• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI. SKRIPSI Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The All New Bahana Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA) FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI. SKRIPSI Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The All New Bahana Jakarta"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting

The All New Bahana Jakarta

Diajukan Oleh :

Nama : Cherry Olivia Andira

NIM : 2013 – 41 - 260

Konsentrasi : Periklanan

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Program Studi Ilmu Komunikasi Jakarta

(2)
(3)
(4)

iv Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Cherry Olivia Andira Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 21 Juli 1995

Alamat : Jl. Hud No. 18 RT 004/005 Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11540

Telepon : 0858-8866-3121

Status : Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

NIM : 2013-41-260

Program Studi : Ilmu Komunikasi Konsentrasi : Periklanan

Dengan ini menyatakan bahwa, Skripsi:

Judul : Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The

All New Bahana Jakarta

Pembimbing I : Drs. Lompo Siagian, MA Pembimbing II : H. M. Saifullah, S.Sos, Msi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya buat merupakan hasil asli (orisinal) dan bukan duplikasi dari skripsi orang lain.

Demikian Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dikenakan sanksi akademis sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

Jakarta, Agustus 2017

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The

All New Bahana Jakarta” penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi

salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Skripsi ini membahas penguatan brand identity yang dilakukan oleh radio The All New Bahana dalam menghadapi persaingan industri radio pada saat ini. Dimana merek yang kuat dapat menjadi ciri yang akan melekat di benak khalayaknya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan sangat rendah hati bersedia menerima kritik dan saran pembaca guna mencapai kesempurnaan dan kelengkapan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan, masyarakat dan penelitian selanjutnya.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan kemudahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan dukungan dan memotivasi peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini, Terimakasih kepada semua pihak yang membantu selama proses penyusunan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Dr. Rudy Harjanto, MM, M.Sn selaku Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

2. Bapak Dr. Prasetya Yoga Santoso, MM. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

3. Bapak Dr. Hendri Prasetyo, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama).

4. Bapak Catur Priyadi, S.Sos, M.Ikom. selaku Kepala Jurusan Periklanan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). 5. Bapak Drs. Lompo Siagian, MA selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

H. M. Saifullah, S.Sos, Msi Selaku Dosen Pembimbing II yang selalu membimbing dan meluangkan waktu serta pikirannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen hingga staff perpustakaan Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) yang telah memberikan ilmu dan membantu kelancaran dalam proses kuliah.

(7)

7. Kedua orangtua saya papa Iwan Sardjono dan mama None Ameena, kedua kakak saya Anggur Aulia, Naya Reswari dan kakak ipar Ditto Pramudya serta keponakan Dibyaguna dan Arabella yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan finansial, perhatian dan selalu memotivasi untuk meyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Radio The All New Bahana, khususnya Bapak Iwan Gunawan dan Mba Arin yang telah membantu peneliti dalam melakukan penelitian.

9. Seluruh teman-teman Fikom 2013, khususnya Fathia, Ayu, Ghaida, Mutiara, Ivon, Faisal, Dhita, Nadira, Laras, Fathi dan Dito. Teman-teman seperbimbingan, Diay, Ikhsan, Faris, Riri dan Devia serta Keefe yang saling memberi dukungan dalam perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih bantuannya selama ini.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Fokus Penelitian ... 12 1.3 Pertanyaan Penelitian ... 13 1.4 Tujuan Penelitian ... 13 1.5 Signifikansi Penelitian ... 13 1.5.1 Signifikansi Teoritis ... 14 1.5.2 Signifikansi Praktis ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka – Penelitian Sejenis ... 15

2.2 Kerangka Konsep-Konsep Penelitian dan Teori ... 25

(9)

2.2.1 Komunikasi ... 25

2.2.2 Media Massa ... 26

2.2.3 Radio ... 27

2.2.4 Periklanan ... 28

2.2.5 Brand ... 29

2.2.6 Model Brand Identity Prism – J.N. Kapferer ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian ... 40

3.2 Pendekatan Penelitian ... 46

3.3 Jenis/Format Penelitian ... 48

3.4 Metode Penelitian ... 51

3.5 Objek dan Subjek Penelitian ... 53

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.7 Teknik Keabsahan Data ... 58

3.8 Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 64

4.1.1 Sejarah Radio The All New Bahana ... 64

4.1.2 Visi dan Misi Radio The All New Bahana ... 65

4.1.2.1 Visi Radio The All New Bahana ... 65

4.1.2.2 Misi Radio The All New Bahana ... 65

(10)

4.1.3 Struktur Organisasi ... 66

4.1.4 Logo Perusahaan ... 68

4.2 Deskripsi Subyek Penelitian ... 69

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 71

4.3.1 Pentingnya Brand Identity Bagi Perusahaan ... 71

4.3.2 Penerapan Digital di Stasiun Radio ... 74

4.3.3 Komunikasi Antara Penyiar dan Pendengar Radio 77 4.3.4 Penerapan Model Brand Identity Prism ... 79

4.3.5 Kendala-kendala dalam Penguatan Brand Identity 89 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 100

5.2 Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Sejenis ... 18 Tabel 3.1 Paradigma Penelitian ... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Logo Bahana FM yang lama ... 10

Gambar 1.2 Logo Bahana FM yang baru ... 10

Gambar 2.1 Model Brand Identity Prism ... 35

Gambar 2.2 Bagan Alur Pikir ... 39

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Baru... 67

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Lama ... 67

Gambar 4.3 Logo Perusahaan ... 68

(13)

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

ABSTRAK

Nama : Cherry Olivia Andira

NIM : 2013-41-260

Konsentrasi : Periklanan

Judul Skripsi : Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting

The All New Bahana Jakarta

Jumlah Halaman/Bab : V BAB + 111 Halaman Bibliografi : 36 Buku, 2 Website Pembimbing I : Drs. Lompo Siagian, MA Pembimbing II : H. M. Saifullah, S.Sos, M.si

Persaingan industri radio di Indonesia saat ini sangatlah kompetitif.

Brand identity atau identitas merek diartikan sebagai sesuatu yang unik,

yang dapat menjadi ciri sekaligus pembeda dengan merek lainnya. Identitas merek sebagai persepsi tentang merek suatu perusahaan yang ingin disampaikan kepada pelanggan dan merupakan suatu janji kepada pelanggannya. Identitas merek adalah ciri-ciri yang diharapkan dapat melekat di benak konsumen, sehingga setiap perusahaan wajib memiliki identitas untuk mengetahui apa yang ingin disampaikan kepada khalayak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penguatan identitas merek atau brand identity apa saja yang dilakukan oleh radio The All New Bahana Jakarta dan kendala apa saja yang terdapat dalam penguatan brand

identity.

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan paradigma post-positivisme. Sementara itu jenis penelitiannya adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Adapun model yang

(14)

digunakan ialah model Brand Identity Prism yang di kemukakan oleh Jean-Noel Kapferer.

Hasil penelitian setelah dilakukan observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber, ditemukan bahwa penguatan brand identity radio The

All New Bahana Jakarta telah menjalankan enam aspek yang terdapat pada

model Brand Identity Prism. Meskipun demikian terdapat kendala pada kompetitor dan aspek fisik yaitu khalayak yang masih berpandangan bahwa radio The All New Bahana masih seperti yang dulu. Dalam kaitan ini Radio The All New Bahana masih melakukan peningkatan pada aspek fisik tersebut.

Kata Kunci : Brand Identity, Model Brand Identity Prism, Radio The All New Bahana

(15)

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

ABSTRACT

Name : Cherry Olivia Andira

NIM : 2013-41-260

Concentration : Advertising

Thesis Title : The Strengthening of the Brand Identity of Radio

Broadcasting The All New Bahana Jakarta Page Total/Chapter : V Chapter + 111 Pages

Bibliography : 36 Books, 2 Websites

Advisor I : Drs. Lompo Siagian, MA

Advisor II : H. M. Saifullah, S.Sos, M.si

The current condition of competition in radio industry in Indonesia is very competitive. Brand identity is defined as a unique thing that could become the characteristic of a brand and what differentiates it from others. Brand identity could also be defined as a perception of a brand of a company that wants to be conveyed to the customer and as a promise to them. Brand identity is the characteristic that hopefully could be planted in the customer's mind, thus, each company must have a identity to define what is it that they want to convey to the public.

The purpose of this research is to discover what brand identity strengthening measures that The All New Bahana Jakarta radio implements and its obstacles.

The methodology of this research is employing a qualitative approach with a post post positivism paradigm. Moreover, the type of this research is a descriptive research that utilizes data collecting methods such as: observations, interviews, and literature study. The model that is used for this research is the brand identity prism model that is pioneered by Jean-Noel Kapferer.

(16)

After several observations and interviews from varying sources that is conducted for this research, it is found that the brand identity strengthening measures of The All New Bahana Jakarta radio have implemented the six aspects that is found in the brand identity prism model. However, obstacles to this measures are found in their competitors and physical aspects which concludes that the public still thinks that the radio identity is still the same as the old radio identity. In this case, the radio is still implementing several extra measures to combat and improve the physical aspects.

Keywords: Brand Identity, Brand Identity Prism Model, The All New Bahana Radio

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Radio tidak hanya berarti benda elektronik yang mengeluarkan suara, tetapi radio adalah alat komunikasi dengan serangkaian kegiatan komunikasi yang mengandalkan suara (audio). Radio mampu memberikan sebuah suguhan yang menyenangkan, membawa pendengar masuk ke alam imajinasi membayangkan topik yang sedang dibicarakan oleh penyiar. Sebagai media komunikasi massa, radio menekankan komunikasi yang singkat dan sederhana.

Penyiaran atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai

broadcasting adalah keseluruhan proses penyampaian siaran yang

dimulai dari penyiapan materi produksi, produksi, penyiapan bahan siaran, kemudian pemancaran sampai kepada penerimaan siaran tersebut oleh pendengar/pemirsa di suatu tempat (Djamal & Fachrudin, 2013: 43).

Perkembangan teknologi dan informasi telah banyak membawa perubahan dalam berbagai bidang. Berbagai macam media yang berkembang saat ini juga memberi banyak kemudahan pada khalayak dalam mendapatkan hiburan dan informasi yang diinginkan dengan cepat. Media massa saat ini berperan besar dalam menyebarkan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Media massa tidak hanya sekedar untuk memberikan informasi saja, tetapi juga berfungsi untuk

(18)

membidik, menghibur, dan mempengaruhi konsumen. Penyebarluasan informasi dan penyuguhan hiburan bisa melalui surat kabar, radio, televisi, majalah, dan internet. Dengan adanya media cetak dan media elektronik tersebut, konsumen dimanjakan oleh informasi-informasi yang ditampilkan di media tersebut. Radio saat ini juga dijadikan pilihan dalam mencari hiburan atau mengisi waktu luang. Dengan radio beragam informasi mengenai suatu peristiwa dapat disampaikan dengan cepat dan diterima langsung oleh siapapun.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah mendukung percepatan penyampaian pesan kepada khalayak. Dapat dikatakan pesan yang dikirim melalui transmisi radio atau pemancaran hanya beberapa detik saja langsung diterima oleh pendengar atau pemirsa yang kita kenal dengan istilah audiensi, meskipun jarak antara sumber pengirim dan audiensi relatif sangat jauh (Djamal & Fachrudin, 2013: 43).

Dewasa ini, radio siaran swasta jumlahnya sudah mencapai ratusan di seluruh Indonesia, dan memperlihatkan perkembangan yang semakin baik. Bukan hanya informasi-informasi menarik dan aktual yang bisa didapatkan oleh masyarakat, tapi juga beragam tip dan aplikatif dan bermanfaat. Begitu pula dengan adanya program-program hiburan yang semakin variatif dan menyenangkan (Rahmawati&Rusnadi, 2011:7).

Persaingan industri radio di Indonesia saat ini sangatlah kompetitif. Adanya peralihan pengguna media radio menuju media televisi dan internet sangatlah berdampak bagi industri radio di

(19)

Indonesia. Kemunculan stasiun radio swasta yang semakin beragam menimbulkan persaingan yang ketat antar radio, masing-masing berusaha menyajikan yang terbaik dan memikat perhatian para pendengarnya. Semakin menurunnya segmen pendengar radio tentu saja membuat para pelaku bisnis radio di Indonesia menerapkan banyak penguatan agar tidak kehilangan para pendengarnya dan mendapatkan jumlah pendengar baru.

Walaupun media yang lebih modern terus bermunculan, radio dapat dikatakan bisa bertahan dan mampu menyaingi media lainnya. Radio yang merupakan salah satu media massa termurah tetap menjadi sarana hiburan, promosi dan informasi yang bertahan menjadi pilihan masyarakat dan tidak pernah ditingalkan oleh pendengarnya. Radio mampu menemani pendengar dalam segala situasi dan kondisi, selagi pendengar mengerjakan berbagai aktivitas yang ada tanpa menggangu pekerjaannya. Hal inilah yang membedakan radio dengan media yang lainnya, terutama media cetak (Bakhtiar, 2006:116).

Seiring dengan berkembangnya teknologi telekomunikasi terutama internet yang semakin pesat, tidak membuat radio sebagai media massa menjadi terlupakan atau ditinggalkan oleh masyarakat. Radio tetap menjadi salah satu media massa yang maju dan masih bertahan sampai saat ini terutama di Indonesia dengan segmentasi yang beragam untuk anak muda, dewasa, ataupun umum.

(20)

Di sinilah pentingnya membangun identitas merek, bagaimana perusahaan membangun citra, nama, reputasi dan apa yang masyarakat pikirkan mengenai merek dari perusahaan tersebut.

Dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan, dan sangat membantu dalam startegi pemasaran. Penguatan identitas pada merek penting dilakukan oleh stasiun radio. Dengan adanya identitas pada suatu merek atau brand identity, secara tidak langsung perusahaan menunjukan nilai-nilai esensinya. Dimana nilai esensi tersebut dicerminkan dari visi merek, nama merek, standarisasi penampilan, simbol, warna, kemasan, kebijakan nilai-nilai filosofis, hubungan komunitas, kegiatan komersial yang menonjol, strategi promosi, dan lain-lain (Susanto & Wijanarko, 2004:103).

Identitas yang tepat akan memberi sebuah merek titik pembeda dari para pesaingnya. Identitas yang tepat akan menjadi alasan yang mendorong pemilihan merek tersebut dalam pengambilan keputusan bagi pelanggan baru, dan menjadi alasan pemilihan bagi pelanggan yang masih ragu untuk tetap loyal (Susanto & Wijarnako, 2004:105).

Sebuah merek yang kuat akan sangat menguntungkan dalam bisnis. Merek dapat melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh produk. Merek dapat menjadi perekat hubungan antara perusahaan dengan pelanggan ditengah belantara persaingan. Merek yang memiliki

(21)

identitas yang kuat berarti memiliki diferensiasi yang kuat. Hal ini sangat penting untuk memantapkan eksistensi merek di pasar sehingga hubungan antara merek dengan pelanggan dapat terjaga.

Penguatan identitas merek akan membentuk proporsi nilai yang biasanya melibatkan manfaat fungsional dimana hal tersebut merupakan dasar bagi merek dalam hampir semua kelas produk. Membangun identitas merek yang kuat juga dapat membuat stasiun radio tidak mudah dikalahkan oleh pesaingnya karena mampu memberikan nilai dan menciptakan arti yang mengesankan dalam benak pendengar. Pendengar sebagai penikmat sebuah program juga sering mendasarkan keputusan pemilihannya pada identitas merek yang melekat pada sebuah program. Mereka sering menggunakan identitas merek sebagai landasan dalam pengambilan keputusan mereka, artinya jika merek tersebut terkenal dan diakui kualitasnya maka mereka akan menggunakan merek tersebut.

Identitas merek dipandang sebagai alat bisnis strategis dan aset disetiap kesempatan untuk membangun kesadaran merek, meningkatkan pengakuan, mengkomunikasikan keunikan dan kualitas produk, serta mengekspresikan perbedaan kompetitif (Swasty, 2016:93).

Salah satu stasiun radio yang melakukan penguatan brand

identity adalah Radio The All New Bahana Jakarta. Radio The All New

Bahana adalah radio pertama yang memiliki frekuensi FM di Jakarta. Sejak pertama kali berdiri pada 10 Maret 1983 dengan lokasi studio

(22)

pertama di Jl. Pengadegan Selatan VII No. 23, radio The All New Bahana sudah mengusung tagline “Suara Musik dan Informasi”. Seiring perubahan dalam industri radio, Bahana sempat mengubah tagline, penajaman konsep dan mulai mengalami banyak perubahan format untuk mengikuti perubahan tersebut.

Memasuki tahun 2012, ketika persaingan industri radio semakin tajam, radio Bahana melakukan repositioning yang disesuaikan dengan persaingan antar radio di semua kelas yang pada saat itu juga melakukan perombakan. Dan pada Juli 2015, dengan adanya perubahan logo dan tagline baru, The All New Bahana semakin fokus menggarap pasar keluarga muda yang selama ini relatif masih belum dilirik sepenuhnya oleh kompetitor. Untuk meraih target pendengar ini, lanjutnya, radio The All New Bahana sejak Januari 2012 lalu sudah meluncurkan akun Twitter terbarunya, yakni @bahanafmjkt dan Facebook fans page: Bahana Young Family Station. Selain itu, saat ini radio Bahana juga dapat didengarkan melalui live streaming: www.bahanafm.com (Marketing.co.id, 2012).

Disaat musik Indonesia menjadi tuan di negerinya sendiri, radio

The All New Bahana ingin ikut berperan mengembangkan musik

Indonesia khususnya dengan komposisi musik 80% lagu Indonesia dan 20% lagu mancanegara. Hal tersebut sekaligus mampu menjadi daya pikat dari target pendengar yang berada di usia 25-34 tahun, dengan

(23)

Social Economic Status (SES) B, C dan D yang simple, modern, dinamis, smart dan stylish.

Kini, dengan slogannya “variasi musik terbaik di Jakarta” radio

The All New Bahana menyajikan musik yang lebih fresh dan obrolan

yang lebih seru dan menarik, radio The All New Bahana mampu memenuhi kebutuhan hiburan dan informasi untuk masyarakat Jabodetdabek dan sekitarnya.

Gambar 1.1 Logo Bahana FM yang lama

Gambar 1.2 Logo Bahana FM yang baru

Merek sendiri merupakan bagian dari brand identity karena merek bisa menunjukan identitas perusahaan. Merek adalah bagian

(24)

penting karena merek merupakan gagasan, persepsi, ekspektasi dan keyakinan yang ada pada benak konsumen. Merek membantu konsumen membuat keputusan, baik itu keputusan kecil maupun besar. Merek perlu menunjukan perbedaan mereka dan membuatnya mudah bagi pelanggan untuk memahami dan mengingat perbedaan itu. Untuk itulah diperlukan identitas merek yang merupakan ciri sekaligus pembeda dengan produk kompetitor. Logo juga merupakan komponen dari identitas merek. Logo biasanya digunakan sebagai lambang yang menggambarkan sesuatu. Logo dibuat beragam dan memiliki sejumlah makna yang ingin disampaikan. Bagian brand identity lainnya adalah slogan dan tagline, slogan dan tagline dapat menunjukan identitas dari merek tersebut. Tagline biasanya dirumuskan secara mendalam untuk mengomunikasikan pemosisian merek. Slogan dibuat dengan kata-kata sesederhana mungkin agar mudah diingat oleh khalayak. Slogan bisa saja merupakan kesimpulan dari janji merek kepada pelanggan, untuk itu slogan tidak dapat dibuat secara asal-asalan, karena itu akan memberikan identitas yang buruk bagi perusahaan tersebut.

Sesuai dengan uraian latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai penguatan brand indentity radio

broadcasting The All New Bahana Jakarta. Apakah identitas merek

perusahaan sudah konsisten dengan penguatan yang telah dilakukan dalam program-program radio The All New Bahana? Karena dengan adanya identitas merek yang tepat nantinya akan berdampak langsung

(25)

pada citra perusahaan dalam dunia bisnis dan juga akan memantapkan hubungan antara merek dan pendengar. Kunci sukses membangun merek adalah memahami bagaimana mengembangkan dan melakukan penguatan pada identitas merek, yang pada akhirnya menciptapan ekuitas merek. Dengan demikian membuat peneliti tertarik melakukan penelitian dan menuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The All New Bahana Jakarta”.

1.2 Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus. Spradley menyatakan bahwa “A focused refer to a single cultural

domain or a few related domains” maksudnya adalah bahwa, fokus itu

merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi social (lapangan) (Sugiyono,2010: 207).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, mengingat luasnya pembahasan yang akan diteliti, maka fokus penelitian hanya diarahkan untuk mengetahui penguatan pada brand identity yang dilakukan oleh Radio The All New Bahana Jakarta.

(26)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian adalah dasar pemikiran, arah pemikiran, dan penelitian sekaligus sebagai penentu berakhirnya penelitian yang dilakukan (Herdiansyah, 2011:22)

Dari hasil penjabaran latar belakang maka dapat dikemukakan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penguatan brand identity radio broadcasting The All

New Bahana Jakart)?

2. Kendala apa yang dihadapi dalam melakukan penguatan brand

identity radio broadcasting The All New Bahana Jakarta?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan Penelitian dalam penulisan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penguatan brand identity radio broadcasting

The All New Bahana Jakarta.

2. Untuk mengetahui kendala dalam penguatan brand identity radio

broadcasting The All New Bahana Jakarta.

1.5 Signifikansi Penelitian

Signifikansi hasil penelitian yang akan diperoleh dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:

(27)

1.5.1 Signifikansi Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah bahan informasi dan referensi penelitian di bidang periklanan khususnya mengenai brand identity, dalam penguatan

brand identity di stasiun radio.

1.5.2 Signifikansi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembanding serta masukan bagi perusahaan atau organisasi yang bergerak pada industri penyiaran, terutama bidang brand identity dalam stasiun radio, guna mempertahankan dan memperkuat identitas merek dengan melakukan diferensiasi program.

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP & TEORI

2.1. Kajian Pustaka – Penelitian Sejenis

Dalam Kajian literatur peneliti meninjau beberapa penelitian sejenis mengenai brand identity sebagai acuan penulis dan menjadi penguat dalam penelitian mengenai Penguatan Brand Identity Radio

Broadcasting The All New Bahana Jakarta.

Pertama, skripsi Mochamad Ferro Biansa mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) 2016. Penelitian berjudul Penerapan Brand Identity dalam Membangun

Brand Image Faber-Castell di Indonesia, membahas tentang enam

aspek penting dalam keberhasilan brand hingga mencapai tahapan citra merek itu sendiri. Ke enam aspek tersebut dibagi ke dalam dua dimensi dibagi ke dalam dua dimensi bagian yaitu Sumber Pembangunan dan Penerima Pembangunan, serta internalization dan

externalization. Pada bagian internalization mencangkup personality, culture, dan self-image. Di sisi lain pada externalization mencangkup physique, relationship, dan reflection. Simpulan dari penelitian

tersebut bahwa pembentukan brand identity dapat dimaksimalkan dengan adanya ke enam aspek tersebut. Sehingga dapat menjadi solusi atas kekeliruan dalam pembentukan sebuah brand yang akan berpengaruh pada citra sebuah merek. Penerapan sebuah brand

(29)

identity oleh sebuah brand akan menjadi maksimal jika dapat

membangun relationship dengan khalayak konsumen.

Persamaan dari penelitian pertama dengan penelitian yang sedang dijalani ialah sama-sama membahas tentang brand identity, menggunakan teori yang sama yaitu Model Brand Identity Prism Kapferer. Juga sama dalam menggunakan metode kualitatif.

Dari hasil penelitian pertama, setelah dilakukan observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber, didapati bahwa penerapan

brand identity Faber-castell di Indonesia hampir sepenuhnya berhasil

dan berdampak positif pada image perusahaan. Namun masih terdapat kendala pada aspek relationship diantaranya belumnya melakukan kolaborasi dengan seniman-seniman muda di tanah air. Sehingga pada aspek relationship tersebut perlu dilakukan peningkatan oleh Faber-Castell.

Kedua, skripsi Fransisca Angela mahasiswi Fakultas Komunikasi dan Multimedia, Universitas Bina Nusantara 2015. Penelitian berjudul Analisis Pembentukan Brand Identity Indoestri Makerspace, membahas mengenai empat elemen yang terkandung dalam pembentukan brand identity-nya yaitu positioning, verbal, visual, dan experiential. Sedangkan cara Indoestri Makerspace berkomunikasi audiens-nya ialah dengan menggunakan media sosial

Instagram sebagai platform berbagi konten visual dan cerita

(30)

memegang peranan yang penting dalam menjangkau pasar anak muda. Penerapan sebuah brand identity oleh sebuah brand akan menjadi maksimal jika didukung oleh banyak elemen seperti pelayanan dan kualitas yang diberikan oleh sebuah brand. Dan juga memahami new media dan cara menggunakannya menjadi sangat krusial untuk dapat hadir di tengah anak muda.

Persamaan dari penelitian kedua dengan penelitian yang sedang dijalani ialah sama-sama membahas tentang brand identity, dan sama dalam menggunakan metode kualitatif.

Dari hasil penelitian kedua, Pembentukan brand identity Indoestri Makerspace dilakukan melalui pemenuhan empat elemen yaitu positioning, verbal, visual, dan experiential. Karena identitas sebuah merek tidak dapat diukur hanya melalui elemen visual belaka, tetapi juga cerita dan nilai yang dipegang oleh sebuah brand. Ditahap awal pembentukan positioning, Indoestri Makerspace mengedepankan spirit Self Made sebagai nilai utama yang ditanamkan di dalam lingkup komunitasnya.

Dalam praktiknya, Indoestri Makerspace menerapkan beberapa unsur PENCILS yaitu community involvement, publications, news dan

event. Indoestri Makerspace hadir dengan memberdayakan komunitas

(community involvement) lewat semangat gerakan Self Made. Indoestri Makerspace juga kerap menyelenggarakan acara seperti Indoestri Day, Pasar Indoestri, dan Round Up.

(31)

Indoestri menggunakan media sosial Instagram dengan nama @indoestri untuk berkomunikasi dengan audiens-nya terutama anak muda. Penggunaan media baru ini menjadi salah satu saluran komunikasi yang menyukseskan adanya engagement yang terjalin antara Indoestri Makerspace dengan audiens-nya. Indoestri Makerspace menggunakan Instagram sebagai alat untuk mempromosikan program maupun acara, memproduksi konten kreatif, reportase langsung (live report), dan juga penyelenggaraan kontes.

Untuk lebih jelasnya, persamaan-persamaan dan perbedaan antara kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Sejenis

Nama Moch. Fero

Biansa

Fransisca Angela Cherry Olivia Andira Peneliti/ Tahun Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) / 2016 Univ. Bina Nusantara / 2015 Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) / 2017 Judul Penelitian Penerapan Brand Identity dalam Membangun Brand Analisis Pembentukan Brand Identity Indoestri Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The

(32)

Image

Faber-Castell di Indonesia

makerspace All New Bahana

Jakarta Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsi- kan mengenai penerapan brand identity Faber-Castell di Indonesia 2. Untuk mengetahui ada tidaknya kendala dalam penerapan brand identity pada Faber-Castell di Indonesia. 1. Untuk mengetahui secara mendetail langkah Indoestri Makerspace dalam membangun brand identity-nya 2. Untuk mengetahui peran PENCILS dalam aktivitas public relations Indoestri Makerspace. 3. Untuk mengetahui Indoestri Makerspace 1. Untuk mengetahui penguatan brand identity yang dilakukan oleh radio

The All New

Bahana Jakarta. 2. Untuk mengetahui kendala dalam penguatan brand identity radio broadcasting pada radio

(33)

menggunakan Instagram dan berkomunikasi dengan target audiens-nya. Bahana Jakarta Metode Penelitian Metode kualitatif deskriptif Metode kualitatif deskriptif Metode kualitatif studi kasus – deskriptif Teori Model Brand

Identity prism

Kapferer

Model Brand Identity Alycia Perry dan David Winson

Model Brand

Identity prism

Kapferer

Paradigma Konstruktivisme Konstruktivisme Post-Positivisme Hasil Penelitian 1. setelah dilakukan observasi dan wawancara dengan beberapa narasumber, didapati bahwa penerapan brand identity Faber-castell di 1. Pembentukan brand identity Indoestri Makerspace dilakukan melalui pemenuhan empat elemen yaitu positioning,

verbal, visual, dan experiential.

(34)

Indonesia hampir sepenuhnya berhasil dan berdampak positif pada image perusahaan 2. Terdapat kendala pada aspek relationship diantaranya belumnya melakukan kolaborasi dengan seniman-seniman muda di tanah air. Sehingga pada aspek relationship sebuah merek tidak dapat diukur hanya melalui elemen visual belaka, tetapi juga cerita dan nilai yang dipegang oleh sebuah brand. Ditahap awal pembentukan positioning, Indoestri Makerspace mengedepankan spirit Self Made sebagai nilai utama yang ditanamkan di dalam lingkup komunitasnya. 2. Dalam praktiknya, Indoestri

(35)

tersebut perlu dilakukan peningkatan oleh Faber-Castell. Makerspace menerapkan beberapa unsur PENCILS yaitu community involvement, publications, news dan event. Indoestri Makerspace hadir dengan memberdayakan komunitas (community involvement) lewat semangat gerakan Self Made. Indoestri Makerspace juga kerap menyelenggaraka n acara seperti Indoestri Day,

(36)

Pasar Indoestri, dan Round Up. 3. Indoestri menggunakan media sosial Instagram dengan nama @indoestri untuk berkomunikasi dengan audiens-nya terutama anak muda. Penggunaan media baru ini menjadi salah satu saluran komunikasi yang menyukseskan adanya engagement yang terjalin antara Indoestri Makerspace

(37)

dengan audiens-nya. Indoestri Makerspace menggunakan

Instagram

sebagai alat untuk mempromosikan program maupun acara, memproduksi konten kreatif, reportase langsung (live

report), dan juga

penyelenggaraan kontes.

2.2. Kerangka Konsep-konsep Penelitian dan Teori 2.2.1. Komunikasi

Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari untuk menjalin suatu hubungan diperlukan suatu komunikasi untuk berinteraksi, bersosialisasi, menyampaikan pesan dan lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial sangat bergantung dengan

(38)

komunikasi dalam menjalankan peranannya sebagai makhluk sosial. Menurut Carl Hovland, Janis & Kelley, komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak) (Riswandi, 2008:1).

Sementara itu Riswandi yang dikutip dari Harold Lasswell (2009:2) menyatakan bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa” “mengatakan apa” “dengan saluran apa”, kepada siapa”, dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”. (who says what in which channel to whom

and with what effect).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian stimulus oleh seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap atau mempunyai pengaruh tertentu.

2.2.2 Media Massa

Menyampaikan sebuah pesan, komunikator akan membutuhkan media agar informasi yang disampaikan dapat diterima serempak oleh komunikannya, untuk itu dalam memberikan informasi membutuhkan media massa, seperti yang diungkapkan di bawah ini:

(39)

Menurut Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa (2007:9) media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara cepat kepada audience yang luas dan heterogen serta mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.

Sedangkan menurut Apriadi Tamburaka dalam bukunya Agenda Setting Media Massa (2012:13), media massa merupakan sarana penyampaian komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas pula.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, media massa adalah alat yang digunakan dalam berkomunikasi yang dapat menyebarkan pesan secara serempak, cepat, serta dapat mudah diakses oleh khalayak dalam waktu yang bersamaan.

Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (internet).

(40)

2.2.3 Radio Siaran

Radio siaran mendapatkan julukan kekuatan kelima atau

the fifth estate. Hal ini disebabkan radio siaran juga dapat

melakukan fungsi kontrol sosial di samping empat fungsi lainnya yakni memberi informasi, menghibur, mendidik dan melakukan persuasi (Ardianto et al. 2007: 103-149).

Sedangkan menurut Masduki, radio merupakan ”media audio” (hanya bisa didengar), tetapi murah, merakyat, dan bisa atau didengarkan dimana-mana. Radio berfungsi sebagai media ekspresi, komunikasi, informasi, pendidikan dan hiburan. Radio memiliki kekuatan terbesar sebagai media imajinasi, sebab sebagai media yang buta, radio menstimulasi begitu banyak suara dan berupaya menvisualisasikan suara penyiar ataupun informasi faktual melalui telinga pendengar (Astuti, 2008:12).

Menurut Ningrum (2007:6), radio merupakan media massa auditif, yakni dikonsumsi telinga atau pendengar sehingga isi siarannya bersifat sepintas lalu dan tidak dapat diulang. Pendengar tidak mungkin mengembalikan halaman yang sudah dibicarakan penyiar seperti membalikan halaman koran atau majalah.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan radio adalah sebuah saluran atau media komunikasi yang mengandalkan suara sebagai pengantar pesan dari komunikator kepada komunikan.

(41)

2.2.3.1 Karakteristik Radio Siaran

Menurut Triartanto (2010:32) Sifat radio siaran secara karakteristiknya mencakup:

1. Imajinatif

Karena radio siaran hanya bisa di dengar, Imajinasi pendengar bisa beragam persepsinya. Radio menciptakan theater of mind untuk mengajak pendengarnya berimajinasi dan bisa terhanyut perasaannya saat ia mendengarkan drama radio yang disiarkan.

2. Auditori

Radio adalah bunyi atau suara yang hanya bisa di konsumsi oleh telinga. Maka dari itu, apa yang di dengar oleh telinga kemampuannya cukup terbatas. Untuk itu, pesan radio siaran harus jelas, singkat dan sepintas lalu.

3. Akrab

Media Radio siaran adalah intim, karena penyiar menyampaikan pesannya secara personal/ individu.Walaupun radio itu di dengar oleh orang banyak, sapaan penyiar yang khas seolah ditujukan kepada diri pendengar secara seorang diri, seakan-akan berada di sekitarnya. Sehingga radio bisa

(42)

menjadi ”teman” di kala seseorang sedang sedih ataupun gembira.

4. Gaya percakapan

Bahasa yang digunakan bukan bahasa tulisan, tetapi gaya percakapan sehari-hari. Tak heran bahasa-bahasa percakapan yang unik muncul dari dunia radio yang diperkenalkan penyiar menjadi sesuatu yang trend.

5. Radio is the now

Ditinjau dari nilai aktualitas berita, radio siaran dibandingkan dengan media massa lainnya adalah yang paling aktual. Selain hitungan waktunya dalam detik, proses penyampaian pesannya lebih simple. Radio siaran juga seringkali melakukan liputan langsung dari tempat kejadian (Ardianto, 2012: 132).

2.2.4 Periklanan

Periklanan (advertising) adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni pemasangan iklan (pengiklan) yang membayar jasa sebuah media massa atas penyiaran iklannya, misalnya melalui program siaran televisi (Suhandang, 2010: 13).

(43)

Menurut Ralph S. Alexander, iklan dapat didefinisikan sebagai

“any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor.”

(setiap komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui) (Morissan, 2007:14).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa periklanan merupakan alat untuk menjamin keberlangsungan hidup produk, dengan mengupayakan pesan penjualan menggunakan media agar pesan sampai kepada calon pembeli.

Dalam kaitan ini radio The All New Bahana Jakarta beriklan dengan nama, logo, tagline, program serta kegiatan yang baru untuk menarik khalayak pendengar.

2.2.5 Brand

Menurut Kapferer (2008:10) brand atau merek adalah tanda atau kumpulan tanda sertifikasi asal suatu produk atau jasa dan membedakan dari pesaing. Secara historis, merek diciptakan untuk membela produsen dari pencurian.

Merek bukan sekedar sebuah nama, bukan juga sekedar sebuah logo atau simbol. Merek merupakan cerminan nilai yang diberikan pada pelanggan berupa kualitas fisik dan non-fisik dari suatu identitas. Kata „brand‟ itu sendiri bersumber dari kata kuno

(44)

Norwegia brandr, yaitu praktik pencantuman tanda kepemilikan pada hewan ternak.

Menurut American Marketing Association (AMA), merek

adalah “nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari suatu penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk atau jasa kompetitor.” Hal itu senada dengan pengertian merek menurut Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HAKI) yakni:

“Suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”

(Swasty, 2016: 1-4).

Jadi dapat disimpulkan bahwa merek merupakan cerminan nilai yang produsen ingin berikan kepada pelanggan berupa kualitas fisik dan non-fisik. Merek yang baik dapat menyampaikan jaminan kualitasnya.

a. Brand Identity

Indentitas merek atau brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik yang diciptakan oleh para penyusun strategi merek. Asosiasi-asosiasi ini mencerminkan kedudukan suatu merek dan merupakan suatu janji kepada pelanggan dari anggota organisasi. Identitas merek akan membantu kemantapan hubungan

(45)

diantara merek dan pelanggan melalui proposisi nilai yang melibatkan manfaat fungsional, manfaat emosional atau ekspresi diri (Kotler & Keller, 2006:261).

Sedangkan identitas merek menurut Aliana Wheeler dalam bukunya Designing Brand Identity (2009:4), identitas merek adalah suatu hal yang nyata serta dapat diukur dan keberadaannya menarik bagi indera. Kita dapat melihatnya, menyentuhnya, memegangnya, mendengarnya, melihatnya bergerak.

Merek memberikan sebuah identitas sebagai pengakuan, menguatkan diferensiasi, dan membuat ide-ide besar dan makna yang dapat di akses. Identitas merek mengambil beberapa elemen yang berbeda lalu menyatukan elemen-elemen tersebut ke dalam keseluruhan sistem.

Jadi identitas merek adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan produk tertentu, merupakan hal yang nyata dan menarik bagi indera. Anda dapat melihatnya, menyentuhnya, memegangnya, mendengarnya, menonton bergerak. Identitas merek mengambil unsur-unsur yang berbeda dan menyatukan ke dalam sistem keseluruhan. Identitas merek adalah sekumpulan aspek-aspek yang bertujuan untuk

(46)

menyampaikan merek: latar belakang merek, prinsip-prinsip merek, tujuan dan ambisi dari merek itu sendiri (Swasty, 2016: 91).

Dapat disimpulkan berdasarkan pernyataan di atas bahwa identitas merek adalah seperangkat asosiasi merek yang unik, yang dapat menjadi ciri sekaligus pembeda dengan merek lainnya. Identitas merek sebagai persepsi tentang merek suatu perusahaan yang ingin disampaikan kepada pelanggan dan merupakan suatu janji kepada pelanggannya. Identitas merek adalah ciri-ciri yang diharapkan dapat melekat di benak konsumen. Saat mendengar atau melihat merek, konsumen akan segera mendapatkan banyak informasi tentang merek tersebut.

Dalam kaitan ini Radio The All New Bahana melakukan penguatan brand identity untuk menjadi ciri yang dapat melekat pada khalayak dan menjadi diferensiasi dari stasiun radio lainnya.

b. Brand Awareness

Menurut Aaker dalam buku (Susanto, 2004:130)

brand awareness adalah kesanggupan seseorang calon

pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek

(47)

tertentu. Kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Rentang ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pengenalan merek, brand recall dan top of

mind.

Dengan adanya identitas yang kuat dan melekat pada merek, maka khalayak akan mudah mengingat merek tersebut.

c. Brand Image

Citra merek (brand image) adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen. Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat dan citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (Kotler, 2007:346).

Dengan identitas yang kuat dan unik, memudahkan khalayak mengingat jenis asosiasi-asosiasi yang ada pada merek. Sehingga secara sederhana asosiasi tersebut akan muncul dalam

(48)

pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek.

d. Brand Equity

Ekuitas merek (Brand Equity) bersumber pada pengetahuan merek (brand knowledge) yang mana pengetahuan merek mampu menciptakan efek diferensial yang mendorong ekuitas merek. Ekuitas merek adalah keinginan suatu pemegang merek untuk melanjutkan menggunakan suatu merek atau tidak. Pengukuran dari ekuitas merek sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru yang menjadi pengguna yang setia. Ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapat (Swasty, 2016: 109).

Ekuitas merek akan meningkat jika ekuitas suatu merek dilakukan melalui pilihan yang positif atas identitas merek (nama merek/logo). Produk yang memiliki kualitas tinggi dan mempresentasikan nilai yang baik, secara potensial mempunyai ekuitas merek yang tinggi.

(49)

2.2.6 Model Brand Identity Prism – J. N. Kapferer

Untuk mengetahui penguatan brand identity radio

broadcasting di radio The All New Bahana ini peneliti akan

memfokuskan pada satu model utama. Model utama yang akan digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah model Brand

Identity Prism yang digagas oleh Jean-Noel Kapferer (2008:

182-187). Model ini menjelaskan mengenai identitas sebuah merek yang digunakan sebagai langkah awal untuk menganalisa apakah sebuah brand tersebut sudah selaras dengan cerminan dari merek itu sendiri.

Pada model ini juga dijelaskan bahwa brand identity memiliki enam aspek utama yaitu sebagai sebuah indentitas

physique, personality, culture, relationship, reflection, self image.

Dan menurut Kapferer keenam elemen itu terdiri dari berbagai aspek tangible (dapat diukur) dan aspek intangible (tidak dapat diukur) dari brand tersebut. Kemudian elemen-elemen tersebut dikelompokkan ke dalam dua dimensi.

(50)

Gambar 2.1

Sumber: The new Stretegic Brand Management, J.N. Kapferer

Dua dimensi menurut Kapferer yang dimaksudkan yaitu: a. Sumber Pembangunan vs. Penerima

Pembangunan

Memaparkan secara jelas bahwa sebuah merek harus dapat dilihat sebagai sosok orang diantaranya (constructed source: physique and

personality) dan juga sebagai stereotip pengguna (constructed receiver: reflection and self-image).

b. Eksternalisasi vs. Internalisasi

Brand atau sebuah merek memiliki aspek

(51)

expression atau ekspresi eksternal

(externalisation: physique, relationship and reflection) dan aspek yang terkandung kedalam

merek itu sendiri (internalisation: personality,

culture, self-image).

Kapferer berpendapat bahwa semua elemen tersebut hanya dapat diwujudkan ketika merek mulai melakukan komunikasi dengan konsumennya. Merek yang kuat berdasarkan Kapferer adalah yang mampu menggabungkan semua aspek-aspek tersebut menjadi keseluruhan yang efektif, seiring dengan cara meringkas secara jelas dan menarik pada identitas merek. Berikut penjelasan secara singkat berdasarkan ke-enam elemen yang terkandung dalam identity menurut Kapferer:

1. Fisik (Physique)

Pada fisik merupakan aspek yang dapat diukur

(tangible) dan akan berkomunikasi dengan konsumen melalui kekhususan, warna, bentuk dan kualitas merek. Pada aspek ini sebuah brand akan muncul dalam benak pikiran seseorang ketika nama

brand disebutkan, karena fisik adalah titik awal dari branding atau sebagai tulang punggung merek.

2. Kepribadian (Personality)

Kepribadian adalah karakter/ jiwa pada sebuah

brand, yang merupakan aspek internal yang tidak

terukur (intangible). Dapat direalisasikan sebagai jenis tulisan, desain atau skema warna tertentu, juga bisa dengan penggambaran seseorang.

3. Budaya (Culture)

Budaya merupakan aspek internal dimana terdapat nilai-nilai yang memberikan inspirasi guna mengintegrasikan merek pada organisasi yang penting dalam membedakan merek. Dan sebagai

(52)

bentuk dasar perilaku berdasarkan nilai pada produk yang di komunikasikan dengan pelanggannya.

4. Hubungan (Relationship)

Brand dapat disimbolisasikan dengan hubungan

diantara seseorang, dimana ini bisa berwujud ataupun tidak berwujud guna mendefinisikan perilaku yang mengidentifikasi merek. Sehingga ada keterkaitan antara merek dengan khalayaknya meliputi pelayanan yang diberikan.

5. Cerminan (Reflection)

Cerminan merupakan aspek eksternal dari pelanggan setelah mereka menggunakan sebuah merek sebagai sumber untuk mengidentifikasi berdasarkan stereotip pengguna. Aspek ini dapat dilihat ketika mereka ditanyai akan merek yang mereka lihat, maka mereka memberikan sifat yang menggambarkan merek berdasarkan penggunaanya tersebut.

6. Citra Diri (Self Image)

Citra diri merupakan penggambaran yang mencerminkan sikap konsumen terhadap merek. Pemikiran-pemikiran ini berkaitan antara hubungan batin pribadi dengan merek. Misal, pengguna Lacoste melihat diri mereka sebagai member dari klub olahraga, meskipun mereka tidak aktif bermain dalam bidang olahraga apapun.

Dalam hal ini, keenam aspek tersebut merupakan ikatan dalam sebuah merek yang nantinya masih dapat berubah atau berkembang. Dari satu aspek ke aspek lainnya saling merefleksikan, sehingga merek dapat dikatakan berada ketika mereka berkomunikasi. Setiap bentuk komunikasi tersebut juga membangunkan penerima, ketika berbicara, semua terlihat sebagaimana yang kita maksudkan pada beberapa tipe orang atau

(53)

membuat, juga termasuk kedalam identitas merek. Dua aspek terakhir, hubungan dan budaya adalah sebagai jembatan antara pengirim dan penerima. Dan dengan adanya aspek fisik, hubungan, dan refleksi akan berpengaruh kepada citra merek tersebut (Kapferer, 2008: 187).

2.3. Bagan Alur Pikir

Bagan alur pikir memberikan gambaran mengenai tahapan penelitian dari tahap awal hingga akhir. Judul skripsi penulis adalah “Penguatan Brand Identity Radio Broadcasting The All New Bahana Jakarta”. Peneliti memilih pembahasan mengenai brand

identity atau identitas merek karena semakin banyak stasiun radio

di Jakarta yang memperkuat identitas mereknya guna mempertahankan pendengar yang sudah ada serta menambah jumlah pendengarnya, khususnya di kalangan Jakarta.

(54)

Gambar 2.2 Bagan Alur Pikir

Brand Identity

Radio

Broadcasting

The All New

Bahana Jakarta

Brand Idendity Radio The All New Bahana Jakarta

Menjadi Kuat Model Brand Identity Prism (J. N. Kapferer) Physique Personality Relationship Reflection Culture Self Image

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Paradigma Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Paradigma dapat didefinisikan bemacam-macam, tergantung pada sudut pandang yang digunakan. Sebagian orang menyebut paradigma sebagai citra fundamental dari pokok permasalahan didalam suatu ilmu. Paradigma menggariskan hal yang seharusnya dipelajari, pernyataan-pernyataan yang seharusnya dikemukakan dan kaidah-kaidah yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh (Sugiyono, 2011: 63).

Terdapat empat paradigma ilmu pengetahuan yang dikembangkan para ilmuwan. Paradigma tersebut adalah Positivisme, Post-positivisme, Crtitical Theory dan Constructivism. Keempatnya dimaksudkan untuk menemukan hakikat realitas atau ilmu pengetahuan yang berkembang. Perbedaan dari keempat paradigma tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

1. Positivisme

Positivisme merupakan paradigma yang muncul paling awal dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar pada paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas

(56)

berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Penelitian berupaya mengungkap kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan.

2. Post-positivisme

Semangat dari kemunculan paradigma ini adalah keinginan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang memang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung atas objek yang diteliti. Secara ontologis, cara pandang aliran ini bersifat critical realism. Sebagaimana cara pandang kaum realis, aliran ini juga melihat realitas sebagai hal yang memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, namun menurut aliran ini adalah mustahil bagi manusia (peneliti) untuk melihat realitas secara benar. Oleh karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi dipandang tidak mencukupi, tetapi harus dilengkapi dengan metode triangulasi, yaitu penggunaan beragam metode, sumber data, periset dan teori.

3. Konstruktivisme

Paradigma ini hampir merupakan antitesis terhadap paham yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atas ilmu pengetahuan. Secara tegas paham ini menyatakan bahwa positivisme dan

(57)

post-positivisme keliru dalam mengungkap realitas dunia, dan harus ditinggalkan dan digantikan oleh paham yang bersifat konstruktif

4. Teori Kritis

Aliran ini sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu paradigma, akan tetapi lebih tepat disebut ideologically oriented

inquiry, yaitu suatu wacana atas realitas dengan muatan orientasi

ideologi tertentu.

Secara ontologis, cara pandang aliran ini sama dengan pandangan post-positivisme, khususnya dalam menilai objek atau realitas kritis (critical realism), yang tidak dapat dilihat secara benar oleh pengamatan manusia. Berangkat dari masalah ini, pada tataran metodologis, aliran ini mengajukan metode dialog sebagai sarana transformasi bagi ditemukannya kebenaran realitas yang hakiki. Pada tataran epistemologis, aliran ini memandang hubungan antara periset dan objek sebagai hal yang tak terpisahkan. Lantaran berkeyakinan bahwa nilai-nilai yang dianut oleh periset ikut serta dalam menentukan kebenaran sesuatu hal, maka aliran ini sangat menekankan konsep subjektivitas dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan (Salim, 2015:69-71).

Untuk lebih mudah melihat perbedaan dari empat paradigma, dapat dilihat melalui tabel:

(58)

Tabel 3.1 Paradigma Penelitian Positivsme & Post

Positivsme

Konstruktivisme (Interpretif)

Teori Kritis

Menempatkan ilmu sosial seperti ilmu alam, yaitu metode

terorganisir untuk mengkombinasikan „deductive logic‟ melalui pengamatan empiris, agar mendapatkan konfirmasi tentang hukum kausalitas yang dapat digunakan memprediksi pola umum gejala sosial tertentu.

Memandang ilmu sosial sebagai analisis

sistematis atas „socially

meaningful action

melalui pengamatan langsung terhadap aktor sosial terhadap aktor sosial dalam setting yang alamiah, agar dapat memahami dan menafsirkan bagaimana aktor sosial mencipta dan memelihara dunia sosial.

Mentakrifkan ilmu sosial sebagai proses kritis mengungkap „the real

structure‟ di balik ilusi

dan kebutuhan palsu yang ditampakkan dunia materi, guna mengembagkan

kesadaran sosial untuk memperbaiki kondisi kehidupan subjek penelitian.

Contoh Teori Contoh Teori Contoh Teori

Ekonomi Politik Liberal Teori Modernisasi, teori pembangunan negara berkembang. Konstruktivisme Ekonomi (Golding &Murdock). Fenomenologi, Strukturalisme Ekonomi-Politik (Schudson). Instrumentalisme

(59)

Interaksionalisme Simbolik (Iowa School) Agenda Setting, Teori Fungsi Media Etnometodologi. Interaksi Simbolik (Chicago School). Konstruksionisme (Social Construction of

reality Peter L. Berger).

Ekonomi Politik (Chomsky,Gramsci, dan Adomo). Teori Tindakan Komunikasi (Jurgen Habermas).

Dalam kaitannya dengan ke empat paradigma yang sudah dijelaskan sebelumnya maka peneliti memilih paradigma post-positivisme, karena peneliti setuju bahwa tujuannya adalah untuk memaparkan dan memahami realitas yang sudah ada dan telah terjadi, selain itu peneliti setuju bahwa paradigma post-positivisme bertujuan juga untuk melihat kekurangan-kekurangan dan kelebihan serta faktor-faktor pendukung dan kelemahannya, dengan menggunakan beragam metode, sumber data, periset dan teori.

Penelitian post-positivisme mempunyai tujuan eksplanasi

(explanation), sehingga dapat meramalkan dan mengendalikan gejala,

baik gejala fisik atau perilaku manusia (Salim, 2015: 75).

Berbagai unsur paradigma post-positivisme akan dipaparkan sebagai berikut:

(60)

1. Ontologi

Post-positivisme memandang kenyataan itu ada. Akan tetapi karena keterbatasan manusia dan sifat degil gejala, kenyataan itu tidak dapat dimengerti secara tuntas.

2. Epistimologi

Post-positivisme memodifikasi sifat dualistik dan objektif: dualisme ditinggalkan karena dianggap tidak mungkin, dan objektivitas tetap dipertahankan. Dalam hal ini objetivitas eksternal amat ditekankan. Misalnya, apakah suatu temuan sudah „sesuai‟ dengan pengetahuan yang sudah ada dan juga pemanfaatan masyarakat ilmiah.

3. Metodologi

Post-positivime memodifikasi eksperimen dan memanipulasi. Disini digunakan critical-multiplism sebagai cara untuk membuktikan kesalahan (falsification). Bukan kebenaran yang hendak diperoleh, melainkan suatu hipotesis. Metodologi yang digunakan adalah dengan menekankan penelitian yang dilakukan pada keadaan alami, mengumpulkan informasi situasional dan mengenalkan penemuan sebagai elemen penelitian khususnya pada ilmu-ilmu social, cara pandang emic untuk membantu memahami makna dan maksud yang terkandung dalam tindakan manusia.

(61)

4. Aksiologi

Pendukung post-positivisme bersikap lebih reaktif, pasalnya sudah disadari bahwa objektivitas mulai diragukan. Periset mulai terlibat dalam diskusi dan proses pengambilan kesimpulan (Salim, 2015:73-75).

Paradigma Post-Positivisme memandang ilmu sosial secara epistemologis hubungan antara periset dan objek yang diteliti tidak bisa dipisahkan. Namun, aliran ini menambahkan pendapatnya bahwa suatu kebenaran tidak mungkin bisa ditangkap apabila periset berada dibelakang layar, tanpa terlibat dengan objeknya secara langsung. Aliran ini menegaskan arti penting dari hubungan interaktif antara periset dan objek yang diteliti, sepanjang dalam hubungan tersebut periset bisa bersifat netral (Sugiyono, 2011: 70).

3.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkapkan (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain) (Sukmadinata, 2011:60).

(62)

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya (Strauss & Corbin, 2003: 4).

Menurut Salim (2006:4) penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Data diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari laboratorium penelitian yang terkontrol;

2. Penggalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada situasi-situasi alamiah subyek; dan

3. Untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori-kategori jawaban, periset wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi ilmiah.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dapat menjawab permasalahan tentang gejala-gejala sosial yang memerlukan pemahaman secara mendalam dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan dengan kondisi yang objektif terjadi dilapangan tanpa adanya manipulasi. Seperti yang dijelaskan oleh Moleong (2007:6) tentang penjelasan penelitian kualitatif sebagai berikut:

“Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.”

(63)

Sehingga penelitian kualitatif mampu menghasilkan informasi yang bermakna bahkan hipotesis atau ilmu baru dapat digunakan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan taraf hidup manusia (Sugiyono, 2005: 18).

3.3. Jenis/Format Penelitian

Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan sifat penelitian yaitu deskriptif. Pada hakikatnya metode deskriptif mengumpulkan data secara univariat. Karakteristik data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat (central tendency) atau ukuran sebaran (dispersion). Menurut Krik dan Mitler bahwa "Penelitian Kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya" (Moleong, 2009: 4).

Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi alat kunci sehingga perannya begitu penting dalam penelitian. Penelitian kualitatif memiliki beberapa metode di dalam pengerjaannya, salah satunya yaitu metode deskriptif. Metode ini terfokus pada suatu observasi dan suasana yang alamiah, sifat dari penelitian deskriptif adalah kata-kata, gambar-gambar, dan bukan angka-angka.

Menurut Rakhmat (2014:25), penelitian deskriptif ditujukan untuk: (1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah atau

(64)

memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan atau evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

Sedangkan menurut Nawawi (2012: 67-68), metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya.

Usaha mendeskripsikan fakta-fakta itu pada tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas keadaan atau kondisinya. Oleh karena itu pada tahap ini metode deskriptif tidak lebih daripada penelitian yang bersifat penemuan fakta-fakta seadanya (fact finding). Penemuan gejala-gejala itu berarti juga tidak sekedar menunjukkan distribusinya, akan tetapi termasuk usaha mengemukakan hubungannya satu dengan yang lain di dalam aspek-aspek yang diselidiki itu.

Pada tahap berikutnya metode ini harus diberi bobot yang lebih tinggi, karena sulit untuk dibantah bahwa hasil penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala dalam Pelaksanaan Program Profil Desa di Desa Dauh Puri Kangin Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar bersumber pada

Pengendalian Kejadian Penyakit (Terutama Penyakit Menular) Di Kloter A. Penyakit Menular Penyakit menular menjadi salah satu masalah kesehatan bagi para calon jamaah haji.

Hasil ini relevan dengan temuan dalam penelitian ini yaitu harga, produk dan promosi yang masuk dalam faktor 1 merupakan variabel yang berpengaruh terhadap

aporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) BKD Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 2016, yang disusun dengan pedoman pada Peraturan Bupati Nomor 46 Tahun 2012

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa ha- sil pengembangan berupa instrumen penilaian kinerja praktikum titrasi asam basa yang terdiri dari

semakin banyak jumlah kendaraan yang melakukan parkir di wilayah Kabupaten Bandung Barat terutama pada tempat-tempat yang menjadi objek pajak parkir, akan memengaruhi besarnya

Penelitian dilakukan untukl melihat pengaruh teknologi budi daya kacang hijau yang meliputi sistem tanam (tumpangsari dengan jagung pada berbagai jarak tanam dan

Intensitas serangan hama wereng hijau dengan pemberian kompos gulma siam dan pupuk lainnya tidak menunjukkan berbeda nyata, tetapi tanaman cabai tidak menunjukkan