• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESKRIPSI GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN

KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Disusun Oleh:

Disusun Oleh: PRANOWO DARMAJATI

NIM : 161334020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

i

DESKRIPSI GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN

KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Disusun Oleh:

Disusun Oleh: PRANOWO DARMAJATI

NIM : 161334020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(3)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

❖ Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengizinkan saya untuk

menyelesaikan skripsi ini.

❖ Kedua orang tua dan adikku tercinta yang telah memberikan

dukungan, motivasi, dan semangat.

❖ Seluruh sahabatku di Universitas Sanata Dharma yang tidak

dapat disebutkan namanya satu-persatu.

❖ Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan

Akuntansi

(4)

v

MOTTO

“Berhentilah mengukur masalah, mulailah membangun langkah”

(Class Mild)

“Kau menjadi lelaki sejati setelah mengalami kemenangan dan

kekalahan, lari dari kenyataan dan juga menangis. Tidak masalah

untuk seorang lelaki menangis, kau pasti bisa melewatinya”

(Shanks-One Piece)

“Bahkan orang terkecil dapat mengubah jalannya sejarah”

(Galadriel-The Lord of The Rings)

(5)

viii

ABSTRAK

DESKRIPSI GERAKAN PENGUATAN PENDIDIKAN

KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1

YOGYAKARTA

Pranowo Darmajati Universitas Sanata Dharma

2020

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gerakan penguatan pendidikan karakter yang dilaksanakan di SMKN 1 Yogyakarta. Penelitian ini berfokus pada upaya penguatan karakter disiplin dan kreatif peserta didik, serta menemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2020. Teknik analisis data menggunakan model Miles and Huberman, yaitu menggunakan aktivitas data reduction, data display, dan conclusion

drawing/verification. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil

kepala sekolah bidang kurikulum, pendidik, orang tua peserta didik, dan peserta didik SMKN 1 Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini adalah deskripsi gerakan penguatan pendidikan karakter disiplin dan kreatif, serta hambatan yang ditemui. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara dan dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan penguatan pendidikan karakter dilaksanakan menggunakan fungsi sekolah, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Penguatan karakter disiplin di SMKN 1 Yogyakarta dilakukan dengan cara menciptakan hubungan yang baik antara pendidik dengan peserta didik, pemberian waktu istirahat singkat saat jam pelajaran, memberikan hadiah dan hukuman baik tertulis maupun tidak tertulis, dan pembinaan yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Penguatan karakter kreatif di SMKN 1 Yogyakarta dilakukan dengan mendorong peserta didik bertanya, menciptakan suasana pembelajaran kelas yang menyenangkan, dan mengadakan kegiatan yang membuat peserta didik tertantang. Hambatan yang ditemui dalam gerakan penguatan pendidikan karakter adalah kurangnya pemahaman dan keterlibatan fungsi keluarga dan masyarakat dalam penguatan karakter peserta didik, sehingga tiga fungsi tripusat pendidikan menjadi belum optimal.

Kata Kunci: Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Karakter Disiplin, Karakter Kreatif.

(6)

ix

ABSTRACT

DESCRIPTION OF STRENGTHENING THE CHARACTER

EDUCATION MOVEMENT FOR STUDENT IN VOCATIONAL

HIGH SCHOOL 1 YOGYAKARTA

Pranowo Darmajati Sanata Dharma University

2020

This study was intended to describe the movement of strengthening the character education that was implemented in vocational high school 1 Yogyakarta. This research focused on the efforts to strengthen the discipline and creative character of students, and find obstacles in their implementation. This study utilized qualitative approach with a descriptive method that was carried out in March-July 2020. The data analysis technique utilized Miles and Huberman model, namely data reduction, display data, and conclusion drawing/verification activity. The subject in this study were conducted with the principal, deputy headmaster of the curriculum, teachers, student parents, and students of vocational high school 1 Yogyakarta. The object of this study is a description of the movement to strengthen disciplinary and creative character education, as well as the obstacles encountered. Data collection was carried out using interview techniques and documents.

The results showed that the movement to strengthen character education was carried out using the functions of the school, family, and community with a class, school culture, and society approach. Strengthening the discipline character at SMK 1 Yogyakarta was was conducted by creating a good relationship between teachers and students, giving short breaks during class hours, giving rewards and penalties both written and unwritten, and coaching that were carried out continuously. Strengthening creative character in vocational high school 1 Yogyakarta was conducted by encouraging students to ask questions, creating a pleasant classroom learning atmosphere, and conducting activities that made students challenged. The obstacles encountered in the movement to strengthen character education are the lack of understanding and involvement of family and community functions in strengthening the character of students, so that the three centre functions of the education have not been optimal.

Keywords: Strengthening the Character Education, Discipline Character, Creative Character.

(7)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan kepada Tuhan yang Maha Esa telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter di SMK Negeri 1 Yogyakarta, dengan baik pada waktu yang tepat. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Progra Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini mendapat masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., M.Ed. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno S.Pd., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Segenap Dosen dan karyawan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan selama ini serta layanan

(8)

xi

administrasi dengan baik kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

5. Kepala Sekolah, guru, dan peserta didik kelas XI AKKL SMK Negeri 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2019/2020 yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

6. Keluarga yang telah memberikan motivasi, semangat, dan dukungan doa selama ini.

7. Seluruh teman-teman Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi 2016 Universitas Sanata Dharma yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Semua pihak yang terlibat dalam dan telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

(9)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter... 7

1. Pengertian Gerakan ... 7

2. Pengertian karakter... 7

3. Pendidikan Karakter ... 8

4. Ranah Pendidikan Karakter... 9

5. Prinsip Pendidikan Karakter ... 12

6. Fungsi Pendidikan Karakter ... 13

7. Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum Nasional ... 14

(10)

xiii

9. Karakter Disiplin ... 18

10. Karakter Kreatif ... 23

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 29

D. Pertanyaan Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat/Waktu Penelitian ... 31

1. Tempat Penelitian... 31

2. Waktu penelitian ... 32

C. Instrumen Penelitian ... 32

D. Sampel Sumber Data ... 32

1. Pegertian ... 32

2. Subjek Penelitian ... 33

3. Objek Penelitian ... 33

4. Rancangan Data yang Akan Diambil ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Kisi-kisi Wawancara ... 39

G. Teknik Analisis Data ... 43

H. Rencana Pengujian Keabsahan Data ... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 50

A. Sejarah Singkat SMKN 1 Yogyakarta... 50

B. Visi dan Misi SMKN 1 Yogyakarta ... 51

C. Sarana dan Prasarana SMKN 1 Yogyakarta ... 52

D. Jumlah Siswa per Rombongan Belajar SMKN 1 Yogyakarta ... 53

BAB V DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Deskripsi Data Penelitian ... 54

B. Pembahasan ... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 89

A. Kesimpulan ... 89

(11)

xiv

C. Keterbatasan Penelitian ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 92 LAMPIRAN ... 94

(12)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Ijin Penelitian ... 95

Lampiran II Hasil Wawancara Langsung ... 97

Lampiran III Wawancara melalui Google Form ...128

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Nelson Mandela pernah mengatakan bahwa “Education is the most

powerful weapon which you can use to change the world”. Dengan adanya

pendidikan, hal yang sebelumnya mustahil untuk dilakukan pada akhirnya dapat dilakukan, dan nilai-nilai kemanusiaan menjadi semakin baik.

Koesoema, (2010:53) menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan dan membuat yang awalnya liar menjadi tertata, seperti proses penciptaan sebuah kultur dan tata keteraturan dalam diri sendiri maupun orang lain. Pendidikan juga merupakan proses pengembangan potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, relasional, talenta, kemampuan fisik, atau daya seni. Maka dari itu, pendidikan di Indonesia diharapkan mampu untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dengan cara menata, menciptakan kultur, dan mengembangkan potensi dalam masyarakat untuk menciptakan kondisi masyarakat di Indonesia yang lebih baik.

Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang melaksanakan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) atau biasa dikenal oleh masyarakat sebagai sekolah sehari penuh (full day school). Gerakan penguatan pendidikan karakter merupakan salah satu gerakan baru dalam dunia pendidikan di

(14)

Indonesia yang digagas oleh menteri pendidikan saat itu, Muhadjir Effendy. Meskipun belum semua sekolah diwajibkan melaksanakan gerakan penguatan pendidikan karakter, namun sudah banyak sekolah di Indonesia yang mencoba menerapkannya.

Dalam Kompas (2017: 8) Penerapan gerakan penguatan pendidikan karakter di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017, Pasal 2: Hari sekolah dilaksanakan 8 jam sehari atau 40 jam selama 5 hari dalam satu minggu (termasuk jam istirahat). Mendikbud mengatakan, kebijakan lima hari sekolah ini untuk penguatan karakter. Tidak ada nama full day school, tetapi penguatan pendidikan karakter.

Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 menjelaskan terdapat tiga pendekatan yang dapat mendukung gerakan penguatan pendidikan karakter, yaitu pendekatan berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. Melalui kebijakan sekolah 8 jam sehari, sekolah diharapkan ketiga pendekatan tersebut dapat diimplementasikan lebih baik karena kesempatan bertatap muka dengan peserta didik tersedia lebih banyak.

Sesuai dengan permendikbud tahun 2018 nomor 20 pasal 2 “ PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.” Karena

(15)

keterbatasan penulis, maka dalam penelitian ini akan berfokus pada karakter disiplin dan kreatif.

Suyadi (2013, 8) menyatakan bahwa disiplin adalah tindakan dan kebiasaan yang selaras terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku, sementara kreatif adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

Alasan peneliti memilih karakter disiplin adalah karena masih banyak masyarakat di jogja yang kurang disiplin, misalnya saja dalam hal berlalu lintas. Pada artikel yang ditulis oleh Widyanto (2019) yang dikutip dari

krjogja.com data pelanggaran wilayah hukum DIY cukup tinggi. Padahal

Yogyakarta menyandang sebutan kota pelajar di luar sebagai tujuan wisata. Seharusnya masyarakat Yogyakarta dapat menjadi contoh bagi wilayah yang lain. DIY harus lebih patuh dan lebih taat terhadap aturan khususnya di jalan," kata Wakapolda DIY, Brigjen Pol Karyoto kepada wartawan usai apel pagi gelar Operasi Patuh Progo 2019, di Mapolda DIY, Kamis (29/08/19). Data Operasi Patuh Progo tahun lalu pada 26 April-9 Mei 2018, jumlah pelanggar lalu lintas total 51.012 perkara, kecelakaan lalu lintas 128 kasus dengan korban meninggal dunia 7 orang dan luka 198 orang.”

Vicka (2018) juga menuliskan dalam nusantara.medcom.id bahwa kordinator komunitas Sungai Pemerti Code, Totok Pratopo mengatakan, sampah di sungai masih menjadi persoalan serius di Yogyakarta. Padahal

(16)

Pemerintah Kota Yogyakarta sudah menerbitkan peraturan Daerah No 10 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah. Senada, koordinator Komunitas Garuk Sampah Yogyakarta, Bekti Maulana menilai masyarakat Kota Yogyakarta masih suka buang sampah sembarangan Ia dan teman-temannya masih banyak menemukan sampah di pedestrian dan jalan Malioboro. Padahal pemerintah sudah menyediakan tempat sampah di banyak titik.

Perilaku masyarakat yang menunjukkan ketidakdisiplinan mengundang pertanyaan apakah sekolah sudah menjadi tempat efektif menanamkan karakter bagi anak-anak, mengingat pendidikan di sekolah bukan hanya membangun pengetahuan siswa, tetapi juga membangun nilai karakter untuk kehidupan anak di masa mendatang. Wuryandani (2014: 287) menyatakan bahwa perbuatan tidak disiplin masih sering ditemukan di lingkungan sekolah, termasuk sekolah dasar. Contoh perilaku tidak disiplin antara lain datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak memakai seragam yang lengkap sesuai dengan yang tertulis dalam tata tertib sekolah, duduk dan berjalan di atas tanaman yang bertuliskan “dilarang menginjak tanaman”, membuang sampah sembarangan, mencorat-coret dinding sekolah, membolos, tidak mengumpulkan tugas tepat waktu, tidak menggunakan seragam sesuai aturan, dan lain-lain.

Dalam pemilihan karakter kreatif, peneliti merasa bahwa dalam era revolusi industri 4.0 saat ini, melalui karakter disiplin dan kreatif, peserta didik diharapkan menggunakan teknologi dalam membuka peluang usaha yang mampu membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. Misalnya saja dari

(17)

ide kreatif ojek online dan kedisiplinan dalam menjalankan usahanya yang hingga saat ini masih banyak digunakan dan mempermudah aktivitas manusia. B. Batasan Masalah

Agar penelitian tidak menyimpang dari masalah yang telah dirumuskan, maka penulis akan membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada sekolah yang menerapkan gerakan penguatan pendidikan karakter.

2. Karakter yang diamati adalah karakter disiplin dan kreatif. C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah deskripsi gerakan penguatan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah dalam rangka penguatan karakter disiplin dan kreatif peserta didik?

2. Apa saja yang menghambat gerakan penguatan karakter disiplin dan kreatif pada peserta didik di sekolah yang menerapkan gerakan penguatan pendidikan karakter?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan gerakan penguatan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah dalam rangka penguatan karakter disiplin dan kreatif peserta didik.

2. Mendeskripsikan berbagai hal yang menghambat gerakan penguatan karakter disiplin dan kreatif pada peserta didik di sekolah yang menerapkan gerakan penguatan pendidikan karakter.

(18)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti

Manfaat yang didapat bagi peneliti adalah untuk melatih kemampuan membuat penelitian dan sebagai salah satu syarat kelulusan.

2. Bagi Sekolah

Manfaat yang didapat bagi sekolah adalah untuk mengevaluasi program sekolah khususnya dalam kegiatan penguatan pendidikan karakter di sekolah, terutama bagi peserta didik agar berjalan efektif.

3. Bagi Pemerintah

Manfaat yang didapat bagi pemerintah adalah sebagai evaluasi program penguatan pendidikan karakter yang diterapkan di Indonesia agar hambatan-hambatan yang ditemukan selama proses penelitian dapat diperbaiki.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Manfaat yang didapat bagi peneliti selanjutnya adalah sebagai referensi dalam mengembangkan penelitian mengenai program penguatan pendidikan karakter.

(19)

7 BAB II KAJIAN TEORI A. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter

1. Pengertian Gerakan

Dalam KBBI, gerakan adalah perbuatan atau keadaan bergerak (air, laut, mesin); pergerakan, usaha, atau kegiatan dalam lapangan sosial (politik dan sebagainya): sosial tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga-lembaga masyarakat yang ada.

2. Pengertian Karakter

Menurut Fathurrohman (2013: 18) karakter identik dengan akhlak. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berelasi dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Sarjonoprijo (1982: 89) menyatakan, karakter adalah keseluruhan dari perasaan dan hasrat yang telah berarah, seperti yang diatur oleh kehendak manusia. Dengan demikian nyatalah, bahwa

(20)

karakter adalah sesuatu yang spesifik manusiawi. Tindak-kelakuan di dalam situasi-situasi luar biasa dan di dalam keadaan istimewa yang berlangsung beberapa waktu lamanya, tidaklah merupakan ciri khas suatu sifat karakter. Jadi pada umumnya hanya tindak-kelakuan di dalam situasi-situasi dan keadaan “biasa” sajalah yang dapat kita pergunakan sebagai ukuran karakter

Mounier dalam Koesoema (2010: 90-91) menginterpretasikan karakter sebagai dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan atau telah ada begitu saja, yang kurang lebih dipaksakan dalam diri manusia. Karakter tersebut dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari sononya (given). Kedua, karakter juga dapat dipahami sebagai tingkat kekuatan seorang individu yang mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).

3. Pendidikan Karakter

Menurut Koesoema (2015: 23) pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara bersama-sama oleh komunitas sekolah guna menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan pembentukan moral tiap individu yang terlibat dalam dunia pendidikan. Inti dari pendidikan karakter adalah mengembangkan dan menumbuhkan individu sebagai pribadi bermoral sesuai dengan apa yang diharapkan.

(21)

Menurut Lickona dalam Suyadi (2013: 6), pendidikan karakter mencakup tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the

good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan

(doing the good). Menurut Suyadi (2013: 6), pendidikan karakter dapat diartikan sebagai usaha secara sadar dan terencana dalam mengetahui kebenaran atau kebaikan, mencintainya, dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Ranah Pendidikan Karakter

Fathurrohman (2013: 74-77) menyatakan pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral. Pendidikan karakter tidak hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan (habituation) mengenai hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Sehingga pendidikan karakter berkaitan dengan kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Karakter menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, dapatlah dikatakan orang tersebut mengekspresikan karakter yang buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, bertanggung jawab, suka menolong, maka orang tersebut mengekspresikan karakter yang baik. Istilah karakter juga memiliki kaitan yang erat dengan kepribadian. Seseorang baru bisa dikatakan ‘orang yang berkarakter’ (a person of character) apabila

(22)

tingkah lakunya sesuai dengan tatanan moral. Maka dari itu, pendidikan karakter yang baik, tidak hanya melibatkan aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), tetapi juga merasakan dengan baik atau loving

the good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Hal

tersebut diperlukan agar peserta didik mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebaikan tanpa melalui doktrin maupun paksaan.

Faktor keluarga adalah faktor genetika dari kedua orang tua. Murray dalam (Fathurrohman, 2013: 74) beranggapan bahwa faktor genetika mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan mematangkan kepribadian. Idahanif dan hanifudin dalam (Fathurrohman, 2013: 75) mengatakan sikap dan peran orang tua mempunyai dampak yang signifikan untuk menentukan kepribadian si anak.

Menurut kitab Ta’limun muta’allim, karangan Syekh Az-Zarnuji dalam (Fathurrohman, 2013: 75-76) Secara tidak langsung, watak pribadi seseorang dapat dipengaruhi oleh teman yang baik. Hal ini tentu akan mempengaruhi perkembangan kepribadiannya yang selaras dengan kebiasaan teman yang biasanya jadi satu dengan dirinya.

Fathurrohman (2013: 76-77) menyatakan bahwa kondisi lingkungan sosial dan budaya setempat, tradisi, nilai-nilai, berbagai macam media, perilaku kedua orang tua, cara orang tua mendidik dan memperlakukannya, serta berbagai macam peristiwa yang dialami

(23)

dalam kehidupannya sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Dalam hidupnya, manusia banyak mengadopsi tradisi, etika, nilai dan perilaku, serta pemikiran dari lingkungan sosial dimana tempat ia tinggal melalui sebuah pembiasaan. Pembudayaan karakter atau akhlak mulia perlu dilakukan dan terwujudnya karakter mulia yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses pendidikan sangat didambakan oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan proses pendidikan. Di sekolah atau lembaga pendidikan, upaya ini dilakukan melalui pemberian mata pelajaran pendidikan akhlak, pendidikan moral, pendidikan etika, atau pendidikan karakter.

Menurut Mochtar Buchori, 2007 dalam (Fathurrohman, 2013: 87-88) pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera dikaji, dan dicari alternatif, alternatif solusinya, serta perlu dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah dioperasikan di sekolah. Pada dasarnya pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,

(24)

tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

5. Prinsip Pendidikan Karakter

Menurut Fathurrohman (2013: 93-95) Pengembangan pendidikan karakter mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagai milik peserta didik dan bertanggungjawab atas keputusan yang sudah diambil melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Melalui prinsip ini peserta didik belajar dengan proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses tersebut ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter:

a. Berkelanjutan, nilai-nilai karakter yang dikembangkan merupakan sebuah proses panjang yang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.

b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan, mensyaratkan bahwa proses pengembangan karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler, ekstra kurikuler, dan kokurikuler.

(25)

Pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur pengembangan karakter melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam standar isi.

c. Nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan melalui proses belajar (value is neither cought nor taught, it is learned) Herman dalam Fathurrohman, (2013: 94) nilai-nilai karakter bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa indonesia, sejarah, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, keterampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik.

d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh pendidik. Proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

6. Fungsi Pendidikan Karakter

Fungsi pendidikan karakter menurut Fathurrohman (2013: 97) adalah: a. Pengembangan, pengembangan potensi peserta didik untuk

(26)

sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter dan karakter bangsa.

b. Perbaikan, memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggungjawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.

c. Penyaring, untuk menyaring karakter-karakter bangsa sendiri dan karakter bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter dan karakter bangsa.

Pendidikan karakter dalam tingkatan institusi mengarah pada karakter pembentukan sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Karakter sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

7. Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Nasional

Menurut Koesoema, (2012, 2-3) dalam sejarah kurikulum di Indonesia pendidikan karakter yang diajarkan secara eksplisit melalui sebuah mata pelajaran yang disebut dengan pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah formal pendidikan dasar pernah terjadi pada tahun 1960-an. Eksplisitasi pendidikan budi pekerti yang diajarkan dalam sebuah mata pelajaran merefleksikan prioritas penting pendidikan nilai bagi setiap siswa. Ada masanya dimana pendidikan karakter tampil dalam penggolongan kelompok mata pelajaran yang memiliki muatan

(27)

pembentukan watak, seperti: pelajaran agama, seni, sastra, olahraga. Pada masa orde baru, pendidikan karakter diwujudkan secara eksplisit melalui pendidikan sistematis, seperti tampak dalam kegiatan resmi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) yang terkenal dengan 36 butir-butir P4

Ketika orde baru berakhir, pelajaran PMP yang menjadi

trademark pemerintah Orde Baru terhadap dunia pendidikan

dihapuskan dan digantikan dengan pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Penggantian nama, meskipun isinya hampir sama ini, dilakukan karena dalam praksisnya PMP cenderung menjadi sekedar pengajaran, dan bahkan dalam proses pengajaran menjadi terlalu ekstrim sehingga menjadi indoktrinasi. Pada masa pasca-reformasi, usaha untuk memasukkan pendidikan karakter tampil bukan melalui pembelajaran nilai-nilai moral, melainkan tekanan beralih pada dimensi religius keagamaan yang menekankan iman taqwa (imtaq) dan akhlak mulia (untuk mengganti istilah budi pekerti) yang tidak disepakati para pembuat UU Sisdiknas karena mereka menganggap bahwa kata budi pekerti berasal dari bahasa sansekerta.

Meskipun definisi dan praksis pendidikan karakter bisa berbeda-beda, dari pemaparan sekilas tampak jelas bahwa telah lama pendidikan karakter menjadi bagian penting yang pasang surut keluar masuk dalam kurikulum pendidikan nasional, baik secara eskplisit maupun implisit. Pada akhirnya, adanya konsistensi antara pemahaman dan praksis di

(28)

lapangan menjadi kunci keberhasilan pendidikan karakter. Pemahaman yang sama tentang pendidikan karakter dapat memiliki perbedaan dalam praksis di lapangan. Praksis inilah yang menentukan keberhasilan pendidikan karakter. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa cara para pelaku di lapangan menafsirkan pemahaman dalam praksis dapat sering mempengaruhi berhasil tidaknya sebuah pendidikan karakter di sekolah.

8. Penguatan Pendidikan Karakter

Dalam Permendikbud Tahun 2018 Nomor 20 Pasal 1 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Penguatan Pendidikan Karakter atau disingkat dengan PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan bekerja sama dan melibatkan satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat untuk memperkuat karakter peserta didik sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental

(GNRM). Dalam Satuan Pendidikan Formal, PPK dilaksanakan dengan

mengoptimalkan fungsi kemitraan tripusat pendidikan yang meliputi sekolah, keluarga, dan masyarakat, sementara pasal 6 menjelaskan pengoptimalan fungsi kemitraan tripusat menggunakan pendekatan berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat.

(29)

a. Pendekatan berbasis kelas

Proses pembelajaran dilakukan dengan cara mengintegrasi nilai-nilai karakter (proses pembelajaran dilakukan secara tematik) sesuai dengan isi kurikulum, pengelolaan kelas dan metode pembelajaran/pembimbingan direncanakan sedemikian rupa sesuai dengan karakter peserta didik, melakukan evaluasi pembelajaran/pembimbingan, dan mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.

b. Pendekatan berbasis budaya sekolah

Dilakukan dengan menekankan pada pembiasaan nilai-nilai utama dalam keseharian sekolah, memberikan keteladanan antar warga sekolah, melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di sekolah, membangun dan mematuhi norma, peraturan, dan tradisi sekolah, mengembangkan keunikan, keunggulan, dan daya saing sekolah sebagai ciri khas sekolah, memberi ruang yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi melalui kegiatan literasi, dan khusus bagi peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar atau satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah diberikan ruang yang luas untuk mengembangkan potensi melalui kegiatan ekstrakurikuler.

(30)

Dilakukan dengan memperkuat peranan orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan dan Komite Sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip gotong royong, melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai sumber belajar seperti keberadaan dan dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh masyarakat, alumni, dunia usaha, dan dunia industri, dan mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga informasi (Permendikbud tahun 2018 nomor 20 pasal 1).

9. Karakter Disiplin a. Pengertian Disiplin

Disiplin menurut Elizabeth Hurlok dalam Farida (2014: 67) adalah orang yang secara suka rela belajar mengikuti pemimpin. Disiplin juga dapat didefinisikan sebagai tindakan yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Menurut Covey (2005: 110), banyak orang menyamakan disiplin dengan tiadanya kebebasan. Sebaliknya, justru orang-orang disiplin lah yang dapat dikatakan sebagai orang-orang yang bebas. Orang yang tidak disiplin adalah orang yang menjadi budak dari suasana hati karena hanya mengikuti kesenangan dan nafsu suasana hatinya.

(31)

b. Langkah-Langkah untuk Memperbaiki Disiplin (Smith, 2019:110-115)

1) Pelatihan. Untuk memperbaiki keterampilan ini, para guru mungkin perlu mengikuti lebih banyak pelatihan. Dengan begitu guru akan mempunyai pengetahuan yang baik tentang bagaimana otak berkembang pada setiap tingkatan usia dan apa saja kemampuan kognitif yang dimiliki anak-anak pada usia tertentu.

2) Hubungan yang baik. Para guru seharusnya mencoba menjalin hubungan yang baik dengan semua murid mereka. Ini adalah cara terbaik untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dan meningkatkan motivasi instrinsik pada anak-anak. Jika anak-anak benar-benar senang berada di antara guru mereka, mereka akan mau menyenangkan para guru dan bekerja dengan baik untuk mereka. Hubungan yang baik juga membuat anak-anak berbicara kepada guru mereka tentang apa yang salah ketimbang menunjukkannya melalui perilaku.

3) Waktu istirahat. Anak-anak pada semua tingkat usia seharusnya mempunyai waktu istirahat yang teratur setidaknya sekali setiap jam. Waktu istirahat ini tidak perlu lama; hanya lima menit di luar waktu istirahat biasanya di tempat bermain dan makan siang bisa membuat perbedaan besar. Istirahat yang teratur bisa

(32)

membantu meningkatkan konsentrasi, terutama ketika anak-anak didorong untuk terus bergerak.

4) Individualitas. Sekolah seharusnya menyediakan banyak kesempatan bagi anak-anak untuk mengekspresikan individualitas mereka. Semua anak bisa unggul dalam suatu hal, tetapi hanya sedikit yang unggul dalam segala bidang.

5) Mengidentifikasi masalah. Jika seorang anak mempunyai masalah dan berperilaku buruk, penting untuk mencari tahu kemampuan atau keterampilan apa yang belum mereka miliki. Begitu kemampuan dan keterampilan itu sudah dipelajari, perilaku yang tidak diinginkan akan menghilang secara alami. 6) Otonomi. Anak-anak memegang terlalu sedikit kendali terhadap

apa yang mereka pelajari di sekolah, tidak peduli berapa pun usia mereka. Dengan meningkatkan otonomi mereka dan membiarkan mereka memimpin pembelajarannya sendiri jika memungkinkan, bisa menimbulkan efek yang positif.

7) Komunikasi. Menjalin hubungan kuat dengan orang tua adalah hal yang vital untuk semua sekolah dan guru. Para guru seharusnya merasa didukung oleh orang tua, tetapi secara setara mereka juga harus mendukung dan mendengarkan orang tua serta memecahkan masalah dengan bekerja sama.

8) Udara segar. Berada di luar sehingga bisa bergerak lebih bebas membantu meningkatkan konsentrasi, motivasi, dan harga diri.

(33)

9) Lebih sedikit ujian. Ancaman terus-menerus dari tes bisa menimbulkan efek yang mengerikan untuk anak-anak. Ketika harus dilaksanakan, sebisa mungkin tes tersebut sebaiknya dilakukan dengan cara yang tenang dan bebas dari stress. 10) Lebih sedikit PR. Sebagian besar pekerjaan rumah merenggut

waktu bebas yang penting dari anak-anak ketika seharusnya bersantai. Pekerjaan rumah juga tidak berdampak positif pada pendidikan mereka. Jika PR diberikan, tugas itu seharusnya menyenangkan dan dipimpin oleh si anak sendiri, berapapun usia mereka. Alih-alih memberi mereka lembar kerja dan kertas fotokopi berisi pertanyaan, anak-anak seharusnya diberi tugas melakukan proyek dan investigasi yang bisa mereka nikmati. 11) Usia sekolah. Usia memulai sekolah seharusnya dinaikkan

mungkin menjadi 7 tahun seperti yang telah diterapkan oleh negara-negara Skandinavia.

12) Jadwal sekolah. Jam masuk sekolah seharusnya dimulai lebih siang untuk remaja. Ketika anak-anak memasuki masa pubertas, jam tubuh mereka mengalami perubahan temporal yang aneh. Secara biologis, mereka perlu tidur pada jam yang lebih larut. Akibatnya, mereka juga perlu bangun pada waktu yang lebih siang, yang tidak bisa dilakukan karena jam masuk sekolah mereka terlalu awal.

(34)

c. Indikator Keberhasilan Karakter Disiplin Sekolah dan Kelas (Fathurrohman, 2013: 188-189).

Deskripsi Indikator Sekolah Indikator Kelas Tindakan yang

menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 1) Memiliki catatan kehadiran. 2) Memberikan Penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin. 3) Memiliki tata tertib sekolah. 4) Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin 5) Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah. 1) Membiasakan hadir tepat waktu 2) Membiasakan mematuhi aturan. 3) Menggunakan

pakaian praktik yang sesuai dengan program studi keahliannya (SMK). 4) Penyimpanan dan

pengeluaran alat dan bahan (Sesuai program studi keahlian) (SMK).

(35)

Deskripsi Indikator Sekolah Indikator Kelas 6) Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahliah (SMK). 10. Karakter Kreatif a. Pengertian Kreatif

Menurut (Farida, 2014: 75) kreativitas diartikan secara sederhana sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang baru, bermanfaat, dan unik. Sementara menurut Santrock dalam (Sujiono, 2010:38) kreativitas adalah suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Mayesty dalam (Sujiono, 2010:39) menyatakan bahwa pada dasarnya kreatif secara alami, yang berarti bahwa segala yang dilakukan anak-anak adalah unik dan berguna bagi diri mereka sendiri, bahkan untuk orang lain. Pada dasarnya kreativitas memiliki sifat alami yang sudah ada dalam diri anak, maka lingkungan di sekitar anak hanya perlu mendorong agar kreativitas anak dapat muncul.

b. Bentuk-bentuk Kreativitas (Sudarma, 2013: 25-27)

1) Kreativitas lahir dalam bentuk kombinasi. Orang yang kreatif adalah orang yang mengombinasikan bahan-bahan dasar yang

(36)

sudah ada, baik itu ide, gagasan atau produk, sehingga selanjutnya melahirkan hal yang baru.

2) Kreativitas lahir dalam bentuk eksplorasi, yaitu berbentuk sesuatu yang baru dari sesuatu yang belum ada sebelumnya 3) Kreativitas lahir dari transformasional. Mengubah dari gagasan

kepada sebuah tindakan praktis, atau dari kultur pada struktur, dari struktur pada kultur, dari fase pada fase lainnya. Kreativitas lahir, karena mampu menduplikasi atau mentransformasi pemikiran ke dalam bentuk baru.

c. Pengembangan Kreativitas

Rhodes dalam (Sujiono, 2010:38) menjelaskan bahwa kreativitas seseorang dapat dikembangkan melalui pendekatan 4P, yaitu Person (Pribadi) dimana tindakan kreatif muncul dari interaksi dengan keseluruhan pribadi yang unik di lingkungan sekitar;

Process (Proses), dimana langkah-langkah kreatif dimulai dari

tahap-tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi; Press (Dorongan), Dorongan internal maupun eksternal yang muncul dari lingkungan sosial dan psikologis; dan Product (Hasil Akhir) yang ditandai dengan orisinalitas, kebaruan, kebermaknaan, dan teramati,

(observable). Berkaitan dengan pendekatan tersebut, diyakini bahwa

pribadi kreatif yang melibati diri dalam proses kreatif dan dengan dukungan (Press) dari lingkungan akan menghasilkan produk kreatif.

(37)

d. Indikator Kreatif

Maslow & Roger dalam (Sujiono, 2010:40) menjelaskan bahwa kreativitas memiliki kaitan yang sangat erat dengan aktualisasi diri sebagai salah satu aspek kepribadian. Orang kreatif adalah orang yang mampu mengaktualisasi diri. orang yang lebih mementingkan proses daripada klimaks terhadap keberhasilan dan kebanggaan terhadap sukses tersebut. Catron & Allen dalam (Sujiono, 2010:38) menyatakan 12 indikator kreatif adalah:

1) Berani mengambil resiko berperilaku berbeda dan mencoba hal-hal baru dan sulit.

2) Memiliki selera humor yang luar biasa dalam situasi keseharian. 3) Berpendirian tegas/tetap, terang-terangan, berbicara secara

terbuka dan bebas.

4) Nonkonvermis, yaitu melakukan hal-hal dengan caranya sendiri. 5) Mengekspresikan imajinasi secara verbal, misalnya membuat

cerita lucu dan fantastis.

6) Tertarik pada berbagai hal, memiliki rasa ingin tahu, dan senang bertanya.

7) Menjadi terarah dan termotivasi sendiri, memiliki imajinasi dan menyukai fantasi.

8) Terlibat dalam eksplorasi yang sistematis dan yang sengaja dalam membuat rencana dari suatu kegiatan.

(38)

10) Inovatif, menjadi penemu, dan memiliki banyak sumber daya. 11) Bereksplorasi, bereksperimen dengan objek.

12) Fleksibel, berbakat dalam mendesain sesuatu. e. Proses Berpikir Kreatif

Proses berpikir kreatif terutama digunakan seseorang untuk memecahkan masalah. Wallas dalam (Sujiono, 2010:41) berpendapat bahwa proses penyelesaian masalah terjadi dalam 4 (empat) fase, yaitu;

1) Fase persiapan, berupa pengumpulan informasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang dilaksanakan. 2) Fase pematangan, informasi yang telah terkumpul berupa

kegiatan yang berkaitan dengan usaha memahami keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya dalam rangka pemecahan masalah.

3) Fase iluminasi, berupa penemuan cara-cara yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

4) Fase verifikasi, berupa kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan yang mengevaluasi cara-cara yang digunakan dalam memecahkan masalah apakah dapat membuahkan hasil yang diinginkan atau tidak.

f. Indikator Keberhasilan Karakter Kreatif Sekolah dan Kelas (Fathurrohman, 2013: 189).

(39)

Deskripsi Indikator Sekolah Indikator Kelas Berpikir dan

melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang telah dimiliki.

1) Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya pikir, dan bertindak kreatif.

1) Menciptakan situasi belajar

yang bisa

menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif. 2) Pemberian tugas

yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun

(40)

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Prima Ratna Sari, Dewi Kusuma Wardani, Leny Noviani 2014 yang berjudul Implementasi Full Day School (Sekolah Sehari Penuh) Sebagai Best Practice (Latihan Terbaik) Dalam Pendidikan Karakter di SMA Negeri 1 Sragen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi, keberhasilan dan hambatan pada implementasi sekolah

sehari penuh dalam pendidikan karakter. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan penelitian fenomenologi. Data primer dan data sekunder adalah sumber data yang digunakan pada penelitian ini. Wawancara terencana tidak terstruktur, observasi dan dokumentasi adalah yang digunakan pada teknik pengumpulan data. Teknik pengambilan subjek dipilih secara purposive sampling dan bersifat snowball sampling. Uji validitas data yang digunakan adalah uji kredibilitas dan uji dependability dengan teknik analisis data sebelum di lapangan dan sesudah di lapangan. Pada analisis di lapangan terdiri tiga tahap yakni: reduksi data, penyajian data dan penyimpulan data. Hasil penelitian sebagai berikut: pertama, pendidikan karakter melalui implementasi sekolah sehari penuh dilakukan melalui tiga basis Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) antara lain: PPK berbasis kelas, PPK berbasis kultur sekolah dan PPK berbasis komunitas. Kegiatan PPK berbasis kelas dapat dilakukan melalui integrasi dalam mata pelajaran, optimalisasi muatan lokal, manajemen kelas dan layanan bimbingan dan konseling. Kegiatan PPK berbasis kultur sekolah dapat

(41)

dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai dalam keseharian sekolah, keteladanan pendidik, ekosistem sekolah, peraturan sekolah, pengembangan diri berupa kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. PPK berbasis komunitas dari pihak sekolah baru sebatas melibatkan orang tua dan komite sekolah. Kedua, keberhasilan implementasi sekolah sehari penuh sebagai pendidikan karakter ditunjukkan dengan tertanamnya lima karakter berdasar Konsep Dasar PPK Kemendikbud 2016. Ketiga, faktor yang menghambat pendidikan karakter melalui implementasi sekolah sehari penuh yakni keterbatasan waktu, tenaga dan pikiran sehingga menyebabkan kelelahan serta kesulitan mengatur waktu. Sekolah sehari penuh juga mempunyai kaitan ekonomi pada siswa.

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan memiliki tujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan mendewasakan peserta didik, salah satu upayanya

Pendidikan menumbuh kan, mengemba ngkan, mendewasa kan Disiplin Kreatif Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter: 1. Kelas (pembelajaran) 2. Budaya sekolah (pola asuh) 3. Masyarakat (orangtua) Pribadi yang manusiawi 1) Bermoral 2) Mengetah ui, mencintai, melakukan kebaikan

Kepsek Siswa Orangtua/

(42)

adalah melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki tujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan pembentukan moral agar tercipta karakter yang baik bagi peserta didik. Disiplin dan Kreatif merupakan karakter yang saat ini sedang diterapkan dalam permendikbud tahun 2018 nomor 20. Kedua karakter tersebut dikembangkan melalui gerakan pendidikan karakter dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan berbasis kelas, budaya sekolah, dan komunitas/masyarakat. Unsur tersebut menyasar pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik.

Gerakan penguatan pendidikan karakter diharapkan mampu secara efektif mencapai karakter yang diharapkan, yaitu pribadi yang manusiawi, dan bermoral. Pendidikan karakter diharapkan tidak berhenti mengajarkan sampai mengetahui kebaikan saja, tetapi dapat mencapai ketiga unsur pokok pendidikan karakter, yaitu mengetahui, mencintai, dan melakukan kebaikan.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah deskripsi gerakan penguatan pendidikan karakter sesuai permendikbud nomor 20 tahun 2018 yang dilaksanakan di sekolah terhadap penguatan karakter disiplin dan kreatif peserta didik?

2. Apakah upaya yang dilakukan sekolah dalam mendukung gerakan penguatan pendidikan karakter?

(43)

31 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Sukmadinata (2008:18) penelitian deskriptif (descriptive research) memiliki tujuan untuk mendeskripsikan fenomena dan keadaan-keadaan sesuai dengan yang sedang terjadi. Dalam penelitian ini peneliti tidak memanipulasi atau memberikan perlakuan khusus pada objek penelitian, segala kegiatan dan peristiwa berjalan apa adanya. Penelitian deskriptif dapat berkaitan dengan kasus-kasus tertentu atau sesuatu populasi yang cukup luas.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif (qualtitative research). Sukmadinata (2008:94) menyatakan pendekatan kualitatif berangkat dari filsafat konstruktivisme yang memiliki asumsi bahwa kenyataan memiliki dimensi jamak, interaktif, dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu.

B. Tempat/Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMK Negeri 1 Yogyakarta yang beralamat di Jl. Kemetiran Kidul No.35, Pringgokusuman, Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55272

(44)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2019/2020 yaitu pada bulan Februari sampai Maret 2020.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011:381-382), yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri atau tim peneliti. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara untuk kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru, siswa, dan orang tua siswa yang dipilih sebagai sampel.

D. Sampel Sumber Data 1. Pengertian

Menurut Sugiyono (2011: 297) bahwa dalam penelitian kualitatif, penelitian tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu pada sosial tertentu dan hasil penelitian tidak akan diberlakukan pada populasi, tetapi dikirimkan kepada tempat lain yang memiliki situasi sosial yang serupa dengan kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sampel teoritis, bukan disebut sampel statistik, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.

(45)

Penelitian ini oleh Spradley dalam Sugiyono (2011: 297) disebut Social Situation (situasi sosial) yang memiliki tiga elemen, yaitu: place (tempat), actors (pelaku), dan activity (aktivitas) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat di sekolah dengan guru dan teman-temannya, di rumah berikut keluarga dan aktivitasnya, atau dalam komunitas lainnya. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahui mengenai apa yang terjadi di dalamnya. Peneliti akan meneliti secara mendalam situasi sosial ini dengan mengamati kegiatan (aktivitas) orang-orang (pelaku) pada suatu tempat (tempat).

2. Berdasarkan data di atas, maka subyek penelitian ini adalah:

a. Narasumber, meliputi: Kepala Sekolah, Wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru, siswa, dan orang tua siswa.

b. Aktivitas: Aktivitas yang dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara, observasi, dan pengumpulan dokumen.

3. Objek dalam penelitian ini adalah :

a. Deskripsi Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter disiplin dan kreatif.

b. Hambatan yang ditemukan dalam melaksanakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter di SMK N1 Yogyakarta.

(46)

4. Rancangan Data yang Akan Diambil: a. Kepala Sekolah:

Peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah mengenai bagaimana gerakan penguatan pendidikan karakter di SMKN 1 Yogyakarta dilaksanakan dan hambatan yang ditemui, baik melalui pendekatan kelas, budaya sekolah, dan masyarakat, khususnya untuk karakter disiplin dan kreatif.

b. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum:

Peneliti melakukan wawancara kepada wakil kepada kepala sekolah bidang kurikulum mengenai gerakan penguatan pendidikan karakter di SMKN 1 Yogyakarta ditinjau dari kurikulum dan pendekatan budaya sekolah.

c. Pendidik:

Peneliti melakukan wawancara kepada pendidik mengenai bagaimana gerakan penguatan pendidikan karakter di SMKN 1 Yogyakarta dilaksanakan melalui pendekatan kelas.

d. Peserta Didik:

Peneliti melakukan wawancara kepada peserta didik mengenai dampak yang dirasakan oleh peserta didik di sekolah yang menerapkan gerakan penguatan pendidikan karakter, khususnya karakter disiplin dan kreatif.

(47)

Peneliti melakukan wawancara kepada orang tua peserta didik mengenai penerapan gerakan penguatan pendidikan karakter peserta didik di rumah dan relasi antara orang tua peserta didik dengan sekolah dalam upaya melakukan pendekatan masyarakat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Wawancara

Menurut Sukmadinata (2008:216), wawancara atau interview adalah salah satu teknik pengumpulan data yang banyak digunakan oleh penelitian kuantitatif deskriptif maupun kualitatif deskriptif. Wawancara dilakukan secara lisan dan individual dengan cara bertatap langsung. Wawancara juga dapat dilakukan secara berkelompok apabila tujuannya untuk menghimpun data dari suatu kelompok, misalnya wawancara dengan keluarga, guru, pedagang, dll. Wawancara yang ditujukan untuk memperoleh data dari individu dilaksanakan secara individual.

a. jenis wawancara yang dipakai

Peneliti menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2012: 140) menyatakan bahwa wawancara tidak terstruktur adalah jenis wawancara bebas yang tidak menggunakan panduan wawancara yang telah disusun secara runtut dan lengkap saat pengumpulan data. Panduan wawancara yang digunakan hanya

(48)

berupa poin-poin penting dalam menjawab permasalahan yang dicari.

Menurut Sugiyono (2012: 141) peneliti belum mengetahui data yang akan diperoleh secara pasti dalam wawancara tidak terstruktur, sehingga peneliti menggunakan cara “berputar-putar baru menukik” artinya, wawancara diawali dengan membahas sesuatu yang tidak terkait dengan tujuan, jika sudah memiliki kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang sudah menjadi tujuan, maka peneliti dapat langsung menanyakan hal yang menjadi tujuan.

b. Langkah-langkah wawancara menurut Sugiyono (2018: 282-283) 1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan. 2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan

pembicaraan.

3) Mengawali atau membuka alur wawancara. 4) Melangsungkan alur wawancara.

5) Mengkonfirmasikan intisari hasil wawancara dan mengakhirinya.

6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

2. Observasi non Partisipatif

Menurut Sukmadinata (2008:220) observasi atau pengamatan adalah teknik pengambilan data dengan cara mengamati kegiatan yang

(49)

sedang berlangsung pada tempat tertentu. Dalam observasi non partisipatif, pengamat tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang sedang diteliti, namun hanya berperan sebagai pengamat.

a. Obyek Observasi

Spradley dalam Sugiyono (2018: 276) menyatakan penelitian kualitatif yang diobservasi terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1) Place, atau tempat di mana interaksi dalam situasi sosial sedang

berlangsung.

2) Actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu.

3) Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung.

b. Tahapan Observasi menurut Spradley (1980) dalam Sugiyono (2018: 278)

1) Observasi Deskriptif

Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini, peneliti belum mengamati masalah yang akan diteliti, segala kegiatan pengamatan dilakukan secara menyeluruh sehingga apapun yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh pengamat langsung dicatat dan dideskripsikan. Karena semua data dicatat, hasil observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi tahap ini sering disebut sebagai

(50)

grand tour observation, dan menghasilkan kesimpulan yang

pertama. Bila dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.

2) Observasi Terfokus

Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour

observation, yaitu tahap observasi yang telah terfokus dan

dipersempit pada obyek tertentu. Tahap ini juga dinamakan tahap observasi terfokus, pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus dan sudah dapat menghasilkan kesimpulan kedua.

3) Observasi Terseleksi

Pada tahap observasi ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Pada tahap ini diharapkan peneliti telah dapat menemukan pemahaman yang mendalam atau hipotesis. 3. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen.

(51)

Menurut Sugiyono (2011: 326) Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

F. Kisi-kisi Wawancara 1. Kepala Sekolah

a. Bagaimana sekolah mengimplementasikan gerakan penguatan pendidikan karakter?

b. Mengingat sekolah ini adalah sekolah vokasi, karakter apa saja yang dikembangkan di sekolah ini?

c. Kendala apa yang ditemui dalam menjalankan gerakan penguatan pendidikan karakter?

d. Langkah apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

e. Berapa % tenaga pendidikan yang telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan penguatan karakter peserta didik?

f. Siapa saja yang berperan dalam gerakan penguatan pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Yogyakarta?

g. Apa upaya yang dilakukan sekolah dalam menanamkan kebiasaan (budaya sekolah) untuk mengembangkan karakter disiplin dan kreatif?

h. Bagaimana hubungan (komunikasi) sekolah dengan orang tua peserta didik?

(52)

j. Apakah sekolah memberikan sanksi secara adil terhadap warga sekolah yang melanggar?

k. Apakah sekolah sudah menciptakan situasi yang menumbuhkan daya pikir, dan bertindak kreatif?

2. Wakasek Kurikulum

a. Apa upaya yang dilakukan sekolah dalam menanamkan kebiasaan (budaya sekolah) untuk mengembangkan karakter disiplin dan kreatif?

b. Menurut fungsinya, pendidikan karakter memiliki 3 fungsi, yaitu mengembangkan, memperbaiki, dan menyaring karakter peserta didik. Bagaimana ketiga proses tersebut dilaksanakan di sekolah? c. Gerakan penguatan pendidikan karakter di sekolah ini menggunakan

kurikulum apa saja? Apakah hanya dari kurikulum nasional, atau ada tambahan lain?

d. Bagaimana penguatan pendidikan karakter disiplin dan kreatif secara khusus dilaksanakan di sekolah?

e. Apakah sekolah memberikan mata pelajaran pendidikan akhlak, pendidikan moral, pendidikan etika, atau pendidikan karakter? 3. Pendidik

a. Bagaimana strategi pembelajaran yang digunakan pendidik dalam mengajar? Apakah pendidik pernah menanyakan (evaluasi) terhadap peserta didik?

(53)

b. Bagaimana cara pendidik dalam menanamkan pendidikan karakter di semua mata pelajaran?

c. Siapa saja yang berperan dalam gerakan penguatan pendidikan karakter di SMK Negeri 1 Yogyakarta?

d. Apa saja upaya yang dilakukan pendidik untuk memberikan contoh yang baik bagi peserta didik guna meningkatkan karakter peserta didik?

e. Menurut fungsinya, pendidikan karakter memiliki 3 fungsi, yaitu mengembangkan, memperbaiki, dan menyaring karakter peserta didik. Bagaimanakah ketiga proses tersebut dilaksanakan di kelas? f. Bagaimana komunikasi pendidik dengan peserta didik?

g. Apakah sekolah memiliki catatan kehadiran siswa? h. Berapa % peserta didik yang tidak hadir tepat waktu? i. Bagaimana penerapan disiplin di kelas dilakukan?

j. Bagaimana cara guru memberikan jeda istirahat dalam pembelajaran dalam upaya meningkatkan kedisiplinan siswa?

k. Apakah peserta didik mengikuti panduan penggunaan alat praktik yang telah tersedia?

l. Bagaimana cara pendidik memberikan kesempatan peserta didik untuk berkreasi?

m. Apakah peserta didik berani mengambil resiko dan mencoba hal-hal baru?

(54)

n. Apakah peserta didik menemukan kesulitan dalam belajar? Jika iya, apakah peserta didik dapat menemukan solusi dalam kesulitan belajar?

o. Apakah peserta didik senang bertanya?

p. Bagaimana cara pendidik menciptakan situasi yang menumbuhkan daya pikir, dan bertindak kreatif di kelas?

4. Orang Tua Peserta Didik

a. Bagaimana penerapan disiplin peserta didik di rumah?

b. Bagaimana perkembangan karakter disiplin peserta didik di rumah? c. Bagaimana orang tua mendorong kreativitas peserta didik?

d. Bagaimana perkembangan karakter kreatif peserta didik di rumah? e. Bagaimana hubungan orang tua siswa dengan sekolah?

f. Usulan apa yang ingin disampaikan kepada sekolah agar karakter disiplin dan kreatif dapat berkembang lebih baik?

5. Peserta Didik

a. Mengapa memilih sekolah di SMK Negeri 1 Yogyakarta?

b. Apa saja pendidikan yang diharapkan di SMK Negeri 1 Yogyakarta selain pengetahuan?

c. Bagaimana penerapan disiplin di sekolah dilakukan?

d. Apakah sekolah memberikan sanksi jika melanggar tata tertib? e. Bagaimana cara guru memberikan jeda istirahat dalam pembelajaran

(55)

f. Apakah peserta didik merasa terpaksa dalam menaati peraturan (tata tertib) sekolah?

g. Apakah siswa selalu hadir tepat waktu? Jika tidak, apa alasannya? h. Apakah peserta didik mengikuti panduan penggunaan alat praktik

yang telah tersedia?

i. Bagaimana penerapan kreatif di sekolah dilakukan?

j. Apakah siswa berani mengambil resiko dalam mencoba hal-hal baru?

k. Apakah siswa menemukan kesulitan dalam belajar? Jika iya, apakah siswa dapat menemukan solusi dalam kesulitan belajar?

l. Apakah peserta didik senang bertanya?

m. Model guru seperti apa yang menurutmu dapat mengembangkan karakter disiplin dan kreatif?

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap data hasil wawancara dan observasi. Dalam hal ini analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis data juga dilakukan setelah selesai di lapangan untuk melengkapi analisis data sebelumnya.

Sugiyono (2011:309) menyatakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan saat penelitian berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sekaligus melakukan analisis terhadap hasil wawancara. Bila

(56)

peneliti merasa hasil wawancara yang telah dilakukan belum memuaskan, maka peneliti akan melakukan wawancara kembali pada waktu tertentu hingga diperoleh data yang kredibel. Miles and Hubberman (1984) dalam Sugiyono (2011:334) menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan dalam penelitian kualitatif berlangsung secara terus menerus dan dilakukan secara interaktif hingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data

reduction, data display, dan conclusion drawing/verivication.

1. Data Reduction

Sugiyono (2012: 247) menyatakan mereduksi data sama halnya dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Setelah melakukan

Data collection Datadisplay Data reduction Conclusion: drawing/verifiying

(57)

reduksi data, hasil penelitian menjadi lebih jelas dan dapat mempermudah peneliti dalam mencari data kembali apabila diperlukan.

2. Data Display

Sugiyono (2012: 247) menyatakan setelah mereduksi data, maka langkah selanjutnya adalah menampilkan data (data display). Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

3. Conclusion Drawing/Verification

Setelah menampilkan data dalam penelitian kualitatif, menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2012:252) kemudian melakukan penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan masih dapat berubah apabila saat penelitian berikutnya tidak ditemukan bukti yang kuat. Tetapi, apabila temuan pada penelitian berikutnya konsisten dengan pengambilan data sebelumnya dan ditemukan bukti yang kuat, maka dapat dikatakan bahwa kesimpulan yang kredibel.

H. Rencana Pengujian Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2011: 364) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility, transferability, dependability,

dan confirmabilty.

1. Uji Kredibilitas

Menurut Sugiyono (2011: 365-373) Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data penelitian kualitatif dapat diuji melalui

(58)

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan

member check.

a. Perpanjangan Pengamatan

Menurut Stainback (1988) dalam Sugiyono (2011: 367) Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan untuk melakukan observasi, atau wawancara dengan narasumber yang sama maupun berbeda. Melalui perpanjangan pengamatan, hubungan peneliti dengan narasumber menjadi lebih dekat atau akrab, sehingga narasumber akan tidak lagi menyembunyikan informasi kepada peneliti karena narasumber dan peneliti semakin percaya dan saling terbuka.

b. Meningkatkan ketekunan

Pengamatan dilakukan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Melalui cara ini, urutan peristiwa dan kepastian data akan lebih sistematis.

c. Triangulasi

Pengecekan data melalui berbagai cara, sumber, dan waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

d. Analisis Kasus Negatif

Kasus yang berbeda atau tidak sesuai dengan hasil penelitian hingga pada waktu tertentu Peneliti mencari data yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sistem transportasi di suatu perkotaan perlu diamati perilaku pelaku perjalanan angkutan umum agar diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku perjalanan dalam melakukan

bahwa beberapa ketentuan mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005 tentang

Dalam penelitian Niswah (2016) yang berjudul “Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi

Jenis data pada penelitian ini berupa; (a) proses penamaan atau pembuatan brand lembaga zakat, (b) cara yang dilakukan oleh lembaga zakat dalam sosialisasi

Yang akan bahas di dalam jurnal ini adalah memberikan informasi kepada mahasiswa dan pelajar menggunakan cara baru dalam penulisan kutipan dengan cepat, efektif, dan efisien,

Penelitian yang telah dilakukan memperjelas bahwa persepsi petani terhadap kegiatan peremajaan kelapa sawit ini cukup beragam ditinjau dari 3 aspek yang diteliti

Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak. Anak yang sudah terbiasa menyimak cerita, dalam jiwa mereka akan tumbuh pribadi yang

Reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, difo- kuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, khususnya yang berkaitan dengan permasa- lahan