• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkembangan Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan 1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Perkembangan Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan

1)

Oleh : Ahmad Baihaqi, Rosenta Saragih, Sasli Rais

Mahasiswa Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Pakuan, Bogor

Abstrak

Thinking about education since then, now and in the future will continue to develop. The results of that thought are called new schools or movements in education. This flow will affect education throughout the world, including education in Indonesia.

Based on the flow of educational philosophy, we cannot say that one is the best. Because its use is adjusted to the level of needs, situations and conditions at the time, because each flow has its own rationale.

Schools of educational philosophy that have an influence on educational development include idealism, realism, materialism and pragmatism. The idealism of its educational goals emphasizes intellectual activity, moral considerations, aesthetic considerations, freedom, responsibility and self-control in order to achieve the development of the mind and the personal self. Realism aims at education, emphasizing life adjustment and social responsibility. Materialism aims at education, emphasizing the change in behavior preparing human beings according to their capacity for complex social and personal life responsibilities. Whereas pragmatism aims at education, emphasizing the use of experience as a means of solving new things in both personal and community life

Basically, the flow of philosophy of critical education has in common is the empowerment of individuals. This is the essence of pedagogical society. Of course the pedagogical flow above has limitations.

Kata Kunci: Aliran, Filsafat, Pendidikan 1. Pendahuluan

Dalam membicarakan terkait masalah filsafat, seringkali muncul persoalan tentang apa itu filsafat pendidikan. Untuk menjawab persoalan itu perlu diketahui bahwa filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran (kebijaksanaan) sesuai dengan logika, mendasar serta sistematis. Fisafat juga membawa kita kepada pemahaman dan tindakan.

Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat atau para filosof sepanjang kurun waktu dengan objek permasalahan hidup didunia, telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan para filosof itu, ada kalanya satu dengan

1) Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Manajemen Pendidikan pada

(2)

yang lain hanya bersifat saling kuat-menguatkan, tapi tidak jarang pula yang berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang di pakai oleh mereka berbeda, walaupun untuk objek permasalahannya sama. Karena perbedaan dalam sistem pendekatan itu, maka kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikit yang saling berlawanan. Hal ini disebabkan penggunaan pendekatan yang berbeda oleh para filosof, namun dapat juga karena faktor zaman, pandangan hidup yang melatar belakangi mereka, juga tempat dimana mereka hidup juga ikut mewarnai pemikiran mereka.

Menyimak kembali sejarah pertumbuhan dan perkembangan filsafat sebagaimana yang telah di uraikan dalam bab pertama, akan menjadi jelas adanya perbedaan tersebut diatas. Dalam sejarah filsafat pendidikan melahirkan berbagai pandangan atau aliran. Pemikiran filsafat tidak pernah berhenti, oleh karena itu kesimpulan yang ada bukanlah kesimpulan final. Seseorang yang bernama Muhammad Noorsyam melukiskan keadaan dunia pemikiran filsafat itu sebagai berikut (Kamiluzaman, 2015):

‘’ Bagaimana wujud reaksi, aksi, cita-cita, kreasi, bahkan pemahaman manusia atas segala sesuatu ternasuk kepribadian ideal mereka tersimpul dalam pokok-pokok ajaran suatu filsafat. Pengertian masimg-masing pribadi tentang suatu kesimpulan sebagai belum finl, belum valid, tidak mutlak dan sebagainya, memberi kebebasan pada setiap orang untuk menganut atau menolak suatu aliran. Sikap demikian justru menjadi prakondisi bagi perkembangan aliran-alliran filsafat.sikap ini dikenal dalam filsafat dengan istilah eclectic dan eclecticism”

2. Pembahasan

2.1. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan a. Progresivisme

Progresivisme berasal dari kata “progres” yang berarti kemajuan. Secara harfiah dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan secara cepat. Aliran progresivisme adalah suatu aliran fisafat pendidikan yang sangat berpengaruh pada Abad .ke-20. Aliran ini menyebar di seluruh dunia, utamanya di Amerika Serikat. Aliran progresivisme ini dihubungkan pada pandangan hidup liberal, the liberal road to culture, yaitu pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat antara lain: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu, curious atau ingin mengetahui (ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).

Dalam asas modern – sejak abad ke-16 Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat dapat disebut sebagai penyumbang dalam proses terjadinya aliran

pragmatismeProgressivisme. Dalam abad ke-19 dan ke-20 ini tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan

(3)

sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap dogmatis, terutama dalam agama.

Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan.

Adapun sifat-sifat umum dari aliran progresivisme ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok : a) sifat- sifat negative, dan 2) sifat- sifat positive. Sifat dikatakan negative dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk. Seperti dalam agama, politik, etika, dan epistimologi. Sedang sifat positive dalam arti bahwa, progresifisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, yaitu kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia lahir (man’s natural powers) terutama kekuatan manusia untuk melawan dan mengatasi kekuatan-kekuatan takhayul-takhayul dan kegawatankegawatan yang timbul dari lingkungan hidup.

Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.

John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi. Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.

Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Untuk itu, sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itu, fisafat progesivisme menghendaki sisi pendidikan dengan bentuk belajar sekolah sambil berbuat atau learning by

(4)

Dengan kata lain, akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer

of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value),

sehingga anak menjadi terampil dan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itu, sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.

b. Aliran Esensialisme

Aliran Esensialisme memiliki ciri yang berbeda dengan progresivisme, yaitu dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu. Aliran esensialisme berpendapat bahwa aliran yang hanya berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah, Oleh karena itu, aliran Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.

Aliran ini muncul pada zaman renaissans, aliran ini didasari atas pandangan humanisme yaitu yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu aliran ini juga diwarnai oleh pandangan idealisme, dan realisme (Zuhairini, 2009: 25).

Berikut tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam penyebaran aliran Esensialisme (Bernadib, 1981: Hal 38-40):

1) Desiderius Erasmus

Tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum pendidikan sekolah bersifat humanis dan internasional, sehingga dapat mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat, karena Erasmus, salah seorang humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.

2) Johanas Amos Comenius

Seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis, berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.

3) John Lock

Tokoh Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Ia berpendapat bahwa pendidkan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.

(5)

Tokoh yang berpandangan naturalis dan mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehinnga pada diri manusia tercermin kemampuan wajarnya. Ia meyakini bahwa manusia hubungan dengan Tuhannya.

5) Willian T. Harris

Tokoh dari Amerika Serikat yang hidup pada tahun 1835-1909. Pandangannya berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan menurutnya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, yakni berdasarkan pada kesatuan spiritual. Kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun-temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.

Tokoh-tokoh tersebut juga mendirikan suatu organisasi dalam rangka untuk mempertahankan pahamnya khususnya dari persaingan paham progresivisme. Organisasi itu diberi nama “Essentialist Committee For The Advancement Of Educatin”. Melalui organisasi ini pandangan esensialist dikembangkan dalam dunia pendidikan. Sebagaiman telah disinggung pada awal bahwasannya esensialisme mempunyai pandangan yang dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme. Oleh karena itu, konsep-konsepnya sedikit banyak diwarnai oleh konsep idealisme dan realisme.

Tujuan umum aliran esensialisme ini adalah membentuk pribadi bahagia dunia akhirat. Dimana isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, seni dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Menurut aliran ini kurikulum sekolah sebagai miniature dunia yang dapat dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembanganya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealism realism dan sebaginya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan dapat sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan social yang ada di masyarakat. c. Aliran Perennialisme

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s

Dictionary Of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau

“lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Berdasarkan makna yang terkandung dalam kata itu aliran perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai dan norma yang bersifat kekal abadi.

Aliran ini berpendapat bahwa kehidupan zaman modern menimbulkan banyak krisis pada berbagai bidang kehidupan manusia. Untuk mengatasi masalah itu, aliran perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau (regressive

road to culture). Oleh sebab itu, aliran perenialisme juga memandang penting agar peranan

pendidikan itu adalah sebagai proses mengembalikan keadaan manusia dari zaman modern kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji

(6)

ketangguhannya. Kembali pada masa lampau tersebut bukanlah seperti nostalgia, akan tetapi sebagai sikap yang membanggakan kesuksesan nilai-nilai pada abad silam, dimana hal tersebut juga diperlukan pada zaman modern sekarang.

Aliran perennialisme sangat dipengaruhi oleh beberapa tokohnya, yakni Aristoteles, Plato, dan Thomas Aquinan. Dalam hal ini, pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilainilai adalah manifestasi hukum universal yang abadi dan sempurna, ideal sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar dan mempraktikkan asaa-asas normatif dalam semua aspek kehidupan. Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah kebahagiaan dan untuk mencapai tujuan itu maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang. Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah sebagai usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya (Zuhairini, 2009: 27).

d. Aliran Rekontruksionalisme

Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Pada dasarnya aliran rekontruksionalisme adalah sepaham dengan aliran perennialisme, yaitu dalam hendak mengatasi krisis modern. Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan jalan yang ditempuh oleh perennialisme, akan tetapi sesuai dengan yang dikandungnya, yaitu berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia (restore to the original form).

Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Untuk mencapai tujuan itu, aliran rekontruksionalisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Dengan lembaga dan proses pendidikan, aliran ini ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali.

Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan,

(7)

kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

Untuk mewujudkan semua cita-cita tersebut, dibutuhkan kerja sama dari semua penganut aliran rekontruksionisme ini dan berkeyakinan bahwa bangsa-bangsa di dunia ini mempunyai

(8)

hasrat yang sama yaitu menciptakan satu dunia baru, satu kebudayaan baru, dibawah satu kedaulatan dunia dan dalam pengawasan mayoritas umat manusia (Zuhairini, 2009: 29). e. Aliran Eksistensialisme

Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat Perang Dunia Kedua. Dengan demikian, aliran eksistensialisme ini hakikat tujuannya untuk mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya. Sebagi aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi. Paham eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedang Filsafat Eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Disinilah terletak kesulitan merumuskan pengertian eksistensialisme sebagai aliran filsafat. Bahkan para filosof sendiri tidak memperoleh perumusan yang sama tentang eksistensialisme itu per definisi. Kierkegaarrd memberikan pengertian eksistensialisme, suatu penolakan terhadap pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Aliran rekontruksionalisme ingin memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami. Aliran ini tidak mau terikat dengan hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Karenanya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.

Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk freedom to, adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya. Aliran eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan pendidkan dalam segala bentuk, (Van Cleve Morris). Oleh karena itu, aliran ini juga menolak bentuk pendidikan yang ada sekarang. Akan tetapi, konsep pendidikan eksistensialisme atau existensialism’s concept of freedom in education yang diajukan oleh Morris tidak memberikan kejelasan. Mungkin dari situlah aliran eksistensialisme ini jarang dibicarakan (Zuhairini, 2009: 30).

f. Aliran Idealisme

Aliran ini termasuk aliran filsafat tertua. Tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM) yang secara umum dipandang sebagai bapak idealism di barat yang hidup kira-kira 2500 tahun yang lalu. Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanya ide. Ide tersebut selalu tetap atau tidak mengalami perubahan. Aliran ini menekankan moral dan realitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam ini.

Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni

(9)

dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.

Sejarah idealisme berawal dari pikiran Plato (427-347 SM). Pikirannya berpengaruh terhadap para pemikir 2000 tahun sesudahnya, termasuk pemikiran kalangan agama Masehi. Aliran ini juga telah ikut berpengaruh kepada pemikiran filosof barat, seperti Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Menurut Plato, kebenaran empiris yang dilihat dan dirasakan terdapat dalam alam idea (esensi), form atauidea (Ramayulis, 2009: Hal 15).

Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masing-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.

Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif. Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.

Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti

(10)

yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.

Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru. Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan citacita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.

Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran. Oleh karena itu, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa dibalik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi. Dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan yaitu jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme.

Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi dimana pengenalan terhadap idea dapat diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa dibalik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu, dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir.

(11)

Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.

Buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan.

Implementasi Aliran Idealisme dalam dunia pendidikan, yaitu:

1) Pendidikan bukan hanya mengembangkan atau menumbuhkan, tetapi juga harus digerakkan kearah tujuan, yaitu terhadap tujuan dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal tak terbatas;

2) Belajar adalah proses “self development of mind as spiritual substance” yang menempatkan jiwa bersifat kreatif;

3) Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual;

4) Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai kesempurnaan dirinya, yaitu mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama;

5) Tujuan pendidikan idealism adalah ketetapan mutlak;

6) Peranan pendidik menurut Aliran Idealism adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakikat-hakikat dan pengetahuan yang tepat.

g. Aliran Realisme

Realisme berasal dari real yang berarti actual atau yang ada. Realisme adalah aliran yang patuh kepada yang ada (fakta). Realisme termasuk dalam kelompok pemikiran klasik. Aliran ini berpijak atas dasar percaya akan hakikat yang kekal dan tidak mengalami perubahan dalam situasi dan kondisi apapun. Kaum realism memandang dunia ini dari sudut materi. Menurut mereka, realitas di dunia ini adalah alam. Segala sesuatu berasal dari alam dan yang menjadi subjek adalah hukum alam (dunia nyata, alam dan benda).

Implementasi realisme dalam pendidikan (Ramayulis, 2009: Hal 21), yaitu:

1) Tujuan pendidikan adalah transmisi, dari : a) kebenaran universal yang terpisah dari pikiran, pendapat dan pernyataan intelektual; b) pengetahuan Tuhan; c) nilai atau keunggulan cultural;

2) Metode pengajaran dalam pendidikan realism tunduk para prinsip mempengaruhi dan menerima;

(12)

3) Perhatian pendidikan realism tertuju pada pemenuhan akal para murid dengan peraturan-peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dalam alam;

4) Seorang guru realism mesti ahli dalm bidang studinya (kompetensi professional). Sebab, tugas seorang guru terpusat dalam usaha memindahkan apa yang ia lihat benar kepada murid secara terus-menerus;

5) Realisme mempercayai adanya perubahan yang terbatas dan berjalan menuju satu arah.

h. Aliran Sosialisme

Sosialisme pada mulanya berdasarkan marxisme. Aliran ini merupakan agregasi dari ide filsafat yang dikembangkan oleh Karl Marx. Akar filsafat Karl Marx (marxisme) terdapat pada filsafat Hegel (Jerman) dan kemudian dikembangkan oleh Karl Marx dan Frederich Engles sehingga akhirnya menjadi aliran tersendiri yang bernama Historis Materialism.

Aliran filsafat ini terdapat di beberapa bagian dunia masa kini. Meskipun berbeda-beda namanya, tetapi memiliki subtansi nilai yang sama. Kadang-kadang digunakan nama Sosialisme Marxisme (dinisbahkan kepada Karl Marx), Marxisme Leninisme (dinisbahkan kepada Marx peletak dasar dan Lenin pelaksanaannya), atau Komunisme dengan sifatnya yang merangkum semua pemikiran-pemikiran komunisme atau sosialisme ilmiah (Ramayulis, 2009: Hal 38).

Implementasi Sosialisme dalam dunia pendidikan, yaitu:

1) Pendidikan menempati tempat yang sangat penting dalam aliran filsafat ini. Kalau sosialisme berdiri atas dasar penguasaan negara atas semua alat produksi untuk mewujudkan pertumbuhan, maka upaya demikian tidak sempurna secara mutlak, tanpa pendidikan;

2) Aliran ini menyatakan, bahwa pengajaran adalah hak untuk semua rakyat. Aliran ini mengingkari dan menghilangkan perbedaan kelas dan menyamakan antara pria dan wanita dalam kesempatan mendapat pelajaran. Aliran ini tidak mengakui agama dan menghapus pengaruhnya dari kurikulum pengajaran;

3) Pendidikan sosialisme mengutamakan pendidikan praktik, terapan, dan menyebarkan pengajaran politeknik, dimana pelajar masuk pada berbagai cabang industri, teori dan praktek.

i. Aliran Materialisme

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural. Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga atomisme. Demokritos beserta pengikutnya beranggapan

(13)

bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.

Menurut Randal dalam Sadulloh (2003: 49) bahwa karakteristik umum materialisme pada Abad ke-18 berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut menunjukkan bahwa:

1) Semua sains seperti biologi, kimia, fisika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan yang

lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat), jadi semua sains merupakan cabang dari sains mekanika.

2) Apa yang dikatakan jiwa dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah merupakan

suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat syaraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya.

(14)

3) Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyang.

Menurut Tohmas Hobbes sebagai penganut empiris materialime, ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikokohkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan.

Materialisme maupun positivisme pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson, materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan sains pendidikan.

Pendidikan dalam hal ini proses belajar merupakan proses kondisionaisasi lingkungan. Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains serta perilaku sosial sebagai hasil belajar.

Menurut Power (Asmal, 2012: 29) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisem behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme sebagai berikutL

1) Tema

Manusia yang baik efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah.

2) Tujuan Pendidikan

Perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.

3) Kurikulum

Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal) dan organisasi selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

4) Metode

Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi pelajaran berprogram dan kompetensi.

5) Kedudukan Siswa

Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut belajar.

6) Peranan Guru

Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.

(15)

j. Aliran Pragmatisme

Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari Amerika. Pragmatisme dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme dan positivisme. Para ahli yang mendukung timbulnya aliran pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders Piere (1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme yakni tidak menemukan kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James dalam Sadulloh, 2003: hal 53, memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah yang didasari oleh eksperimen (instrumentalisme). John Dewey dalam Sadulloh, 2003: hal 54, mengarahkan pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan menyebarluaskan filsafat pada masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey misi filsafat adalah kritis, konstruktif dan rekonstruktif.

Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak.

Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56) sebagai berikut: 1) Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-hal

baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.

2) Kurikulum dirancang dengan menggunakan pengalaman yang telah diuji namun dapat diubah kalau diperlukan. Adapun minat dan kebutuhan peserta didik diperhitungkan dalam penyusunan kurikulum.

3) Fungsi guru adalah mengarahkan pengalaman belajar perserta didik tanpa terlalu mencampuri minat dan kebutuhannya.

k. Aliran Scholastisisme

Aliran dalam filsafat pendidikan lain diantaranya adalah scholastisisme, dalam aliran ini para Filsuf Scholastisime meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini merupakan ciptaan Tuhan dehingga Tuhan merupakan Pencipta dan Sumber Kebenaran Sejati. Manusia dapat memperoleh kebenaran yang sejati tersebut dengan keimanan, namun para Filsuf Scholastisisme pun tidak memungkiri bahwa kebenaran dapat kita dapatkan dengan cara berfikir mengenai benda-benda yang nyata. Manusia hidup di dunia harus selalu berbuat kebaikan agar manusia dapat dekat dengan Tuhan karena Tuhan merupakan kebaikan terakhir dan tujuan hidup manusia adalah untuk kembali kepada Tuhan.

Dari beberapa uraian mengenai aliran scholastisisme tersebut para calon pendidik dapat menerapkan pemikiran aliran scholastisisme tersebut dalam pendidikan dengan menggunakan kurikulum pendidikan yang tidak hanya berisi tentang pengetahuan tentang ilmu kemanusiaan saja, namun juga isi pendidikan harus berisi tentang ilmu agama, karena sesuai dengan tujuan pendidikan menurut aliran scholastisisme yaitu pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelektual saja atau bukan hanya untuk bekal kehidupan bahasia di dunia saja karena manusia juga harus diberi pengetahuan tentang agama, dengan pengetahuan agama

(16)

manusia diharapkan bisa dekat dengan Tuhan, untuk mencapai hidup selamat di dunia dan akherat.

Dalam hal ini seorang guru diharapkan dapat menjadi teladan yang baik untuk siswa, guru juga harus dapat berbuat kebajikan sehingga apabila sikap guru yang selalu berbuat kebajikan dan dapat ditiru oleh siswanya maka tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai, namun tidak lupa pula guru harus tetap dapat memberi siswa bantuan untuk dapat mengembangkan pengetahuan umum, terampil dalam berpikir.

Aliran scholastisisme menurut saya sudah hampir sempurna, karena dalam pendidikan siswa tidak hanya dibimbing dalam pengetahuan intelektual saja namum diarahkan untuk menjadi manusia yang dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akherat.

l. Aliran Pancasila (Pancasilaism)

Pancasila merupakan dasar dan filsafat hidup bagi negara kita, Negara Republik Indonesia. Maka sesungguhnya negara kita memiliki filosofis pendidikan sendiri dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu kita sebagai bangsa Indonesia perlu mengkaji nilai yang terkandung dalam pancasila untuk dijadikan titik balik untuk praktek pendidikan di Indonesia.

Bangsa Indonesia meyakini bahwa adanya alam semesta ini tidak hanya ada begitu saja namun ada yang menciptakan yaitu Tuhan YME. Begitupun manusia, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Manusia diberi potensi oleh Tuhan untuk dapat beriman dan berbuat baik, akan tetapi manusia pun dapat melakukan kejahatan karena Tuhan pun memberikan hawa nafsu dalam diri manusia.Manusia bisa memperoleh pengetahuan melalui utusan Tuhan ataupun lewat alam semesta dan termasuk hukum-hukumnya. Tuhan merupakan sumber pengetahuan yang utama dan sumber pertama segala nilai.

Menurut aliran Pancasilaism ini, pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik dapat aktif mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Karena pendidikan merupakan usaha yang sadar maka pendidikan pasti mempunyai tujuan yang jelas, maka menurut aliran ini tujuan dari pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, mandiri, menjadi warga negara yang baik. Tidak seperti aliran-aliran lainnya yang menerakan kurikulum secara menyeluruh, namun di negara kita Indonesia ini kurikulum disusun sesuai tingkatan jenjang pendidikan.

Maka untuk itu seorang pendidik harus bisa menjadi teladan bagi peserta didik, dan pendidik pun harus bisa memberikan siswa kesempatan untuk dapat belajar mandiri. Pada hakikatnya pendidikan diletakkan pada usah untuk dapat menggali dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik agar tidak hanya bisa mencapai perubahan namun juga diharapkan para peserta didik dapat menjadi agen atau pelopor dari suatu perubahan.

Setiap aliran dalam filsafat pendidikan pasti berusaha untuk menghasilkan pemikiran yang sempurna untuk diterapkan dalam sistem pendidikan, begitupun dengan aliran filsafat

(17)

pendidikan nasional, Pancasila. Sistemnya sudah cukup baik, namun mungkin penerapannya saja yang masih banyak kekurangan, karena pendidik terkadang masih sulit untuk bisa mengidentifikasi potensi yang terdapat dalam diri peserta didik sehingga pendidik belum dapat mengarahkan ataupun mengembangkan petensi yang masih terpendam dalam diri peserta didik.

2.2. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Islam a. Aliran Agamis – Konservatif

Aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmuilmu yang dibutuhkan saat sekatang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di akhirat atau al-thusi dalam adab al-muta’allim (Ridla, 2002: Hal 74).

Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan kitabullah Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkannya. Tokoh-tokohnya adalah Al-Ghazali, Nasiruddin al-Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami dan al-Qabisi.

Menurut Al-Ghazali bahwa ilmu-ilmu cabang, ilmu-ilmu alat dan ilmu-ilmu pelengkap termasuk didalamnya filsafat dibagi menjadi empat bidang, yaitu 1) Ilmu Ukur dan Ilmu Hitung; 2) Ilmu Mantik (Logika); 3) Ilmu Ketuhanan (Teologi) dan 4) Ilmu Kealaman.

b. Aliran Religius – Rasional

Tidak jauh berbeda pemikiran kalangan religius-rasional dengan pemikiran kalangan tradisional-tekstualis dalam hal relasi pendidikan dengan tujuan agamawi. Ikhwan al-Shafa ini berpendapat bahwa semua ilmu dan sastra yang tidak mengantarkan pemiliknya menuju koncern terhadap akhirat, serta tidak memberikan makna sebagi bekal disana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi boomerang bagi si pemilik tadi kelak di akhirat. Namun, kalangan religius-rasional tampak punya perbedaan sewaktu mendalami persoalan pendidikan karena cenderung bersifat rasional-filosofis, dan tidak memberikan makna sebagai bekal di sana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi bumerang bagi si pemilik tadi kelak di akhirat. Kecenderungan ini merupakan entry-point bagi pemerhati yang ingin mengkaji strategi atau program pendidikanya. Kecenderungan rasional-filosofis itu secara eksplisit terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis.

Diantara tokoh aliran religius-rasional yang dapat disebutkan adalah Kelompok Ikhwan Al-Shafa, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawaih (Ridha, 2002: Hal. 74).

c. Aliran Pragmatis – Instrumental

Ibnu Khaldun adalah tokoh satu-satunya dari aliran ini. Pemikirannya, meskipun tidak kurang komprehensifnya dibanding kalangan rasionalis. Dilihat dari sudut pandang tujuan pendidikan, lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif-praktis. Ia

(18)

mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasar tujuan fungsionalnya, bukan berdasar substansialnya semata. Dengan hal itu, ia membagi ragam ilmu yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan menjadi dua bagian yaitu: ilmu-ilmu yang bernilai intrinsik dan ilmu-ilmu yang bersifat ekstrinsik-instrumental.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa klasifikasi pragmatis keilmuan yang harus dipelajari oleh murid bukanlah satu-satunya pola klasifikasi ilmu, tetapi terdapat dua sumber utama ilmu yaitu yang bersifat alamiah dan bersifat sosiologis. Ibnu Khaldun memperjelas pendapatnya tersebut dengan pernyataan bahwa daya pikir manusia merupakan karya-cipta khusus yang telah didesain Tuhan, sebagaimana terhadap ciptaan-ciptaan yang lain (Ridha, 2002: Hal. 104). 3. Kesimpulan dan Penutup

Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini dan masa yang akan datang akan terus berkembang. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran atau gerakan baru dalam pendidikan. Aliran tersebut akan mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan aliran filsafat pendidikan tersebut, kita tidak dapat mengatakan bahwa salah satu adalah yang paling baik. Sebab penggunaannya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, situasi dan kondisinya pada saat itu, karena setiap aliran memiliki dasar-dasar pemikiran sendiri.

Aliran-aliran filsafat pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan pendidikan antara lain idealisme, realisme, materialisme dan pragmatisme. Idealisme tujuan pendidikannya menekankan pada aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, kebebasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi. Realisme tujuan pendidikan, menekankan pada penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. Materialisme tujuan pendidikan, menekankan pada perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks. Sedangkan pragmatisme tujuan pendidikan, menekankan pada penggunaan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat

Pada dasarnya aliran filsafat pendidikan kritis mempunyai kesamaan ialah pemberdayaan individu. Inilah inti dari masyarakat pedagogi. Sudah tentu aliran pedagogi di atas mempunyai keterbatasan.

Daftar Pustaka

Asmal, Bakhtiar. 2012. Filsafat ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Imam Barnadib, 1981, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Yayasan Penerbit FIP IKIP. Ramayulis, Haji. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

(19)

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

Suriasumantri, Jujun S. 1999, Filsafat Ilmu, Cetakan Keduabelas, Oktober 1999, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Zuhairini. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

http://dewantaramagazine.blogspot.com/2015/03/aliran-dalam-filsafat-pendidikan.html, diakses pada tanggal 01 Agustus 2019

http://kamiluszaman.blogspot.com/2015/04/perkembangan-pemikiran-dunia-filsafat.html, diakses pada tanggal 01 Agustus 2019.

https://khasanahilmubinongko.blogspot.com/2015/12/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.html, diakses pada tanggal 01 Agustus 2019.

http://supriadiucuptea.blogspot.com/2012/04/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.html, diakses pada tanggal 01 Agustus 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Al (2005) yaitu pembangunan berkelanjutan terbagi atas dua bagian yaitu apa yang harus dilestarikan dan apa yang harus dibangun. 2) Life support (penunjang)

Hal ini tidak berlebihan jika menyimak apa yang dikatakan Dewey sendiri yakni bahwa dunia anak pada dasarnya utuh, tidak terbagi, integral, dalam dunianya mereka tidak

Genesa mangan terbagi atas dua bagian yaitu endapan dan nodul dan Terdapat beberapa jenis endapan mangan yang dikenal di dunia dan dapat menghasilkan bijih mangan

Namun ketika ini dilihat dari sudut pandang manusia, dunia binatang akan kelihatan kejam, tidak manusiawi dan dengan begitu bayangan pun dianggap sebagai sampah

Dari sejarah filsafat juga dapat diketahui bahwa pada awalnya Aristoteles tidak menyebutkan apa yang ditemukan dan disampaikan kepada orang lain dengan

Berdasarkan kesimpulan tentang hakikat manusia yang menegaskan bahwa manusia terdiri dari dua substansi, yaitu substansi jasad/ materi yang merupakan bagian dari

Selanjutnya oleh karena sistem pendidikan nasional Indonesia terbangun atas dua jenis pendidikan sekaligus, yaitu pendidikan negeri yang manifestasi kelembagaannya

inheren telah ada dalam diri individu. Dengan kata lain pengalaman tidak banyak berpengaruh pada diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa semua pengalaman