• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2. Peta lokasi penelitian"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

8 III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Juni sampai bulan Desember 2010. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak antara 6037’ – 6046’ LS dan 106049’ – 107000’ BT, dimulai dari Gunung Pangrango di Kabupaten Cianjur dan bermuara di Bendung Katulampa. Bentuk daerah aliran sungai Ciliwung memanjang dan menyempit seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah beberapa software open source utama, antara lain :

(2)

9

b. MWSWAT 1.5

c. SWAT Plot and Graph. d. SWAT-CUP

2. Bahan

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder, antara lain : a. Peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu

b. Peta penggunaan lahan, c. Peta tanah,

d. Peta rupa bumi e. Data iklim,

f. Data debit Sub DAS Ciliwung Hulu,

g. Citra Landsat dan DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shuttle Radar Thopograpy Mission) dengan resolusi 90 m x 90 m,

h. Peta digital Australia drainage basin, dan i. Daftar stasiun iklim global (stnlist.txt), j. Sifat tanah.

C. Metode Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari empat tahap kegiatan. Kegiatan tersebut, yaitu: 1) pengumpulan data, 2) pengolahan data, 3) analisis data, 4) kalibrasi data. Adapun diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data didapat dari penelitian sebelumnya atau dari instansi terkait. Data – data tersebut terdiri dari dua jenis data yaitu data spasial dan data teks (atribut). Data hidrologi DAS Ciliwung Hulu berupa data debit harian di SPAS Katulampa dan data curah hujan dari pos hujan yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane (PSDA Ciliwung-Cisadane), data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika pusat di Jakarta. Peta penggunaan lahan (land use), peta jenis tanah, dan peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane. Data tanah diperoleh dari penelitian sebelumnya, peta au basin, peta DEM dan daftar stasiun iklim (stnlist.txt) yang berasal dari Shuttle Radar Thopograpy Mission diperoleh dari hasil mengunduh dari waterbase.com.

2. Pengolahan Data a. Data spasial

Beberapa data masukan yang diperlukan untuk menjalankan model hidrologi SWAT berupa data spatial (peta – peta). Peta – peta yang diperlukan seperti peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah diperoleh dari BPDAS masih dalam bentuk vektor. Sedangkan SWAT hanya bisa mengolah data spasial dalam bentuk raster sehingga peta – peta tersebut perlu diolah terlebih dahulu menggunakan tool yang ada di Map Window yaitu tool convert a shapefile a grid dengan ukuran cell 30x30, tipe data grid long interger, dan disimpan dalam bentuk TIF, kemudian peta tersebut di reprojected dengan bantuan gistool raster (reprojected grid).

(3)

10 tidak ya tidak ya

Gambar 3. Diagram alir proses penelitian Data spatial Data iklim Tahun 2003 - 2008 Analisis MWSWAT tahun 2004 - 2006 2005 Output SWAT Kalibrasi Data debit harian Tahun 2004 - 2006

Validasi : Data debit harian Tahun 2007 - 2009 hasil P-value >0.8 R-factor < 1 NS ≥ 0.5 R2 ≥ 0.6 Pengumpulan data

(4)

11

b. Data teks (atribut)

Data atribut yang diperlukan sebagai masukan SWAT adalah data tanah, data iklim, dan data debit sungai Ciliwung. Data tanah dalam SWAT dimasukan dalam fileSOL yang terdapat di database MWSWAT. Data tanah yang digunakan dikelompokan menjadi dua bagian sifat fisik dan kimia tanah. Pada database tanah terdapat masukan untuk jenis tanah dan horizon pada setiap tanah. Data masukan jenis tanah terdiri dari nama tanah (SNAM), jumlah horizon (Nlayer), group hidrologi tanah (HYDGRP), kedalaman efektif (SOL_ZMX), tekstur tanah pada semua lapisan profil tanah, sedangkan masukan untuk masing – masing horison pada profil tanah meliputi ketebalan horison dalam mm (SOL_Z), bulk density dalam g/cm3 (SOL_BD), kapasitas menahan air dalam mm H2O/mm tanah (SOL_AWC), kandungan liat, pasir dan debu (% bobot tanah), kandungan

bahan organik dan fraksi batuan (% bearat tanah), Saturated Hidraulic Conductivity dalam mm/jam (SOL_K), nilai erodibilitas tanah menurut USLE.

Data iklim yang merupakan masukan dalam SWAT adalah curah hujan , temperatur udara maksimum dan minimum harian (0C), radiasi sinar matahari harian (MJ/m2/hari), kelembaban udara harian (%), data – data tersebut dikumpulkan file PCP, TMP, SLR, HMD, WGN. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi maupun hasil dari generalisasi data pihak terkait seperti BMKG. Selain data iklim, pada penelitian ini juga menggunakan data curah hujan dari 5 stasiun penakar (pos hujan) yaitu Pos Hujan Gadog, Gunung Mas, Panjang, Katulampa dan Pasir Muncang yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air DAS Ciliwung – Cisadane (BPSDA Ciliwung-Cisadane).

Untuk membuat weather generator (wgn) diperlukan data iklim. Data iklim yang diperlukan adalah temperatur minimum dan maksimum, curah hujan, kecepatan angin, dan radiasi surya. Data yang digunakan berasal dari stasiun pengukuran Citeko dan harus diketahui letak koordinat dan elevasi. Data stasiun Citeko tersebut diperoleh dari BMKG Pusat di Jakarta.

Untuk membentuk weather generator, data iklim yang ada diolah menjadi beberapa tahapan yang meliputi :

 TITTLE : judul pada baris pertama file. Wgn  WLATITUDE : koordinat lintang pada stasiun iklim.  WLONGITUDE : koordinat bujur pada stasiun iklim.  WLEV : elevasi stasiun iklim (m).

 RAIN_YRS : jumlah tahun data iklim yang digunakan.

 Temperatur maksimum (TMPMX)

Temperatur ini merupakan suhu maksimum rata – rata harian pada satu bulan tertentu selama n tahun, untuk contoh suhu maksimum rata – rata pada bulan Januari 10 tahun. µ𝑚𝑥𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = 𝑇𝑚𝑥. 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁 𝑑=1 𝑁 Dimana :

Tmx,bulan = temperatur maksimum harian selama pencatatan pada bulantersebut (0C).

N = jumlah hari perhitungan temparatur maksimum pada bulantersebut

.

(5)

12

Temperatur ini merupakan suhu minimum rata – rata pada satu bulan tertentu selama n tahun. Contoh suhu minimum rata – rata pada bulan Januari selama 10 tahun. µ𝑚𝑥𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = 𝑇𝑚𝑛. 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁 𝑑=1 𝑁 Dimana :

Tmn,bulan = temperatur minimum harian selama pencatatan pada bulan itu (0C). N = jumlah hari perhitungan temperatur minimum pada bulan tersebut.  Standar Deviasi Suhu Maksimum Harian (TMPSTMTDMN)

Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

𝜎𝑚𝑥

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

=

(𝑇

𝑚𝑥 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

− µ𝑚𝑥

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

)

2 𝑁 𝑑 =1

𝑁 − 1

Dimana :

σmx = standar deviasi suhu maksimum.

Tmxbulan = suhu maksimum harian pada bulan tertentu.

N = periode waktu (tahun).

 Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN)

Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

𝜎𝑚𝑥

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

=

(𝑇

𝑚𝑛 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

− µ𝑚𝑛

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

)

2 𝑁 𝑑 =1

𝑁 − 1

Dimana:

σmx = standar deviasi suhu minimum.

Tmxbulan = suhu minimum harian pada bulan tertentu.

N = periode waktu (tahun).  Curah Hujan Rata – rata (PCPMM)

Curah hujan rata – rata pada satu bulan selama n tertentu

Ř

𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

=

𝑅

𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁

𝑑 =1

𝑡𝑎𝑕𝑢𝑛

Dimana:

Rhari,bulan = curah hujan harian selama pencatatan pada bulan tersebut (mmH2O)

N = total hari pencatatan selama bulan tersebut yang digunakan untuk menghitung rata – rata.

Tahun = jumlah tahun dari hujan harian dicatat.  Standar Deviasi Untuk Curah Hujan Harian (PCPSTD)

Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

𝜎𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 =

(𝑅𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 − Ř𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 )2 𝑁

𝑑=1

(6)

13

Dimana :

σbulann = standar deviasi suhu maksimum

Rhari = curah hujan harian pada bulan tertentu. Rbulan = rata – rata curah hujan dalam satu bulan. N = total bulan (jumlah tahun)

 Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan (PCP Skew)

ģ𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 =𝑁 (𝑅𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 − Ř𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛) 3 𝑁 𝑑=1 𝑁 − 1 𝑁 − 2 (𝜎𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛)3 Dimana :

ģbulan = koefisien Skew.

Rhari.bulan = curah hujan harian pada bulan tertentu selama N tahun.

N = total tahun.

σbulann = standar deviasi.

 Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu bulan dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-Wl).

𝑃𝑖 𝑊 𝐷 =

𝑕𝑎𝑟𝑖𝑊 𝐷,𝑖 𝑕𝑎𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 ,𝑖

Dimana :

hariW/D,i = jumlah hari basah yang diikuti hari kering.

harikering,i = jumlah hari kering selama hari pencatatan.

 Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari basah dengan jumlah hari basah selama satu bulan (PR-W2). 𝑃𝑖 𝑊 𝑊 = 𝑕𝑎𝑟𝑖𝑊 𝑊,𝑖 𝑕𝑎𝑟𝑖𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑕,𝑖 Dimana :

hariW/W,i = jumlah hari basah yang diikuti hari basah.

Haribasah,i = jumlah hari basah selama periode pencatatan.

 Jumlah hujan rata – rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD)

đ𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑕 =𝑕𝑎𝑟𝑖𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑕,𝑖 𝑡𝑎𝑕𝑢𝑛

 Jumlah curah hujan maksimum selama pencatatan (PCP mak)  Radiasi Surya (SOLARAV)

Rata – rata radiasi surya pada satu bulan tertentu selama n tahun

µ𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 =

𝐻𝑕𝑎𝑟𝑖 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁

𝑑=1 𝑁

 DEW point (titik beku)  Kecepatan angin (WNDAV)

Kecepatan angin rata – rata (m/s) pada satu bulan tertentu selama N tahun.

µ𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = µ𝑎𝑛𝑔𝑖𝑛 ,𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑁 𝑑=1 𝑁 3. Analisis Data

(7)

14

Analisis penggunaan lahan diketahui dengan melakukan analisis pada peta penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2008. Peta penggunaan lahan tersebut dengan menggunakan ArcView 3.3 dapat terlihat jenis penggunaan lahan pada tahun 2008 dan total luasan penggunaan untuk masing – masing land use. Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan Arcview 3.3 pada peta tanah untuk mengetahui luasan masing – masing jenis tanah yang ada pada DAS Ciliwung Hulu.

b. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi DAS Ciliwung dilakukan dengan bantuan MWSWAT GIS 46 SR. Respon hidrologi yang dianalisis adalah debit aliran sungai Sub DAS Ciliwung Hulu (FLOW_OUT).. Pada analisis hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah data iklim, data tanah, data penggnaan lahan, data hidrologi. Data tersebut terdapat 17 file input yang harus disiapkan untuk analisis hidrologi dan terangkum dalam Tabel 1.

File data CIO, COD, FIO, BSN, SUB, HRU, GW, dan RATE tersedia setelah analisis SWAT dijalankan, data penutupan lahan dalam SWAT disiapkan dalam file CROP dan URBAN. c. Prosedur Analisis

1) Deliniasi Areal Penelitian

Deliniasi areal penelitian merupakan langkah awal dalam menjalankan SWAT. Deliniasi daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan data DEM SRTM. Dalam SWAT, daerah penelitian termasuk jaringan hidrologi dapat dideliniasi otomatis. Pada tahap ini DAS akan dibagi menjadi beberapa sub-basin dan ditentukan juga ukuran threshold dalam km2 (sq.km). Selain itu, ditentukan juga posisi outlet sungai sebagai akhir dari aliran sungai.

Untuk melakukan deliniasi dibutuhkan peta batas DAS Ciliwung Hulu dan DEM SRTM ukuran 90 m x 90 m. Sebelum melakukan kegiatan watershed delineation pada MWSWAT semua peta harus pada satuan yang sama seperti UTM, dan watershed delineation harus telah di plugin ke program MWSWAT.

Output dari tahap ini adalah bentuk aliran sungai menuju outlet dan batas dari beberapa sub-basin. Sub-basin terbentuk dari batas – batas yang dipengaruhi oleh bentuk topografi pada wilayah tersebut.

2) Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU)

HRU merupakanunit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan lainnya. HRU diperoleh melalui overlay peta DEM, peta tanah dan peta penggunaan lahan yang ketiganya telah di reprojected.

Output pada tahap ini adalah bentuk DAS yang terdiri atas beberapa sub-basin yang telah diberi nomor. Pada tahap ini juga dapat ditentukan threshold dari presentase total landuse, jenis tanah, dan slope. Sehingga landuse, jenis tanah, dan slope yang lebih kecil dari threshold yang ditentukan akan diabaikan.

3) Simulasi

Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT, unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah disediakan. Hasil simulasi dapat dilihat dengan bantuan SWAT Plot and Graph.

(8)

15

Pada tahap ini, visualisai hasil diinginkan dapat dilihat. Misalnya dengan memilih parameter output debit aliran sungai harian. Visualisasi digambarkan dengan perubahan warna menurut nilai output parameter yang dipilih.

Tabel 1. File data input dalam SWAT untuk analisis hidrologi

Nama File Fungsi

CIO COD FIG BSN SUB HRU GW RTE CROP URBAN PCP TMP SLR HMD WGN SOL MGT

File untuk mengontrol data input dan output Mengontrol file input dan output

Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS Mengontrol keragaman parameter di tingkat Sub DAS Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU File air bawah tanah

File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida File parameter tumbuh tanaman

File data terbangun atau urban area File data curah hujan harian

File temperature udara maksimum dan minimum harian File radiasi matahari harian

File kelembaban udara harian File data generator iklim File data tanah

Filescenario pengelolaan dan penutupan lahan

Sumber : Neitsch et. al.,2004

Output SWAT terangkum dalam file – file output yang terdiri dari file HRU, SUB, dan RCH. File SUB informasi pada masing – masing Sub DAS, HRU berisikan informasi pada masing – masing HRU sedangkan RCH berisikan informasi pada masing – masing sungai utama dalam Sub DAS.

Informasi pada masing – masing Sub DAS dan HRU adalah jumlah air hujan (PRECIP), evapotranspirasi potensial (PET) dan aktual (ET), kandungan air tanah (SW), perkolasi (PERC), aliran permukaan (SURQ),aliran lateral (LATQ), aliran dasar (GW_Q), dan hasil air (WYLD) yang dihasilkan selama periode simulasi. Informasi pada masing – masing sungai utama di dalam RCH adalah jumlah aliran yang masuk ke sungai (FLOW_IN) dan aliran keluar (FLOW_OUT).

4. Kalibrasi dan Validasi

Kalibrasi dan validasi bertujuan agar output dari model yang digunakan hasilnya mendekati output dari DAS yang sebenarnya. Proses kalibrasi dilakukan dengan menggunakan software SUFI-2.SWAT-CUP (Sequencial Uncertainty Fitting version 2. Soil and Water Assessment Tool-Calibration and Uncertainty Programs). Kalibrasi model dilakukan dengan cara membandingkan debit harian Sub DAS Ciliwung Hulu yang keluar dari outlet (SPAS) Katulampa dengan debit harian hasil simulasi SWAT-CUP dari tahun 2004 – 2006. Sedangkan validasi menggunakan data debit harian tahun 2007 - 2009.

(9)

16

Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah beberapa nilai parameter sensitif yang berpengaruh terhadap nilai debit hasil simulasi. Parameter – parameter yang dapat dijadikan masukan proses kalibrasi dapat dilihat pada file absolute_SWAT_value.txt. Langkah – langkah dalam mengoperasikan SWAT-CUP dapat dilihat di bawah ini :

1. Install program SWAT-CUP dan operasikan progam tersebut. 2. Untuk proyek baru :

a) Masukan SWAT “TxtInOut” directory sebagai sumber data masukan untuk membuat proyek baru.

b) Kemudian pilih salah satu program kalibrasi yang tersedia untuk proyek baru tersebut (2, GLUE, ParaSol, MCMC). Penelitian ini menggunakan metode kalibrasi SUFI-2.

c) Beri nama proyek baru tersebut.

d) Tentukan lokasi untuk menyimpan file proyek tersebut. Ketika file proyek tersebut disimpan, program akan membuat project directory yang diinginkan dan menyalin semua TxtInOut files di Backup directory. Parameter – parameter yang ada pada file – file tersebut merupakan parameter standar yang belum dikalibrasi.

3. Pada“Project Explorer” window terdapat“Calibration Inputs” yang terdiri dari :

a) Par_inf. sf2, berisi parameter – parameter yang digunakan sebagai masukan kalibrasi beserta rentang nilainya.

b) Observed.sf2, berisi data hasil observasi yang akan dibandingkan dengan nilai hasil simulasi SWAT-CUP.

c) Var_file_rch.sf2, berisi nama variabel – variabel yang akan dikalibrasi.

d) SUFI2_extract_rch.def, berisi perintah yang digunakan oleh program SUFI2_extract_rch.exe untuk mengambil data output yang diperlukan dari SWAT’s output rch file.

e) SUFI_swEdit.def, berisi jumlah simulasi yang akan dilakukan pada proses kalibrasi. f) File.Cio, berisi file untuk mengontrol data input dan output

4. Setelah file –file pada calibration inputs tersebut diubah sesuai dengan kebutuhan kalibrasi, langkah selanjutnya adalah menjalankan proses kalibrasi dengan menekan tombol “Execute” pada Tool Bar.

5. Untuk suatu proyek yang baru, pastikan dimulai dari proses SUFI2.pre.bat kemudian lanjutkan dengan poses SUFI.run.bat dan SUFI.post.bat.

6. Lihat hasil dari proses kalibrasi tersebut pada Calibration ouputs.

7. Jika nilai P-value kurang dari 80% dan R-factor lebih besar dari 1, ganti parameter-parameter di dalam Par_infsf2 dengan parameter – parameter yang ada pada New_parssf2 dan lakukan iterasi lagi. Parameter pada Par_inf.sf2 yang digunakan untuk mengganti parameter New_parssf2 harus memiliki interval yang lebih kecil.

8. Semua iterasi - iterasi disimpan dalam iteration history sehingga kita dapat melihat kemajuan dari proses kalibrasi.

Pada proses validasi, langkah – langkah yang dilakukan sama dengan proses kalibrasi tetapi file – file pada calibration input yaitu Observed.sf2, SUFI2_extract_rch.def, dan File.Cio diganti dengan data tahun 2007 – 2009. Rentang nilai parameter - parameter pada file pars_inf.sf2 yang digunakan pada proses validasi adalah rentang nilai paramerer – parameter pada file pars_inf.sf2 proses kalibrasi yang nilai P-value dan r-factornya telah memenuhi kriteria. Kriteria tersebut adalah P-value lebih besar dari 80% dan r-factor lebih kecil dari 1. Sedangkan jumlah simulasi

(10)

17

pada file SUFI_swEdit.def dan nama variabel yang divalidasi pada file Var_file_rch.sf2 sama dengan proses kalibrasi.

Gambar

Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar 3. Diagram alir proses penelitian  Data spatial Data iklim Tahun 2003 - 2008 Analisis MWSWAT tahun 2004 - 2006 2005 Output SWAT  Kalibrasi  Data debit harian  Tahun 2004 - 2006
Tabel 1. File data input dalam SWAT untuk analisis hidrologi

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dilanjutkan dengan perumusan konsep awal dari kegiatan perencanaan yang dilakukan sebelum diadakan turun lapang, yang bertujuan untuk memudahkan dalam

Berdasarkan kesimpulan tersebut, jika kondisi taman sesuai dengan kriteria desain fungsional atau memiliki nilai KPI=1, dilakukan implementasi pengelolaan berlanjut pada

Pada tahapan struktur hutan kota juga dilakukan penilaian kualitas fisik pohon (kondisi pohon) yang dilakukan dengan skoring/nilai dan deskriptif. Pengamatan ini dibatasi