• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang telah dikembangkan seluas Ha yang terdiri dari irigasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sekarang telah dikembangkan seluas Ha yang terdiri dari irigasi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Irigasi di Indonesia yang dibangun sejak masa pra kolonial sampai sekarang telah dikembangkan seluas + 7.200.000 Ha yang terdiri dari irigasi teknis, setengah teknis, dan sederhana (Anonim1, 2011). Air di daerah irigasi selain digunakan untuk keperluan irigasi juga digunakan sebagai pembangkit listrik, air minum, pariwisata, dan perikanan. Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang terjadi di berbagai sektor, kebutuhan akan air semakin meningkat sehingga tidak semua sektor akan terpenuhi kebutuhan airnya. Sektor pertanian yang memegang peran penting dalam memberikan dukungan terhadap kehidupan manusialah yang sering terkalahkan. Pusposutardjo (2004) menambahkan, irigasi merupakan sistem sosio-kultural masyarakat sehingga bersifat dinamis bergantung pada kondisi lingkungannya. Meningkatnya laju pertumbuhan manusia mengakibatkan banyaknya bangunan yang berdiri, sehingga menyebabkan kemampuan tanah untuk menyimpan air akan berkurang dan berdampak pada pengurangan sumber air.

Di dalam menjaga keberlangsungan irigasi diperlukan peran pengelola irigasi. Pengelola irigasi berasal dari birokrasi dan petani yang bersama-sama melakukan pengelolaan terhadap irigasi. Dilihat dari sisi manajemen pemanfaatan air irigasi, kinerja pengelolaan irigasi (OP dan rehabilitasi) di

(2)

2

Indonesia umumnya dapat dikatakan belum maksimal. Kinerja pengelolaan irigasi yang belum maksimal tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain institusi pengelola yang kurang mantap, sistem pembiayaan yang kurang memadai, kualitas, dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) yang kurang memenuhi syarat, dan sistem pengelolaan irigasi yang kurang sesuai. Disamping itu sistem pengelolaan irigasi di Indonesia tidak sesuai dengan pergeseran paradigma modern (Anonim1, 2011).

Paradigma modern yang terjadi akibat reformasi 1998 menuntut agar pengelolaan irigasi dilakukan secara transparan, akuntabel dan berkeadilan (Arif, 2005). Kemudian setahun setelah adanya tuntutan tersebut dikeluarkannya Inpres No.3/1999 tentang pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi yang memuat lima isi pokok sebagai berikut : (1) Redefinisi tugas dan tanggung jawab lembaga pengelola irigasi, (2) Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air, (3) Penyerahan Pengelolaan Irigasi (PPI) kepada P3A, (4) Pembiayaan operasional dan pemeliharaan (OP) jaringan irigasi melalui IPAIR, dan (5) Keberlanjutan sistem irigasi (Rachman dan Ketut, 2002). Kelima kebijakan tersebut memberi arti bahwa pengelolaan irigasi diserahkan sepenuhnya dari pemerintah kepada P3A. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi diterbitkan dalam rangka menindak lanjuti reformasi dan paradigma baru tersebut. Pasal 4 butir 2 Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersebut diselenggarakan secara partisipatif, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan

(3)

3

berkeadilan. Didasarkan pada inpres dan peraturan pemerintah tersebut maka reformasi dan paradigma baru dalam irigasi telah mendapatkan landasan hukum yang kuat dan bersifat mengikat pada sumberdaya manusia yang ada dalam irigasi.

Keberlangsungan irigasi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor wujud yang berupa bangunan dan sarana fisik dan faktor tak wujud yang merupakan pelaku irigasi. Pada pergantian abad 20 muncul suatu pemahaman atau model pemikiran baru tentang pelaksanaan ekonomi pembangunan yaitu sistem ekonomi berbasis pengetahuan. Model pemikiran tersebut mengatkan bahwa aset terpenting dalam sistem kerja suatu organisasi adalah peran manusia yang nilainya jauh melebihi aset wujud (Arif, 2014). Sehingga untuk mewujudkan kondisi irigasi yang baik dan dapat melayani kebutuhan masyarakat pemakai air secara handal perlu dilakukan pembenahan dalam aset tak wujud.

Aset tak wujud berupa modal intelektual yang terdiri dari modal manusia, modal struktural dan modal hubungan (Stewart, 1999). Kondisi aset tak wujud bersifat dinamis bergantung berbagai faktor yang mempengaruhinya. Permasalahan dalam sistem irigasi mengindikasikan bahwa aset tak wujud mengalami penyusutan. Padahal kondisi aset tak wujud mempengaruhi kinerja sistem irigasi. Studi kasus DI Sidorejo pada pertengahan tahun 1980 merupakan salah satu contoh pembangunan aset wujud tanpa disertai dengan pembangunan aset tak wujud. Proyek tersebut dilakukan untuk menguji teknik pengendalian kanal secara upstream dan

(4)

4

downstream control dengan menggunakan pintu otomatis terapung. Proyek

tersebut dilakukan untuk melihat apakah prinsip pengendalian menggunakan alat modern tersebut berlaku untuk sistem irigasi di Indonesia. Namun setelah dilaksanakan, proyek percontohan modern tersebut belum berhasil dengan beberapa alasan. Selain karena kualitas konstruksi yang buruk, kurangnya pengetahuan dan pelatihan yang diberikan kepada pengelola irigasi khususnya petani menyebabkan alat tersebut rusak dan tidak difungsikan kembali (FAO, 2002).

Manusia sebagai bagian dalam aset tak berwujud memiliki peran penting dalam irigasi modern bahkan menjadi faktor penentu keberlangsungan irigasi, mulai dari perencanaan, pembangunan, perawatan, hingga keberlangsungan irigasi di suatu daerah. P3A merupakan manajer di tingkat tersier namun pengetahuan yang dimiliki terbatas mengenai irigasi secara keseluruan. Keterbatasan pengetahuan ditingkat P3A menjadikan kinerja sistem irigasi secara keseluruhan belum maksimal (Arif, 1999). Upaya untuk memaksimalkan kinerja irigasi dalam rangka pembaharuan pelaksaan pengelolaan sistem irigasi modern peran P3A sebagai manusia pembelajar yang utuh sangat diperlukan.

Hampiran human capital memfokuskan untuk membangun suatu organisasi pembelajar dengan mengedepankan hampiran pengembangan modal manusia sebagai bagian dari modal kecerdasan (intelectual capital) yang dimilikinya (Collin and Clark, 2003). Hasil studi Penning et al (1998) menjelaskan bahwa manajemen human capital harus memperhatikan

(5)

sumber-5

sumber pengetahuan dan aliran pengetahuan-pengetahuan tersebut. Tjakraatmadja dan Lantu (2006) mengkaji dan menyajikan manajemen pengetahuan dalam suatu model. Model tersebut menyatakan bahwa aset tak wujud dikendalikan oleh manajemen pengetahuan yang terdiri dari organisasi pembelajar, prinsip organisasi, kebijakan dan strategi organisasi serta teknologi informasi dan komunikasi.

Hampiran pembangunan kebijakan baru dalam modernisasi irigasi memfokuskan pembangunan dan pengelolaan irigasi dengan mengadopsi pemikiran yang menganggap manusia secara utuh yaitu manusia yang mempunyai kecerdasan (Anonim1, 2011). Modernisasi irigasi di Indonesia dimaknai sebagai upaya mewujudkan sistem pengelolaan irigasi partisipatif yang berorientasi pada pemenuhan tingkat layanan irigasi secara efektif, efisien dan berkelanjutan dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Pada hakekatnya sistem irigasi akan terdiri atas lima unsur, yaitu teknologi, institusi, aturan hukum, ekonomi dan sosial, serta lingkungan (Burton, 2010). Peraturan Pemerintah (PP) 20/2006 merinci unsur teknologi menjadi unsur penyediaan air, prasarana, dan pengelolaan irigasi, sehingga kelima unsur pilar irigasi menjadi (1) penyediaan air, (2) prasarana, (3) pengelolaan irigasi, (4) institusi, (5) dan manusia. Kelima pilar atau unsur irigasi tersebut dijadikan pedoman dalam pengembangan modernisasi di Indonesia.

Penilaian human capital tingkat P3A dalam modernisasi irigasi didasarkan pada hasil analisis Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI). IKMI adalah alat (tools) yang dirancang untuk menilai secara cepat kesiapan

(6)

6

suatu Daerah Irigasi (DI) mampu menerima program modernisasi. Hasil analisa IKMI 2014 menunjukkan nilai manusia Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) rendah yang disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Nilai IKMI P3A

Pilar Nilai IKMI

Rata-rata Kriteria Batang Anai Sadang Wadaslintang

Ketersediaan Air 80 80 80 80 Memadai Prasarana Irigasi 90 78 90 86 Memadai Pengelolaan 50 62 67 60 Cukup Institusi 71 76 65 71 Cukup Manusia 44 53 49 49 Kurang

Sumber : data hasil analisis kegiatan IKMI tahun 2014

Rendahnya nilai manusia di tingkat P3A menunjukkan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh P3A sehingga perlu dilakukan analisis human

capital di tingkat P3A dalam modernisasi irigasi. Analisis dilakukan

menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis tersebut merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel independen dan variabel dependen (Kutner dkk, 2004). Variabel independen (knowledge management) yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap variabel dependen (human capital) ada empat yaitu, Kebijakan dan Strategi Organisasi (KSO), Prinsip Organisasi (PO), Organisasi Pembelajar (OP), dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang disampaikan dalam latar belakang masalah penelitian, pokok masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

(7)

7

1. Apakah knowledge management berpengaruh signifikan terhadap human

capital di tingkat P3A?

2. Bagaimanakah hubungan kebijakan dan strategi organisasi, prinsip organisasi, organisasi pembelajar, teknologi informasi dan komunikasi terhadap human capital di tingkat P3A?

3. Bagaimanakah analisis human capital di tingkat P3A dalam modernisasi irigasi?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan hubungan kausalitas antara human capital dalam organisasi P3A dengan knowledge management dalam organisasi P3A.

2. Menentukan hubungan kausalitas masing-masing variabel knowledge

management organisasi P3A dengan human capital dalam organisasi P3A.

3. Melakukan analisis human capital di tingkat P3A dalam modernisasi irigasi.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, bagi penulis, penulis mampu mengembangkan analisis human capital dalam organisasi P3A dalam modernisasi irigasi.

Bagi P3A daerah irigasi kajian yaitu DI Wadaslintang, DI Batang Anai, dan DI Saddang, hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan organisasi P3A.

(8)

8

Bagi ilmu pengetahuan secara luas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang irigasi.

1.4 Batasan Masalah

Parameter penelitian meliputi human capital tingka P3A dan

knowledge management tingkat P3A yang terdiri dari Kebijakan dan Strategi

Organisasi (KSO), Prinsip Organisasi (PO), Organisasi Pembelajar (OP), dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Analisis human capital tingkat P3A menggunakan analisis regresi linier berganda dengan knowledge management yang terdiri dari Kebijakan dan Strategi Organisasi (KSO), Prinsip Organisasi (PO), Organisasi Pembelajar (OP), dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai variabel independen dan human capital sebagai variabel dependen.

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di DI Wadaslintang, DI Saddang, dan DI Batang Anai dengan jumlah responden masing-masing DI disesuaikan dengan luasan DI sampel.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kemudian klik tombol kirim, maka data-data yang dimasukkan di form akan diproses oleh skrip oleh skrip input_tamu.php dan apabila proses input data

Sebagian besar responden (ibu) yang memiliki anak retardasi mental di SLB Negeri 2 Yogyakarta menerapkan pola asuh dengan pola bimbingan dan hubungan dengan kategori

Terdapat faktor pengetahuan, peluang waktu, pengaruh teman sebaya, paparan media pornografi, kontrol diri yang berpengaruh terhadap perilaku seks bebas paranikah pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan bakteri Staphylococcus sciuri terhadap senyawa antimikrobial yang terkandung dalam jahe, kunyit, kencur,

Dengan in kami mengundang saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi Pengadaan Jasa Konstruksi dengan Sistem Pemilihan Langsung untuk :. Peningkatan Jalan ruas jalan

pengembangan program hutan rakyat masih tergolong kategori sedang, karena dari bentuk partisipasi fisik maupun partisipasi nonfisik ada beberapa kegiatan yang hanya dilakukan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek ilmu dalam Islam tidak semata berkaitan dengan objek fisik atau yang tampak pada indra dan akal manusia.. Namun ia mencakup