• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kerbau Murrah Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kerbau Murrah Jantan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI

FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL

TERHADAP PERFORMA KERBAU MURRAH JANTAN

WESLY PEBRI SIHOMBING 080306029

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI

FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL

TERHADAP PERFORMA KERBAU MURRAH JANTAN

SKRIPSI

Oleh :

WESLY PEBRI SIHOMBING

080306029

(3)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI

FERMENTASI DENGAN MIKROORGANISME LOKAL

TERHADAP PERFORMA KERBAU MURRAH JANTAN

SKRIPSI

Oleh :

WESLY PEBRI SIHOMBING 080306029/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul Skripsi :I Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kerbau Murrah Jantan

Nama : Wesly Pebri Sihombing

NIM : 080306029

Departemen : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Iskandar Sembiring, MM Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc., Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi Ketua Departemen Peternakan

(5)

ABSTRAK

WESLY PEBRI SIHOMBING: Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kebau Murrah Jantan. Penelitian ini dibawah bimbingan ISKANDAR SEMBIRING dan TRI HESTI WAHYUNI.

Kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal meningkatkan kandungan protein yang berimplikasi pada peningkatan kualitas pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan Mikroorganisme lokal dalam konsentrat terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan kerbau murrah jantan (Bubalus bubalis).

Penelitian dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul Babi dan Kerbau di desa Silangit Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada bulan April 2012 – September 2012. Penelitian ini menggunakan empat ekor kerbau Murrah jantan dengan rataan bobot awal 174,23 ± 11,57 kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan. Perlakuan terdiri atas P0 (20% kulit kopi tanpa fermentasi dalam konsentrat); P1 (10% kulit kopi fermentasi dalam konsentrat); P2 (20% kulit kopi fermentasi dalam konsentrat) dan P3 (30% kulit kopi fermentasi dalam konsentrat).

Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi pakan berdasarkan bahan kering (kg/ekor/hari) 6,51; 7,06; 6,93 dan 6,87. Rataan pertambahan bobot badan (Kg/ekor/hari) 0,46; 0,67; 0,58 dan 0,53. Rataan konversi pakan 14,29; 10,53; 12,60 dan 12,90. Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai level kulit kopi fermentasi dengan mikroorganisme lokal berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan, sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap konversi pakan kerbau murrah.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kulit daging buah kopi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif dengan cara difermentasi oleh mikroorganisme lokal dan dapat diberikan sampai level 30% dalam konsentrat kerbau Murrah

Kata kunci: kulit daging buah kopi, fermentasi, mikroorganisme lokal, kerbau murrah

(6)

ABSTRACT

WESLY PEBRI SIHOMBING: Utilization of Pod Cofee Fermented by Local Microorganism on Performance of Males Murrah Buffalo. Under supervised by ISKANDAR SEMBIRING and TRI HESTI WAHYUNI.

Fermented pod coffe with local mikroorganism can be increase the protein content of feed that has implications for the increased quality of feed. The objective of this research to determine the effect of pod coffe fermented with local microorganism in concentrate on feed intake, average daily gain and feed conversion ratio of males murrah buffalo (Bubalus bubalis).

The research conducted at hybrid livestock breeding center Pig and Buffalo in Silangit sub-districk Siborong-borong districk North Tapanuli, North Sumatera start at April 2012 until September 2012. The research used four head males Murrah buffaloes within initial body weight 174,23 ± 11,57 kg. The design of this experiment used latin square design (LSD) with 4 treatments. The treatments consist of P0 (20% pod coffe non fermented on concentrate); P1 (10% pod coffe fermented on concentrate); P2 (20% pod coffe fermented on concentrate) and P3 (30% pod coffe fermented on concentrate).

The result of this research showed that the average feed intake (kg/head/day) 6,51; 7,06; 6,93 and 6,87 respectively. Average daily gain (kg/head/day) 0,46; 0,67; 0,58 and 0,53 respectively. Average feed conversion ratio 14,29; 10,53; 12,60 and 12,90 respectively. Statistically shows that the ultilization of pod coffe fermented with local microorganism significantly different (P<0,05) on feed intake, very significantly different (P<0,01) on average daily gain and significally different (P<0,05) feed conversion ratio of murrah buffalo.

The conclution of this research is pod coffe can be used as alternative feedstuff by fermented with local microorganism and can be used until 30% on concentrate of murrah buffalo.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 02 November 1989 dari

ayah Pinondang Sihombing, SP dan ibu Artauli br. Lumban Tobing, SP. Penulis

merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam dan pada

tahun 2008 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama

(UMB). Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota seksi seni

dan kreativitas Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) periode 2009-2011,

menjabat sebagai koordinator seksi acara PORSENI IMAPET 2011. Penulis

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Adisa Lestari Desa Karang

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Adapun judul skripsi penulis adalah “Pemanfaatan Kulit Kopi

Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kerbau Murrah

Jantan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,

semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar Sembiring selaku

ketua komisi pembimbing dan Ibu Tri Hesti Wahyuni selaku anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan mulai dari penulis

mengajukan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Di

samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua civitas

akademika di Program Studi Peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tak

dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

(9)

DAFTAR ISI

Hipotesa Penelitian... 5

Kegunaan Penelitian... 6

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Tapanuli Utara ... 7

Kondisi Umum BPTU Sinur Siborong-borong ... 7

Kerbau Murrah ... 9

Kebutuhhan Nutrisi Ternak Kerbau ... 11

Potensi Ternak Kerbau... ... 13

Pertumbuhan Ternak Kerbau ... 15

Pakan Ternak Kerbau ... 17

Sistem Pemeliharaan ... 18

Hijauan ... 20

Fermentasi Memakai Mikro Organisme Lokal ... 31

Inokulan Cair ... 32

Konsumsi Pakan ... 33

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Kerbau ... 35

(10)

Bahan dan Alat Penelitian... ... 38

Bahan ... 38

Alat ... 38

Metode Penelitian... 39

Parameter Penelitian... 40

Konsumsi Pakan ... 40

Pertambahan Bobot Badan ... 40

Konversi Pakan... ... 40

Pelaksanaan Penelitian... ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan ... 43

Pertambahan Bobot Badan... ... 45

Konversi Pakan ... 48

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran... ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 59

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1 Kebutuhan Nutrisi Harian Ternak Kerbau ... 12

2 Produksi susu (Kandungan per Kg Susu) Kerbau Murrah... 12

3 Produksi Daging Kerbau di Indonesia Tahun 2010 – 2011 (ton) ... 13

4 Kebutuhan Nutrisi dan Pertumbuhan Harian Kerbau Murrah ... 16

5 Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Lapangan dan Rumput Raja (%) ... 22

6 Kandungan zat gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan difermentasi ... 26

7 Kandungan nutrisi bahan penyusun konsentrat (%) ... 28

8 Rataan konsumsi pakan hijauan dan konsentrat berdasarkan bahan kering oleh kerbau murrah selama penelitian (kg/ekor/hari) ... 43

9 Analisis keragaman konsumsi pakan kerbau murrah dalam bahan kering ... 44

10 Notasi Tukey taraf 5% perlakuan terhadap konsumsi pakan ... 44

11 Rataan pertambahan bobot badan kerbau murrah selama penelitian (kg/ekor/hari) ... 46

12 Analisis keragaman pertambahan bobot badan kerbau murrah selama penelitian ... 46

13 Notasi Tukey taraf 1% perlakuan terhadap pertambahan bobot badan ... 47

14 Rataan konversi pakan kerbau murrah selama penelitian (Kg pakan / 1 Kg daging) ... 48

15 Analisis keragaman konversi pakan kerbau murrah selama penelitian .. 49

16 Notasi Tukey taraf 5% perlakuan terhadap konversi pakan ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. ... Hal.

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 5

2. Kerbau Murrah ... 11

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1.Kandungan nutrisi bahan pakan ... 59

2.Tabel Komposisi Bahan Pakan dan Nutrisi Pada Perlakuan P0, P1, P2 dan P3 ... 59

3.Formulasi pakan (P0) memakai 20% kulit kopi tanpa fermentasi ... 60

4.Formulasi pakan (P1) memakai 10% kulit kopi fermentasi... 60

5.Formulasi pakan (P2)memakai 20% kulit kopi fermentasi... 61

6.Formulasi pakan (P3) memakai 30% kulit kopi fermentasi... 61

7.Skema pembuatan inokulan cair ... 62

8.Skema pembuatan kulit buah daging kopi fermentasi dengan mikroorganisme lokal ... 63

9.Rataan Konsumsi Hijauan dalam Bahan Kering Setiap Periode Selama Penelitian (Kg/ekor/hari) ... 64

10.Rataan Konsumsi Hijauan dalam Bahan Kering Selama Penelitian (Kg/ekor/hari) ... 64

11.Analisis Ragam Konsumsi Hijauan dalam Bahan Kering Selama penelitian 64 12.Grafik Konsumsi Hijauan dalam Bahan Kering Selama Penelitian (Kg/ekor/hari) ... 65

13.Rataan Konsumsi Konsentrat dalam Bahan Kering Setiap Periode Selama Penelitian (Kg/ekor/hari) ... 65

14.Rataan Konsumsi Konsentrat dalam Bahan Kering Selama Penelitian (Kg/ekor/hari) ... 65

15.Analisis Ragam Konsumsi Konsentrat dalam Bahan Kering Selama Penelitian ... 66

(14)

18.Rataan Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering Setiap Periode Selama

Penelitian (Kg/ekor/hari) ... 67

19.Grafik Konsumsi Pakan dalam Bahan Kering Selama Penelitian

(Kg/ekor/hari) ... 67

20.Rataan Pertambahan Bobot Badan Setiap Periode Selama Penelitian

(Kg/ekor/hari) ... 67

21.Grafik Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian (Kg/ekor/hari)... 68

22.Rataan Konversi Pakan Setiap Periode Selama Penelitian (Kg

pakan / 1 Kg daging) ... 68

(15)

ABSTRAK

WESLY PEBRI SIHOMBING: Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kebau Murrah Jantan. Penelitian ini dibawah bimbingan ISKANDAR SEMBIRING dan TRI HESTI WAHYUNI.

Kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal meningkatkan kandungan protein yang berimplikasi pada peningkatan kualitas pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan Mikroorganisme lokal dalam konsentrat terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan kerbau murrah jantan (Bubalus bubalis).

Penelitian dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul Babi dan Kerbau di desa Silangit Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada bulan April 2012 – September 2012. Penelitian ini menggunakan empat ekor kerbau Murrah jantan dengan rataan bobot awal 174,23 ± 11,57 kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan bujur sangkar latin (RBSL) dengan 4 perlakuan. Perlakuan terdiri atas P0 (20% kulit kopi tanpa fermentasi dalam konsentrat); P1 (10% kulit kopi fermentasi dalam konsentrat); P2 (20% kulit kopi fermentasi dalam konsentrat) dan P3 (30% kulit kopi fermentasi dalam konsentrat).

Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi pakan berdasarkan bahan kering (kg/ekor/hari) 6,51; 7,06; 6,93 dan 6,87. Rataan pertambahan bobot badan (Kg/ekor/hari) 0,46; 0,67; 0,58 dan 0,53. Rataan konversi pakan 14,29; 10,53; 12,60 dan 12,90. Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai level kulit kopi fermentasi dengan mikroorganisme lokal berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan, sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap konversi pakan kerbau murrah.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kulit daging buah kopi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif dengan cara difermentasi oleh mikroorganisme lokal dan dapat diberikan sampai level 30% dalam konsentrat kerbau Murrah

Kata kunci: kulit daging buah kopi, fermentasi, mikroorganisme lokal, kerbau murrah

(16)

ABSTRACT

WESLY PEBRI SIHOMBING: Utilization of Pod Cofee Fermented by Local Microorganism on Performance of Males Murrah Buffalo. Under supervised by ISKANDAR SEMBIRING and TRI HESTI WAHYUNI.

Fermented pod coffe with local mikroorganism can be increase the protein content of feed that has implications for the increased quality of feed. The objective of this research to determine the effect of pod coffe fermented with local microorganism in concentrate on feed intake, average daily gain and feed conversion ratio of males murrah buffalo (Bubalus bubalis).

The research conducted at hybrid livestock breeding center Pig and Buffalo in Silangit sub-districk Siborong-borong districk North Tapanuli, North Sumatera start at April 2012 until September 2012. The research used four head males Murrah buffaloes within initial body weight 174,23 ± 11,57 kg. The design of this experiment used latin square design (LSD) with 4 treatments. The treatments consist of P0 (20% pod coffe non fermented on concentrate); P1 (10% pod coffe fermented on concentrate); P2 (20% pod coffe fermented on concentrate) and P3 (30% pod coffe fermented on concentrate).

The result of this research showed that the average feed intake (kg/head/day) 6,51; 7,06; 6,93 and 6,87 respectively. Average daily gain (kg/head/day) 0,46; 0,67; 0,58 and 0,53 respectively. Average feed conversion ratio 14,29; 10,53; 12,60 and 12,90 respectively. Statistically shows that the ultilization of pod coffe fermented with local microorganism significantly different (P<0,05) on feed intake, very significantly different (P<0,01) on average daily gain and significally different (P<0,05) feed conversion ratio of murrah buffalo.

The conclution of this research is pod coffe can be used as alternative feedstuff by fermented with local microorganism and can be used until 30% on concentrate of murrah buffalo.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein

yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Perkembangan populasi ternak dan hasil produksinya merupakan gambaran

tingkat ketersediaan sumber bahan protein nasional. Tingkat konsumsi yang akan

menentukan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan

daging dan produksi ternak lainnya dan tingkat pendapatan rumah tangga.

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

(2011) tercatat bahwa produksi daging dalam negeri pada tahun 2011 mencapai 2

juta ton terdiri dari daging sapi (481.990 ton), daging kerbau (37.112ton), daging

kambing (74.096 ton), daging domba (64.315 ton), daging ayam ras (820.597),

daging ayam buras (341.705 ton), itik (29.356 ton) dan daging babi (235.193 ton).

Produksi daging nasional antara tahun 2006 sampai 2011 menunjukkan

pertumbuhan yang positif dengan pertumbuhan produksi daging meningkat dari

1.415.421 ton pada tahun 2006 menjadi 2.084.364 pada tahun 2012

(Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011).

Berdasarkan hasil awal Pendapatan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau

(PSPK) 2011, populasi sapi dan kerbau di Indonesia sebanyak 16,7 juta ekor atau

tepatnya 16.707.204 ekor. Jumlah tersebut terdiri dari populasi sapi potong

sebanyak 14.805.053 ekor, sapi perah sebanyak 597.135 ekor dan kerbau

sebanyak 1.305.016 ekor (Deptan, 2011).

(18)

ditargetkan pemerintah sebesar 10,1 kg/kapita/tahun, tetapi hingga sekarang

rata-rata pemenuhan daging nasional sekitar 1,7 kg/kapita/tahun (Hilmiati, 2009). Hal

tersebut menunjukkan konsumsi daging nasional masih jauh dari yang

ditargetkan. Secara kuantitatif, ternak kerbau memiliki peluang untuk

mensubstitusi sapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging nasional. Ternak

kerbau dan sapi merupakan hewan yang berbeda baik jenis maupun bangsanya,

tetapi dalam hal produk, tidak ada perbedaan antara daging kerbau dengan daging

sapi di pasar. Hampir di seluruh wilayah Indonesia daging kerbau dikenal sebagai

daging sapi. Harapan kedepan adalah ternak kerbau mampu mensubtitusi daging

sapi.

Usaha pengembangan ternak kerbau tidak luput dari pengaruh pakan yang

diberikan. Penyediaan pakan dalam rangka memenuhi pakan ternak kerbau

sangatlah penting karena berpengaruh pada hasil ternak tersebut. Ketersediaan

sumber pakan hijauan masih menjadi permasalahan utama di tingkat peternak

ruminansia. Pada saat musim kemarau tiba, peternak terpaksa harus menjual

dengan harga murah untuk mengatasi terbatasnya hijauan yang tersedia.

Salah satu teknologi pembuatan pakan alternatif yang saat ini cukup

berkembang adalah teknologi pembuatan pakan lengkap. Pakan lengkap yang

merupakan salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan

limbah pertanian dan limbah agroindustri dengan cara mencampurkan

bahan-bahan tersebut dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi baik kebutuhan serat

kasar maupun zat-zat makanan lainnya. Potensi limbah pertanian dan limbah

agroindustri untuk bahan baku pakan cukup melimpah dan belum dimanfaatkan

(19)

Produk yang berpotensi sebagai bahan pakan alternatif yang tersedia

dalam jumlah besar dan tersedia sepanjang tahun umumnya dari limbah industri

pengolahan hasil pertanian, misalnya dalam pengolahan produksi buah kopi.

Perkebunan kopi yang dikelola oleh rakyat sampai saat ini terus berkembang di

beberapa propinsi di Indonesia sehingga luasannya terus meningkat. Luas

perkebunan kopi di Indosesia 1,31 juta hektar, dari luasan tersebut dapat

diproduksi kopi sebanyak 686.768 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

Melyani (2010) menyatakan bahwa produksi kopi robusta mencapai 81% dari

total produksi (sekitar 557 ribu ton) dan 19% untuk produksi kopi arabika

(sekitar 131 ribu ton). Kulit luar kopi yang merupakan limbah hasil pengolahan

buah kopi memiliki proporsi 40-45% (Simanihuruk et aI, 2009), sehingga jumlah

limbah tersebut adalah sebanyak 752,6-846,7 ton/hari. Kulit buah kopi ini cukup

potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Dalam

pengolahan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 5% kulit ari dan 40% biji kopi.

Pemanfaatan kulit daging buah kopi sebagai bahan baku pakan belum

dilakukan secara optimal saat ini. Hal ini dikarenakan adanya kandungan serat

kasar terutama lignin yang relatif tinggi dalam limbah kulit kopi dan adanya

kandungan antinutrisi berupa senyawa kafein dan tannin. Hal-hal tersebut yang

mengakibatkan belum digunakannya bahan ini sebagai salah satu alternatif bahan

baku pakan. Salah satu alternatif pengolahan limbah yang aman, relatif murah dan

sering digunakan oleh masyarakat adalah pengolahan secara biologis, yakni

pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang akan melakukan proses

(20)

dalam bahan baku pakan dan mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam

proses pembuatan bahan pakan.

Rumusan Masalah

1. Masalah yang dihadapi oleh peternak Kerbau Murrah salah satunya adalah

pakan yang terbatas, sehingga diperlukan pakan alternatif untuk mengatasi

masalah tersebut. Sementara itu, hasil samping pertanian menghasilkan

kulit daging buah kopi yang cukup potensial untuk digunakan sebagai

bahan pakan alternatif.

2. Kulit daging buah kopi mengandung kandungan nutrisi yang tidak terlalu

tinggi, oleh sebab itu perlu dilakukan langkah-langkah peningkatannya

dengan cara fermentasi dengan menggunakan Mikroorganisme Lokal

(Saccharomyces , Rhizopus dan Lactobacillus).

Kerangka Pikiran

Penelitian ini diawali oleh kerangka berpikir terkait dengan permasalahan

aktual yang sedang dihadapi Indonesia saat ini yaitu peningkatan permintaan

daging yang tidak diimbangi dengan produksi daging dalam negeri. Kerbau

Murrah yang masih kurang diperhatikan dan dikembangkan dengan baik sehingga

populasi ternak tersebut menurun yang dikarenakan masyarakat peternak menjual

kerbaunya karena sedikitnya informasi dan keterbatasan pakan. Sementara itu,

hasil samping pertanian menghasilkan kulit kopi yang dapat dimanfaatkan untuk

bahan pakan ternak kerbau murrah. Secara skematik kerangka pikir dapat dilihat

(21)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit

daging buah kopi yang difermentasi dengan Mikroorganisme Lokal dalam

konsentrat terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi

pakan kerbau murrah jantan (Bubalus bubalis).

Hipotesa penelitian

Pemberian kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan

Mikroorganisme Lokal memberikan pengaruh positif terhadap konsumsi pakan,

pertambahan bobot badan dan konversi pakan pada kerbau murrah jantan

(Bubalus bubalis).

Kebutuhan daging

Kerbau Murrah

Populasi Masyarakat

Peternak Pakan

Kulit Kopi

(22)

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi bagi

peternak kerbau dalam upaya pengembangan kerbau murrah; sebagai bahan

informasi bagi para peternak dalam menggunakan hasil samping kopi sebagai

bahan pakan untuk ternak, bahan informasi bagi para peneliti, kalangan akademis

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Profil Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 unit daerah

kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli terletak pada

ketinggian antara 300 – 1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur

tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu tergolong datar (3,15%),

landai (26,86%), dan terjal (44,35%). Secara astronomis Tapanuli Utara berada

pada posisi 10 20’ – 20 41’Lintang Utara dan 980 05’ – 990 16’ Bujur Timur. Sedangkan letak geografis Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan

langsung dengan lima kabupaten yaitu, sebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Toba Samosir, sebelah timur berbatasan dengan Labuhan Batu,

sebelah selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang

Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli

Utara sekitar 3800,3 km2 terdiri dari daratan 3793,71 km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 km2.

Kondisi Umum BPTU Sinur Siborong-borong

Sejarah

Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Babi dan Kerbau

Siborong-borong merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Peternakan

sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :

288/Kpts/OT.210/4/2002, diresmikan pada tanggal 16 April 2002 yang berada di

(24)

Sebelumnya BPTU merupakan Balai Pembibitan Ternak Hijauan

Makanan Ternak (BPT-HMT) berdiri tahun 1987 dengan bermacam – macam

ternak seperti : babi, kerbau, domba dan kelinci. BPTU dipimpin dan dibantu oleh

Kepala Balai, serta dibantu oleh Kepala Sub.Bag, Tata Usaha, Ka. Sie Pelayanan

Tekhnik Pemeliharaan Bibit, Ka. Sie Pelayanan Teknik Produksi dan Ka. Sie Jasa

Produksi.

Jenis ternak yang dikembangkan di BPTU adalah ternak kerbau yang

terdiri atas kerbau Lokal dan Murrah dan ternak babi. Ternak babi dipelihara di

instalasi Siaro, sedangkan ternak kerbau berada di Instalasi Silangit dan Bahal

Batu.

Selain berfungsi untuk menghasilkan ternak unggul babi dan kerbau,

BPTU juga sangat berperan sebagai wadah ilmu pengetahuan dan informasi

terapan di lapangan yang berguna untuk peningkatan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) baik bagi masyarakat petani peternak dan kelompok tani maupun

bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Hal tersebut dilakukan dengan

cara Praktek Kerja Lapangan (PKL), studi banding, magang, dan lain-lain.

Kegiatan tersebut harus dilakukan setiap tahun sebagai realisasi dari visi dan misi

Balai.

Tugas pokok BPTU Babi dan Kerbau Siborong – borong adalah

melaksanakan pemuliaan dan produksi bibit babi dan kerbau unggul serta

pemasarannya. Hasil pemasaran (pendapatan yang diperoleh) diberikan ke pusat

(25)

Kerbau Murrah

Menurut sejarah perkembangan domestikasi, nenek moyang dari kerbau

(Bubalus bubalus) adalah kerbau liar dari Asia. Ditemukan dua tipe utama kerbau,

yaitu kerbau lumpur dan kerbau sungai atas dasar perbedaan fenotipe, karyotipe

dan mitokondria DNA (FAO, 2007). Kerbau tersebut didomestikasi terpisah,

dengan pusat domestikasi kerbau sungai terdapat di Lembah Indus dan lembah

Tigris pada 5.000 tahun yang lalu; sedangkan kerbau lumpur didomestikasi di

China sekitar 4.000 tahun yang lalu bersamaan dengan munculnya budidaya padi.

Asal kerbau di Indonesia diduga telah lama dibawa ke Jawa, yaitu pada saat

perpindahan nenek moyang kita dari India Belakang ke Jawa pada tahun

1.000 SM (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

Kerbau adalah binatang memamah biak yang masih termasuk dalam

subkeluarga bovinae. Kerbau merupakan modifikasi antara bentuk antelope dan

sapi, yang ada di Indonesia, kerbau di bagi menjadi 4 golongan, yakni :

1. Anoa (buballus depresicronis), khususnya terdapat disulawesi

2. Borneo Buffalo (Buballus arneehosei), khususnya kerbau lumpur yang

terdapat di Kalimantan

3. Kerbau – banteng Delhi, merupakan kerbau yang terdapat di Sumatra dan

dikenal sebagai kerbau sungai

4. Bos Arni, adalah kerbau yang terdapat di asia tenggara dan hampir identik

dengan kerbau lumpur dan merupakan keturunannya.

Pada umumnya kerbau di Indonesia tidak menunjukan jenis tersendiri,

(26)

kulit dan bulu. Dengan demikian kerbau di Indonesia dapat dibagi menjadi 2

kelompok yakni; kerbau liar dan kerbau jinak.

Berdasarkan karakteristiknya kerbau jinak dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Kerbau Sungai (River Buffalo)

Secara umum kerbau jenis ini memiliki ciri sebagi berikut; (1) memiki kulit

hitam pekat; (2) tubuh padat dan pendek, leher dan kepala relative kecil; (3)

punggungnya lebar serta (4) tanduk melingkar rapat seperti spiral.

b. Kerbau Lumpur (swamp buffalo)

Kerbau ini memiliki ciri sebagai berikut; (1) Warna kulit coklat

kehitam-hitaman; (2) Tubuhnya relatif pendek dan (3) Kaki pendek serta tanduknya agak

melengkung.

Kerbau murrah banyak dipelihara di India, khususnya didaerah Delhi, dan kerbau

ini tergolong bangsa kerbau - banteng Delhi, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :

1. Tubuh padat dan pendek

2. Leher dan kepala relatif kecil

3. Warna kulitnya hitam dengan warna putih pada dahi dan kaki

4. Punggungnya lebar

5. Tanduk melingkar rapat seperti spiral dan sangat kecil

6. Bobot badan betina dewasa 430 kg dan dewasa jantan 570 kg

7. Menghasilkan susu 2.050 liter/laktasi

(Talib, 2008)

Semua jenis kerbau memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun

(27)

Kelas : Mammalia, Ordo : Artiodactyla, Famili : Bovidae, Upafamili : Bovinae,

Genus : Bubalus dan Spesies : Bubalus Bubalis (Susilorin et al., 2010).

Gambar 2. Kerbau Murrah

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kerbau

Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok

dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana

yaitu untuk mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya

sekedar cukup untuk memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak

akan naik dan turun. Tetapi jika ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan

hidup pokoknya maka sebagian dari kelebihan makanan itu akan dapat dirubah

menjadi bentuk produksi misalnya air susu, pertumbuhan dan reproduksi, hal ini

disebut kebutuhan produksi (Tillman et al., 1984).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh

kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat

tergantung jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting dan

menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya

serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya

(28)

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Harian Ternak Kerbau.

Sumber : Ranjhan (1991)

Tabel 2. Produksi susu (Kandungan per Kg Susu) Kerbau Murrah

Susu ME TDN Ca P Vitamin A

(29)

Potensi Ternak Kerbau

Berdasarkan data statistik, produksi daging kerbau di Indonesia dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Daging Kerbau di Indonesia Tahun 2010 – 2011 (ton)

No. Provinsi Tahun

(30)

Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang

lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah (Sutardi, 1978). Pada daerah

kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus),

kondisi tubuh kerbau masih cukup baik (Bamualim dan Mohammad, 2008). Pada

kondisi penelitian yang terkontrol kerbau tumbuh 0,73 kg/hari sebanding dengan

sapi Ongole (0,75 kg/hari). Dibandingkan dengan sapi lokal seperti sapi Madura

(0,6 kg/hari) dan Bali (0,66 kg/hari), pertumbuhan kerbau masih lebih baik

(Moran, 1978). Ternak kerbau tumbuh dan berkembang biak pada rentang

agroekosistem yang luas dari daerah kondisi basah sampai daerah kondisi kering

(Bamualim dan Mohammad, 2008). Oleh karenanya, penyebaran ternak kerbau di

Indonesia cukup luas, dari daerah kondisi basah di Sumatera dan Kalimantan

sampai daerah kondisi kering di Pulau Lombok dan Sumbawa di Provinsi Nusa

Tenggara Barat dan Pulau Moa di Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

Kerbau memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Kerbau

mudah digembalakan karena kerbau suka hidup berkelompok. Kerbau sudah dapat

dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan, dan pada umur 27 hingga 28 bulan

sudah beranak pertama dan selanjutnya beranak setiap tahun. Dengan demikian,

pada umur 3 tahun 4 bulan, kerbau betina dapat beranak dua kali. Dalam waktu 25

tahun, seekor kerbau betina mampu melahirkan anak 20 ekor (Wordpress, 2011).

Dilihat dari sudut penyakit hewan yang banyak terjadi di daerah tropis,

kerbau mempunyai keunggulan dari sapi. Kerbau lebih tahan terhadap caplak dan

infeksi cacing dibandingkan dengan sapi (Vercoe dan Frisch, 1980). Kerbau

senang melumpur, dan lapisan lumpur pada kulit kerbau nampaknya membantu

(31)

kerbau banyak hidup di daerah berlumpur (rawa, sungai atau kolam) kejadian

penyakit pada kuku jarang terjadi (NRC, 1981). Kerbau juga dilaporkan bebas

dari infeksi penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (Talib, 2008).

Satu lagi keunggulan dan sekaligus keunikan dari ternak kerbau bagi

negara berkembang termasuk Indonesia adalah kerbau sering disebut sebagai

“traktor bernyawa” (ternak kerja). Teracak kerbau yang lebar dan kaki yang kuat

menjadikan kerbau sangat cocok sebagai ternak kerja pada daerah

basah/berlumpur (NRC, 1981), walaupun hasil kerjanya lebih lambat dari sapi

(Santosa et al., 1989). Berkembangnya penggunaan traktor dalam pengolahan

lahan telah menggeser peran kerbau sebagai pengolah lahan. Krisis bahan bakar

minyak yang terjadi belakangan ini, akan membuat petani untuk kembali

menggunakan kerbau seperti dimasa lalu.

Pertumbuhan Ternak Kerbau

Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh

yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh

termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ.

Perubahan jaringan-jaringan dan organ-organ berlangsung secara gradual hingga

tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan

tersebut (Anggorodi, 1990).

Kerbau merupakan ternak yang lambat dewasa. Kerbau mencapai dewasa

tubuh setelah umur tiga tahun, pertumbuhan kerbau berlangsung dengan cepat

baik jantan maupun betina sampai rata-rata umur sekitar empat tahun setelah itu

(32)

Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan

mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki

efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi

bahan kering (Devendra, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Ranjhan (1997) maka

kebutuhan nutrisi harian dan pertumbuhan harian kerbau Murrah dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi dan Pertumbuhan Harian Kerbau Murrah

Bobot

(33)

Pakan ternak kerbau

Kerbau adalah hewan ruminansia, ini berarti kerbau memanfaatkan

mikroorganisme di dalam rumen untuk mencerna makanannya. Pakan yang

dimakan hewan ruminansia sebagian besar berasal dari hijauan. Hewan

ruminansia mampu mengubah selulosa dan bahan serat lainnya menjadi susu dan

daging bermutu tinggi. Kemampuan cerna hewan ruminansia lebih baik daripada

hewan non-ruminansia. Hewan ruminansia mengeluarkan kembali makanan yang

telah ditelannya ke mulut dan mengunyahnya beberapa kali sehingga membantu

pencernaan makanan. Makanan ini akan masuk ke rongga rumen saat ditelan

kerbau. Mikroba-mikroba dalam rumen menyerap partikel-partikel makanan dan

dengan proses enzim unsur-unsur tersebut diuraikan dan digunakan untuk

metabolisme (Wordpress, 2011).

Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa di berikan dan bermanfaat

bagi ternak. Pakan yang di berikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung

zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti karbohidrat,

lemak, protein, mineral dan air. Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh

seekor hewan selama sehari perlu diketahui. Dengan mengetahi jumlah bahan

kering yang dimakan, maka dapat dipenuhi kebutuhan seekor hewan akan zat

pakan yang perlu untuk pertumbuhannya, hidup pokok maupun produksinya.

Bahan kering merupakan tolak ukur dalam menilai palatabilitas pakan yang

diperlukan untuk menentukan mutu suatu pakan (Parakkasi, 1995).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar

(34)

kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel - sel yang rusak dan

untuk produksi(Widayati dan Widalestari, 1996)

Sistem Pemeliharaan

Pemeliharaan yang intensif biasanya diartikan sebagai pemeliharaan dalam

tempat yang terkurung dan makanan dibawa kepada ternak. Pemeliharaan intensif

sering disinonimkan dengan pemeliharaan menggunakan ransum. Di lain pihak

salah satu keuntungan dari pemeliharaan intensif adalah penggunaan bahan

makanan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibandingkan dengan

pemeliharaan dilapangan (pasture). Pengaruh negatif pemeliharaan intensif,

misalnya penyakit, investasi yang banyak dan masalah limbah; tetapi intensifikasi

dalam pertanian (secara umum) tidak dapat dihindari seperti halnya pertumbuhan

kota. Manusia harus menghadapi kenyataan tersebut dan lebih penting lagi

mengambil keuntungan dari proses intensifikasi tersebut (Parakkasi, 1999).

Kerbau dipelihara dengan cara yang sangat berbeda di seluruh dunia. Cara

pemeliharaan ini tergantung pada keadaan geografis dan tujuan peternakan kerbau

tersebut. Terdapat berbagai cara pemeliharaan kerbau, mulai dari pemeliharaan

kerbau sebagai ternak multi-guna yang dipelihara di halaman belakang rumah

sampai pemeliharaan kerbau sebagai penghasil susu dengan sistem peternakan

modern. Kandang kerbau harus dapat melindungi kerbau dari stres panas terutama

keterpaparan langsung terhadap sinar matahari, hujan lebat dan cuaca dingin.

Kandang juga harus dilengkapi sistem ventilasi yang memadai. Berikut ini

beberapa pertimbangan dan solusi saat merencanakan pembangunan kandang

(35)

beton agar tidak menjadi kubangan yang tidak sehat di musim hujan. Kerbau

mungkin terlihat gelisah di lingkungan yang panas dan lembab. Kerbau berkulit

gelap dan memiliki sedikit kelenjar keringat sehingga relatif tergantung pada air

untuk menyejukkan badannya. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Kerbau yang

terlindung dari cahaya matahari langsung bisa hidup dengan baik dalam cuaca

panas dan lembab karena mereka mampu melepaskan panas melalui saluran

pernapasan. Kerbau dengan tingkat produksi daging atau susu yang tinggi

memerlukan asupan pakan yang banyak sehingga menyebabkan produksi panas

metabolisme yang lebih tinggi. Dengan demikian, kerbau dengan produktivitas

tinggi kurang menguntungkan dibandingkan dengan kerbau dengan produktivitas

rendah karena memerlukan lebih banyak fasilitas penyejuk. Berikut ini hal-hal

yang perlu dipertimbangkan sebelum membangun kandang kerbau.

1. Tempat pakan dan air harus selalu teduh dan terlindung dari hujan lebat

baik oleh pepohonan atau pun atap

2. Air yang sejuk baik dari sungai yang jernih atau pun yang disediakan

dalam ember membantu kerbau menjaga suhu badannya. Tempat air harus

selalu diletakkan di tempat yang teduh

3. Padang rumput yang diselingi pepohonan merupakan fasilitas

perlindungan yang sangat murah dan efektif dari sinar matahari

4. Kandang dengan konstruksi sederhana yang hanya diberi atap. Di daerah

beriklim panas dan lembab, kandang sebaiknya tidak diberi dinding.

Dinding bisa menghambat ventilasi dan menyebabkan perkembangan

bakteri dan pertumbuhan jamur sehingga kandang jadi tidak sehat. Untuk

(36)

lebat, dapat digunakan tirai yang terbuat dari jerami, kain atau bahan

lainnya

5. Penyediaan tempat berkubang. Namun demikian, kubangan ini harus

berair bersih (bukan air limbah kotor yang membahayakan kesehatan) dan

tidak jauh dari kandang

6. Menyiram kerbau dengan air sejuk selama 3 menit dua kali sehari terbukti

efisien untuk membuang kelebihan panas badan kerbau.

Hijauan

Hijauan pakan ternak merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan

berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein,

sumber tenaga vitamin dan mineral. Untuk dapat mencapai tingkat produksi yang

tertinggi maka usaha perbaikan kearah penyediaan, pengadaan dan nilai pakan

hijauan haruslah ditingkatkan (Obst et al., 1978).

Konsumsi hijauan pakan dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan

secara ad libitum. Peningkatan konsumsi akibat meningkatnya tingkat pemberian

pakan disebabkan oleh semakin besarnya peluang untuk memilih (seleksi terhadap

pakan yang diberikan). Bagian daun tanaman hijauan tropis dikonsumsi lebih

banyak dibandingkan dengan bagian batang. Ternak ruminansia yang diberi

hijauan pakan potongan memilih bagian daun yang umumnya lebih tinggi

kecernaannya dibandingkan batang. Pemilihan daun dibandingkan batang

mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan sifat fisik dari tanaman tersebut.

(37)

terjadi bukan hanya karena faktor gizi, tetapi juga dipengaruhi perbedaan tekstur

yang mempengaruhi palatabilitas

(Wodzicka et al., 1993).

Di Indonesia pada umumnya hijauan makanan ternak diperoleh dari

berbagai sumber antara lain dari hasil panen sendiri, tepi-tepi jalan,

pinggir-pinggir jalan, pematang sawah, tepi hutan, lapangan-lapangan tanah kuburan,

perkebunan, sisa hasil pertanian dan lain sebagainya sehingga kontinuitas

produksi, kuantitas dan kualitasnya tidak terjamin sebagi makanan ternak. Peran

hijauan sangat penting dalam menunjang kebutuhan nutrisi dan pro vitamin A

terlebih untuk ternak perah yang tidak terdapat pada jerami kering. Kebutuhan

ternak ruminansia akan hijauan segar yaitu 10% dari berat badan per hari per ekor.

Pada umumnya para peternak terutama di daerah tropis khususnya di Indonesia

menggantungkan tersedianya hijauan makanan ternak dari alam dan sisa-sisa hasil

pertanian. Hijauan makanan yang berasal dari alam (rumput liar) tanpa

pemeliharaan yang khusus akan mempunyai produksi rendah yaitu 30 ton per

hektar pertahun (tanpa pemupukan) dan 100 hektar perhektar pertahun (dipupuk)

juga nilai gizi yang rendah, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk

meningkatkan produksi dan kualitasnya yaitu dengan cara pemeliharaan dan

budidaya rumput unggul. Rumput unggul sebagai salah satu hijauan makanan

ternak belum dikenal oleh sebagian besar petani, kecuali di beberapa perusahaan

sapi dan instansi pemerintah terkait. Padahal penyediaan hijauan makanan ternak

secara kontiniu dalam jumlah yang cukup dan bernilai gizi tinggi sangat

diperlukan pada setiap usaha peternakan. Ketersediaan bahan pakan hijauan

(38)

jumlah banyak dan berlimpah, sedangkan pada musim kemarau ketersediaannya

sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya peternak memberi sisa-sisa

hasil pertanian seperti jerami. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian

yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Berdasarkan

sumbernya hijauan dapat digolongkan dalam 3 golongan yaitu : graminae

(rumput), leguminosae (kacang-kacangan) dan sisa hasil pertanian

(Hartadi et al., 1997).

Salah satu komponen bahan pakan yang tersedia pada lahan BPTU Babi

dan Kerbau Sinur Siborong-borong adalah rumput raja. Rumput raja dapat

menampung 49 ekor kerbau/ha/tahun secara potong angkut. Rumput raja

mempunyai keunggulan dibandingkan dengan rumput gajah, antara lain tumbuh

lebih cepat memiliki tunas yang lebih banyak, produksi lebih tinggi dan memiliki

batang yang kadar serat lebih rendah. Rumput Raja merupakan tanaman yang

cukup baik untuk kebutuhan hijauan pakan ternak, baik dilihat dari tingkat

pertumbuhan, produktivitas hasil panen maupun nutrisi (terutama kandungan

serat) yang terkandung di dalamnya. Selain sebagai hijauan segar, surplus

produksi rumput Raja juga dapat digunakan sebagai cadangan pakan dalam

bentuk kering (hays) ataupun fermentasi dengan metoda silase setelah terlebih

dahulu dicacah (Mujahidin, A., 2011)

Tabel 5. Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Lapangan dan Rumput Raja (%)

No. Jenis Rumput Kandungan Nutrisi

BK PK LK SK TDN

1 Rumput Lapangan 27,91a 10,62a 8,33a 23,25a 47,56a

2 Rumput Raja 21,20b 13,50b 3,50b 34,10b 54,00b

(39)

Konsentrat

Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup

tinggi PK ≥ 12%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat

dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari

15% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah

formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat

terlampau banyak akan meningkatkan energi konsentrasi pakan yang dapat

menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat

berkurang (Parakkasi, 1995).

Pemberian pakan penguat pada ternak ruminansia pada prinsipnya adalah

untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada rumput

lapangan dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka

lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energi tersebut

digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan

protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat bersumber dari ransum dan protein

mikroba (Williamson and Payne, 1993).

Keuntungan yang diperoleh dari pemberian hijauan bersama pakan

penguat adalah adanya kecenderungan mikroorganisme rumen memanfaatkan

pakan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat

dimanfaatkan lebih mudah dan lebih banyak populasinya sehingga semakin

banyak pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia maka semakin banyak pula

protein masuk ke abomasum ruminansia, yang sangat penting bagi pertumbuhan

(40)

Kulit Buah Kopi

Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%,

kulit biji 5% dan biji 40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit buah kopi yang

diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan

pengangkutan. Karena itu kulit buah kopi harus segera mungkin dikeringkan guna

menghindari penjamuran (Murni et al., 2008).

Menurut Semangun (1996), buah terdiri dari Kulit dan biji :

a. Kulit

Kulit terdiri dari :

1. Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut ”Exocarp”; lapisan ini kalau

sudah masak berwarna merah

2. Daging buah; daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak

berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau

musang. Daging buah ini disebut ”Mesocarp”

3. Kulit tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk

yang menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini

disebut ”Endocarp”.

b. Biji

Biji terdiri dari dua bagian :

1. Kulit biji yang merupakan selaput tipis membalut biji yakni yang disebut

selaput perak atau kulit ari

2. Putih lembaga (endosperma). Pada permukaan biji terdapat saluran yang

arahnya memanjang kedalam, merupakan lubang yang panjang sama dengan

(41)

sempit dan merupakan satu kantong yang tertutup. Susunan buah kulit kopi

dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. kulit daging buah kopi

Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 5% kulit ari dan

40% biji kopi (untuk manusia). Kulit kopi mempunyai kandungan berat kering

(BK) sebesar 91,77%, Protein kasar (PK) sebesar 11,18%, serat kasar (21,74%),

Lemak kasar (LK) 2,8%, dan kandungan BETN sebesar 50,8%. Limbah kulit kopi

mengandung protein kasar 10,4%, lemak 2,13%. Serat kasar 17,2% (termasuk

lignin); abu 7,34%, kalsium 0,48%, posfor, 0,04%, dan energi metabolis 14,34

MJ/kg (Simanihuruk et al, 2009) relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput.

Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah pengolahan kopi

diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk

pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi

kebutuhan protein dan energi.

Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan difermentasi dapat

(42)

Tabel 6. Kandungan zat gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan difermentasi

Zat Nutrisi Kandungan Tanpa difermentasi Setelah difermentasi

Bahan Kering (%) 56,79 93,84

Lemak Kasar (%) 4,25 2,34

Serat Kasar (%) 30,40 23,67

Protein Kasar (%) 11,90 15,61

Abu (%) 16,01 17,52

Kadar Air (%) 19,97 15,29

G E (kal/kg) 4,1211 4,2119

Sumber : Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011)

Onggok

Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah

yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah

varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi

pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi

kayu yang diolah. Moertinah (1984) menyatakan bahwa dalam pengolahan ubi

kayu menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah

yang dihasilkan 70-79%. Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 7.

Dedak padi

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras

dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil

ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses

pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,

tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau

(43)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 40% dalam pakan ternak

ruminansia tanpa memberikan efek samping yang merugikan Devendra (1997).

Didukung juga oleh Batubara et al (1993) yang mengatakan bahwa bungkil inti

sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam pakan ternak ruminansia ditambah

dengan penggunaan molases sebesar 20%. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tongkol Jagung

Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan

bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan

baku jagung. Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tongkol jagung yang

biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah.

Umumnya tongkol jagung dipergunakan sebagai pakan ternak ruminansia, di

daerah pedesaan tongkol jagung ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat diare

(Suprapto dan Rasyid, 2002). Kandungan nutrisi tongkol jagung dapat dilihat pada

Tabel 7.

Molasses

Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan

molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai

gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B

kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron,

yodium, tembaga dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi

(44)

Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang

berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan

ternak yang berenergi tinggi (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nutrisi molasses

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan nutrisi bahan penyusun konsentrat (%)

No. Jenis Bahan Kandungan Nutrisi

BK PK LK SK TDN

Sumber : a. Moertinah (1984) b. Tillman et al., (1991)

c. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP-USU, Medan (2005) d. Hartadi et al (1997)

Ultra Mineral

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral,

mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi

hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya relatif mengandung kurang mineral

(terutama di musim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung

defisiensi mineral.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak.

Diantaranya adalah bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan

berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan

(45)

Urea

Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45%

nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat

dikombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat

digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia

(Kartadisastra, 1997).

Garam

Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam

bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena

hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor

atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et al., 1991).

Na dan Cl diperlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum

(termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya

hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan

makanan hewani (Parakkasi, 1995).

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari

enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perumahan kimia pada suatu substrat

organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses

biokimia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat

(46)

Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat

dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang

dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino

dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Menurut

Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim

dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik

dengan menghasilkan produk tertentu.

Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara pengolahan

dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan

dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan bakunya.

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dari senyawa organik

(karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) baik dalam keadaan ada

udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui kerja enzim yang berasal dari

mikroba yang dihasilkan (Tjitjah, 1991).

Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu

fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat

merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup

mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium

cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam

medium cair (Hardjo et al., 1989).

Menurut Winarno et al (1980) fermentasi merupakan proses biokimia yang

dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari

(47)

mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya

disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah

komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih

mudah dicerna.

Selama proses fermentasi terjadi bermacam-macam perubahan komposisi

kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta

perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan

penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan

perkembangan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi

pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat

dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama

proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga

dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga

terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al, 2006).

Fermentasi Memakai Mikroorganisme Lokal

Pembuatan kulit kopi fermentasi menggunakan beberapa bahan antara lain

kulit kopi, inokulen cair, dedak halus dari bahan yang akan difermentasi. Alat

yang digunakan yaitu plastik untuk alas fermentasi. Kulit kopi diserakkan di atas

alas, kemudian disiram dengan inokulen cair secara merata selanjutnya seluruh

material disiram dengan dedak halus sampai merata dengan cara membalik-balik

dengan sekop, kemudian ditutup dengan tikar bekas/selimut/sabuk kelapa bekas

agar panas yang terbentuk tersimpan baik dan mempercepat proses fermentasi.

(48)

Pengeringan dilakukan dengan tahapan tertentu dimana dimaksudkan agar

mikroorganisme yang berkembang biak menjadi dorman. Pakan yang berisi

mikroorganisme dorman diharapkan berfungsi menjadi probiotik. Pertama

dilakukan pengeringan di dalam ruangan sampai kebasahan bahan berkurang.

Selanjutnya dikeringkan di udara terbuka namun dibawah naungan pepohonan.

Demikian diteruskan sampai bahan kering.

Mikroorganisme Lokal yang digunakan adalah Saccharomyces yang

berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

Mikroorganisme ini mempunyai beberapa sifat :

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan

enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan

enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu

menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2

dan air

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan

enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Inokulan Cair

Inokulen cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan

mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme

dasar dalam inokulen cair ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape,

(49)

menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe

dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantung

plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong

plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan

diaktifkan bekerja, bila kantung plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi

positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair.

Konsumsi Pakan

Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan

menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh

lingkungan, Parakkasi (1995) juga menyatakan bahwa pakan yang berkualitas

baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan makanan yang

berkualitas rendah sehingga bila kualitas pakan relatif sama maka tingkat

konsumsinya juga tidak berbeda.

Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila

pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh

terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sakit, walaupun gejala penyakitnya

belum diketahui, namun nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan

ketempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih

tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air

meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat membesar dan daya tahan

tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Konsumsi pakan menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal

(50)

Fungsi pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran

pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan

pakan menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Tingginya konsumsi pakan

dipengaruhi oleh palatabilitas. Sesuai dengan pendapat Sumadi et al. (1991)

bahwa bangsa ternak dapat mempengaruhi konsumsi pakan karena kecepatan

metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda apabila mendapat pakan

dengan kualitas yang sama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi palatabilitas pakan yaitu faktor fisik

dan kimiawi pakan yang akan berpengaruh terhadap fisiologis ternak dalam

ransangan penglihatan, penciuman, dan rasa dalam mengkonsumsi pakan

(Church ,1986).

Tingkat konsumsi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999) dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang kompleks, yaitu :

• Ternaknya sendiri. Faktor ternak terhadap tingkat konsumsi adalah

permintaan fisiologis dari ternak tersebut untuk hidup pokok dan produksi

sesuai dengan kapasitas saluran pencernaan dari ternak bersangkutan.

Semakin banyak bahan makanan yang tidak mudah dicerna dalam ransum,

maka tingkat konsumsi akan banyak ditentukan oleh gerak laju digesta

dalam rumen dan saluran pencernaan lainnya

• Makanan yang diberikan. Meliputi kualitas/komposisi bahan makanan,

sifat mengisi/bulky dari bahan makanan dan pH rumen

• Lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara, meliputi temperatur,

(51)

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Kerbau

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai

dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya

perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio

sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak dimulai sejak awal

terjadinya pembuahan sampai dengan ternak itu lahir, dilanjutkan hingga ternak

menjadi dewasa (Parakkasi, 1995). Pertambahan bobot badan merupakan salah

satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makan

ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah

satu indikasi pemanfaatan zat-zat pakan dari ransum yang diberikan. Dari data

pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak

(Church dan Pond, 1980).

Laju pertumbuhan ternak setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor,

antara lain potensi pertumbuhan dari masing - masing individu ternak dan pakan

yang tersedia (Cole, 1982), selain hal tersebut laju pertumbuhan ternak juga

dipengaruhi oleh jenis, kandungan gizi dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh

yang besar terhadap pertumbuhan (Soeparnao dan Davies, 1987). Potensi

pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigor) dan

jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen

(pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim.

Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana

berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa

(52)

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan

tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti

semakin efisien (Anggorodi, 1990) selanjutnya dijelaskan bahwa konversi pakan

khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, besarnya

pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Konversi pakan adalah

perbandingan atau rasio antar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dengan

produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut (Pane, 1986). Menurut Lubis (1992)

konversi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin,

bangsa, kualitas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan yang tidak kalah

penting. Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk

yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan

dalam satuan waktu yang sama (Tillman, 1991).

Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi

dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya. Konversi pakan khususnya

pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot

badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik,

maka ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya

(Martawidjaya et al., 1999).

Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu,

penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat

energi pakan (Tillman, 1991).

Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum

(53)

digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau

(54)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul Babi dan

Kerbau di Desa Silangit Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara,

Sumatera Utara, sekitar 255-260 km dari kota Medan dengan ketinggian lokasi

sekitar 1250 m diatas permukaan laut, dengan suhu berkisar 18-250 C. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai dengan September 2012.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 4 ekor ternak Kerbau

Murrah jantan lepas sapih (berumur 1 tahun) sebagai objek yang diteliti, hijauan

lapangan, konsentrat yang terdiri dari kulit daging buah kopi, dedak padi, bungkil

inti sawit, jagung, molases, urea, garam dan ultra mineral sebagai bahan pakan.

Air tebu, ragi tempe, ragi tape dan youghurt sebagai bahan fermentor pembuatan

inokulan cair, rodalon untuk desinfektan serta obat-obatan seperti obat cacing

wormzol, vitamin B Kompleks dan air minum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual 4 unit

(3 x 4 m) beserta perlengkapanya, tempat pakan dan minum, timbangan digital

kapasitas 1000 kg, timbangan kapasitas 10 kg, termometer air raksa untuk

mengukur suhu selama proses fermentasi, termometer ruangan untuk mengukur

(55)

memotong rumput, alat kebersihan (sapu lidi, ember, karung goni plastik, sekop),

alat tulis, kalkulator dan alat penerangan.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan

bujur sangkar latin 4 perlakuan. Perlakuan yang diteliti adalah :

P0 = Hijauan + konsentrat dengan kulit buah kopi tanpa fermentasi 20%

P1 = Hijauan + konsentrat dengan kulit buah kopi fermentasi 10%

P2 = Hijauan + konsentrat dengan kulit buah kopi fermentasi 20%

P3 = Hijauan + konsentrat dengan kulit buah kopi fermentasi 30%

K1 = Kerbau pertama

K2 = Kerbau kedua

K3 = Kerbau ketiga

K4 = Kerbau keempat

Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

K1P0 K2P1 K3P2 K4P3

K1P1 K2P0 K3P3 K4P2

K1P3 K2P2 K3P1 K4P0

K1P2 K2P3 K3P0 K4P1

Model matematika yang digunakan menurut Sastrosupadi (2000) adalah :

Yijk = μ + Ti + Bj + Kk + € ijk Dimana :

(56)

Kk : pengaruh kolom ke-k

μ : nilai tengah umum

€ ijk : pengaruh galat karena perlakuan ke-i, baris ke-j dan kolom ke-k

Parameter Penelitian

Adapun parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah :

Konsumsi Pakan

Konsumsi Pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang diberikan

dikurangi dengan sisa pakan dan pakan terbuang selama 4 bulan penelitian.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan hasil penimbangan bobot

badan setiap minggu dikurangi dengan bobot badan minggu sebelumnya selama 4

bulan penelitian.

Konversi Pakan

Konversi pakan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi

kerbau dibagi dengan pertambahan bobot badan setiap minggu selama 4 bulan

penelitian.

Pelaksanaan Penelitian

1. Pengolahan Kulit Kopi

• Pembuatan inokulan cair;

Dimasukkan air sumur, air tebu, ragi tempe, ragi tape dan yoghurt

kedalam galon, diaduk lalu ditutup dengan plastik dan didiamkan

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerbau Murrah
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Harian Ternak Kerbau.
Tabel 3. Produksi Daging Kerbau di Indonesia Tahun 2010 – 2011 (ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan konsentrat yang digunakan adalah kulit daging buah kopi yang tidak diamoniasi dan yang diamoniasi dengan level pemberian sebagai berikut, P0 (Pemberian konsentrat

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas

Judul : Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi yang Diamoniasi pada Pakan Domba terhadap Performans Domba Lokal Jantan Lepas Sapih.. Nama :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 20% kulit kopi tanpa fermentasi dan berbagai level (10%, 20%, 30%) penggunaan kulit kopi yang difermentasi dengan mikro organisme

Hal ini menunjukan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL yang dicampur dengan pakan basal dalam bentuk pelet tidak berpengaruh nyata terhadap

Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan pakan campuran dalam bentuk ransum pelet terhadap performans

Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau di Jambi, 22-23 Juni 2007.Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari, Dinas Peternakan Provinsi Jambi,

Campuran kulit kopi dgn dedak di siram dengan inokulan cair secara merata dengan perbandingan 1 galon inokulan : 250 kg