• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

33

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada koordinat 60 36’ - 70 03’ Lintang Selatan dan 1080 03’ - 1080 25’ Bujur Timur. Kabupaten Majalengka memiliki 26 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 120.424 ha. Lokasi penelitian secara spasial dapat dilihat pada Gambar 2.

Waktu penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan Januari 2012

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3.2. Jenis Data dan Tehnik Penarikan Contoh (Sampling Tehnique)

Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Majalengka, Badan Pusat

(2)

Statistik Kab. Majalengka, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat serta data-data lain dari instansi terkait.

Data sekunder tersebut meliputi data PDRB Kabupaten/Kota per sektor se-Jawa Barat Tahun 2005 dan 2009, data luas tanam, luas panen, produksi dan jumlah pohon komoditas pertanian Kabupaten/Kota se-Jawa Barat Tahun 2005 dan 2009, Peta tanah, Landsystem, RTRW Kab. Majalengka, tabel input-output Kabupaten Ciamis tahun 2008, data harga komoditas tanaman bahan makanan.

Data primer meliputi data hasil kuisioner dari para responden. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner untuk mengetahui pendapat responden mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Responden yang dimaksud adalah seluruh stakeholder yang terlibat dalam pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka yang terdiri dari : unsur-unsur pemerintah daerah meliputi Bappeda, Dinas Pertanian dan Perikanan, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), bagian pembangunan dan bagian perekonomian Setda Kabupaten Majalengka, Dinas Bina Marga dan Cipta Karya, dan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (KUKMPERINDAG); unsur perbankan diwakili oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI); unsur masyarakat meliputi petani dan tokoh tani; unsur swasta meliputi para pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian subsektor tanaman bahan makanan. Rincian lengkap mengenai responden disajikan pada Tabel 3. Tehnik sampling yang dipakai untuk menentukan responden adalah purposive sampling dengan jumlah responden keseluruhan sebanyak 21 orang. Pada prinsipnya responden dipilih sedemikian rupa yang memiliki pemahaman baik tentang perkembangan pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka

(expert). Responden diminta pendapatnya mengenai prioritas pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan melalui metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) yang memiliki struktur hierarki terdiri dari 4 level. Pada level 2, responden yang digunakan sebanyak 18 orang yang terdiri dari 8 orang dari unsur pemerintahan, 5 orang dari tokoh tani dan 5 orang dari unsur swasta. Adapun pada level 3 dan 4 digunakan responden sebanyak 21 orang. Tambahan 3 responden

(3)

35

merupakan perwakilan dari petani untuk komoditas padi dan kedelai 1 orang, jagung 1 orang dan mangga 1 orang. Tujuan, jenis, sumber data, cara pengumpulan, analisis data serta output yang diharapkan, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Rincian Data Calon Responden

No. Asal Responden Jumlah (orang)

1. Unsur Pemerintah :

a. Bappeda Kabupaten Majalengka

b. Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka

c. BP4K Kabupaten Majalengka

d. Bagian Pembangunan Setda Kabupaten Majalengka

e. Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Majalengka

f. Dinas Bina Marga dan Cipta Karya

g. Dinas KUKMPERINDAG h. BRI 1 1 1 1 1 1 1 1 2. Unsur Masyarakat

Petani dan Tokoh Tani 8

3. Unsur Swasta

Pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian

5

Jumlah Responden 21

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder dan primer. Data sekunder meliputi data berbentuk laporan tercetak dan laporan digital yang merupakan data tabular maupun peta-peta Kabupaten Majalengka. Data primer merupakan data hasil kuesioner dan wawancara di lapangan. Alat analisis yang digunakan terdiri dari beberapa software, diantaranya adalah software GAMS, ArcGis 9.3, dan Microsoft Office program Excel.

(4)

Tabel 4. Tujuan, Jenis , Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang diharapkan

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik

Analisis Data Output yang diharapkan 1. Mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan saat ini.

a. Mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan Kab. Majalengka di wilayah Prop. Jabar

Data PDRB per sektor

Kab./Kota di Jabar Tahun 2005 dan 2009

BPS LQ, SSA Kondisi dan potensi daya

saing subsektor tanaman bahan makanan Kab. Majalengka saat ini di Wilayah Prop. Jabar b. Mengetahui komoditas

subsektor tanaman bahan makanan Kab. Majalengka yang menjadi basis dan memiliki keunggulan komparatif & kompetitif

Data luas tanam, luas panen produksi dan jumlah pohon komoditas subsektor tanaman bahan makanan Kab./Kota di Jabar Tahun 2005 dan 2009

Dinas Tanaman Pangan Prop. Jabar

LQ, SSA Potensi komoditas

subsektor tanaman bahan makanan Unggulan Kabupaten Majalengka di wilayah Prop. Jabar 2. Mengetahui peran subsektor

tanaman bahan makanan

Tabel Input-Ouput Kabupaten Majalengka 2009 (hasil RAS dari Tabel I-O Ciamis 2008), PDRB Kab. Majalengka Tahun 2009, Harga Komoditas Tanaman Bahan Makanan.

BPS, Dinas Pertanian dan Perikanan Kab. Majalengka

Analisis Input-Output

Backward/Fordward Linkage, Multiplier Effect.

3. Mengetahui komoditas ungulan subsektor tanaman bahan makanan

Nilai LQ, SSA , keterkaitan antar sektor dan multiplier effect komoditas

Hasil analisis LQ, SSA dan tabel input-output

Komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan

4. Mengetahui prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan

Kuesioner Pendapat responden AHP Persepsi Stakeholder

tentang prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan 5. Menyusun arahan pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah

Data komoditas unggulan, peta Tanah 1:250.000, landsystem 1:250.000, RTRW, Landuse, keterkaitan antar sektor dan multiplier effect komoditas tanaman bahan makanan.

Hasil analisis potensi dan kondisi sektor pertanian saat ini, hasil analisis Input-Output Balai Besar Sumberdaya Lahan, Bappeda Kab. Majalengka

Deskriptif dan sintesis hasil analisis

Arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam

(5)

37

3.4. Bagan Alir Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menganalisis beberapa permasalahan, yaitu : 1). Kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan saat ini, yang meliputi analisis basis ekonomi subsektor tanaman bahan makanan dan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan subsektor tanaman bahan makanan dan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Barat, 2). Peran subsektor tanaman bahan makanan Kabupaten Majalengka dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka yang meliputi keterkaitan komoditas-komoditas tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lainnya serta

multiplier effect yang ditimbulkannya dan 3). Menentukan komoditas unggulan

subsektor tanaman bahan makanan berdasarkan hasil analisis LQ, SSA dan analisis tabel input-output, 4). Persepsi stakeholder mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka.

Untuk mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan Kabupaten Majalengka saat ini, dilakukan dengan menggunakan metode analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Pertama, analisis LQ dan SSA dilakukan untuk mengetahui posisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya di cakupan wilayah yang lebih luas, dalam hal ini sektor-sektor perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Analisis dilakukan dengan menggunakan data PDRB Kabupaten/Kota per sektor Tahun 2009 untuk analisis LQ, sedangkan analisis SSA menggunakan dua titik tahun yaitu tahun 2005 dan 2009. Kedua, analisis LQ dan SSA dilakukan untuk mengidentifikasi komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi basis Kabupaten Majalengka apabila dibandingkan dengan komoditas-komoditas yang dimiliki oleh Kab./Kota lainnya di wilayah Propinsi Jawa Barat. Analisis dilakukan dengan menggunakan data luas tanam, luas panen dan produksi untuk komoditas tanaman pangan dan sayur-sayuran serta data jumlah pohon dan produksi untuk komoditas buah-buahan. Untuk analisis yang kedua ini juga dilakukan dengan menggunakan data Tahun 2009

(6)

untuk analisis LQ serta data tahun 2005 dan tahun 2009 untuk analisis SSA. Hasil analisis LQ dan SSA merupakan indikasi keunggulan dan daya saing subsektor tanaman bahan makanan dan komoditas-komoditasnya di Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian dan komoditas-komoditas sebsektor tanaman bahan makanan lainnya di wilayah Propinsi Jawa Barat.

Keterkaitan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lainnya serta multiplier effect yang ditimbulkan terhadap ouput, total nilai tambah, pendapatan dan pajak dianalisis dengan menggunakan tabel

input-output Kabupaten Majalengka. Tabel input-output Kabupaten Majalengka diperoleh

dengan metode RAS dari tabel input-output Kabupaten Ciamis Tahun 2008. Analisis keterkaitan antar sektor dan nilai multiplier effect ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai peran subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Majalengka.

Untuk mengetahui komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang menjadi unggulan Kabupaten Majalengka, dilakukan analisis deskriptif terhadap hasil analisis potensi dan kondisi serta hasil analisis keterkaitan dan multiplier effect komoditas subsektor tanaman bahan makanan. Persepsi para stakeholder mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan diidentifikasi dengan menggunakan kuesioner dan hasilnya dianalisis dengan metode AHP.

Selanjutnya dari hasil analisis potensi dan kondisi subsektor tanaman bahan makanan saat ini, hasil analisis peran subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah, analisis komoditas unggulan dan hasil analisis persepsi

stakeholder mengenai prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di

Kabupaten Majalengka akan disusun untuk memberikan informasi dan arahan bagi pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka. Selain itu, untuk memberikan arahan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan secara spasial ditambahkan pula informasi mengenai kesesuaian lahan sebagai arahan lokasi pengembangan komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan. Adapun tahapan pelaksanaan dari penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir penelitian yang disajikan pada Gambar 3.

(7)

39

Gambar 3. Bagan alir penelitian. 3

9 AHP Persepsi Stakeholder

ARAHAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KAB. MAJALENGKA Metode RAS

Tabel input-output Kabupaten Majalengka Tahun 2009

Tabel input –output Kab. Ciamis Tahun 2008, Data PDRB Kab. Majalengka

Tahun 2009

Analisis Tabel Input-output

Peran, Keterkaitan Komoditas Subsektor Tabama dengan sektor

lain dan Multiplier effect

Peta Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Peta Tanah dan Peta Landsystem, RTRW, Landuse

Peta Kesesuaian Lahan Dan Ketersediaan Lahan

Komoditas Unggulan Subsektor Tabama

Prioritas Pembangunan Subsektor Tabama

Luas Panen, Produksi

Kondisi dan Potensi Subsektor serta Komoditas Tabama

PDRB per sektor Kab/Kota di Jabar Analisis LQ dan SSA

Kondisi dan Potensi daya saing Subsektor Tabama Kab. Majalengka di wilayah Jabar

Potensi Komoditas Subsektor Tabama Unggulan Kabupaten

Majalengka Luas Tanam/Luas Panen/Produksi Komoditas Tabama Kab/Kota di Jabar

Analisis LQ dan SSA

(8)

3.5. Teknik Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dikaitkan dengan tujuan penelitian adalah : analisis LQ dan SSA untuk mengetahui kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka saat ini; analisis Input-Output untuk mengetahui peran subsektor tanaman bahan makanan yang meliputi keterkaitan komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lain serta multiplier effectnya; Analytical

Hierarcy Process (AHP) digunakan untuk mengetahui prioritas pembangunan

subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka dan hasil ketiganya digunakan untuk menyusun arahan pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.

3.5.1. Analisis Kondisi dan Potensi Daya Saing Subsektor Tanaman Bahan Makanan

Analisis kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan dilakukan dengan metode LQ dan SSA. Metode ini dilakukan untuk mengetahui sektor basis, keunggulan komparatif dan kompetitif subsektor tanaman bahan makanan dan komoditas-komoditasnya di Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas, dalam hal ini kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat. Hasil analisis ini menunjukkan indikasi daya saing subsektor tanaman bahan makanan dan komoditas-komoditasnya yang dimiliki Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan wilayah lain di Propinsi Jawa Barat.

3.5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor dan komoditas unggulan atau mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu sektor/komoditas di suatu wilayah. Metode analisis LQ pada penelitian ini. menggunakan data PDRB per sektor dan data luas tanam, luas panen serta produksi untuk komoditas tanaman pangan dan sayur-sayuran, sedangkan untuk tanaman buah-buahan menggunakan data jumlah pohon dan produksi. Analisis dilakukan terhadap seluruh komoditas subsektor tanaman

(9)

41

bahan makanan di Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

LQij : Indeks kuosien lokasi kabupaten i untuk sektor/komoditas j.

Xij : PDRB/Luas Tanam/Luas Panen/Produksi masing-masing

sektor/komoditas j di kabupaten i.

Xi. : PDRB/Luas Tanam/Luas Panen/Produksi total di kabupaten i.

X.j : PDRB/Luas Tanam/Luas Panen/Produksi total sektor/komoditas j

di Jawa Barat.

X.. : PDRB/Luas Tanam/Luas Panen/Produksi total seluruh sektor/ komoditas di Jawa Barat.

Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis/keunggulan komparatif adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis/unggulan, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka.

3.5.1.2. Shift Share Analysis (SSA)

Shift Share Analysis merupakan salah satu analisis untuk memahami

pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu yang dibandingkan dengan suatu referensi (cakupan wilayah yang lebih luas) dalam dua titik waktu, juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah tertentu serta menjelaskan kinerja aktivitas tertentu di wilayah tertentu.

Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu :

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen regional share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

X

X

X

X

LQ

J I IJ IJ .. . . / /

(10)

2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan SSA adalah sebagai berikut :

dimana :

a : Komponen share

b : Komponen proportional shift c : Komponen differential shift, dan

X.. : Nilai total aktivitas dalam total wilayah

X.j : Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij : Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 : Titik tahun akhir

t0 : Titik tahun awal

Metode SSA yang dilakukan dalam penelitian ini hanya mengambil komponen differential shift. Hal ini dilakukan karena ingin benar-benar melihat tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah tanpa ada pengaruh dari pertumbuhan total wilayah (regional share) maupun pertumbuhan sektoral

(proportional shift).

3.5.2. Analisis Peran Subsektor Tanaman Bahan Makanan

Analisis peran subsektor tanaman bahan makanan dilakukan dengan menggunakan analisis Input-Output (I-O). Analisis input-output secara teknis

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

SSA

t j t j t ij t ij t t t j t j t t ) 0 ( . ) 1 ( . ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( . ) 1 ( . ) 0 ( ) 1 (

..

..

..

..

1 a b c

(11)

43

dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah. Selain itu, analisis input-output dapat digunakan untuk menentukan sektor/komoditas unggulan pada perekonomian Kabupaten Majalengka.

Tabel input-output yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel

input-output Kabupaten Majalengka Tahun 2009 sebanyak 28x28 sektor yang

diturunkan dari tabel input-output Kabupaten Ciamis Tahun 2008 sebanyak 45x45 sektor. Asumsi yang digunakan adalah bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara Kabupaten Majalengka dengan Kabupaten Ciamis sebagai Kabupaten tetangga.

Metode yang digunakan untuk mendapatkan tabel input-output Kabupaten Majalengka 2009 dari Tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008 adalah dengan metode RAS. Untuk melakukan RAS, tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008 (45x45) sektor diagregasi terlebih dahulu menjadi 28x28 sektor. Proses agregasi dilakukan untuk menyesuaikan jumlah sektor yang terdapat dalam tabel

input-output Kabupaten Ciamis 2008 dengan jumlah klasifikasi sektor (lapangan usaha)

yang terdapat pada data PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2009.

Untuk menguraikan subsektor tanaman bahan makanan menjadi beberapa komoditas, yaitu : padi, jagung, ubi kayu, buah-buahan dan sayur-sayuran, sesuai dengan tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008 diperlukan data PDRB masing-masing komoditas tersebut. Data PDRB masing-masing-masing-masing komoditas tersebut diperoleh berdasarkan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga (di tingkat petani) komoditas tanaman bahan makanan yang kemudian diproporsikan terhadap data PDRB subsektor tanaman bahan makanan. Untuk komoditas tanaman pangan, buah-buahan dan sayura-sayuran lainnya yang memiliki share kecil terhadap PDRB subsektor tanaman bahan makanan ditampilkan dalam bentuk komoditas bahan makanan lainnya. Sektor-sektor perekonomian hasil agregasi dan penyesuaian dengan tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008, yang akan digunakan menjadi sektor-sektor dalam Tabel I-O Kabupaten Majalengka tahun 2009 ditampilkan pada Tabel 5.

(12)

Tabel 5 Sektor-sektor Perekonomian Tabel I-O Kabupaten Majalengka Tahun 2009 (28 sektor) Kode I-O Sektor Kode I-O Sektor 1 Padi 15 Bangunan

2 Jagung 16 Perdagangan Besar dan Eceran

3 Ubi Kayu 17 Hotel

4 Buah-buahan 18 Restoran

5 Sayur-sayuran 19 Angkutan Jalan Raya

6 Bahan Makanan Lainnya 20 Jasa Penunjang Angkutan

7 Tanaman Perkebunan 21 Komunikasi

8 Peternakan dan Hasil-hasilnya 22 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

9 Kehutanan 23 Sewa Bangunan

10 Perikanan 24 Jasa Perusahaan

11 Pertambangan dan Penggalian 25 Pemerintahan Umum dan Pertahanan

12 Industri Pengolahan 26 Jasa Sosial Kemasyarakatan

13 Listrik 27 Jasa Hiburan dan Rekreasi

14 Air Bersih 28 Jasa Perorangan dan Rumah Tangga

Sumber : Hasil Analisis (2011)

Untuk melakukan metode RAS, diperlukan data PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2009, total input Kabupaten Majalengka 2009 dan matriks koefisien teknologi tabel input-output dasar (tabel input-output Kabupaten Ciamis 2008). Data-data tersebut merupakan data yang telah diagregasi menjadi 28 sektor. Matriks koefisien teknologi digunakan untuk menduga tabel input-output Kabupaten Majalengka tahun 2009 yang berukuran 28x28 sektor. Total input Kabupaten Majalengka 2009 diduga dengan nilai PDRB sektoral Kabupaten Majalengka Tahun 2009 berdasarkan proporsi dari total input Kabupaten Ciamis 2008 dengan PDRB sektoral Kabupaten Ciamis 2008.

Selain itu, diperlukan pula data total impor, total PDRB dan total permintaan akhir Kabupaten Majalengka Tahun 2009. Data total impor Kabupaten Majalengka Tahun 2009 diperoleh dari hasil analisis LQ terhadap PDRB sektoral Kabupaten Majalengka dengan PDRB sektoral Jawa Barat. Asumsi yang digunakan adalah jika nilai LQ lebih besar dari satu menunjukkan surplus sektor i dalam arti beberapa produknya dapat diekspor ke daerah lain. Sebaliknya, jika nilai LQ kurang dari satu maka produknya harus didatangkan (diimpor) dari daerah lain. Adapun data total permintaan akhir diperoleh dari penjumlahan nilai total PDRB sektoral dengan total impor Kabupaten majalengka

(13)

45

Tahun 2009. Selanjutnya, setelah data-data tersebut sudah tersedia maka siap di RAS dengan menggunakan software GAMS dengan prinsip iterasi. Tahapan metode RAS ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Tahapan metode RAS

Hasil dari metode RAS adalah tabel input-output Kabupaten Majalengka Tahun 2009. Data yang diperoleh secara langsung dari hasil metode RAS adalah

input antara masing-masing sektor (tabel I-O kuadran I), total input/output 28

sektor, total impor 28 sektor dan permintaan akhir 28 sektor. Untuk mendetilkan data input primer (nilai tambah) menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung maka didekati dengan nilai proporsi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung terhadap total input primer (nilai tambah) dari tabel input-output dasar (Tabel I-O Kabupaten Ciamis 2008). Struktur dasar tabel input-output wilayah digambarkan pada Tabel 6.

Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari Sumunaringtyas 2010

Tabel Input Output

Kabupaten Ciamis Tahun 2008 (45X45 sektor)

Proses Agregasi

menjadi Tabel Input

Output Kabupaten Ciamis Tahun 2008

(28X28 sektor)

Matriks Koefisien

Teknis Tabel Input

Output Kabupaten Ciamis Tahun 2008

(28X28 sektor)

Metode RAS Kabupaten Majalengka 2009 (28X28 sektor)

 PDRB Kab. Majalengka 2009

Total input dugaan Kab. Majalengka 2009

berdasarkan proporsi Data PDRB dan Total

Input Kabupaten Ciamis 2008  Data total impor

 Data Permintaan Akhir

Tabel Input Output

Kabupaten Majalengka Tahun

2009 (28X28 sektor)

(14)

Tabel 6. Struktur Dasar Tabel Input-Output

Output Input

Permintaan Internal Wilayah Permintaan Eksternal

Wilayah

Total Output

Permintaan Antara Permintaan Akhir

1 2 j n C G I E In p u t In tern al W il ay ah In p u t A n tara 1 X11 … … X1jX1n C1 G1 I1 E1 X1 2 X21 … … X2jX2n C2 G2 I2 E2 X2 : … … … … i … … … Xij … … Ci Gi Ii Ei Xi : … … … … n Xn1 … … XnjXnn Cn Gn In En Xn N il ai T amb ah W W1 … … WjWn CW GW IW EW W T T1 … … TjTn CT GT IT ET T S S1 … … SjSn CS GS IS ES S Input Eksternal Wilayah M M1 … … … … Mn CM GM IM - M TotalInput X1 … … XjXn C G I E X

Sumber : Rustiadi et al. 2009.

Keterangan :

ij : sektor ekonomi

Xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

Xi : total output sektor i

Xj : total output sektor j; untuk sektor yang sama (i=j), total output sama

dengan total input

Ci : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i

Gi : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap

output sektor i

Ii : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor

i; output sektor i yang menjadi barang modal

Ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspor/dijual ke

luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i

Yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i ( Yi=Ci+Gi+Ii+Ei)

Wj : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah

sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j

Tj : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai

tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j

(15)

47

Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh/dibeli

dari luar wilayah

Analisis yang dilakukan terhadap tabel I-O adalah analisis keterkaitan antar sektor dan angka pengganda sektoral (multiplier effect). Analisis ini dilakukan berdasarkan hasil perhitungan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang diperoleh dari perhitungan tabel I-O. Selanjutnya matrik tersebut diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier). Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O secara matematis diformulasikan dengan rumus sebagai berikut :

atau di mana :

aij : rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

( atau disebut pula sebagai koefisien input.

Beberapa parameter teknis yang diperoleh melalui analisis I-O adalah : 1. Kaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (Bj) yang

menunjukkan efek permintaan sektor pertanian terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. Kaitan langsung ke belakang secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya yang diformulasikan dengan rumus sebagai berikut :

j ij ij X X a

X

ij

a

ij

.

X

j n i ij j

a

B

j j j j j n i j j

B

B

n

B

B

B

*

.

* j B

(16)

2. Kaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (Fi) yang menunjukkan

banyaknya output sektor pertanian yang dipakai oleh sektor-sektor lain. Kaitan langsung ke depan (Fi) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Sementara itu, NormalizedFi atau Fi*dirumuskan sebagai berikut :

3. Kaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) ( ) yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor pertanian yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian, dihitung dengan rumus sebagai berikut :

di mana bij adalah elemen-elemen matriks B atau (I-A)-1 yang merupakan

matriks Leontief.

4. Kaitan ke depan langsung dan tidak langsung (indirect foreward linkage) (FLi), yaitu peranan sektor pertanian dapat memenuhi permintaan akhir dari

seluruh sektor perekonomian, dihitung dengan rumus sebagai berikut :

5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran (backward power of

dispersion) (βj) menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir sektor

pertanian dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian, dihitung dengan rumus sebagai berikut :

i j i i j n i j bij bij n bij bij 1 j ij n j j ij i

a

x

x

F

i i i i i n i i F nF F F F 1 * n i ij j b BL j ij i b FL

(17)

49

6. Kepekaan terhadap signal pasar permintaan akhir atau indeks daya kepekaan

(foreward power of dispersion) ( .i) menunjukkan sumbangan relatif sektor

pertanian dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian yang diformulasikan dengan rumus sebagai berikut :

7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan

tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir sektor pertanian sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. Jenis-jenis multiplier diantaranya dijabarkan dengan rumus sebagai berikut :

a. Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir

suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah yang diformulasikan sebagai berikut :

b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak

meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB berhubungan dengan output secara linier yang dapat diformulasikan sebagai berikut :

dimana V : matriks NTB

vˆ : matriks diagonal koefisien NTB X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd

c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu

sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. Income multiplier dapat dihitung dengan rumus :

i j n j i bij bij 1 d F A I X ( ) 1.

X

v

V

ˆ

.

X

w

W

ˆ

.

(18)

dimana W : matriks income

wˆ : matriks diagonal koefisien income X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd

d. Tax multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor

terhadap peningkatan pajak tak langsung. Tax multiplier dapat dihitung dengan rumus :

dimana T : matriks jumlah tenaga kerja tˆ : matriks diagonal koefisien Tax X :matriks output, X = (I-A)-1.Fd

Analisis input-output (I-O) memberikan informasi yang penting bagi perencanaan pembangunan daerah. Hasil analisis input-output yang meliputi keterkaitan ke depan, keterkaitan ke belakang, keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung, keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung, indeks daya penyebaran, indeks daya kepekaan serta multiplier effect dapat memberikan informasi mengenai keterkaitan antar sektor perekonomian dan potensi dampak ganda bagi berbagai indikator pembangunan. Oleh karena itu, hasil analisis

input-output dapat digunakan sebagai indikator pengembangan wilayah.

Perkembangan suatu wilayah salah satunya ditentukan oleh perkembangan aktivitas-aktivitas sektor perekonomiannya. Hasil analisis berbagai nilai keterkaitan sektor perekonomian dalam analisis input-output dapat menjadi indikator perkembangan aktivitas perekonomian suatu wilayah yang pada akhirnya dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan/pembangunan suatu wilayah. Selain itu, analisis input-output ini juga dapat memberikan arahan dalam menetapkan sektor-sektor prioritas dalam pembangunan wilayah.

Analisis multiplier effect dapat menjadi indikator pengembangan wilayah karena dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi suatu wilayah. Misalnya, analisis keterkaitan komoditas-komoditas tanaman bahan makanan dengan sektor-sektor lainnya dapat menjadi

X

t

T

ˆ

.

(19)

51

indikator pengembangan perekonomian wilayah karena dapat mengetahui hubungan antar komoditas tanaman bahan makanan dengan sektor lainnya dan bagaimana solusi untuk meningkatkan keterkaitan tersebut dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah. Income multiplier dapat menjadi indikator pengembangan wilayah karena dapat melihat besarnya peningkatan pendapatan masyarakat yang berarti terjadinya peningkatan kesejahteraan dan penurunan kemiskinan. Dengan demikian, hasil analisis keterkaitan antar sektor dan

multiplier effect ini dapat menjawab isu-isu strategis yang disebutkan dalam

dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Majalengka khususnya mengenai isu kemiskinan.

3.5.3. Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Analisis komoditas unggulan subsektor tanaman bahan makanan dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil analisis kondisi, potensi daya saing dan peran subsektor tanamaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.

Penetapan komoditas unggulan dilakukan dengan menganalisis potensi komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan pada level makro, meso dan mikro. Pada level makro dilakukan sintesis dari hasil analisis LQ dan SSA

(differential shift) yang membandingkan komoditas subsektor tanaman bahan

makanan yang ada di Kabupaten Majalengka dengan komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang ada di Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Barat. Dari hasil sintesis ini akan diperoleh beberapa komoditas subsektor tanaman bahan makanan yang merupakan komoditas basis serta memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif dari berbagai aspek yang dinilai yaitu luas tanam, luas panen, jumlah pohon dan produksi.

Pada level meso dilakukan sintesis dari hasil analisis tabel input-output Kabupaten Majalengka Tahun 2009. Pada level ini bertujuan untuk melihat tingkat keterkaitan dan multiplier effect komoditas-komoditas subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Majalengka. Dari hasil sintesis ini akan diperoleh beberapa komoditas yang memiliki keterkaitan dan nilai multiplier effect yang lebih besar dibandingkan komoditas subsektor tanaman

(20)

bahan makanan lainnya. Pada level mikro dilakukan analisis terhadap angka luas panen dan produksi pada Tahun 2009. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui komoditas apa saja yang menjadi pilihan masyarakat dalam berusahatani. Selain itu luas panen dan produksi juga merupakan resultante kesesuaian tumbuh dengan kondisi agroekologi serta memenuhi kriteria unggul dari sisi penawaran.

Selanjutnya, berdasarkan penilaian dari setiap level kriteria tersebut dilakukan sintesis untuk memilih komoditas yang menjadi unggulan. Dalam penentuan komoditas unggulan, komoditas subsektor tanaman bahan makanan dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok komoditas tanaman pangan, buah-buahan dan sayuran-sayuran. Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan adalah komoditas yang memenuhi kriteria unggul di setiap levelnya

3.5.4. Analisis Prioritas Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan

Analisis prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengambilan keputusan atau kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan model kebijakan karena merupakan sajian sederhana mengenai aspek terpilih dari situasi problematik didasari atas tujuan-tujuan khusus. Ada beberapa model yang dapat digunakan dalam merumuskan kebijakan namun masing-masing model memfokuskan perhatian pada aspek yang berbeda.

Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah kebijakan adalah AHP. Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik. Dalam perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria) tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi.

(21)

53

Langkah awal dari proses ini adalah merinci tujuan/permasalahan kedalam komponen-komponen dan kemudian diatur ke dalam tingkatan-tingkatan hirarki. Hirarki yang paling atas diturunkan ke dalam beberapa set kriteria/elemen, sehingga diperoleh elemen-elemen spesifik yang mempengaruhi alternatif pengambilan keputusan.

Setelah hirarki tersusun, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas elemen-elemen pada masing-masing tingkatan. Kemudian dibangun set matriks-matriks perbandingan dari semua elemen pada suatu tingkat hirarki dan pengaruhnya terhadap elemen pada tingkatan yang lebih tinggi untuk menentukan prioritas serta mengkonversi penilaian komparatif individu ke dalam pengukuran skala rasio. Penentuan tingkat kepentingan pada tiap hirarki dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang menghasilkan suatu matriks peringkat relatif untuk masing-masing tingkat hirarki.

Gambar 5. Struktur hirarki untuk penentuan prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka

Struktur hirarki yang dibangun dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka. Gambaran dari struktur hirarki yang akan diteliti dapat

Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Majalengka

Padi Jagung Kedelai Mangga Pisang

Subsistem Agribisnis Hulu

Subsistem

Usahatani Agribisnis Hilir Subsistem

Subsistem Jasa Layanan Pendukung

SDM Sapras Kelembagaan

(22)

dilihat pada Gambar 5. Struktur hirarki tersusun atas 4 level. Level 1 merupakan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan di level 2, 3 dan 4. Level 2 merupakan tahapan untuk menentukan komoditas unggulan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam rangka pencapaian tujuan di level 1. Level 3 merupakan tahapan untuk menentukan subsistem mana yang diprioritaskan untuk mendukung level 2. Level 4 merupakan tahapan untuk menentukan aspek pendukung mana yang menjadi prioritas untuk mendukung level 2 dan 3. Faktor-faktor pada level 2, 3 dan 4 dinilai dengan cara perbandingan berpasangan. Misalnya untuk perbandingan pada level 2 yaitu pemilihan komoditas unggulan, mana yang lebih penting antara pengembangan komoditas padi dan jagung, antara komoditas padi dan kedelai, antara komoditas unggulan padi dan mangga dan seterusnya.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada level 3 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Subsistem Agribisnis Hulu, menunjukkan kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi primer dan perdagangan sarana produksi pertanian seperti industri pembibitan/perbenihan, pupuk, obat-obatan, alat dan mesin pertanian, dll.

2. Subsistem Usahatani menunjukkan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi pertanian untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. 3. Subsistem Agribisnis Hilir menunjukkan kegiatan ekonomi yang mengolah

komoditas pertanian primer menjadi produk-produk olahan baik berupa produk intermediate maupun produk akhir beserta kegiatan perdagangannya. 4. Subsistem Jasa Layanan Pendukung, menunjukkan kegiatan yang

menghasilkan dan menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti perbankan, transportasi, penelitian dan pengembangan, layanan informasi agribisnis, kebijakan pemerintah, penyuluhan dan konsultasi, dll.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada level 4 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor SDM menunjukkan pengetahuan dan keterampilan dari para pelaku kegiatan pertanian. Sumberdaya Manusia (SDM) sebagai pelaku utama aktivitas pertanian meliputi petani, dan pelaku pengolahan serta pemasaran hasil pertanian.

(23)

55

2. Faktor Sarana Prasarana (Sapras) menunjukkan fasilitas pendukung yang berupa sarana dan prasarana untuk mendukung kelancaran kegiatan pembangunan pertanian.

3. Faktor Kelembagaan menunjukkan organisasi dan norma-norma yang berlaku di dalam kegiatan pertanian. Kelembagaan menjadi penting karena dapat meningkatkan posisi tawar petani.

Untuk memperoleh bobot dari tiap-tiap kriteria AHP digunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang paling absolut dibandingkan yang lainnya. Tabel skala perbandingan berpasangan menurut Saaty (2008) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Skala Perbandingan Berpasangan

Tingkat

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuannya

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit

mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain

5 Elemen yang satu lebih

penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding yang lain

7 Elemen yang satu jelas lebih

penting dari elemen yang lain

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

9 Elemen yang satu mutlak lebih

penting dari elemen yang lain

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin

menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai

pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan Reciprocals Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka

bila dibandingkan dengan aktivitas j, mempunyai nilai kebalikan bila

dibandingkan dengan i

(24)

3.5.5. Penyusunan Arahan Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pengembangan Wilayah

Arahan pengembangan subsektor tanaman bahan makanan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka akan disusun berdasarkan hasil dari analisis sebelumnya yang meliputi hasil analisis kondisi dan potensi daya saing subsektor tanaman bahan makanan yang dilakukan berdasarkan analisis

Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA), analisis peran subsektor

tanaman bahan makanan yang dilakukan dengan menggunakan analisis

input-output, analisis penentuan komoditas unggulan serta analisis prioritas

pembangunan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Majalengka dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Selanjutnya hasil analisis tersebut dipadukan dengan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk tiga komoditas unggulan terpilih sehingga diperoleh lokasi arahan untuk pengembangan komoditas tersebut.

Analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk komoditas unggulan dilakukan melalui pengolahan peta dengan sistem informasi geografis. Analisis kesesuaian lahan diperoleh dengan mengolah data peta tanah dan peta landsystem dengan persyaratan tumbuh masing-masing komoditas unggulan. Kriteria persyaratan tumbuh mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003) yang disajikan pada Lampiran 16. 17 dan 18. Kesesuaian lahan ditetapkan pada tingkat ordo. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan atas ordo S (Sesuai) dan ordo N (Tidak Sesuai). Lahan yang tergolong ordo S adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Lahan yang tergolong ordo N adalah lahan yang mempunyai kesulitan atau faktor pembatas/penghambat yang berat sehingga tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunaan tertentu (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Selanjutnya, peta kesesuaian lahan ditumpangtindihkan dengan peta penggunaan lahan (landuse) dan RTRW untuk mengetahui lokasi-lokasi lahan yang memiliki kriteria sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian dan tersedia untuk pengembangan suatu komoditas karena belum dialokasikan untuk penggunaan lain ataupun telah dialokasikan untuk penggunaan lahan pertanian

(25)

57

serta telah sesuai dengan arahan tata ruang wilayah Kabupaten Majalengka. Evaluasi kesesuaian dan ketersdiaan lahan tersebut digunakan untuk mendapatkan peta arahan pengembangan komoditas unggulan yang sesuai dan tersedia. Adapun tahapan pengolahan data untuk analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk arahan pengembangan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Tahapan analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk arahan pengembangan komoditas unggulan

Pertanian bagi penduduk Kabupaten Majalengka memiliki peranan penting karena selain merupakan salah satu bentuk warisan budaya dari para leluhur juga merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk, penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat dan industri serta penyeimbang ekosistem lingkungan hidup. Oleh sebab itu maka pelaksanaan pembangunan pertanian harus dilaksanakan dengan baik dan terencana.

Pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Majalengka perlu terus ditumbuhkembangkan dengan diupayakan fokus pada pengembangan komoditas-komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif agar mampu bersaing dengan komoditas-komoditas pertanian dari wilayah lainnya. Dari hasil analisis kondisi dan potensi sektor pertanian akan disusun arahan jenis-jenis

Peta Tanah dan Landsystem

Peta Kesesuaian Lahan Peta Landuse

Dan RTRW

Overlay

Peta Lahan Sesuai dan Tersedia

Persyaratan Tumbuh Komoditas Unggulan

(26)

komoditas unggulan dan wilayah-wilayah yang berpotensi untuk pengembangan komoditas tersebut.

Selain itu kebijakan peningkatan keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya perlu dilakukan dalam rangka pengembangan wilayah. Hal ini sejalan dengan pendapat Rustiadi et al., (2009) yang menyatakan bahwa keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antara sektor perekonomian sehingga setiap kegiatan pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Peran sektor pertanian dalam pengembangan wilayah juga dapat terlihat dari nilai multiplier effect yang diciptakan sektor ini, misalnya, multiplier effect pendapatan dapat menggambarkan peran sektor pertanian dalam peningkatan pendapatan masyarakat yang dalam hal ini berimplikasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sedangkan multiplier effect tenaga kerja dapat memberikan gambaran peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja yang berimplikasi terhadap penurunan tingkat pengangguran. Dari hasil analisis input-output akan disusun arahan untuk peningkatan peran sektor pertanian dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Majalengka.

Paradigma pembangunan ke depan diarahkan sebesar-besarnya kepada peningkatan peran dan partisipasi masyarakat serta menuntut adanya perubahan peran pemerintah yaitu semula berperan sebagai pelaku sekarang menjadi fasilitator, akselerator dan regulator pembangunan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menentukan prioritas pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Majalengka dilakukan dengan melibatkan peran dan partisipasi masyarakat.

Berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas maka pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Majalengka perlu diarahkan agar mampu berkontribusi secara optimal dalam pengembangan wilayah terutama bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Gambar

Gambar 2.  Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3. Rincian Data Calon Responden
Tabel 4. Tujuan, Jenis , Sumber, Teknik Analisis Data dan Output yang diharapkan
Gambar  3.  Bagan alir penelitian. 3
+5

Referensi

Dokumen terkait

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui atau melihat kondisi sebuah area rekreasi secara sistematik dengan membandingkan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strengths)

PENGUMPULAN DATA PERSIAPAN ANALISIS DATA SINTESIS PERENCANAAN LANSKAP Persiapan administrasi dan persiapan teknis Data primer : wawancara dengan beberapa stakeholder,

Penentuan kriteria kesesuaian lokasi untuk kesesuaian wisata bahari dilakukan dengan pembobotan dan skoring berdasarkan beberapa parameter yang telah ditentukan dan didapatkan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, analisis data yang digunakan untuk menghitung hubungan lebar karapaks kepiting bakau dan berat tubuh kepiting,

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan pertama-tama dilakukan analisis rasio dimensi utama kapal kemudian perhitungan luas area dan volume yang dilakukan

Sementara data aspek wisata berkaitan dengan potensi lanskap kawasan, objek dan atraksi serta aktivitas wisata yang dapat dilakukan dalam kawasan pelestarian,

Analisis deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dilakukan terhadap data yang terkait dengan: (1) status perlindungan dan status menurut kuota jenis kupu- kupu yang

Potensi pengembangan hutan rakyat di lokasi penelitian terutama dilihat dari luasan lahan yang digunakan untuk usaha hutan rakyat dan atau potensial untuk pengusahaan hutan