• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : RISMA AMELIA H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : RISMA AMELIA H"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : RISMA AMELIA

H14080062

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

RISMA AMELIA Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).

Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko, 2001).

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth,

pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan

pertumbuhan, mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan

Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi yaitu diatas 20 persen dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku.

Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua, menganalisis faktor –faktor yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder penggabungan data time

series tujuh tahun tahun 2004-2010 dan cross section 15 kabupaten/kota yang ada

di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dianalisis dalam model regresi data panel dengan metode Pooled Least Square, dan alat analisis yang digunakan adalah Eviews 6 dan Ms. Excel.

Dalam hasil analisis deskriptif ditunjukan bahwa perekonomian di NTT didominasi oleh sektor pertanian karena sebagian besar penduduk NTT bekerja disektor peratanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 35 persen. Kabupaten termiskin yang ada di NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah Kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan

(3)

berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena kabupaten ini belum banyak memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi, sehingga masyarakat lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut, yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas pembangunan manusia.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode regresi data panel menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, tingkat pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup. Sebanyak lima variabel tersebut terdapat satu variabel yang sesuai dengan hipotesis awal namun tidak signifikan yaitu tingkat pengangguran terbuka karena lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang relatif kecil.

Dari hasil analisis panel data, menyebutkan bahwa variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan elastisitas terbesar terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan menggiatkan program Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Variabel angka harapan hidup memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu adanya upaya menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih memadai untuk masyarakat. Selanjutnya, variabel jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, maka dari itu kebijakan program pemerintah terhadap pendidikan wajib belajar Sembilan tahun harus dapat dinikmati oleh setiap penduduk yang ada di seluruh kabupaten di Provinsi NTT, yang akan berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Vaiabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemisikinan, laju pertumbuhan daerah dapat di dorong dengan melakukan investasi daerah masing-masing. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut

Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan hidup. Oleh karena itu perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data investasi dan kondisi infrastruktur wilayah sebagai variabel yang memengaruhi kemiskinan dan metode lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk kebijakan penurunan tingkat kemiskinan.

(4)

Oleh : RISMA AMELIA

H14080062

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(5)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : Risma Amelia

Nomor Registrasi Pokok : H14080062

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Wiwiek Rindayati NIP. 1962 0816 198701 2 001 Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim Ph.D NIP. 1964 1022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan :

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 11 Mei 2012

Risma Amelia H14080062

(7)

Penulis bernama Risma Amelia lahir pada tanggal 01 Januari 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda Cecep Yahya dan Fitri Yana Sari. Jenjang pendidikan penulis dilalui dari TK Pangudi Luhur Jakarta, SDN 01 Ciputat dan SLTP N 86 Jakarta, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 46 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi setelah menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis mendapatkan beasiswa Karya Salemba Empat selama satu periode tahun 2011-2012. Selama penulis menjalani studi, penulis aktif dibeberapa kepanitiaan baik pada tingkat kampus maupun fakultas.

(8)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan rahin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mama dan Bapak yang telah memberikan semangat, dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis selama ini.

2. Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun secara teknis serta memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

3. Ibu Dr. Yeti Lis Purnama Dewi selaku dosen penguji utama atas saran, kritik, dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, MSi selaku penguji atas saran, kritik, dan masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan penulisan skripsi ini.

5. Keluarga tercinta: Kakek ( Sofyan ), Nenek ( Cut Afifah ), dan Adik ( Rendika dan Hanna Aisyah Reza) yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan serta doanya yang tiada henti.

6. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan pembelajaran dalam disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kemajuan belajar saya.

7. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi terkait.

(9)

10. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 ( Ayu, muti, yuni, chae, diah ) serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu yang telah memberi banyak kenangan dan bantuan selama ini.

11. Yayasan Karya Salemba Empat sebagai pemberi beasiswa selama dua periode yang telah membantu dalam memenuhi kebutuhan materi dalam penelitian ini..

12. Semua pihak yang telah membantu penyelesain skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini msaih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang berkaitan.

Bogor, 11 Mei 2012

Risma Amelia H14080062

(10)

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Definisi Kemiskinan ... 8

2.2 Ukuran-ukuran Kemiskinan ... 9

2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan... 11

2.4 Faktor Yang Memengaruhi Kemiskinan ... 13

2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 14 2.4.2 Pendidikan ………....16 2.4.3 Pengangguran ....………...17 2.4.4 Kependudukan ………..…20 2.4.5 Kesehatan ………...21 2.5 Penelitian Terdahulu………...…………22 2.6 Kerangka Pemikiran………...……….25 2.7 Hipotesis Penelitian ... 26

III. METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 28

3.2 Metode Analisis ... 28

3.2.1 Analisis Deskriptif ... 29

3.2.2 Analisis Panel Data………....29

3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data... 32

(11)

3.2.4.1 Multikolinearitas………35

3.2.4.2 Autokorelasi………...…35

3.2.4.3 Heteroskedasitas……….36

3.2.4.4 Normalitas………..36

3.3 Model Umum Penelitian……….………..36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Gambaran Umum ... 38 4.1.1 Keadaan Geografis di NTT…………...………...………...….38 4.1.2 Kemiskinan……….……….……39 4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi………...……….……….…41 4.1.4 Jumlah Penduduk……….……….………44 4.1.5 Pendidikan Tamat SMP………46

4.1.6 Tingkat Pengangguran terbuka………..…………...….47

4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan……….………49

4.1.8 Angka Harapan Hidup………….………51

4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia………..…………..52

4.2 Uji Kesesuaian Model……….…………..……….53

4.3 Uji Pelanggaran Asumsi…………...…………...………54

4.4 Evaluasi Model…………..………..…57

4.5 Interpretasi Model………….………...………59

4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi………..…59

4.5.2 Jumlah Penduduk Tamatan SMP ……….60

4.5.3 Pengangguran Terbuka ……….…61

(12)

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(13)

Nomor Halaman

1.1 Persentse Tingkat Kemiskinan Di Indonesia 30 Provinsi ... 3

1.2 Penduduk NTT Usia 15 keatas Menurut kegiatan 2010-2011 ... 6

1.3 Persentase Penduduk Usia 15 keatas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan ... 6

3.1 Kerangka Identifiaksi Autokorelasi ... 35

4.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin NTT 2004-2010 ... 40

4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 ... 42

4.3 Distribusi Persentase PDRB NTT………...………44

4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten/kota NTT 2004-2010 ... 45

4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Lulus SMP ... 46

4.6 Persentase TPT Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 ... 49

4.7 Indikator Kesehatan NTT 2007-2010... 50

4.8 Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010 ... 51

4.9 IPM Terendah dan Tertinggi di NTT ... 53

4.10 Ui Kesesuain Model ………..………. 54

4.11 Uji Multikolinearitas ... 55

(14)

Nomor Halaman

2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ... 12

2.2 Kerangka Pemikiran ... 26

3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Model Panel Data ... 32

4.1 Uji Heteroskedasitas ... 56

4.2 Uji Kenormalan ... 59

(15)

Nomor Halaman

1 Hasil Pengujian Pemilihan Model Terbaik ... 71 2 Hasil Pengujian Pooled Least Square ... 72

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Upaya pengentasan dan pengurangan kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif, mencakup seluruh aspek kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,2001).

Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah merumuskan prioritas pembangunan nasional 2004-2009 adalah penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-han dasar masyarakat miskin.

(17)

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth,

pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan

pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan

Sejak digiatkan kembali program-program pengentasan kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 1 juta orang (BPS 2012).

Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Masih tingginya angka kemiskinan disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, membuat provinsi ini terus dilanda permasalahan kemiskinan. Tabel 1.1 menunjukan tingkat rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011, Provinsi NTT memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku.

(18)

Tabel 1.1

Persentase Tingkat Kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi) 2007-2011 (%)

No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata 1 NAD 26,65 23,53 19,57 20,98 19,57 22,06 2 Sumatera Utara 13,90 12,55 11,33 11,31 11,33 12,08 3 Sumatera Barat 11,90 10,67 9,04 9,50 9,04 10,03 4 Riau 11,20 10,63 8,47 8,65 8,47 9,48 5 Jambi 10,27 9,32 8,65 8,34 8,65 9,04 6 Sumatera Selatan 19,15 17,73 14,24 15,47 14,24 16,16 7 Bengkulu 22,13 20,64 17,50 18,30 17,50 19,21 8 Lampung 22,19 20,98 16,93 18,94 16,93 19,19 9 Kep. Bangka Belitung 9,54 8,58 5,75 6,51 5,75 7,23 10 DKI Jakarta 4,61 4,29 3,75 3,48 3,75 3,97 11 Jawa Barat 13,55 13,01 10,65 11,27 10,65 11,82 12 Jawa Tengah 20,43 19,23 15,76 16,56 15,76 17,54 13 D.I.Yogyakarta 18,99 18,32 16,08 16,83 16,08 17,26 14 Jawa Timur 19,98 18,51 14,23 15,26 14,23 16,44 15 Banten 9,07 8,15 6,32 7,16 6,32 7,40 16 Bali 6,63 6,17 4,20 4,88 4,20 5,21

17 Nusa Tenggara Barat 24,99 23,81 19,73 21,55 19,73 21,96

18 Nusa Tenggara Timur 27,51 25,65 21,23 23,03 21,23 23,73

19 Kalimantan Barat 12,91 11,07 8,60 9,02 8,60 10,04 20 Kalimantan Tengah 9,38 8,71 6,56 6,77 6,56 7,56 21 Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,29 5,21 5,29 5,86 22 Kalimantan Timur 11,04 9,51 6,77 7,66 6,77 8,35 23 Sulawesi Utara 11,42 10,10 8,51 9,10 8,51 9,53 24 Sulawesi Tengah 22,42 20,75 15,83 18,07 15,83 18,58 25 Sulawesi Selatan 14,11 13,34 10,29 11,60 10,29 11,93 26 Sulawesi Tenggara 21,33 19,53 14,56 17,05 14,56 17,41 27 Gorontalo 27,35 24,88 18,75 23,19 18,75 22,58 28 Maluku 31,14 29,66 23,00 27,74 23,00 26,90 29 Maluku Utara 11,97 11,28 9,18 9,42 9,18 10,21 30 Papua 40,78 37,08 31,98 36,80 31,98 35,73 Sumber : BPS Indonesia,2010

(19)

Kondisi sebagian besar alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur tandus dan gersang. Kekeringan dan rawan pangan seolah menjadi bencana rutin yang dihadapi warga NTT hampir setiap tahun. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai pada akhirnya menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup besar dan beragam yang tersebar di setiap daerah, namun sampai saat ini potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan.

Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat miskin belum mampu untuk menjangkaunya. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhannya. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan, sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT.

Proses pembangunan memerlukan pendapatan yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak Negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

(20)

ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing wilayah mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga mampu mengurangi kemiskinan. Secara langsung, hal ini menunjukan pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Siregar dan Wahyuniarti, 2008)

1.2 Rumusan Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah disuatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi termiskin ke tiga dari 30 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi ini harus bekerja keras untuk mengurangi tingkat kemiskinan agar pembangunan yang berjalan benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang.

Pada tahun 2011 sebanyak 21,23 persen atau 1,01 juta jiwa penduduk di Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai penduduk miskin. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produkif. Keadaan ketenagakerjaan di NTT pada tahun 2011 mengalami peningkatan kelompok penduduk yang bekerja dan penurunan tingkat pengangguran, peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka pengangguran telah menurunkan Tingkat Partisipasi Angkata Kerja (Tabel 1.2).

(21)

Penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Nusa Tenggara Timur, kenyataannya menunjukan bahwa proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang menjadi angkatan kerja proporsinya mengalami penurunan

Tabel 1.2 Penduduk NTT Usia 15 Tahun Ke Atas menurut kegiatan 2010-2011

Jenis Kegiatan 2010 2011

Penduduk 15+ (jiwa) 2.922.601 2.976.070

Angkatan Kerja (jiwa) 2.226.884 2.234.887

Bekerja (jiwa) 2.150.763 2.175.232

Penganggur (jiwa) 76.081 59.655

TPAK (%) 76,19 75,10

TPT (%) 3,40 2,67

Sumber : BPS Tenaga Kerja NTT, 2012

Kondisi ketenagakerjaan di provinsi Nusa Tenggara Timur ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktifitasnya masih rendah. Kualitas pekerja NTT dapat dikatakan rendah diukur dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Hal ini, disebabkan proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dengan tingkat pendidikan tamat sekolah dasar (SD) ke bawah masih sangat besar.

Tabel 1.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2006-2009 (%)

Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan 2006 2007 2008 2009

1. Tidak/Belum Sekolah 6,95 7,35 - - 2. Belum Tamat SD 2,27 22,79 71,83* 69,14* 3. Sekolah Dasar 45,20 40,86 - - 4. SMP 11,60 14,06 11,94 13,55 5. SMA 10,31 11,51 12,56 13,01 6 Perguruan Tinggi 2,68 3,43 3,67 4,30

Sumber : Hasil Sakernas 2006-2009, Keterangan * :Gabungan Tidak/Belum Sekolah, Tidak/Belum Tamat SD, Sekolah Dasar

(22)

Atas dasar permasalahan diatas , maka penelitian yang ingin dipecahkan yaitu:

1. Bagaimana kondisi kemiskinan di NTT?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi kemiskinan di NTT

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT. 1.4 Manfaat Penelitian

Dari Penelitian ini diharapkan mmberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT

2. Menjadi bahan acuan dan refrensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of

emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik

secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

(24)

(1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; (3) kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2004), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam kondisi miskin.

(25)

Menurut Sayogyo dalam Suryawati (2005), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan :

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan :

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka dikatakan miskin.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN,2010), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria, yaitu :

(26)

a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit.

b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan.

2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya nya pun rendah.

3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal.

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya

(27)

produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan. Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000

Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country

is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran

setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : “Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because is poor).

Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap teciptanya pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan

(28)

oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran modal dan permintaan modal.

Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan.

Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya.

2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan

Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara lain : pertumbuhan ekonomi (Siregar dan Wahyuniarti,2008), pendidikan (Siregar

(29)

dan Wahyuniarti,2008), pengangguran (Prasetyo,2010), kependudukan (Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000).

2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. Jumlah penduduk

b. Jumlah stok barang modal c. Luas tanah dan kekayaan alam d. Tingkat teknologi yang digunakan

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu

(30)

Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan, peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa yang akan datang.

b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja

Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.

c. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :

1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang sama.

(31)

3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara produktif.

2.4.2 Pendidikan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pendidikan dibagi tiga, yaitu : 1. Pendidikan Formal

Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal :

a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS).

b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah tediri atas, Sekolah Menengah Atas (SMA),

(32)

Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll. 2. Pendidikan Non Formal

Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal.

3. Pendidikan Informal

Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

2.4.3 Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005).

(33)

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak

bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

2. Macam-macam pengangguran

Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.

b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat

(34)

permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah.

c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)

adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.

d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.

a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin

b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT).

TPT ...(2.1)

Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain :

1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate dengan consumption poverty rate.

(35)

2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada.

2.4.4 Kependudukan

Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika penduduk (BPS,2011).

Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km2, per mil) di suatu daerah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (Todaro,2006).

(36)

Laju pertumbuhan maupun penurunan penduduk tidak cukup menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010)

2.5.5 Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Kemampuan untuk bertahan hidup lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth/e0). Angka e0 untuk tingkat provinsi

(37)

yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu 15-49 tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas ) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin.

Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat . peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun.

2.5 Penelitian Terdahulu

Siregar dan Wahyuniarti (2008), dalam jurnal kajian ekonomi dan lingkungan “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Data yang digunakan adalah 26 Provinsi dari tahun 1995 sampai dengan 2005. Model yang digunakan POVij= β0+ β1 PDRBij+ β2 POPij+ β3 AGRISHRij+ β4 INDTRSHRij+ β5 INFLASIij+ β6 SMPij+ β7 SMAij+ β8 DIPLMij +

(38)

β9 DUUMYKRISISIJ+ εIJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB

adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil. Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu variabel pendidikan.

Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal 17-31, “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General Equiliberium”, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE)

dan Fooster Greer Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat

kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan. Hasil dari penelitian ini adalah investasi sumber daya manusia berdampak langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi kesehatan dan

(39)

investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar.

Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12 No. 3, hal 223-233 “Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan terhadap sanitasi/kesehatan.

Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal ekonomi pembangunan “Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika”, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun

1990-2004,LogYi=β0+β1LogXIi+β2LogX2i+β3LogX3i+β4LogX4i+β5LogX5i+β6LogX6i +εi. DimanaYi adalah jumlah penduduk miskin, XIi jumlah penduduk Indonesia

per tahun, X2i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3i adalah angka harapan hidup, X4i adalah persentase angka melek huruf, X5i adalah persentase penggunaan listrik, X6i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.

Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan, Prasetyo (2010) dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2003-2007) menggunakan alat analisis regresi panel data menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi

(40)

oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.

Penelitian dari Utami (2011), dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di Provinsi Jawa Timur “, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data

panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan, kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan

Penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi NTT”, memiliki perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis panel data.dan analisis deskriptif.

2.6 Kerangka Pemikiran

Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

(41)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.

Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan kemiskinan. Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga kesejahteraan akan menurun.

Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas. Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup

Keadaan Umum di NTT : Tanah yang tandus

SDM yang berkualitas Rendah SDA yang belum dapat dioptimalkan Infrastruktur yang buruk

Kemiskinan di NTT

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan

Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Tamat SMP Jumlah Penduduk Pengangguran Terbuka Angka Harapan Hidup

Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel

Persentase Jumlah Penduduk Miskin

(42)

pula,apabila seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mengakibatkan kemiskinan terjadi.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab pemasalahan yang ada yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan :

a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/ Kota di NTT tahun 2004-2010.

b. Pendidikan tamat SMP berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

c. Pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

d. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

e. Angka Harapan Hidup (AHH) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 .

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti (Juanda,2009). Data sekunder yang digunakan berupa data kemiskinan, data pengangguran terbuka, jumlah penduduk pendidikan lulus SMP, jumlah penduduk, angka harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi.

Data yang menunjang penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari jurnal ilmiah dan buku teks. Data sekunder yang digunakan adalah deret waktu

(times series data) untuk kurun waktu 2004-2010 dan data kerat lintang (cross section) yang meliputi 15 Kabupaten/kota di NTT yaitu : Sumba Barat, Sumba

Timur, Kupang, Timur Tengah Selatan, Timur Tengah Utara, Belu, Alor, Lembata, Flores Timor, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, dan Kota Kupang.

3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk untuk menganalisis kondisi kemiskinan dan strategi kebijakan yang lebih efektif dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT digunakan analisis deskriptif. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di NTT digunakan analisis panel data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Eviews 6.

(44)

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi kemiskinan dan strategi kebijakan yang efektif dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT. Analisis deskriptif digunakan untuk melakukan analisis terhadap data-data kuantitatif dan interpretasi terhadap data-data kuantitatif seperti hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.

3.2.2 Analisis Panel Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga dalam pengolahan data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan menggunakan analisis panel data. Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalam cross section.

Penggunaan panel data memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain (Baltagi,1995):

1. Memberikan data yang informative, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinearitas antar variabel

(45)

2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja. 3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi

karakteristik dari individual antar waktu.

4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang

5. Dapat menjelaskan dyanamic adjustment secara lebih baik.

Dalam model data panel menggunakan data time series adalah :

Yt= β0 + β1 Xt + µt ; t= 1,2,..,T………(3.1)

Dimana T adalah banyaknya data Time-Series. Sedangkan model data panel menggunakan data cross section adalah :

Yi= β0 + β1 Xi + µi ; i= 1,2,..,N………(3.2)

Dimana N adalah banyaknya data cross section

Mengingat data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross

section, maka model dapat ditulis sebagai berikut :

Yit= β0 + β1 Xit + µit...(3.3)

Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xij) yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Berdasarkan pemiliham model, akan menentukan model estimasi dari model panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu :

(46)

1. Pooled Least Square (PLS)

Dalam metode ini terdapat (K) regresor dalam (Xit), kecuali kosntanta. Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek individual (αi) kostan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i)

maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai (αi) sama untuk unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk (α) dan (β). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam

mengestimasi model.

2. Fixed Effects Model (FEM)

Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinka n perubahan-perubahan dalam intersep kerat lintang dan runtut waktu akibatnya adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis sebagai Υi = αi + βχi +εi.

3. Random Effects Model (REM)

Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya konstan terhadap individu maupun waktu. Metode ini juga dikenal sebagai

variance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses

pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-pengganggu kerat lintang dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan

(47)

adalah γit =αi + βχit +µi + εi dengan (µi) adalah nilai gangguan acak pada

observasi (i) dan konstan sepanjang waktu.

Dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dari gangguan mempunyai pengaruh yang tetap. Sedangkan REM digunakan atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak.

3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistic. Hal ini ditunjukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistic untuk memilih model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut ini

Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel.

Hausman Test

Pooled Least Square

Random Effects Models Fixed Effects Model

(48)

3.2.3.1 Uji Chow Test

Chow test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model

yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effects. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit

cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujiannya hipotesa

sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1: Model Fixed effects

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:

………(3.4 )

Dimana :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

N = Jumlah data Cross section

T = Jumlah data time series

K= Jumlah variabel penjelas

Jika nilai CHOW statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa Nol sehingga

(49)

model yang digunakan adalah fixed effects, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter.

3.2.3.2 Uji Hausman Test

Hausman test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan dalam

memilih apakah model fixed effects atau model random effects. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengndung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dasar dari setiap komponen galat. Hausman test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut

H0 : Model Random Effects

H1 : Model Fixed Effects

Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan statistic Hausman dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan : М=(β-b)(M0-M1)-1(β-b)χ2 (K)……… ..(3.5 )

Dimana β adalah vektor untuk statistic variabel fixed effect, b adalah

vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan

random effects dan Mi adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2

–tabel atau nilai hausman test lebih besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah random effects, dan begitu juga sebaliknya.

(50)

3.2.4 Evaluasi Model

3.2.4.1 Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel. Apabila nilai R2 yang dihasilkan dalam model regresi sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang tidak signifikan, hal ini merupakan salah satu terjadinya indikasi multikolinearitas.

3.2.4.2 Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson(DW) dalam Eviews. Untuk mengatahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel 3.

Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai Durbin Watson Kesimpulan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan

1,55 < DW < 2,46 Tidak ada auto korelasi

2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelasi

(51)

3.2.4.3 Heteroskedasitas

Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedasitas atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedasitas dapat ditunjukan oleh probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedacity.

H0= γ= 0

H1= γ≠ 0

Kriteria uji :

Probality Obs*R-Squared < α, maka tolak Ho

Probality Obs*R-Squared > α, maka terima H0

3.2.4.4 Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B test)dan metode grafik. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode J-B , apabila J-B hitung < nilai χ2

(Chi-Squared), maka nilai residual terdistribusi normal.

3.3 Model Umum Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran, jumlah penduduk yang lulus SMP, jumlah populasi, dan angka harapan hidup di

(52)

Kabupaten/Kota di NTT, menggunakan data time series selama tujuh tahun terakhir yaitu 2004-2010 dan data cross section sebanyak 15 data mewakili Kabupaten/Kota di NTT. Kombinasi atau Pooling menghasilkan 105 observasi dengan fungsi persamaan data panelnya sebagai berikut :

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ln Kit= α0+ β1 PE it+ β 2 SMP it + β3 PGit+ β4 ln JP it + β5 ln AHit + µit ………..…(3.6)

Dimana :

Ln K = Logaritma natural jumlah penduduk miskin PE = Persentase pertumbuhan ekonomi

SMP = Persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus SMP

PG = Persentase tingkat pengangguran terbuka Ln JP = Logaritma natural jumlah penduduk Ln AH = Logaritma natural angka harapan hidup

β0 = Intersep

β 1, β2, β3 = Koefisien regresi variabel bebas

µit = Komponen error

i = 1,2,3,..15 (data cross section Kabupaten/Kota di NTT) t = 1,2,3,4 (data time series 2004-2010)

Gambar

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan.
Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data  Panel.
Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004- 2004-2010 (%)
Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto NTT             Atas Dasar Harga Berlaku menurut Sektor 2004-2011 (%)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka untuk mengevaluasi efektivitas metode yang diusulkan untuk identifikasi wajah maka hasil deteksi otomatis bibir digunakan sebagai masukan dari metode

actually Bandar Lampung cannot be categorized as a big city, since there are less than one million people living in Bandar Lampung, compared to West Java, Bandung, for example,

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana1) implementasi pendidikan seks yang Islami menurut Abdullah Nashi Ulwan pada keluarga petani di Kelurahan Bulu Tana, 2)

Pendidikan karakter merupakan bentuk pendidikan yang mengedepankan nilai moral dan nilai keagamaan melalui berbagai aspek kehidupan mulai dari kesopanan serta

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: adanya pengaruh secara bersama-sama dari variabel persepsi resiko, variabel kualitas, variabel harga dan variabel nilai terhadap

students’ responses to the speaking class taught by using group discussion. Due to the constraint time, the study is limited to