• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KASUS PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN DISLIPIDEMIA DI.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KASUS PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN DISLIPIDEMIA DI.docx"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Empat penyakit tidak menular (NCD) termasuk penyakit kardiovaskular (CVD), kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes diumumkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai penyebab utama kematian di dunia pada tahun 2008. Menurut prediksi WHO, dalam 10 tahun ke depan, angka kematian yang disebabkan oleh NCD akan meningkat sebesar 17 persen dengan angka kematian tertinggi di daerah Afrika (27 persen) dan Timur Mediterania (EMRO, 25 persen). Untungnya lebih dari 80 persen dari penyakit hati, stroke, dan kejadian diabetes melitus tipe 2 dan hampir sepertiga dari kanker bisa dicegah dengan intervensi yang tepat untuk mengurangi efek dari faktor risiko. (1)

Dislipidemia, sebagai faktor risiko CVD, dimanifestasikan oleh elevasi atau atenuasi konsentrasi plasma lipoprotein. Umumnya, dislipidemia didefinisikan sebagai kolesterol total, LDL, trigliserida, apo B atau level Lp (a) di atas persentil ke-90 atau HDL dan level apo A di bawah persentil ke-10 dari masyarakat umum.(1)

CVD adalah masalah kesehatan yang paling umum di seluruh dunia. Penyakit ini sering dinyatakan sebagai penyakit jantung koroner (PJK). Menurut laporan internasional, kematian PJK pada negara-negara maju diperkirakan akan mencapai hampir 29 persen pada wanita dan 48 persen pada laki-laki di tahun 1990-2020. Angka-angka ini telah diperkirakan meningkat 120 persen pada perempuan dan 137 persen pada pria di negara-negara berkembang.(1)

(2)

Aterosklerosis adalah penyebab paling umum dari penyakit jantung koroner. Menurut penelitian epidemiologi baru-baru ini, hiperkolesterolemia dan aterosklerosis koroner mungkin disarankan sebagai faktor risiko tunggal stroke iskemik. Hasil meta-analisis dari 10 studi kohort besar menunjukkan bahwa untuk setiap 0,6 mmol / l penurunan kadar kolesterol serum pada mereka yang berusia 60 tahun, risiko PJK menurun 27 persen, yang mana risiko relatif ialah 0.73. Dengan pengurangan tiga kali kolesterol serum (1,80 mmol / l atau 70mg / dl), risiko relatif PJK adalah 0,39 (0.73) dan pengurangan risiko mencapai 61 persen.(1)

Manfaat yang diharapkan dari pengurangan kolesterol total dan LDL tampaknya berada pada pencegahan primer dan sekunder PJK. Efek protektif HDL terhadap kejadian koroner awal dalam pencegahan sekunder bahkan diamati pada tingkat lebih tinggi dari 75 mg / dl dengan perlindungan seumur hidup dan emansipasi risiko relatif penyakit koroner. Berdasarkan pengamatan ini, saat ini upaya untuk pencegahan stroke sebagian besar difokuskan pada perawatan intensif dengan obat penurun lipid.(1)

Meskipun penurunan kejadian penyakit jantung dan angka kematian koroner, banyak orang yang di bawah perawatan yang sesuai masih terkena peyakit ini. Dalam studi berbasis populasi tentang kesadaran hiperkolesterolemia, hanya 42% dari populasi yang mendapat informasi tentang hiperkolesterolemia mereka dan hanya 4% berada di bawah pengobatan obat penurun lipid. Pengkajian diperlukan untuk lebih memahami peran lipid dan subkelompok nya termasuk; VLDL, LDL densitas kecil, lipoprotein (a), dan subkelompok HDL dalam patogenesis CVD menuntut adanya kesadaran umum mengenai topik ini. Dalam konteks ini, tantangan utama akan menjadi: 1 -untuk mengidentifikasi mereka yang membutuhkan pengobatan (dengan atau

(3)

tanpa sejarah penyakit arteri koroner), 2 - untuk mengembangkan strategi pengobatan yang lebih efektif untuk pasien dengan penyakit arteri koroner (apakah individu yang diobati dengan obat penurun lipid atau orang yang belum menerima perawatan yang memadai), 3 - untuk mengobati individu berisiko tinggi lainnya secara memadai seperti diabetes, hipertensi, dan pasien yang lanjut usia.(1)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kejadian penyakit jantung koroner dengan dislipidemia dalam judul “Analisis Kasus Penyakit Jantung Koroner dengan Dislipidemia di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar periode 1 Oktober – 1 November 2014”.

1.2 Rumusan masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Belum diketahui persentase kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida pada kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar periode 1 Oktober – 1 November 2014”.

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai persentase profil lipid pada kasus penyakit jantung koroner (PJK) dengan dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar periode 1 Oktober – 1 November 2014.

(4)

1.3.2 Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a) Mengetahui persentase kolesterol total pada kasus PJK dengan dislipidemia.

b) Mengetahui persentase HDL pada kasus PJK dengan dislipidemia.

c) Mengetahui persentase LDL pada kasus PJK dengan dislipidemia.

d) Mengetahui persentase trigliserida pada kasus PJK dengan dislipidemia.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum dan

pemahaman kepada masyarakat tentang Penyakit Jantung Koroner, yang mungkin dapat menimbulkan kesadaran untuk mencegah dengan menghindari faktor resiko yang bisa menyebabkan Penyakit Jantung Koroner ini.

2. Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, sebagai pelaksana pelayanan pada penderita penyakit jantung koroner, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi diagnosa dini dan penanganan pasien Penyakit Jantung Koroner. 3. Departemen kesehatan dan berbagai instansi terkait lainnya,

diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberi masukan dalam rangka untuk mencegah komplikasi dan mengurangi kematian akibat Penyakit Jantung Koroner.

4. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

(5)

5. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga proses serta hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan pembelajaran yang sangat berharga terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK), juga disebut penyakit arteri koroner, merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat untuk pria dan wanita. PJK terjadi ketika plak terbentuk dalam arteri koroner. Arteri ini mensuplai miokard dengan darah yang mengandungi oksigen.(2)

Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokardium: frekuensi daya jantung, daya kontraksi, massa otot, dan tegangan dinding ventrikel. Bila kebutuhan miokardium meningkat, otomatis penyediaan oksigen juga harus meningkat. Untuk meningkatkan penyediaan oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran pembuluh darah koroner harus ditingkatkan. Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri koronaria dan meningkatkan aliran darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal. Pembuluh darah koroner dapat melebar sekitar lima sampia enam kali sehingga dapat memenuhi kebutuhan miokardium. Namun, pembuluh darah dapat mengalami stenosis dan tersumbat akibatnya kebutuhan miokardium akan oksigen tidak dapat terpenuhi.(4)

Plak terdiri dari lemak, kolesterol, kalsium, dan zat lain yang ditemukan dalam darah. Seiring waktu, plak mengeras dan menyempit arteri, mengurangi

(6)

aliran darah ke miokard. Akhirnya, area plak dapat pecah dan menyebabkan gumpalan darah terbentuk pada permukaan plak. Sebagian besar jika bekuan menjadi cukup besar, itu bisa atau benar-benar memblokir aliran darah yang kaya oksigen ke bagian dari otot jantung. Hal ini dapat menyebabkan angina atau serangan jantung.(8)

Dikutip dari kepustakaan 12: aterosklerosis. Medicastore

Gambar 1: Proses terjadinya sumbatan pada arteri.

Pasien dengan PJK dapat hadir dengan angina pektoris stabil, angina pektoris tidak stabil, atau infark miokard. Mereka mungkin mencari bantuan medis dengan episode gejala pertama dengan ketidaknyamanan dada.(9)

a) angina pektoris stabil

Angina terjadi diduga setelah beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Hal ini disebabkan meningkatnya permintaan oksigen dalam menghadapi aliran koroner yang terbatas. Semakin berat penyempitan,

(7)

semakin sedikit jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk menginduksi iskemia dan angina pektoris. Karena penyempitan menjadi lebih berat, jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengendapkan angina menjadi kurang. Beberapa jenis tenaga yang klasik dalam menyebabkan angina seperti naik tangga / lereng, berjalan dalam cuaca dingin terutama jika disertai oleh angin dan setelah makan. Ketidaknyamanan ini pressure-like dan menyebar, berlangsung selama beberapa menit dan berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin sublingual, ia memberikan efek dalam 5-10 menit. Beberapa pasien menampilkan variabilitas individu dalam jumlah usaha yang dibutuhkan untuk memicu angina. Ini disebut variabel ambang angina yang mana komponen vasokonstriksi mungkin memainkan peran dalam menurunkan ambang batas untuk angina. b) angina pektoris tidak stabil

Angina pektoris tidak stabil terjadi ketika pola ketidaknyamanan dada berubah tiba-tiba. Tanda-tanda angina tidak stabil adalah: gejala saat istirahat, peningkatan yang ditandai dalam frekuensi serangan, ketidaknyamanan yang terjadi dengan aktivitas minimal, dan angina onset baru yang melumpuhkan keparahan. Angina tidak stabil biasanya berhubungan dengan pecahnya plak aterosklerosis dan penyempitan tiba-tiba atau oklusi arteri koroner, yang mewakili keadaan darurat medis dengan sindrom koroner akut yang baru jadi dan diikuti dengan infark miokard.

c) infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)

Jika pasien datang dengan ketidaknyamanan dada dan / atau gejala infark miokard (mual, muntah, diaforesis, sesak napas), memiliki biomarker positif untuk nekrosis miokard (CPK, CPK-MB dan troponin), tetapi tanpa elevasi segmen ST di elektrokardiogram, maka

(8)

dapat didiagnosis sebagai NSTEMI. Studi terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan NSTEMI merupakan mayoritas (54%) dari pasien infark miokard akut dirawat di rumah sakit. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien dengan NSTEMI memiliki mortalitas tinggi 1 tahun (31%) dibandingkan pasien dengan infark miokard dengan elevasi ST (21%). Pasien dengan NSTEMI cenderung lebih tua, memiliki fungsi ventrikel kiri yang buruk, penyakit pembuluh darah yang multipel dan sejarah penyakit koroner akut.

d) infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)

Etiologi STEMI adalah oklusi lengkap dari pembuluh koroner dari bekuan berkembang pada plak yang baru-baru pecah. Plak ini biasanya diameter <50% dan mengandungi banyak lipid. Pasien menggambarkan ketidaknyamanan dada yang parah dan sering dikaitkan dengan mual dan muntah. Ketidaknyamanan biasanya berlangsung lebih dari dua puluh menit dan tidak merespon pada nitrogliserin. Sesak napas dapat menunjukkan infark berukuran besar. Sampai dengan 25% dari pasien, mungkin tidak mengalami ketidaknyamanan apapun ketika mereka menderita infark. Orang tua dan pasien diabetes lebih rentan untuk memiliki infark miokard tersembunyi.

2.1.2 Epidemilogi

Diperkirakan 17 juta orang meninggal dari penyakit jantung koroner, terutama serangan jantung dan stroke, setiap tahun. Sejumlah besar kematian

(9)

ini dapat dikaitkan dengan merokok tembakau, yang meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular 2-3 kali lipat.(6)

Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut estimasi WHO, sekitar 50 % dari 12 juta penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan PJK memberi kontribusi 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993, meningkat menjadi 24,4 % pada tahun 1998. Hasil SKRT pada tahun 2001, PJK menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di Indonesia.(7)

Penderita dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan manifestasi klinis akut dari PJK, mempunyai resiko mendapat komplikasi yang serius bahkan kematian. SKA merupakan penyebab kematian yang utama di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga oleh Departemen Kesehatan. SKA juga menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar di Pusat Jantung Nasional dibandingkan penyakit jantung lainnya.

SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25 %) dibandingkan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan Alkatiri di empat Rumah sakit selama 5 tahun (1985-1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6 %. Adapun data penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 sebanyak 336 kasus, tahun 2005 sebanyak 311 kasus tahun 2006 sebanyak 332 kasus (data morbiditas rekam medik rawat inap), sedangkan data morbiditas rawat jalan PJK tahun 2004 sebanyak 136 kasus baru dengan jumlah kunjungan

(10)

7328 orang , tahun 2005 sebanyak 250 kasus baru dengan jumlah kunjungan 5402 orang, tahun 2006 sebanyak 216 kasus baru.(6)

2.1.3 Etiologi

Penyebab PJK secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya. Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul. (6)

Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi (sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyumbatan/penyempitan minimal. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.(3,6)

(11)

2.1.4 Faktor Risiko

Penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bukan hanya satu faktor melainkan bisa bersifat multifaktorial. Terdapat faktor resiko yang bisa dimodifikasi yang berhubungan dengan pola hidup (merokok, diet tinggi lemak, dll) dan tidak bisa dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, dll seperti yang tampak pada tabel 1.(3)

Faktor resiko yang tidak dapat dirubah Faktor resiko yang dapat diubah - Usia

- Jenis kelamin laki-laki - Riwayat keluarga - Etnis - Merokok - Hipertensi - Dislipidemia - Diabetes melitus

- Obesitas dan sindrom metabolik - Stres

- Diet lemak yang tinggi kalori - Inaktifitas fisik

Faktor resiko baru: - Inflamasi

- Fibrinogen - Homosistein - Stres oksidatif

Dikutip dari kepustakaan 3: Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini. Abdul Majid. 2007

Tabel 1: Faktor resiko penyakit jantung koroner a) Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemi merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipertensi dan merokok. Di Amerika pada saat ini 50% orang dewasa didapatkan kadar kolesterolnya >200 mg/dl dan ± 25% dari orang dewasa umur >20 tahun dengan kadar kolesterol

(12)

>240 mg/dl, sehingga risiko terhadap PJK akan meningkat. Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi 02 ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya 02 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh ke dalam tubuh (diet). Beberapa parameter yang dapat dipakai untuk mengetahui adanya risiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah; (10) Kolesterol Total <200 200-239 ≥240 Optimal Diinginkan Tinggi Kolesterol LDL <100 100-129 130-159 160-189 ≥190 Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL <40 ≥60 Rendah Tinggi Trigliserida <150 150-199 200-499 Optimal Diinginkan Tinggi

(13)

≥500 Sangat tinggi

Dikutip dari kepustakaan 11.

Tabel 2: Kadar lipid serum normal menurut NCEP (National Cholesterol Education Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) (2000); (dalam mg/dl) b) Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan prevalensi hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15%, sedangkan di negara-negara maju seperti misalnya Amerika National Health Survey menemukan frekuensi yang lebih tinggi yaitu mencapai 15-20%. Lebih kurang 60% penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik, sedangkan hanya 20% dapat diobati dengan baik. Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung 45%, miokard infark 35%, cerebrovascular accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofidari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteridan arterial sistemik arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark. Dari beberapa penelitian didapatkan ±50% penderita miokard infark menderita hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi.(10)

(14)

c) Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipetensi dan hiperkoiesterolemi. Orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama risiko lainnya. Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok.(10)

2.1.5 Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain: faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat- zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik, peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL- C. Di antara faktor- faktor risiko PJK: diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok, dan kepribadian merupakan faktor-faktor yang harus diketahui.(3)

(15)

Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule seperti sitokin (interleukin- 1, tumor necrosis alpha), kemokin (monocyte chemoattractant factor 1, dan growth factor; basic fibrobast growth factor. Sel inflamasi seperti monosit dan T- limfosit masuk ke permukaan endotel dan migrasi dari endothelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik disbanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.(3)

LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II, yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak aterosklerosik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA).(3)

(16)

Dikuti p dari kepustakaan 11

Gambar 2: Perbedaan arteri normal dan arterosklerosis 2.1.5 Pengobatan

Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien diyakinkan bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll. Cara pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii) revaskularisasi miokard.(3)

(17)

 Aspirin dosis rendah

Thienopyridine Clopidogrel  Obat penurun kolesterol  ACE- Inhibitor/ ARB  Nitrat

B- blockers

 Antagonis kalsium b) Revaskularisasi miokard

bedah pintas koroner (coronary artery bypass surgery)

tindakan intervensi perkutan (percutaneous coronary intervention)

2.2 LIPID

2.2.1 Deskripsi

Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat dapat larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan dalam tubuh, berfungsi sebagai sumber bahan bakar, merupakan bahan yang terpenting pada struktur sel dan mempunyai fungsi biologik yang lain. Senyawa lipid terdiri atas glikolipid, lipoprotein dan fosfolipid. Didalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Dikarenakan sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat dalam bentuk yang terlarut.(13,14)

Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu suatu protein yang dikenal dengan apolipoprotein atau apoprotein. Pada saat ini dikenal sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara alfabetis yaitu Apo A, Apo B, Apo C, dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal dengan lipoprotein yang masing-masing memiliki Apo tersendiri. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak dan komposisi apoprotein. Pada manusia

(18)

dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu l-high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediatedensitylipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron dan lipoprotein a kecil.(13)

2.2.2 Metabolisme lipoprotein

Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport,

kedua jalur utama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserida, sedang jalur reverse cholesterol transport khusus mengenai

metabolism kolesterol-HDL

Dikutip dari kepustakaan 15 :Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic

Kidney Disease. Journal of The American Society of Nephrology. 2007

Gambar 3. Jalur Metabolisme Lipoprotein 2.2.3 Jalur metabolisme eksogen

(19)

Makanan berlemak yang dimakan terdiri atas trigliserida dan kolesterol.Selain kolesterol yang berasal dari makanan terdapat juga kolesterol yang berasal dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus.Lemak inilah yang disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus dimana trigliserida akan diserapsebagai asam lemak bebas sementara kolesterol sebagai kolesterol.(13,15)

Di dalam usushalus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserida, sedang kolesterolakan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersamadengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenaldengan kilomikron. (13,15)

Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam kilomikron akanmengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliseridakembali di jaringan lemak, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserida hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserida akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati. (13,15)

2.2.4 Jalur metabolisme endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL.Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL akanmengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali

(20)

ke hati.LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol-LDL. Sebagian lagi dari kolesterol-LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor Scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti :

1. Meningkatnya jumlah small dense LDL seperti pada sindroma metabolic dan diabetes mellitus.(15)

2. Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL. (15)

2.2.5 Jalur reverse cholesterol transport

HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yangmengandung apolipoprotein (apo) A, C dan E dan disebut HDL nascent.HDLnascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng danmengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag untukmengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesteroldari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat.Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol di bagian dalam dari makrofagharus dibawa ke permukaaan membran sel makrofag oleh suatu transporter yangdisebut adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 atau disingkatABC-1. (15)

Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim

(21)

lecithincholesterolacyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyerap” kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati. (13,15)

2.3 DISLIPIDEMIA 2.3.1 Definisi

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kelainan kadar kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Adult Treatment Panel (ATP) III memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah peningkatan trigliserida, small dense LDL, dan penurunan HDL.(16,17)

Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas penyebabnya, yaitu primer yang tidak jelas sebabnya dan sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan lain-lain. Selain itu, dislipidemia dapat juga dibagi berdasarkan profil lipid yang menonjol, seperti hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, isolated low HDL-cholesterol, dan dislipidemia campuran. Bentuk yang terakhir ini yang paling banyak ditemukan.(18)

2.3.2 Jenis-jenis lipid

Lipoprotein densitas rendah(LDL) telah diketahui sebagai lipoprotein aterogenik utama dan telah lama diidentifikasi oleh National Cholesterol

(22)

Education Project (NCEP) sebagai target utama terapi penurun kolesterol. Partikel LDL terdiri dari 2 lapisan. Lapisan permukaan terdiri dari fosfolipid, kolesterol bebas, dan apolipoprotein. Lapisan inti dalam terdiri dari kolesterol ester dan trigliserida. LDL-kolesterol (LDL-C) merupakan lipid yang digunakan sebagai marker faktor resiko, sedangkan prediksi secara populasi, LDL-C merupakan penanda lemah faktor resiko secara individual. Hanya sebagian kecil subyek dengan kadar LDL dan kolesterol tinggi akan berkembang menjadi penyakit klinis, dan sampai 50% dari kasus penyakit arteri koroner (CAD) yang terjadi pada subjek dengan kadar kolesterol total dan LDL-kolesterol (LDL-C) berada pada tingkat 'normal'. Dengan demikian, diperlukan pertimbangan untuk meningkatkan akurasi prediksi resiko kardiovaskular saat ini. (19, 20)

Subkelas LDL. Dua pola subkelas utama LDL, yang disebut A dan B, telah dijelaskan. Dalam pola subkelas A, partikel memiliki diameter lebih besar dari 25 nm dan kurang padat, sedangkan di subkelas pola B, partikel memiliki diameter kurang dari 25 nm dan kepadatan yang lebih tinggi. Subkelas pola B adalah gangguan umum yang diwariskan dan berhubungan dengan profil lipoprotein aterogenik yang lebih, juga disebut "dislipidemia aterogenik." Subkelas pola B selain bentuknya kecil, dan memiliki LDL yang padat, pola ini termasuk meningkatnya kadar trigliserida, kadar apolipoprotein B yang meningkat, dan rendahnya tingkat HDL. Profil lipid ini biasanya terlihat pada diabetes tipe II dan merupakan salah satu komponen dari "sindrom metabolik," didefinisikan oleh Laporan Ketiga Panel Ahli Deteksi, Evaluasi, dan Pengobatan Kolesterol Darah Tinggi di Dewasa (Adult Treatment Panel III; ATP III) juga termasuk tekanan darah tinggi, resistensi insulin, peningkatan kadar penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP), dan keadaan

(23)

prothrombotic. Kehadiran sindrom metabolik dianggap oleh ATP III menjadi faktor resiko besar terjadinya penyakit artery corener (CAD). (19, 20)

Subkelas HDL. Partikel HDL menunjukkan heterogenitas yang cukup, dan telah diusulkan bahwa berbagai subkelas dari HDL mungkin memiliki peran yang lebih besar dalam melindungi agar tidak terjadi aterosklerosis. Partikel HDL dapat dicirikan berdasarkan ukuran/ kepadatan dan / atau komposisi apolipoprotein. Menggunakan ukuran / kepadatan, HDL dapat diklasifikasikan ke dalam HDL2, lebih besar, partikel kurang padat yang mungkin memiliki tingkat perlindungan terbesar terhadap jantung, dan HDL3, yang lebih kecil, partikel lebih padat. HDL mengandung 2 apolipoprotein terkait, yaitu, AI dan A-II. Partikel HDL juga dapat diklasifikasikan oleh apakah HDL mengandung apolipoprotein AI (apo AI) saja atau apakah HDL mengandung apo AI dan apolipoprotein A-II (apo A-II). Ada kepentingan substansial dalam menentukan apakah subkelas HDL dapat digunakan untuk memberikan informasi tambahan mengenai resiko kardiovaskular dibandingkan dengan HDL saja.(19, 20)

2.3.3 Faktor Resiko

Untuk mencegah kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah, upaya yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalisasi faktor resiko. Faktor resiko kolesterol dibagi dua, yakni faktor resiko yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Faktor resiko yang tidak bisa diubah antara lain usia. Biasanya semakin bertambah usia, kadar kolesterol pun semakin tinggi. Selain itu, jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor. Biasanya wanita memiliki resiko terkena kolesterol tinggi ketika masa menopause karena di masa akhir ini kadar LDL

(24)

dalam tubuh wanita cenderung meningkat. Faktor genetik juga bisa menjadi faktor resiko yang mempengaruhi tingginya kadar HDL atau LDL seseorang.(21)

Sementara itu, faktor resiko yang bisa diubah antara lain faktor gaya hidup, seperti obesitas, kandungan gizi pada makanan yang kurang diperhatikan saat dikonsumsi, kurang aktivitas yang bisa memicu naiknya kadar kolesterol, dan merokok. Semua faktor ini dapat membantu pembentukan penumpukan lemak pada dinding arteri. Untuk itu, pengecekan secara berkala terhadap kolesterol perlu dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol.(21)

Lebih dari separuh angka kejadian penyakit jantung koroner di Amerika Serikat disebabkan oleh kelainan metabolisme lemak plasma dan lipoprotein. Peningkatan lipoprotein merefleksikan pola hidup tidak sehat, obesitas, diet tinggi lemak pada individu dengan kelainan metabolisme lemak yang berasal dari defek tingkat genetik.(21)

2.3.4 Kadar Kolesterol

Profil lemak pada umumnya diperiksa setelah subyek atau penderita berpuasa 6-8 jam. Untuk kepentingan klinis, National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III telah membuat klasifikasi pada tahun 2001. (16, 18)

Kadar Lipoprotein (mg/dl) Interpretasi Kolesterol Total <200 Yang diinginkan 200-239 Batas Tinggi ≥240 Tinggi Kolesterol LDL <100 Optimal 100-129 Mendekati Optimal 130_159 Batas Tinggi 160-189 Tinggi ≥190 Sangat Tinggi

(25)

Kolesterol HDL <40 Rendah ≥60 Tinggi Trigliserida <150 Normal 150-199 Batas Tinggi 200-499 Tinggi ≥500 Sangat Tinggi

Dikutip dari kepustakaan 2

Tabel 3: Klasifikasi Kadar Lipoprotein Menurut NCEP-ATP III 2.3.5 Penatalaksanaan

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non-farmakologi yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani, serta pengelolaan berat badan.Tujuan utama terapi diet disini adalah menurunkan resiko penyakit kardiovaskular (PKV) dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori. (17)

Secara umum pengobatan dibagi non-farmakologis (perubahan gaya hidup) dan farmakologis. Terapi non-farmakologis adalah terapi gaya hidup, yaitu: (16)

1. Diet rendah lemak, rendah kolesterol, dan tinggi serat.(16) 2. Penyesuaian berat badan ideal sesuai Body Mass Index.(16) 3. Peningkatan aktivitas fisik.(16)

Terapi gaya hidup esensial diterapkan sebagai terapi awal. Terapi farmakologis dapat diberikan jika setelah 3 bulan terapi gaya hidup tidak menurunkan kadar LDL. Semua penderita resiko tinggi sedang dengan faktor resiko gaya hidup (obesitas, inaktivitas, kadar trigliserida tinggi, HDL-C

(26)

rendah, sindrom metabolik) adalah kandidat terapi gaya hidup tanpa melibatkan kadar LDL.(16)

Obat terapi farmakologis terutama HMG CoA reductase inhibitor (statin). Pada penderita resiko tinggi atau resiko sedang sangat dianjurkan pemberian intensif untuk menurunkan kadar LDL 30-40% dari kadar semula. Target LDL adalah <70 mg/dl. Pada penderita resiko tinggi jika kadar LDL >100 mg/dl maka terapi gaya hidup dan terapi farmakologis dilakukan secara simultan. Jika kadar LDL awal < 100 mg/dl pada resiko tinggi dengan menggunakan obat penurun LDL, maka target <70 mg/dl adalah opsional. Apabila pada resiko tinggi didapatkan kadar trigliserida tinggi atau kadar HDL-C rendah, dapat diberikan kombinasi obat penurun LDL dengan fibrat atau asam nikotinat. Pada penderita resiko sedang, pengobatan awal adalah terapi gaya hidup jika kadar LDL >130 mg/dl. Apabila kadar LDL menetap baru dilakukan terapi farmakologis. Apabila kadar LDL normal atau <130 mg/dl tetapi faktor resiko gaya hidup, maka terapi gaya hidup harus dimulai. Pada penderita dengan resiko tinggi-sedang dengan kadar LDL awal 100-129 mg/dl atau sedang dalam pengobatan, maka target LDL 100 mg/dl adalah opsional. (16,17) BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA KONSEP Persentase kolesterol total Persentase HDL Persentase  Umur  Jantina  Penyakit penyerta: Diabetes Mellitus

(27)

Keterangan:  Variabel Antara  Variabel Independen  Variabel Dependen 3.2 DEFINISI OPERASIONAL 1. Dislipidemia

a. Definisi :Kelainan metabolisme lipoprotein yang dimanifestasikan lewat peningkatan dari kolesterol total, kolesterol LDL dan konsentrasi trigliserid, serta penurunan konsentrasi kolesterol HDL di dalam darah.

b. Cara ukur : Observasi rekam medic c. Alat ukur : Rekam medic

d. Hasil Ukur :

1) Kadar kolesterol total Optimal :< 200 mg/dl Diinginkan : 200 – 239 mg/dl Tinggi : ≥ 240 mg/dl 2) Kadar kolesterol LDL Optimal :< 100 mg/dl Mendekati optimal : 100 - 129 Diinginkan : 130 – 159 mg/dl Tinggi : 160 - 189 mg/dl

Sangat tinggi : ≥ 190 mg/dllipid profile 3) Kolesterol HDL Rendah :< 40 mg/dl Tinggi : ≥ 60 mg/dl 4) Trigliserida Penyakit jantung koroner (PJK)

(28)

Optimal :< 150 mg/dl Diinginkan : 150 – 199 Tinggi : 200 – 499 Sangat tinggi : ≥ 500 e. Skala ukur : Ordinal 2. Penyakit Jantung Koroner

Definisi : Penyakit yang diderita pasien dan telah didiagnosis oleh dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram, dan pemeriksaan laboratorium (cardiac marker).

3. Umur

a. Definisi : Umur pasien sindroma koroner akut yang terdata di rekam medis

b. Cara ukur : Observasi rekam medik c. Alat ukur : Rekam medik

d. Hasil ukur : . • 30- 39 tahun • 40- 49 tahun • 50- 59 tahun • 60- 69 tahun • 70- 79 tahun e. Skala ukur : Ordinal 4. Jenis Kelamin

a. Definisi : Jenis kelamin pasien sindroma koroner akut yang tercantum dalam data rekam medik • Cara ukur : Observasi rekam medic

b. Alat ukur : Rekam medic c. Hasil Ukur :

1) Pria 2) Wanita

d. Skala ukur : ordinal 5. Penyakit Penyerta

(29)

a. Definisi: Penyakit lain yang dialami oleh penderita yaitu hipertensi, diabetis melitus atau keduanya

b. Alat ukur: rekam medik

c. Cara ukur: dinilai berdasarkan data rekam medik d. Hasil ukur:

 Hipertensi

 Diabetis melitus (DM)  Diabetis melitus + hipertensi

(30)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian jenis analitik dengan desain penelitian cross sectional dimana pada penelitian ini dilakukan observasi data untuk menggambarkan tentang jumlah kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar periode 1 Oktober – 1 November 2014 dan retrospektif dikarenakan pengumpulan data berdasarkan data sekunder, yakni rekam medik pasien. 4.2 Waktu Penetlitian

Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Oktober – 1 November 2014 di RS Pendidikan UNHAS, Makassar.

4.3 Tempat Penelitian

Bertempat di ruang rekam medis RS Pendidikan UNHAS, Makassar. 4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

Semua pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar selama periode 1 Oktober – 1 November 2014.

(31)

4.4.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi kriteria sampel. Dengan teknik pengambilan sampel adalah total sampling.

4.5 Kriteria Sampel

4.5.1 Kriteria Inklusi

Semua penderita penyakit jantung koroner (PJK) yang dirawat Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar selama periode 1 Oktober – 1 November 2014 dan memiliki data rekam medik dan hasil pemeriksaan laboratorium profil lipid yang lengkap.

4.5.2 Kriteria Eksklusi

Bila data yang diperlukan dalam rekam medis tidak lengkap. 4.6 Jenis Data Dan Instrumen Penelitian

4.6.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah:

Data sekunder: bagian rekam medis RS Pendidikan UNHAS 4.6.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumulan data dan instrument penelitian yang digunakan adalah alat tulis dan tabel- tabel tertentu untuk mencatat data-

(32)

data yang didapatkan dari Rekam Medik serta hasil laboratorium profil lipid penderita yang lengkap.

4.7 Manajemen Data

4.7.1 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta izin kepada pihak pemerintah dan Rumah Sakit UNHAS Makassar. Kemudian, nomor rekam medik dalam periode 1 Oktober – 1 November 2014 dikumpulkan di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Pendidikan UNHAS. Setelah itu, dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam tabel yang telah disediakan.

4.7.2 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program SPSS. Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji statistik deskriptif untuk masing- masing variable.

4.7.3 Penyajian Data

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai dengan penjelasan-penjelasan.

4.8 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait etika dengan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Ethical clearance diperoleh dari komisi etik penelitian kedoketeran Universitas Kedokteran.

(33)

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

(34)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran umum lokasi penelitian

RS Pendidikan Universitas Hasanuddin adalah rumah sakit swasta kelas B. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Tempat ini tersedia 141 tempat tidur inap, lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Sulawesi Selatan yang tersedia rata-rata 93 tempat tidur inap.Dengan 180 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih banyak dibanding rata-rata rumah sakit di Sulawesi Selatan.27 dari 141 tempat tidur di rumah sakit ini berkelas VIP keatas.

5.2 Hasil Penelitian

Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan selama sebulan yaitu 1 Oktober – 1 November 2014 di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS, Makassar. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosis penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit UNHAS, Makassar. Dari 48 buah rekam medik pasien dengan penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang diperiksa, ditemukan 30 buah rekam medik pasien dengan penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan sebagai sampel. Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data rekam medik, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

(35)

5.2.1 Analisis Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 4 menunjukkan hasil pengumpulan data didapatkan sebanyak 30 pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang memenuhi kriteria menjadi sampel penelitian, terdiri dari 17 orang laki-laki dan 13 orang perempuan.

(36)

5.2.2 Analisis Berdasarkan Umur

Gambar 5 menunjukkan analisis penyakit jantung koroner dengan dislipidemia berdasarkan umur pasien. Dari data yang diperoleh, pasien yang menderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia paling banyak terjadi pada kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 12 orang (43.33%), diikuti dengan kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 11 orang (36.7%), kelompok usia 30-39 tahun dan kelompok usia 40-49 tahun masing-masing sebanyak 3 orang (10%), dan kelompok usia 70-79 tahun sebanyak 1 orang (3.3%).

(37)

5.2.3 Analisis Berdasarkan Profil Lipid

a) Total kolesterol

Gambar 6 menunjukkan analisis profil lipid total kolesterol pada pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Dari data yang diperoleh, total kolesterol paling tinggi dicatatkan ialah 251- 300 mg/dl sebanyak 10 orang (33.3%), diikuti dengan 201- 250 mg/dl sebanyak 9 orang (30%), 301- 350 mg/dl sebanyak 6 orang (20%), paling rendah ialah 151- 200 mg/dl sebanyak 5 orang (16.7%).

(38)

b) HDL

Gambar 7 menunjukkan analisis profil lipid HDL pada pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Dari data yang diperoleh, nilai HDL yang paling tinggi pada pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia adalah 40- 49 mg/dl sebanyak 12 orang (40%), diikuti dengan 20- 29 mg/dl sebanyak 6 orang (20%), 60- 69 mg/dl sebanyak 5 orang (16.7%), 30- 39 mg/dl sebanyak 4 orang (13.3%) dan paling rendah adalah 50- 59 mg/dl sebanyak 3 orang (10%).

(39)

c) LDL

Gambar 8 menunjukkan kadar profil lipid LDL pada penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Nilai yang paling tinggi adalah 151- 170 mg/dl sebanyak 11 orang (36.7%), diikuti dengan 111- 130 mg/dl sebanyak 6 orang (20%), 171- 190 mg/dl dan 191- 210 mg/dl masing- masing sebanyak 4 orang (13.3%), seterusnya 131- 150 mg/dl sebanyak 3 orang (10%), paling rendah adalah 211- 230 mg/dl sebanyak 2 orang (6.7%).

(40)

Gambar 9 menunjukkan kadar profil lipid trigliserida pada penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Nilai yang paling tinggi adalah 51- 150 mg/dl sebanyak 15 orang (50%), diikuti dengan 151- 250 mg/dl sebanyak 10 orang (33.3%), 301- 350 mg/dl sebanyak 3 orang (10%), paling rendah adalah 251- 300 mg/dl sebanyak 2 orang (6.7%).

(41)

Gambar 5.7 menunjukkan analisis penyakit penyerta pada penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Dari data yang diperoleh, penderita penyakit jantung koroner dislipidemia paling banyak menderita penyakit diabetes mellitus (DM) dan hipetensi (HTN) iaitu sebanyak 12 orang. Seterusnya 8 orang penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia mengalami hipertensi sedangkan 10 orang penderita lagi tidak mengalami HTN dan DM.

(42)

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan software statistik serta disesuaikan dengan tujuan penelitian, pembahasan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Dari 30 kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia di RS Unhas, dapat dilihat pada Gambar 4, jenis kelamin laki- laki mencatatkan kasus yang lebih tinggi dari wanita. Sebanyak 17 kasus yang diperoleh dari jenis kelamin laki- laki sedangkan 13 kasus dari jenis kelamin wanita. Secara teoritis, menurut Lennep 2002, kejadian penyakit jantung koroner degan dislipidemia pada laki- laki lebih besar dari wanita. Diduga faktor hormonal seperti estrogen endogen bersifat protektif terhadap perempuan. Diketahui bahwa estrogen juga memiliki efek vasodilator akut di dinding pembuluh darah dan efek ateroprotektif termasuk inhibisi dari proliferasi sel otot polos. Selain itu hal yang mempengaruhi tingginya resiko jenis kelamin pria terhadap kejadian penyakit jantung koroner dengan dislipidemia adalah multifaktorial dimana kebiasaan merokok, hipertensi, faktor stress, serta inaktivitas fisik yang lebih banyak dialami oleh pria. Namun setelah menopause insidensi penyakit jantung koroner meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidens pada laki-laki. (22)

Gambar 5 menunjukkan kejadian penyakit jantung koroner dengan dislipidemia mengikut kelompok umur. Kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang paling tinggi terjadi pada umur 60- 69 tahun, sebanyak 25 kasus. Menurut Ferrara and Barrett-Connor, 1997; Ericsson et al. 1991, peningkatan usia menyebabkan konsentrasi kolesterol LDL meningkat. Kolesterol LDL mencapai plateau pada laki- laki pada usia 50- 60 tahun dan 60- 70 tahun pada wanita. Pada dasarnya sebelum menopause, nilai kolesterol total pada wanita lebih rendah dari laki- laki. Dengan peningkatan usia pada

(43)

laki- laki dan wanita, nilai kolesterol total meningkat biasanya pada usia 60- 65 tahun (Kreisberg and Kasim, 1987). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia sesuai dengan peningkatan usia. Satu penelitian telah dijalankan oleh Copenhagen City Heart Study [Iverson et al.2009] menunjukkan hubungan antara peningkatan usia dengan penyakit jantung koroner dengan dislipidemia tidak sesuai untuk kelompok usia 80 tahun dan ke atas. Penelitian ini telah terbukti apabila data yang diperoleh dari RS Unhas menunjukkan jumlah kasus bagi kelompok usia 70- 79 tahun sebanyak 8 orang, berkurang dari kelompok usia 60- 69 tahun.(23)

Dari hasil penelitian di RS Unhas, didapatkan bahawa 30 orang penderita penyakit jantung koroner mengalami dislipidemia yaitu peningkatan nilai profil lipid kolesterol total dan LDL serta penurunan nilai HDL. Dari Gambar 6 dapat diperoleh profil lipid total kolesterol yang paling tinggi adalah 251- 300 mg/dl sebanyak 10 orang. Profil lipid HDL dapat diperoleh dari Gambar 7 yang menunjukkan nilai HDL yang paling tinggi pada pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia adalah 40- 49 mg/dl sebanyak 12 orang. Seterusya dari Gambar 8 dapat diperoleh profil lipid LDL yang menunjukkan nilai yang paling tinggi adalah 151- 170 mg/dl sebanyak 11 orang. Terakhir adalah profil lipid trigliserida dari Gambar 9 yang menujukkan nilai yang paling tinggi adalah 51- 150 mg/dl sebanyak 15 orang. Banyak penelitian yang menunjukkan korelasi kuat antara nilai kolesterol dan kejadian penyakit jantung koroner. Menurut penelitian oleh Manolio et al. 1991, nilai kolesterol total dan kolesterol LDL berpengaruh dengan kejadian penyakit jantung koroner pada laki- laki dan wanita termasuk pada kelompok usia yang lebih tua (>65 tahun). Hal yang sama dibuktikan oleh Frost et al. 1996, apabila menemukan persamaan dalam serum lipid dan kejadian penyakit jantung koroner. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan kejadian penyakit jantung

(44)

koroner meningkat sebanyak 22- 35% apabila kolesterol non- HDL atau LDL meningkat sebanyak 40 mg/dl, dan peningkatan sebanyak 9- 13% pada kejadian penyakit jantung koroner apabila kolesterol non- HDL atau LDL meningkat sebanyak 10% (0.472 mmol/l pada non- HDL dan 0.398 pada LDL).(23)

Mengenai penyakit penyerta pada penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia dapat dilihat pada Gambar 10. Dari data yang diperoleh, pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia lebih besar pada kelompok DM dan HTN sebanyak 12 orang. Beberapa penelitian telah membuktikan peningkatan kasus penyakit jantung koroner berkaitan dengan sindrom metabolik. Peningkatan trigeliserida dan penurunan nilai kolesterol HDL amat penting dalam sindrom metabolik dengan obesitas sentral, tekanan darah tinggi dan resistensi insulin (Linblad et al. 2001). Sindrom metabolik telah dialami oleh 44% dari populasi US pada usia lebih dari 50 tahun, dan mempengaruhi lebih banyak pada wanita dari laki- laki. Golongan lanjut usia kurang sensitif pada insulin berbanding populasi yang lebih muda disebabkan oleh massa lemak dan kebugaran. Resistensi insulin berkait dengan penurunan kadar protein pembawa gula dalam otot (Sawabe et al. 2009). Pengurangan sekresi insulin juga menyebabkan resistensi insulin dan oleh itu menyebabkan peningkatan kejadian sindrom metabolik pada golongan lanjut usia.(23)

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang penyakit jantung koroner dengan dislipidemia pada pasien yang dirawat di RS Penndidikan UNHAS Makassar periode 1 Oktober – 1 November 2014 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kejadian penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang dirawat di RS UNHAS paling banyak ditemukan pada laki- laki, sebanyak 17 orang (56.7%).

2. Pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia terbanyak pada kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 12 orang (43.33%).

3. Kadar profil lipid kolesterol total terbanyak adalah 251- 300 mg/dl sebanyak 10 orang (33.3%).

4. Kadar profil lipid HDL terbanyak adalah 40- 49 mg/dl sebanyak 12 orang (40%).

5. Kadar profil lipid LDL terbanyak adalah 151- 170 mg/dl sebanyak 11 orang (36.7%).

6. Kadar profil lipid trigliserida terbanyak adalah 51- 150 mg/dl sebanyak 15 orang (50%).

7. Penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang mempunyai penyakit penyerta (DM dan HTN) adalah yang terbanyak berbanding dengan penderita yang mempunyai penyakit penyerta HTN dan penderita yang tidak mempunyai penyakit penyerta, yaitu sebanyak 12 orang (40%).

(46)

1. Kepada masyarakat

Masyarakat terutama bagi mereka penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter ahli jantung untuk mengetahui perkembangan penyakitnya sedini mungkin sehingga komplikasi lanjut yang menyebabkan kematian dapat dicegah dan diharapkan perubahan menuju pola hidup sehat dapat diterapkan oleh mereka. Kepada masyarakat yang melebihi usia 20 tahun dapat melakukan pemerikasaan profil lipid berkala, supaya dapat mengurangkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner dengan dislipidemia.

2. Kepada pihak RS Pendidikan Unhas, Makassar

Pertama, penulisan data dalam rekam medis pasien khususnya penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia sebaiknya lebih dilengkapi lagi termasuk data demografi, anmnesis dan pemeriksaan laboratorium yang lengkap bagi kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia oleh dokter sehingga memudahkan penelitian mengenai penyakit jantung koroner dengan dislipidemia selanjutnya. Kedua, penyuluhan tentang pentingnya pola hidup sehat bagi masyarakat perlu dilakukan untuk mencegah dan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penyakit termasuk penyakit jantung koroner.

3. Kepada para peneliti selanjutnya.

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang melihat kejadian penyakit jantung koroner dengan dislipidemia dengan memperhatikan jenis diagnosis dan tingkat keparahan penyakit yang berpengaruh terhadap jenis tindakan yang dilakukan serta prognosis.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hossein Fakhrzadeh, Ozra Tabatabaei-Malazy. 2012. Dyslipidemia and Cardiovascular Disease. Dalam: Prof. Roya Kelishadi. Dyslipidemia -From Prevention to Treatment. InTech Europe., 303- 314.

2. U.S. Department of Health and Human Services. ATP III Guidelines At-A-Glance Quick Desk Reference. Available from:

(48)

http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/public/heart/chd_atglance.p df [Accessed 11 October 2014]

3. Abdul Majid. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. USU Repository.2007. Available from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf [Accessed 11 October 2014].

4. Sylvia, Loraine. Penyakit Jantung Koroner. Available from:

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311154/B ab%202.pdf [Accessed 12 October 2014].

5. Delima, Mihardja, L., Siswoyo, H. Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia. Bul Penelit Kesehat; 2009; 37(3): 142-59.

6. Abidin, Z. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat Inap Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Juli 2008 [skripsi]. Makassar: Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2012.

7. World Health Organization (WHO). 2011. Health Topics. Available from: http://www.who.int/topics/cardiovascular_diseases/en/ [Accessed 14 October 2014].

8. Cleaveland Clinic. 2013. Coronary Artery Disease. Available from: http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement /cardiology/coronary-artery-disease/ [Accessed 13 October 2014]

9. Munther K. Homoud, MD. 2008. Coronary Artery Disease. Available from: http://ocw.tufts.edu/data/50/636849.pdf [Accessed from: 12 October 2014]

10. T. Bahri Anwar. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. USU

Repository 2004. Available from:

http://sulutiptek.com/documents/FaktorRisikoPenyakitJantungKoroner. pdf [Accessed 10 October 2014]

(49)

11. National Heart, Lung and Bloods Institutes. What Is Coronary

Heart Disease? Available from:

http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/cad/ [accessed 11 October 2014]

12. Medicastore. Aterosklerosis. Available from:

http://medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.ht ml [Accessed 12 October 2014]

13. Adam, J.M.F., 2007. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata MK, Setiati Siti, 2006. Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1926-1932.

14. Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC.

15. Kwan, B.C.H., Kronenberg, F., Beddhu, S., Cheung, A.K., 2007. Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic Kidney Disease. Journal of The American Society of Nephrology. 18 (4): 1246-1261.

16. Rahmawansa, Sany. Dislipidemia sebagai factor Risiko Utama Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Cermin Kedokteran 169/vol.36 no.3. Hal 181-4. Available from: http://www.kalbe.co.id

17. Anwar, Bahri. Dislipidemia sebagai factor Risiko Penyakit Jantung Koroner, Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2004. Hal 1-9.

18. John MF, Adam. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Jakarta-Balai Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal. 1948-53.

19. Blue Cross and Blue Shield Association. 2011. Medical policy: Novel Lipid Risk Factors in Risk Assessment and Management of Cardiovascular Disease. Current Procedural Terminology © American Medical Association, 3-28.

(50)

20. Hossein Fakhrzadeh, Ozra Tabatabaei-Malazy. 2012. Dyslipidemia and Cardiovascular Disease. Dalam: Prof. Roya Kelishadi. Dyslipidemia -From Prevention to Treatment. InTech Europe., 303- 314.

21. Anonim. Hubungan Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan Dislipidemia.

Available from :

http://prematuredoctor.blogspot.com/2009/11/download-arca.html 22. Lennep, J.E.R van,.et al. 2002. Risk factors for coronary heart disease:

implications of gender. Available from:

http.cardiovascres.oxfordjournals.orgcontent533538.full.pdf+html [Accesed 7 November 2014]

23.Freij A. Gobal, MD, FACP, Jawahar L. Mehta, MD, PhD. 2010. Management of Dyslipidemia in Elderly Population. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/736583_2 [Accesed 7 November 2014]

Gambar

Gambar 1: Proses terjadinya sumbatan pada arteri.
Tabel 1: Faktor resiko penyakit jantung  koroner a) Hiperkolesterolemia
Gambar 2: Perbedaan arteri normal dan arterosklerosis 2.1.5 Pengobatan
Gambar 3. Jalur Metabolisme Lipoprotein 2.2.3 Jalur metabolisme eksogen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh : R.A .z. Kartini Djauhari Yurisdiksi negara yang berlaku terhadap pelaku penguasaan pesawat udara seeara melawan hukum adalah yurisdiksi dari negara tempat

Peraturan Bupati Ciamis Nomor 51 Tahun 2013 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Unsur Organisasi Unit Sekolah Menengah Pertama Negeri pada Dinas Pendidikan

Hal ini ditandai oleh adanya wilayah pertanian yang sangat luas (Bappeda Kab Bangkalan, 2005). Untuk pengembangan tanaman pangan di Desa Bilaporah lebih lanjut, diperlukan

Skripsi saya yang berjudul “ Performansi Turbin Angin Savonius Dengan Empat Sudu Untuk Menggerakkan Pompa ” ini diajukan sebagai persyarataan akhir bagi mahasiswa Departemen

Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja di dalam tatanan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebelumnya sudah sejak tahun 1950 dan berada di bawah Departemen Dalam Negeri,

ClojureScript, like Clojure, uses macros to extend the syntax of the language. Funda‐ mentally, a macro is just a function that manipulates data structures. What makes mac‐

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) ada korelasi positif yang rendah antara persepsi dengan hasil belajar biologi; (2) tidak ada hubungan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, motivasi timbul karena adanya suatu desakan, misalnya kurangnya kebutuhan hidup maka timbul suatu motivasi untuk