• Tidak ada hasil yang ditemukan

Socrates Ringkasan dan Bagaimana doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Socrates Ringkasan dan Bagaimana doc"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Ringkasan Apologi Socrates

Apologi merupakan pidato pembelaan Socrates ketika ia dihadapkan ke pengadilan oleh penuntut-penuntutnya. Pada waktu itu Socrates berumur 70 tahun dan untuk pertama kalinya Socrates dihadapkan ke pengadilan. Dalam pengadilan tersebut, majelis yang mengadili Socrates terdiri atas 501 orang warga negara.

Pada mulanya Sokrates mengatakan bahwa warga Athena telah terbujuk oleh lawan-lawan Sokrates yang menipu warga Athena untuk mendakwa Sokrates. Satu hal yang membuat Sokrates terperanjat ialah bahwa lawan-lawannya memperingatkan agar warga Athena tidak terbujuk oleh Sokrates. Mereka menganggap Sokrates tidak mengakui adanya Tuhan. Sokrates membela diri dan mengatakan bahwa lawan-lawannya tidak mengatakan kebenaran. Dalam pembelaannya, ia tidak mau menggunakan kata-kata yang muluk, tetapi dengan kata-kata yang lugas dan mengarah kepada kebenaran itu sendiri.

Ada dua golongan penuntut Socrates yaitu golongan penuntut lama dan golongan penuntut baru. Golongan penuntut lama antara lain Anytus dan kawan-kawannya. Mereka menuduh Socrates melakukan spekulasi tentang surga dan alam di bawah bumi. Dengan kecerdikan dan kelihaiannya, ia memainkan kata-kata sedemikian rupa sehingga alasan yang jelek menjadi alasan yang benar. Bagi Socrates tuduhan yang dilemparkan padanya tidak berbeda dari komedi Aristophones, di mana dipertontonkan tokoh bernama Socrates yang suka melayang-layang di udara dan berbicara tentang segala hal yang tidak benar atau bohong.

Melakukan pembelaan terhadap tuduhan pertama bukan hal yang mudah bagi Socrates karena para penuduhnya tidak hadir dalam persidangan itu. Socrates seakan-akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa ada orang-orang yang akan menjawabnya. Dengan kata lain Socrates hanya melawan bayang-bayang mereka. Menurut penuntut-penuntutnya Socrates adalah tokoh utama yang mengajarkan berbagai hal yang meresahkan warga negara. Menurut mereka Socrates mengajarkan ateisme kepada kaum muda dengan mengatakan bahwa matahari hanyalah batu dan bulan adalah bumi.

Socrates mengatakan bahwa ia tidak pernah melibatkan diri dengan spekulasi-spekulasi tentang hal-hal yang dituduhkan padanya. Selain itu para penuntut Socrates mengatakan bahwa Socrates adalah seorang guru dan mengambil keuntungan dari apa yang Socrates lakukan. Menurut Socrates kaum sophistlah yang melakukan hal semacam itu seperti Gorgias, Prodicus, Hippias, dll. Kaum sophist yaitu mereka yang memiliki kebijaksanaan dan mengajarkan apa yang mereka miliki pada orang lain dan menarik keuntungan dari pekerjaan mereka. Menurut Socrates para penuduhnyalah yang sering kali melakukan tindakan atau perbuatan itu dan bahkan menurut Socrates mereka lebih buruk. Mereka mengatakan bahwa diri mereka bijaksana tetapi ketika Socrates datang dan bertanya tentang kebijaksanaan ternyata mereka tidak tahu apa itu kebijaksanaan. Bagi Socrates jika orang benar-benar memiliki kebijaksanaan maka mereka pantas menerima keuntungan itu.

Menurut Socrates bahwa dirinya tidaklah bijaksana maka tentunya tidak mungkin ia mengambil keuntungan dari kegiatan pengajaran itu sebagaimana yang dituduhkan kepada dirinya. Tetapi ada satu hal yang membuatnya bingung yaitu bahwa menurut Orakel, dialah orang yang paling bijaksana. Namun baginya itu tidak mungkin karena Socrates merasa dirinya tidak bijaksana. Oleh karena itu untuk meyakinkan dirinya bahwa ia bukanlah orang yang bijaksana seperti yang dikatakan para dewa maka Socrates mengambil dan melakukan suatu putusan yaitu dengan cara mengembara, berguru, bertanya kepada orang yang dipandang oleh kebanyakan orang adalah bijaksana.

(2)

Bijaksana dalam pengertian filsafat Yunani adalah pengetahuan. Oleh karena itu Socrates pergi kepada orang yang pandai ilmu politik tetapi Socrates tidak mendapatkan sesuatu yang mengatakan bahwa orang itu pandai ilmu politik. Lalu ia Socrates pergi kepada ahli hukum, lalu kepada penyair dan kepada ahli filsafat tetapi Socrates tidak mendapat pengertian akan hal yang dicarinya. Setiap pencariannya Socrates selalu memulai dengan pertanyaan “apakah”. Malahan kaum muda suka meniru gaya Socrates bertanya. Karena keingintahuan yang dipandang baik bagi Socrates itu justru membawa celaka bagi dirinya. Pencarian terhadap “kebijaksanaan” membuat Socrates dimusuhi oleh banyak orang. Akibat dari kelakuan itu Socrates diseret ke pengadilan. Socrates dituduh menyesatkan kaum muda dengan aneka ajaran yang tidak baik tetapi sangat meyakinkan karena permainan lidah Socrates. Para penuduh Socrates yang utama; Meletos mewakili kaum penyair, Anytos mewakili para pekerja tangan, dan Lycon mewakili para ahli retorika pernah melakukan perdebatan dengan Socrates sehingga muncul tuduhan yang dilemparkan kepada Socrates.

Golongan kedua yaitu golongan yang dikepalai oleh Meletos. Golongan ini melemparkan tuduhan kepada Socrates bahwa Socrates adalah pelaku kejahatan, yang dengan sengaja merusak kaum muda, dan tidak percaya kepada tuhan-tuhan yang diabdi oleh negara melainkan kepada tuhan-tuhannya sendiri. Tetapi Socrates mengatakan bahwa Meletos sendirilah pelaku kajahatan. Socrates juga berpendapat bahwa dirinya tidak pernah merusak kaum muda baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Socrates membela bahwa jika dirinya telah merusak kaum muda dengan sengaja maka kaum muda telah menjadi rusak. Jika kaum muda telah rusak maka kaum muda akan melakukan perusakan terhadap orang lain. Lalu apakah masih bisa Socrates dituduh telah sengaja merusak kaum muda? Di sini jelas bahwa Socrates tidak ingin dikategorikan sebagai pelaku perusakan terhadap kaum muda.

Tuduhan lain yang dilemparkan kepada Socrates yaitu bahwa Socrates tidak percaya kepada dewa-dewa yang diabdi negara. Socrates dituduh ateis. Bahkan penuduhnya (Meletos) bersumpah demi Zeus bahwa Socrates tidak percaya pada apa pun. Tetapi Socrates menimpali tuduhan itu. Socrates menjawab bagaimana orang tidak percaya pada apapun, sementara ia percaya dengan hal-hal yang berkaitan dengannya. Pastinya paling sedikit orang percaya pada dirinya. Akhirnya Socrates merasa pembelaan atas dirinya sudah cukup. Socrates merasa dirinya telah dibenci oleh dunia. Socrates tidak lagi terkejut jika kematianlah yang akan memisahkan kebencian dunia dengan dirinya.

Lalu pengadilan mengambil putusan yang dicapai dengan pemungutan suara dan Socrates dinyatakan bersalah. Meskipun demikian, Socrates merasa senang karena begitu banyak orang yang membela dirinya. Atas tuntutan Meletos, Socrates dijatuhkan hukuman mati. Tetapi karena kesalahan yang dibebankan kepada Socrates tidak tercakup hukumnya dalam undang-undang yang berlaku, maka pengadilan mengijinkan Socrates mengusulkan hukuman yang menurutnya sepadan dengan kesalahannya. Atas inspirasi Plato dan sahabat Socrates maka Socrates mengusulkan pembayaran denda sebesar 30 mina.

Pengadilan melakukan pemungutan suara lagi. Akan tetapi hukuman matilah yang diputuskan bagi dirinya. Akhirnya Socrates menerima putusan itu. Sebelum Socrates menjalani hukuman mati ia menimpali bahwa dirinya mempunyai keluarga dan anak-anak. Socrates meminta untuk menghukum anak-anaknya jika mereka telah dewasa dan lebih mengutamakan harta benda daripada berbuat kebaikan sehingga Socrates merasa diperlakukan secara adil antara dirinya dan anak-anaknya. Lalu Socrates mengutarkan kalimat terakhir. Ia mengatakan hanya Tuhanlah yang tahu mana yang baik antara hidup dan mati. Akhirnya Socrates menjalani hukuman mati dengan meminum racun.

(3)

Bagaimana Socrates Berfilsafat

Sangat menarik, apa yang dilakukan oleh Socrates dalam berfilsafat. Socrates, dalam permenungannya akan segala sesuatu, senantiasa mencari “Apa?” tentang segala sesuatu. Ia memulai filsafatnya dengan “Apakah...?” Tentunya permenungan-permenungan ini merupakan bagian dalam kehidupan pribadinya. Dalam pikirannya, ia mencari kebenaran akan suatu hal. Dengan demikian ia tahu hakikat segala sesuatu yang ia lihat, dengar, dan rasakan.

Memang hal ini bukanlah hal yang asing bagi kita, karena kita dapat melihat, dan bahkan kita sendiri mengalaminya bahwa semenjak kecil manusia memiliki kuriositas yang tinggi. Rasa ingin tahu merupakan hakikat manusia itu sendiri. Kebutuhan akan pengetahuan ini tak lain merupakan proyeksi diri manusia akan dirinya. Ingin tahu akan hal-hal di sekitarnya merupakan cerminan manusia terhadap dirinya sendiri. Manusia ingin mengenal jati dirinya sebagai manusia. Apa itu...? Mengapa...? Bagaimana...? Ungkapan-ungkapan ini merupakan cetusan intuisi manusia atas berbagai hal di sekitarnya, dan terlebih atas keberadaannya.

Socrates memberikan cara baru yang dipandang konyol, tetapi melalui cara inilah dia ingin menunjukkan bagaimana proses berfilsafat itu sebenarnya. Socrates membuktikan sendiri keberhasilan cara yang digunakannya walaupun harus menempuh resiko yang besar. Apa yang dialami Socrates ternyata tidak membuat cara yang digunakannya ini hilang. Bahkan pada akhirnya banyak orang yang menggunakan cara ini untuk mengerti sesuatu. Cara yang digunakan Socrates menjadi cara yang sering digunakan bahkan dipelajari secara khusus yang disebut Dialektika. Metode yang digunakan seperti yang dilakukan Socrates yaitu metode dialog. Metode dialog:

1. Ketidaktahuan (afirmasi tidak tahu) 2. Ironi (berpura-pura tidak tahu)

3. Konvutasi (elenchus) perdebatan, lawan diangkat sampai pada superioritas 4. Maiotika, seni mengeluarkan segala pengetahuan

Sokrates dalam berfilsafat bersama lawan bicaranya, selalu menempatkan diri sebagai orang bodoh. Ia menganggap dirinya sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Sebaliknya, ia mengangkat dan memuji para ahli sebagai orang yang sangat banyak tahu baik atas bidangnya sendiri maupun pengetahuan di bidang-bidang lainnya. Di hadapan ahli hukum, ia menganggap dirinya tidak tahu sama sekali tentang hukum. Di hadapan para negarawan, ia menganggap dirinya tidak tahu-menahu perihal negara. Di hadapan para pekerja tangan, ia menganggap dirinya tidak tahu apa pun tentang apa yang mereka lakukan.

Atas dasar inilah ia memulai filsafatnya dengan bertanya, “Apakah....?” Apakah hukum? Apakah negara? Apakah kerja tangan itu? Pertanyaan awal itu dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan atas jawaban-jawaban lawan bicaranya. Unsur-unsur atau kata kunci yang digunakan para lawannya untuk menjawab digunakannya untuk mengajukan pertanyaan berikutnya. Demikian seterusnya sampai pada titik di mana lawan bicaranya tidak lagi mampu menjawab pertanyaan Socrates.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Socrates kepada lawan-lawannya ini tentunya bukanlah pertanyaan yang sembarangan atau asal bertanya. Socrates dengan teliti dan kritis melihat bagaimana lawan-lawannya membangun argumentasi sampai titik di mana akhirnya para lawannya harus menyerah. Dengan melihat bangunan argumen inilah Socrates berani menyimpulkan bahwa seorang yang mengaku ahli dan tahu segala sesuatu sebenarnya tidak tahu apa-apa sama sekali.

(4)

Cara berfilsafat Socrates inilah yang membuat para lawannya jengkel dan marah. Bagaimana tidak, setelah disanjung dan dipuji-puji, mereka dijatuhkan dengan telak melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates. Belum lagi percakapan-percakapan yang dilakukan Socrates hampir selalu dilakukan di hadapan khalayak umum. Tentunya mereka sangat malu diperlakukan demikian oleh Socrates. Kendati demikian, ini bukanlah maksud dan tujuan Socrates dalam berfilsafat. Yang ia lakukan semata-mata ialah hanya demi mencari kebenaran.

Meskipun Socrates dimusuhi banyak orang, tidak sedikit pula orang-orang yang tertarik dengan Socrates karena caranya untuk menggali pengetahuan. Mereka tertarik dengan gaya Socrates berbicara dengan para ahli yang nota bene merupakan orang-orang yang menganggap dirinya sudah (banyak) tahu tentang berbagai hal, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan bidangnya. Sebagian besar orang yang tertarik dan mengikutinya ialah orang-orang muda. Karena itu, Socrates dituduh meracuni pikiran anak-anak muda dengan caranya mencari kebenaran.

Berkaitan dengan kepercayaan – yang juga menjadi pokok bahasan dalam tuduhan terhadapnya – Socrates menggunakan argumentasi yang logis. “Apakah ada seseorang yang percaya akan hal-hal manusiawi tetapi tidak mempercayai adanya manusia? Adakah seseorang yang percaya akan kemahiran memacu kuda tanpa percaya akan adanya kuda?” Dalam hal ini Socrates ingin mengatakan bahwa adalah suatu kontradiksi jika mengatakan seseorang mempercayai segala sesuatu, tetapi ia tidak percaya akan “adanya apa” yang ia percayai tersebut. Socrates mengatakan penuduhnya tidak bersungguh-sungguh dalam hal ini, karena apa yang dituduhkan kepadanya tidak dapat diterima. Sekalipun Socrates membela dirinya dari tuduhan-tuduhan semacam ini, Socrates tetap dihukum mati, karena warga Athena tidak dapat menerima kebenaran yang diajarkan oleh Socrates.

Dari Socrates kita dapat belajar bahwa untuk memulai proses berfilsafat, dibutuhkan sikap untuk berani merendahkan hati dan merendahkan diri. Bukanlah maksud untuk menjatuhkan orang, melainkan untuk mencapai kebenaranlah maka kita perlu melakukannya. Seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa, kita mengosongkan diri dari segala ke-“tahu”-an kita. Namun menjadi seperti anak kecil ini tidak berhenti hanya pada kekosongan pikiran, melainkan mengumpulkan semua argumen, mengolahnya, dan mengkritisi segala sesuatu yang diperoleh melalui proses berpikir tersebut.

Dalam hal ini sikap kritis sangat dibutuhkan. Hal ini penting mengingat argumen-argumen yang dibangun dalam suatu diskusi, digunakan untuk melangkah ke tahap pemikiran berikutnya. Tanpa hal ini suatu pertanyaan atau jawaban hanya akan menjadi kosong, tak berisi. Padahal, filsafat memiliki hakikat mencari kebenaran. Kebenaran yang terkandung dalam filsafat tidak akan kita ketahui jika hanya diam dan mendengarkan saja. Sikap kritis inilah yang mampu membawa kita kepada suatu penemuan yang luar biasa mengenai segala sesuatu yang ada, termasuk kebenaran itu sendiri.

Socrates melalui cara yang sederhana telah memberikan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di segala bidang. Contoh sederhana, secara tidak sadar kita pun sering mengunakan cara ini jika kita merasa bingung, atau belum mengerti akan suatu hal. Dengan ajarannya ini Sokrates telah menyentuh dasar pengetahuan itu sendiri yaitu bertanya. Inilah ciri khas ajaran Sokrates yang membedakannya dari para filosof sebelumnya. Dia tidak muncul dengan teori-teori untuk mengungkapkan suatu kebenaran,tetapi dengan cara atau metode tertentu. Ini juga yang membuat ajarannya menarik untuk dipelajari. Namun sangat disayangkan tidak ada data lengkap yang bisa ditemukan sehingga masih banyak hal yang seharusnya perlu diketahui tetapi tidak bisa ditemukan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kalau ingin memilih mana hari terbaik, bukan dengan cara mengundi nasib, bukan dengan cara menghitung-hitung lewat ilmu primbon untuk memperoleh hari baik,

Sesuai hasil uji coba aplikasi teknologi Laburan Aspal dengan bahan pengikat aspal emulsi, khususnya aspal emulsi tipe CRS-1 dapat digunakan untuk pemeliharaan permukaan

Perkembangan Pariwisata dan Pelestarian Budaya Daerah RENSTRA SASARAN • Meningkatnya Peran Organisasi Kepemudaan • Meningkatnya Prestasi Olahraga • Meningkatnya Pelestarian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar lari cepat 50 meter dengan menerapkan pendekatan bermain pada siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Mojosongo

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : Remediasi pembelajaran Fisika menggunakan model

Terlihat jelas bahwa kepercayaan merupakan faktor penting bagi konsumen agar tidak mudah berpindah ke produk lain.Maka dari itu, perusahaan Iphone Apple harus memikirkan