• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Sisi Pandang Kegiatan Investasi Antara Negara Maju Sebagai Investor, dan Negara Berkembang Sebagai Host Country

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. Sisi Pandang Kegiatan Investasi Antara Negara Maju Sebagai Investor, dan Negara Berkembang Sebagai Host Country"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Dengan membaca uraian berikut ini diharapkan dapat dipahami alasan alasan / motivasi “negara maju” untuk berinvestasi di negara berkembang, persyaratan apa saja yang diinginkan agar investasi tersebut “aman” untuk mereka laksanakan, kemudian dapat diketahui bahwa tujuan investasi tersebut ternyata tidak hanya untuk mencari keuntungan financial saja. Demikian pula akan diketahui interest negara berkembang terhadap investasi di negaranya, yang ternyata tidak hanya sekedar untuk menggerakkan roda perekonomiannya saja , akan tetapi mempunyai tujuan yang lebih “besar” lagi.

►►

Motivasi negara maju untuk berinvestasi pada dasarnya karena mereka mempunyai keunggulan tehnologi untuk memproduksi barang dalam jumlah besar, modal yang cukup, serta keperluan pasar yang besar pula untuk menjual produknya . Namun demikian cara mereka mengorganisir perusahaannya dapat berbeda, karena dapat dilakukan dengan Horizontaly Integrated., ataupun Verticaly Integrated, meskipun kesemuanya mengarah kepada “konsentrasi kekuasaan usaha” serta kelangsungan hidup perusahaannya.

Adapun faktor yang menyebabkan mengalirnya investasi ( modal, tehnologi, serta keahlian lain dari investor negara maju ke host country, antara lain ialah iklim penanaman modal dan prospek pengembangan usaha di negara penerima modal tersebut. Lebih mendalam Edward K.Y Chen, dan Streeten menguraikan masalah ini.

Namun investorpun akan mempertimbangkan kemana modalnya akan diinvestasikan dengan beberapa pertimbangan bahwa calon host country hendaknya dapat memberikan jaminan atas kepastian dan perlindungan hukum, adanya birokrasi yang sederhana dan konsisten , serta tersedianya sarana dan prasarana yang memadai..

Sebaliknya “host country” pun menginginkan agar dapat dihindari konsentrasi pasar yang meningkat, repatriasi keuntungan yang berlebihan, adanya transfer pricing, transfer tehnologi yang tidak layak, serta ketergantungan yang tidak diinginkan kepada negara asing.

3. Sisi Pandang Kegiatan Investasi Antara “Negara Maju” Sebagai Investor, dan “Negara Berkembang “ Sebagai Host Country

(2)

3.1. Motivasi “negara maju” untuk menanamkan modalnya ke “negara berkembang”. Ketika ada pertanyaan mengapa negara negara maju berkeinginan untuk menanamkan modalnya di negara berkembang dapat disimak melalui dua teori sebagai berikut :

3.1.1.The Product Circle Theory ( Reymond Vernom 1966 ), Horizontaly Integrated. Bahwa setiap tehnologi ( suatu produk) akan melalui tiga tahapan evolusi :

- Tahap permulaan atau inovasi, kemudian - Tahap perkembangan proses, dan terakhir - Tahap pematangan atau standaridasi

Pada tahapan pertama, diketemukan produk produk yang dibuat dengan tehnologi

“baru”, produk produk tersebut sangat digemari dan dibutuhkan baik oleh konsumen dalam negeri, maupun akhirnya juga oleh konsumen luar negeri, dan dengan kemampuan produksinya yang tinggi, menjadi produk ekspor yang berkembang pesat.

Pada tahapan ke dua evolusi ini, lambat laun tehnologi pembuatan produk tersebut

diketahui dan menyebar bahkan sampai ke negara pesaing, dan dengan adanya “rintangan-rintangan” perdagangan, memaksa negara produsen mengembangkan proses manufacturing sekaligus mengusahakan produksi barang yang sama di luar negeri.

Pada tahap ketiga, dengan adanya standardisasi proses manufacturing memungkinkan

peralihan lokasi-lokasi produksi ke negara negara berkembang, ialah negara negara industri baru, newly industrializing countries, yang mempunyai keunggulan komparatif antara lain berupa tingkat upah yang rendah.

Produk produk dari negara berkembang tersebut kemudian di ekspor ke pasaran global. Dengan adanya kombinasi antara tehnik - tehnik produksi, upah buruh yang murah, serta standardisasi produk, menyebabkan negara negara baru tersebut merupakan sumber produk dan komponen industri yang penting.

Dari uraian di atas kesimpulan dari makna The Product Circle Theory ini bahwa :

Perusahaan multi nasional dan persaingan oligopoli, perkembangan dan penyebaran tehnologi industri merupakan unsur unsur penentu terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi - lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi, dan

(3)

timbulnya strategi perusahaan yang mengintegrasikan perdagangan dan produksi di luar negeri.

Teori ini paling cocok diterapkan pada investasi secara langsung, direct investment dalam bidang manufacturing, merupakan investasi awal yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan Amerika, dengan mendirikan pabrik-pabrik yang membuat barang serupa di mana-mana , horizontaly integrated.

3.1.2. The Industrial Organization Theori of Vertical Integration

Theori ini bertolak dari pemikiran bahwa untuk melakukan investasi bisnis di luar negeri memerlukan lebih banyak biaya apabila dibandingkan dengan hanya sekedar mengekspor barang-barang yang berasal dari pabrik didalam negeri. Sebagai jalan keluarnya maka perusahaan harus mempunyai beberapa keunggulan konpensasi, conpensating advantages, ialah keungggulan yang spesifik yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, misalnya keahlian manajerial, keahlian tehnis, keadaan perekonomian yang memungkinkan perolehan sewa secara monopoli untuk melakukan usaha di negara - negara lain. Juga asset yang unik, yang pada awalnya dibangun dinegerinya sendiri, kemudian dapat dialihkan keluar negeri, dengan demikian memungkinkan untuk beroperasi dengan biaya yang relatif murah sehingga mampu bersaing dan dapat mengungguli perusahaan – perusahaan sejenis di negara tuan rumah.

Dengan demikian investasi dapat dilakukan secara vertikal, yang berarti menempatkan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang berbeda di seluruh dunia, yang motivasinya adalah :

- Memperoleh peluang untuk berproduksi dengan biaya rendah yang menghasilkan keuntungan yang besar.

- Sekaligus dapat membentuk “penghalang perdagangan” bagi perusahaan sejenis lainnya, sehingga perusahaan multinasional tersebut dapat merintangi masuknya perusahaan lain di suatu negera, dan menempatkan dirinya dalam posisi monopoli yang selalu dapat dipertahankan.

Teori ini paling cocok diterapkan pada multi nasionalisme baru, new multinasionalism, dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, yakni produksi barang-barang di beberapa pabrik yang menjadi input bagi pabrik pabrik lain dari suatu perusahaan.

(4)

3.2. Hubungan antara negara investor dengan negara penerima modal.

Pada umumnya hubungan tersebut didasari dengan suatu prinsip bahwa, semakin rendah tingkat perkembangan perekonomian suatu negara, maka semakin besar kebutuhan negara tersebut untuk memperoleh modal usaha guna meningkatkan pembangunan di negerinya. Kebutuhan modal tersebut selain berupa dana juga berupa tehnologi, keahlian manajemen, serta keahlian lainnya, yang hanya dapat diperoleh dari negara-negara maju.

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi mengalirnya modal, tehnologi, serta keahlian lain dari suatu negara ke negara yang lainnya, ialah :

- Iklim penanaman modal

- Prospek pengembangan usaha di negara penerima modal

Menilik dua faktor tersebut, kiranya arus penanaman modal asing justru akan banyak mengalir ke negara yang maju daripada ke negara yang sedang berkembang, karena untuk mengalirnya modal ke negara berkembang masih dipengaruhi lagi dengan faktor-faktor :

- Perkembangan perekonomian di negara penerima modal tersebut. - Stabilitas politiknya.

- Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan oleh pemodal. - Tingkat pendapatan nasionalnya.

- Tersedianya bahan baku - Tenaga kerja yang “murah” - Pasar yang tersedia.

Semakin bagus kondisi yang berkaitan dengan faktor faktor tersebut di atas semakin menarik bagi pemodal untuk berinvestasi.

Adapun faktor faktor yang diperhatikan oleh negara maju untuk berinvestasi ( dari penelitian

Edward K.Y Chen ) adalah antara lain adalah :

- Biaya operasi yang rendah , tenaga kerja yang murah, risiko usaha yang rendah, dapat memanfaatkan sepenuhnya mesin beserta tehnologi yang telah ada serta dapat dikembangkan di negara penerima modal, dapat menghindar dari tekanan serta persaingan dari usahawan nasional penerima investasi. Keuntungan yang

(5)

tinggi, biaya modal yang rendah, dapat memanfaatkan peralatan / mesin bekas pakai di negara penerima modal dst.

Apabila di cermati maka dalam era globalisasi yang ditunjang dengan kemajuan tehnologi, serta komunikasi, menyebabkan semakin “mengecilnya” dunia ini, dan menciptakan iklim terjadi saling ketergantungan antara negara dan bangsa. Kebutuhan modal dari suatu negara untuk mengembangkan perekonomiannya sudah tidak terelakkan lagi, namun disisi lain adalah timbulnya kekhawatiran bahwa dominasi negara maju semakin kuat sehingga terciptalah ketergantungan negara penerima modal dengan negara investor. Hal tersebut lebih mengkhawatirkan lagi ketika hubungan antara negara investor dan penerima modal pada umumnya dalam kondisi yang tidak berimbang , imbalance bargaining power.

Menurut Streeten, yang antara lain menyatakan bahwa hubungan yang tidak seimbang antara investor dan negara penerima modal tersebut dapat dilihat dalam masalah :

- Modal asing (swasta) selalu berorentasi untuk memeroleh keuntungan, profit oriented, sedangkan yang terjadi sebaliknya pada negara penerima modal yang mengharapkan modal asing dapat membantu mencapai tujuan pembangunan nasionalnya.

- Modal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang mantap, sehingga dapat saja dalam pelaksanaan usahanya akan bertentangan dengan kepentingan negara penerima modal.

- Modal asing biasanya mempunyai jaringan usaha yang luas dan kuat , dalam bentuk sebagai multinational corparation, yang bergabung dalam induk perusahaan, melayani kepentingan negara dan pemilik saham negeri asal, sehingga tidak begitu saja dapat melayani kepentingan negera penerima modal.

(6)

- Upaya negara penerima modal untuk dapat mengakomodir motif mencari keuntungan dari investor tersebut dengan sebaik baiknya, sehingga prinsip bahwa mengundang modal asing adalah sebagai pelengkap yang betujuan untuk meningkatkan perekonomian / pembangunan tanpa menimbulkan ketergantungan dapat terlaksana dengan baik.

- Diupayakan agar hubungan negara investor dan negara penerima modal dapt selaras, tidak berorentasi kepada pertentangan kepentingan, namun diarahkan kepada kerjasama yang saling menguntungkan, sehingga modal asing dapat terarah kepada terlaksananya pembangunan dalam negeri.

- Negara penerima modal harus berupaya untuk dapat mengembangkan potensi ekonomi secara mantap dan mampu menjaring informasi sebanyak banyaknya dan seluas luasnya sehingga dapat memantau kegiatan pemodal asing. Hal ini akan meningkatkan kemampuan dan posisi berundingnya.

3.3. Kondisi yang dapat menarik negara maju untuk melakukan investasi di negara berkembang

Tujuan suatu negara berkembang untuk menarik investasi asing ialah agar dapat mengolah potensi ekonomi yang dimilikinya menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, sedangkan pertimbangan suatu negara maju untuk melakukan investasi disuatu negara pada umumnya mengharapkan kondisi sebagai berikut :

- Adanya jaminan atas kepastian hukum, demikian juga peraturan-peraturan serta kebijakan pemerintah diharapkan tidak cepat berubah. Tanpa adanya kepastian hukum akan sulit untuk merencanakan suatu strategi usaha dalam jangka panjang.

- Terselenggaranya birokrasi yang sederhana dan konsisten, baik secara vertikal ( pusat dan daerah ) maupun horisontal ( antar departeman / instansi ), terutama di bidang perijinan yang menyangkut bidang usaha yang berkaitan dengan penanaman modal asing, pemakaian tenaga kerja asing, dan sebagainya.

(7)

- Penyediaan dan penyelenggara sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan investasi meliputi komunikasi, perbankan, pengangkutan, perasuransian, transportasi, lahan usaha dan sebagainya.

3.4. Alasan negara berkembang memerlukan adanya investasi modal asing

Sekitar tahun 1970 sampai 1980 di negara negara berkembang / negara industri-baru, termasuk negara Asean selalu berusaha untuk membuat kebijaksanaan, dengan menekankan kepada keterbukaan guna menarik modal asing ke negaranya.

Ditengarai adanya persaingan yang cukup “seru” dari negara negara tersebut, Cina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan juga Indonesia yang membuat berbagai strategi untuk menarik masuknya modal asing ke negaranya.

Namun demikian di sisi yang lain terjadi juga kontroversi penolakan modal asing dari warga negaranya, sebagai contoh peristiwa Malari ( 1994 ) di Indonesia sebagai reaksi negatif terhadap dominasi investasi Jepang yang langsung ditanam di negara ini.

Akan tetapi menilik dari betapa pentingnya peran modal asing yang masuk dalam suatu negara, tetap saja negara negara terebut berupaya sekuat tenaga untuk memperolehnya. Itulah sebabnya kebanyakan negara berkembang melakukan kontrol terhadap masuknya modal asing dengan tujuan tetap mempertahankan kepentingan perkembangan nasional dan berusaha sekuat tenaga menghindari :

- konsentrasi pasar yang meningkat - repatriasi keuntungan yang berlebihan - transfer pricing

- transfer tehnologi yang tidak layak

- ketergantungan yang tidak diinginkan kepada negara asing.

Sehubungan dengan hal tersebut negara negara Asia membuat pembatasan untuk masuknya modal asing misalnya dengan jalan membatasi kepemilikan modal, larangan investasi pada sektor sektor tertentu, serta persyaratan persyaratan yang melindungi industri lokal.

Namun dalam perkembangan perekonomiannya ternyata terjadilah kondisi yang diluar kendali negara negara Asia misalnya :

(8)

- defisit pembayaran yang terus menerus - kemerosotan ekonomi lainnya

- serta adanya peningkatan angka pengangguran, dan negara hanya dapat mengatasinya dengan sekedar memberikan kerja yang tidak profit oriented.

Meskipun di sisi lain negera negera tersebut masih memiliki sumber alam yang memadai akan tetapi tanpa adanya suatu industrialisasi maka perbaikan perekonomian tidaklah sebagaimana diharapkan.

Hal di atas disebabkan karena kecilnya penghasilan suatu negara untuk dapat membiayai industrialisasi yang diperlukan, yang tentu saja memerlukan "modal" yang besar sekali.

Kondisi tersebutlah yang menyebabkan pada akhir dasawarsa tersebut terjadi perubahan sikap terhadap masuknya modal asing, misalnya Malaysia, Philipina dan Indonesia mulai membuat kebijakan untuk menerima modal asing yang tidak menciptakan hutang.

Tindakan di atas membuahkan teori bahwa kebijakan ekonomi yang berorentasi keluar, khususnya investasi, akan mendorong efisiensi yang lebih bermanfaat daripada kebijakan ekonomi yang berorentasi ke dalam.

Akan tetapi ternyata peran modal asing dalam pembangunan ekonomi dalam negeri sangat bervariasi bagi negara negara Asia. Frederic C Deyo mencontohkan :

- Hongkong dan Singapura telah beralih dari negara "gudang" menjadi pusat industri penghasil barang, manufacturing centre yang berorentasi ekspor, sedangkan aktivitas dagang dan pelayanan komersial tetap dikembangkan.

- Korea dan Taiwan, dari pengekpor komoditas primer menjadi negara industri pengganti import, dan menjadi strategis sebagai negara industri ekspor.

- Indonesia dan Malaysia mirip dengan Korea Selatan dan Taiwan, namun juga sangat penting untuk mengatasi masalah penganggguran.

(9)

Bahwa secara umum modal asing akan memperlancar keseimbangan neraca pembayaran, menyediakan tehnologi dan tenaga ahli serta membuka hubungan-hubungan pasar ( market chanel ) yang diperlukan dalam kerangka membangun ekonomi yang berorentasi ke luar. Peranan ini dapat terjadi dengan mudah apabila di negara penerima investasi terdapat banyak insentif, tenaga kerja murah, dan stabilitas yang mantap.

Mengapa suatu negara memerlukan modal asing, Muhammad Chatib Bisri berpendapat sbb: - Keunggulan Komparatif suatu negara akan sia-sia apabila tidak didukung oleh modal

yang memadai

- Negara berkembang perlu bersikap bersahabat dengan modal asing, karena kebanyakan korporasi bisnis telah meningkat dalam skala global.

- Menutup diri dari modal asing dengan tujuan melindungi perekonomian domestik justru akan menurunkan kesejahteraan secara global.

Selain itu perlu diperhatikan pula adanya issue global berkaitan dengan seefektif apa diberlakukannya perlindungan atas hak atas kekayaan intelektual serta hak azasi manusia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perdagangan global, konsep batasan suatu negara menjadi kurang relevan, sedangkan arti pentingnya peran dan keberadaan investor asing kelihatannya sulit untuk diabaikan, bahkan sangatlah diperlukan.

Dengan demikian adanya pertanyaannya "sejauh mana minat investor untuk menanamkan modal di suatu negara" , yang ternyata sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur sbb:

- Kondisi dalam negeri dari suatu negara yang akan dimasuki modal tergantung dari politik negara tersebut, stabilitas perekonimiannya, perangkat hukum dan penegaknya , dst

- Sedangkan kondisi dari negeri penanam modal juga dipengaruhi dengan situasi nasionalnya sendiri , adanya pesaing dengan negara yang lain, dst.

Dengan adanya unsur unsur tersebut terjadilah fluktuasi dari pelaksanaan investasi modal asing.

(10)

- Keunggulan komparatif ( comperative advantage ), yang antara lain ialah kestabilan ekonomi dan politiknya, kemudahan serta relatif murahnya biaya untuk memperoleh faktor produksi, antara lain sumber kekayaan alam, tenaga kerja, dan sebaginya.

- Keunggulan kompetitif ( competitive advantage ) , yang harus dimiliki suatu negara guna mendukung keunggulan komparatifnya tersebut yang sangat dibutuhkan oleh para investor asing, misalnya pengusaaan akses ke pasar internasional, manajemen pendistribusian, pengetahuan tehnologi, sikap negara terhadap intangable assets ( merek dagang, hak cipta dsb ) .

Evaluasi

- Apakah yang menjadi motivasi negara maju sehingga bersedia menanam modalnya ke negara berkembang ?

- Bagaimana hubungan antara negara maju dan negara berkembang tersebut ? - Dari sudut pandang negara investor, kondisi yang baimana yang harus

dimiliki oleh host country agar menarik minat bagi investor ?

- Sejauh mana negara berkembang menginginkan adanya kegiatan investasi modal asing yang masuk ke negaranya.

Referensi

Dokumen terkait

terbagi dua, freehold yang boleh memiliki properti selamanya dan leasehold yang memiliki properti dengan waktu terbatas. Penulis berpendapat semakin banyak jenis

maksimum 1,5 m (Pratiwi, 2010). Dari setiap plot diamati semua jenis Gastropoda.. Sahami, S.Pi, M.Si 2) , Faizal Kasim S.Ik., M.Si 3) yang ada pada semua jenis tumbuhan laut yang ada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis.. (Authoritative Parenting) dengan self-regulated learning pada siswa SMP N

[r]

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan resep di apotek Ko pkar, yang mencakup persepsi pasien terhadap kecepatan pelayanan o bat,

Hubungan alterasi dengan mineralisasi pada daerah penelitian berdasarkan model endapan Lowell-Guilbert (1995, Dalam Pirajno, 2009), seperti pada Gambar 2, daerah

Based on data analysis above, it can be explained some important thing associated with variable Internship (X) that the sub-variables: 1) quality of internship implementation: there

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut: Apakah dengan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share