BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Horizontal dan Vertikal IV.1.1. Analisis Horizontal Analisis horizontal dilakukan dengan cara jumlah setiap akun laporan keuangan tahun berjalan dibandingkan dengan akun yang sama pada periode sebelumnya untuk mengetahui kenaikan atau penurunan yang terjadi pada akun tersebut. Kenaikan atau penurunan tersebut dibagi dengan akun periode sebelumnya dan dikali dengan seratus persen untuk mengetahui persentase kenaikan atau penurunan pada akun tersebut dan kenaikan atau penurunan jumlah pos dihitung sebagai persentase kenaikan atau penurunan. Neraca Laporan Laba Rugi PT. Tirta Madu untuk tahun 2005, 200, 2007, terdapat pada lampiran. Analisis horizontal dilakukan terhadap neraca dan laporan laba rugi untuk tahun 2005, 2006, 2007. ( Lampiran 1‐8) Berikut ini adalah pembahasan hasil perbandingan antara neraca tahun 2005 dengan tahun 2006 ( Lampiran 1 ) dan ditemukan hal‐hal sebagai berikut : 1. aktiva perusahaan mengalami kenaikan sebesar Rp 1,696,338,269 atau sebesar 23,20%. Hal ini dapat ditelusuri sebagagi berikut : a. Kas dan setara kas mengalami penurunan sebesar Rp 1,345,569,577 atau sebesar 91,91%. Hal ini terjadi akibat kenaikan penjualan dan pinjaman kas dari bank.
b. Piutang Usaha ditahun 2005 adalah Rp 504,382,000 dan ditahun 2006 tidak ada transaksi pada pos ini, penurunan piutang usaha ini terjadi karena tidak ada penjualan secara kredit . c. Piutang Karyawan mengalami penurunan sebesar Rp 4,800,000 atau 66,67%, penurunan piutang karena adanya pinjaman uang dari salah satu karyawan bernama Hentry,s.Kom d. Persediaan mengalami peningkatan sebesar Rp 4,636,892,981 atau 129,98%, peningkatan persediaan ini terjadi karena penambahan pembelian bahan kimia dan pupuk serta peralatan CPO lainnya yang lebih banyak. e. Kenaikan premi asuransi ini sebesar Rp 65,621,970 atau sebesar 85,41%, kenaikan ini terjadi karena adanya tambahan premi asuransi atas pembelian 2 truck tank, 3 unit dumtruck dan 1 unit traktor. f. Kenaikan uang muka PPN ini sebesar 100%, hal ini terjadi karena adanya kelebihan PPN. Jadi secara keseluruhan, aktiva lancer perusahaan mengalami kenaikan sebesar Rp 1,696,338,269 atau 23,20%. Dapat disimpulkan adanya kenaikan penjualan dan juga juga para pelanggan telah melunasi piutang nya serta kenaikan persediaan disarankan agar perusahaan memprediksi permintaan dari pelanggan dengan cara memperhatikan permintaan pelanggan atas produk yang digemari dan kurang digemari, sehingga kenaikan persediaan dapat diikuti jumlah penjualannya. 2. Aktiva Tetap Aktiva tetap perusahaan secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar Rp 19,337,114,346 atau 18,08%. Hal ini dapat ditelusuri sebagai berikut :
a. Kenaikan saldo harga perolehan tanaman sawit, tanaman non sawit dan tanah sebesar Rp 45,561,988,782 atau 19,93%. Kenaikan ini akibat bertambahnya pembeliaan tanah dan pertumbuhan tanaman sawit dan non sawit selama tahun 2006. b. Kenaikan akumulasi penyusutan sebesar 50,64 untuk tanaman sawit, disebabkan adanya beban penyusutan atas tanaman sawit. 3. Aktiva sewa guna usaha Aktiva sewa guna usaha secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar Rp 1,838,923,804 atau 54,28%. Hal ini dapat ditelusuri dari : a. Kenaikan saldo harga perolehan aktiva sewa guna usaha sebesar Rp 2,673,374,959 atau 71,79%. Hal ini merupakan perjanjian sewa guna usaha perusahaan dalam bentuk kas untuk membeli : • 1 unit Komatsu Backhou Loader dan New HollandTractor TS.90 • 2 unit Truck Tanki Isuzu borneo FTR 33 • 3 unit Truck Mitsubishi Colt diesel dan Generator Caterpillar b. Kenaikan akumulasi penyusutan atas Truck sebesar 248,32%, disebabkan adanya beban penyusutan atas truck. Jadi secara keseluruhan, kenaikan aktiva sewa guna usaha akibat adanya pembelian Unit Truck dan kendaraan untuk kepentingan perusahaan dan beban penyusutan yang terjadi selama tahun berjalan. 4. Aktiva Lain‐Lain Aktiva lain‐lain secara keseluruhan mengalami penurunan sebesar Rp 20,543,400,388 atau 70,60%. Hal ini dapat ditelusuri sebagai berikut :
a. Kenaikan hak guna usaha sebesar 5,83 %, disebabkan karena adanya perluasan penggunaan usaha oleh perusahaan pada tahun berjalan. b. Kenaikan Pembibitan sebesar 20,50 % c. Penurunan okupasi tanah sebesar 100%, Karen apada tahun berjalan tidak ada okupasi tanah Jadi secara keseluruhan, penurunan aktiva lain‐lain akibat tidak adanya okupasi tanah selama tahun berjalan (2006). 5. Kewajiban Lancar a. Kenaikan saldo Hutang Usaha sebesar Rp 70,118,605 atau 0,84%, disebabkan adanya kenaikan pembeliaan secara kredit kepada supplier. b. Kenaikan saldo Hutang PPH pasal 21 sebesar Rp 793,612 atau 10,85% , disebabkan adanya hutang pajak PPh pas 21 karyawan perusahaan lepas dan tetap. c. Penurunan saldo Hutang PPH pasal 23 sebesar Rp 34,858,433 atau 49,78%, merupakan hutang PPh pasal 23 atas biaya sewa dan jasa‐jasa yang telah dibayarkan oleh perusahaan. d. Penurunan saldo Hutang afiliasi sebesar Rp1,402,721,000 atau 100% oleh perusahaan, adanya pembayaran hutang lunas kepada PT.Perdana Inti Sawit Perkasa dan PT PLI. e. Kenaikan saldo Biaya Ymh.dibayar sebesar Rp 547,832,948 atau 12,83%, merupakan biaya atas gaji, astek,bunga KI&IDC. f. Penurunan saldo Hutang Lainnya sebesar Rp 94,522,091 atau 67,99%, merupakan atas titipan gaji karyawan serta biaya lainnya per desember 31 2006 dan 2005.
Jadi secara keseluruhan kewajiban lancer perusahaan mengalami penurunan sebesar Rp 891,049,022 atau 6,19%. Hal ini disebakan pada Hutang Afiliasi yang telah dibayar oleh perusahaan kepada suppliernya. 6. Kewajiban Jangka Panjang Secara keseluruhan kewajiban jangka panjang perusahaan mengalami kenaikan sebesar Rp 82,998,566 atau 0,07%, hal ini disebabkan karena adanya kenaikan hutang Sewa Guna Usaha atas pembelian kredit atas unit truck dan kendaraan sebesar 37,05%. 7. Ekuitas Jumlah saldo ekuitas perusahaan mengalami kenaikan sebesar Rp 22,764,157,089 atau 18,46%, kenaikan ini terjadi karena adanya peningkatan laba tahun berjalan dan Modal disetor lainnya oleh pemegang saham. Pembahasan hasil perbandingan antara Laporan Laba Rugi untuk tahun yang berakhir pada 31 desember 2005 dengan tahun 2006 ( Lampiran 2 ) menggunakan analisa horizontal adalah sebagai berikut : 1. Penjualan bersih Penjualan bersih meningkat sebesar Rp 21,886,534,704 atau 466,64%, diakibatkan karena adanya kenaikan penjualan CPO (Crude Palm Oil),disebabkan karena permintaan pasar yang selalu meningkat. 2. Harga Pokok Penjualan (HPP) Sehubungan dengan adanya peningkatan penjualan, HPP juga mengalami peningkatan sebesar Rp 10,854,313,012 atau 265,41%, Peningkatan HPP yang
dapat diimbangi oleh peningkatan penjualan berarti bahwa perusahaan masih mampu mengendalikan HPP‐nya. 3. Laba Kotor Seiring dengan peningkatan yang terjadi pada penjualan bersih, laba kotor juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 11,032,221,692 atau 1836,71%. Peningkatan atas laba kotor tersebut baik bagi perusahaan karena peningkatan pada penjualan lebih besar dari HPP. 4. Biaya Usaha Biaya usaha mengalami kenaikan sebesar Rp 731,661,490 atau 161,06%, hal ini disebabkan karena adanya peningkatan pada biaya penjualan sebesar Rp514,714,292 atau 592,54% dan Biaya Administrasi&Umum sebesar Rp 216,947,198 atau 50,05% Jadi secara keseluruhan total biaya mengalami peningkatan dan sebaiknya perusahaan harus mengantisipasi agar biaya yang dikeluarkan dapat ditekan sehingga laba yang diperoleh lebih besar. 5. Laba Usaha Laba usaha perusahaan meningkat sebesar Rp 10,300,560,202 atau 7036,90%. Hal ini disebabkan kenaikan atas laba kotor perusahaan masih lebih besar dari pada kenaikan beban operasional. Adanya peningkatan saldo beban‐beban tersebut berpengaruh pada berkurangnya laba usaha yang diperoleh, sehingga penting bagi perusahaan untuk meminimalkan beban‐beban tersebut. 6. Pendapatan dan biaya luar usaha
Biaya luar operasi mengalami peningkatan sebesar Rp 10,161,492,544 atau 1830,10%, disebabkan oleh biaya jasa giro, dan biaya provisi, administrasi dan bank yang lebih besar disbanding pendapatan. Adanya peningkatan biaya tersebut berpengaruh pada berkurangnya laba usaha yang diperoleh maka itu perusahaan harus berusaha meminimalkan biaya‐biya yang ada. 7. Laba Bersih Tahun Berjalan Laba perusahaan mengalami peningkatan sebesar Rp 139,067,658 atau 68,88%. Hal ini menunjukkan penjualan yang dilakukan perusahaan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dan juda adanya kemajuan usaha yang dilakukan perusahaan. Berikut ini adalah pembahasan hasil perbandingan antara neraca tahun 2006 dan 2007 ( Lampiran 3) dan ditemukan hal‐hal sebagai berikut: 1. Aktiva Lancar Secara keseluruhan Aktiva Lancar perusahaan mengalami peningkatan sebesar Rp4,869,183,943 atau 54%. Hal ini dapat ditelusuri sebagai berikut: a. Kas&Setara Kas perusahaan mengalami kenaikan sebesar Ro 2,705,055,495 atau 2285%. Hal ini terjadi akibat kenaikan saldo uang tunai perusahaan dan saldo rekening Bank perusahaan akibat peningkatan penjualan tunai. b. Piutang Lainnya mengalami kenaikan sebesar Rp 35,544,000 atau 1481% . Hal ini disebabkan karena peningkatan penjualan secara kredit. c. Persediaan mengalami kenaikan sebesar Rp 2,238,632,134 atau 27%. Hal ini merupakan peningkatan pembelian persediaan dan peralatan bahan CPO, bahan kimia dan pupuk serta bahan bakar, ban mesian, dan barang keperluan kantor.
d. Premi asuransi mengalami penurunan sebesar Rp 98,836,486 atay 69%. Hal ini merupakan premi asuransi atas 2 truck tanki dan 1 unit traktor pada asuransi PT. Setika. e. Penyertaan mengalami kenaikan sebesar 100%. Hal ini disebabkan adanya penyertaan saham PT. Rimba Rokan Perkasa sebesar Rp2.500.000.000 yang dibeli oleh perusahaan pada tahun 2007. Jadi secara keseluruhan, aktiva lancer perusahaan naik, disimpulkan adanya kenaikan jumlah aktiva lancer diikuti dengan kenaikan penjualan dan para pelanggan telah melunasi piutangnya karena adanya peningkatan pada saldo rekening bank perusahaan serta adanya penyertaan saham PT Rimba Rokan Perkasa yang dibeli oleh perusahaan. 2. Aktiva Tetap Aktiva tetap perusahaan secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar Rp 13,748,536,279 atau 5%. Hal ini dapat ditelusuri sebagai berikut : a. Kenaikan saldo harga perolehan sebesar Rp 22,522,257,514 atau 8%, harga perolehan ini termasuk harga perolehan aktiva tetap tanaman sawit, non sawit san aktiva tetap tanah, peningkatan terjadi pada aktiva tetap tanaman sawit yang tumbuh semakin banyak dan besar. b. Kenaikan saldo akumulasi penyusutan sebesar Rp 8,773,721,235 atau 45%, disebabkan adanya beban penyusutan tanaman sawit dan non sawit. Jadi secara keseluruhan kenaikan saldo aktiva tetap akibat adanya perluasan tanaman sawit dan non sawit oleh perusahaan, sedangkan aktiva tetap yang tidak mengalami perubahan yaitu tanah.
3. Aktiva Sewa Guna Usaha Aktiva sewa guna usaha mengalami penurunan sebesar Rp 930,205,418 atau 18% disebabkan oleh kenaikan akumulasi penyusutan sebesar Rp 930,205,418 atau 79% dan tidak ada perubahan pada aktiva sewa guna usaha. Jadi penurunan ini karena beban penyusutan yang lebih tinggi. 4. Aktiva Lain‐Lain Aktiva Lain‐Lain mengalami penurunan sebesar Rp 3,225,655,539 atau 38% . Hal ini dapat ditelusuri senagai berikut: a. Saldo Biaya Pra Operasi mengalami penurunan sebesar Rp 71,292,626 atau 10%. b. Saldo Pembibitan mengalami penurunan Rp 576,682,533 atau 46%. c. Saldo Bangunan dalam penyelesaian mengalami penurunan sebesar Rp 2,686,649,580 atau 96% Jadi secara keseluruhan aktiva lain‐lain mengalami penurunan disebabkan oleh pengurangan pembibitan yang dilakukan oleh perusahaan dan pengurangan pada bangunan dalam penyelesaian yang dilaksanakan perusahaan. 5. Kewajiban Lancar Kewajiban lancar mengalami penurunan sebesar Rp 2.911.779.680 atau 22%. Hal ini dapat ditelusuri sebagai berikut: a. Penurunan pada saldo Hutang Usaha sebesar Rp 6,260,604,980 atau 74% disebabkan adanya peningkatan atas pembelian secarakredit kepada Supplier.
b. Penurunan pada saldo Hutang PPH Pasal 23 sebesar Rp 26,462,741 atau 75% atas biaya sewa dan jasa‐jasa lainnya yang telah dibayarkan oleh perusahaan. c. Penurunan pada saldo Biaya Ymh diBayar sebesar Rp 3,699,226,605 atau 77%, hal ini disebabkan oleh pengurangan pada biaya gaji, biaya borongan dan jamsostek oleh perusahaan. Jadi secara keseluruhan kewajiban lancer perusahaan mengalami penurunan disebabkan perusahaan telah membayar Hutang Usaha kepada suppliernya dan perusahaan telah memenuhi kewajibannya untuk melunasi Hutang Pajak. 6. Kewajiban Jangka Panjang Kewajiban Jangka Panjang mengalami kenaikan sebesar Rp 45,894,707,771 atau 39%. Disebabkan oleh adanya saldo hutang perusahaan kepada para Pemegang Saham sebesar Rp 51,339,310,241. 7. Ekuitas Ekuitas mengalami penurunan sebesar Rp 26,021,068,826 atau 18%, disebabkan oleh sampai dengan 31 desember 2006 terdapat kelebihan penyetoran dana oleh pemegang saham sebesar Rp 26,669,612,212, yang digunakan untuk pembiayaan proyek, namun terhitung sejak tahun 2007 saldo tersebut selanjutnya dicatat dalam akun Hutang Kepada Pemegang Saham. Pembahasan hasil perbandingan antara Laporan Laba Rugi untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2006 dengan tahun 2007 (Lampiran 4) menggunakan analisi horizontal adalah sebagai berikut :
1. Penjualan Bersih Penjualan bersih meningkat sebesar Rp 9,336,799,341 atau 35,13%. Hal ini diakibatkan karena adanya kenaikan penjualan CPO dan Palm Kernel. Peningkatan penjualan membuktikan bahwa usaha pemasaran yang dilakukan perusahaan cukup baik. 2. Harga Pokok Penjualan Sehubungan dengan adanya peningkatan pada penjualan, HPP juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 2,626,191,216 atau 17,57%. Peningkatan HPP yang dapat diimbangi oleh peningkatan penjualan berarti bahwa perusahaan masih mampu mengendalikan HPPnya. 3. Laba Kotor Sehubungan dengan adanya peningkatan pada penjualan, nlaba kotor juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 6,710,608,125 atau 57,69%. Peningkatan atas laba kotor tersebut baik bagi perusahaan karena peningkatan atas jumlah penjualan yang telah dilakukan perusahaan lebih besar dari pada peningkatan HPP. 4. Biaya Operasi a. Biaya Umum & Administrasi yang terdiri atas gaji karyawan tetap, biaya perjalanan dinas, peralatan kantor, biaya pemel aktiva tetap non tanaman, biaya umum lainnya mengalami peningkatan sebesar Rp 440,281,989 atau 37,13%. b. Biaya Penjualan
Biaya penjualan mengalami peningkatan sebesar Rp 46,751,446 atau 7,77%, disebabkan oleh beban‐beban seperti beban antar dan beban pengiriman penjualan. 5. Laba Hasil Operasi Laba operasi perusahaan meningkat sebesar Rp 6,270,326,136 atau 60,02%. Hal ini disebabkan kenaikan atas laba kotor perusahaan masih lebih besar dari pada kenaikan beban operasional. Adanya peningkatan saldo beban‐beban tersebut berpengaruh pada berkurangnya laba operasinal yang diperoleh, sehingga penting bagi perusahaan untuk mengurangi beban‐beban tersebut. 6. Pandapatan (Biaya) Luar Operasi Pendapatann dan biaya luar operasi mengalami peningkatan Rp 5,962,753,543 atau 59%. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan biaya provisi, adm dan bank. Kenaikan biaya tersebut merupakan akibat dari bunga pinjaman perusahaan kepada bank. 7. Laba Tahun Berjalan Laba tahun berjalan mengalami peningkatan sebesar Rp 307,572,593 atau90,20%. Hal ini menunjukkan penjualan yang dilakukan perusahaan meningkat disbandingkan tahun sebelumnyadan juga adanya kemajuan usaha yang dilakukan perusahaan. IV.1.2. Analisis Vertikal
Analisis secara vertical dapat digunakan untuk membandingkan masing‐masing pos pada laporan periode berjalan dengan jumlah total pada laporan yang sama dengan tujuan mengetahui hubungan signifikan dalam laporan keuangan tersebut. Analisis secara vertical antar periode digunakan untuk mengetahui keadaan keuangan, perubahannya, dan hubungan signifikan dalam laporan keuangan. Pada neraca setiap pos aktiva dinyatakan sebagai persentase total aktiva, sedangkan setiap pos dari kewajiban dan ekuitas dinyatakan sebagai persentase dari total kewajiban dan ekuitas. Pada laporan laba rugi persentasenya didasarkan pada total pendapatan atau penjualan. Perubahan yang terjadi tidak akan diketahui baik atau buruknya tanpa melihat proporsi dari setiap pos terhadap total yang dijadikan sebagai angka dasar perhitungan persentase. Pembahasan analisis vertical atas neraca PT PTM tahun 2005 dan tahun 2006 (Lampiran 5) adalah sebagai berikut : 1. Aktiva Lancar Aktiva Lancar pada tahun 2005 adalah sebesar 2,86% dari total aktiva. Dan mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 3,25% dari total aktiva. Kenaikan ini terjadi karena kenaikan persediaan bahan CPO perusahaan. 2. Aktiva Tetap Aktiva tetap pada tahun 2005 adalah sebesar 84,41% dari total aktiva, dan mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 91,78% dari total aktiva. Kenaikan ini terjadi karena penambahan aktiva tetap tanaman sawit dan non sawit. Persetase aktiva tetap yang tinggi baik untuk meningkatkan
kinerja perusahaan dengan menambah penghasilan tanaman sawit untuk penjualan perusahaan. 3. Aktiva Sewa Guna Usaha Aktiva sewa guna usaha pada tahun 2005 adalah sebesar 1,33%, dan mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 1,88% dari total aktiva. Kenaikan ini terjadi karena penambahan kendaraan/unit‐unit truck sebagai peningkatan kinerja perusahaan untuk keperluan perusahaan. 4. Aktiva Lain‐lain Aktiva lain‐lain pada tahun 2005 adalah sebesar 11,40% dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 3,08%. Penurunan ini terjadi karena tidak ada okupasi tanah pada tahun 2006. 5. Kewajiban Lancar Kewajiban lancar pada tahun 2005 adalah sebesar 5,64% dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 4,87% . Penurunan ini terjadi karena pelunasan hutang afiliasi dan konraktor pada tahun 2006. 6. Kewajiban Jangka Panjang Kewajiban jangka panjang pada tahun 2005 adalah sebesar 51,71% dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 47,32% disebabkan okeh penurunan hutang bank dan sewa guna usaha di tahun 2006. 7. Ekuitas
Ekuitas perusahaan pada tahun 2005 adalah sebesar 48,29 dan mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 52,68%, disebabkan karena adanya peningkatan modal disetor lainnya oleh pemegang saham. Pembahasan analisis vertical Laporan Laba Rugi PT PTM tahun 2006 dan 2007 (Lampiran 6) adalah sebagai berikut : 1. Laba Kotor Adanya kenaikan persentase laba kotor 30,96% yang disebabkan karena kenaikan penjualan CPO setiap tahun lebih besar dari pada kenaikan HPP. 2. Biaya Operasional Adanya penurunan persentase nilai total biaya operasi sebesar 5,23% yang disebabkan karena hasil penjualan ditahun 2006 lebih besar di banding tahun 2005. 3. Laba Operasi Adanya kenaikan persentase nilai laba operasi sebesar 36,19% disebabkan karena kenaikan persentase laba kotor diikuti dengan penurunan persentase total biaya opersasional. 4. Pendapatan (biaya) Luar Operasi Adanya kenaikan persentase nilai biaya non operasional sebesar 36,85% disebabkan karena kenaikan biaya provisi dan biaya bank ditahun 2006 lebih besar dibanding tahun 2005. 5. Laba Tahun Berjalan
Adanya penurunan persentase nilai laba tahun berjalan sebesar 3,02% disebabkan karena kenaikan biaya luar operasi ditahun 2006 sangat besar. Pembahasan analisis vertical atas neraca PT PTM tahun 2006 dan 2007 (Lampiran 7) adalah sebagai berikut : 1. Aktiva Lancar Aktiva lancar pada tahun 2006 adalah sebesar 3,25% dari total aktiva, sedangkan aktiva lancar mengalami kenaikan ditahun 2007 menjadi sebesar 4,72%. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan penjualan dan jumlah persediaan. 2. Aktiva Tetap Aktiva tetap pada tahun 2006 adalah sebesar 91,78% dari total aktiva, sedangkan aktiva tetap mengalami penurunan ditahun 2007 menjadi 91,16%. Penurunan ini terjadi karena biaya akumulasi yang lebih besar pada tahun 2007. 3. Aktiva Sewa Guna Usaha Aktiva sewa guna usaha pada tahun 2006 adalah sebesar 1,88 %, ditahun 2007 mengalami penurunan menjadi 91,16% disebabkan karena biaya akumulasi yang lebih besar ditahun 2007. 4. Aktiva Lain‐Lain
Aktiva lain‐lainpada tahun 2006 adalah 3,08%, ditahun 2007 mengalami penurunan menjadi 1,81% karena penurunan pada pembibitan CPO perusahaan ditahun 2007. 5. Kewajiban Lancar Kewajiban lancar pada tahun 2006 adalah 4,87%, ditahun 2007 mengalami penurunan menjadi 3,60%,penurunan ini disebabkan karena penurunan hutang usaha dan biaya yan g masih harus dibayar perusahaan. 6. Kewajiban Jangka Panjang Kewajiban jangka panjang pada tahun 2006 adalah 42,45%, ditahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 55,60%, kenaikam tersebut karena adanya hutang kepada pemegang saham. 7. Ekuitas Ekuitas perusahaan mengalami penurunan dari 52,68% menjadi 40,80% ditahun 2007. Penurunan ini terjadi karena tidak adanya modal disetor lainnya. Pembahasan analisis vertical Laporan Laba rugi tahun 2006 dan 2007 ( Lampiran 8 ) adalah sebagai berikut : 1. Laba Kotor Adanya kenaikan persentase laba kotor sebesar 7,31% yang disebabkan karena kenaikan penjualan dan kenaikan HPP yang seimbang.
2. Laba Operasional Adanya kenaikan persentase laba operasional sebesar 7,24% yang disebabkan karena meningkatnya penjualan lebih besar dibanding HPP dan biaya operasional. 3. Biaya Non Operasional Adanya kenaikan persentase biaya non operasional sebesar 6,72% disebabkan karena biaya Bank yang cukup besar ditahun 2007. 4. Laba Tahun Berjalan Adanya kenaikan persentase laba sebesar 0,52%, kenaikan ini terjadi karena meningkatnya penjualan CPO. IV.4. Analisis Rasio a. Rasio Likuiditas Pengukuran dengan rasio likuiditas dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya. Pada pembahasan rasio Likuiditas ini, penulis akan menyajikan juga rasio likuiditas perusahaan pembanding yaitu PT Bakrie Sumatera Plantation (UNSP), Dibawah ini adalah pembahasan perhitungan rasio Likuiditas kedua perusahaan : 1. Rasio Lancar = Aktiva Lancar Hutang Lancar a. PT PTM (Lampiran 9)
Tahun Rasio Lancar 2005 0,51 2006 0,67 2007 1,31 b. PT UNSP (Lampiran 10) Tahun Rasio Lancar 2005 1,81 2006 1,31 2007 3,71 Analisis : Rasio Lancar PT PTM di tahun 2005 adalah sebesar 0,51 dan mengalami kenaikan di tahun 2006 menjadi sebesar 0,67,dan ditahun 2007 naik lagi menjadi 1,31. Bila dilihat dari rasio lancar yang semakin naik berarti kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu setahun mengalami kenaikan. Berdasarkan Hasil Perhitungan diatas dapat terlihat rasio lancar perusahaan pada tahun 2005 sebesar 0,51 berarti setiap kewajiban yang dimiliki perusahaan sebesar Rp.1
dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp 0,51. Hal ini menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan kurang baik dalam memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo. Pada tahun 2006 rasio lancar mengalami kenaikan menjadi 0,62, karena adanya penurunan hutang lancar seperti dilihat dari analisa horizontal akun hutang kontraktor sebesar ‐100%, hutang afiliasi turun sebesar 100% yang persentasenya lebih besar daripada kenaikan aktiva lancar perusahaan seperti akun persediaan naik sebesar 129,98%. Pada tahun 2007 nilai rasio mengalami kenaikan menjadi 1,31. Kenaikan ini terjadi karena penurunan hutang lancar yang persetasenya lebih besar dari aktiva lancar. Penurunan hutang lancar diakibatkan oleh penurunan pada hutang usaha sebesar ‐74% pada beberapa supplier dan penurunan hutang PPh pasal 23 sebesar ‐75% (analisa horisontal). Sedangkan dilihat dari perusahaan pembanding , yaitu PT UNSP rasio lancar pada tahun 2005 sebesar 1,81 , dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 1,31 diakibatkan oleh kenaikan hutang usaha perusahaan dan mengalami kenaikan lagi pada tahun 2007 menjadi 3,71 diakibatkan oleh penurunan yang terjadi pada hutang usaha perusahaan. Dilihat dari rasio lancar ini, PT UNSP memiliki rasio lancar yang lebih baik dari pada PT PTM karena persentase aktiva lancar perusahaan lebih besar daripada persentase hutang lancar perusahaan. Rekomendasi : PT PTM harus lebih tetap mempertahankan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek atau kemampuan untuk membayar hutang‐hutang yang ada. Walaupun penjualan dan rasio lancarnya megalami kenaikan setiap tahun ,perusahaan harus lebih efektif dalam meningkatkan rasio lancar sehingga dapat mencapai tingkat likuiditas yang lebih tinggi.
2. Rasio Cepat = Aktiva Lancar – Persediaan – Uang Muka Hutang Lancar a. PT PTM Tahun Rasio Cepat 2005 0,24 2006 0,04 2007 0,32 b. PT UNSP Tahun Rasio Cepat 2005 1,42 2006 0,90 2007 3,36 Analisis: Rasio Cepat PT PTM ditahun 2005 adalah 0,24, dan mengalami penurunan ditahun 2006 menjadi 0,04, Di tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 0,32, kenaikan ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan komponen aktiva lancarnya. Rasio cepat ditahun 2006 mengalami penurunan disebabkan oleh pertambahan persediaan sebesar 129,98% (analisa horizontal) dari tahun 2005.
Dan pada tahun 2007 rasio ini mengalami kenaikan karena penurunan pada hutang usaha sebesar 74% dan hutang PPh 23 sebesar 75%. Sedangkan rasio cepat perusahaan pembanding PT UNSP mengalami kenaikan dan penurunan, pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 0,90 karena adanya kenaikan pada hutang usaha perusahaan dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 3,36 diakibatkan oleh kenaikan aktiva lancar perusahaan dan berkurangnya hutang lancar perusahaan. Dilihat dari rasio cepat ini, PT UNSP memiliki rasio cepat yang lebih bagus dibandingkan dengan PT PTM Rekomendasi : Untuk meningkatkan tingkat Rasio Cepat pada PT PTM, perusahaan harus membatasi dan memaksimalkan pengeluaran‐pengeluaran perusahaan meskipun bersifat kecil tetapi dapat menjadi suatu beban bagi perusahaan karena tidak dapat dilunasi dengan menggunakan komponen aktiva lancar, jadi perusahaan harus menyediakan sebagian dari aktiva lancar seperti kas, piutang usaha untuk menjamin kewajiban lancar bilamana terjadi krisis (asumsi tidak ada persediaan). Tingkat rasio cepat yang naik turun garus diperbaiki dan mempersiapkan sebagian aktiva lancar karena dapat membantu perusahaan untuk menjamin kewajiban lancar dan mengatur operasi usaha perusahaan agar kewajiban lancar perusahaan tidak terlalu besar sehingga pembayarannya melebihi kemampuan aktiva lancar dalam menutupinya. 3. Rasio Kas = Kas + Surat Berharga Hutang Lancar a. PT PTM Tahun Rasio Kas
2005 0,10 2006 0,01 2007 0,27 b. PT UNSP Tahun Rasio Kas 2005 0,12 2006 0,28 2007 0,32 Analisis : Rasio Kas PT PTM pada tahun 2005 sebesar 0,10 dan mengalami penurunan ditahun 2006 menjadi 0,01. Penurunan ini berarti kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya dengan kas tidak mencukupi. Jumlah kas dan Bank masih lebih sedikit dibanding dengan jumlah hutang lancarnya, hal ini mengganggu likuiditas perusahaan. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan persentase kas sebesar 91,91% ( analisa horizontal). Ditahun 2007 rasio kas mengalami kenaikan menjadi 0,27%, kenaikan dilihat dari analisa horizontal, diakibatkan oleh kenaikan pada kas perusahaan sebanyak 2285% , kas bertambah karena saldo rekening Bank perusahaan pada bank BCA Jakarta bertambah. Kenaikan ini berarti perusahaan lebih efektif dalam mengatur simpanan kas dan bank untuk melunasi hutang usahanya.
Sedangkan dilihat dari rasio kas perusahaan pembanding yaitu PT UNSP, setiap tahun mengalami peningkatan yaitu dari 0,12 menjadi 0,28 dan pada tahun 2007 naik lagi menjadi 0,32 kenaikan ini diakibatkan oleh kenaikan kas pada tahun 2006 dan penurunan hutang lancar pada tahun 2007. Dilihat dari rasio kas, rasio PT UNSP lebih unggul dari PT PTM karena mengalami kenaikan tiap tahunnya dan rasio kas nya lebih besar dibanding PT PTM. Rekomendasi : Sebaiknya perusahaan PT PTM mengatur proporsi Kas dan Banknya supaya tidak mengganggu likuiditas perusahaan dengan mengurangi investasi dalam persediaan supaya saldo kas dapat meningkat, menetapkan syarat semakin cepat sehingga jumlah kas dan bank pada akhirnya meningkat. b. Rasio Aktivitas Rasio Aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberap jauh aktiva yang telah digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan atau mengukur tingkat efesiensi dan efektifitas pemanfaatan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini diukur dengan mengadakan perbandingan antara beberapa perkiraan harta dalam neraca dan penjualan bersih yang terdapat dalam laporan laba rugi. Pada pembahasan rasio aktivitas ini, penulis akan menyajikan juga rasio aktivitas perusahaan pembanding yaitu PT Bakrie Sumatera Plantation (UNSP), Dibawah ini adalah pembahasan perhitungan rasio aktivitas kedua perusahaan : 1. Perputaran Piutang = Penjualan Rata‐rata Piutang a. PT PTM Tahun Perputaran Piutang
2005 9,30 kali 2006 52,69 kali 2007 142,41 kali b. PT UNSP Tahun Perputaran Piutang 2005 16,20 kali 2006 23,81 kali 2007 6,41kali Analisis : Perputaran piutang PT PTM selama 3 tahun cenderung semakin cepat. Perputaran piutang yang terbaik terjadi pada tahun 2007, dimana penagihan piutang kira‐kira 142,41 kali dalam 1 tahun, ini berarti dalam setahun, rata‐rata dana yang tertanam dalam piutang berputar sebanyak 142,41 kali.Semakin tinggi rasio ini menunjukkan modal kerja perusahaan yang ditanamkan dalam piutang rendah. Perputaran piutang pada tahun 2006 naik menjadi 52,69 kali diakibatkan oleh kenaikan persentase penjualan pada CPO dan Kernel sebesar 466,64% , dan kenaikan yang terjadi pada tahun 2007 diakibatkan oleh kenaikan persentase penjualan CPO 35,15 %. Sedangkan pada perusahaan pembanding yaitu PT UNSP rasio perputaran piutang mengalami peningkatan pada tahun 2006 yaitu sebesar 23,81 % diakibatkan oleh kenaikan
penjualan CPO perusahaan dan ditahun 2007 mengalami penurunan menjadi 6,41 % diakibatkan karena penurunan penjualan dan rata‐rata piutang yang semakin banyak akibat penjualan kredit. Perbandingan rasio perputaran piutang ke 2 perusahaan, dapat dilihat PT PTM lebih unggul dari PT UNSP karena mengalami kenaikan setiap tahunnya , Persentase penjualan nya semakin besar setiap tahunnya. Rekomendasi : Sebaiknya perusahaan tetap mempertahankan kenaikan rasio ini setiap tahunnya agar pelunasan piutang tiap tahunnya tepat waktu dan lebih efektif. 2. Periode Rata‐rata Pengumpulan Piutang = 360 Perputaran A/R a. PT PTM Tahun Rata‐rata Pengumpulan Piutang 2005 39 Hari 2006 7 Hari 2007 3 Hari b. PT UNSP Tahun Rata‐rata Pengumpulan Piutang 2005 22 hari 2006 15 hari
2007 56 hari Analisis : Periode rata‐rata yang di perlukan PT PTM untuk mencairkan piutangnya pada tahun 2005 adalah selama 39 hari, dan turun menjadi 7 hari pada tahun 2006 dan 3 hari pada tahun 2007. Periode pengumpulan piutang yang semakin cepat ini diakibatkan oleh perputaran piutang perusahaan yang semakin besar tiap tahunnya. Sedang kan dilihat dari perusahaan pembanding PT UNSP rasio ini semakin turun pada tahun 2006 dan naik pada tahun 2007 , kenaikan rasio ini berakibat buruk bagi perusahaan UNSP karena semakin besar rasio ini maka kemungkinan besar risiko tidak tertagihnya piutang perusahaan. Dapat dilihat pencairan piutang semakin cepat, hasil dari rasio ini baik karena hasil dari penagihan piutang yang cepat dapat digunakan untuk pembayaran tertunda, sehingga dapat menghemat biaya bunga. Jadi PT PTM lebih unggul dibanding PT UNSP pada rasio ini. 3. Perputaran Modal Kerja = Penjualan Aktiva Lancar‐ Kewajiban lancar a. PT PTM Tahun Perputaran Modal Kerja 2005 (0,66) 2006 (5,90) 2007 10,96
b. PT UNSP Tahun Perputaran Modal Kerja 2005 4,22 2006 9,26 2007 1,22 Analisis : Rasio ini menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya jumlah rupiah penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk setiap rupiah modal kerja. Pada tahun2005 setiap Rp.1,00 modal kerja dapat menghasilkan penjualan sebesar (0,66) , tahun 2006 perusahaan mampu menghasilkan penjualan sebesar (5,90), rasio negative ini menunjukkan aktiva lancar perusahaan lebih kecil dibanding dengan kewajiban lancarnya, dan membuktikan bahwa perusahaan tidak efektif dalam memanfaatkan modal kerja yang dimiliki. Rasio ini negative diakibatkan oleh besarnya kewajiban lancar (terutama pada hutang usaha yang bila dilihat dari analisa horizontal naik sebesar 0,84%,hutang kontraktor naik sebesar 10,85%) dibanding dengan aktiva lancar perusahaan pada tahun 2006. Dan pada tahun 2007 naik menjadi 10,69 , diakibatkan oleh naik penjualan sebesar 35,15% dan penurunan kewajiban lancar (pada hutang usaha dan biaya ymh dibayar) ini berarti ada peningkatan yang dilakukan perusahaan dalam mengefektifkan modal kerja yang dimiliki. Sedangkan pada perusahaan pembanding PT UNSP rasio ini mengalami kenaikan pada tahun 2006 disebabkan oleh kenaikan penjualan CPO 2006 dan mengalami penurunan rasio pada tahun 2007 diakibatkan oleh penurunan penjualan CPO 2007.
Dilihat dari rasio ini, PT PTM menunjukkan angka yang lebih bagus karena mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2007. Rekomendasi : Sebaiknya perusahaan harus menyeimbangkan modal kerja yang dimiliki dengan persediaan yang ada, karena apabila perputaran modal kerja yang rendah/negative menunjukkan adanya kelebihan modal kerja yang mungkin disebabkan rendahnya perputaran persediaan, piutang atau adanya saldo kas yang terlalu besar. 4. Perputaran Aktiva Tetap = Penjualan Rata‐ rata Aktiva Tetap a. PT PTM Tahun Rata‐rata Perputaran Aktiva Tetap 2005 0,02 2006 0,11 2007 0,14 b. PT UNSP Tahun Rata‐rata Perputaran Aktiva Tetap 2005 2,39 2006 2,75 2007 1,33 Analisis :
Dari perhitungan diatas menunjukkan kenaikan rasio setiap tahunnya, kenaikan ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat mengukur asset‐asetnya dengan lebih efektif untuk memacu penjualan. Kenaikan rasio ini dilihat dari analisa horizontal, diakibatkan oleh kenaikan penjualan CPO setiap tahunnya, yaitu tahun 2006 sebesar 466,64 % dan tahun 2007 sebesar 35,15%. Sedangkan pada perusahaan pembanding PT UNSP mengalami kenaikan pada tahun 2006 sebesar 2,75 diakibatkan oleh kenaikan penjualan CPO dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 1,33 karena penjualannya juga menurun pada tahun 2007 dan aktiva tetap yang bertambah banyak pada tahun 2007. Dilihat dari perbandingan kedua rasio ini PT PTM lebih unggul karena rasio PT PTM semakin tinggi setiap tahunnya. Rekomendasi : Perusahaan harus tetap dan lebih memperhatikan perputaran aktiva tetap agar tetap naik setiap tahunnya, sebaiknya perusahaan membuat kebijakan untuk mengoptimalisasi pemanfaatan aktiva tetap, sehingga dimasa mendatang diharapkan dapat emperoleh pendapatan yang lebih tinggi dengan cara memaksimalkan pemanfaatan truck semaksimal mungkin untuk pengiriman Palm Kernel. 5. Perputaran Total Aktiva = Penjualan Total Aktiva a. PT PTM Tahun Perputaran Total Aktiva 2005 0,02 2006 0,10
2007 0,12 b. PT UNSP Tahun Perputaran Total Aktiva 2005 0,50 2006 0,56 2007 0,29 Analisis : Perputaran aktiva tetap PT PTM mengalami kenaikan setiap tahunnya, disebabkan karena penjualan perusahaan setiap tahun meningkat. Sedangkan pada PT UNSP mengalami kenaikan pada tahun 2006 tetapi pada tahun 2007 mengalami penurunan diakibatkan oleh penjualan yang turun dan total aktiva yang semakin besar. Rekomendasi : Perusahaan tetap mempertahankan peningkatan penjualan setiap tahunnya, agar laba yang didapat lebih maksimal dan lebih mengefisiensikan penggunaan aktiva tetap yang ada diperusahaan. c. Rasio Solvabilitas Rasio Solvabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar kegiatan perusahaan dibiayai melalui modal sendiri, juga untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya dengan aktiva yang dimilikinya, serta untuk mengukur perbandingan dana dari pemilik dengan dana pinjaman dari kreditur untuk menilai semua kemampuan tersebut diatas.
Pada pembahasan rasio Solvabilitas ini, penulis akan menyajikan juga rasio solvabilitas perusahaan pembanding yaitu PT Bakrie Sumatera Plantation (UNSP), Dibawah ini adalah pembahasan perhitungan rasio solvabilitas kedua perusahaan : a. Rasio Hutang = Total Hutang Total Aktiva a. PT PTM Tahun Rasio Hutang 2005 0,52 2006 0,47 2007 0,59 b. PT UNSP Total Rasio Hutang 2005 0,62 2006 0,57 2007 0,70 Analisis : Dari table diatas, rasio hutang pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 0,47 hal ini diakibatkan oleh penurunan persentase total hutang sebesar (0,61%) dan kenaikan total aktiva sebesar 8,60%. Penurunan total butang sebesar 0,61% terdiri atas penurunan hutang usaha sebesar 0,84% dan tidak adanya hutang kontraktor serta hutang afiliasi pada tahun 2006,
hutang PPH 23 juga menurun sebesar (49,78%), sedangkan kenaikan total aktiva berasal dari aktiva sewa guna usaha, aktiva tetap tanaman sawit dan persediaan di tahun 2006. Hal ini berarti perusahaan semakin efesien dalam memenuhi kewajiban nya dengan aktiva yang dimiliki, tetapi pada tahun 2007 mengalami kenaikan ,karena adanya pembelian persediaan secara kredit untuk perusahaan yang diikuti dengan kenaikan hutang usaha perusahaan sebesar 33% (analisa horizontal). Sedangkan pada perusahaan pembanding yaitu PT UNSP rpada tahun 2006 rasio ini mengalami penurunan karena aktiva persediaan yang bertambah dan mengalami penurunan pada tahun 2007 karena total hutang bertambah dua kali lipat dibanding dengan tahun 2006. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin sulit bagi perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan aktiva yang dimiliki. b. Rasio Hutang terhadap Modal Sendiri = Total Hutang Modal Sendiri a. PT PTM Tahun Rasio Hutang terhadap Modal Sendiri 2005 1,07 2006 0,90 2007 1,45 b. PT UNSP Tahun Rasio Hutang terhadap Modal Sendiri 2005 1,63
2006 1,34 2007 2,35 Analisis : Dari tabel diatas,rasio hutang terhadap modal sendiri mengalami penurunan ditahun 2006 sebesar 0,17, diakibatkan oleh total hutang yang berkurang (dilihat pada berkurang nya hutang kontraktor sebesar ‐100%, hutang PPH23 ‐49,78%, hutang afiliasi ‐100%, hutang Bank ‐ 0,65% ) sebesar ‐6,19% dan bertambahnya modal sebesar 8,60% , adanya penambahan pada modal disetor lainnya sebesar 528,05%. Makin kecilnya nilai rasio ini akan memberikan batas pengaman yang lebih besar bagi kreditur dan juga memberikan indikasi terhadap kemampuan perusahaan dalam bertahan menghadapi perubahan kondisi yang buruk. Sedangkan ditahun 2007, rasio ini mengalami peningkatan, diakibatkan oleh bertambahnya persentase total hutang sebesar 33 % ( bertambahnya hutang PPh pasal 21 sebesar 180%, hutang PPN 603%, Hutang kewajiban jangka panjang 39%) dan penurunan modal sebesar (18%) akibat tidak ada nya modal disetor lainnya pada tahun 2007. hal ini tidak baik bagi perusahaan karena perusahaan belum dapat menutupi atau menjamin kewajiban perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi pula ketergantungan terhadap hutang dari pihak luar dan semakin sedikit modal sendiri yang dimanfaatkan dalam menjalankan operasinya. Besarnya hutang tersebut mengakibatkan biaya bunga yang besar pula bagi perusahaan. Sedang kan pada PT UNSP pada tahun 2006 rasio ini mengalami penurunan menjadi 1,34%, hal ini diakibatkan oleh bertambahnya modal dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan
menjadi 2,35% diakibatkan oleh total hutang yang bertambah akibat pembelian secara kredit pada tahun 2007. Rekomendasi : Sebaiknya perusahaan lebih meningkatkan kemampuannya dalam mengumpulkan ekuitas agar tidak lagi mengalami defisiensi modal seperti yang terjadi di tahun 2003 dan ketika perbandingan total sudah positif harus dipertahankan agar jumlah ekuitas tetap dapat menutupi total hutang. d. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas diperlukan perusahaan untuk mengetahui kemampuan dan efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas perusahaan diukur dengan kemampuan perusahaan menggunakan aktivanya secara efesien dan efektif. Dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan mempertimbangkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. Pada pembahasan rasio profitabilitas, penulis akan menyajikan juga rasio profitabilitas perusahaan pembanding yaitu PT Bakrie Sumatera Plantation (UNSP), Perbandingan antara kedua perusahaan ini sebagai dasar untuk membandingkan kemampuan kedua perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode 2005 sampai dengan 2007. Dibawah ini adalah pembahasan perhitungan rasio profitabilitas kedua perusahaan : a. PT PTM Rasio 2005 2006 2007 Margin Laba Bersih 4,30% 1,28% 1,81% Margin Laba Kotor 12,81% 43,77% 51,08%
Tingkat Pengembalian Investasi 0,08% 0,12% 0,22% Rasio Operasi 96,88% 60,69% 104,53% b. PT UNSP Rasio 2005 2006 2007 Margin Laba Bersih 10,78% 17,91% 11,29% Margin Laba Kotor 26,39% 35,70% 36,15% Tingkat Pengembalian Investasi 5,41% 5,66% 3,25% Rasio Operasi 73,61% 74,48% 73,69% Analisis : a. Margin laba bersih PT PTM pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 3,02%, diakibatkan kenaikan penjualan CPO dan Kernel sebesar 466,64% yang tidak diimbangi kenaikan persentase laba bersih 68,88%, karena itu menunjukkan perusahaan dalam keadaan deficit atau rugi dan perusahaan tidak dapat menghasilkan pendapatan yang baik. Sedangkan di tahun 2007 mengalami kenaikan sedikit sebesar 0,53%, diakibatkan oleh kenaikan laba bersih sebesar 90,20%, menunjukkan perusahaan dalam keadaan surplus atau menguntungkan.
Sedangkan Margin laba bersih perusahaan pembanding PT UNSP pada tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 7,13% menunjukkan perusahaan mengalami surplus/menguntungkan, sedangkan ditahun 2007 mengalami penurunan 6,62% menunjukkan perusahaan dalam keadaan deficit. Rekomendasi : Sebaiknya PT PTM lebih meningkatkan net profitnya dengan meningkatkan penjualannya dengan cara meningkatkan pemasaran dan mengendalikan biaya‐biaya dan memperbaiki system kerja perusahaan yang lebih baik juga, sama hal nya seperti PT UNSP yang mengalami kenaikan dan penurunan pada rasio ini. b. Margin Laba Kotor PT PTM mengalami peningkatan pada rasio ini setiap tahunnya, hal ini menunjukkan penjualan CPO dan Kernel tinggi yaitu tiap tahun persentase penjualan selalu naik sedangkan beban penjualannya rendah, sehingga laba kotornya cenderung naik. Sedangkan PT UNSP mengalami peningkatan juga setiap tahunnya,berarti dilihat dari rasio ini kedua perusahaan mempunyai kinerja yang sama. Rekomendasi : Baik PT PTM dan PT UNSP harus lebih meningkatkan cara produksi agar produksinya lebih efesien dan efektif sehingga beban pokok penjualannya dapat menjadi lebih rendah dan laba kotor pun menjadi meningkat. c. Tingkat Pengembalian Investasi PT PTM dilihat dari perhitungan ROI mengalami kenaikan setiap tahunnya, kenaikan ini diakibatkan oleh persentase kenaikan laba bersih lebih besar dari kenaikan persentase total
aktiva setiap tahunnya. kenaikan ini menunjukkan perusahaan telah dapat mengukur kemampuannya dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Sedangkan PT UNSP pada tahun 2006 ROI mengalami kenaikan, dan mengalami penurunan ditahun 2007 sebesar 2,41 % , penurunan ini diakibatkan oleh penurunan laba bersih pada tahun 2007,berarti PT UNSP belum dapat menggunakan dananya untuk keperluan operasi perusahaan untuk menghasilkan keuangan. Dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan PT PTM terhadap profit margin lebih efektif dengan cara mempertinggi efesiensi di sector produksi, penjualan dan administrasi. Rekomendasi : Untuk kedua perusahaan, sebaiknya perusahaan memperbesar margin laba bersih dan mempertinggi efesiensi disektor penjualan dan administrasi. d. Rasio Operasi Berdasarkan perhitungan, rasio operasi PT PTM mengalami penurunan ditahun 2006, diakibatkan oleh pertambahan biaya operasi tahun 2006 sebesar 161,06%, biaya operasi yang naik yaitu terdiri dari biaya penjualan yang naik sebesar 592,54% dan biaya administrasu&umum naik sebesar 59,05%. Penurunan tidak baik ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasi semakin kecil, disebabkan persentase kenaikan penjualan lebih besar daripada persentase kenaikan laba operasi. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 43,48%, ini berarti tingkat penjualan yang dilakukan perusahaan meningkat dengan jumlah beban usaha yang dapat diimbangi dengan penjualannya. Sebaliknya pada PT UNSP tahun 2006 mengalami kenaikan dan tahun 2007
mengalami kenaikan, pada tahun 2007 mengalami penurunan karena beban operasional yang lebih tinggi. Rekomendasi : Sebaiknya bagi kedua perusahaan harus lebih efektif mengendalikan biaya‐biya operasional nya agar tidak melebihi penjualan.Karena apabila biaya operasi semakin besar maka laba yang didapat semakin kecil. IV.3. Analisis Kebangkrutan Analisis kebangkrutan adalah analisis untuk memperoleh tanda‐tanda awal tentang kebangkrutan. Dibawah ini adalah perhitungan analisis kebangkrutan PT PTM : Zi = 0,717 X1 +0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4 + 0,998 X5 Dimana : X1 = (aktiva lancar‐hutang lancar) / Total aktiva X2 = laba ditahan / total aset X3 = Laba sebelum bunga dan pajak / total aset X4 = Ekuitas / nilai buku total hutang X5 = Penjualan / Total aset Maka : Zi =
0,717 (Rp 13.877.613.536‐Rp 10.599.711.306 / Rp 294.260.371.742) + 0,847 (Rp 648.543.386 / Rp 294.260.371.742) + 3,107 (Rp 648.543.386 / Rp 294.260.371.742) + 0,42 (Rp 120.052.266.762 / Rp 174.208.104.980) + 0,998 (Rp 35.913.583.682 / Rp 294.260.371.742) = 0,43 Perhitungan analisa kebangkrutan diatas menghasilkan koefisien Z sebesar 0,43 memiliki arti bahwa berdasarkan kinerja keuangan yang dijabarkan pada laporan laba rugi dan neraca PT. PTM tahun 2007, maka di masa yang akan datang yaitu diprediksi pada tahun 2008 sampai dengan 2010 PT. PTM memiliki kemungkinan akan mengalami kebangkrutan tinggi. Dilihat dari faktor yang mempengaruhi kebangkrutan PT PTM ini adalah tingginya nilai buku total hutang PT PTM yang tinggi yaitu Rp 174.208.104.980 dan penjualan CPO yang tidak banyak dan tidak stabil pada tahun berjalan. Namun, dengan semakin stabilnya harga CPO saat ini, kekhawatiran akan terjadinya kebangkrutan di masa yang akan datang akan dapat dihindari