• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-V/2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-V/2007"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 25/PUU-V/2007

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002

TENTANG PARTAI POLITIK

TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

RABU, 24 OKTOBER 2007

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 25/PUU-V/2007

PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik terhadap Undang-Undang Dasar 1945

PEMOHON

Lieus Sungkharisma ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Rabu, 24 Oktober 2007, Pukul 10.00 – 10.50 WIB

Ruang Sidang Panel Lantai 4 Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1. Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S. K e t u a

2. Maruarar Siahaan, S.H. Anggota

3. Soedarsono, S.H. Anggota

(3)

Pihak yang Hadir: Pemohon :

• Lieus Sungkharisma

(4)

1. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Sidang Panel untuk Perkara Nomor 25/PUU-V/2007 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun Tahun 2002 tentang Partai politik, dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera,

Saudara Pemohon, Saudara Lieu Sungkarisma dan Saudara Laksamana Madya Purnawirawan Sumitro. Selamat datang di Mahkamah Konstitusi dan untuk itu saya persilakan untuk memperkenalkan diri dulu, silakan.

2. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Terima kasih Yang Mulia,

Nama saya Lieus Sungkharisma tempat tanggal lahir Cianjur 11 Oktober 1959, umur 48 tahun, agama Budha, pekerjaan wiraswasta, Ketua Umum Partai Reformasi Tionghoa Indonesia, kewarganegaraan WNI, alamat Jalan Gardenia Raya Nomor 26 Glodok, Taman Sari Jakarta Barat, demikian Yang Mulia.

Terima kasih.

3. PEMOHON :LAKSAMANA MADYA (Purn) SUMITRO Terima kasih Yang Mulia,

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Nama saya Sumitro (Purn) TNI Angkatan Laut Laksamana Madya, lahir Banyuwangi, Jakarta 31 Maret 1939, agama Islam, selaku Sekretaris Jenderal Partai Reformasi Tionghoa Indonesia, alamat jalan Cemara III Nomor 6 Pangkalan Jati Depok, demikian perkenalan kami. 4. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Jadi Saudara Pemohon ini merupakan sidang pertama dari perkara yang Saudara ajukan yaitu permohonan pengujian Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai politik terhadap

Undang-SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB

(5)

Undang Dasar 1945, ini Bapak-Bapak baru pertama kali sidang di Mahkamah Konstitusi?

5. PEMOHON :LAKSAMANA MADYA (Purn) SUMITRO Ya.

6. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Ya, jadi selamat datang dan proses persidangan di Mahkamah Konstitusi akan diawali dengan sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh Panel hakim untuk mengecek kelengkapan permohonan, kejelasan permohonan dan apabila di pandang perlu akan diberikan nasihat, masukan kepada Pemohon untuk penyempurnaan, jadi sehingga hari ini statusnya adalah Sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang dilakukan oleh Panel Hakim yang minimal terdiri dari tiga orang Hakim Konstitusi.

Untuk kepentingan pemeriksaan pendahuluan perkara ini, untuk mendengarkan kejelasan-kejelasan dari permohonan para Pemohon, saya persilakan Saudara Pemohon untuk menjelaskan permohonannya kepada Majelis, apa yang menjadi kepentingan atau kedudukan hukum dari Pemohon, pasal-pasal mana dari undang-undang yang dimohonkan pengujian itu yang dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan sebagainya. Untuk itu saya persilakan Saudara Pemohon untuk menjelaskan permohonannya, silakan.

7. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Terima kasih Yang Mulia,

Pertama kali mungkin saya nyatakan saya sebagai Warga Negara Indonesia punya kepentingan terhadap Undang-Undang Partai Politik karena saya sendiri mengalami sangat dirugikannya Undang-Undang Partai politik Nomor 31 Tahun 2002 ini. Pada saat reformasi bergulir itu kami bersama Bapak kawan itu mendirikan Partai Reformasi Tionghoa Indonesia tepatnya tanggal 5 Juni 1998, beberapa setelah kerusuhan yang menimpa kota Jakarta. Semangat kami adalah semangat untuk memberikan pendidikan politik khususnya untuk internal komunitas Tionghoa, eksternal menjelaskan mengkomunikasikan bahwasanya warga Tionghoa ini bagian dari bangsa Indonesia, oleh karenanya kita deklarasikan partai itu dan semangat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai politik mengakomodir aspirasi masyarakat pada saat itu dengan diberikannya “kemudahan”, memberikan keleluasaan untuk masyarakat siapapun sukunya, agamanya apapun, itu diberikan keleluasaan yaitu dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Oleh karenanya Partai Reformasi Tionghoa secara resmi terdaftar di

(6)

Departemen Kehakiman dan itu kita sudah daftarkan dan sudah diumumkan di dalam Berita Negara.

Tetapi pada perkembangannya Undang-Undang Partai politik itu diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 yang mensyaratkan partai politik itu baru sah kalau memiliki ½ dari jumlah provinsi kepengurusannya, ½ kabupaten/kota dan 25 persen dari jumlah kecamatan, ini jelas sangat memberatkan buat kami sebagai komunitas yang baru melek politik, baru mulai punya kepedulian dan diberikan kesempatan untuk memenuhi persyaratan untuk menjadi partai politik, oleh karenanya kami tidak mendaftar ulang berdasarkan Undang-Undang Partai Nomor 31 Tahun 2002, tetapi kami biarkan dan akhirnya dicabut/dibatalkan, ini yang menyebabkan kami sangat dirugikan.

Pada saat yang mulia Majelis Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara Nomor 5 Tahun 2007 yang membuka kesempatan bagi calon perorangan dan partai politik lokal, calon perorangan untuk menjadi pimpinan di daerah, itu menyemangati kami, “wah kalau begini kami juga bisa mengajukan uji materil tentang Undang-Undang tentang Partai Politik ini”, dengan dalih memang kami berkepentingan, kami dirugikan.

Kemudian mempelajari Undang-Undang Pemerintahan Aceh dengan Peraturan Pemerintah tentang Partai Politik lokal, sepertinya ini sangat baik tidak membahayakan keberadaan sebagai NKRI karena dasar dari partai politik lokal itu juga Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kemudian keberadaan partai ini juga untuk memperkokoh persatuan bangsa, jadi kami memberanikan diri untuk mengajukan ini walaupun pemahaman kami tentang undang-undang dan bersidang di Mahkamah Konstitusi ini baru pertama kali, tetapi niatan kami ini sepenuhnya adalah bukan hanya untuk kepentingan kami sendiri tetapi bagaimana bangsa ini diberikan pencerahan, reformasi ini tidak disalahartikan tetapi kami sangat yakin keberadaan partai politik ini tidak merugikan negara bahkan merupakan bentuk partisipasi masyarakat secara aktif di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya kami mengajukan ini dan kami sangat setuju bahwa partai politik untuk ikut Pemilu itu wajib dipersyaratkan, oleh karenanya kami juga sangat mendukung Putusan Mahkamah Konstitusi tentang threshold itu, itu juga kami juga sangat setuju. Partai politik untuk ikut Pemilu, bahkan kami menyarankan itu harus punya akar sampai ke tingkat kelurahan bukan sampai tingkat kecamatan, untuk menjadi saksi-saksi di TPS-TPS, untuk menghindari konflik-konflik dalam pemilihan, dalam perhitungan suara pemilih. Oleh karenanya saya melihat partai politik peserta Pemilu itu harus dibedakan dengan partai politik keberadaannya. Itulah saya kira Yang Mulia yang menjadi dasar daripada kami memberanikan diri di samping Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 tentang keberadaan calon perorangan, juga Undang-Undang Dasar 1945 itu jelas menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat, oleh karenanya bentuk-bentuk diskriminatif seperti partai lokal diperbolehkan di Aceh, kenapa tidak diperbolehkan juga di provinsi lain?

(7)

Karena kami melihat keistimewaan Aceh itu bukan sesuatu yang aneh di dalam diperbolehkannya partai politik lokal, itu merupakan sesuatu yang biasa dan menurut kami itu terobosan yang sangat baik dimana nanti partai politik nasional itu dapat bekerjasama dengan partai politik lokal, jadi aspirasi masyarakat daerah bisa tertampung, kemudian pada saatnya apabila kader-kader daerah ini ingin tampil di pentas nasional itu bekerjasama dengan partai politik nasional yang memang akarnya itu sudah mengakar sampai di tingkat kelurahan, demikian Yang Mulia sementara dari saya, terima kasih.

8. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S Ada tambahan Bapak Sumitro?

9. PEMOHON :LAKSAMANA MADYA (Purn) SUMITRO Terima kasih Yang Mulia,

Saya ingin menambahkan sedikit bahwa persyaratan mendirikan partai politik sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, menurut hemat kami bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (3), dimana tersebut tertulis setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, demikian tambahan kami Yang Mulia.

10. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Baik, jadi ini Bapak-Bapak ini mengajukan permohonan dalam kapasitas sebagai perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) ya, meskipun dalam data pribadi permohonan dikaitkan dengan jabatannya sebagai pimpinan Partai Reformasi Thionghoa Indonesia (PARTI), yang status badan hukumnya telah dibatalkan oleh Departemen Hukum dan HAM atau Departemen Kehakiman dulu. Kemudian yang dipersoalkan adalah ketentuan di dalam Undang-Undang Partai Politik—Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, khususnya pasal yang memuat ketentuan mengenai keharusan partai politik tersebar di sekian persen jumlah provinsi daerah itu. Dalam petitum-nya para Pemohon ini meminta agar ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (3) huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, begitu ya! Kemudian tapi ada lagi permohonannya itu dalam petitum-nya, petitum ketiga menyatakan eksistensi keberadaan partai lokal diberlakukan di seluruh wilayah Negara Kesatuan RI tanpa terkecuali.

Begini Saudara-Saudara Pemohon, jadi kewenangan Mahkamah Konstitusi memang salah satunya menguji konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal

(8)

permohonan Saudara ini adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, khususnya Pasal 2 ayat (3) huruf B. Kalau permohonan itu dikabulkan misalnya yang bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi adalah hanya menghapuskan bunyi pasal yang dimohonkan pengujian, mungkin kadang-kadang yang dihapuskan itu satu kata, dua kata tapi Mahkamah Konstitusi tidak bisa untuk merumuskan misalnya seperti yang Saudara minta, sebab partai politik lokal diberlakukan di wilayah seluruh wilayah RI. Ini tidak mungkin karena kita tidak bisa menambah kalimat baru, kata-kata baru, tapi kalau membuang itu bisa, munghapus bisa itu salah satu contoh dalam petitum, ini kesempatan. Jadi yang akan kami pakai di persidangan ini untuk melihat kejelasan-kejelasan dari permohonan dan nanti mungkin ada hal-hal yang perlu dinasihatkan oleh sidang ini. Untuk itu saya persilakan Bapak-Bapak Hakim, Bapak Siahaan atau Bapak Soedarsono kalau ada yang dinasihatkan untuk Pemohon ini, silakan.

11. HAKIM KONSTITUSI : MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Barangkali saya ingin sedikit dielaborasi sajalah oleh karena batu penguji yang dikemukakan Pemohon itu Pasal 28D, 28E ayat (3), Pasal 28I ayat (2) yang sesungguhnya itu merupakan hak-hak perseorangan, setiap orang tetapi menjadi kurang tegas bagi saya karena Pemohon sebagai perorangan sesungguhnya adalah mencoba menonjolkan legal standing daripada suatu recht persoon yang harus dibedakan tentunya antara untuk ikut Pemilu dan dengan apa yang dirumuskan dalam permohonan itu untuk ikut memperjuangkan, katanya di sini kebebasan berserikat, berkumpul. Jadi Pasal 28D itu kepastian hukum, jaminan prlindungan atas kepastian hukum. Pasal 28E ayat (3) hak atas kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, kemudian Pasal 28I ayat (2) terbebas atas perlakuan yang diskriminatif.

Pertanyaan ini tentunya menjadi harus lebih konkret Pak. Pemohon ini sekarang dalam posisi ini mewakili recht persoon apakah pernah haknya untuk berkumpul misalnya menjadi terganggu oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 ini sepanjang mengenai partai politik, terganggu atau tidak memperjuangkan kepentingan kelompok? Kemudian mengemukakan pendapat atau kalau boleh lagi misalnya melakukan suatu koordinasi tertentu dengan partai PARTI ini dengan tidak diverifikasi dan tidak ikut Pemilu. Saya kira memang ini yang harus dielaborasi lagi karena itu merupakan dua hal yang berbeda untuk ikut Pemilu dan untuk berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat, memperjuangkan kepentingan kelompok. Jadi pendirian partai itu saya kira bukan hanya dalam rangka untuk ikut Pemilu. Kalau dia tidak memenuhi syarat memang tidak ikut Pemilu.

Saya kira ini yang menurut saya perlu dipertanyakan, apakah memang sejak Pemohon tidak ikut verifikasi untuk ikut Pemilu karena syarat yang ditentukan itu ada hak Anda untuk berkumpul dan

(9)

mengeluarkan pendapat terganggu atau tidak. Kalau itu tidak tentu kemungkinan rumusannya sudah agak berbeda nanti, baik dalam kualifikasi Pemohon, perseorangan ini. Tapi Anda juga menjadi badan hukum sudah, recht persoon sebelum mendaftar untuk ikut partai politik sebagai yang ikut Pemilu, itu dua hal yang berbeda. Saya kira kalau badan hukumnya tidak dibubarkan, dibatalkankan? Oh, karena tidak ikut melakukan pendaftaran lagi. Ini yang harus dikonkretisasikan saya kira, karena hak-hak yang dikutip dalam Konstitusi itu adalah hak-hak perorangan, sementara hak yang Anda tuntut tentunya untuk ikut sebagai partai lokal adalah untuk ikut Pemilu atau Pemilu lokal. Bisakah nanti dikonkretkan lagi?

Terima kasih.

12. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Mungkin ada beberapa hal, ini Partai PARTI ya? Ini pada Pemilu 1999 juga tidak ikut ya?

13. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Tidak.

14. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S Tidak ikut. Apa tidak (…)

15. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Tidak ikut Pak.

16. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S Apa tidak ikut verifikasi?

17. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Verifikasi ikut.

18. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S Tidak lolos ya?

19. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Lolos, sebagai partai politik dia lolos (…)

(10)

20. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Sebagai partai politik lolos, tetapi untuk ikut Pemilu ada verifikasi? 21. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Karena memang prinsip kita Pak, mendirikan partai politik ini bukan harus segera ikut Pemilu, kita punya dream itu, itu hanya memberikan pendidikan politik, sarana pencerahan buat anggota.

22. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Iya itu sudah jelas. Kemudian pada saat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, Saudara memang tidak mendaftar ulang ya?

23. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Saya tidak mendaftar ulang, karena saya lihat undang-undang ini warnanya sudah bentuk daripada partai-partai besar yang mau membatasi keberadaan partai politik. Jadi saya tidak perlulah kita mendaftar. Jadi memang trend-nya waktu itu, kita lihat ke situ. Yang Mulia saya katakan, kita timbul keberaniannya lagi pada saat Mahkamah Konstitusi memberikan putusan tentang calon perorangan, ditambah para pengamat itu melihat kalau partai perorangan oke, kenapa partai lokal tidak boleh? Kita juga pelajari Undang-Undang Pemerintah Aceh dengan peraturan pemerintahnya tentang partai politik lokal, itu hubungan partai politik lokal dengan nasional itu sangat baik. Kenapa ini tidak diterapkan? Jadi kembali lagi Pak, kita tahu persis, kita ke sini ini adalah pribadi. Tetapi kita juga perlu menceritakan sejarah, kita mengalami itu. Bapak katakan sebagai partai politik yang sudah kita siapkan, kita siap mengkader, kita mulai merancang, kemudian beberapa tahun kemudian keluar peraturan seperti ini. Saya lihat tidak ada alasan yang kuat, kalau partai politik kita lahir kemudian mau ikut Pemilu, itupun saya tidak happy. Tidak boleh partai yang baru lahir itu terus kemudian ikut Pemilu. Dia harus mengadakan sosialisasi, mungkin sepuluh tahun, dua puluh tahun, bahkan target kita dari PARTI ini 30 tahun. Tidak perlu ikut Pemilu, yang penting kesadaran politik tentang hak-haknya itu bisa kita lakukan melalui partai politik. Karena memang biasanya kita hanya di bidang ekonomi akan sulit berkomunikasi dengan orang-orang politik. Tapi dengan adanya Partai Reformasi Tionghoa kita pernah diundang ke kelompok mahasiswa, kelompok-kelompok di luar Tionghoa dan kita hadir dan kita dalam diskusi itu terjadi kesamaan pandang bagaimana membangun bangsa.

Jadi saya lihat ini sangat bagus tetapi tatkala undang-undang ini diubah menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, kemudian kita

(11)

dicabut sebagai partai politik kita kembali kepada habitat lama. Nah di situ Pak, jadi bukan hanya ingin kalau menurut hemat kami bukan hanya ingin ikut Pemilu, tetapi eksistensi sebagai partai politik ini kok masih dibatasi gitu. Dan itulah dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar 1945, kebebasan berserikat bentuk-bentuk diskriminasi. Diskriminasi itu mungkin saya lebih kepada, bukan karena kita komunitas Tionghoa. Tetapi kalau Aceh boleh ada partai politik lokal, kenapa daerah lain tidak boleh? Karena saya melihat baik Undang-Undang Pemerintahan Aceh maupun Peraturan Pemerintah tentang Partai Politik Lokal itu tidak membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena persyaratan Partai Politik Lokal itu asas Pancasila, memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, itu menjamin. Bahkan mensinergikan hubungan antara partai politik lokal itu dengan nasional. Di sana dikatakan seorang warga negara boleh memiliki dua kartu anggota, sebagai anggota partai politik lokal dan nasional. Ini menurut saya sangat baik dan tidak ada alasan lagi aspirasi daerah itu tidak terpenuhi. Karena saya melihat Pak, kalau ada sejuta orang memiliki aspirasi yang sama di satu daerah tidak mungkin tersalurkan karena kita lihat sekarang bukan rahasia lagi Pak, partai politik nasional itu dalam merekrut Pilkada itu kader-kadernya, itu bukan sesuai dengan keinginan daerah, masyarakat daerah. Tetapi lebih kepada siapa yang bisa bayar. Itu bukan rahasia lagi Pak dan saya kira itulah angin segar yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi tadi tentang calon perseorangan itu, itu merupakan terobosan dalam Konstitusi dan menurut saya ini harus diikuti dengan dibolehkannya partai politik lokal di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Saya kira demikian Pak, terima kasih.

24. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S Silakan Pak Soedarsono.

25. HAKIM KONSTITUSI : SOEDARSONO, S.H. Terima kasih Pak Ketua.

Saudara Pemohon, tadi sudah dinasihatkan oleh Ketua Sidang mengenai petitum atau permohonan yang angka 3, mudah-mudahan sudah jelas Saudara ya! Kemudian saya bertanya atau minta kejelasan karena sidang ini untuk kelengkapan dan kejelasan permohonan.

Kalau Saudara minta atau mohon Pasal 2 ayat (3) huruf B dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 itu untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, apakah itu tidak bisa diartikan bahwa andaikata permohonan Saudara itu dikabulkan justru malah menjadi terdapat kekosongan hukum, dalam arti tidak ada syarat apapun untuk mendaftar atau untuk didaftar. Yang kedua, apakah Saudara

(12)

berpikiran atau berpendapat dengan dikabulkannya permohonan Saudara ini terus setiap orang akan bebas mendirikan partai lokal?

Tolong dijelaskan!

26. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Terima kasih Yang Mulia.

Saya pikir, saya bukan ahli hukum Pak. Ini kita pelajari dari Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi ditambah Undang-Undang Dasar 1945 ini, makanya kita susun seperti ini Pak.

Kalau tentang kekosongan hukum, saya berpendapat kalau itu dibatalkan, otomatis diberlakukan pasal persyaratan politik sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 dimana saya pahami saat itu suasana reformasi Pak, itu begitu menggebu oleh karenanya dilahirkan undang-undang yang bisa menyerap aspirasi masyarakat. Saya kira tidak akan ada repotnya dan bahayanya kalau masyarakat ini semua concern terhadap kehidupan kebangsaan dengan mendirikan partai politik sesuai persyaratan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Karena undang-undang itu kita pahami nuansanya, suasana kebatinannya masih sangat reformis. Tetapi pada saat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dimana anggota DPR yang dilahirkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 itu, itu lebih punya pesanan-pesanan untuk membatasi. Ada kebingungan terlalu banyaknya partai politik. Saya melihat ini karena tidak dibedakannya Undang-Undang Partai Politik dengan Undang-Undang Partai Politik Peserta Pemilu. Sekarang ini Pak kalau mau ikut Pemilu di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 itu, itu harus 50%, bukan 50%. 2/3 provinsi, 2/3 kabupaten, 50% kecamatan.

Saya sangat setuju, kalau untuk ikut Pemilu, bahkan saya katakan di kelurahan perlu dipersyaratkan. Supaya dalam TPS-TPS itu partai politik yang ikut Pemilu itu punya wakil-wakilnya, kadernya dalam memperhitungkan suara itu tidak bisa lagi complaint, tidak ada lagi kekeliruan.

27. HAKIM KONSTITUSI : SOEDARSONO, S.H.

Ya, itu sudah Saudara jelaskan tadi, hanya yang ingin saya tanyakan, andaikata dengan dikabulkan permohonan anda itu apakah terus setiap orang bebas untuk mendirikan partai lokal, itu yang saya tanyakan.

28. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Saya punya keyakinan Pak untuk Parpol lokal ini juga persyaratannya itu harus ada. Persyaratannya itu mungkin—tadi saya katakan Pak, kalau di Jakarta Pak, saya yakin partai bisa jadi partai

(13)

lokal yang eksis, karena tidak susah ini, di Jakarta kesadaran politik masyarakatnya itu lebih tinggi ketimbang yang sekarang masih ada di daerah-daerah.

29. HAKIM KONSTITUSI : SOEDARSONO, S.H.

Nah, kemudian persayaratan itu ditaruh di mana? 30. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Mungkin karena sekarang sedang dibuat ini Pak Undang-Undang Partai Politik di DPR, makanya saya juga bergembira Pak, ini bisa di sidang sekarang ini, mudah-mudahan besok pada saat anggota dewan, khususnya Komisi II yang sedang merancang Undang-Undang Partai Politik ini bisa dihadirkan, Pemerintah juga bisa dihadirkan, jadi nanti (...)

31. HAKIM KONSTITUSI : SOEDARSONO, S.H. Jadi maksud Saudara mendahului ya? 32. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Ya.

33. HAKIM KONSTITUSI : SOEDARSONO, S.H.

Jadi Saudara tidak mengajukan legislative review ke DPR, tetapi justru mendahului dengan mengajukan judicial review di sini, siapa tahu di sini nanti dikabulkan dan mempengaruhi pendapat di DPR begitu? 34. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Saya pikir begitu Pak karena DPR itu harus mendengar Putusan Mahkamah Konstitusi.

35. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Ya, jadi menyambung yang dikemukakan Bapak Hakim Soedarsono. Yang Saudara minta Pasal 2 ayat (3) huruf B?

36. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Ya.

(14)

37. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Jadi Pasal 2 ayat (3) ini, ada huruf A, ada huruf B, ada huruf C, ada huruf D. Jadi kalau misalnya, berandai-andai dikabulkan itu, yang ada tentu saja tinggal pasal, tidak kembali ke Undang-Undang 2 Tahun 1999, tapi yang tersisa adalah Pasal 2 ayat (3) huruf A memiliki akta notaris dan seterusnya. Memiliki nama, lambang, dan seterusnya dan mempunyai kantor tetap. Jadi ketentuan tentang sebaran tentang kepengurusan dalam Pasal 2 ayat (3) huruf B itu tidak ada, ini yang mirip. Jadi tidak kembali ke undang-undang lama, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 mirip dengan undang-undang itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 dimana dalam Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Parpol itu tidak ada ketentuan tentang sebaran kepengurusan yang akibatnya partainya banyak sekali pada tahun 1999 itu.

38. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Ya, 140 partai Pak.

39. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Ya lebih, kemudian yang disahkan, ada yang kemudian dibatalkan ya. Tetapi Saudara tidak, ketika ada undang-undang baru itu tidak daftar ulang, sudah menyerah dulu sebelum dicoba begitu?

40. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Bukan menyerah Pak.

Saya lihat ada ketidakadilan dan tidak rasional begitu, partai politik baru buat partai sudah harus punya sebaran pengurus sampai ke tingkat-tingkat kecamatan begitu.

41. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Baik, kemudian saya ingin mengingatkan bahwa pasal ini sebetulnya pernah diajukan atau pernah menjadi perkara di Mahkamah Konstitusi. Kalau tidak salah ada Pemohon yang pernah mempersoalkan ini, kalau tidak salah Pak Agus Miftah yang dulu Ketua Umum Partai PARI atau apa itu kalau tidak salah itu, yang dalam perkara nomor kalau tidak salah tahun 2004 yang juga mempersoalkan tentang ini, karena partai itu ikut Pemilu tahun 1999 tetapi kemudian tidak lolos verifikasi sebagai Parpol. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 sehingga mempersoalkan salah satunya adalah pasal ini, tetapi kemudian permohonan waktu itu ditolak. Dalam hal yang demikian ada ketentuan di dalam Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah

(15)

Konstitusi yang bunyinya saya bacakan, “terhadap materi muatan ayat, pasal, dan atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali”.

Kemudian ada Peraturan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang, kalau tidak salah ada pada Pasal 42 bahwa suatu undang-undang, ke pasal atau ke bagian undang-undang yang pernah dimohonkan pengujian dan telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi itu ada kemungkinan dapat diajukan kembali, tetapi dengan argumentasi-argumentasi baru yang akan dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi kemungkinan itu, artinya alasan konstitusionalitasnya harus tidak sama dengan permohonan yang lama. Oleh karena itu nanti para Pemohon saya persilakan nanti untuk menghubungi ke Kepaniteraan untuk mungkin minta copy putusan perkara yang terkait ini, untuk dipelajari dan dilihat apa argumentasi-argumentasinya itu sama atau tidak dengan yang Saudara ajukan.

Memang sepintas ada hal baru, yaitu Saudara sebetulnya menghendaki seluruh jiwa permohonan itu adanya kebebasan mendirikan partai politik lokal. Artinya Anda ingin switch dengan partai yang boleh saya katakan partai yang Saudara pimpin itu partai dalam tanda petik karena sebagai badan hukum sudah dibatalkan. Artinya kalau tidak ada itu, tidak ada ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf B itu ada pintu yang tercerah kalau tidak, kemungkinan partai politik lokal di berbagai tempat. Karena saya ingin mengingatkan bahwa dalam perkembangan kita Parpol lokal itu memang terkait dengan adanya otonomi khusus di Aceh dan sebetulnya juga di dalam Otsus Papua. Ini nanti yang perlu Anda pelajari betul meskipun kalau Anda menyebut Tahun 1955 memang di sana sebetulnya Parpol lokal itu pernah ada. Dulu ada Partai Dayak, ada Partai Sunda dan sebagainya.

Jadi dalam persidangan pendahuluan ini adalah hal yang perlu diperbaiki. Jadi Anda harus tegas bahwa Pemohonnya dalam kapasitas sebagai perorangan, perorangan Warga Negara Indonesia jadi bukan dalam kapasitas badan hukum, karena badan hukum partai politik Anda sudah batal. Tentang Partai Reformasi Tionghoa ini, partai ini sebagai ilustrasi saja, sebagai argumen saja bahwa Anda pernah memimpin partai itu yang karena adanya ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf B ini menyebabkan partai itu tidak lagi eksis sebagai Parpol, tetapi Pemohonnya adalah sebagai perorangan yang pernah memimpin partai yang terpaksa eksistensinya habis karena adanya undang-undang, jadi paling tidak itu sebagai korban dari adanya undang-undang.

Demikian juga partai politik lokal itu memang juga ada persyaratan, karena di Aceh itu juga ada persyaratan harus tersebar di 50% kota/kabupaten di Aceh. Setiap kota/kabupaten juga tersebar di sekian persen kecamatan di Aceh, jadi itu juga tentu itu. Jadi seluruh hak-hak konstitusionalnya yang ada di dalam Undang-Undang Dasar itu harus dikaitkan dengan kapasitas sebagai warga negara yang pernah mendirikan partai politik, tetapi yang kemudian mengalami kendala oleh

(16)

undang-undang, jadi alat-alat bukti yang terkait dengan Partai Reformasi Tionghoa itu sebagai alat bukti bahwa pernah memimpin partailah paling tidak tetapi kemudian eksistensinya hilang karena adanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 khususnya keharusan penyebarannya itu. Kemudian juga harus ada argumentasi baru yang terkait apa yang tadi saya kemukakan, yaitu bahwa perkara ini, pasal ini telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu Saudara perlu menghubungi Kepaniteraan untuk mendapatkan copy putusan perkara itu sehingga akan dilihat, kalau ternyata argumentasinya sama, ya tidak perlu diajukan lagi perkara ini.

Kemudian yang ketiga, tadi pada petitum. Mahkamah Konstitusi tidak mungkin untuk men-declare bahwa Parpol lokal harus ada di seluruh Indonesia, itu tidak mungkin. Yang mungkin itu kita menghapuskan suatu pasal atau bagian dari pasal, mungkin hanya satu kata atau seluruh undang-undang, itu yang mungkin dibatalkan sama sekali, tetapi membuat rumusan baru menyatakan sesuatu yang sama sekali baru juga tidak mungkin, itu yang ingin kami nasihatkan dan mohon nanti beberapa hal yang disampaikan oleh Bapak Hakim Siahaan dan Bapak Soedarsono diperhatikan. Mungkin sebelum, saya ingin tanya apakah sudah cukup jelas dengan beberapa hal yang kami sampaikan Saudara Pemohon?

42. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Kalau tentang sudah pernah Yang Mulia, memang Agus Miftah ini teman kita juga waktu mendirikan partai itu bareng, mungkin agak berbeda sedikit yang mereka permasalahkan itu tidak sahnya hasil KPU, itu dia mempermasalahkan itu. Kemudian mereka-mereka ini mengajuka judicial review setelah mereka ditolak sebagai Parpol peserta Pemilu kemudian. Jadi mereka mengajukan itu, kalau konteks kita mungkin kita berbeda, kita tidak kaitkan dengan pengesahan Pemilu. Saya waktu itu tahu benar ini, hampir semua pimpinan partai itu untuk diminta menjadi saksi.

Agus Miftah yang mengajukan dengan partainya kemudian Bambang Sulistomo ada beberapa orang itu dijadikan saksi, hanya yang dia mau klaim itu tidak sahnya, karena mereka itu sebagai anggota KPU itu tidak menandatangani hasil Pemilu, itu yang dia yang pertama kali klaim, baru keduanya itu mereka complaint tidak bisa ikut Pemilu lagi. Jadi persyaratan partai sebagai partai itu bukan arahnya ke situ, dia lebih kepada ketidaksahan itu hasil Pemilu karena mereka selaku anggota KPU tidak menandatangani, tetapi saya terima kasih nanti saya akan lebih pelajari nomor perkara ini. Hanya saya masih ingat betul itu, saat itu yang mereka fokuskan itu, satu tidak sah, karena mereka ini semua saksi-saksi ini juga sebagai anggota KPU tidak menandatangani. Waktu itu Pak Rudini sebagai Ketua KPU, itu satu hal. Kedua, yaitu

(17)

mereka setelah verifikasi tidak lolos, dinyatakan tidak lolos, baru ramai-ramai complaint tentang keberadaan persyaratan Parpol itu.

Dan mungkin bukan arahnya ke situ, itu arahnya yang 2/3, 2/3, dan 50 Yang Mulia, jadi bukan arah pendirian partai politik. Kalau kita ini lebih kepada, bukan hanya kepentingan kita partai, tetapi saya melihat kepentingan warga negara di era reformasi ini lebih banyak yang ikut terlibat di dalam politik, punya pemahaman tentang politik kebangsaan itu dengan memperkuat NKRI Undang-Undang Dasar 1945, Kebhinekaan, itu jalannya pemerintahan itu makin bagus, partisipasi masyarakat ini harus di dorong dan dibina. Tentang tadi petitum tiga itu, sebetulnya kita lebih mempelajari keputusan tentang calon perorangan, dimana Mahkamah Konstitusi itu untuk mengisi kekosongan hukum itu memberikan kewenangan KPUD untuk menentukan. Saya juga mengharapkan, mengisi kekosongan undang-undang yang dicabut ini tentang eksistensi partai ini kalau belum memenuhi di tingkat nasional ya yang lokal sebagaimana Aceh diberlakukan kenapa tidak di berlakukan di seluruh, itu saja sebetulnya harapan kita masukan, ya mudah-mudahan—terima kasih.

43. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Jadi nanti baca di putusan, karena argumentasi Agus Miftah juga terkait kebebasan berserikat, berkumpul juga yang seperti Anda pakai, tapi mungkin Bapak Sumitro mungkin ada yang ingin disampaikan? Tambahan?

44. PEMOHON : LAKSAMANA MADYA (Purn) SUMITRO Terima kasih Yang Mulia, cukup jelas.

45. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Jadi, Pemohon mempunyai waktu empat belas hari untuk memperbaikinya permohonan ini, itu paling lama. Jadi kalau tidak sampai empat belas hari sudah selesai perbaikannya, tentu lebih baik. Jadi undang-undang memberi kesempatan empat belas hari untuk perbaikan-perbaikan, jadi nanti jangan campur aduk misalnya karena Pemohon dalam pengujian undang-undang itu bisa perorangan Warga Negara Indonesia, bisa badan hukum publik atau privat termasuk partai politik sebagai badan hukum berhak. Seperti yang diputus kemarin itu tiga belas partai politik tapi dalam kapasitas sebagai partai politik sebagai badan hukum ya? Itu nanti perlu penjelasan sehingga menjadi jelas posisi Saudara sebagai warga negara perorangan, jadi itu nanti diperbaiki termasuk petitum, kemudian juga argumentasi-argumentasi baru sehubungan dengan pernah diputusnya karena pasal ini pernah dimohonkan yang akhirnya ditolak juga.

(18)

Jadi itu saya kira apakah Saudara Pemohon sudah jelas? Pemohon ada yang ingin disampaikan?

46. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Ya, hanya sedikit saran yang saya melihat itu sumpah dan janji untuk agama Budha itu yang saya lihat yang ada di tata cara beracara itu mungkin berbeda, kebenaran saya beragama Budha. Di sini saya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975, sumpah janji pegawai negeri sipil, buat yang beragama Budha itu Demi Sang Hyang Adi Budha, jadi berbeda dengan itu, hanya itu saja saran saya, terima kasih.

47. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Baik, terima kasih dan nanti tolong itu teks sumpah atau janji diserahkan ke Panitera supaya, karena kebetulan kami mungkin tidak ada yang beragama Budha jadi kami sangat berterima kasih sebagai masukan untuk memperbaiki sumpah/janji ini, meskipun Budha ada yang berbeda-beda, itu sama tidak antara yang aliran-aliran itu?

48. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA

Saya kira kalau aliran-aliran memang banyak hanya ini yang distandarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21, terima kasih. 49. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Baik, terima kasih nanti dimasukkan saja Pak Lius ya? Apakah masih ada lagi yang ingin disampaikan?

50. PEMOHON : LIEUS SUNGKHARISMA Cukup.

51. KETUA : Prof. ABDUL MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S

Nah, jadi sekali lagi Anda Pemohon mempunyai waktu empat belas hari untuk perbaikan-perbaikan sesuai saran-saran kami dan kalau tidak ada lagi yang ingin disampaikan maka dengan demikian sidang panel untuk pemeriksaan pendahuluan ini saya nyatakan cukup dan sidang kami tutup.

KETUK PALU 3X

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian berkaitan dengan pokok perkara, pokok perkara sebagaimana dinasihatkan pada persidangan sebelumnya bahwa kami telah mencoba merinci—sesuai dengan kemampuan kami, semaksimal

Jadi sesuai dengan yang kami sudah-sudah sebetulnya kami merancang tapi karena memang pada permohonan pertama dulu memang seperti itu rencananya, tapi karena bukan kewenangan

Karena DPR sebagai lembaga negara yang membentuk undang-undang dalam mekanisme demokrasi yang wajib memberi keterangan di depan MK dalam hal adanya permohonan

Akan tetapi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, di dalam Pasal 77A

Dalam pengajuan permohonan ini Pemohon tidak menyampaikan dalil-dalil hukum yang rumit atau teori hukum yang sulit dan canggih karena menurut hemat Pemohon apa yang menjadi

Di dalam kesempatan sidang yang terhormat ini izinkan saya selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional menyampaikan beberapa perspektif penting kepada yang mulia Majelis Hakim, berkaitan

(4) Mahasiswa hanya dapat mengikuti ujian akhir semester suatu mata kuliah dan/atau praktikum apabila telah mengikutinya sekurang-kurangnya 80% dari semua

H0: Tidak ada hubungan antara Pelaksanaan event CSR “Kunjungan Posyandu Telon Cap Lang” di Posyandu Cempaka 1, Kedoya Utara, Rt.09 Rw.02, Jakarta Barat terhadap pembangunan