• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN PEMERAHAN DAN PENYIMPANAN ASI SEBAGAI INTERVENSI DALAM MENGATASI MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN

PEMBERIAN ASI PADA KELUARGA BAPAK D DI KELURAHAN SUKATANI, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

MARIA L. A. NAIBAHO 0906564132

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS

DEPOK JULI 2014

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

MANAJEMEN PEMERAHAN DAN PENYIMPANAN ASI SEBAGAI INTERVENSI DALAM MENGATASI MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN

PEMBERIAN ASI PADA KELUARGA BAPAK D DI KELURAHAN SUKATANI, DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

MARIA L. A. NAIBAHO 0906564132

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan berkat sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini. Penulisan KIA-N ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar perawat (Ners) pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa dalam penulisan KIA-N ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan, bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pembimbing, Wiwin Wiarsih, S.Kp., M.N atas segala pengarahan dan bimbingannya yang telah diberikan selama proses pembuatan KIA-N ini. Saya berterima kasih kepada keluarga dan sahabat yang senantiasa membantu dan mendoakan saya selama ini. Saya juga berterima kasih pada teman-teman peminatan komunitas di Kelurahan Sukatani, khususnya RW 01 Sukatani yang telah memberi dukungan dan membantu dalam menyelesaikan KIA-N ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yesus Kristus berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIA-N ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juli 2014

(6)
(7)

ABSTRAK Nama : Maria L. A. Naibaho, S.Kep Program Studi : Profesi Ners

Judul : Manajemen Pemerahan dan Penyimpanan ASI sebagai Intervensi dalam Mengatasi Masalah Ketidakefektifan Pemberian ASI pada Keluarga Bapak D di Kelurahan Sukatani, Depok

ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Namun masih banyak ibu yang memberikan susu formula pada bayinya meskipun produksi ASI yang dimiliki cukup. Ibu muda memiliki kemampuan memproduksi laktasi yang lebih baik. Sayangnya ibu muda seperti remaja mudah terpengaruh lingkungan karena masa transisi yang sedang dialaminya sehingga tanggung jawab dalam mengasuh anak sering diabaikan. Karya ilmiah ini ditulis untuk melaporkan asuhan keperawatan dengan ketidakefektifan pemberian ASI dan mengidentifikasi pengaruh tindakan keperawatan “pemerahan dan penyimpanan ASI”. Hasil yang diperoleh, ibu F mampu memberikan ASI lebih sering pada bayinya dan mengurangi penggunaan susu formula. Ibu F diharapkan dapat lebih meningkatkan pemberian ASI.

(8)

ABSTRACT Name : Maria L. A. Naibaho, S.Kep Study Program : Profesi Ners

Title : Pumping and Storing Breastmilk as an Intervention in Ineffective Breastfeeding Diagnosis in Family of Mr. D in Sukatani, Depok

Breast milk is the best nutrition for babies. But there’re still many mothers who formula feed their babies with formula’s production. Young mothers have the ability to produce a better lactation. Unfortunately the young mothers as adolescents easily influenced by the environment because she was in a transition period so that the responsibility of parenting is often overlooked. This paper was written for the reported ineffectiveness of nursing care to identify the effect of breast feeding and nursing actions " pumping and storing breastmilk ". The results is that Mrs F was able to breast-feed her baby more often and reduce the use of infant formula.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN SAMPUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv KATA PENGANTAR ……… ... v ABSTRAK ... vii ABSTRACT ... viii DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 9 1.3 Tujuan Penulisan ... 10 1.3.1 Tujuan Umum ... 10 1.3.2 Tujuan Khusus ... 11 1.4 Manfaat Penulisan ... 11 1.4.1 Keluarga ... 11 1.4.2 Pendidikan Keperawatan ... 11 1.4.3 Pelayanan Keperawatan ... 11 1.4.4 Penelitian Selanjutnya ... 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori dan Konsep Perkotaan /Urban Nursing ... 13

2.1.1 Teori dan Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ... 13

2.1.2 Masalah Ketidakefektifan Pemberian ASI Eksklusif yang Terjadi di Perkotaan ……… 14

2.2 Tahap Tumbuh Kembang Keluarga dengan Bayi ... 15

2.2.1 Keluarga dengan Bayi ... 15

2.2.2 Bayi sebagai Agregat at Risk ... 16

2.2.3 Peran Perawat Keluarga ... 17

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Bayi ... 19

2.3.1 Pengkajian Keluarga ... 20

2.3.2 Diagnosis Keperawatan ... 22

2.3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan ... 23

2.3.4 Implementasi Keperawatan ... 23

2.3.5 Evaluasi Keperawatan ... 26

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga ... 29

3.2 Diagnosis Keperawatan ... 32

(10)

3.4 Implementasi Keperawatan ... 33

3.5 Evaluasi Keperawatan ... 34

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP dan Konsep kasus terkait ... 38

4.2 Analisis Intervensi Manajemen Pemerahan dan Penyimpanan ASI sebagai Intervesi Unggulan dengan Konsep dan Penelitian terkait ………. 40

4.3 Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan ... 43

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 45 5.2 Saran ... 47 5.2.1 Keluarga ... 47 5.2.2 Puskesmas/Perawat Komunitas ... 47 5.2.3 Masyarakat ... 47 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel 2.1 Sumber data pengkajian keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003)

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian Keluarga Lampiran 2 Skoring Masalah

Lampiran 3 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga Lampiran 4 Catatan Perkembangan

Lampiran 5 Evaluasi Sumatif

(13)

1.1 Latar Belakang

Kesehatan perkotaan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan karena tingkat perkembangan penduduk kota di Indonesia sangat pesat. Munculnya masalah kesehatan pada masyarakat di perkotaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain budaya pada penduduk yang heterogen, gaya hidup masyarakat perkotaan, mata pencaharian lebih beragam dengan faktor risiko yang lebih bervariasi, jenis bahan makanan dan minuman yang diolah lebih variatif agar menarik, penggunaan kebutuhan sehari-hari lebih instan (tidak alami) dibandingkan pemenuhan kebutuhan masyarakat pedesaan serta tuntutan kebutuhan media komunikasi lebih dominan. Faktor-faktor tersebutlah yang dapat menyebabkan munculnya masalah kesehatan di perkotaan (Allender & Spradley, 2010).

Beberapa usaha yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi masalah kesehatan perkotaan, baik secara lokal maupun global. Di Indonesia sendiri, Departemen Kesehatan membangun rencana yang disebut dengan Rencana Strategis Departemen Kesehatan, yang diperbaharui setiap empat tahun. Pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk mencapai tujuan tersebut. Sasarannya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, tujuan pembangunan kesehatan global salah satunya adalah dengan mengurangi angka kematian bayi (AKB). Millenium Development Goal’s (MDG’s) atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB pada September 2000 untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu: (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, (2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua, (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4)

(14)

penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, (7) Kelestarian lingkungan hidup, dan (8) Membangun kemitraan global dalam pembangunan (Kusmiran, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mencapai sasaran keempat dan kelima salah satunya adalah dengan peningkatan pemberian Air Susu Ibu (ASI). World Health

Organization/United Nations Children’s Fund (WHO/UNICEF), pada tahun 2003

melaporkan bahwa 60% kematian balita langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi dan 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak. Oleh karena itu pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak merupakan hal yang penting. Terkait dengan hal tersebut, WHO/UNICEF dalam Global Strategy on Infant and Young Child Feeding tahun 2002, merekomendasikan bahwa pola makan terbaik untuk bayi dan anak sampai usia 2 (dua) tahun adalah: inisiasi menyusu dini dalam 30 sampai 60 menit setelah bayi lahir; memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan; mulai memberikan makanan pendamping ASI sejak bayi berusia 6 bulan; dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia dua tahun atau lebih.

Sepakat dengan WHO, pemberian ASI secara eksklusif menurut Departemen Kesehatan RI, melalui Keputusan Menteri Kesehatan No: 450/Menkes/SK/IV/2004 yaitu pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia adalah sejak lahir sampai dengan bayi berumur 6 bulan, dan semua tenaga kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Indonesia sebagai salah satu anggota PBB, memiliki dan ikut melaksanakan komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) sebagai bagian dari generasi muda negara kesatuan Republik Indonesia juga ikut serta mendukung komitmen pemerintah tersebut. Program dan kegiatan yang sedang dilaksanakan Mahasiswa FIK UI bertujuan untuk mencapai target MDG’s terutama

(15)

dalam bidang kesehatan melalui praktik profesi Keperawatan Komunitas yang sedang berlangsung di Kelurahan Sukatani, Kecamatan Cimanggis Depok saat ini.

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi karena merupakan makanan alamiah yang sempurna, mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan, kekebalan dan mencegah berbagai penyakit serta membantu meningkatkan kecerdasan bayi, aman dan terjamin kebersihannya karena langsung diberikan pada bayi agar terhindar dari gangguan pencernaan seperti diare, muntah dan sebagainya (WHO,2002) (Depkes, 2002). Air Susu Ibu (ASI) dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal (Perinasia, 2004). Pencapaian ASI Eksklusif masih kurang, hal ini berdasarkan data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan hanya 64%. Persentase ini kemudian menurun cukup tajam menjadi 46% pada bayi berumur 2-3 bulan dan 14% pada bayi berumur 4-5 bulan (KBI, 2005).

Penelitian WHO tahun 2006 tentang pemberian ASI eksklusif (<6 bulan) di beberapa negara menunjukkan bahwa prevalensi pemberian ASI eksklusif di negara-negara kurang berkembang sebesar 37%, negara berkembang sebesar 48%, dan angka dunia sebesar 45%. Hal ini menggambarkan bahwa prevalensi pemberian ASI eksklusif masih rendah dan praktek pemberian MP-ASI dini di negara-negara tersebut masih tinggi (Willians & Wilkins, 2006). Sedangkan survei di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Russ Laboratories Mother dan NHANES-III pada tahun 2005 tentang ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayi mereka sampai umur 6 bulan menggambarkan bahwa ibu-ibu yang melahirkan di RS dan memberikan ASI pada bayinya adalah sebesar 69,5% dan diamati secara longitudinal, dari 695% responden, yang memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan adalah sebesar 32,5%. Dari

(16)

angka tersebut berarti 67,5% dari ibu-ibu yang memberikan ASI sudah melakukan praktek pemberian MP-ASI dini (Frances, et al, 2006).

Penelitian Gareth Jones (2009), mengemukakan bahwa menyusui dapat mencegah 13% kematian balita, sedangkan Karen M. Edmond (2006), dalam penelitian di Ghana menyatakan bahwa 16% kematian neonatus dapat dicegah bila bayi mendapat ASI pada hari pertama, dan angka tersebut meningkat menjadi 22% bila bayi melakukan inisiasi menyusu dini dalam 1 jam pertama setelah lahir. Hasil studi WHO melalui Multicentre Growth Reference Study (MGRS) yang diselenggarakan di 6 negara (Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman dan AS) dengan sampel 1737 bayi 0-24 bulan (baduta) diperoleh gambaran bahwa 50,77% di antaranya tetap diberikan ASI eksklusif dan 49,23% baduta sudah diberikan MP-ASI sebelum berusia 6 bulan (Basuni, 2008).

Di Indonesia, Hartono (2007) meneliti tentang hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan di Makassar, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan. Dengan diberikannya ASI eksklusif pada bayi sampai dengan usia 6 bulan maka bayi tersebut akan mendapatkan asupan gizi yang baik sehingga status gizinya akan menjadi baik pula. Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di Semarang oleh Harjanti (2007) menunjukkan bahwa hanya 11.4% perawat yang memberikan ASI Eksklusif pada bayinya, sementara 88,6% perawat sisanya tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya.

ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun masih banyak ibu menyusui yang melupakan keuntungan menyusui. Selama ini masih banyak ibu yang memberikan susu formula pada bayinya, meskipun produksi ASI yang dimiliki cukup untuk bayi. Kalau hal yang demikian terus berlangsung, hal ini dapat menjadi ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dari peningkatan

(17)

menyusui yang kurang mendukung, faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, gencarnya promosi susu formula, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PASI, kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI cukup untuk bayinya dan ibu yang bekerja (Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI).

Keluarga merupakan salah satu faktor penentu status kesehatan bayi. Keluarga memiliki peranan yang penting bagi peningkatan dan pengawasan status kesehatan bayi. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar keluarga dapat menungkatkan status kesehatan bayi di rumah. Kontribusi asuhan keperawatan keluarga akan mendukung terciptanya kemandirian keluarga dalam meningkatkan status kesehatan bayi (Hidayati, 2011). Keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan dan proses terapeutik pada setiap tahap sehat dan sakit pada setiap anggota keluarganya, sepeti mulai dari keadaan sehat hingga diagnosis, tindakan hingga penyembuhan. Keluarga mempunyai peranan dalam memenuhi nutrisi pada bayi karena keluarga yang melakukan pemulihan sampai kondisi anak membaik (Widyatuti, 2011). Pemahaman keluarga tentang tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar keluarga bisa memenuhi kebutuhan nutrisi bayi secara tepat.

Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan asuhan keperawatan keluarga pada masyarakat perkotaan dalam mengelola keluarga dengan ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi. Praktik penulis diawali dengan melakukan screening saat pertemuan pertama yang dilakukan bersama ketua RT dan kader di RW 01 Kelurahan Sukatani, dan mulai mengkaji pemberian ASI pada ibu-ibu hamil dan menyusui di dalam keluarga yang akan menjadi keluarga kelolaan. Asuhan keperawatan keluarga dilakukan pada keluarga Ibu F selama tujuh minggu bertempat di RT 007 RW 01 Kelurahan Sukatani Kecamatan Tapos Kota Depok. Keluarga Ibu F (15 tahun) dan Bapak D (24 tahun) memiliki seorang anak yang masih bayi yaitu An G (27 hari). Keluarga Ibu F merupakan keluarga nuclear family dan memiliki masalah

(18)

Ibu F merupakan entry point dalam asuhan keperawatan status partum P1A0, dengan riwayat pernah mencoba melakukan abortus pada saat kehamilan 4 bulan dengan mengkonsumsi minuman bersoda dan buah nanas dalam jumlah yang banyak, namun tidak berhasil. Saat ini Ibu F tampak sehat dan segar, serta mengatakan sudah siap untuk merawat bayinya. Saat ini An G diberikan ASI dan susu formula karena Ibu F merasa bahwa ASInya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Saat dikaji, jumlah ASI yang keluar cukup banyak namun Ibu F mengatakan anaknya seringkali masih merasa haus setelah diberi ASI, sehingga diberi tambahan susu formula. Ibu F juga mengatakan setiap pagi harus mengerjakan pekerjaan rumah sehingga tidak sempat menyusui bayinya dan memilih untuk menyediakan susu formula. Selain itu, Ibu F mengeluh malu menyusui saat sedang berada di luar rumah sehingga selalu membawa susu formula.

Wanita yang lebih muda mempunyai kemampuan menghasilkan laktasi yang lebih baik dibanding dengan wanita yang lebih tua. Ibu yang masih berusia remaja dapat memenuhi kebutuhan ASI pada anaknya dan bahkan mungkin lebih sukses dalam berperan sebagai orangtua dalam hal pemberian ASI akan tetapi sebagian besar ibu remaja sangat mudah terpengaruh atau goyah oleh lingkungan karena masa transisi yang sedang dialaminya sehingga tanggung jawab dalam mengasuh dan memelihara anak sering diabaikan.

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanan dan masa dewasa dan pada masa ini terjadi kematangan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang cepat (Wong, et al, 2008). Selama periode tersebut, individu remaja akan mencapai kematangan dalam fisiologis dan seksual, perkembangan lebih akan kemampuan beralasan, serta menetapkan pilihan pendidikan dan harapan yang akan dilakukan dewasa nanti. Berbagai perubahan yang terjadi mendorong individu tersebut akan berdampak pula pada berbagai risiko kesehatan bagi remaja tersebut (Hockenberry,

(19)

sendiri, yakni terjadinya low self-esteem pada remaja memicu risiko lebih tinggi akan aktivitas seksual pada remaja. Berbagai alasan yang mendasari aktivitas seksual remaja meliputi tidak adanya batasan dalam berkembang, untuk mencapai

self-esteem, sebagai bentuk eskperimen, untuk diakui teman, untuk memiliki seseorang

yang dapat menceritakan akan sesuatu ataupun cinta, untuk kesenangan, dan untuk menunjukkan bahwa mereka normal (Potts & Mandleco, 2007).

Aktivitas seksual dini pada remaja menunjukkan adanya rendahnya perhatian orang tua, perkembangan pubertas dini, kemiskinan, riwayat sexual abuse, adanya pola dini budaya dan keluarga akan pengalaman seksual, dan rendahnya perfomance sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa individu, keluarga, teman, dan sosial mempengaruhi insiden terjadinya aktivitas seksual dini pada remaja serta insiden kehamilan pada remaja. Adanya peningkatan peran pada individu, keluarga, teman, dan sosial menjadi faktor untuk mencegah terjadinya aktivitas seksual dini. Hal ini meliputi adanya kestabilan lingkungan, supervisi orang tua, serta parent-child connectedness (Hockenberry, 2007).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, tercatat ada 35 dari 1000 remaja yang sudah melahirkan. Bahkan usia rata-rata perkawinan wanita adakah 19 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan pada remaja cenderung tinggi, yang kemudian diikuti dengan hamil dan melahirkan anak. Padahal sebagian besar ibu remaja masih tergantung kepada orangtua atau orang lain sehingga pengasuhan dan perawatan anak seringkali diserahkan sepenuhnya pada orangtua atau orang lain. Alasan yang umum diberikan adalah karena mereka masih sekolah, bekerja atau masih ingin bebas dan mencari jati dirinya sebagaimana remaja pada umumnya. Remaja yang sudah menikah dan mempunyai anak akan mengalami masalah atau resiko psikologis jika semua urusan rumah tangga termasuk menyusui dan memelihara anak ditangani sendiri. Hal ini disebabkan karena mereka belum siap mental untuk berperan sebagai ibu dan istri. Kondisi ini sangat berbeda dengan ibu

(20)

yang sudah dewasa dimana tanggung jawab dalam memelihara dan mengasuh anak dilakukan dengan tulus (Hurlock, 2009).

Smith (2009) dalam penelitian yang dilakukan terhadap remaja yang sedang hamil atau tidak hamil pada remaja Afrika-Amerika dan remaja Latin mengatakan bahwa sebagian besar remaja beranggapan bahwa pemberian ASI pada bayi atau anak akan mengganggu kebebasannya karena mereka akan terikat dan tidak bisa pergi kemana-mana, bayi akan lengket terus dengan ibunya dan akan memalukan jika ASI keluar atau tumpah di tempat-tempat umum. Hal ini disebabkan karena masa remaja masih berada pada tahap transisi, pertumbuhan dan perkembangan dari kanak-kanak menjadi dewasa, memiliki fisiologis dan psikologis tersendiri yaitu ingin selalu bebas.

Masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada keluarga Bapak D dilakukan melalui tahap asuhan keperawatan dalam pendekatan keluarga menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2003) yang berfokus pada pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Konsep pengkajian yang diimplementasikan dilakukan melalui proses wawancara dan observasi perilaku orang tua untuk mendapatkan data yang berfokus pada masalah keluarga. Ada beberapa diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam keluarga ini, yaitu ketidakefektifan pemberian ASI, kurangnya pengetahuan terkait alat kontrasepsi, ketidakefektifan koping individu, ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan kesiapan menjadi orangtua. Setelah melakukan skoring bersama keluarga, diperoleh dua intervensi utama yaitu ketidakefektifan pemberian ASI dan kurangnya pengetahuan terkait alat kontrasepsi. Kedua diagnosa ini telah diselesaikan, namun implementasi yang dijabarkan dalam Karya Ilmiah Akhir ini hanya diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI dengan manajemen pemerahan dan penyimpanan ASI.

(21)

Evaluasi dilakukan setelah semua tindakan asuhan keperawatan telah terlaksana. Penulis memberikan asuhan keperawatan berpusat kepada lima fungsi tugas keluarga menurut Maglaya (2009). Kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar dapat meningkatkan status nutrisi dan kesehatan anak di rumah. Implementasi yang telah dilakukan pada keluarga Bapak D melalui pendidikan kesehatan dan pemberian informasi yang berpedoman pada tugas kesehatan keluarga terkait masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi dan mengajarkan cara melakukan pemerahan dan penyimpanan ASI dengan menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian ASI Eksklusif, manfaat ASI bagi ibu, bayi dan keluarga, serta kelebihan ASI dibanding susu formula. Mendiskusikan dengan keluarga mengenai perawatan anggota keluarga yang mempunyai masalah ketidakefektifan pemberian ASI, upaya yang dilakukan untuk mencegah masalah ketidakefektifan pemberian ASI, informasi mengenai teknik dan posisi menyusui yang tepat, dan demonstrasi cara menyusui yang benar, cara memilih menu seimbang untuk ibu menyusui, serta teknik pemerahan dan penyimpanan ASI.

Intervensi yang dipilih adalah demonstrasi teknik pemerahan dan penyimpanan ASI. Implementasi mengenai peragaan teknik pemerahan dan penyimpanan ASI dipilih karena sesuai dengan keinginan dan harapan Ibu F untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan Ibu F tetap dapat menjalankan aktivitas di dalam maupun luar rumah tanpa merasa malu atau terburu-buru dalam menyusui. Setelah dilakukan evaluasi di akhir pertemuan, terjadi peningkatan pengetahuan dan motivasi Ibu dalam memberikan ASI Eksklusif pada anaknya. Keluarga Ibu F, tampak mulai mengurangi penggunaan susu formula, dan mulai melakukan pemerahan dan penyimpanan ASI di dalam kulkas selama satu hingga dua hari.

1.2 Perumusan Masalah

Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih

(22)

pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu uapaya pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukan banyak alasan untuk menghentikan ASI dengan jumlah yang bervariasi: 13% (1982), 18,2% (Satoto 1979), 48% (Suganda 1979), 28% (Surabaya 1992), 47% (Columbia), 6% (New Delhi). Selain itu gencarnya promosi susu formula dan kebiasaan memberikan makanan/minuman secara dini pada sebagian masyarakat, menjadi pemicu kurang berhasilnya pemberian ASI eksklusif.

Upaya peningkatan pemberian ASI selama ini mulai memberikan hasil yang menggembirakan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005-2006 menunjukkan telah terjadi peningkatan cakupan pemberian ASI secara eksklusif sampai 6 bulan. Jika pada tahun 2005 cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 18,1%, cakupan tersebut meningkat menjadi 21,2% pada tahun 2006. Sedangkan cakupan ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah 6 bulan (0–6 bulan) meningkat dari 49,0% pada tahun 2005 menjadi 58,5% pada tahun 2006. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menetapkan target cakupan pemberian ASI secara eksklusif pada tahun 2014 pada bayi 0-6 bulan sebesar 80%. Oleh karena itu untuk mencapai target pemberian ASI secara eksklusif, upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif perlu dilanjutkan dan terus ditingkatkan.

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan keluarga pada keluarga Ibu F di RW 01 kelurahan Sukatani, Kota Depok dengan masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi.

(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

Memberikan gambaran mengenai:

a) masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi di RW 01 b) hasil pengkajian keperawatan pada keluarga Ibu F

c) diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga Ibu F

d) perencanaan intervensi keperawatan berupa inovasi unggulan terkait pendemonstrasian teknik pemerahan dan penyimpanan ASI yang tepat pada keluarga Ibu F

e) implementasi keperawatan pada keluarga Ibu F f) evaluasi keperawatan pada keluarga Ibu F 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Keluarga

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga mengenai pentingnya pemberian ASI pada bayi dan cara pengefektifan pemberian ASI pada bayi dengan teknik pemerahan dan penyimpanan ASI, serta meningkatkan motivasi keluarga untuk memberikan ASI Eksklusif pada bayi yang masih berusia kurang dari enam bulan.

1.4.2 Pendidikan Keperawatan

Menambah informasi dan pengembangan keperawatan di bidang pendidikan kesehatan, khususnya kesehatan masyarakat perkotaan dalam lingkup keluarga mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan pemberian ASI yang mencukupi pada bayi melalui teknik pemerahan dan penyimpanan ASI.

1.4.3 Pelayanan Keperawatan

Mengembangkan keilmuan keperawatan melalui pendidikan dan promosi kesehatan mengenai pentingnya melakukan teknik pemerahan dan penyimpanan ASI dalam upaya meningkatkan motivasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang cukup pada bayi sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan bayi. Penulisan ini dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi program perawat kesehatan

(24)

dalam mengembangkan media promosi kesehatan tentang pemberian ASI pada bayi dan penyuluhan pada keluarga dengan masalah ketidakefektifan pemberian ASI. 1.4.4 Penelitian Selanjutnya

Menjadikan hasil penulisan ini sebagai data dasar dalam mengembangkan penelitian keperawatan selanjutnya dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif melalui pengetahuan tentang manfaat dan kelebihan ASI dari susu formula, sebagai dasar dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada keluarga dengan ketidakefektifan pemberian ASI.

(25)

13 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Perkotaan

2.1.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt, masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama dan tinggal di suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut. Masyarakat urban merupakan kumpulan manusia yang mendiami daerah perkotaan didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk menjadi lebih baik. Daerah perkotaan adalah suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, seperti jalan raya, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya (BPS, 2010).

Perkotaan merupakan wilayah dengan susunan fungsi sebagai permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Perkotaan merupakan wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan masyarakat yang beragam (heterogen). Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Perkotaan memiliki karakteristik yaitu besarnya peranan kelompok sekunder, anonimitas merupakan ciri kehidupan masyarakatnya, heterogen, mobilitas sosial tinggi, tergantung pada spesialisasi, hubungan antara orang satu dengan yang lain lebih didasarkan atas kepentingan daripada kedaerahan, lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas untuk mendapatkan barang dan pelayanan, serta lebih banyak mengubah lingkungan (Indrizal, 2006).

(26)

2.1.2 Masalah Ketidakefektifan Pemberian ASI Eksklusif yang Terjadi di Perkotaan

Perkotaan, ditinjau dari kondisi lingkungan fisiknya, secara umum diasosiasikan dengan pengangguran, kemiskinan, polusi, kebisingan, ketegangan mental, kriminalitas, kenakalan remaja, seksualitas, dan sebagainya. Masyarakat perkotaan identik dengan mobilitas dan tingkat kesibukan yang tinggi. Kesibukan ini menuntut masyarakat untuk bergaya hidup serba praktis dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti makanan praktis dan cepat saji.

Bukan hanya untuk orang dewasa, gaya hidup serba praktis juga berimbas pada anak. Banyak orangtua lebih memilih untuk memberikan susu formula pada anak bayi dibandingkan ASI, meski sebenarnya pemberian ASI justru lebih praktis dan cepat. Selain itu, di zaman yang serba modern ini masyarakat perkotaan dibanjiri oleh media yang menyebarkan berbagai iklan menarik dengan leluasa, sehingga masyarakat perkotaan mudah terpengaruh oleh media. Misalnya saja iklan susu formula yang begitu melimpah di berbagai stasiun TV yang menyebabkan ibu-ibu tertarik untuk memberikan susu formula pada bayinya, dan melupakan pentingnya ASI bagi bayi.

Belakangan ini produsen susu formula banyak mengembangkan produk mereka dengan menciptakan susu formula berbagai rasa, yang membuat orangtua tertarik untuk memberikan pada anaknya. Meskipun demikian, tak jarang media juga digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan informasi tentang manfaat ASI bagi bayi, ibu, dan keluarga, serta kebaikan ASI dan susu formula. Namun berbagai informasi yang beragam ini justru dapat membuat masyarakat menjadi bingung.

Selain gaya hidup, faktor lain yang mempengaruhi ketidakefektifan pemberian ASI pada masyarakat perkotaan adalah sosial dan budaya. Hampir sama seperti di pedesaan, banyak keluarga yang lebih mempercayai mitos yang turun-temurun dari orangtua dibanding informasi dari petugas kesehatan seperti bidan atau dokter. Penelitian yang dilakukan oleh Setyawati (2013) di Kabupaten Semarang

(27)

menunjukkan bahwa para ibu menyusui cenderung lebih percaya pada orangtua mereka atau saudara dan tetangga mereka karena mereka telah lebih dahulu mempunyai pengalaman menyusui dan terbukti anak mereka dapat memiliki badan gemuk dan terlihat sehat.

Penelitian lain (Kristin, 2013) di Jawa Tengah menyebutkan bahwa saat pertama kali harus menyusui bayi, banyak ibu muda merasa tidak yakin dan takut menyusui bayinya, merasa tidak yakin dan percaya diri dalam menyusui, serta merasa tidak mampu memberikan yang terbaik untuk bayinya, sehingga menjadikan orangtua menjadi role model dalam pemberian ASI pada anaknya. Ibu muda biasanya lebih mengikuti nasihat orangtua yang selalu dianggap benar, meski mitos tersebut berlawanan dengan informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan.

Masyarakat pada daerah perkotaan rata-rata membayar 30% lebih mahal untuk mendapatkan bahan makanan dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Selain itu, di zaman yang serba modern ini masyarakat perkotaan dibanjiri oleh media yang menyebarkan berbagai iklan menarik dengan leluasa, sehingga masyarakat perkotaan mudah terpengaruh oleh media. Misalnya saja iklan susu formula yang begitu melimpah di berbagai stasiun TV yang menyebabkan ibu-ibu tertarik untuk memberikan susu formula pada bayinya, dan melupakan pentingnya ASI Eksklusif.

2.2 Tahap Tumbuh Kembang Keluarga Saat Ini 2.2.1 Keluarga dengan Bayi

Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu memiliki peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Keluarga merupakan sistem sosial karena terdiri dari kumpulan dua orang atau lebih yang memiliki peran sosial yang berbeda satu sama lain dengan ciri saling berhubungan dan ketergantungan antar individu (Suprajitno, 2003). Berdasarkan pengertian tersebut

(28)

dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dan memiliki peran sosial dari tiap-tiap anggotanya dan saling ketergantungan antar satu sama lain.

Friedman, Bowden, & Jones (2003) menyatakan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi, yaitu: (1) Fungsi afeksi: merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. (2) Fungsi sosial dan tempat bersosialisasi: sebagai unit terkecil dari masyarakat, keluarga, merupakan tempat berlatih bagi anak untuk berkehidupan sosial. (3) Fungsi reproduksi: fungsi ini bertujuan untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. (4) Fungsi ekonomi: keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (5) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan: yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

Keluarga memiliki fungsi dalam melakukan perawatan atau pemeliharaan kesehatan anggota keluarga. Fungsi pemeliharaan keluarga ini dibagi menjadi lima fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh keluarga (Maglaya et all., 2009). Fungsi tersebut yaitu: (1) Mengenal masalah kesehatan keluarga. (2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. (3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. (4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. (5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di sekitar tempat tinggal keluarga.

2.2.2 Bayi sebagai Agregat At Risk

Friedman, Bowden, & Jones (2003) mengungkapkan bahwa keluarga dengan bayi termasuk dalam tahap perkembangan keluarga dengan anak baru lahir, yaitu tahap II. Tugas perkembangan keluarga tahapan keluarga dengan anak baru lahir adalah: (1) Memulai keluarga menjadi keluarga muda sebagai unit yang stabil (integrasikan bayi baru lahir sebagai bagian dari keluarga). (2) Rekonsiliasi

(29)

konflik tugas perkembangan dan kebutuhan yang beragam dari anggota keluarga. (3) Membantu kenyamanan hubungan pernikahan. (4) Memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan peran orang tua dan kakek-nenek.

Tahapan perkembangan keluarga merupakan panduan perawat dalam intervemsi dengan keluarga agar keluarga dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota keluarga. Sedangkan tahap perkembangan keluarga yang diadaptasi dari Duval, pada keluarga yang memiliki bayi termasuk pada tahap perkembangan keluarga dengan child bearing (kelahiran anak pertama). Tugas perkembangan keluarga dengan child bearing antara lain mempersiapkan biaya persalinan, mempersiapkan mental calon orang tua dan mempersiapkan berbagai kebutuhan anak. Apabila anak sudah lahir, tugas keluarga adalah memberikan ASI sebagai kebutuhan utama bayi (minimal 6 bulan), memberikan kasih sayang, mulai mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan, pasangan kembali melakukan adaptasi karena kehadiran anggota keluarga termasuk siklus hubungan seks, mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangan.

2.2.3 Peran Perawat Keluarga

Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Tujuan dari praktik keperawatan masyarakat adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat (Effendi, 2009).

Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi secara umum kegiatan praktik keperawatan komunitas adalah sebagai berikut: pertama yaitu memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga, kelompok khusus baik di rumah (home

(30)

nursing), di sekolah (school health nursing), di perusahaan, di Posyandu, di

Polindes dan di daerah binaan kesehatan masyarakat. Kegiatan kedua memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Kegiatan ketiga melakukan konsultasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi. Kegiatan keempat melalui bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi. Kegiatan kelima dengan melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut (Stanhope & Lancaster, 2004).

Kegiatan keenam yaitu penemuan kasus pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Kegiatan ketujuh sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan. Kegiatan kedelapan melaksanakan asuhan keperawatan komunitas, melalui pengenalan masalah kesehatan masyarakat, perencanaan kesehatan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai suatu usaha pendekatan ilmiah keperawatan. Kegiatan kesembilan mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan komunitas. Kegiatan kesepuluh yaitu mengadakan kerja sama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi terkait dan terakhir memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan keperawatan dan kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Perawat keluarga memiliki beberapa peran dalam membantu mengatasi masalah kesehatan yang ada di dalam keluarga. Asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan bertujuan untuk memberdayakan keluarga dalam pengambilan keputusan dan menangani persoalan yang penting untuk kesehatan atau kesejahteraan di dalam keluarga. Perawat keluarga perlu melakukan tahapan-tahapan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi tindakan dalam proses penyelesaian masalah (Anderson & McFarlane, 2007).

Asuhan keperawatan keluarga yang diberikan dapat berupa upaya-upaya preventif dan promotif yang berupa pendidikan kesehatan mengenai masalah kesehatan

(31)

yang ada dalam keluarga, dalam hal ini terkait ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi. Perawat keluarga berperan sebagai edukator dalam memberikan pendidikan dan promosi kesehatan pada keluarga sebagai upaya menyelesaikan masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi. Perawat keluarga dapat memberikan informasi kesehatan yang berkelanjutan dan memberikan saran kepada keluarga mencakup komunikasi terkait temuan masalah kesehatan dan cara mengatasinya. Tujuan pendidikan adalah mendukung dan mengubah perilaku tidak sehat, meskipun perubahan perilaku tidak secara langsung terlihat (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

Perawat keluarga dapat memberikan bimbingan antisipatif pada keluarga mengenai masalah kesehatan yang bersifat potensial atau fase pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Perawat keluarga dapat berperan sebagai konsultan. Konseling adalah suatu proses untuk membantu keluarga dan anggota keluarganya dalam memperhatikan, menyelesaikan, dan mengatasi masalah dalam keluarga secara benar. Peran perawat sebagai konsultan sering kali memberikan bantuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan dalam keluarga. Perawat keluarga juga dapat berperan sebagai koordinator, perawat memastikan bahwa keluarga dapat melakukan duplikasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Bayi

Perawat perlu melibatkan keluarga dalam pelaksanaan intervensi keperawatan keluarga pada bayi dengan ketidakefektifan pemberian ASI. Asuhan keperawatan komunitas dengan pendekatan keluarga dapat menurunkan risiko kesehatan dan meningkatkan kesehatan bayi dengan ketidakefektifan pemberian ASI. Menurut Hitchcock, Schubert dan Thomas (2009), intervensi keperawatan dapat dilakukan untuk mencegah masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi pada level pencegahan primer, dengan cara memberikan edukasi pada orang tua tentang nutrisi anak, melakukan kunjungan rumah, dan membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan ASI bayi dengan melaksanakan manajeman laktasi.

(32)

2.3.1 Pengkajian Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga dimulai dengan tahap pengkajian. Pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang ada pada keluarga. Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan melalui metode wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman (Friedman, Bowden, & Jones, 2003), pengkajian asuhan keperawatan keluarga meliputi 8 komponen pengkajian yaitu (1) data umum : identitas kepala keluarga, komposisi anggota keluarga, genogram, tipe keluarga, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi keluarga, (2) aktifitas rekreasi keluarga: riwayat dan tahap perkembangan keluarga, tahap perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga inti, riwayat keluarga sebelumnya, (3) lingkungan: karakteristik rumah, karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal, mobilitas geografis keluarga, perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat, sistem pendukung keluarga, (4) struktur keluarga: pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga, struktur peran (formal dan informal), nilai dan norma keluarga, (5) fungsi keluarga: fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi perawatan kesehatan, (6) stres dan koping keluarga: stresor jangka panjang dan stresor jangka pendek serta kekuatan keluarga, respon keluarga terhadap stres, strategi koping yang digunakan, strategi adaptasi yang disfungsional, (7) pemeriksaan fisik: tanggal pemeriksaan fisik dilakukan, pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga, aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut, THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, sistem genetalia, kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik, (8) harapan keluarga: terhadap masalah kesehatan keluarga, terhadap petugas kesehatan yang ada.

Friedman, Bowden, & Jones (2003) menjelaskan bahwa pengkajian merupakan proses pengumpulan informasi dan penilaian secara profesional mengenai arti dari informasi yang telah didapatkan. Pada asuhan keperawatan keluarga, informasi yang perlu dikumpulkan meliputi data umum keluarga, data lingkungan keluarga, data struktur keluarga, data fungsi keluarga, data stress dan koping keluarga, dan data mengenai fungsi perawatan kesehatan, yaitu sebagai berikut. (1) Data Dasar

(33)

Keluarga. Hal yang perlu dikaji dari data dasar atau data umum keluarga adalah nama kepala keluarga, wilayah tempat tinggal, komposisi keluarga, tipe keluarga, latar belakang budaya (etnis), agama, status sosial ekonomi keluarga, dan aktivitas rekreasi keluarga.

(2) Data Lingkungan Keluarga. Data yang perlu dikaji dari lingkungan keluarga meliputi karakteristik rumah, karakteristik dan lingkungan di sekitar tempat tinggal dan komunitas yang lebih besar, mobilitas geografi keluarga, perkumpulan dan interaksi keluarga dengan masyarakat, serta sistem-sistem pendukung keluarga. (3) Data Struktur Keluarga. Data yang perlu dikaji dari struktur keluarga terdiri dari pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga, struktur peran keluarga, dan nilai dan norma yang dianut oleh keluarga. (4) Data Fungsi Keluarga. Fungsi keluarga terdiri dari fungsi afektif, sosialisasi dan tempat bersosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan.

(5) Data Stress dan Koping Keluarga. Data yang perlu dikumpulkan untuk mengkaji stress dan koping keluarga meliputi stressor jagka pendek dan jangka panjang, kemampuan keluarga dalam berespon saat menghadapi masalah, strategi koping yang digunakan, dan strategi adaptasi disfungsional. (6) Data Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga. Fungsi perawatan kesehatan keluarga dilihat dari lima tugas kesehatan keluarga yang meliputi kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan, kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, kemampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah yang tepat dalam merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, dan kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. (7) Data pemeriksaan fisik untuk masalah ketidakefektifan pemberian ASI eksklusif. Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan untuk mengkaji pengeluaran ASI, bentuk dan kondisi puting susu ibu, posisi saat sedang menyusui bayi, dan kondisi bayi, apakah tampak rewel atau tenang.

(34)

Data Sumber Data Data objektif - Observasi kondisi rumah keluarga

- Observasi pola interaksi keluarga

Data Subjektif - Pengalaman yang diceritakan oleh salah satu anggota keluarga - Pengkajian observasi kerabat yang diceritakan

- Instrumen pengkajian yang diisi oleh keluarga

- Wawancara dengan anggota keluarga mengenai peristiwa dari masa lalu yang masih signifikan hingga saat ini

Tabel 2.1 Sumber data pengkajian keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003)

Perawat yang telah melakukan pengumpulan informasi mengenai keluarga kemudian menganalisis dan mengklasifikasikan data-data tersebut untuk kemudian mengartikan maknanya. Masalah potensial yang ditemukan perawat akan digali lebih dalam pada area yang berhubungan dengan masalah tersebut (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).

2.3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan dapat diangkat melalui perolehan data-data hasil pengkajian, dirumuskan melalui analisa data. Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan menggambarkan respon manusia (Potter & Perry, 2005). Diagnosis keperawatan keluarga adalah diagnosis yang mencakup sistem keluarga dan subsistem dari setiap sistem yang ada, serta hasil dari pengkajian keluarga yang dilakukan (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk data tentang ASI adalah ketidakefektifan menyusui, ketidakefektifan pemberian ASI, diskontinuitas pemberian ASI, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, dan nyeri akut, gangguan pola tidur, koping tidak efektif, dan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.

2.3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan

Perencanaan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul melalui intervensi keperawatan pada keluarga. Perencanaan adalah sekumpulan

(35)

kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Penyusunan perencanaan diawali dengan melakukan pembuatan tujuan dari asuhan keperawatan, tujuan yang dibuat terdiri tujuan umum dan tujuan khusus. Perencanaan juga memuat kriteria hasil. Pembuatan kriteria hasil harus didasari dengan prinsip SMART (Spesific, Measurable, Achievable,

Realistic,dan Time-oriented) (Carpenito, 2000). Perencanaan asuhan keperawatan

juga memuat tindakan yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat.

Perencanaan intervensi keperawatan komunitas pada populasi bayi dengan ketidakefektifan pemberian ASI dapat dilakukan dengan tiga tingkat pencegahan masalah yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Fitriyani, 2009). Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), pencegahan primer adalah suatu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah munculnya penyakit. Pencegahan sekunder dapat berupa deteksi dini keadaan kesehatan masyarakat dan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi masalah. Pencegahan tersier adalah upaya untuk mengembalikan kemampuan individu agar dapat berfungsi secara optimal.

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan intervensi yang telah dibuat. Implementasi yang dilakukan perawat generalis untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi menggunakan pendekatan lima tugas kesehatan keluarga menurut Maglaya (2009) yaitu menyebutkan bahwa lima tugas kesehatan keluarga terdiri dari mengenal masalah, memutuskan mengatasi masalah, merawat keluarga dengan masalah, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Implementasi yang dapat dilakukan dalam asuhan keperawatan keluarga dilakukan dengan memberikan edukasi pada orang tua tentang ASI Eksklusif, melakukan kunjungan rumah, dan membantu keluarga dalam pengefektifan kembali ASI Eksklusif. Pemberian edukasi pada keluarga terkait ASI Eksklusif meliputi kandungan dan manfaat ASI, cara perawatan payudara, posisi menyusui

(36)

dan teknik perlekatan payudara, nutrisi untuk ibu menyusui, serta teknik pemerahan dan penyimpanan ASI.

Pemberian edukasi kepada orang tua merupakan hal yang penting yang dapat dilakukan perawat pada keluarga guna meningkatkan pengetahuan orangtua khususnya ibu mengenai pemberian ASI Eksklusif pada bayi berusia di bawah 6 bulan. Pengetahuan orang tua khususnya ibu merupakan satu hal yang penting guna meningkatkan status kesehatan bayi. Peningkatkan pengetahuan ibu mengenai manajemen laktasi merupakan salah satu cara edukasi yang dapat dilakukan.

Manajemen laktasi adalah suatu tatalaksana yang mengatur agar keseluruhan proses menyusui bisa berjalan dengan sukses, mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI, yang dimulai pada masa antenatal, perinatal dan postnatal (Dwi Sunar Prasetyono, 2009). Ruang lingkup manajemen laktasi periode postnatal pada ibu bekerja meliputi ASI Eksklusif, teknik menyusui, memeras ASI, memberikan ASI Peras, menyimpan ASI peras, memberikan ASI peras dan pemenuhan gizi selama periode menyusui.

Keluarga merupakan salah satu faktor penentu status kesehatan bayi. Keluarga memiliki peranan yang penting bagi peningkatan dan pengawasan status kesehatan bayi. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar keluarga dapat menungkatkan status kesehatan bayi di rumah. Kontribusi asuhan keperawatan keluarga akan mendukung terciptanya kemandirian keluarga dalam meningkatkan status kesehatan bayi (Hidayati, 2011). Keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan dan proses terapeutik pada setiap tahap sehat dan sakit pada setiap anggota keluarganya, sepeti mulai dari keadaan sehat hingga diagnosis, tindakan hingga penyembuhan. Keluarga mempunyai peranan dalam memenuhi nutrisi pada bayi karena keluarga yang melakukan pemulihan sampai konsumsi pada anak (Widyatuti, 2011).

(37)

Manajemen laktasi dengan melakukan pemerahan dan penyimpanan ASI merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan pemberian ASI pada ibu yang tidak dapat menyusui bayi setiap saat. Selain itu, dukungan keluarga terutama suami juga sangat diperlukan untuk memotivasi ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada bayi. Pemberian ASI hasil perahan dapat dilakukan oleh anggota keluarga lain seperti suami, sehingga suami juga dapat ikut ambil bagian dalam pemberian ASI pada bayi.

Cara memerah ASI menurut Saleha (2009), adalah sebagai berikut. a) Perah areola (bagian gelap sekitar puting) dengan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah. b) Selanjutnya tekan areola dengan ritme persis seperti ritme bayi yang menghisap. c) Arahkan aliran ASI ke gelas bersih. d) Tuliskan tanggal pemerahan pada kantong plastik gula dengan spidol permanen. e) Masukkan ASI ke dalam kantong plastik, ikat, dan simpan dalam freezer.

Ada beberapa wadah yang dapat digunakan untuk menyimpan ASI. Ini termasuk wadah plastik yang dirancang khusus, botol plastik atau botol kaca. Pada saat akan membekukan ASI, perlu disisakan ruang pada bagian atas wadah penyimpanan. Karena ASI sama seperti cairan yang lain, akan mengembang bila didinginkan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyimpanan ASI yaitu yang pertama bila ASI disimpan di dalam wadah plastik, sebaiknya menggunakan wadah yang memang sudah dirancang khusus untuk keperluan penyimpanan ASI. Sebelum penyimpanan, bagian atas dari plastik dapat dilipat beberapa kali sebelum ditutup dengan pita penutup. Kemudian wadah plastik berisi ASI dapat ditempatkan dalam wadah plastik yang lebih besar agar tidak bocor. Wadah ASI dari medela dirancang dengan tali yang saling membelit sehingga memudahkan penutupan dan tidak perlu dirangkap.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai penandaan tanggal penyimpanan dan jumlah/volume ASI yang disimpan, yang ditempelkan pada wadah. Idealnya ASI dibekukan sekitar 50 ml sampai 100 ml per wadah, sebab jumlah ASI yang lebih sedikit akan mencair lebih cepat, sehingga resiko

(38)

terbuangnya ASI akan lebih sedikit. ASI yang telah diperah dapat disimpan untuk beberapa saat. Cara penyimpanan ASI menurut Saleha (2009), yaitu: jika disimpan di udara bebas/terbuka dengan suhu ruangan dapat bertahan selama enam hingga delapan jam. Dan jika disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 4º C dapat bertahan selama 24 jam. Sedangkan jika disimpan di lemari es/beku dengan suhu -18º C dapat bertahan selama tiga hingga enam bulan.

Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu meskipun pembekuan ASI dapat dilakukan selama tiga hingga enam bulan, namun sebaiknya penggunaan ASI beku berdasarkan pada “yang pertama masuk adalah yang pertama keluar” dari tempat penyimpanan. Pencairan kembali ASI yang telah dibekukan dapat dilakukan dengan cara menempatkan ASI beku di bawah aliran air hangat atau tempatkan di dalam wadah yang berisi air hangat. Sebaiknya tidak menggunakan air panas/direbus atau menggunakan microwave, karena akan merusak komponen-komponen kekebalan dari ASI.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat tercapainya keberhasilan. Evaluasi dalam keluarga menggunakan evaluasi subjektif, objektif, analisis dan perencanaan (SOAP), evaluasi sumatif, dan tingkat kemandirian keluarga. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar keluarga dapat meningkatkan status kesehatan bayi.

Depkes RI (2006) mengemukakan kemandirian keluarga yang beorientasi pada lima tugas kesehatan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya. Keluarga yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya dinilai dengan tingkat kemandirian keluarga. Tingkat kemandirian keluarga dievaluasi menggunakan 7 kriteria evaluasi yakni (a) keluarga menerima petugas kesehatan, (b) keluarga menerima pelayanan kesehatan sesuai rencana, (c) keluarga menyatakan masalah kesehatan secara benar, (d) keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan sesuai dengan anjuran, (e) keluarga melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran,

(39)

(f) keluarga melakukan tindakan pencegahan secara aktif, (g) keluarga melaksanakan tindakan promotif secara aktif.

Keluarga berada di tingkat kemandirian I apabila memenuhi kriteria 1 dan 2; tingkat kemandirian II apabila memenuhi kriteria 1 sampai dengan 5; tingkat kemandirian III apabila memenuhi kriteria 1 sampai dengan 6; dan tingkat kemandirian IV apabila keluarga memenuhi kriteria 1 sampai dengan 7. Keluarga cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan dan proses terapeutik pada setiap tahap sehat dan sakit pada setiap anggota keluarganya, seperti mulai dari keadaan sehat hingga diagnosa, tindakan hingga penyembuhan. Keluarga mempunyai peranan dalam memenuhi kebutuhan ASI pada bayi karena peran keluarga, terutama ayah dan ibu sangat penting untuk memotivasi pemenuhan kebutuhan ASI pada bayi. Pemahaman keluarga tentang tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar keluarga bisa memenuhi kebutuhan bayi secara tepat.

Tugas kesehatan keluarga menurut Maglaya (2009) adalah 1) kemampuan mengenal masalah: definisi, penyebab, dan tanda-tanda masalah, 2) kemampuan mengambil keputusan : menurut keluarga apa akibat masalah, dan apakah menurut keluarga sangat penting melakukan penanggulangan masalah, 3) kemampuan memberikan perawatan anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan : apa yang dapat dilakukan untuk mencegah masalah, apakah keluarga mengetahui alternatif perawatan, hambatan apa dalam penanggulangan masalah di rumah, 4) kemampuan memodifikasi lingkungan: bagaimana keluarga mengatur lingkungan (fisik, psikologis, sosial) yang dapat menunjang keberhasilan penanggulangan masalah apa yang keluarga ketahui alasan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan, 5) kemampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan: apa saja yang diperoleh di Polindes/Pustu/Puskesmas/Rumah Sakit, adakah hambatan yang dihadapi untuk memanfaatkan sarana/fasilitas kesehatan.

Tugas kesehatan keluarga terkait masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada bayi meliputi, 1) mengenal masalah: apa yang keluarga ketahui tentang ASI Eksklusif, kandungan ASI, manfaat ASI, kelebihan ASI dibandingkan susu

(40)

formula, serta pengaruh ASI terhadap tumbuh kembang bayi, 2) mengambil keputusan: menurut keluarga apa akibat masalah ketidakefektifan pemberian ASI bila tidak diatasi, apakah menurut keluarga sangat penting penanggulangannya, 3) kemampuan memberikan perawatan anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan, apa yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan ASI Eksklusif, cara melakukan perawatan payudara, pemberian posisi menyusui yang tepat, dan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada ibu selama masa menyusui, apakah keluarga mengetahui alternatif perawatan anggota keluarga dengan ketidakefektifan pemberian ASI, serta hambatan apa yang dihadapi dalam mengatasi masalah ketidakefektifan ASI di rumah, 4) kemampuan memodifikasi lingkungan: bagaimana keluarga mengatur lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan menyusui, apa yang keluarga ketahui tentang alasan pentingnya menjaga kesehatan dan kenyaman lingkungan bagi ibu dan bayi selama proses menyusui, 5) kemampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan, apa saja yang diperoleh dari Posyandu/Puskesmas/Rumah Sakit/Praktik Bidan, dan adakah hambatan yang dihadapi untuk memanfaatkan sarana/fasilitas kesehatan tersebut.

Asuhan keperawatan keluarga berfokus pada tugas kesehatan keluarga tersebut yang dimasukkan sebagai rencana asuhan keperawatan keluarga. Perawat komunitas berperan dalam meningkatkan status kesehatan melalui asuhan keperawatan keluarga, khususnya masalah ketidakefektifan ASI Eksklusif. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga sangat diperlukan agar dapat kebutuhan nutrisi bayi dapat terpenuhi dan tahap tumbuh kembang bayi sesuai usia dapat tercapai.

(41)

29 Universitas Indonesia BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian Keperawatan Keluarga

Keluarga kelolaan utama mahasiswa adalah keluarga dari Bapak D (24 tahun) dan Ibu F (14 tahun) dengan tahap perkembangan keluarga dengan bayi. Keluarga Bapak D memiliki seorang anak bayi yaitu An. G (27 hari). Keluarga Bapak D merupakan tipe keluarga extended family dimana di dalam satu rumah terdapat Bapak D, Ibu F, An. G, dan Nenek M (nenek dari Ibu F). Bapak D merupakan penduduk baru di RT 007 RW 01 Sukatani dan tinggal bersama di sana sejak menikah. Sebelumnya Bapak D tinggal bersama orang tua di daerah Cisalak, sementara Ibu F tinggal di daerah tersebut sejak kecil. Orangtua Ibu F tinggal di RT yang sama dan berjarak sekitar 100 meter, namun sejak kecil Ibu F memang tinggal dan diasuh oleh neneknya.

Keluarga Bapak D menganut agama Islam. Bapak D berasal dari suku Jawa sementara Ibu F berasal dari suku Sunda. Bapak D lahir dan besar di Depok, begitu juga dengan Ibu F. Di Depok, Bapak D tinggal bersama orangtua, berbeda dengan Ibu F yang tinggal bersama nenek sejak kecil. Ibu F bersekolah hingga tingkat SMP namun tidak sampai lulus karena hamil sehingga berhenti sekolah.

Hasil pengkajian didapatkan bahwa pertemuan pertama antara Bapak D dan Ibu F adalah di rumah Ibu F yang kebetulan membuka warung nasi uduk setiap pagi di depan rumah. Sementara saat itu Bapak D bekerja sebagai karyawan di pabrik yang terletak di dekat rumah Ibu F sehingga mereka sering bertemu karena Bapak D kerap membeli sarapan di warung keluarga Ibu F. Keduanya kemudian menjadi dekat dan memutuskan untuk berpacaran. Dua bulan setelah berpacaran, Ibu F hamil, namun belum mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan mencapai lima bulan. Setelah mengetahui kehamilan, Ibu F sempat depresi dan berusaha melakukan abortus dengan memakan buah nanas dan minuman bersoda dalam jumlah banyak karena merasa belum siap dan karena Bapak D tidak mau

(42)

bertanggung jawab. Namun akhirnya Bapak D mau bertanggung jawab dan menikahi Ibu F pada Januari 2014. Hingga Anak G lahir pada April 2014.

Bapak D bekerja sebagai karyawan swasta, sedangkan ibu F sudah tidak sekolah ataupun bekerja lagi sejak Anak G lahir, dan sehari-harinya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ibu F berniat untuk melanjutkan sekolah jika usia anak sudah mencapai satu tahun. Penghasilan keluarga Bapak D tidak menentu, namun di atas Rp. 1.000.000,- per bulan. Ibu F mengatakan keuangan keluarga terkadang masih dibantu oleh orang tua suami dan orang tua Ibu F sendiri.

An. G lahir normal dengan BB lahir 3700 gr, PB 40 cm, dan usia kehamilan 38 minggu. Anak G lahir di bidan, dan sesaat setelah An. G lahir, langsung diberikan ASI oleh Ibu F. Selanjutnya pemberian ASI dilanjutkan hingga kini, namun diberi juga tambahan susu formula. Ibu F mengatakan An. G sangat lahap minum dan merasa ASInya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan bayi. Ibu F yang masih berusia remaja merasa tidak percaya diri terhadap produksi ASInya. Saat dilakukan pemeriksaan fisik terhadap payudara, kedua payudara tampak penuh dan terdapat pengeluaran ASI saat payudara ditekan.

Ibu F mengatakan belum mengetahui tentang ASI Eksklusif dan kelebihan ASI dibandingkan susu formula. Selama ini, neneknya memang menganjurkan untuk memberikan ASI saja tanpa susu formula, namun Ibu F mengatakan bayinya sering masih merasa haus dan belum bisa tidur meski ASI telah diberikan. Selain itu, Ibu F mengatakan ada rasa malas jika harus menyusui bayi pada malam hari saat hendak tidur sehingga lebih memilih memberi susu formula untuk bayi di malam hari yang dapat diberikan oleh suami. Pada saat bepergian ke luar pun, Ibu F lebih memilih membawa susu formula karena merasa malu jika menyusui bayi saat sedang bersama orang ramai, terutama saat sedang bersama teman. Ibu F mengaku akan melanjutkan sekolahnya saat anak sudah berusia setahun hingga sekalian ingin membiasakan anaknya untuk meminum susu formula.

(43)

Pada pertemuan di minggu pertama Ibu F mengatakan ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Dan menganggap selama ini pemberian ASI dan susu formula secara bersamaan akan lebih bermanfaat bagi bayi. Ibu F sudah menyadari bahwa pemberian susu formula memang lebih sulit dan merepotkannya daripada memberi ASI langsung pada bayi. Hasil pengkajian menunjukkan teknik dan posisi menyusui Ibu sudah baik, namun masih kurang tepat. Kedua buah payudara menghasilkan ASI saat diberi rangsangan tekan dan tidak ditemukan adanya keluhan nyeri atau lecet. Ibu pernah melakukan pemerahan ASI secara manual saat pertama kali ASI keluar, namun ASI tidak disimpan karena langsung diberikan pada bayi.

Saat ditanya mengenai ASI eksklusif, keluarga Bapak D belum dapat menjelaskan pengertian, manfaat, kandungan ASI, serta teknik dan posisi menyusui yang benar. Keluarga Ibu F juga belum menyadari pentingnya ASI Eksklusif untuk bayi yang berusia kurang dari enam bulan. Setelah mendapat penjelasan terkait ASI Eksklusif, serta memperagakan teknik pemerahan dan penyimpanan ASI sehingga kebutuhan ASI anak sehari-hari tetap terpenuhi dan aktivitas Ibu F tidak terganggu, keluarga Bapak D memutuskan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada keluarga Bapak D, khususnya Ibu F.

Saat ini bayi G masih diberi ASI dan diberi tambahan susu formula karena Ibu F mengatakan bayi G masih sering lapar dan menangis jika diberi ASI saja. Pada saat dikaji, ASI yang keluar dari kedua payudara Ibu F cukup banyak. Ibu F juga mengatakan ASI jarang diberi karena biasanya pada pagi hari Ibu F sibuk mengerjakan pekerjaan rumah sehingga tidak ada waktu untuk menyusui bayi. Ibu F mengatakan ASI diberikan yang diselingi pemberian susu formula karena merasa ASInya masih kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. ASI jarang diberi karena biasanya pada pagi hari Ibu F sibuk mengerjakan pekerjaan rumah sehingga tidak ada waktu untuk menyusui bayi.

(44)

3.2 Diagnosis Keperawatan

Hasil pengkajian keluarga yang dilakukan melalui metode wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis keperawatan ketidakefektifan Pemberian ASI pada Ibu F, dan kurang pengetahuan keluarga terkait alat kontrasepsi khususnya pada Ibu F. Hasil skoring terhadap diagnosis tersebut, didapatkan bahwa diagnosis utama pada keluarga Bapak D ialah diagnosis ketidakefektifan Pemberian ASI pada Ibu F.

Definisi ketidakefektifan Pemberian ASI adalah ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi, atau anak dalam proses pemberian ASI (NANDA, 2012). Batasan karakteristik dalam penggunaan diagnosis ini diantara terdapat satu diantara tanda NANDA berikut, yaitu untuk subjektifnya yaitu: (a) persepsi suplai ASI yang tidak adekuat, (b) ketidakpuasan proses menyusui; dan untuk objektifnya, beberapa diantaranya yaitu (a) ketidakadekuatan suplai ASI, (b) ketidakmampuan bayi untuk menempel pada payudara ibu dengan benar (c) pengosongan masing-masing payudara setiap kali menyusui yang tidak sempurna (d) kesempatan untuk mengisap pada payudara yang tidak mencukupi.

3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan yang akan dilakukan mahasiswa berpedoman pada lima tugas keluarga. Tujuan umum dari rencana keperawatan setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 minggu, Ibu F dapat meningkatkan pemberian ASI. (1) Tujuan khusus 1 setelah dilakukan intervensi 1 x 30 menit pertemuan diharapkan keluarga mampu mengenal cara mengatasi masalah ketidakefektifan pemberian ASI dengan; menyebutkan pengertian ketidakefektifan pemberian ASI dan menyebutkan penyebab menyusui tidak efektif. (2) Tujuan khusus 2 keluarga mampu megambil keputusan yang tepat untuk merawat anggota keluarga dengan masalah ketidakefektifan pemberian ASI, menyebutkan akibat lanjut dari Ketidakefektifan pemberian ASI, dan memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan masalah Ketidakefektifan pemberian ASI. (3) Tujuan khusus 3 setelah dilakukan kunjungan selama 4x45 menit

Gambar

Tabel 2.1 Tabel 2.1 Sumber data pengkajian keluarga (Friedman, Bowden, &amp;
Tabel 2.1 Sumber data pengkajian keluarga (Friedman, Bowden, &amp; Jones, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi tingkat keuntungan ( earning per share ) maka laba yang diperoleh perusahaan semakin baik. Perusahaan yang memiliki nilai EPS yang tinggi akan menarik

Setelah dilakukan bioatografi DPPH, fraksi yang positif mengandung antioksidan dilakukan pemisahan senyawa target dengan senyawa yang lain dengan menggunakan

Berdasarkan penelitian dan dilanjutkan dengan penganalisaan serta penafsiran data yang telah penulis lakukan tentang peranan guru Pendidikan Agama Islam

Hal ini menunjukan bahwa pihak manajemen cenderung menuntut sistem informasi yang terkoordinasi dengan baik dan benar.Jaringan kabel merupakan jaringan yang lebih

Mon Ikeun dengan keberadaan turis tersebut merupakan satu contoh dari bagaimana masyarakat belajar banyak dari datangnya para turis yang memang mau berinteraksi dengan

Kalau kita gunakan sifat empat a, empat kali empat log enambelas pangkat setengah, maka hasilnya sudah sama, enambelas pangkat setengah sama dengan empat.” [G menulis cara

Nonspecific pain of the TMD is very often a symptom of a psychiatric disorder, for example depression with somatic symptoms, hypochondria, psychosis or is classified in the group

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu pendapat dari responden mengenai Kualitas Layanan yang diukur dari Bukti Langsung, Kehandalan, Daya Tanggap,