2015).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. Diterjemahkan oleh Moeljatno. Cet. 30. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, LN. Tahun 2007 No. 85.

Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak. Undang-Undang No. 11 Tahun 2016. LN Tahun 2016 No. 131, TBN No. 5899.

Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11

Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016. LN Tahun 2016 Nomor 1043.

Akhir, Dani Jumadil. “Tak Usah Ragu Ikut Tax Amnesty, Jokowi: Saya Awasi Sendiri”

http://economy.okezone.com/read/2016/07/16/20/1439336/tak-usah-ragu-ikut-tax-amnesty-jokowi-saya-awasi-sendiri. Diakses 24 Oktober 2016.

Global Financial Integrity, “Illicit Financial Flows” http://www.gfintegrity.org/issue/illicit-financial-flows/, terjemahan sendiri, diakses 24 Oktober 2016.

Hakim, Lukman dan Aan Haryono. “Wajib Pajak Masih Ragu Ikut Tax Amnesty” http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=122&date=2016-08-11. Diakses 24 Oktober 2016.

Madril, Oce. “Korupsi di Beleid Amnesti Pajak” https://www.tempo.co/read/kolom/2016/08/29/2378/korupsi-di-beleid-amnesti-pajak. Diakses 25 Oktober 2016.

Saputra, Rhendra dan Chandra G. Asmara. “Pemerintah Jamin Kerahasisaan Data Peserta Tax Amnesty” http://www.viva.co.id/haji/read/791955-pemerintah-jamin-kerahasiaan-data-peserta-tax-amnesty. Diiakses 24 Oktober 2016.

Referensi

Dokumen terkait

(UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh.. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Kualitas layanan fiskus, sanksi pajak, sosialisasi perpajakan, kesadaran wajib pajak, dan pemeriksaan pajak berdasarkan hasil dari pengujian yang dilakukan maka

(2017) tentang pengaruh pemahaman wajib pajak, kesadaran pajak, sanksi perpajakan dan pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak (studi empiris pada wajib

UU KUP mengakomodir mengenai hak dan kewajiban pajak dalam rangka agar lebih memberikan keadilan dalam bidang perpajakan. Beberapa kewajiban wajib pajak adalah

Adapun definisi pajak menurut Pasal 1 ayat 1 UU KUP adalah “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

Berdasarkan hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa terdapat objek PPh Pasal 23 berupa consultant fee yang belum dilakukan pemotongan oleh Wajib Pajak. Pasal 12 ayat (3) UU KUP

Kerahasiaan mengenai data Wajib Pajak yang harus dijaga oleh pejabat pajak telah diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

“Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Pelayanan Fiskus, dan Tingkat Pemahaman terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris pada Wajib Pajak